Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
MATERI :
KONSEP TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK DALAM ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA, KONSEP PSIKOFARMAKA,
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL
OLEH :
SAMPARI IHA
NIM :
4. Mengembangkan sosialisasi
Tipe: kelompok remitivasi
Aktivitas: mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi
Tipe: kelompok mengingatkan
Aktivitas: focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.
2. Gestalt
Jenis terapi ini berpusat pada tujuan akhir dimana pasien dibawa
untuk menyadari keberadaannya dan menyadarkannya atas segala
tindakannya. Pasien harus bisa menemukan jalan hidupnya dan
mengatasi masalah yang dihadapinya sendiri serta mempertanggung
jawabkannya.
3. Konfrontasi
Merupakan salah satu terapi yang mengajak pasien untuk
memperhatikan dimensi tertentu yang ada pada dirinya, dimana hal
yang menjadi titik amat utama adalah sesuatu yang bersifat
menghambat perubahan tingkah laku positif pasien.
6. Marathon
Merupakan sebuah jenis terapi kelompok yang melakukan pertemuan
kelompok secara kontinyu dalam waktu lama. Terapi ini
mempertemukan suatu kelompok dalam rentang waaktu 24-48 jam
atau sesuai dengan waktu yang telah disepakati.
E. Tahapan TAK
Tahapan-Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Yalom, yang dikutip Stuart & Sundeen, 1995. Menggambarkan
fase-fase dalam terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :
1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi
leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan
dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan
digunakan beserta dana yang dibutuhkan.
2. Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi,
konflik atau kebersamaan
Orientasi :
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,
leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak
dengan anggota.
Konflik :
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran
anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan terjadi.
Kebersamaan :
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah, anggota mulai
menemukan siapa dirinya.
3. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim;
a. Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggotanya
b. Perasan positif dan negatif dapat dikoreksi dengan hubungan saling
percaya yang telah terbina
c. Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati
d. Tanggung jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil
dan realistis
e. Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan
tugs kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.
f. Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif.
4. Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara.
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak
sukses atau sukses.
A. Pengertian Psikofarmaka
obat yang bekerja pada fungsi psikologis dan status kejiwaan.
Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat
(SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku
(mind and behavior altering drugs),digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
(psychotherapeutic medication).
Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara
salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan
jiwa.
2. Obat anti-depresi
Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic energizers, anti
depressants, anti depresan. Sediaan obat anti-depresi di Indonesia
adalah amitriptyline, amoxapine, amineptine, clomipramine, imipramine,
moclobemide, maprotiline, mianserin, opipramol, sertraline, trazodone,
paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine.
Jenis obat anti-depresi adalah anti-depresi trisiklik, anti-depresi
tetrasiklik, obat anti-depresi atipikal, selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI), dan inhibitor monoamine okside (MAOI). Indikasi klinik
primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah sindrom depresi yang
dapat terjadi pada :
3. Obat anti-mania
Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators, mood
stabilizers, antimanics. Sediaan obat anti-mania di Indonesia adalah
litium carbonate, haloperidol, carbamazepine.
4. Obat anti-ansietas
Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor
transqualizers, anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-
ansietas terdiri atas golongan benzodiazepine dan nonbenzodiazepin.
5. Obat anti-insomnia
Obat anti-insomnia merupakan sinonim dari hypnotics, somnifacient,
hipnotika. Sediaan obat anti-insomnia di Indonesia adalah nitrazepam,
triazolam, estazolam, chloral hydrate. Indikasi penggunaan obat ini
adalah sindrom insomnia yang dapat terjadi pada :
7. Obat anti-panik
Obat anti-panik merupakan persamaan dari drugs used in panic disorders.
Sediaan obat anti-panik di Indonesia adalah imipramine, clomipramine,
alprazolam, moclobemide, sertraline, fluoxatine, parocetine, fluvoxamine.
Penggolongan obat anti-panik adalah obat anti-panik trisiklik (impramine,
clomipramine), obat anti-panik benzodiazepine (alprazolam) dan obat
anti-panik RIMA/reversible inhibitors of monoamine oxydase-A
(moclobmide) serta obat anti-panik SSRI (sertraline, fluoxetine,
paroxetine, fluvoxamine).
2. Sindrom parkinson’s
Sindrom parkinson’s merupakan kelainan neurologis yang sering muncul
sebagai efek samping penggunaan obat golongan ini. Gejala sindrom
Parkinson meliputi akinesia, rigiditas/kekakuan dan tremor.
4. Reaksi autoimun
Reaksi autoimun ditandai dengan penglihatan kabur, konstipasi, takikardi,
retensi urine, penurunan sekresi lambung, penurunan berkeringat dan
salivasi (mulut kering), sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi
pulmonal, “psikosis atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas, agitasi,
kekacauan mental, kulit kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat,
hipomotilitas usus, diatria, dan takikardia.
b. Efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang jarang terjadi
tetapi mengancam jiwa adalah adanya sindrom malignan neuroleptik
yang ditAndai dengan adanya demam tinggi, takikardia, rigiditas otot,
stupor, tremor, inkontinensia,, leukositosis, kenaikan serum CPK,
hiperkalemia, gagal ginjal, peningkatan nadi-pernapasan dan keringat.
1. Anti-depresi.
a. Efeksedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor berkurang, kemampuan kognitif menurun;
b. Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardia;
c. Efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan hantaran
elektrokardiografi, hipotensi;
d. Efek neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.
Efek samping ringan mungkin timbul akibat penggunaaan obat jenis ini
(tergantung daya toleransi dari klien), biasanya berkurang setelah 2-3
minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.
2. Anti-mania
Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan kondisi
fisik klien. Gejala efek samping yang dini pada pengobatan jangka lama
seperti mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah,
diare, feses lunak), kelemahan otot, poli uria, tremor halus.
3. Anti-ansietas
Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa sedasi seperti
rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,
kemampuan kognitif melemah; relaksasi otot seperti ras lemes, cepat
lelah.
Pada klien usia lanjut dapat terjadi “oversedation” sehingga risiko jatuh
dan Hip fracture (trauma besar pda sistem muskulo skleletal).
Penggunaan obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dalam jangka
panjang yaitu “rage reaction” (perilaku menyerang dan ganas).
6. Anti-panik
Semua jenis obat anti-panik (trisiklik, benzodizepin, RIMA, SSRI) sama
efektifnya guna menanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan pada
stadium awal dari gangguan panik.
