LP-PKM KRG Taliwang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM

DI UGD PUSKESMAS KARANG TALIWANG

Oleh:

MUZNAH
NIM : 138STYC20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS
MATARAM
2023
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN VULNUS LACERATUM

A. TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Vulnus Laceratum (luka robek) merupakan terjadinya gangguan kontinuitas


suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek
terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan. Secara umum
vulnus laceratum dapat dibagi menjadi dua yaitu simple bila hanya melibatkan kulit
dan jaringan dibawahnya. Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma
benda tajam (50%) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan
kerja atau kecelakaan lalulintas (Robert, 2018).

Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi jaringan tubuh yang
terputus. Bentuk luka bermacam- macam, terdapat bentuk sederhana seperti
kerusakan pada epitel dan bentuk kerusakan yang dalam seperti jaringan subkutis,
lemak, dan otot bahkan tulang beserta strukturnya yaitu tendon, syaraf, dan pembuluh
darah sebagai dari bentuk akibat trauma dan ruda paksa (Novaprima, 2019).

Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan
tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot (Mansjoer, 2017).
Secara umum luka dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Simple, bila hanya melibatkan kulit.


b. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.

Vulnus Laceratum dibedakan berdasarkan beratnya yaitu :

a. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.


b. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan biasanya
menimbulkan pendarahan yang hebat.Derajat III adalah pembuluh darah putus
total, gambaran klinis menunjukkan pendarahan yang tidak besar, arteri akan
mengalami vasokontriksi dan retaraksi sehingga masuk ke jaringan karena
elastisitasnya.
2. Anatomi Fisiologi

1) Kulit

Price 2011 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis,
dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan
benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga merupakan
tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf
yang saling bertautan”.

 Epidermis bagian terluas kulit dibagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :

a) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak berinti
dan bertanduk.

b) Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk


setelah mengalami proses di ferensiasi.

 Dermis

Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut kolagen


elastin, dan retikulum yang tertanam dalam substansi dasar. Matrik kulit
mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi
pada epidermis. Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit.
Limfosit sel masuk dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan
infeksi dan instansi benda-benda asing. Serabut serabut kolagen, elastin
khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.

 Lemak subkutan

Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga


yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit
isolasi untuk mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.

2) Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri
dari serabut silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan
lain.semua sel diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis
jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.

3) Jaringan Saraf

Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur :

o Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.

o Unsur putih serabut saraf.

o Neuroclea, sejenis sel pendukung yang dijumpai hanya dalam saraf


dan yang menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf.
Setiap sel saraf dan prosesnya disebut neuron. Sel saraf terdiri atas
protoplasma yang berbutir khusus dengan nekleus besar dan
berdinding sel lainnya berbagai juluran timbul (prosesus) timbul dari
sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan saraf kepada dan dari
sel saraf.

3. Etiologi

Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :

a. Alat tumpul

b. Jatuh kebenda tajam dan keras.

c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.

d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.

e. Bahan kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat dan basa kuat.

f. Trauma Fisika
 Luka akibat suhu tinggi

Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat


exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke dan heat cramps.

 Luka akibat suhu rendah

Derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel.

4. Manifestasi Klinis

Black & Hawks, 2014) menyatakan Manifestasi klinik vulnus laceratum yaitu :

 Luka tidak teratur

 Jaringan rusak

 Bengkak

 Perdarahan

 Tampak lecet atau memar disetiap luka

5. Patofisiologi

Vulnus laceratum tarjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh dan
kecelakan. Sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya
infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang disebabakan oleh mikroorgnaisme
yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa
yang di kordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu yang menimbulkan
reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekualasi fungsional.
Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah
jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepi nya antara jaringan
mati dan hidup. Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Sel-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano sensitif dan hernosensitif.
Apabila nyeri diatas, hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeir yang
berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi keterbatasan gerak, (Potter &Perry
2010 dalam Prayogi, R., kk. 2019).

6. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Keperawatan

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptic, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka.

 Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan


eksplorasi).

 Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk mensucikan akan kulit. Untuk


melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antispetik seperti :

o Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).

o Halogen dan senyawanya

o Yodium merupakan antiseptic yang sangat kuat, berspektrum luas


dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.

o Povidin Yodium (betadine, septadine dan isodine) merupakan


kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena
tidak menguap.

o Yodofom, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk


antiseptic borok.
o Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitine) merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dang fungisid, tidak berwarna,
mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dan mukosa, dan
baunya tidak menusuk hidung.

o Oksidansia

o Kalium permanganate, bersifak bakterisiddan fungsida agak lemah


berdasarkan sifat oksidator.

o Perhidol (Peroksida air, H2O2) berkhasiat untuk mengeluarkan


kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob

o Logam berat dan garamnya.

o Merkuri klorida (sublimat), berhasiat menghambat pertumbuhan


bakteri dan jamur. 12)Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-
10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka
dengan cara merangsang timbulnya kerak (Korts).

o Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).

o Derivate fenol.

o Tirnitfenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptic wajah


dan eksterna sebelum operasi dan luka bakar.

o Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

o Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),


merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwana kuning dam
konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptic borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoerm 2000:390).

