Bab Ii
Bab Ii
Bab Ii
2.1 Sepsis
2008). Sepsis adalah suatu respon sistemik host terhadap infeksi yang disebabkan
oleh agen patogen atau toksin berada didalam sistem sirkulasi, sehingga terjadi
aktivasi proses inflamasi (Chen and Pohan, 2006). Sepsis merupakan suatu
sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses peradangan karena respon
dan disfungsi multiorgan (Biswal and Remick, 2007). Baik respon imun maupun
tingkat morbiditas sepsis. Sepsis disertai dengan kegagalan fungsi organ terjadi
ketika sistem pertahanan tubuh tidak cukup kuat untuk melawan infeksi. Menurut
Russell (2006), permasalahan sepsis yang paling besar terletak pada karakteristik
mikroorganisme tersebut, serta superantigen dan agen toksik lain yang resisten
akan menyebabkan aktivasi respon sistemik terutama pada paru-paru, hati, ginjal,
dan organ lain. Hal tersebut akan menyebabkan terjadi apoptosis, nekrosis
7
8
jaringan, Multi Organ Dysfunction (MOD), syok septik, dan kematian (Nur,
2010).
kematian dan kegagalan fungsi organ. Sepsis dan syok septik dinilai sebagai
masalah kesehatan serius di dunia. Hal ini disebabkan oleh angka morbiditas dan
mortalitas sepsis dan syok septik yang tinggi (Radin, 2015). Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Isola et al., (2013) tentang mortalitas akibat
sepsis pada 19 ekor anjing, diketahui bahwa persentase mortalitas anjing pada
kelompok sepsis parah (15 ekor) mencapai 33.33 %. Sementara itu, persentase
mortalitas pada anjing kelompok syok septik (4 ekor) mencapai 100% dengan
banyak disebabkan akibat bakteri gram negatif dengan presentase kasus sekitar
60-70%. Sepsis maupun syok septik secara klasik telah diketahui disebabkan oleh
bakteri gram negatif seperti Escherichia coli. Tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi mikroorganisme lain seperti
bakteri gram posistif, jamur,virus bahkan parasit. Ketika tubuh terinfeksi oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur, tubuh akan melawan infeksi
tersebut dengan jalan mengaktivasi sisitem imun (Hildretth e.t al., 2009)
(LPS) yang dimiliki oleh bakteri gram negatif dan peptidoglikan yang dimiliki
9
oleh bakteri gram positif (Toussaint and Gerlach, 2009). Beberapa hal yang
menjadi penyebab sepsis antara lain perforasi usus kedalam cavum abdomen,
Sepsis sebagian besar disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada bakteri gram
Lipopolisakarida (LPS) tertanam pada membran luar, dan bagian molekul yang
disebut sebagai lipid A terkait pada dinding sel bakteri. Bakteri gram positif tidak
Sifat-sifat tersebut membuat bakteri gram positif dapat mengaktivasi sel T secara
lipoteikoat dari dinding sel bakteri gram positif dapat berikatan dengan
Setelah agen infeksi memasuki tubuh, terjadi aktivasi respon imun alami
seperti (IL-1), (IL-6), dan (TNFα), namun juga melepaskan sitokin-sitokin pro-
inflamasi lain seperti (IL-12), (IL-15), dan (IL-18). Sitokin proinflamasi seperti
10
TNFα dan IL-1 merupakan sitokin inflamasi yang memerantarai banyak fitur
imunopatologis dari renjatan karena LPS. Sitokin proinflamasi TNFα dan IL-1
kaskade inflamasi derajat dua termasuk sitokin, mediator lipid, dan spesies
2012).
Dalam kondisi sepsis, neutrofil mempunyai peran ganda. Di satu sisi, sel-
sel ini berperan penting dalam mengontrol pertumbuhan bakteri. Pada sisi lain,
nitrat lebih lanjut, akan menyebabkan instabilitas vaskular dan juga berkontribusi
Pada kondisi sepsis, dapat muncul beberapa gejala klinis yang bersifat
tidak spesifik seperti demam dan menggigil. Berdasarkan studi yang dilakukan
oleh Nabeer et. al. (2000) pada tikus model sepsis dengan induksi E. coli,
menyebutkan bahwa gejala klinis seperti demam, takikardi, dan takipnea dapat
muncul 45 menit-24 jam post induksi. Dembovska et. al. (2008) menyatakan
pemeriksaan temperatur, pulsus, dan respirasi dapat dilakukan 1,5 – 5 jam setelah
induksi dengan E. coli. Sepsis akan menimbulkan beberapa gejala klinis, seperti
demam, takikardi, takipnea, dan leukositosis pada awal infeksi dan berlanjut
menjadi sepsis tahap awal (fase hiperdinamik) hingga menjadi sepsis tahap akhir
(fase hipodinamik). Wesche et. al., (2005) meyebutkan bahwa fase hiperdinamik
dan perifer. Penurunan aliran darah vaskuler dan perifer ini akan mengganggu
proses presentasi antigen oleh sistem imun dan terjadi imunosupresi. Sel-sel imun
menentukan etiologi dari infeksi. Pengujian tersebut dapat berupa kultur darah
dan spesimen lain seperti cairan serebrospinal, urin, serta cairan lain, seperti abses
dan lesi pada kulit. Prosentase kultur positif mikroorganisme pada sampel darah
12
sekitar 20-40% pada kasus sepsis dan 40-70% pada kasus syok sepsis. Dalam
sebuah studi yang dilakukan oleh Hyde et al., (1989) kultur positif
mikroorganisme dari sampel darah pada media MacConkey Agar (MCA) sebesar
1.55 x 1010 CFU/ml. Pemeriksaan hitung sel darah, profil ginjal dan hati juga
lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa sepsis adalah pemeriksaan
calcitonin dan kadar PCT akan menglami peningkatan secara signifikan pada
2.1.6 Terapi
antibiotik, terapi cairan untuk mencegah kegagalan organ, dan penggunaan obat-
penelitian yang dilakukan oleh Aziz (2006), pemberian steroid pada pasien sepsis,
memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lapisan terluar (Clarkson
and Thompson, 2000). Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas yang tinggi karena
13
menjadi molekul radikal (Suryohudoyo, 2010). Radikal bebas juga dapat bereaksi
dengan cepat dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan
(Simanjuntak, 2007).
