LP-PKM KRG Taliwang
LP-PKM KRG Taliwang
LP-PKM KRG Taliwang
Oleh:
MUZNAH
NIM : 138STYC20
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi jaringan tubuh yang
terputus. Bentuk luka bermacam- macam, terdapat bentuk sederhana seperti
kerusakan pada epitel dan bentuk kerusakan yang dalam seperti jaringan subkutis,
lemak, dan otot bahkan tulang beserta strukturnya yaitu tendon, syaraf, dan pembuluh
darah sebagai dari bentuk akibat trauma dan ruda paksa (Novaprima, 2019).
Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan
tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot (Mansjoer, 2017).
Secara umum luka dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Kulit
Price 2011 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis,
dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan
benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga merupakan
tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf
yang saling bertautan”.
a) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak berinti
dan bertanduk.
Dermis
Lemak subkutan
2) Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri
dari serabut silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan
lain.semua sel diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis
jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.
3) Jaringan Saraf
3. Etiologi
a. Alat tumpul
e. Bahan kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat dan basa kuat.
f. Trauma Fisika
Luka akibat suhu tinggi
Derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel.
4. Manifestasi Klinis
Black & Hawks, 2014) menyatakan Manifestasi klinik vulnus laceratum yaitu :
Jaringan rusak
Bengkak
Perdarahan
5. Patofisiologi
Vulnus laceratum tarjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh dan
kecelakan. Sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya
infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang disebabakan oleh mikroorgnaisme
yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa
yang di kordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu yang menimbulkan
reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekualasi fungsional.
Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah
jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepi nya antara jaringan
mati dan hidup. Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi
kerusakan jaringan. Sel-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano sensitif dan hernosensitif.
Apabila nyeri diatas, hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeir yang
berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi keterbatasan gerak, (Potter &Perry
2010 dalam Prayogi, R., kk. 2019).
6. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Keperawatan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptic, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka.
o Oksidansia
o Derivate fenol.
o Penjahitan Luka
o Penutupan Luka
2) Medis
a) Penjahitanluka
b) PemberianAntibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic
1. Pengkajian
A.Pengkajian Primer
Menurut Rudi Hamamo (2016) pengkajian Airway (A), Breathing (B), circulation
(C), disability (D), exposure (E) pada pengkajian gawatdarurat adalah :
Lihat (Look) adalah tanda-tanda obstruksi jalan napas. Obstruksi jalan napas
menyebabkan pergerakan dada dan abdomen secara paradox (pernapasan see-saw)
dan penggunaan otot-otot pernapasan aksesoris. Sianosis sentral merupakan tanda
lanjut dari obstruksi jalan napas.
2) Breathing
3) Circulation
4) Disability
5) Exposure
Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada bagian tubuh yang paling
berkonstribusi pada status penyakit pasien (Musliha, 2010), pada pengkajian
pasien kegawatdaruratan vulnus laceratum metatarsal masalah yang terjadi pada
exposure yaitu terdapat nyeri pada daerah luka robek (control pada kasus vulnus
laceratum, dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah hipotermi).
B. Pengkajian Sekunder
oIdentitas
o Sumber kecelakaan.
o Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.
o Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan.
o Keadaan fisik sekitar luka.
Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti (DM, gagal jantung,
sirosishepatis, gangguan pernafasan).
o Pemeriksaan fisik
o Aktivitas atau istirahat
o Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah/normal.
o Integritas ego
o Eliminasi
o Neurosensory
Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera, kemerahan.
o Nyeri/kenyamanan.
o Gejala : nyeri pada daerah luka bila disentuh atau ditekan.
o Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa tidur, kulit nyeri panas, luka warna kemerahan,
bau, dan edema.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3. Intervensi keperawatan
Terapeutik
Edukasi
a. Jelaskanpenyebab,periode,danpemicunyeri
Kolaborasi
berhubungan dengan factor mekanis (robekan). Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
Observasi
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :
a. Demam menurun.
b. Kemerahan menurun.
c. Nyeri menurun.
d. Bengkak menurun
Terapeutik
Edukasi
1. Jelaskantandadangejalainfeksi.
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien
(Perry & Potter, 2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinyu
yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat
membuat keputusan-keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali ke
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan
masalah kesehatan actual untuk mencegah terjadinya masalah risikp, dan mempertahankan
status kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan
yang diberikan.