Dosis efektif biasanya dicapai dalam aktu 2-3 bulan. Dosis pemeliharaan
umunya agak tinggi, meskipun sifatnya individual. Lama pemberian obat
bersifat individual, namun pada umunya selama 6-12 bulan, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi klien sudah
memungkinkan.
Ada beberapa klien yang memerlukan pengobatan bertahun-tahun untuk
mempertahankan bebas gejala dan bebas dari disabilitas. Obat ini kontra
indikasi diberikan pada wanita hamil atau menyusui.
1. Pengkajian
Pengkajian secara komprehensif akan memberikan gambaran yang
sesungguhnya tentang kondisi dan masalah yang dihadapi klien, sehingga
dapat segera menentukan langkah kolaboratif dalam pemberian
psikofarmaka.
5. Pendidik klien.
Sebagai seorang edukator atau pendidik perawat harus memberikan
pendidikan pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga sehingga klien
dan keluarga memahami dan mau berpartisipasi aktif didalam
melaksanakan program terapi yang telah ditetapkan untuk diri klien
tersebut.
7. Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhadap uji coba obat.
Perawat berperan serta secara aktif sebagai bagian dari tim penelitan
pengobatan klien.
8. Evaluasi Pemberian Obat Psikofarmaka
Evaluasi pemberian obat harus terus menrerus perawat lakukan untuk
menilai efektifitas obat, interaksi obat maupun efek samping pemberian
obat. Berikut ini evaluasi yang harus dilakukan
A. Krisis
Krisis adalah reaksi berlebihan terhdap situasi yg mengancam saat kemampuan
menyelesaikan masalah yg dimiliki klien dan respons kopingnya tidak adekuat
untuk mempertahankan keseimbangan psikologis.
B. Jenis krisis
1. Krisis perkembangan terjadi sebagai respons terhadap transisi dari satu
tahap maturasi ke tahap lain dalam siklus kehidupan (mis, dari remaja ke
dewasa)
2. Krisis situasional terjadi sebagai respons terhadap kejadian yg tiba – tiba
dan tidak terduga alam kehidupan seseorang (mis, kematian orang yg di
cintai)
3. Krisis adventisius terjadi sebagai respons terhadap trauma berat atau
bencana alam
C. Intervensi krisis
Intervensi krisis adalah metode pemberian bantuan terhadap mereka yg
tertimpa krisis, di mana masalah yg memebutuhkan penanganan yg cepat dapat
segera di selesaikan dan keseimbangan psikis dapat di pulihkan.
D. Faktor penyeimbang
Merupakan hal yg penting dalam memprediksi hasil dari respons individu
terhadap krisis. Faktor – factor tersebut adalah :
1. Persepsi terhadap kejadian pencetus besifat realistis bukan terdistorsi
2. Dukungan situasional (mis,keluarga, teman) tersedia bagi individu tersebut
3. Mekanisme koping yg mengurangi ansietas
b. Gejala kognitif :
Konfusi, sulit berkonsentrasi, pikiran yg kejar mengejar, ketidakmampuan
mengambil keputusan.
c. Gejala perilaku :
Disorganisasi ,impulsive,ledakan kemarahan,sulit menjalankan tanggung
jawab peran yg biasa, menarik diri dari interaksi social
d. Gejala emosional :
Ansietas, marah, merasa bersalah, sedih, depresi, paranoia, curiga,
putus asa, tidak bedaya.
2. Diagnosis keperawatan
Analisis
a. Analisis persepsi unik klienterhadapkrisis dan kejadian pencetusnya.
b. Analisis keadekuatan faktor penyeimbang dan tingkat dukugan pribadi,
social ,dan lingkungan klien
c. Analisis sejauh mana orang lain terpengaruh oleh krisis
4. Implementasi
a. bentuk hubungan dengan mendengarkan ecara aktif dan menggunakan
respons empati
b. anjurkan klien untuk mendiskusikan situasi krisis dengan jelas, dan bantu
klien mengutarakan pikran dan perasaanya
c. dukung kelebihan klien dan penggunaan tindakan koping
d. gunakan pendekatan pemecahan masalah
e. lakukan intevensi untuk mencegah rencana menyakiti diri sendiri atau
bunuh diri
5. Evalusi hasil
a. Keselamatan klien dapat di pertahankan sebagai hasil dari intervensi yg
adekuat terhadap ekspresi prilaku yg tdk terkendali
b. Klien mengidentifikasi hubungan antara stressor dan gejala yg di alami
selama krisis
c. Klien mengevalusi solusi yg mungkin di lakukan untuk mengatasi krisis
d. Klien memilih pilihan solusi
e. Klien kembali ke keadaan sebelum krisis atu memperbaiki situasi atau
perilaku
A. Psikoseksual
Seksualitas dalam arti luas ialah semua aspek badaniah. Psikologik dan
kebudayaan yg berhubungan langsung dengan seks dan hubungan seks manusia.
Seksologi ialah ilmu yg empelajari segala aspek tentang seks.
2. Teori interpersonal
Memandang gangguan seksual sebagai manifestasi kekacauan hubungan antar
manusia yg di nyatakan dalam bidang seksual. Teori kebudayaan menganggap
bahwa kepercayaan,adat istiadat, dan norma yg khas bagi suatu masyarakat
tercerminkan dalam psikologi dan psikopatologi seseorang, juga dalam bidang
seksual.
3. Teori biologis
Beberapa faktor organic telah d implikasikan dalam etilogi dari parafilia. Hal
ini mencakup abnormalitas dalam system limbik otak, epilepsy lobus temporal,
tumor lobustemporal dan kadar androgen abnormal .
4. Teori psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik mendefinisikan parafilia sebagai seseorang yg telah
gagal dalam proses perkembangan normal ke arah penilaian heteroseksual.