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu


diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian
luka. Pengunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat
pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan
biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus
cairan yang efektif dana man terhadap luka. Selain larutan
antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain
yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline, normal saline
atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang
bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap
liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan
osmolaritas 308 mOsm/I setara dengan ion-ion Na’ 154 mEq/I
(InETNA, 2004 : 16 ; ISO Indonesia,2000 : 18).

o Penjahitan Luka

Luka bersih diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang


dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangakn luka yang terkontaminasi berat
dana tau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam
atau pertertiam.

o Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pad luka sehingga


proses penyembuhan berlangsung optimal. (Mansjoer, 2000 : 398 ;
Walton, 1990 : 44).

2) Medis

a) Penjahitanluka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta


berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.

b) PemberianAntibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

A.Pengkajian Primer

Menurut Rudi Hamamo (2016) pengkajian Airway (A), Breathing (B), circulation
(C), disability (D), exposure (E) pada pengkajian gawatdarurat adalah :

1) Airway (jalan napas).

Lihat (Look) adalah tanda-tanda obstruksi jalan napas. Obstruksi jalan napas
menyebabkan pergerakan dada dan abdomen secara paradox (pernapasan see-saw)
dan penggunaan otot-otot pernapasan aksesoris. Sianosis sentral merupakan tanda
lanjut dari obstruksi jalan napas.

Biasanya pada pasien vulnus laceratum metatarsal tidak terdapat sumbatan


jalan napas, pasien sadar, memegang leher, gelisah, sianosis, tampak tidak
ditemukan kesulitan bernafas, tidak terdengar bunyi nafas sursling, snoring
ataupun stridor.

2) Breathing

(Menurut Rani, 2013), pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai


kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Dan pengkajian
pada kegawatdaruratan vulnus laceratum metatarsal, breathing look, listen dan feel
dilakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigen pasien. Sesak nafas tidak
terjadi pada pasien vulnus laceratum metatarsal karena frekuensi napas pasien
dalam rentang normal, tidak ditemukan adanya suara napas tambahan, dan adanya
udara yang keluar dari jalan nafas.

3) Circulation

Lihat (look) warna tangan dan jari. Tanda-tanda gangguan kardiovaskuler


termasuk akral (perifer) yang dingin dan pucat. Ukurlah waktu pengisian kapiler
(capilary refill time), CRT memanjang (> 2 detik) dapat menunjukkan perfusi
perifer yang buruk walaupun faktor-faktor lainnya misalnya Nilai suhu tubuh pada
ekstremitas hangat atau dingin, suhu yang dingin menunjukkan perfusi jaringan
yang buruk.

Pada pengkajian kegawatdaruratan vulnus laceratum metatarsal terdapat


gangguan kardiovaskuler yaitu akral dingin dan crt <2 detik, dan terjadi

kekurangan volume cairan, suhu 36,90c.

4) Disability

Penilaian disabilitas melibatkan evaluasi fungsi sistem saraf pusat. Lakukan


penilaian cepat pada tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan metode Alert,
Verbal, Pain, Unresponsive (AVPU) atau menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS). Berbagai penyebab perubahan tingkat kesadaran meliputi hipoksia,
hiperkapnia, hipoperfusi cerebral, obat-obat analgetik, sedative dan hipoglikemia.

Pengkajian pada pasien kegawatdaruratan vulnus laceratum terdapat GCS E4


M6 V5 dimana tingkat kesadaran pada pasien vulnus laceratum yaitu
composmentis.

5) Exposure

Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada bagian tubuh yang paling
berkonstribusi pada status penyakit pasien (Musliha, 2010), pada pengkajian
pasien kegawatdaruratan vulnus laceratum metatarsal masalah yang terjadi pada
exposure yaitu terdapat nyeri pada daerah luka robek (control pada kasus vulnus
laceratum, dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi).
B. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis


dapat menggunakan format SAMPLE (Sumptom, Alergi, Medikasi, Post Ilness, Last
meal dan Event / Enviroment) yang berhubungan dengan kejadian. Pemeriksaan
fisik dimulai dari kepala hingga kaki (Head to toe) dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostic.