Telah diketahui bahwa radikal bebas merupakan suatu molekul atau senyawa yang
selalu mencari pasangan dengan molekul lain. Radikal bebas secara umum
kerusakan sel atau pertumbuhan sel yang tidak dapat dikendalikan karena mutasi
Radikal bebas dapat terbentuk secara in-vivo dan in-vitro dengan cara; (1)
pemecahan satu molekul normal secara hemolitik menjadi dua, hal ini
memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet, panas, dan radiasi ion; (2)
kehilangan satu elektron dari molekul normal, dan; (3) penambahan elektron pada
endogen berasal dari reaksi reduksi dan oksidasi selama proses fisiologi normal
didalam tubuh. Radikal endogen terbentuk sebagai sisa dari proses metabolisme
xantin oksidase, peroksisom, dan pada kondisi iskemia (Kesuma dan Rina, 2015) .
14
Dan secara eksogen berasal dari luar tubuh seperti, radiasi ionisasi dan polutan
maupun reduksi molekul oksigen (O2). Contoh dari SOR, yaitu radikal
superoksida (O2), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hdroksil (OH). Contoh
dengan makromolekul sel seperti, lipid, protein, dan DNA (Rico, 2013). Beberapa
dikenal sebagai mutasi DNA. Ini menjadi awal dari proses karsinogenesis.
b. Kerusakan protein
Radikal bebas juga memiliki efek positif dalam proses fisiologis tubuh (Kesuma
dan Rina, 2015). Beberapa efek positif radikal bebas, antara lain:
Radikal bebas yang dihasilkan dalam jumlah normal, sangat penting untuk
bakteri. Akan tetapi, radikal bebas tidak menyerang target secara spesifik. Radikal
DNA, dan asam lemak tak jenuh yang terdapat di membran sel, hal ini
2.3 Antioksidan
kadar tertentu mampu meghambat kerusakan akibat proses oksidasi. Secara kimia
dari oksidan atau radikal bebas. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektron kepada senyawa yang bersifat oksidan dengan demikian aktifitas
a. Antioksidan Primer
Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah terbentuk radikal bebas baru.
Antioksidan primer mengubah radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil
antara lain:
b. Antioksidan Sekunder
c. Antioksidan Tersier
bebas. Contoh dari antioksidan tersier antara lain, DNA repair enzymes dan
tubuh dan terbagi atas enzimatik dan non-enzimatik. Yang termasuk kedalam
antioksidan enzimatik adalah SOD, GPx, dan CAT. Contoh antioksidan non-
antioksidan preventif adalah kelompok enzim SOD, GPx, CAT, dan DNA repair
radikal OH. Antioksidan scavenging (pemutus rantai) terdiri dari asam askorbat,
sehingga, molekul radikal menjadi stabil dan reaksi berantai dapat terhenti.
mencegah terjadi inflamasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Enzim SOD
dihasilkan oleh tubuh, akan tetapi enzim tersebut memerlukan mineral seperti,
Mangan (Mn), seng (Zn), dan tembaga (Cu) untuk menunjang aktivitas. Dengan
demikian, mineral-mineral tersebut harus tersedia dalam jumlah yang cukup agar
enzim SOD dapat bekerja secara optimal. Aktivitas enzim SOD memiliki peran
19
senyawa reaktif yang dapat menyebabkan terjadi stres oksidatif (Kesuma dan
Rina, 2015). Pada kondisi sepsis, aktivitas enzim SOD plasma akan mengalami
a Arteri besar atau elastik, seperti aorta dan cabang dari aorta (karotis komunis,
b Arteri ukuran sedang atau muskular, seperti arteri koronaria dan arteri renalis.