1. Disfungsi seksual
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami suatu perubahan
dalam fungsi seksua yg di gambarkan sebagai ketidakpuasan, merasa
tidak di hargai, tidak adekuat.
c. Faktor presipitasi
Identitas seksual tidak dapat di pisahkan dari konsep diri atau
gambaran diri seseorang. Faktor presipitasi spesifik meliputi :
a) Penyakit fisik dan emosional
b) Efek samping dari pengobatan
c) Kecelakaan atau pembedahan
d) Perubahan karena proses penuaan
6. Pengkajian
a. Kesadaran diri perawat merupakan elemen terpenting agar dapat
membantu pasien dengan masalah seksualitas
b. Faktor perilaku
Ada beberapa cara ekspresi seksual. Pada tahun 1948,kinsesy
menggunakan skala sampai nilai 7 untuk memeriksa kecenderungan
seseorang, dimana 0 menunjukkan pengalaman heteroseksual yg
eksklusif. 6 berarti pengalaman homoseksual yg ekslusif, dan 2,3,
serta 4 menunjukan biseksualitas. Ia melaporkan bahwa kebanyakan
individu tidak secara ekslusif heteroseksual maupun homoseksual.
c. Mekanisme koping yg munkin menggunakan untuk mengekpresikan
respon seksual individu:
a) Fantasi mungkin di gunakan untuk meningkatkan pengalaman
seksual.
b) Denial, mungkin di gunakan untuk menolak pengakuan terhadap
konflik atau ketidakpuasan seksual
c) Rasionalisasi, mungkin di gunakan untuk mendapatkan pembenaran
atau penerimaan tentang motif prilaku, perasaan dan impuls
seksual
d) Menarik diri, mungkin di lakukan untuk mengatasi perasaan lemah,
perasaan ambivalen terhadap hubungan intim yg belum
terselesaikan secara tuntas
7. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yg mungkin timbul pada klien dengan penyimpangan
respons seksual :
8. Perencanaan
Tujuan : mempertahankan hubungan professional antara perawat – pasien
yg memungkinkan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yg
terapeutik
A. PENGERTIAN
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi.
Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin
memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa
emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat
diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Corner, 1992). Ansietas merupakan alat
peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu.
Kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek
positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju
perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan
lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang.
Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang
berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan
tenaga, menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya
dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial.
B. ETIOLOGI
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas
(Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
C. TINGKATAN ANSIETAS
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,
yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan
seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau
(dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu
individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah,
berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut
Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
a) Ketegangan otot ringan
b) Sadar akan lingkungan
c) Rileks atau sedikit gelisah
d) Penuh perhatian
e) Rajin
b. Respon kognitif
a) Lapang persepsi luas
b) Terlihat tenang, percaya diri
c) Perasaan gagal sedikit
d) Waspada dan memperhatikan banyak hal
e) Mempertimbangkan informasi
f) Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
a) Perilaku otomatis
b) Sedikit tidak sadar
c) Aktivitas menyendiri
d) Terstimulasi
e) Tenang
a. Respon fisik :
a) Ketegangan otot sedang
b) Tanda-tanda vital meningkat
c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
d) Sering mondar-mandir, memukul tangan
e) Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
f) Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
a) Lapang persepsi menurun
b) Tidak perhatian secara selektif
c) Fokus terhadap stimulus meningkat
d) Rentang perhatian menurun
e) Penyelesaian masalah menurun
f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
a) Tidak nyaman
b) Mudah tersinggung
c) Kepercayaan diri goyah
d) Tidak sabar
e) Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008),
respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
a) Ketegangan otot berat
b) Hiperventilasi
c) Kontak mata buruk
d) Pengeluaran keringat meningkat
e) Bicara cepat, nada suara tinggi
f) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
g) Rahang menegang, mengertakan gigi
h) Mondar-mandir, berteriak
i) Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
a) Lapang persepsi terbatas
b) Proses berpikir terpecah-pecah
c) Sulit berpikir
d) Penyelesaian masalah buruk
e) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
f) Hanya memerhatikan ancaman
g) Preokupasi dengan pikiran sendiri
h) Egosentris
c. Respons emosional
a) Sangat cemas
b) Agitasi
c) Takut
d) Bingung
e) Merasa tidak adekuat
f) Menarik diri
g) Penyangkalan
h) Ingin bebas
a. Respons fisik
a) Flight, fight, atau freeze
b) Ketegangan otot sangat berat
c) Agitasi motorik kasar
d) Pupil dilatasi
e) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
f) Tidak dapat tidur
g) Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
h) Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
a) Persepsi sangat sempit
b) Pikiran tidak logis, terganggu
c) Kepribadian kacau
d) Tidak dapat menyelesaikan masalah
e) Fokus pada pikiran sendiri
f) Tidak rasional
g) Sulit memahami stimulus eksternal
h) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
a) Merasa terbebani
b) Merasa tidak mampu, tidak berdaya
c) Lepas kendali
d) Mengamuk, putus asa
e) Marah, sangat takut
f) Mengharapkan hasil yang buruk
g) Kaget, takut
h) Lelah
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa:
E. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
2. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan
faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila
individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari
atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping.
a. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi
kebutuhan.
b. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan
ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
A. PENGKAJIAN
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui
gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang perlu dikaji pada
klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :
1. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg melalui timbulnya
gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
2. Faktor predisposisi
3. Faktor presipitasi
4. Sumber koping
5. Mekanisme koping
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas b/d perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status
kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran)
C. INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1 Ansietas 1. Anxiety self control Anxiety reduction
Definisi: perasaan 2. Anxiety level a. Gunakan pendekatan
tidak nyaman atau 3. Coping yang menenangkan
kekhawatiran yang Kriteria hasil: b. Nyatakan dengan
samar disertai a. Klien mampu jelas harapan
respon autonom mengidentifikasi dan terhadap pelaku
(sumber sering kali mengungkapkan pasien
tidak spesifik atau gejala cemas c. Jelaskan semua
tidak dikeahui oleh b. Mengidentifikasi, prosedur dan apa
individu) perasaan mengungkapkan dan yang dirasakan
takut yang menunjukkan teknik selama prosedur
disebabkan oleh untuk mengontrol d. Pahami prespektif
antisipasi terhadao cemas pasien terhadap
bahaya. c. Vital sign dalam situasi stress
batas normal e. Temani pasien untuk
d. Postur tubuh, memberikan
ekspresi wajah, keamanan dan
bahasa tubuh dan mengurangi rasa
tingkat aktivitas takut
menunjukkan f. Dengarkan dengan
berkurangnya penuh perhatian
kecemasan g. Identifikasi tingkat
kecemasan
h. Bantu pasien
mengenal situasi
yang enimbulkan
kecemasan
i. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
j. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
k. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
D. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Strategi Pelaksanaan I
Tindakan Keperawatan Tindakan Keperawatan
Masalah Keperawatan
pada Pasien pada Keluarga
Ancietas SP I p SP I k
Identifikasi stressor Mendiskusikan masalah
cemas. yang dirasakan keluarga
Identifikasi koping dalam merawat pasien
maladaptif dan Menjelaskan pengertian,
akibatnya. tanda dan gejala
Bantu perluas lapang ansietas sedang yang
persepsi. dialami pasien beserta
Konfrontasi positif (jika proses terjadinya.
perlu). Menjelaskan cara-cara
Latih teknik relaksasi: merawat pasien cemas.
nafas dalam.
Membimbing
memasukkan dalam
jadwal kegiatan.
SP II p SP II k
Validasi masalah dan Melatih keluarga
latihan sebelumnya. mempraktekkan cara
Latih koping: merawat pasien cemas
beraktivitas. sedang.
Membimbing Melatih keluarga
memasukkan dalam melakukan cara merawat
jadwal kegiatan. langsung pasien cemas
sedang.
SP III p SP III k
Validasi masalah dan Membantu keluarga
latihan sebelumnya. membuat jadual
Latih koping: olah raga. aktivitas di rumah
Membimbing termasuk minum obat
memasukkan dalam Mendiskusikan sumber
jadwal kegiatan. rujukan yang bisa
dijangkau oleh keluarga
2. Strategi Pelaksanaan II
SP 1 :
Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
ansietas, dan membantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan
cemas
a. Fase Orientasi:
“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya Dayat, panggil saya
dayat, saya perawat yang akan merawat bapak dan datang
kerumah bapak seminggu dua kali, yaitu hari rabu dan Sabtu jam
10.00 pagi.
b. Fase Kerja:
“Apa yang bapak rasakan?, “Bagaimana perasaan itu bisa muncul?”.
“Apa yang bapak lakukan jka perasaan itu cemas itu muncul?”.
“Oh, jadi bapak mondar-mandir dan banyak bicara jika perasaan
cemas dan tidak nyaman itu muncul”.
SP 2 :
Mengontrol Kecemasan Dengan Relaksasi Nafas Dalam
a. Fase Orientasi:
“Assalamualaikum Pak Ahmad, bagaimana perasaan bapak hari
ini?’ Apakah bapak sudah melatih cara mengalihkan situasi
untuk menghilangkan kecemasan Bapak?’, “Sesuai janji kita dua
hari yang lalu, hari ini saya datang kembali untuk mendiskusikan
tentang latihan relaksasi dengan tehnik tarik napas dalam.”
Berapa lama kita akan berlatih pak? “Bagaimana jika 20
menit?” Dimana kita diskusi? “Bagaimana jika di halaman
samping?”
b. Fase Kerja:
Pak, kemarin waktu kita diskusi bapak mengatakan bahwa saat
cemas rasanya seluruh badan bapak tegang, baik fikiran
maupun fisik, Nah, latihan relaksasi ini bermanfaat untuk
membuat fisik bapak relak atau santai.
A. KONSEP DIRI
1. Pengertian
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, misalnya “saya kuat
dalam matematika” (Wigfield & Karpathian 1991). Konsep diri adalah citra
subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap &
persefsi bawah sadar maupun sadar.
Jika seseorang mempunyai masa kanak-kanak yang aman dan stabil, maka
konsep diri masa remaja anak tersebut secara mengejutkan akan sangat
stabil (Marsh 1990). Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian
dan konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama
lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan
dapat meningkatkan konsep diri.
Identitas menunjukan menjadi lain dan terpilih dari orang lain, namun
menjadi diri yang utuh dan unik. Anak belajar tentang nilai, perilaku dan
peran yang diterima sesuai kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali
dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman seusia dan pahlawan
pujaan.
b. Citra tubuh
Membentuk persepsi seorang tentang tubuh, baik secara internal maupun
eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukkan
pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang
karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan
orang lain.
Citra tubuh di pengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan
fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan
penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh
dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Citra tubuh anak usia
sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang bayi.
c. Ideal Diri
Adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe
orang yang diinginkan atau disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai
yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan
diri berdasarkan norma-norma sosial dimasyarakat tempat individu
tersebut melahirkan penyesuaian diri.
Pada usaia remaja ideal diri akan terbentuk melalui identifikasi pada
orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan
penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan
perubahan peran serta tanggung jawab.
d. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisi seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
dirinya. Harga diri diperoleh dari sendiri dan orang lain yaitu dicintai,
dihormati dan dihargai.
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian.
Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk meningkatkan
harga diri anak diberi kesempatan untuk sukses, tanamkan “ideal” atau
harapan jangan terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan
dorongan untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk
pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu persepsinya.
Harga diri sangat mengancam pada masa pubertas, karena pada saat ini
harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus
dibuat menyangkut diri sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan
pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah ia mampu meraih sukses dari
suatu bidang tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi atau diterima di
berbagai macam aktivitas sosial.
e. Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam
kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam
kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang yang berarti.
Data dasarr awal harus dirancang untuk populasi yang paling umum yang
terdapat di area klinis tersebut. Misalnya, jika sebagian besar pasien yang
masuk ke unit medika bedah adalah lansia, maka data dasar yang ada harus
berfokus pada masalah – masalah umum yang terdapat pada populasi
tersebut, seperti resiko tinggi kerusakan integritaskulit, jatuh dan
kerusakan sensori.
b. Tujuan khusus
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat memperluas kesadaran dirinya.
c) Klien dapat mengekspresikan dirinya.
d) Klien dapat mengevaluasi dirinya.
e) Klien dapat membuat rencana yang realistis.
f) Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan harga diri.
c. Rencana tindakan
a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik.
Rasional : sikap perawat yang terbukadapt mengurangi perasaan
terancam dan membantu klien menerima semua.
b) Diskusikan dengan klien kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
c) Beritahu klien bahwa tidak ada yang sempurna semua memiliki
kelebihan dan kekurangan.
Rasional : menghadirkan realita pada klien.
d) Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki.
Rasional : Memberikan kesempatan klien untuk berhasil lebuh tinggi.
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu
inefektif
a. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan harga diri dengan menggunakan koping yang
efektif
b. Tujuan khusus
a) Klien dapat mengenalkan dan mengexpresikan emosinya.
b) Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang positif.
c) Klien dapat berpartisipasi dlam pengambilan keputtusan
d) Klien dapat termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis.
c. Rencana tindakan
a) Tunjukan respon emosional dan menerima klien
Rasional : membantu klien untuk mengenal dan mengexpresikan
prasaannya dapat meningkatkan koping klien
b) Gunakan teknik komunikasi terapeiutik terbuka, esplorasi dan
klasifikasi.
Rasional : dengan komunikasi terapeutik klien dapat mengungkapkan
prasaannya secara terbuka
c) Bantu klien mengekpresikan prasaaannya berhubungan dengan ketidak
mampuannya.
Rasional : dapat membantu realita pada diri klien
d) Diskusiakan tentang masalah yang dihadapi klien dan tidak memintanya
untuk menyimpulkan.
Rasional : mendorong klien untuk mengungkapkan masallahnya
e) Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
Rasional : dapat meningktkan harga diri dan realita pada diri klie
4. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan membantu klien mengidentifikasi penilaian tentang
situasi dan perasaan yang terkait, guna meningkatakan penilaian diri dan
kemudian melakukan perubahan perilaku.
5. Evaluasi keperwatan
Evaluasi keperwatan
Evaluasi merupakan langkar terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tuuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak.
c. Jenis evaluasi :
a) Evaluasi formatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi
dengan respon segera seperti kaji ROM EKSTREMITAS ATAS Klien,
hasil evaluasi ROM mengalami keterbatasan dengan hasil pengkajian
gerakan sendi mangalami keterbatasan seperti pada fleksi siku 100
derajat ( normalnya 150 derajat).
b) Evaluasi sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status klien
pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada
tahap perencanaan. Di samping itu evaluasi juga alat ukur suatu
tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah
tujuan tercapai, tidak tercapai, atau tujuan tercapai sebagian
2. Penyebab
Beberapa penyebab gangguan citra tubuh adalah tindakan invasif
(pemasangan infuse, cateter, mag slang, oksigen), operasi, perubahan fungsi
(lumpuh, sesak nafas, buta dan tuli).
Faktor Presipitasi
a. Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yag
membuat individu sulit menyesuaikan diri/tidak dapat menerima khususnya
trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual dan psikologis pada
masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya/menyaksikan
kejadian berupa tindak kejahatan.
b. Ketegangan peran
Keteganga peran adalah perasaan prustasi ketika individu mersa tidak
adekuat melakukan peran/melakukan peran yang bertentangan dengan
hatinya/tidak merasa cocok dalam melakukan perannya.
Perubahan perilaku
a. Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh :
a) menolak menyenyuh/melihat bagian tubuh tertentu
b) menolak bercermin
c) menolak usaha rehabilisasi
d) menyangkal cacat tubuh
e) usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat
Persepsi
a) halusinasi pendengaran
b) kekalauan identitas seksual
c) gangguan citra tubuh
Kognitif
a) bingung
b) diserpentasi waktu
c) gangguan berpikir
Perilaku
a) pasif
b) kurang spontanitas
c) kurang pengendalian diri.
Mekanisme Koping
Klien ganguan konsep diri menggunakan mekanisme koping yang dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu :
2. Merumuskan masalah
a. Analisa Data
Data Subyektif
Pasien merasa tidak dapat menerima keadaan dirinya
Data Obyektif
a) Pasien menolak melihat anggota tubuh yang berubah
b) Pasien menolak penjelasan perubahan tubuhnya
Masalah Keperawatan
Gangguan citra tubuh / gambaran diri
POHON MASALAH
HARGA DIRI
RENDAH EFFEC
KEHILANGAN CAUSA
ANGGOTA TUBUH
GAMBAR 2.1
POHON MASALAH GANGGUAN CITRA TUBUH
3. Rencana keperawatan
Membangun keterbukaan dan hubungan saling percaya, dengan cara :
a. Tawarkan penerimaan tak bersyarat atau tidak kaku
b. Dengarkan klien
c. Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan
d. Berespons pada klien dengan tidak menghakimi
e. Tunjukkan pada klien bahwa ia adalah indivudu yang berharga yang
bertanggung jawab terhadap dirinya dan dapat membantu diri sendiri
berespons empati bukan simpati dan tekankah bahwa kekuatan untuk berubah
ada pada klien :
a. gunakan respons empati, evaluasi diri tentang simpati
b. mengutatkan klien bahwa ia mempunyai kekuatan dalam memecahkan
masalahnya
c. beritahukan pada klien bahwa ia bertanggung jawab terhadap perilakunya
termasuk respons koping adaftif dan maladaftif
d. diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan dan sumber-sumber koping yang
tersedia untuk klien
e. gunakan sitem pendukung dari keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi
penyediaan diri klien
f. bantu klien untuk mengenli sifat dari konflik dan cara maldaftif yang
dilakukan klien untuk mengatasinya
4. Implementasi
Tindakan keperawatan membantu klien mengidentifikasi penilaian tentang
situasi dan perasaan yang terkait, guna meningkatakan penilaian diri dan
kemudian melakukan perubahan perilaku.
5. Evaluasi keperwatan
Pasien akan mencapai tingkat aktualisasi diri yang maksmal untuk menyadari
potensi dirinya.
6. Dokumentasi
Suatu catatan keperawatan yang terdiri dari 5 proses keperawatan ;
pengkajian, diagnose, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2. Terapiutik
a. Diskusikan perubahn tubuh dan fungsinya
b. Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
c. Diskusikan akibat perubahan pubertas, kehamilan dan penuwaan
d. Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
penyakit, pembedahan)
e. Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
f. Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
3. Edukasi
a. Jelaskan kepad keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
b. Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
c. Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian , wig, kosmetik)
d. Anjurkan mengikuti kelompok pendukung( mis. Kelompok sebaya).
e. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
f. Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
g. Latih pengungkapan kemampuan diri kepad orang lain maupun kelompok
3. Sifat Kehilangan
a. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
e) Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana
orang tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon
terhadap penyakit yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase
presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau factor
resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis.
Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan dengan
kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh
dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang
lain, dan dukungan adekuat.
e. Fase/tahapan kehilangan dan berduka
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:
a) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan
– perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman.
b) 2.Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-
tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi
marah, bersalah, frustasi dan depresi.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,
pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut
diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa
tahun.
b) Anger (Marah)
Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri
sendiri dan obyek Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan
kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang
meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di
lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada
fase damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses
berduka dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas.
Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai
pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit
baginya masuk pada fase penerimaan.
a) Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
b) Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka
paling dalam.
c) Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut
dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari
dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.
a. Karakteristik Personal
Usia. Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu
yerhadap kehilanga. Respon anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman
kehilangan sebelumnya, hubungan dengan yang meninggal, kepribadian,
persepsi tentang kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang mereka
miliki dan yang terpenting respon kelarga mereka terhadap kehilangan.
b. Sifat hubungan
Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa
lalu, kehilangan pasangan berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak
berarti kehilangan masa depan. Litelatur mendukung keyakinan bahwa
kehilangan akan menciptakan respon kehilangn yang paling dalam
(Saunders, 1992).
Dukacita merupakan respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan
terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup,
menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan
selama individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan
kesehatan secara ekstrim. Berkabung merupakan proses yang mengikuti suatu
kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
Tugas ini tidak terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang
yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan
atau hanya satu atau dua yang menjadi preoritas.
2. Penyebab
Penyebab kondisi berduka dapat ditimbulkan oleh beberapa situasi seperti
dibawah ini;
a. Kematian anggota keluarga atau orang yang berarti
b. Antisipasi kematian keluarga atau orang yang berarti
c. Kehilangan (pekerjaan, objek, fungsi, status, bagian tubuh atau
hubungan sosial)
d. Antisipasi kehilangan (pekerjaan, objek, fungsi, status, bagian tubuh
atau hubungan sosial)
3. Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif
a) Merasa sedih
b) Merasa bersalah atau menyalahkan orang lain
c) Tidak menerima kehilangan
d) Merasa tidak ada harapan
b. Objektif
a) Menangis
b) Pola tidur berubah
c) Tidak mampu berkonsentrasi
Intervensi
Kembangkan hubungan saling percaya dengan klien. Perlihatkan empati dan
perhatian. Jujur dan tepati semua janji.
Rasional
Rasa percaya merupakan dasar untuk suatu kebutuhan yang terapeutik
antara perawat dan klien.
Intervensi
Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan klien untuk mengekspresikan
perasaannya secara terbuka.
Rasional
Sikap menerima menunjukan pada klien bahwa ia adalah seorang pribadi
yang bermakna sehingga rasa percaya diri klien akan meningkat.
Intervensi
Dorong klien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan defensif jika
permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat. Bantu pasien
mengeksplorasi perasaan marahnya.
Rasional
Pengungkapan perasaan secara verbal dalam suatu lingkungan yang tidak
mengancam dapat membantu klien sampai kepada hubungan dengan
persoalan-persoalan yang belum terpecahkan.
Intervensi
Bantu klien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas positif motorik kasar semisal joging atau
olahraga lainnya.
Rasional
Latihan fisik memberika suatu metode yang aman dan efektif untuk
mengeluarkan kemarahan yang terpendam.
Intervensi
Ajarkan klien tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku
yang berhubungan dengan seriap tahap.
Rasional
Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan
dengan berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa
perasaan bersalah yang menyebabkan timbulnya respon-respon negatif
dari berduka.
Intervensi
Bantu klien dalam memecahkan masalahnya sebagau usaha untuk
menentukan metode-metode koping yang lebih adaptif terhadap
pengalaman kehilangan.Berikan umpan balik positif untuk setiap
identifikasi dan strategi dalam pembuatan keputusan.
Rasional
Umpan balik positif meningkatkan harga diri klien dan mendorong
pengulangan dari perilaku positif yang diharapkan.
b. Rentang Respon
Peningkatan marah tawar-menawar depresi menerima
Fase peningkatan
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar
terjadi, dengan mengatakan “tidak”, saya tidak percaya itu terjadi atau
itu tidak mungkin terjadi (Prabowo, 114:2014)
Fase marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan individu menunjukan rasa marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.
(Prabowo, 115:2014)
Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
kepada tuhan.( Prabowo, 115:2014)
Fase depresi
Pada fase ini individu sering menunjukan sikap menarik diri, kadang
sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, manyatakan keputusan,
perasaan tidak berharga, dan sebagainya. (Prabowo, 115:2014)
Fase penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang sampai hilang. (Prabowo, 115:2014)
Factor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kihilangan,
diantaranya :
a) Kehilangan kesehatan
b) Kehilangan fungsi seksualitas
c) Kehilangan peran dalam keluarga
d) Kehilangan posisi di masyarakat
e) Kehilangan orang yang dicintainya
f) Kehilangan kewarganegaraan
(Prabowo, 116:2014)
e. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
dan berduka adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif. (Prabowo,
117:2014)
f. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
denial, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. (Prabowo, 117:2014)
g. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) kehilangan dan berduka termasuk dalam
kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis
penatalaksaannya yang bias dilakukan adalah :
Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapiutik meliputi : memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapiutik, bersikap ramah,
memotivasi pasien, sopan kepada pasien. (Prabowo, 118:2014)
Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki diri seseorang. (Prabowo, 118:2014)
h. Diagnosa Keperawatan
Diagnose tuggal :
Isolasi social : menarik diri
Diagnosa ganda :
a) Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
b) Isolasi social menarik diri b/d koping individu inefektif
TUK I
Dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil:
Setelah….x pertemuan, pasien dapat menerima kehadiran perawat. Pasien
dapat mengungkapkan perasaan dan keberadaanya saat ini secara verbal:
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan prisip komunikasi terapiutik
a) Sapa pasien dengan ramah dan baik verbal maupun non
b) verbal
c) Perkenalkan diri dengan sopan
d) Tanyakan nama lengkap pasien dan nama kesukaan pasien
e) Jelaskan tujuan pertemuan
f) Buat kontrak interaksi yang jekas
g) Jujur dan menepati janji
h) Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
i) Ciptakan lingkungan yang tenang dang bersahabat
j) Beri perhatian dan penghargaan
TUK 2
Pasien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Kriteria hasil
Setelah….x pertemuan, pasien dapat menyebutkan minimal suatu
penyebab menarik diri yang berasal dari:
a) Diri sendiri
b) Orang lain
c) Lingkungan
Intervensi
a) Tanyakan pada pasien tentang
(a) Orang yang tinggal serumah atau teman sekamar pasien
(b) Orang terdekat pasien dirumah atau diruang perawatan
(c) Apa yang mebuat pasien dekat dengan orang tersebut
(d) Hal-hal yang membuat pasien menjauhi orang tersebut
(e) Upaya yang telah dilakukan untuk mendekatkan diri dengan orang
lain
TUK 3
Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian apabila tidak berhubungan dengan orang lain
Kriteria hasil:
Setelah…x pertemuan pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan oran lain.
