1. Sastra lisan diturunkan secara lisan dari mulut ke mulut dan diturunkan secara turun-temurun oleh kelompok masyarakat pemilik sastra.
2. Sastra lisan merupakan warisan budaya daerah yang memiliki nilai-nilai luhur penting untuk melawan pengaruh negatif globalisasi.
3. Pelestarian sastra lisan penting dilakukan melalui pendidikan formal dan informal agar nilai-nilai sastra tidak hilang d
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
72 tayangan2 halaman
1. Sastra lisan diturunkan secara lisan dari mulut ke mulut dan diturunkan secara turun-temurun oleh kelompok masyarakat pemilik sastra.
2. Sastra lisan merupakan warisan budaya daerah yang memiliki nilai-nilai luhur penting untuk melawan pengaruh negatif globalisasi.
3. Pelestarian sastra lisan penting dilakukan melalui pendidikan formal dan informal agar nilai-nilai sastra tidak hilang d
1. Sastra lisan diturunkan secara lisan dari mulut ke mulut dan diturunkan secara turun-temurun oleh kelompok masyarakat pemilik sastra.
2. Sastra lisan merupakan warisan budaya daerah yang memiliki nilai-nilai luhur penting untuk melawan pengaruh negatif globalisasi.
3. Pelestarian sastra lisan penting dilakukan melalui pendidikan formal dan informal agar nilai-nilai sastra tidak hilang d
1. Sastra lisan diturunkan secara lisan dari mulut ke mulut dan diturunkan secara turun-temurun oleh kelompok masyarakat pemilik sastra.
2. Sastra lisan merupakan warisan budaya daerah yang memiliki nilai-nilai luhur penting untuk melawan pengaruh negatif globalisasi.
3. Pelestarian sastra lisan penting dilakukan melalui pendidikan formal dan informal agar nilai-nilai sastra tidak hilang d
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 2
PENYEBARAN SASTRA LISAN
Penyebarannya dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) (Hutomo,
1991).Hal itu senada dengan Lord (1976: 1)bahwa sastra lisan adalah sesuatu yang dituturkan dalam masyarakat. Batasan ini memberikan isyarat dalam menyampaikan tradisi lisan unsur melisankan bagi penutur dan unsur mendengarkan bagi penerima menjadi kata kuncinya. Si penutur tidak menuliskan apa yang dituturkan dan penerima tidak membaca apa yang diterimanya. Sementara itu,hal yang dituturkan dalam sastra lisan melalui proses pewarisan yang turun-temurun oleh sebuah kelompok masyarkat pemilik sastra itu, seperti yang dikemukakan oleh Rusyana (1981) bahwa tradisi lisan adalah tuturan yang sudah berupa tradisi. Tuturan sebagai hasil dari kegiatan berbahasa yang berbentuk frasa, kalimat, dan wacana. Sementara tradisi dipahami sebagai kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat, berdasarkan nilai- nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi bisa juga berarti adat kebiasaan yang masih dilakukan dan hadir sebagai bagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri.Sastra lisan juga merupakan warisan budaya daerah yang diwariskan turun-temurun dan mempunyai nilai-nilai luhur sangat urgen untukmenangkap efek negatif globalisasi. Kehidupan suatu tradisi tidak dapat dipertahankan jika tradisi itu yang oleh masyarakat pendukungnya sudah tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap pola dan sikap kehidupanmereka sehari-hari.Pemerintah tak terkecuali pihak pemerintah harus mampu menjadi pionirgerakan moral untuk bisa terus melestarikan sebuah sastra di daerahnya untuk membangun karakter sebuah bangsa dan negara. Pelestarian sastra lisan bisa melalui pendidikan formal maupun informal. Pendidikan formal dan informal sebagai salah satu cara untuk melestarikan sastra lisanmelaui dunia pendidikan dan masyarakat, diungkapkan oleh Rusyana (1981) bahwacara itu sebagai upaya untukmampu mempertahankan sebuah sastra milik masyarakat agar sastra itu tidak hilang dari permukaana bumi, yaitu melalui mengenal dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra lisan itubaik di masyarakat maupun di sekolah.Hal itu tentu membutuhkan sebuah strategi agar sastra lisan di sekolah bisa menarikdan dapat dibawah ke konteks kekinian. Pembelajaran sastra lisan selama ini belum tersentuh dengan baik, terutama dalam mengembangkan sebuah sastra lisan yang mampu meanjadi perhatian siswa, bahwa sastra lisan itu penting bagi mereka sebagai objek yang memiliki nilai filosofi hidup dan manfaatnya bisa dirasakan sebagai media untuk mengembangkan diri dalam kancah nasional maupun internasional. Untuk itu antara objek dan metode pembelajaran perlu ditingkatkan untuk memfasilitasi sastra lisan sebagai materi pembelajaran yang menarik dan bermanfaat, tentunya dengan menggunakan model pembelajaran inovatif. Sebagaimana ditegaskan oleh Joice dan Weil (1986)bahwa hakikat mengajar atau teaching, yaitu dalamrangka membantusiswa memperoleh ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Dalam kenyataanya, hasil akhir atau hasil jangka panjang dari proses pembelajaran adalah "the student's increased capabilities to learn more easly and effectively in the future",yaitu siswa meningkatkan kemampuannya untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif dimasa yang akan datang. Oleh karena itu prosespembelajaran tidak hanya memiliki makna deskriptif dan keterkinian, akan tetapi juga bermakna prospektif dan berorientasi masa depan.