Askep Meningitis. Kel.1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MENINGITIS


Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB lll
Dosen Pembimbing : Ns. Jikrun Jaata.,S.kep.,M.kep

Disusun oleh kelompok 1

1. Suchi Fatika Mokodompit 02010010041


2. Arsy Ratu 01909010006
3. Agristiawati Ahmad 02010010002
4. Putri Patresia Puluko 02010010030
5. Leony Gania Sanger 02010010015
6. Poppy Kandoli

PRODI S1 KEPERAWATAN SEMESTER V

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA

KATA PENGANTAR

1
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadiran Tuhan yang
maha esa karena atas berkat Rahmat-nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas askep dengan judul “Menginitis” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulis askep ini untuk memenuhi tugas pada bidang studi mata kuliah
“Keperawatan Medikal Bedah lll” selain itu, askep ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.

Dalam penulisan askep ini kami merasa masih banyak kekurangan


baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pembaca sangat kami harapkan
demi penyempurnaan askep ini.

Dengan ini kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah mendukung sehingga kami dapat menyelesaikan askep ini dengan tepat
waktu, dan kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pengampuh mata kuliah
keperawatan medical bedah lll yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan berbagai ilmu kepada kami.

Kotamobagu,09 September 2022

Penulis

Kelompok 1

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL.......................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
1. Latar Belakang......................................................................................4
2. Rumusan Masalah.................................................................................7
3. Tujuan...................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................8
1. Prngertian .............................................................................................8
2. Penyebab...............................................................................................8
3. Tanda dan Gejala..................................................................................9
4. Patofisiologi .........................................................................................10
5. Komplikasi ...........................................................................................12
6. Pengobatan ...........................................................................................12
7. Pencegahan ..........................................................................................13
8. Pemeriksaan Lab...................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................14
1. Pengkajian ............................................................................................14
2. Diagnose ..............................................................................................18
3. Intervensi..............................................................................................18
REFERENSI...................................................................................................24

BAB 1

3
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang

Infeksi otak merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada


jaringan otak. Penyakit infeksi otak bermacam-macam seperti Meningitis,
Meningoensefalitis, dan Abses serebri. Peradangan pada meningen khususnya
pada bagian araknoid dan piamater (leptomeningens) disebut meningitis.
Meningitis merupakan peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi
otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).

Batticaca (2011) menjelaskan bahwa meningitis atau radang


selaput otak merupakan infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang
pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla
sipinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dengan
cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medulla spinalis
terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan
suatu proses serebrospinal.

Oragnisme yang merupakan penyebab umum meningitis meliputi


Neisseria meningitis (meningitis meningokok), Haemopbilus influenzae, dan
Streptococcus pneumoniae (organism ini biasanya terdapat di nasofaring).
Organisme penyebab meningitis yang sering menyerang bayi (sampai usia 3
bulan) adalah Escberichid coli dan Listeria monocytogenes. Berdasarkan
penyebabnya, meningitis dapat dibagi menjadi meningitis aseptik (aseptic
meningitis) yang disebabkan oleh virus, dan meningitis bakterial (bacterial
meningitis) yang disebabkan oleh berbagai bakteri (Batticaca, 2008).

Gejala awal yang timbul akibat dari meningitis merupakan akibat


dari infeksi dan peningkatan tekanan intracranial (TIK), nyeri kepala, mual dan
muntah, demam, kejang, pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan
penurunan kesadaran sampai dengan koma (Tarwoto, 2013). Dampak yang timbul
akibat meningitis yaitu peningkatan tekanan intracranial, hyrosephalus, infark
serebral, abses otak, dan kejang (Tarwoto, 2003).

4
World Health Organization (2009), menyebutkan Afrika terjadi sebanyak 78,416
kasus meningitis dengan jumlah kematian 4,053. Di Negara-negara berkembang
seperti Gambia diperkirakan 2% dari semua anak < 5 tahun meninggal karena
kasus meningitis (Simanullang, dkk, 2014). Di Indonesia meningitis merupakan
penyebab kematian pada semua umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria
(simanullang, 2014). Menurut Riskesdas 2007 pneumonia dengan jumlah 15,5%
merupkan penyakit penyebab kematian kedua, sedangkan meningitis dengan
jumlah 8,8% merupakan penyebab kematian ke empat di Indonesia (Riskesdas,
2007). RSUP Dr. Kariadi Semarang ditemukan (35,3%) pasien dengan penyakit
meningitis TB dan ditemukan sejumlah (17,64%) pasien dengan diagnosa
meningitis (Masfiyah, dkk, 2013).

Penelitian dari Jannis, dkk tahun 2006 di RSUP. Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta ada 273 pasien meningitis dirawat bangsal selama perio yang dari 9 tahun,
terdiri dari 42 (15,4%) meningitis akut dan 231 (84,61%) kronis meningitis
pasien. Sebagaian besar pasien adalah laki-laki sebanyak 192 (70,3%), sementara
hanya 81 (29,7%) adalah perempuan.

Berdasarkan data dari RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan Januari sampai
dengan bulan Desmber tahun 2016 ditemukan sebanyak 34 pasien dengan
diagnosa meningitis, ditemukan juga sebanyak 24 pasien dengan diagnosa
meningitis tuberkolosa. Pada bulan Januari 2017 ditemukan sebanyak 2 pasien
dengan diaganosa meningitis dan ditemukan juga sebanyak 3 pasien dengan
suspek meningitis.

Dampak yang timbul akibat meningitis yaitu peningkatan tekanan intracranial,


hyrosephalus, infark serebral, abses otak, dan kejang. Ventrikulitis atau abses
intraserebral dapat menyebabkan obstruksi pada CSS dan mengalir ke foramen
antara ventrikel dan cairan serebral sehingga menyebabkan penurunan CSS di
dalam granulasi araknoid juga dapat mengakibatkan hidrosefalus, Thrombosis
septik dari vena sinus dapat terjadi, mengakibatkan peningkatan TIK yang
dihubungkan dengan hidrosefalus. Kelumpuhan saraf kranial merupakan

5
komplikasi umum pada meningitis bakterial, stroke dapat mengakibatkan
gangguan atau kerusakan hemisfer pada batang otak, dampak lanjutan yang dapat
dialami oleh pasien adalah menjadi tuli akibat kerusakan saraf kranial (Batticaca,
2008). Masalah keperawatan yang biasa muncul pada pasien meningitis yaitu
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, resiko cedera, ketidakefektifan bersihan
jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, dan hipertermi (Widago, dkk., 2013).

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien meningitis


dapat berupa pengobatan akan kebutuhan fisik serta kebutuhan psikologis pasien.
Perawat dalam merawat pasien dengan meningitis harus memantau kondisi pasien
yang lemah mengharuskan pasien untuk menjaga kondisinya agar tidak terjadinya
peningkatan tekanan intracranial (TIK) dengan memaksimalkan dan
meminimalkannya. Membantu pasien meningitis untuk bisa kembali ke keadaan
sebelum hospitalisasi serta memberikan kebutuhan psikologis pasien seperti
menghilangkan ansietas, memberikan dukungan spiritual dan mendiskusikan
masalah yang berhubungan dengan rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
meningitis merupakan salah satu peran yang bisa dilakukan oleh seorang perawat

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti tanggal 23 Januari 2017 terdapat
1 (satu) orang pasien dengan diagnose meningitis dan pasien berjenis kelamin
laki-laki. Pasien tidak terlihat sesak, pasien nampak sadar dan pasien mengeluh
nyeri pada kepala skala nyeri 7. Pasien di dapatkan tanda-tanda vital dengan
tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nafas 24x/menit, suhu 36,6 C dan nadi
70x/menit, pasien terpasang kateter urin, pasien terpasang infus assering, dan di
lakukan juga rasangan meningeal terdapat kaku kuduk positif dan rahang kaku
pada pasien. Masalah keperawatan yang muncul saat itu ketidakefektifan jaringan
otak, nyeri akut, resiko cedera, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Masalah keperawatan yang muncul akan berdeda pada setiap pasien.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti telah melakukan penelitian yang berjudul
syaitu “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis di Ruangan Saraf
RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2017”.

6
2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “ Bagaiamana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis.

3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan


Meningitis

2. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan asuhan keperawatan pada


pasien dengan Meningitis.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Manginistis

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput


yang disebut meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada bagian
araknoid dan plamater (leptomeningens) disebut meningitis.Peradang pada bagian
duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri,
virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian sebagian besar meningitis
disebabkan bakteri.Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane
yang melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).

Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang


terjadi pada meningen otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya
merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti pneumonia, endokarditis,
atau osteomielitis.

2. Etiologi

Widagdo, dkk(2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan


oleh berbagai macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria meningitis
(Meningococus), Diplococus pneumonia, Streptococcus group A, Pseudomonas,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering klien
memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak
atau spinal, dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis.

a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah:
Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides,
dan Staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing
dan dapat menimbulkan respon peradangan. Neutropil, monosit, limfosit
dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai respon peradangan. Eksudat

8
terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di ruang subaraknoid.
Penumpukan didalam cairan serebrospinal akan menyebabkan cairan
menjadi kental sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar
otak dan medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat
granulasi arakhnoid dan dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan
eksudat di dalam ruang subaraknoid dapat menimbulkan peradangan lebih
lanjut dan peningkatan tekanan intrakranial. Eksudat akan mengendap di
otak dan saraf-saraf kranial dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi
edema, membran sel tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan yang
menujuh atau keluar dari sel.
b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis.Meningitis
ini terjadi sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang
meliputi measles, mumps, herpes simplex dan herpes zoster.Pembentukan
eskudat pada umumnya terjadi diatas korteks serebral, substansi putih dan
meningens.Kerentanan jaringan otak terhadap berbagai macam virus
tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi.Virus herpes simplex merubah
metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan perubahan
produksi enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel
dan kemungkinan kelainan neurologi.

Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitisada 2 yaitu:


a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus
pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza,
Neiseria meningitidis dan diplococcus pneumonia.

3. Tanda Dan Gejala


Tarwoto (2013) mengatakan Tanda dan gejala pada meningitis bakteri
diantaranya :

9
a. Demam, merupakan gejala awal
b. Nyeri kepala
c. Mual dan muntah
d. Kejang umum
e. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran
sampai dengan koma.
Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien
meningitis meliputi:
a. Sakit kepala
b. Mual muntah
c. Demam
d. Sakit dan nyeri secara umum
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Bingung
g. Perubahan pola nafas
h. Ataksia
i. Kaku kuduk
j. Ptechialrash
k. Kejang (fokal, umum)
l. Opistotonus
m. Nistagmus
n. Ptosis
o. Gangguan pendengaran
p. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif
q. Fotophobia

4. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu
pada bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan
bagian dalam piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak

10
yang berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus
choroid yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal.

Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui


beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang
dapat tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada
meningen mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang
subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang
subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang
subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus.
Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf
kranial dan perifer. Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan
tekanan intracranial (Tarwoto, 2013).

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura mater,
araknoid dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel
yang mengalir melalui ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan
sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi melalui araknoid pada
lapisan araknoid dari meningintis.

Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain
barrier. Cara masuknya dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur
pembedahan atau pecahnya abses serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila
adanya hubungan antara cairan serebrospinal dan dunia luar. Masuknya
mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat melalui ruang subarakhoid dapat
menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid, cairan serebrospinal dan
ventrikel. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui saraf kranial dan
spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat
aliran normal cairan serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk,
2013)

11
5. Komplikasi

Komplikasi yang muncul akibat meningitis pada tiap orang dapat berbeda-beda.
Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi:

 Kehilangan penglihatan
 Kejang
 Gangguan ingatan
 Migrain
 Kehilangan pendengaran
 Arthritis atau radang sendi
 Gagal ginjal
 Syok
 Kesulitan berkonsentrasi
 Kerusakan otak
 Hidrosefalus

6. Pengobatan
Pengobatan penyakit meningitis diberikan sesuai dengan penyebabnya.
Berikut penjelasan dan cara mengobati meningitis:

– Meningitis Virus
Kondisi ini bisa pulih dengan sendirinya. Namun, meningitis virus yang
parah biasanya akan ditangani dengan konsumsi obat golongan antiviral.
Pengobatan perlu dilengkapi dengan cukup beristirahat dan banyak minum
air putih.

12
– Meningitis Bakteri
Pada kondisi ini, pengobatan dilakukan dengan konsumsi antibiotik atau
kortikosteroid untuk membunuh bakteri penyebab penyakit.

– Meningitis Jamur
Peradangan yang disebabkan oleh jamur diatasi dengan konsumsi obat
antijamur. Jangan lupa juga untuk melengkapinya dengan istirahat dan
menerapkan gaya hidup sehat.

7. Pencegahan
a. Cuci tangan dengan benar tiap kali beraktivitas.
b. Jaga jarak dengan orang yang terinfeksi.
c. Gunakan masker jika sedang sakit.
d. Rutin berolahraga.
e. Jangan berbagi makanan atau barang pribadi.
f. Pilih makanan yang telah dipasteurisasi.
g. Menghindari asap rokok.
h. Istirahat yang cukup.

8. Pemeriksaan
a. Pungsi lumbal : prosedur yang dilakukan untuk mengambil cairan
serebrospinal
b. CT Scan
c. Pemeriksaan Laboratorium Tes darah,pemeriksaan telinga.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu
dikaji dampak hospitalisasi) (Arif Muttaqin,2008).
a. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alas an klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan
tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai terjadinya serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian
klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan
akibat infeksi atau peningkatan tekanan intrakranial.
Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang
sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai
akibat iritasi meningen. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk
dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaiman sifat timbulnya kejang, stimulasi
apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang diberikan dalam
upaya menurunkan keluhan kejang.
Adanya penurunan kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani
perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasive yang memungkinkan
masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien
mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel

14
sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan
adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru
perlu ditanyakan kepada klien perlu ditanyakan kepada klien terutama jika ada
keluhan batuk produktif dan pernah mengalami pengobatan obat anti tuberculosis
yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
d. Pengkajian psikososial-spititual
Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien.
Sebagian besar pengkajian ini didapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh
dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan member pertanyaan dan
tetap melakukan pengawaan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan
ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanime koping yang digunakan klien
juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat.
e. Pemeriksaan Fisik
 Tanda-tanda vital
Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal 38-41oC, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering,
berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proes inflamasi dan iritasi
meningen yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut
nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
 B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang sering didapatkan pada klien
meningitis yang disertai adanya gangguan sistem pernafasan.
Palpasi thorax hanya dilakuan jika terdapat deformitas pada tulang dada pada
klien dengan efusi pleura massif.
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti rochi pada klien meningitis tuberkulosa
dengan penyebaran primer dari paru.

15
 B2 ( Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis
pada tahap lanjut seperti apabila klien mengalami renjatan (syok).
 B3 (Brain)
Pengkajian ini merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sisstem lainnya.
 Pengkajian tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada
tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberi
asuhan.
 Pengkajian Fungsi Serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
 Pengkajian Saraf Kranial
1. Saraf I : biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan funsi penciuman.
2. Saraf II : Tes ketajaman penglihatan dalam batas normal
3. Saraf III, IV, dan VI : Pemeriksaan funsi dan reaksi pupil pada klien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
4. Saraf V : Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot
wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada kelainan.
5. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atu tuli persepsi.
7. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik
8. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokledomastoideus dan trapezius.
9. Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.

16
 Pengkajian Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada meningitis
tahap lanjut mengalami perubahan.
 Pengkajian Reflek
Pemeriksaan reflek profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflek pada respon normal.
Reflek patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran
koma. Adanya reflek Babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.
 Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensari raba, nyeri,
suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi
propriosefsi, dan diskriminatif normal.
1. Kaku kuduk
2. Tanda Kerniq Positif
3. Tanda Brudzinski
 B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
 B5 ( Bowel)
Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
 B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan
pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh
ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang berat pada wajah
dan ekstremitas.
Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga mengganggu ADL.
f. Pemeriksaan Diagnostik

17
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis, meliputi laboratorium klinik
rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan
laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan
otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan
lainnya diperlukan sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru dan CT scan
kepala.
g. Pengkajian penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.

2. Daiagnosa Keperawatan
1. Perfusi serebral tidak aktif b/d infeksi otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan dibuktikan dengan
batuk tidak efektif, ronchi
3. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pila nafas
abnormal

3.Intervensi
N Diagnosa SLKI SIKI
O
1. Perfusiserebral Tujuan : Observasi :
tidak efektif Setelah dilakukan - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
berhubungan intervensi keperawatan (mis.lesi menempati ruang, gangguan
dengan infeksi otak selama 3 jam maka metabolism, edema serebral, peningkatan
ekspetasi membaik dengan tekanan vena, obstruksi cairan
kriteria hasil : serebrospinalis, hipertensi intrakranial
- Tingkat kesadaran idiopatik.
meningkat - Monitor peningkatan tekanan darah
- Kognitif meningkat - Monitor pelebaran tekanan nadi(selisih TDS
- Tekanan intra cranial dan TDD)

18
menurun - Monitor penurunan frekuensi jantung
- Sakit kepala menurun - Monitor ireguleritas irama nafas
- Gelisah menurun - Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Agitasi menurun - Monitor perlambatan atau kesimetrisan
- Demam menurun respon pupil
- Tekanan darah membaik - Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam
- Reflek saraf membaik rentang yang diindikasikan
- Monitor tekanan perfusi serebral
- Monitor jumlah, kecepatan dan karakteristik
dranase cairan serebrospinalis
- Monitor efek stimulus lingkungan terhadap
TIK
- Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure)
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebrospinalis
Terapeutik :
- Ambil sampel drainase cairan
serebrospinalis
- Kalibrasi transduser
- Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Bila sistem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi

19
pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari menggunakan cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu .
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
2. Bersihan jalan Tujuan : Observasi :
nafas tidak efektif Setelah dilakukan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
berhubungan intervensi keperawatan upaya nafas
dengan sekresi selama 3 jam maka - Monitor pola nafas(seperti bradipnea,
yang tertahan ekspetasi membaik dengan takipnea, hiperventilasi, kassmaul, cheyne-
dibuktikan dengan kriteria hasil : stokes, blot, ataksik)
batuk tidak efektif, - Batuk efektif meningkat - Monitor kemampuan batuk efektif
ronchi - Produksi sputum - Monitor adanya produksi sputum
menurun - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Mengi menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Wheezing menurun - Monitor saturasi oksigen
- Dispnea menurun - Auskultasi bunyi nafas

20
- Ortopnea menurun - Monitor nilai AGD
- Sulit bicara menurun - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
- Ronchi menurun usaha nafas)
- Sianosis menurun - Monitor bunyi nafas tambahan
- Gelisah menurun - Monitor sputum
- Frekuensi nafas membaik - Identifikasi kemampuan batuk
- Pola nafas membaik - Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
nafas
- Monitor input dan output cairan
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi klien
- Dokumentasi pemantauan
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
head-tilt dan chin-lift
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan hipokoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan
pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

21
- Informasikan hasil pemantauan.
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setela
tarik nafas dalam yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3. Pola nafas tidak Tujuan : Observasi :
efektif b.d Setelah dilakukan - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
hambatan upaya intervensi keperawatan usaha nafas)
nafas dibuktikan selama 3 jam maka - Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
dengan pola nafas ekspetasi membaik dengan gurgling, mengi, wheezing, ronchi)
abnormal kriteria hasil : - Monitor sputum
- Ventilasi semenit - Monitor pola nafas
meningkat - Monitor kemampuan batuk efektif
- Kapasitas vital mambaik - Monitor adanya produksi sputum
- Tekanan ekspirasi - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
membaik - Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
- Dispnea menurun - Auskultasi bunyi nafas
- Penggunaan otot bantu - Monitor saturasi oksigen
menurun - Monitor nilai AGD
- Ortopnea menurun - Monitor hasil x-ray thoraks

22
- Pernafasan cuping Terapeutik :
hidung menurun - Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
- Frekuensi nafas membaik head tilt dan chin-lift
- Kedalaman nafas - Posisikan semi fowlwr atau fowler
membaik - Berikan minuman hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan hipokoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Infformasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkadilator,
ekspektoran, mokolitik, jika perlu

23
REFERENSI
Burke,M Karen,dkk.2016. Buku Ajar Keperawatan Bedah. Jakarata
Depkes RI,2007, Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pembangunan
Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. Diperoleh dari
http://depkes.go.id.
Depkes , RI 2010, Capaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2011, Jakarta
Muttaqin,Arif 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan.Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto.(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto
Tarwoto, Wartonah & Suryati, E.S. (2007). Keperawatan Medikan Bedah
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : CV Sagung Seto
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk Editor edisi bahasa
Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC
Doenges, M.E, Moorhouse, dan A.C. Geissler.1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi ke-3 Jakarta : EGC
Ackley, B. J, Ladwig G.B &Makie M.B.F.(2017) Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11th Ed. St. Louis: Elsevier
Berman, A. Snyder, S & Fradsen, G.(2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing (10th ed).USA: Pearson Education.
Black, M. J. & Hawks, H. J. 2009. Medical Surgical nursing : clinical
management for continuity of care, 8th ed. Philadephia : W.B. Saunders Company

24

Anda mungkin juga menyukai