Missal:
a) Banyak teman
b) Tidak kesepian
c) Bias diskusi
d) Saling menolong
Intervensi
a) Kaji pengetahuan pasien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
tentang berhubungan dengan orang lain
c) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
d) Diskusikan bersama tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
e) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
TUK 4
Pasien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap
Kriteria hasil:
Setelah…..x interaksi, pasien dapat mendemontrasikan hubungan social
secara bertahab k-p k-k-p lain, k-p-p lain-k lain, kpkel/kelompok
masyarakat
Intervensi
Observasi saat berhubungan dengan orang lain
Beri motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan/berkomunikasi dengan
orang lain melalui:
a) pasien-perawat, pasien ke perawat ke perawat lain, pasien ke perawat
perawat lain ke pasien lain, pasien ke perawat perawat lain ke pasien
ke masyarakat
b) Beri reinforcemen positif atas keberhasilann yang telah dicapai
c) Bantu pasien untuk mengefaluasi manfaat berhubungan dengan orang
lain
d) Beri motifasi dan libatkan pasien dalam terapi aktivitas kelompok
sosialisasi
e) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien dalam
mengisi waktu luang
TUK 5
Pasien dapat mengungkapakan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain.
Kriteria hasil:
Setelah…x interaksi, pasien dapat mengungkapan perasaan
setelahberhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain
untuk:
a) Diri sendiri
b) Orang lain
c) Kelompok
Intervensi
a) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaanya bila berhubungan
dengan orang lain/kelompok.
b) Diskusikan dengan pasien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain
c) Beri reinforcement atas kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya berhubungan dengan orang lain.
TUK 6
Pasien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan pasien untuk berhubungan dengan orang lain
Kriteria hasil :
setelah…x pertemuan keluarga dapat menjelaskan tentang :
a) Pengertian menarik diri dan tanda kejalanya
b) Penyebab akibat dan akibat menarik diri
c) Cara merawat pasien dengan menarik diri
Intervensi
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : salam, perkenalkan
diri, sampaikan tujuan, buat kontrak xplorasi perasaan keluarga,.
b) Diskusikan pentingnya peranan keluarga sebagai pendukung untuk
mengatasi perilaku menarik diri
c) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : perilaku menarik diri,
penyebab perilaku menarik diri, akibat yang akan terjadi perilaku
menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapai pasien
menarik diri
d) Diskusikan potensin keluarga untuk membantu mengatasi pasien
menarik diri
e) Latih keluarga merawat pasien menarik diri
f) Anjurkan anggota keluarga untuk member dukungan kepada pasien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
g) Dorong anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
pasien minimal 1kali seminggu
h) Beri reinforcemen atas hal-hal yang telah dicapai keluarga
TUK 7
Pasien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Kriteria hasil :
setelah…x interaksi, pasien menyebutkan
a) Manfaat minum obat
b) Kerugian tidak minum obat
c) Nama, warna,dosis, efek samping obat
Setelah… x interaksi, pasien mampu mendemoktrasikan
penggunaan obat dan menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter
Itervensi
a) Diskusikan dengan pasien tentang kerugian dan keuntungan tidak
minum, serta karakteristik obat yang diminum
(nama,dosis,rekuensi,efeksamping minum obat)
b) Batu dalam menggunakan obat dengan menggunakan prinsip 5benar
(benar pasien, obat, dosis, cara,waktu).
c) Anjurkan pasien minta sendri obatnya kepada perawat agar pasien
dapat merasakan manfaatnya
d) Beri reinforcemen positif bila pasien menggunakan obat dengan benar
e) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
f) Anjurkan pasien untuk konsultasi dengan dokter / perawat apabila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.(Prabowo,215-217:2014)
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a. Klien kurang mampu memulai pembicaraan
b. Klien terlihat murung pandangan mata sayu
2. Diagnose keperawatan
Menarik diri
3. Tujuan
TUM : Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien menununjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat :
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini? Adakah yang ibu pikirkan?
Bagaimana kalau ibu menceritakan kepada saya? Saya siap
mendengarkan”.
c. Kontrak
a) Topik
“Baiklah, kita mulai bincang-bincangnya sekarang ya bu. Apa yang
ingin ibu bicarakan? Bagaimana kalau kita berbincangbincang tentang
kesukaan dan hobi ibu”.
b) Tempat
“Bu, kita berbincang-bincang disini atau dimana jadinya? Disini saja
ya bu”.
c) Waktu
“Ibu iingin berbincang-bincangnya berapa lama?”.
2. Fase kerja
“Bapak mau minum? Saya ambilkan. Bagaimana dengan makan? Coba sedikit,
ya Pak agar Bapak tidak lemas.” (jika pasien mau ke makam, temani dan
hadirkan fakta-fakta)
3. Fase terminasi
“Setelah kembali dari makam, bagaimana perasaan bapak? Bapak tampak
masih sedih. Saya akan pulang dulu. Usahakan bapak makan, minum, dan
istirahat. Nanti dua hari lagi saya akan datang. Sampai jumpa”
A. Konsep keperawatan
1. Kondisi klien.
Klien duduk didepan ruang perawatan bersama klien yang lain. Klien tampak
diam.
2. Diagnosa keperawatan
Menarik diri
3. Tujuan
TUM : klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 2 : klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Dengan kriteria hasil :
Klien mampu menyebutkan :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Lingkungan
2. Fase kerja
“ apa yang membuat bapak kesal? Apa yang bapak rasakan saat kesal dan
apa yang telah bapak lakukan? Baik, ada beberapa cara untuk meredakan
kekesalan bapak, yaitu tarik nafas dalam, istiqfar, berwudhuk, sholat, dan
bercakap-cakap. Bapak punyak hobi olahraga? Nah, itu juga dapat bapak
lakukan.”
3. Fase terminasi
“ Nah, kalau masih muncul rasa kesal, coba lakukan cara yang telah kita
bahas tadi. Mau coba cara yang mana? Mau di jadwalkan? Baiklah, dua hari
lagi kita akan bertemu lagi. Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDKAN KEPERAWTAN (SPTK)
Masalah : Isolasi sosial : Menarik diri Pertemuan ke : 3
A. Konsep keperawatan
1. Kondisi klien.
2. Diagnosa keperawatan
Menarik diri
3. Tujuan
TUM :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
2. Fase kerja
“Saya dapat memahami perasaan bapak. Silahkan bercerita tentangb
perasaan bapak. Tidak ada yang dapat kita salahkan, pak. Saya mengerti,
sulit bagi bapak untuk menerima kehilangan ini. Bagus,
Bapak menyadari perasaan yang sudah diungkapkan karena semua ini adalah
kehendak allah. Apabila perasaan bersalah dan takut itu muncul kembali,
bapak dapat berdzikir, sholat, atau melakukan kegiatan ibadah yang lain.