c Arteri kecil (garis tengah kurang dari 2 mm) dan arteriol (ukuran diameter 20-
100 um).
konsentris atau tunika. Tiga lapisan tersebut akan sangat jelas pada pembuluh
darah besar, seperti aorta. Komponen dasar dari dinding pembuluh darah adalah
sel (sel otot polos dan sel endotel), dan matriks ekstrasel (termasuk elastin,
a Tunika Intima
Lapisan paling dalam dari dinding aorta adalah tunika intima yang terdiri atas
mengatur aliran darah yang dipompa oleh jantung menuju ke seluruh tubuh
Secara umum sel endotel memiliki 3 fungsi dasar, pertama, endotel berfungsi
sebagai garis pertahanan utama terhadap elemen asing yang akan menginvasi
beredar di dalam sistem sirkulasi seperti TNFα, IL-1β, dan IL-6 dapat
adaptation, dan exhaution. Apabila fase adaptation tidak terlalui, maka sel
endotel tidak mengalami kerusakan. Namun jika sel endotel tidak mampu
jaringan ikat yang sangat tipis yang disebut dengan lamina subendotelial.
Pada batas antara tunika intima dengan tunika media terdapat lamina elastika
b Lapisan tengah adalah tunika media yang tersusun atas sel-sel otot polos yang
diantara serabut otot tersebut, terdapat metriks ekstrasel yang terdiri atas
serabut elastin. Lapisan tunika media lebih tebal apabila dibandingkan dengan
c Lapisan paling luar adalah tunika adventisia yang tersusun atas serabut
tipe 1). Pada tunika adventisia juga terdapat venule dan arteriol. Sebagai batas
antara tunika media dengan tunika adventisia adalah lamina elastika ekserna
(Rahmawati, 2015).
inflamasi dengan sitokin anti inflamasi (Radin, 2015). Menurut Megasari (2009),
peningkatan produksi sitokin proinflamasi seperti, TNF-α, IL-1β, dan IL-6 oleh
menyebabkan dinding sel endotel lisis, sehingga terjadi nekrosis sel endotel
superoksida. Molekul radikal berikatan dengan lipid yang terdapat pada membran
dan molekul radikal, endotel tidak dapat mempertahankan struktur sel. Pada
menyebabkan kerusakan organel sel. Isi sel keluar ketika sel lisis dikarenakan
lebih kecil, dan gelap) dan lapisan tunika intima tampak tidak teratur (Matsuda et
23
al., 2009). Dengan demikian, proses nekrosis sel sendotel pada kondisi sepsis
Menurut studi yang dilakukan oleh Sanger (2004), taksonomi ragi adalah
sebagai berikut:
Phylum : Fungi
Subphylum : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
dkk., 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusmiati dkk., (2007),
protein yang terikat dengan gula sebagai glikoprotein dan manoprotein, serta
glukan yang memiliki fungsi memperkuat struktur sel dan sebagai cadangan
makanan.
2.7 Betaglukan
alternatif dan betaglukan menjadi salah satu penemuan penting dalam bidang
disintesis oleh jamur, alga, khamir, dan bakteri. Berbagai penelitian telah
dapat dihasilkan dari Saccharomyces cereviseae asal ragi roti dan ragi tape,
khamir merupakan komponen utama yang terkandung didalam ragi roti dan ragi
hidroksil. Atom hidrogen dari gugus hidroksil tersebut berfungsi sebagai elektron
donor dan membuat molekul radikal bebas menjadi lebih stabil dan tidak reaktif.
SOD, GPx, dan CAT (Andriani, 2007). Aktivitas antiinflamasi yang dimiliki oleh
26
terkontrol pada kondisi sepsis. Betaglukan yang terdapat pada ragi dapat berikatan
dengan reseptor spesifik dectin-1 pada makrofag. Ikatan antara betaglukan dan
macam penelitian. Hal itu dikarenakan memilki sifat yang mudah berkembang
biak, mudah dipelihara, mudah dihandling dan direstraint, memiliki gen yang
homolog dengan manusia, serta karakter anatomi dan fisiologi yang telah
diketahui dengan cukup baik (Juriah, 2010) Taksonomi tikus putih (Rattus
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
27
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
pemeliharaan tikus sebesar 3 ekor tikur per 2 meter persegi. Suhu lingkungan
yang dibutuhkan, 20-28 °C dan kelembaban 50%. Hewan ini adalah jenis omnivor
2010). Kebutuhan minum sebanyak 10-12 mL/100 g BB/hari dan pakan sebanyak
28
10 g/100 g BB/hari. Berat jantan 450-550 g dan betina 250- 300 g (University
Animal Care Committee, 2009). Jumlah darah yang dapat diambil sebesar 6 ml/kg
hewan model sepsis adalah tikus putih (Rattus norvegicus) dengan jenis kelamin
jantan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan hormon androgen yang dihasilkan
oleh tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dalam kondisi tersupresi pada saat
sepsis. Berbeda dengan tikus putih (Rattus norvegicus) berjenis kelamin betina