Pengkajian pada vulnus laceratum sebenarnya hampir sama dengan pengkajian


pada penderita lainnya. Berikut pengkajian keperawatan pada pasien vulnus
laceratum (Muttaqin, 2016) :

oIdentitas

Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan.

o Riwayat kesehatan sekarang

o Sumber kecelakaan.
o Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.
o Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan.
o Keadaan fisik sekitar luka.

o Riwayat kesehatan dahulu

Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti (DM, gagal jantung,
sirosishepatis, gangguan pernafasan).

o Pemeriksaan fisik
o Aktivitas atau istirahat

Gejala : Merasa lemah.

Tanda : Penurnan kekuatan tahanan keterebatasan rentang gerak, perubahan


aktifitas.

o Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah/normal.

Tanda : perubahan frekuensi jantung takikardi atau bradikardi.

o Integritas ego

Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.

Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.

o Eliminasi

Gejala : Konstipasi, retensi urin.

o Neurosensory

Gejala : Vertigo, tiitus, baal pada ekstremitas, kesemutan nyeri.

Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera, kemerahan.

o Nyeri/kenyamanan.
o Gejala : nyeri pada daerah luka bila disentuh atau ditekan.
o Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa tidur, kulit nyeri panas, luka warna kemerahan,
bau, dan edema.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis (robekan).


3) Risiko infeksi.
4)

3. Intervensi keperawatan

Perencanaan Keperawatan : Manajemen Nyeri Observasi


1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frakuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri.
3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri.

Terapeutik

1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.


2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri.
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.

Edukasi

a. Jelaskanpenyebab,periode,danpemicunyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgesic.

Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit

berhubungan dengan factor mekanis (robekan). Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :

1. Kerusakan jaringan dari meningkat menjadi menurun.


2. Kerusakan lapisan kulit dari meningkat menjadi menurun.
3. Nyeri dari meningkat menjadi menurun
4. Perdarahandarimeningkatmenjadimenurun.
5. Kemerahandarimeningkatmenjadimenurun

Perencanaan Keperawatan : Perawatan Luka

Observasi

1. Monitor karakteristik luka.


2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik

1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan


2. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih

nontoksik, sesuai kebutuhan.

3. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi

Diagnosa Keperawatan : Risiko Infeksi.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :

a. Demam menurun.
b. Kemerahan menurun.
c. Nyeri menurun.
d. Bengkak menurun

Perencanaan Keperawatan : Pencegahan Infeksi Observasi

a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

Terapeutik

1. Berikan perawatan kulit pada edema.


2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
3. Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi

Edukasi

1. Jelaskantandadangejalainfeksi.
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

4. Implementasi keperawatan

Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.


Implementasi Keperawatan : Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri, mengidentifikasi respon non
verbal, mengidentifikasi factor memperberat dan memperingan nyeri, mengajarkan
Teknik relaksasi nafas dalam, mengontrol lingkungan, memfasilitasi istirahat dan tidur,
menjelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri, penatalaksanaan pemberian obat
ketorolac 30 mg.

Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit b/d factor mekanis (robekan)


Implementasi Keperawatan : Memonitor karakteristik luka, memonitor tanda-tanda
infeksi, membersihkan luka dengan cairan NaCl 0,9%, memberikan salep sesuai luka,
memasang balutan, mempertahankan Teknik steril, menjelaskan tanda dan gejala infeksi,
penatalaksanaan pemberian ceftriaxone 1 gr/IV, mengidentifikasi riwayat alergi terhadap
anastesi, mengidentifikasi adanya riwayat keloid, mengidentifikasi jenis jarum yang
sesuai, mengidentifikasi metode jahitan yang sesuai, melakukan hecting, menjelaskan
tujuan dan prosedur tindakan, mengajarkan cara merawat jahitan.

Diagnosa Keperawatan : Risiko Infeksi Implementasi Keperawatan : memonitor tanda


dan gejala infeksi, memberikan perawatan kulit pada edema, mencuci tangan,
mempertahankan Teknik aseptic, menganjurkan meningkatkan asupan cairan dan nutrisi.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien
(Perry & Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinyu
yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat
membuat keputusan-keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali ke
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan
masalah kesehatan actual untuk mencegah terjadinya masalah risikp, dan mempertahankan
status kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan
yang diberikan.

Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk mengevaluasi hasil


Perencanaan yang dilakukan. Poin S Merujuk pada respon subjektif pasien setelah
diberikan Perencanaan. Poin O pada respon objektif yang dapat diukur pada pasien setelah
dilakukannya Perencanaan. Poin A adalah analisis perawat terhadap Perencanaan yang
dilakukan. Poin P adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang
telah dilakukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai