Makalah DSM 5-2
Makalah DSM 5-2
Makalah DSM 5-2
KESEHATAN MENTAL
“DSM 5-2”
Kesehatan Mental
Disusun oleh :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Kesehatan Mental “DSM 5-2”
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kesehatan Mental yang diampu oleh Ibu Sri Adi N, S.Psi, MM.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Kesehatan Mental “DSM 5-2” bagi para pembaca dan juga penulis. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Adi N, S. Psi, MM selaku dosen
pengampu mata kuliah Kesehatan Mental yang telah memberikan tugas ini,
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi makalah yang lebih
baik di waktu yang selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Sleep-Wake Disorders............................................................................
B. Sexual Dysfunctions..............................................................................
C. Gender Dysphoria..................................................................................
D. Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders...........................
E. Substance-Related and Addictive Disorders..........................................
F. Neurocognitive Disorders......................................................................
G. Personality Disorders.............................................................................
H. Paraphilic Disorders...............................................................................
I. Other Mental Disorders..........................................................................
J. Medication-Induced Movement Disorders and Other Adverse Effects of
Medication.............................................................................................
K. Other Conditions That May Be a Focus of Clinical Attention..............
L. Assessment Measures............................................................................
M. Cultural Formulation..............................................................................
N. Alternative DSM-5 Model For Personality Disorders...........................
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan Sleep-Wake Disorders ?
2. Bagaimana penjelasan Sexual Dysfunctions ?
3. Bagaimana penjelasann Gender Dysphoria ?
4. Bagaimana penjelasan Disruptive, Impulse-Control, and Conduct
Disorders ?
5. Bagaimana penjelasan Substance-Related and Addictive Disorders ?
6. Bagaimana penjelesan Neurocognitive Disorders ?
7. Bagaimana penjelasan Personality Disorders ?
8. Bagaimana penjelasan Paraphilic Disorders ?
9. Bagaimana penjelasan Other Mental Disorders ?
10. Bagaimana penjelasan Medication-Induced Movement Disorders and
Other Adverse Effects of Medication ?
11. Bagaimana penjelasan Other Conditions That May Be a Focus of
Clinical Attention ?
12. Bagaimana penjelasan Assessment Measures ?
13. Bagaimana penjelasanCultural Formulation ?
14. Bagaimana penjelasan Alternative DSM-5 Model For Personality
Disorders ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Sleep-Wake Disorders
2. Untuk mengetahui Sexual Dysfunctions
3. Untuk mengetahui Gender Dysphoria
4. Untuk mengetahui Disruptive, Impulse-Control, and Conduct
Disorders
5. Untuk mengetahui Substance-Related and Addictive Disorders
6. Untuk mengetahui Neurocognitive Disorders
7. Untuk mengetahui Personality Disorders
8. Untuk mengetahui Paraphilic Disorders
9. Untuk mengetahuiOther Mental Disorders
10. Untuk mengetahui Medication-Induced Movement Disorders and
Other Adverse Effects of Medication
11. Untuk mengetahui Other Conditions That May Be a Focus of Clinical
Attention
12. Untuk mengetahui Assessment Measures
13. Untuk mengetahui Cultural Formulation
14. Untuk mengetahui Alternative DSM-5 Model For Personality
Disorders
BAB 2
PEMBAHASAN
GANGGUAN INSOMNIA
a. Kriteria Diagnosis
1. Keluhan utama berupa ketidakpuasan dengan kuantitas maupun
kualitastidur, yang berhubungan dengan satu (atau lebih) gejala
berikut.
2. Kesulitan dalam memulai tidur. (Pada anak-anak gejala ini dapat
bermanifestasi sebagai kesulitan memulai tidur tanpa intervensi
pengasuh).
3. Kesulitan dalam mempertahankan tidur, ditandai dengan
episodeterbangun yang berulang atau kesulitan untuk kembali tidur
setelahterbangun. (Pada anak-anak, gejala ini dapat bermanifestasi
sebagaikesulitan untuk kembali tidur ranpa intervensi pengasuh)
4. Episode terbangun pada dini hari dan ketidakmampuan untuk kembali
tidur.
b. Gangguan tidur menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau
gangguan dalam kehidupan sosial, bekerja, bersekolah, akademik,
perilaku,atau gangguan fungsional penting lainnya.
c. Kesulitan tidur terjadi paling tidak 3 malam dalam 1 minggu.
d. Kesulitan tidur muncul palng tidak selama 3 bulan.
e. Kesulitan tidur terjadi walaupun ada kesempatan tidur yang ada kuat.
f. Insomnia tidak dapat dijelaskan dengan dan tidak muncul khas
sepertigangguan tidur lain (misalnya narkolepsi, gangguan tidur yang
berhubungandengan pernapasan, gangguan tidur ritme sirkadian, dan
parasomnia).
g. Insomnia bukan merupakan edek fisiologis dari substansi tertentu
(misalnya penyalahgunaakn obat, obat terapi).
h. Gangguan mental dan medis yang ada tidak dapat menjelaskan secara kuat
mengenai keluhan utama insomnia yang muncul.
1. Penegakkan Diagnosis
Keluhan utama pada gangguan insomnia adalah ketidakpuasan
dengankuantitas dan kualitas tidur dengan keluhan kesulitan dalam
memulai danmempertahankan tidur. Keluhan tidur tersebut disertai dengan
distress signifikansecara klinis atau gangguan pada kehidupan sosial,
pekerjaan, atau gangguanfungsional penting lainnya. Gangguan tidur dapat
terjadi bersamaan dengankondisi mental atau kondisi medis lainnya, dapat
juga muncul sendiri secara independen.
Manifestasi insomnia yang berbeda dapat muncul pada beberapa
waktu saat periode tidur. Sleep-onset insomnia (atauinitial insomnia)
mencakup kesulitanmemulai tidur saat waktunya tidur.Sleep maintenance
insomnia(atau middleinsomnia) mencakup episode terbangun yang
berulang sepanjang malam. Lateinsomnia mencakup episode terbangun
saat dini hari dengan ketidakmampuanuntuk kembali tidur. Kesulitan
untuk mempertahankan tidur merupakan gejalayang paling banyak muncul
pada insomnia, diikuti dengan kesulitan untukmemulai tidur, dengan
kombinasi kedua gejala ini merupakan manifestasi yang paling banyak
muncul secara umum. Tipe spesifik dari keluhan gangguan tidur bisa
berubah seiring berjalannya waktu. Individu dengan keluhan
kesulitanmemulai tidur dapat mengeluhkan keluhan kesulitan
mempertahankan tidur dikemudian hari, begitu pula sebaliknya. Gejala
kesulitan memulai danmempertahakn tidur dapat dikuantifikasi
berdasarkan laporan dari individutersebut, diari tidur, atau dengan metode
lain seperto aktigrafi dan polisomnografi,namun diagnosis gangguan
insomnia didasarkan pada persepdi subjektif individuterhadap tidurnya,
atau dari laporan pengasuh pribadinya.
Nonrestorative sleep atau keluhan kualitas tidur yang buruk yang
membuatseorang individu sekulitan untuk berisitirahat dikarenakan terus
menerusterbangun merupakan keluhan gangguan tidur yang umum dan
biasanya terjadi bersamaan dengan kesulitan memulai atau
mempertahankan tidur, namun dapat juga muncul sendiri tanpa gejala lain.
Keluhan ini juga dapat terjadi bersamaandengan gangguan tidur lainnya
(seperti gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan). Ketika
keluhan nonrestorative sleep terjadi sendiri (tanpa gejala lain) namun
seluruh kriteria diagnosis lainnya terpenuhi, dapat ditegakkan
diagnosisgangguan insomnia lainnya (other specified insomnia disorder
atau unspecifiedinsomnia disorder ).
Selain dari kriteria frekuensi dan durasi yang dibutuhkan untuk
menegakkandiagnosis, terdapat kriteria tambahan yang berguna untuk
mengkuantifikasikeparahan insomnia. Kriteria kuantitatif ini digunakan
hanya untuk tujuan ilustratif. Sebagai contoh, kesulitan memulai tidur
didefinisikan sebagai fase latentidur subjektif lebih dari 20-30 menit,
sedangkan kesulitan mempertahankan tidurdidefinisikan sebagai fase
terbangun subjektif lebih dari 20-30 menit. Walaupun belum ada definisi
standar mengenai episode terbangun dini hari, gejala ini biasanya
digambarkan dengan episode terbangun estidaknya 30 menit
sebelumwaktu yang ditentukan dan sebelum durasi tidur total mencapai
6½ jam. Pentinguntuk mempertimbangkan waktu mulai tidur saat malam
sebelumnya. Terbangunsaat pukul 4 dini hari tidak memiliki signifikansi
klinis yang sama pada individuyang mulai tidur pukul 9 malam dengan
yang mulai tidur sejak pukul 11 malamharinya. Gejala tersebut juga dapat
dikarenakan penurunan kemampuan untukmempertahankan tidur yang
berhubungan dengan usia, atau karena pergeseranwaktu tidur yang
diakibatkan oleh usia.
Gangguan insomnia mencakup gangguan saat siang hari yang
diakibatkanoleh gangguan tidur saat malam harinya. Gejala ini mencakup
rasa lelah, rasamengantuk saat siang hari yang lebih sering muncul pada
individu dengan usialebih tua dan saat insomnia muncul komorbid dengan
kondiri medis lain (sepertinyeri kronis) atau gangguan tidur lain (seperti
apnea saat tidur). Gangguankognitif dapat berupa kesulitan dalam
memusatkan perhatian, konsentrasi, danmemori, bahkan untuk melakukan
keterampilan manual sederhana sekalipun.Gangguan mood yang
berhubungan biasanya muncul dalam bentuk iritabilitasatau labilitas mood,
dan dalam bentuk gejala depresif atau ansietas walaupunlebiih jarang
muncul. Tidak semua individu dengan gangguan tidur mengalamidistress
atau memiliki gangguan fungsional. Sebagai contoh, kontinuitas
tidursering terganggu pada orang dewasa sehat namun tetap merasa
memilikikebiasaan tidur yang baik. Diagnosis gangguan insomnia
seharusnya ditegakkan untuk individu yang mengalami distress atau
gangguan fungsional yang signifikansaat siang hari yang diakibatkan oleh
kesulitan tidur saat malam harinya.
2. Keluhan yang Berhubungan untuk Mendukung Diagnosis
Insomnia sering dihubungkan dengan kemampuan fisiologis dan
kognitif,serta faktor-faktor yang mungkin mengganggu tidur seseorang.
Distress yangdiakibatkan karena ketidakmampuan untuk tidur dapat
menjadi sebuah siklus tak berujung: semakin ingin seorang individu untuk
tidur, makan semakin bertambahrasa frustasinya sehingga dapat
mengganggu tidurnya kembali. Individu denganinsomnia persisten dapat
mengalami kebiasaan tidur maladaptif (sepertimenghabiskan waktu
berlebihan di atas tempat tidur; memiliki waktu tidur yang berantakan),
dan kognisi (seperi ketakutan akan tidak mendapat cukup
tidur;kekhawatiran tidak dapat beraktivitas dengan baik saat siang hari;
berulang kalimengecek jam). Aktivitas tersebut dapat menambah kesulitan
untuk dapat tertidur.Sebaliknya, seseorang dapat tidur dengan lebih mudah
dengan tidak melakukanhal-hal demikian. Beberapa individu juga
melaporkan tidur yang lebih baik ketikatidak melakukan rutinitas seperti
itu di tempat tidurnya.Insomnia dapat disertai dengan berbagai gejala saat
siang harinya, sepertirasa lelah, penurunan energi, dan gangguan mood.
Gejala ansietas atau depresiyang tidak memenuhi kriteria diagnosis
gangguan mental yang spesifik dapat jugamuncul, dengan fokus pada efek
dari kehilangan tidur terhadap aktivitasfungsionalnya di siang
hari.Individu dengan insomnia dapat memiliki kecenderungan
mengalamidepresi ringan dan ansietas, gaya kognitif yang serba khawatir,
dan fokus somatik.Pola gangguan neurokognitif pada pasien dengan
gangguan insomnia biasanyainkonsisten. Individu dengan insomnia sering
membutuhkan usaha yang lebih besar untuk mempertahankan performa
kognitifnya.
3. Prevalensi
Perkiraan populasi mengindikasikan bahwa sekitar satu pertiga
orangdewasa melaporkan gejala insomnia, 10-15% mengalami gangguan
fungsional pada siang hari, dan 6-10% mengalami gejala yang memenuhi
kriteria gangguan insomnia. Gangguan insomnia memiliki prevalensi
tertinggi di antara gangguantidur lainnya. Pada fasilitas kesehatan primer,
sekitar 10-20% individumengeluhkan gejala insomnia yang signifikan.
Insomnia lebih besar prevalensinya pada wanita dibandingkan pria dengan
rasio 1,44:1. Walaupun insomnia dapatmenjadi sebuah gejala ataupun
sebagai gangguan independen tersendiri, insomniasering ditemukan
komorbid dengan kondisi medis ataupun gangguan mentallainnya. Sebagai
contoh, 40-50% individu dengan insomnia juga memilikikomorbid
gangguan mental.
4. Perkembangan
Onset dari gejala insomnia dapat muncul kapanpun, namun episode
pertama biasanya muncul saat usia dewasa muda. Walaupun lebih jarang,
insomnia dapat juga muncul sejak usia anak hingga remaja. Pada wanita,
insomnia onset barudapat muncul saat menopause dan menetap bahkan
setelah gejala lain (seperti hot flashes) sudah menghilang. Insomnia dapat
muncul lambat, yang biasanya berhubungan dengan munculnya kondisi
lain yang berhubungan dengan kesehatan.
Insomnia dapat terjadi situasional, persisten, maupun rekuren.
Insomniasituasional atau insomnia akut biasanya berlangsung beberapa
hari hingga beberapa minggu dan sering berhubungan dengan kejadian
dalam hidup atauadanya perubahan jadwal tidur atau perubahan
lingkungan. Insomnia jenis ini biasanya membaik ketika pencetusnya
hilang. Pada beberapa individu, insomniadapat menetap lama walaupun
kejadian pencetusnya sudah hilang. Sebagaicontoh, seseorang dengan rasa
nyeri akibat cedera memiliki kesulitan untuk tiduryang kemudian dapat
berkembang menjadi hubungan negatif dengan tidur. Halyang serupa
dapat terjadi karena stress psikologi akut atau gangguan mental.Sebagai
contoh, insomnia yang muncul saat episode depresi mayor dapat menetap
bahkan setelah resolusi dari episode depresi tersebut. Pada beberapa
kasus,insomnia juga dapat memiliki onset yang kurang jelas, tanpa adanya
faktor presipitasi yang teridentifikasi.Dalam perjalanannya, insomnia
dapat terjadi episodik, dengan episoderekuren dari kesulitan untuk tidur
yang berhubungan dengan kejadian yang memicu stress. Rentang
kronissitasnya antara 45-75% dengan follow up selama 1-7 tahun.
Walaupun perjalanan dari insomnia sudah menjadi kronis, dapat
terjadivariabilitas pola tidur dengan adanya malam dengan tidur yang baik
yang bergantian dengan beberapa malam dengan pola tidur yang buruk.
Karakteristikdari insomnia juga dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Beberapa individudengan insomnia memeiliki gangguan tidur ringan yang
kemudian diikuti dengangangguan tidur yang lebih persisten.Keluhan
insomnia lebih tinggi prevalenesinya pada usia dewasa menengahdan usia
dewasa akhir. Tipe gejala insomnia dapat berubah sesuai usia,
dengankesulitan memulai tidur lebih banyak terjadi pada dewasa muda,
sedangkankesulitan untuk mempertahankan tidur lebih sering ditemukan
pada dewasamenengah dan dewasa akhir.Kesulitan untuk memulai dan
mempertahankan tidur juga dapat terjadi padaanak dan remaja, namun
hanya sedikit data yang ditemukan mengenai prevalnesi,faktr risiko, dan
komorbiditas dalam fase berkembang ini. Kesulitan tidur padaanak dapat
dikarenakan oelh faktor pengasuhan (misalnya anak tidak biasa
belajartidur tanpa ditemani orang tuanya) atau karena jadwal tidur yang
tidak konsisten.Insomnia pada remaja sering dipicu oleh jadwal tidur yang
ireguler. Pada anakdan remaja, faktor psikologis dan faktor medis dapat
berkontribusi terhadapinsomnia.Prevalensi insomnia yang cenderung
meningkat pada usia dewasa akhirdapat sedikit dijelaskan karena adanya
masalah kesehatan yang juga meningkatseiring dengan bertambahnya usia.
Perubahan pada pola tidur yang berhubungandengan proses perkembangan
nomral harus dapat dibedakan dengan perubahanyang berlebihan yang
berhubungan dengan usia. Walaupun polisomnografi jarangdigunakan
rutin untuk evaluasi insomnia, hal tersebut dapat menjadi lebih bermanfaat
untuk diagnosis banding insomnia pada usia dewasa akhir, karenaetiologi
insomnia (misalnya karena sleep apnea) lebih sering teridentifikasi
padaindividu dengan usia tua.
5. Resiko dan Faktor Prognostik
Sembari laman ini mendiskusikan faktor risiko dan prognostik
yangmeningkatkan kerentanan penderita insomnia, gangguan tidur lebih
mungkinterjadi pada individu yang memiliki kecenderungan terpapar
kejadian yangmenjadi pencetus, seperti kejadian pada kehidupan (contoh,
penyakit, perpisahan)atau tidak lebih parah tetapi stress kronis pada
keseharian. Sebagian besarindividu akan kembali pada pola tidur
normalnya setelah kejadian pencetusinisialnya telah menghilang, tetapi
sebagian lainnya- mungkin lebih rentanterhadap insomnia-sehingga tetap
mengalami gangguan tidur yang persisten.Faktor yang dapat mengekalkan
seperti kebiasaan tidur yang buru, jadwal tiduryang ireguler, dan ketakuan
untuk tidak tidur dapat menambah masalah insomniadan berkontribusi
kepada siklus buruk yang dapat menjadi insomnia persisten.
GANGGUAN HIPERSOMNOLEN
2. Karakteristik diagnostic
Hipersomnolen adalah terminologi diagnosis yang umum dan
termasukgejala dari kuanitas yang berlebihan untuk tidur (contoh, tidur
malam yang lebih panjang atau tidur yang tidak disadari pada siang hari),
kualitas sadar yang buruk(contoh, kecenderungan untuk tidur saat terjaga
ditunjukkan dengan kesulitanuntuk tetap terjaga atau tidak dapat tetap
bangun jika diperlukan), dan tidur inersia(contoh, periode gangguan
performa dan penurunan kewaspadaan yang dikuti dariepisode tidur
regular atau dari tidur siang)(Kriteria A). Individu dengan gangguanini
tidur dengan sangat cepat dan efisiensi tidur baik (>90%). Mereka
mungkinkesulitan untuk bangun di pagi hari, terkadangan terlihat bingung,
agresif, atauataksik.Kegagalan yang lebih lama untuk tetap waspada saat
transisi bangun-tidursering direferensikan sebagai tidur inersia (yakni tidur
mabuk).Hal itu juga dapatketika bangun dari tidur siang.Dalam periode
tersebut, individu terlihat bangun,tetapi terdapat penolakan dalam
ketangkasan motoric, tingkah laku mungkin tidaksesuai, deficit memori,
disorientasi tempat dan situasi, dan perasaan pening dapatterjadi.Periode
ini dapat bertahan dalam menit hingga jam.Kebutuhan yang menetap
untuk tidur dapat menimbulkan tingkah lakuotomatis (biasanya tipenya
sangat rutin, tidak kompleks) dimana individu tersebutmembawa sedikit
atau tidak sama sekali ingatan. Contohnya, individu tersebutdapat
menemukan dirinya menyetir beberapa mil dari dimana mereka
pikirmereka berasa, dan tidak menyadari mereka menyetir dalam beberapa
menitkarena hal tersebut otomatis. Untuk beberapa individu dengan
gangguanhipersomnolen, episode tidur mayor (untuk sebagian besar
individu, tidur nocturnal) menghabiskan durasi 9 jam atau lebih. Tetapi,
tidur tersebut tidakmembuat mereka nyaman ketika bangun dan akan
diikuti dengan kesulitan bangun ketika pagi. Sebagian individu dengan
gangguan hipersomnolen, episodetidur mayor adalah tidur nocturnal yang
normal dengan durasi 6-9 jam.Pada kasusini, tidur yang berlebih di
karakteristikan dengan beberapa tidur siang yang tidakdirencanakan.Tidur
siang ini menjadi lebih panjang (sering berlangsung lebih dari1 jam atau
lebih), dan terasa tidak menyegarkan saat bangun, dan tidakmeningkatkan
kewaspadaan.Individu dengan hipersomnolen memiliki waktu tidursiang
hampir setiap hari diluar dari tidur malamnya.Kualitas tidur secara
subjektifdapat atau tidak dapat di laporkan sebagai baik.Individunya secara
tipikal merasangantuk dalam beberapa waktu, dibanding mengalami
serangan tidur yang tiba-tiba. Tidur yang tidak disengaja tipikalnya terjadi
pada stimulasi rendah dansituasi dengan aktifitas ringan (contoh,
mengikuti kuliah, membaca, menonton tv,atau menyetir jarak jauh), tetapi
pada kasus yang lebih parah dapat bermanifestasidi situasi dengan aktifitas
tinggi seperti bekerja, rapat, atau kumpul social.
3. Karakteristik yang berhubungan untuk mendukung diagnosis
Tidur yang tidak membuat segar, tingkah laku otomatis, kesulitan bangun
pagi, dan tidur inersia, walaupun umum pada gangguan hipersomnolen,
juga dapatdilihat pada berbagai kondisi, termasuk narkolepsi. Sekitar 80%
individu denganhipersomnolen melaporkan bahwa tidur mereka tidak baik,
dan sulit untuk bangun pagi.Tidur inersia, lebih tidak umum (hasil
observasi sekitar 36-50% individudengan gangguan tidur), tetapi
spesifikasinya tinggi untuk hipersomnolen.Tidursiang yang pendek (durasi
kurang dari 30 menit) dan seringkali tidakmenyegarkan. Individu dengan
hiperosomnolen juga memiliki gejala disfungsisistem nervus otonom,
termasuk nyeri kepala tipe vascular berulang, reaktifitassistem pembuluh
darah perifer (fenomena Raynaud’s), dan pingsan.
4. Prevalensi
Sekitar 5-10% individu yang berkonsultasi dengan klinis gangguan
tidurdengan keluhan kantuk pada siang hari di diagnosis sebagai
gangguanhypersomnia. Diperkirakan sekitar 1% di eropa dan united stase,
populasi umum memiliki episode tidur ineria. Hipersomnolen terjadi
secara relative sama jumlahnya pada laki-laki dan perempuan.
5. Perkembangan dan tujuan
Gangguan hipersomnolen memiliki tujuan yang persisten, dengan
evolusiyang progresif pada gejala yang parah.Pada kasus yang ekstrim,
episode tidurdapat mencapai 20 jam.Tetapi rata-rata durasi tidur malm hari
adalah 91/2 jam.Dimana individu lainnya dengan hipersomnolen dapat
menurunkan waktutidurnya selama hari kerja, akhir minggu, dan saat
liburan secara hebat mencapai3 jam.Tetap terjaga sangat sulit dan ditemani
dengan episode tidur inersia adasebanyak 40% diantara seluruh kasus.
Hipersomnolen secara penuh bermanifestasi di kasus pada remaja akhir
atau dewasa awal, dengan usia rata-rataonset 17-24 tahun. Individu dengan
hipersomnolen terdiagnosa, rata-rata, 10-15tahun setelah gejala yang
pertama kali muncul. Kasus ini jarang terjadi pada anak.Hipersomnolen
memiliki onset progresif, dengan gejala yang mulai muncul pada usia 15-
25 tahun, dengan progresi yang gradual dari minggu hingga
bulan.Sebagian besar individu, kejadiannya persisten dan stabil, kecuali
diberikan pengobatan.Perkembangan gangguan tidur lainnya (missal
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan) dapat memperburuk
derajat kantuk. Walaupaunhiperaktifitas mungkin dapat menjadi tanda
yang muncul sari kantuk siang hari pada anak, tidur siang yang disengaja
meningkat dengan usia. Fenomena normalini harus dipisahkan dari
hipersomnolen.
6. Faktor risiko dan prognostic
Lingkungan. Hipersomnolen dapat meningkat seiring bertambahnya
waktudengan adanya stress psikologis dan penggunaan alcohol, tetapi
mereka belum pernah tercara sebagai faktor lingkungan yang
mencenderungi. Infeksi viral pernah dilaporkan menemani hipersomnolen
pada kurang lebih 10% kasus.Infeksivirus tersebut seperti pneumonia
dengan HIV, infeksi mononucleosis, dansiindrom Guillain-Barre, yang
dapat berevousi menjadi hipersomnolen setelah beberapa bulan setelah
infeksi. Hipersomnolen juga dapat muncul dalam kurunwaktu 6-18 bulan
yang diakibatkan trauma kepala.
Genetik dan Psikologi. Hipersomnolen mungkin dapat diturunkan dari
keluarga,dengan model autosomal-dominan yang diwariskan.
Kurang tidur dan tidur nocturnal yang tidak efisien. Kurang tidur dan
tidurtidak efisien adalah hal yang umum pada remaja dan pekerja dengan
giliran.Padaremaja, kesulitan untuk jatuh tidur pada saat malam adalah
umum, danmemnyebabkan sulit tidur.Hasil MSLT dapat positif jika
dilakukan ketikaindividu tersebut kurang tidur atau tidurnya terganggu.
Sindrom tidur apnu. Apnu saat tidur biasanya muncul pada individu
denganobesitas. Karena apnu saat tidur akibat obstruksi lebih banyak
kejadiannyadaripada narkolepsi, katapleksi mungkin di abaikan (atau tidak
ada), dan individutersebut di asumsikan mengalami apnu saat tidur akibat
obstruktif yang tidakrespon terhadap terapi biasanya.
Sindrom depresi berat. Narkolepsi atau hypersomnia mungkin
berhubungan ataudicampur adukkan dengan depresi.Katapleksi tidak
muncul pada depresi. HasilMSLT lebih sering normal, tidak ada disosiasi
antara kantuk secara subjektif danobjektif, seperti yang diukur tentang
rata-rata latensi tidur selama tes MSLT.
Gangguan konversi (gangguan gejala neurologis fungsional).Ciri
atipik,seperti katapleksi yang bertahan lama atau adanya pencetus tidak
biasa, mungkindapat muncul pada gangguan konversi (gangguan gejala
neurologisfungsional).Individu mungin melaporkan tidur dan mimpi,
tetapi tes MSLT tidakmenunjukkan karakteristik periode tidur REM.
Pseudokatapleksi yang terjadi penuh dan berlangsung lama dapat terjadi
saat konsultasi, membuat dokter dapatmenilai dengan cukup waktu untuk
memverifikasi reflex yang intak.
Gangguan deficit-perhatian/hiperaktifitas atau masalah tingkah
lakulainnya. Pada anak-anak dan remaja, kantuk dapat menyebabkan
masalah tingkahlaku, termasuk tingkah agresif dan tidak perhatian,
mengarah kepada mis-diagnosis gangguan deficit-perhatian/hiperaktifitas.
Kejang. Pada anak-anak muda, katapleksi dapat mis-diagnosis
sebagaikejang.Kejang tidak mudah dicetuskan akibat emosi, dan jika iya,
pencetusnya biasanya tidak tertawa atau bercanda.Selama kejang, individu
cenderung untukmenyakiti dirinya sendiri. Kejangnya dikarakteristikan
dengan atonia jarangterlihat pada kejang lain yang terisolir, dan juga ada
tanda di elektroensefalogram.
Gangguan gerakan dan gerakan. Pada anak-anak muda, katapleksi dapat
dimis-diagnosis sebagai korea atau gangguan neuropsikiatrik autoimun
pediatricyang berhubungan dengan infeksi streptococcal, terutama dalam
konteks infeksitenggorokan strep dan level antibody antistreptolisin O
yang tinggi. Beberapaanak mungkin ada gangguan gerakan lain yang
tumpang tindih dan memilikionset yang dekat dengan katapleksi.
Schizophrenia. Adanya halusinasi hipnagogik yang cerah dan jelas,
individumungkin mengalami pengalaman yang nyata sebuah ciri yang
mengarahskizofrenia. Hampir sama dengan pengobatan stimulant, delusi
tentang penganiayaan mungkin terjadi. Jika katapleksi muncul, klinisi
harusmengamsumsi pertama jika gejala tersebut adalah narkolepsi
sekunder, sebelummepertimbangan diagnosis skzioprenia yang terjadi
bersamaan.
7. Komorbiditas.
Narkolepsi dapat muncul bersamaan dengan bipolar, depresi, dan
gangguankecemasan, pada kasus yang jarang dengan
skizoprenia.Narkolepsi jugadihubungan dengan indeks msa tubuh atau
obesitas, terutama jika narkolepsi tidakdiobati.Peningakatan berat badan
berlebih yang cepat adalah umum pada anak-anak muda dengan onset
penyakit yang tiba-tiba.Komorbid tidur dengan apnuharus dipertimbangan
jika ada gangguan yang tibatiba dari preeksis narkolepsi.
8. Hubungan dengan Gangguan Tidur Klasifikasi internasional.
Klasifikasi internasioinal tentang gangguan tidur, edisi ke 2 (ICSD-2),
membedakan narkolepsi menjadi lima subtype.
9. Penanda Diagnostik
Nocturnal Polysomnography menunjukkan gambaran durasi tidur
normaldan memanjang, latensi tidur pendek, dan kelangsungan tidur baik
normak ataumemanjang. Pendistribusian dari tidur dengan gerakan mata
cepat (REM) jugamenunjukkan tanda normal. Efisiensi tidur sebagian
besar menujukkan angkalebih dari 90%. Beberapa individu dengan
gangguan hipersomnolen menujukkan peningkatan jumlah gelombang
tidur lambat. Berbagai uji latensi tidur mencatattendensi tidur, secara
tipikal terindikasi dengan rata rata latensi tidur menujukkannilai kurang
dari 8 menit. Dalam gangguan hipersomnolen, rata rata nilai latensitidur
menujukkan angka kurang dari 10 menit dan seringnya kurang dari 8
menit.Periode waktu tidur dengan REM (SOREMPs; kejadian REM dalam
20 menit pertama saat tidur) bisa muncul namun terjadi kurang dari 2 kali
dalam empatsampai lima kali kesempatan tidur siang.
10. Konsekuensi Fungsional Dari Gangguan Hipersomnolen
Rendahnya level kewaspadaan muncul ketika seseorang
berkeinginanmelawan kebutuhan tidur dapat menyebabkan pengurangan
efisiensi, hilangnyakonsentrasi, dan rendahnya ingatan saat aktivitas siang
hari. Hipersomnolen dapatmenyebabkan distress yang signifikan dan
disfungsi saat bekerja dan hubungansosial. Pemanjangan waktu tidur
malam hari dan kesulitan dalam bangun tidurdapat menghasilkan kesulitan
dalam melakukan kebutuhan pagi hari, sepertidatang ke tempat kerja tepat
waktu. Episode tertidur secara tidak sengaja dapatmenyebabkan rasa malu
dan bahkan berbahaya, jika seseorang tersebutmengedarai kendaraan atau
mengoperasikan peralatan berat saat episode tersebutmuncul.
NARCOLEPSY
1. Kriteria Diagnostik
A. Episode berulang dari kebutuhan tidur yang tidak dapat ditahan, tertidur,
atautidur siang pada hari yang sama. Setidaknya terjadi 3 kali per minggu
dalam 3 bulan terakhir.
B. Ada setidaknya satu dari gejala dibawah :
1. Episode katalepsi, didefinisikan sebagai (a) atau (b) yang
terjadisetidaknya beberapa kali dalam satu bulan;
a) Pada seseorang dengan penyakit kronis, episode singkat (detik
ataumenit) pada munculnya kelemahan tonus otot bilateral dengan
tetapmempertahankan kesadaran pada kondisi tertawa atau
dalamcandaan.
b) Pada anak anak atau seseorang dengan onset 6 bulan,
menyinyirspontan atau adanya mulut menganga dengan lidah
terdorong atauglobal hipotoni, tanpa adanya dorongan emosional
yang jelas.
2. Defisensi hypocretin, yang diukur menggunakan nilai reaksi
imunhypocretin-1 pada cairan serebrospinal (CSS) (kurang atau sama
dengansatu per tiga dari nilai normal pada seseorang yang normal diuji
denganmetode yang sama, atau kurang dari sama dengan 110
pg/ml).Rendahnya level hypocretin-1 pada cairan CSS tidak boleh
diamati padaseseorang dengan trauma otak akut, peradangan, atau
infeksi.
3. Polysomnografi malam hari menunjukkan gerakan mata cepat
kurangdari atau sama dengan 15 menit, atau tes multipel latensi
tidurmenunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan
8 menitdan dua atau lebih waktu tidur dengan REM.
Tentukan apakah;
Sedang : katapleksi sekali per hari atau tiap beberapa hari, gangguan tidur
padamalam hari, dan kebutuhan tidur siang meningkat tiap harinya.
Berat :katapleksi akibat resistensi obat dengan serangan berkali kali tiap
harinya,rasa kantuk yang konstan, dan gangguan tidur pada malam hari
(contoh : pergerakan, insomnia, dan mimpi yang jelas).
2. Subtipe
Pada narcolepsy tanpa katapleksi tapi dengan penurunan
hypocretin, tidak jelas tanda “seperti katapleksi” dapat muncul (gejala
tidak diakibatkan oleh emosidan secara aneh bertahan lama). Pada kasus
yang ekstrem, hypocretin-1 pada CSSrendah, dan tes polysomnografi/tes
multipel latensi tidur menujukkan hasilnegatif: pengulangan tes dianjurkan
sebelum menegakkan subtipe diagnosis. Padanarcolepsy dengan katapleksi
tetapi tanpa penurunan hypocretin, tes menunjukkanantigen leukosit
(HLA) DQB1 negatif. Kejang, penurunan akibat yang lain, dangangguan
konversi (gangguan fungsional neurologis) harus dikesampingkan.
Padanarcolepsy sekunder setelah infeksi (Penyakit whipple, sarcoidosis)
trauma, ataudestruksi tumor pada neuron hypocretin, hasil tes untuk HLA
DQB1 dapat positifyang dihasilkan dari reaksi autoimun. Pada kasus lain,
destruksi neuronhypocretin bisa jadi sekunder dari operasi hypothalamus.
Trauma kepala atauinfeksi dari sistem saraf pusat dapat terjadi, namun,
penurunan produksi darihypocretin-1 dapat mengakibatkan penurunan sel
hypocretin dan akhirnyamenyulitkan untuk diagnosis.
3. Fitur Diagnostik
Fitur yang penting pada rasa kantuk dalam narcolepsy adalah
berulang tidursiang atau jatuh tertidur mendadak. Rasa kantuk biasanya
muncul tiap hari namunharus terjadi minimal 3 kali tiap minggunya
selama 3 bulan (kriteria A). Narcolepsy secara umum akan menghasilkan
katapleksi, dengan tanda yangmuncul paling umum adalah episode
hilangnya tonus otot secara mendadak (detikhingga menit) ditutupi dengan
emosi, biasanya dengan tertawa atau candaan. Ototterkena efeknya
biasanya leher, rahang, tangan, kaki, atau seluruh tubuh, menyebabkan
munculnya “head bobbing ”, “ jaw dropping ”, atau jatuh
sempurna.Seseorang dengan katapleksi akan sadar pada saat katapleksi.
Untuk memenuhikriteria B1 (a), katapleksi harus diakibatkan oleh tertawa
atau candaan dan harusmelibatkan setidaknya beberapa kali dalam satu
bulan dengan kondisi tidakmendapatkan pengobatan
sebelumnya.Katapleksi harus dibedakan dengan kelamahan yang dalam
konteks iniadalah dalam hal aktivitas atletik (fisiologis) atau secara khusus
dirangsang olehemosi tidak normal seperti stress atau cemas (menujukkan
kemungkinan psikopatologi). Tiap episodenya bertahan beberapa jam
hingga hari, atau tidakterangsang oleh emosi, tidak mungkin dari
katapleksi, atau berguling guling saattertawa terbahak bahak.Pada anak
anak yang dekat dengan onset, katapleksi asli dapat terjadisecara atipikal,
efek utamanya pada muka, menyebabkan muka menyiyir atau mulut
mengangan dengan lidah terdorong (“muka katapleksi”). Secara singkat,
katapleksi mungkin muncul sebagai hipotonus tingkat rendah, kaki diseret
saat berjalan. Pada kasus ini kriteria B1(b) dapat ditemukan pada anka
anak atauindividu dengan durasi 6 bulan atau onset cepat. Narcolepsy-
katapleksi hampir selalu menunjukkan penurunan produksihypocretin
(orexin) di hipothalamus, emnyebabkan penurunan hypocretin (kurangdari
sama dengan satu per tiga dari nilai kontrol, atau 110 pg/ml pada sebagian
besar laboratorium). Kehilangan sel mungkin diakibatkan oleh proses
autoimun,dan hampir 99% dari efek HLA-DQB1 manusia (melawan 12-
18% dari kontrol).Sehingga, melihat HLA-DQB1 sebelum dilakukan
pungsi lumbal untukmengevaluasi rekasi imunitas hypocretin-1 CSS
mungkin bermanfaat. Namun jarang ditemukan, rendahnya nilai
hypocretin-1 CSS terjadi tanpa katapleksi,tercatat pada usia muda yang
memiliki bakat untuk katapleksi pada waktukedepan. Penghitungan
hypocretin-1 CSS menjadi standar baku, keculai berhubungan dengan
kondisi keparahan (neurologis, inflamasi, infeksi, trauma)yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.Penelitian dengan polysomnografi
malam hari diikuti dengan MSLT jugadapat digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis (kriteria B3). Test ini harusdilakukan setelah
individu menghentikkan seluruh pengobatan psikotropi, diikutiselama 2
minggu tidur yang adekuat (yang terdokumentasi dalam catatan
tidurharian, actigrafi). Gerakan cepat-lambat mata (REM) yang laten
(onset tidur periode REM, REM laten kurang dari 15 menit) saat
polysomnografi cukup untukmemastikan diagnosis dengan memenuhi
kirteria B3. Alternatifnya, hasil tesMSLT harus positif, menunjukkan rata
rata latensi tidur kurang dari atau samadengan 8 menit dan 2 atau lebih
periode REM dalam 2 sampai 5 kali waktu tidursiang.
4. Fitur Yang Berhubungan Untuk Menunjang Diagnosis
Saat rasa kantuk berlebihan, sikap otomatis akan muncul, dengan
tiapindividu melanjutkan aktivitasnya dalam semi-otomatis, ingatan atau
kesadaranseperti berkabut. Setidaknya 20-60% individu yang merasakan
halusinasihypnagogic yang jelas sebelum atau saat tertidur atau halusinasi
hyponopompicsesaat setelah bangun. Halusinasi ini jelas namun kurang
meyakinkan, mimpitanpa halusinasi saat tidur terjadi pada seseorang
dengan tidur normal. Mimpi buruk dan perasaan mimpi yang nyata umum
pada narcolepsy, sama sepertigangguan tidur REM. Setidaknya 20-60%
individu dengan paralisis saat tertiduratau bangun, menyebabkan
seseorang tersebut bangun namun tidak dapat bergerak atau berbicara.
Meski demikian, banyak orang normal tidur jugamelaporkan adanya
paralisis saat tidur, terutama seseorang dengan stress atautidur yang
terganggu. Makan saat malam hari juga dapat terjadi. Obesitas adalahhal
yang paling umum. Gangguan tidur malam hari dengan frekuensi bangun
tiduryang lama atau pendek adalah umum dan dapat dihilangkan.Seorang
individu dapat memperlihatkan rasa kantuk atau tertidur di ruangtunggu
atau saat pemeriksaan fisik. Saat katapleksi, individu mungkin
akanterpeleset saat duduk dan salah bicara atau kelopak mata menutup.
Jika klinisimemiliki waktu untuk memeriksa reflek saat katapleksi (tiap
serangan biasanyakurang dari 10 detik), reflek akan hilang dan merupakan
hasil yang penting dalammenegakkan katapleksi asli dari gangguan
konversi.
5. Prevalensi
Narcolepsy-katapleksi menyerang 0,02-0,04% dari populasi di
suatu negara,narcolepsy menyerang laki laki ataupun perempuan dengan
kemungkinan laki lakiterserang sedikit lebih besar.
6. Perkembangan Dan Pola
Onset biasanya pada anak anak dan dewasa muda tapi jarang
terjadi padausia tua. Dua onset tertinggi adalah pada usia antara 15-25
tahun dan 30-35 tahun.Onset mungkin berubah menjadi progresif seiring
waktu. Keparahan terjadi palingtinggi pada usia anak anak. Dan berkurang
seiring dengan waktu atau pengobata,sehingga gejala yang muncul seperti
katapleksi dapat menghilang. Perubahanonset pada usia muda, anak anak
prepubertas dapat berhubungan dengan obesitasdan pubertas prematur,
fenotipe lebih sering dipantai sejak 2009. Pada usia muda,onset lebih sulit
untuk ditunjuk. Onset pada dewasa seringnya tidak jelas, dengan beberapa
individu yang melaporkan memiliki waktu tidur berlebih sejak kecil.Sekali
kelainan menetap akan bertahan lama.Pada 90% kasus, gejala pertama
yang muncul adalah rasa kantuk dan peningkatan waktu tidur, diikuti
dengan katapleksi (dalam tahun pertama pada50% kasus dalam 3 tahun
85%). Rasa kantuk, halusinasi hypnagogic, mimpi yangnyata, dan
gangguan tidur REM (peningkatan gerakan REM saat tidur) adalahtanda
gejala awal. Kelebihan tidur akan meningkat hingga tidak mampu
untukmenjaga kesadaran saat pagi hari dan utnuk menjaga kualitas tidur
yang baik,tanpa adanya peningkatan kebutuhan tidur yang jelas tiap
harinya. Pada bulan pertama, katapleksi bisa atipikal, terutama pada anak
anak. Paralisis saat tidur biasanya berkembang sekitar pubertas pada anak
anak dengan onset saat prepubertas. Gejala eksaserbasi menunjukkan
kurangnya kepatuhan pada pengobatan atau perkembangan dari gangguan
tidur yang sudah ada, terutamahenti nafas saat tidur.Anak anak dan usia
muda dengan narcolepsy sering berkembangkepribadian yang agresif
sekunder dari rasa kantuk dan atau gangguan tidur padamalam hari.
Pekerjaan yang berat dan beban sosial meningkat selama masasekolah dan
kuliah, mengurangi ketersediaan waktu tidur saat malam. Kehamilantidak
merubah pola gejala begitu banyak. Setelah pensiun, individu
biasanyamemiliki waktu lebih banyak untuk tidur siang, mengurangi
kebutuhan untukstimulan. Menjaga jadwal agar tetap teratur memiliki
banyak manfaat di semuakelompok umur.
7. Resiko Dan Faktor Prognostik
Tempramental. Parasomnia, seperti tidur berjalan, bruxism, ganguan
tidur REM,dan enuresis, bisa jadi lebih umum pada individu dengan
narcolepsy yang sedang berkembang. Biasanya dilaporkan bahwa individu
akan membutuhkan tidur lebih banyak daripada anggota keluarga yang
lain.
Lingkungan. Infeksi streptococcus grup B, influenza (H1N1), atau infeksi
musimdingin lainnya sering mencetuskan proses autoimun, menyebabkan
narcolepsy pada beberapa bulan berikutnya. Trauma kepala dan gangguan
perubahan dalam pola tidur-bangun (perubahan pekerjaan, stress) bisa
menjadi pencetus tambahan.
Genetik dan fisiologis. Kembar monozigot memiliki 25-35%
kemungkinan untuknarcolepsy. Prevalensi narcolepsy 1-2% pada turuna
pertama (10-40 meningkatlebih banyak secara umum). Narcolepsy
berhubungan erat dengan DQB1 (99%melawan 12-38% pada subjek
kontrol pada semua entis grup; 25% pada populasiumum di Amerika
Serikat). DQB1*06:02 meningkat, sementara DQB1 lainnyamenurunkan
resiko adanya DQB1*06:02 tetapi efeknya sedikit. Polimorfisme pada
reseptor Sel-T gen alpha dan gen modulator imun lainnya juga
sedikitmempengaruhi resiko.
8. Permasalahan Budaya Pada Diagnostik
Narcolepsy telah dideskripsikan pada semua etnis grup dan banyak
budaya.Diantara orang Afrika-Amerika, lebih banyak kasus muncul tanpa
katapleksi atauatipikal katapleksi, menyulitkan diagnosis, terutama pada
obesitas dan apneaobstruktif saat tidur.
9. Penanda Diagnostik
Gambaran fungsional menunjukkan respon hipotalamus terhadap
stimulushumoral. Polysomnnografi malam hari diikuti dengan MSLT
digunakan untukmengkonfirmasi diagnosis pada narcolepsy, terutama bila
gangguan pertamadibuat dan sebelum pengobatan dimulai, dan bila
penurunan hypocretin belumdilakukan secara biokimia.
Polysomnografi/MSLT harus dilakukan setelahseseorang tidak lagi
mengkonsumsi obat psikotropik dan setelah pola tidur- bangun normal,
tanpa perubahan kerja atau gangguan tidur yang telahterdokumentasi.
Periode onset tidur REM saat polysomnografi (REM latensi kurang
dariatau sama dengan 15 menit) lebih spesifik (mendekati 1% postif pada
subjekkontrol) tetapi lebih kurang sensitif (mendekati 50%). Hasil MSLT
positif menunjukkan rata rata latensi tidur kurang dari atau sama dengan 8
menit, denganonset tidur REM dalam 2 atau lebih pada 4-5 kali tidur
siang. Hasil MSLT positif pada 90-95% individu dengan narcolepsi
melawan 2-4% dari subjek kontrl atauindividu dengan gangguan tidur
lainnya. Tambahan temuan dari polysomnografiadalah adanya gairah yang
menigkat, penurunan efisiensi tidur dan peningkatankeinginan tidur.
Gerakan tungkai yang periodeik (ditemukan pada 40% orangdengan
narcolepsy) dan apnea saat tidur tercatat. Penurunan
hypocretinditunjukkan dengan mengukur reaksi imun pada hypocretin-1
CSS. Tes ini saat berguna pada individu dengan dugaan gangguan
konversi dan orang yang tidakmemiliki katapleksi yang khas, atau dalam
kasus yang sulit diobati. Nilaidiagnostik dari tes ini tidak dipengaruhi oleh
obat obatan, kekurangan waktu tidur,atau waktu irama sirkadian, tetapi
temuan lain menenukan jika sesorang dengan penyakit kronis atau sakit
yang parah, trauma kepa atau koma memilikikecenderungan untuk tidak
dapat diobati. Sitologi, protein dan nilai glukosa padCSS dalam nilai
normal atau bahkan ketika sampel diambil pada beberapa minggusetelah
onset cepat. Nilai hypocretin-1 CSS pada kasus baru ini biasanya
sudahsangat berkurang atau bahkan tidak terdeteksi.
10. Konsekuensi Fungsional Pada Narcolepsy
Berkendara dan pekerjaan akan terganggu dan orang dengan
narcolepsyharus menghindari pekerjaan yang berat (mengoperasikan alat
berat) atau lainnya(supir bus, pilot) atau tempat lain yang berbahaya.
Setelah narcolepsy terkontroldengan pengobatan pasien biasanya dapat
mengemudi dengan baik meskipunhanya pada jarak pendek. Individu yang
tidak diobati beresiko diisolasi secarasosial karena dapat mencederai diri
atau orang lain. Hubungan sosial akanterganggu karena seorang individu
akan Aberusaha melawan kondisi ini denganmeluapkan emosinya.
11. Diagnosis Banding
Hipersomnia lainnya. Hipersomnolen dan narcolepsy memiliki
kesamaandengan derajat rasa kantuk pada siang hari, usia onset, dan pola
yang stabil beriringan dengan berjalannya wkatu dapat.
Gangguan pada saat hubungan seksual adalah hal yang normal jika hanya
terjadi sesekali. Namun jika gangguan tersebut terjadi berulang kali, segera
periksakan diri ke dokter. Perlu diketahui, pada saat konsultasi terkait
disfungsi seksual, dokter dapat berbincang dengan pasangan masing-masing,
bukan hanya penderita saja.
Disfungsi seksual juga rentan terjadi pada pengguna narkoba. Oleh karena
itu, jauhi narkoba dan segera datangi fasilitas rehabilitasi bila sudah
ketergantungan.
2. Penyebab Disfungsi Seksual
Penyebab disfungsi seksual secara umum dibagi menjadi dua jenis,
yaitu faktor fisik dan faktor psikologis. Disfungsi seksual yang terjadi
akibat faktor fisik dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, antara lain:
Gangguan hormon.
Diabetes.
Penyakit jantung.
Tekanan darah tinggi.
Penyakit saraf, seperti penyakit Parkinson dan multiple
sclerosis.
Cedera pada saraf, terutama saraf yang mengatur ereksi.
Efek samping dari obat-obatan tertentu, contohnya
obat antidepresan.
Stres.
Kecemasan.
Kekhawatiran berlebihan akan performa seksualnya.
Masalah dalam hubungan atau pernikahan.
Depresi.
Perasaan bersalah.
Trauma masa lalu, termasuk pelecehan seksual.
Disfungsi seksual juga berisiko lebih tinggi pada orang-orang yang
memiliki beberapa kondisi berikut ini:
Lanjut usia.
Merokok.
Obesitas.
Kecanduan alkohol.
Pernah menjalani radioterapi pada daerah selangkangan.
Menyalahgunakan narkoba.
3. Diagnosis Disfungsi Seksual
Diagnosis disfungsi seksual dimulai dengan menanyakan aktivitas
seksual penderita secara menyeluruh. Selain menanyakan gejala, dokter
akan menanyakan aktivitas serta riwayat penyakit penderita, termasuk jika
ada kejadian atau trauma di masa lalu.Dokter kemudian akan melakukan
pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan perubahan fisik yang dapat
memengaruhi aktivitas seksual. Selama pemeriksaan fisik, dokter akan
memeriksa organ kelamin.
Untuk mengetahui penyebab disfungsi seksual, dokter akan melakukan
beberapa tes berikut ini:
Tes darah, untuk memeriksa kadar hormon atau kecurigaan
penyebab lain, misalnya kadar gula dalam darah.
USG, untuk memeriksa aliran darah di sekitar organ
Tes nocturnal penile tumescence (NPT), untuk memantau ereksi
saat penderita tidur di malam hari dengan menggunakan alat
khusus.
4. Pengobatan Disfungsi Seksual
Diagnosis dan penanganan disfungsi seksual memerlukan kerjasama dari
beberapa ahli, seperti dokter spesialis urologi, dokter kandungan, dokter
endokrin, dokter andrologi, dokter saraf, psikiater, serta terapis seksual,
guna mendapatkan diagnosis dan pilihan pengobatan yang tepat.
Pengobatan disfungsi seksual bertujuan untuk mengatasi masalah utama
yang menyebabkan disfungsi seksual. Oleh karena itu, pengobatan
disfungsi seksual akan disesuaikan dengan masing-masing penyebabnya.
Pengobatan tersebut meliputi:
Konsumsi ‘obat kuat’
Banyak orang mengonsumsi ‘obat kuat’ untuk mengatasi disfungsi
seksual. Obat tersebut memang dapat meningkatkan performa saat
berhubungan seksual, tetapi memiliki efek samping sakit kepala
hingga gangguan penglihatan.
Konsumsi ‘obat kuat’ hanya boleh atas persetujuan dokter karena
dapat menimbulkan gangguan kerja organ jantung, terutama pada
penderita yang sudah memiliki penyakit jantung sebelumnya.
Psikoterapi
Terapi psikologi dilakukan oleh psikolog atau psikiater untuk
membantu seseorang mengatasi gangguan psikologi yang
menyebabkan disfungsi seksual. Contohnya adalah terapi untuk
mengatasi kecemasan, rasa takut, atau perasaan bersalah yang
berdampak pada fungsi seksual penderitanya.
Selain itu, dokter atau psikolog akan memberikan pemahaman
tentang seks dan tingkah laku seksual kepada pasien. Pemahaman
tentang hubungan seksual perlu dimiliki penderita agar kegelisahan
tentang kemampuan seksualnya dapat teratasi.
Sesi terapi juga dapat dilakukan bersama dengan pasangan untuk
mengetahui tentang kebutuhan dan kegelisahan masing-masing
sehingga dapat mengatasi hambatan dalam aktivitas seksual.
Pengobatan untuk mengatasi gangguan hormone
Bagi wanita dengan kadar estrogen rendah, terapi pengganti
hormon estrogen dapat diberikan guna membantu elastisitas vagina
dengan meningkatkan aliran darah dan pelumas pada vagina.
Terapi ini dapat diberikan dalam bentuk cincin vagina, krim, atau
tablet. Sedangkan bagi pria dengan kadar testosteron rendah, dokter
dapat memberi terapi hormon testosteron untuk meningkatkan
kadar testosteron dalam tubuh.
Pengobatan untuk menangani masalah fisik
Untuk menangani disfungsi seksual akibat suatu penyakit adalah
dengan mengobati penyakit yang mendasarinya. Misalnya,
penderita diabetes akan diberikan metformin atau insulin untuk
mengontrol kadar gula dalam darah.
Perubahan gaya hidup
Untuk mengatasi disfungsi seksual, juga perlu diterapkan pola
hidup yang sehat, seperti berolahraga rutin dan berhenti merokok
atau minum alkohol. Kegiatan ini dapat membantu meningkatkan
kualitas aktivitas seksual.
Beberapa alat bantu, seperti alat pompa (vakum) dan vibrator,
dapat membantu wanita atau pria dalam mengatasi masalah
seksual. Operasi implan penis juga terkadang dipertimbangkan
untuk membantu pria mengatasi gangguan ereksi.
5. Komplikasi Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual dapat menyebabkan penderitanya mengalami
komplikasi, terutama pada kondisi psikologinya. Seseorang yang
menderita disfungsi seksual dapat mengalami beberapa kondisi
berikut:
Ketidakpuasan dengan aktivitas seksualnya.
Permasalahan dengan pasangan hingga perceraian.
Semakin stres, cemas, dan merasa rendah diri.
6. Pencegahan Disfungsi Seksual
Untuk mencegah munculnya disfungsi seksual, Anda dapat mengubah
perilaku dan gaya hidup menjadi lebih sehat, yaitu dengan:
Berhenti merokok dan minum alkohol.
Menjaga berat badan tetap ideal.
Mengelola stres dan rasa cemas dengan baik.
Menjalani rehabilitasi untuk mengatasi penyalahgunaan narkoba.
Disfungsi seksual juga merupakan salah satu bagian dari proses penuaan,
sehingga terkadang sulit untuk dihindari.
C. Gender Dysphoria
Pada bab ini, terdapat satu diagnosis menyeluruh dari gender dysphoria
(gender = jenis kelamin), dengan kriteria terpisah yang sesuai dengan tahapan
perkembangan anak-anak, remaja dan orang dewasa. Ruang lingkup jenis
kelamin dan gender sangat kontroversial dan telah menyebabkan
berkembangnya istilah-istilah dengan makna yang berbeda-beda dari waktu
kewaktu dan di dalam atau antar disiplin ilmu. Sumber kerancuan lainnya
adalah istilah “sex” dalam bahasa Inggris yang sama-sama bermakna laki-laki
atau perempuan dan seksualitas. Bab ini menggunakan kerangka dan istilah-
istilah seperti yang lasim digunakan oleh para dokter dari berbagai disiplin
ilmu dengan spesialisasi di bidang ini. Dalam bab ini, kata sex dan sexual
merujuk pada indikator biologis laki-laki dan perempuan (yang dipahami
dalam konteks bidang reproduksi), seperti tentang kromosom seksual, gonad,
hormon seksual, serta genitalia internaldan eksternal yang tidak ambigu.
Gangguan perkembangan seks menunjukkan kondisi penyimpangan somatik
bawaan pada saluran reproduksi bila dibandingkan dengan yang normaldan
atau adanya perbedaan antara indikator biologis laki-laki dan perempuan.
Terapi hormone cross-sex menunjukkan penggunaan hormon feminisasi pada
seseorang yang lahir sebagai laki-laki berdasarkan indikator biologis
tradisional atau penggunaan hormon maskulinisasi padaseseorang yang lahir
sebagai perempuan.
Kebutuhan untuk memperkenalkan istilah gender (jenis kelamin) muncul
dengan adanya kesadaran bahwa untuk seorang individu dengan indikator
biologis jenis kelamin yang bermasalah atau ambigu (yaitu “interseks”), peran
kehidupan dalam masyarakat dan atau identifikasi mereka sebagai laki-laki
atau perempuan tidak bisa terkait secara bersamaan atau diperkirakan dari
indikator biologis dan, di kemudian hari, beberapa individu menunjukkan
identitas sebagai perempuan atau laki-laki yang berbeda dengan indikator
biologis klasik yang mereka miliki. Dengan demikian, istilah gender (jenis
kelamin) digunakan untuk menunjukkan peran kehidupan publik (dan
biasanya diakui secara hukum) sebagai anak laki-laki atau perempuan, pria
atau wanita, akan tetapi berbeda dengan teori-teori konstruksionis sosial
tertentu, faktor biologis dianggap berkontribusi dalam interaksi dengan faktor-
faktor sosial dan psikologis, untuk perkembangan jenis kelamin. Gender
assignment (penentuan jenis kelamin) merujuk pada penentuan awal sebagai
pria atau wanita. hal ini biasanya terjadi pada saat lahir dan, dengan demikian
disebut sebagai “gender lahir.” Gender atypical (jenis kelamin atipikal)
merujuk pada gambaran somatik atau perilaku yang tidak khas pada tiap
individu (yang sesuai dengan fakta) dengan jenis kelamin yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh masayarakat; untuk perilaku, gender-
nonconforming merupakan istilah alternati. Gender reassignment (pergantian
jenis kelamin) menunjukkan perubahan jenis kelamin yang sah (dan biasanya
legal searahukum). Gender identity (identitas jenis kelamin) merupakan
kategori identitas sosial danmerujuk pada identifikasi perorangan sebagai laki-
laki, perempuan, atau kadang-kadang beberapa kategori lain selain laki-laki
atau perempuan. Gender dysphoria sebagai istilah deskriptif umum merujuk
pada ketidakpuasan afektif/kognitif seorang individu terhadap jenis kelamin
yang telah ditetapkan sebelumnya, namun didefinisikan secara lebih khusus
bila digunakan sebagai kategori diagnostik. Transgender merujuk pada
spektrum luas individu-individu yang secara sementara atau terus-menerus
mengidentifikasi jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin lahir mereka.
Transsexual menunjukkan seorang individu yang mencari atau telah
mengalami transisi sosial dari laki-laki ke perempuan atau perempuan ke laki-
laki, yang pada kebanyakan kasus juga melibatkan transisi somatik dengan
terapi hormon cross-sex dan operasi kelamin (operasi penggantian kelamin).
Gender dysphoria merujuk tekanan yang mungkin menyertai
ketidaksesuaian antara pengalaman atau ekspresi jenis kelamin seseorang
dengan jenis kelamin yang sudah ditentukansebelumnya. /eskipun tidak semua
orang akan mengalami tekanan sebagai akibat dari ketidaksesuaian tersebut,
banyak yang merasa tertekan bila intervensi fisik yang diinginkan dengan cara
hormonal dan atau operasi tidak tersedia. Istilah ini lebih deskriptif bila
dibandingkan dengan istilah gender identity disorder (gangguan identitas
seksual) pada DSM-IV sebelumnya, dan lebih fokus pada dysophoria sebagai
masalah klinis, bukan identitas secara terminologis.
1. Gambaran Diagnosis
Individu dengan gender dysphoria memiliki inkongruensi yang
nyata antara jenis kelamin mereka (biasanya ditetapkan saat lahir, disebut
sebagai natal gender) dan jenis kelamin yang mereka rasakan/ekspresikan.
Perbedaan ini merupakan komponen inti dari diagnosis. Juga harus ada
bukti adanya distress (tekanan) akibat inkongruensi ini. Jenis kelamin yang
dirasakan dapat berupa jenis kelamin alternatif di luar stereotip biner.
Akibatnya, tekanan ini tidak terbatas pada keinginan untuk menjadi jenis
kelamin lain, tetapi termasuk juga keinginan untuk menjadi alternatif jenis
kelamin lainnya, asalkan hal itu berbeda dari jenis kelamin individu
tersebut sebelumnya.
Gender dysphoria menunjukkan manifestasi yang berbeda dalam
tiap kelompok usia. Pada masa prepubertas, anak yang terlahir sebagai
perempuan dengan gender dysphoria dapat mengungkapkan keinginan
untuk menjadi anak laki-laki, menegaskan bahwa mereka adalah anak laki-
laki, atau menegaskan bahwa mereka akan tumbuh menjadi seorang pria.
Mereka lebih memilih pakaian dan gaya rambut anak laki-laki, sehingga
sering dianggap sebagai anak laki-laki oleh orang asing, dan bisa saja
meminta untuk dipanggil dengan nama anak laki-laki. Biasanya, mereka
menampilkan reaksi negatif yang kuat terhadap upaya orang tua mereka
untuk memakaikan gaun atau pakaian feminin lainnya. Beberapa mungkin
menolak untuk datang kesekolah sekolah atau menghadiri acara sosial di
mana pakaian-pakaian tersebut digunakan. Anak-anak perempuan ini
mungkin menunjukkan identifikasi cross gender yang nyata dalam
bermain peran, mimpi, dan hayalan. Olahraga dengan kontak fisik,
permainan tradisional yang biasa dimainkan anak laki-laki, dan memilih
anak laki-laki sebagai teman bermain yang biasanya paling disukai.
Mereka menunjukkan minat yang kurang dalam mainan yang merupakan
ciri khas feminine (misalnya boneka) atau kegiatan (misalnya, saling
mendandani atau bermain peran). Terkadang mereka menolak untuk buang
air kecil dalam posisi duduk. Beberapa anak yang terlahir sebagai
perempuan menunjukkan keinginan untuk memiliki penis atau
menyatakan keinginan untuk memiliki penis atau bahwa mereka akan
memilikinya bila sudah bertambah usia. Mereka juga mungkin
menyatakan bahwa mereka tidak ingin mengalami payudara atau
menstruasi.
Pada masa prepubertas, anak yang terlahir sebagai laki-laki dengan
gender dysphoria dapat mengungkapkan keinginan untuk menjadi seorang
anak perempuan atau menegaskan bahwa mereka adalah seorang anak
perempuan atau bahwa mereka akan tumbuh menjadis seorang wanita.
Mereka memiliki kecenderungan untuk memakai pakaian anak perempuan
atau wanita atau mungkin berimprovisasi dengan berbagai bahan yang
tersedia (misalnya, menggunakan handuk, celemek, dan syal untuk rambut
panjang atau rok). Anak-anak ini juga mungkin bermain peran sebagai
sosok perempuan (misalnya, sebagai “ibu”) dan sering sangat tertarik pada
tokoh fantasi perempuan. Kegiatan tradisional yang feminin, permainan
stereotipik anak perempuan, dan hiburan (misalnya, “bermain rumah”;
menggambar gambar feminin, menonton televisi atau video dari karakter
wanita favorit) biasanya paling disukai. Boneka yang merupakan ciri khas
perempuan (misalnya Barbie) biasanya lebih sering disukai, dan mereka
lebih memilih untuk bermain dengan anak perempuan. Mereka
menghindari permainan kasar dan olahraga kompetitif dan memiliki minat
yang kurang dalam mainan khas maskulin (misalnya, mobil, truk).
Beberapa di antaranya mungkin berpura-pura tidak memiliki penis dan
bersikeras untuk duduk ketika buang air kecil. Dan meskipun jarang
ditemukan, mereka juga mungkin merasa bahwa penis atau testis mereka
menjijikkan, bahwa mereka berharap hal tersebut dihilangkan, atau bahwa
mereka memiliki atau berharap memiliki vagina.
Pada remaja muda dengan gender dysphoria, gambaran klinis
mungkin menunjukkan kondisi yang mirip dengan anak-anak atau orang
dewasa, tergantung pada tingkat perkembangannya. Karena ciri seks
sekunder remaja muda belum sepenuhnya berkembang, orang-orang ini
mungkin tidak menyatakan ketidaksukaan mereka, tetapi mereka khawatir
akan perubahan Fisik yang akan terjadi. Pada orang dewasa dengan gender
dysphoria, perbedaan antara jenis kelamin yang dirasakan dengan
karakteristik jenis kelamin secara fisik sering, namun tidak selalu, disertai
dengan keinginan untuk menyingkirkan ciri seks primer dan atau sekunder
dan atau keinginan yang kuat untuk mendapatkan beberapa karakteristik
seks primer dan atau sekunder dari jenis kelamin lainnya. Secara
bervariasi, orang dewasa dengan gender dysphoria mungkin mengadopsi
perilaku, pakaian, dan tingkah laku dari jenis kelamin yang ia rasakan.
Mereka merasa tidak nyaman dengan anggapan orang lain atau
berinteraksi di dalam masyarakat, sebagain individu dengan jenis kelamin
yang telah ditetapkan sebelumnya. Beberapa orang dewasa mungkin
memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi jenis kelamin yang berbeda
dan ingin diperlakukan seperti itu, dan mereka mungkin memiliki
dorongan batin untuk merasakan dan merespon sebagai jenis kelamin yang
ia rasakan tersebut tanpa berusaha mencari penanganan medis untuk
mengubah karakteristik tubuhnya. Mereka mungkin menemukan cara lain
untuk mengatasi ketidaksesuaian antara jenis kelamin yang ia rasakan
ekspresikan dengan hidup dalam peran sebagai jenis kelamin yang ia
inginkan secara parsial, atau dengan mengadopsi peran jenis kelamin yang
bukan perempuan secara konvensional juga bukan laki-laki secara
konvensional.
2. Gambaran yang Mendukung Diagnosis
Ketika tanda-tanda pubertas mulai muncul, anak laki-laki
mengukur rambut kaki mereka pada tanda-tanda pertama dari
pertumbuhan rambut. Mereka kadang-kadang menjepit (bind) alat kelamin
mereka agar ereksi tidak terlihat jelas. Perempuan dapat membebat
payudara mereka, berjalan dengan membungkuk, atau menggunakan
sweater longgar untuk membuat payudara kurang terlihat. Semakin lama,
remaja-remaja tersebut meminta atau dapat memperoleh penekan hormon
steroid gonad (misalnya, analog gonadotropin-releasing hormone [GnRH],
spironolactone) tanpa resep dokter dan tanpa pengawasan. Remaja
tersebut juga sering menginginkan terapi hormon dan banyak juga yang
berharap untuk mendapatkan operasi pergantian kelamin. Remaja yang
tinggal di lingkungan yang menerima kondisinya tersebut dapat secara
terbuka mengungkapkan keinginan untuk menjadi dan diperlakukan
sebagai jenis kelamin yang ia rasakan, dan berpakaian sebagai jenis
kelamin tersebut baik sebagian atau secara keseluruhan, memiliki gaya
rambut yang khas dari jenis kelamin tersebut, mencari persahabatan
dengan teman sebaya dari jenis kelamin lainnya, dan atau menggunakan
nama baru yang sesuai dengan jenis kelamin itu. Remaja yang lebih tua,
ketika ia aktif secara seksual biasanya tidak menunjukkan atau
mengisinkan pasangannya untuk menyentuh organ seksual mereka. Pada
orang dewasa dengan keengganan terhadap alat kelamin mereka, aktivitas
seksual dibatasi oleh pilihan untuk tidak memperlihatkan dan tidak
mengizinkan pasangan mereka menyentuh alat kelamin mereka. Beberapa
orang dewasa mungkin mencari terapi hormon (kadang-kadang tanpa
resep dokter dan pengawasan) dan operasi pergantian kelamin. Beberapa
lainnya puas dengan terapi hormone atau pembedahan saja. Remaja dan
orang dewasa dengan gender dysphoria sebelum terjadi pergantian
kelamin beresiko untuk memiliki pemikiran bunuh diri, melakukan
percobaan bunuh diri, dan bunuh diri. Setelah pergantian kelamin,
penyesuaian dapat bervariasi dan risiko bunuh diri dan bisa saja menetap.
3. Prevelensi
Untuk laki-laki dewasa (natal gender), prevelensi berkisar antara
0,005% hingga 0,014%, dan untuk wanita (natal gender) berkisar dari
0,002% hingga 0,003%. Karena tidak semua orang dewasa mencari
pengobatan hormone dan tindakan bedah di klinik spesialis, maka angka
ini bisa jadi lebih kecil daripada kenyataan. Rerata kunjungan ke klinik
spesialis menurut perbedaan jenis kelamin bervariasi menurut kelompok
umur. Pada anak-anak, rasio jenis kelamin anak laki-laki dan anak
perempuan (natal gender) berkisar 2:1 sampai 4,5:1. Pada remaja, rasio
jenis kelamin cukup seimbang; pada orang dewasa, rasio jenis kelamin
lebih kepada laki-laki (natal gender) dengan rasio berkisar 1:1 sampai
6,1:1. Di dua ngara, rasio jenis kelamin lebih mendukung pada perempuan
(natal gender), yaitu di Jepang sebesasr 2, 2:1; dan di Polandia sebesar 3,
4:1.
4. Perkembangan Dan Perjalanan Penyakit
Karena ekspresi gender dysphoria bervariasi sesuai usia, terdapat
kriteria yang terpisah untuk anak-anak dengan remaja dan dewasa. Kriteria
untuk anak-anak didefinisikan secara lebih konkret dari yang untuk remaja
dan dewasa. Banyak kriteria inti tergambar dalam perbedaan perilaku
gender yang terdokumentasi dengan baik antara anak laki-laki dan
perempuan. Anak-anak yang lebih muda kurang mengekspresikan
dysphoria anatomi yang berlebihan dan gigih seperti pada anak-anak,
remaja dan dewasa. Pada remaja dan dewasa, ketidaksesuaian antara jenis
kelamin yang dirasakan dengan jenis kelamin secara somatik adalah
gambaran utama dari diagnosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
tekanan dan gangguan juga bervariasi menurut usia. Seorang anak yang
sangat muda mungkin menunjukkan tanda-tanda tertekan (misalnya
menangis keras) hanya ketika orang tua mereka memberitahu bahwa ia
adalah “benar- benar” bukan merupakan dari jenis kelamin yang lain,
namun hanyalah “keinginan” mereka saja. Tekanan bisa jadi tidak muncul
pada lingkungan yang mendukung keinginan anak tersebut untuk hidup
sesuai peran dari jenis kelamin lainnya dan mungkin muncul hanya jika
ada gangguan terhadap keinginan tersebut. Pada remaja dan orang dewasa,
tekanan dapat bermanifestasi karena ketidaksesuaian yang kuat antara
jenis kelamin yang dirasakan dengan jenis kelamin secara somatik.
Tekanan tersebut bagaimanapun juga akan teratasi dengan lingkungan
yang mendukung dan pengetahuan akan adanya terapi medis untuk
mengurangi ketidaksesuaian. Gangguan (misalnya, penolakan sekolah,
munculnya depresi, kecemasan, dan penyalahgunaan zat) bisa timbul
sebagai konsekuensi dari gender dysphoria.
Gender dysphoria tanpa gangguan perkembangan jenis kelamin. Pada
anak-anak yangdirujuk ke klinik, onset timbulnya perilaku cross-gender
biasanya antara usia 2 dan 4 tahun. Ini sesuai dengan jangka waktu
perkembangan yang mana biasanya anak-anak mulaimengekspresikan
perilaku sesuai jenis kelamin dan ketertarikan. Pada beberapa anak usia
prasekolah, baik perilaku cross-gender yang meresap dan menyatakan
keinginan untuk menjadi jenis kelamin lain mungkin ada, atau lebih
jarang, mungkin terjadi pelabelan diri sebagai jenis kelamin yang lain.
Pada beberapa kasus, penyataan akan keinginan sebagai jenis kelamin
yang lain muncul lebih akhir, biasanya saat masuk ke sekolah dasar. Pada
sekelompok kecil anak-anak menunjukkan ketidaknyamanan dengan
anatomi jenis kelamin mereka atau akan menyatakan keinginan untuk
memiliki anatomi jenis kelamin yang sesuai dengan jenis kelamin yang
mereka rasakan (“dysphoria anatomi”). Pernyataan tentang dysphoria
anatomi menjadi lebih sering ketika seorang anak dengan gender
dysphoria mencapai dan akan mengalami pubertas.
Derajat persistensi gender dysphoria dari masa kanak-kanak ke
masa remaja atau dewasa bervariasi. Pada laki-laki (natal gender),
persistensi berkisar dari 2,2% sampai 30%. Pada wanita (natal gender),
persistensi berkisar dari 12% menjadi 50%. Persistensi gender dysphoria
secara sederhana berkorelasi dengan penilaian dimensi akan keparahan
pada saat penilaian awal masa kanak-kanak. Dalam satu sampel laki-laki
(natal gender), latar belakang sosial ekonomi rendah juga berkorelasi
dengan persistensi. Belum jelas apakah adanya pendekatan terapi khusus
untuk gender dysphoria pada anak-anak berkaitan dengan tingkat
persistensi jangka panjang. Follow up sampel yang ada terdiri dari anak-
anak yang tidak menerima intervensi terapeutik formal atau menerima
berbagai jenis intervensi terpeutik, mulai dari upaya aktif untuk
mengurangi gender dysphoria hingga yang lebih netral berupa pendekatan
“watchfull waiting”. Tidak jelas apakah anak-anak yang didorong atau
didukung untuk hidup secara sosial dalam jenis kelamin yang diinginkan
akan menunjukkan tingkat persistensi yang lebih tinggi, karena anak-anak
tersebut belum diikuti secara longitudinal dan sistematis. Baik pada anak
laki-laki dan perempuan (natal gender) yang menunjukkan ketekunana,
hampir semuanya tertarik secara seksual kepada individu yang sesuai
dengan jenis kelamin (natal gender) mereka. Untuk anak-anak laki-laki
(natal gender) yang gender dysphoria-nya tidak bertahan, mayoritas di
antara mereka adalah androphilic (tertarik secara seksual dengan laki-laki)
dan sering mengidentifikasi diri sebagai gay atau homoseksual (berkisar
antara 63% sampai 100%). Pada anak-anak perempuan (natal gender) yang
gender dysphoria-nya tidak bertahan, presentase yang gynephilic (tertarik
secara seksual pada perempuan) dan mengidentifikasi diri sebagai lesbian
lebih rendah (berkisar antara 32% sampai 50%).
Baik pada laki-laki remaja dan dewasa, terdapat dua jalur yang luas
untuk perkembangan gender dysphoria onset dini hampir selalu tertarik
secara seksual dengna laki-laki (androphilic). Remaja dan orang dewasa
dengan gender dysphoria onset lambat lebih sering terlibat dalam perilaku
transvestic dengan gairah seksual. Mayoritas individu ini adalah
gynephilic atau teratrik secara seksual pada laki-laki posttransition lainnya
dengan gender dysphoria onset lambat. Sebagian besar laki-laki dewasa
dengan gender dysphoria onset lambat hidup bersama atau menikah
dengan perempuan. Setelah terjadi transisi, banyak yang mengidentifikasi
diri sebagai lesbian. Di antara laki-laki dengan gender dysphoria,
kelompok onset dini berusaha mencari pengobatan hormon dan operasi
pergantian kelamin pada usia yang lebih dini daripada kelompok onset
lambat. Kelompok onset lambat mungkin lebih berfluktuasi dalam derajat
gender dysphoria dan cenderung puas setelah operasi pergantian kelamin.
Baik pada perempuan remaja dan dewasa (natal gender),
perjalanan yang paling umum adalah gender dysphoria onset dini. Bentuk
onset lambat cenderung kurang pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Seperti pada laki-laki dengan gender dysphoria, dapat terjadi suatu periode
di mana gender dysphoria terhenti dan orang-orang tersebut
mengidentifikasi dirisebagai lesbian namun ketika terjadi kekambuhan
gender dysphoria, mereka biasanya mencari konsultasi klinis untuk
mendapatkan terapi hormon dan operasi pergantian kelamin. Orang tua
dari remaja perempuan (natal gender) dengan bentuk onset lambat juga
melaporkan terkejut, karena tidak ada tanda-tanda gender dysphoria yang
nyata saat masa anak-anak. Pernyataan dysphoria anatomi jauh lebih
umum dan menonjol pada remaja dan orang dewasa dibandingkan pada
anak-anak. Perempuan remaja dan dewasa (natal gender) dengan gender
dysphoria onset dini hampir selalu gynephilic. Sedangkan yang mengalami
onset lambat biasanya androphilic dan setelah transisi jenis kelamin akan
mengidentifikasi diri sebagai laki-laki gay. Perempuan (natal gender)
dengan onset lambat tidak memiliki kekambuhan perilaku transvestic
dengan gairah seksual.