Bagaimana, Pak? Apakah bapak akan coba lakukan?”
3. Fase terminasi
“ bagaimana perasaan bapak setelah kita berbicara? Iya, Pak. Bapak terus
berdo’a ya. Silahkan bercerita dengan anggota keluarga. Bagus, bapak sudah
dapat mengungkapkannya.
Nanti bapak dapat berdzikir dan beristiqfar setiap saat dan saat rasa
bersalah itu muncul kembali. Bapak, dua hari lagi saya akan datang. Kita
akan bicara tentang perasaan bapak. Saya pamit dulu ya,Pak. Sampai
jumpa.”
A. Konsep keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak berbicara tidak menerima kenyataan yang dialaminya
2. Diagnosa keperawatan
Menarik diri
3. Tujuan
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 4: klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap
Dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu menyebutkan :
Klien dapat mendemoktrasikan hubungan social secara bertahap
b. Rencana tindakan keperawatan
TUK 4 :
klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap
a) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama pasien dalam
mengisi waktu luang
b) Bantu pasien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan dengan orang
Lain
c. Kontrak
a) Topik
“apakah ada yang ingin bapak ceritakann pada saya?”
b) Waktu
“ kira-kira ingin berapa lama bu? Dan ibu butuh waktu berapa lama
untuk melakukan kegiatan tersebut? 10 menit cukup tidak?”
2. Fase kerja
“ Baiklah, Pak. Saya akan duduk di sebelah bapak dan menemani bapak.
Saya siap mendengarkan apabila ada yang ingin di sampaikan. Bapak boleh
menangis, jangan di tahan. Bapak punya hak untuk menangis dengan
menangis, akan ada perasaan lega. Bapak, saya dapat merasakan apa yang
bapak rasakan.
3. Fase terminasi
“ Bapak, Bagaimnana perasaan Bpaka setelah kita bicara? Iya, benar, masih
banyak yang bapak lakukan. Bapak dapat melakukan kegiatan yang tadi sudah
kita bahas. Saya percaya bapak bisa.
Saya pamit ya,Pak. Dua hari lagi saya akan datang untuk membicarakan
tentang perasaan bapak. Kira-kira jam berapa saya boleh datang? Baik,
Pak. Sampai jumpa.”
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak berdiskusi/mengobrol dengan orang lain
2. Diagnosa kepereawatan
Harga diri rendah.
3. Tujuan
TUM :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK 5:
klien dapat mengungkapkan perasaaannya setelah berhubungan dengan orang
lain
Dengan kriteria hasil :
a. Diri sendiri
b. Orang lain
c. Kelompok
c. Kontrak
a) Topik
“Seperti janji saya dua hari yang lalu, sekarang saya datang untuk
berbicara tentang perasaan bapak”
b) Tempat
Bagaimana kalau kita berbicara disini?
c) Waktu
“30 menit saja, setuju,Pak?”
2. Fase kerja
“ Bapak tampak dsenang dan sangat berbeda dengan dua hari yang lalu.
Saya dengar bapak sudah banyak melakukan aktifitas. Bagus. Kegiatan apa
lagi yang sudah bapak rencanakan untuk mengisi waktu? Saya percaya bapak
dapat kembali semangat dalam mengisi kehidupan ini.
kapan bapak mau mengurus surat ansuransi, buku tabungan, atau surat
penting lainnya? Kapan bapak akan berziarah ke makam anak bapak? Bapak
sudah melihat foto-foto proses pemakaman anak bapak? Ya, Bapak tampak
sudah semangat lagi.”
3. Fase terminasi
“ Bapak, tidak terata kita sudah lam berbicara. Bagaimana perasaan bapak?
Syukurlah. Bapak jangan lupa dengan jadwal aktifitas dan waktu untuk
mengurus sura-surat penting anak bapak. Saya pamit ya, Pak. Sampai
jumpa.”.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HARGA DIRI RENDAH
A. Pengertian
Harga Diri Rendah (HDR) merupakan evaluasi atau perasaan negatif terhadap
diri sendiri atau kemampuan pasien seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak
berdaya yang berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus (PPNI ,SDKI
2017).
b. Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah
adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari
lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang tidak realistis.
Selain itu pasien dengan harga diri rendah memiliki penilaian yang negatif
terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran yang
terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang menimbulkan harga diri rendah antara lain:
a. Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman
psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban maupun saksi dari perilaku
kekerasan.
b. Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke
remaja.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
objektif :
a. Enggan mencoba hal baru
b. Berjalan menunduk
c. Postur tubuh menunduk
Tanda dan Gejala (Minor)
Subjektif :
a. Merasa sulit konsentrasi
b. Sulit tidur
c. Mengungkapkan keputusasaan
objektif :
a. Kontak mata kurang
b. Lesu dan tidak bergairah
c. Berbicara pelan dan lirih
d. Pasif
e. Perilaku tidak asertif
f. Mencari penguatan secara berlebihan
g. Bergantung pada pendapat orang lain
h. Sulit membuat keputusan
i. Sering kali mencari penegasan
Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala harga diri
rendah yang ditemukan. Pada pasien gangguan jiwa, diagnosis keperawatan
yang ditegakkan adalah dari masalah utama. Masalah utama adalah prioritas
masalah dari beberapa masalah yang ada pada pasien.
Tindakan Keperawatan:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
a) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan)
b) Beri pujian yang realistis dan hindarkan memberikan penilaian yang
negatif setiap kali bertemu dengan pasien.
A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial adalah
ketidakmampuan individu untuk membina hubungan yang erat, hangat dan
terbuka dan saling bergantung dengan orang lain (SDKI,2016).
1. Faktor predisposisi
a. Faktor Biologis
Adanya faktor keturunan yaitu ada anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma
kepala (tumor otak, gangguan otak), riwayat penggunaan NAPZA. Juga
ditemukan adanya kerusakan struktur dan fungsi otak.
b. Faktor Psikologis
Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami kegagalan yang
berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini mengakibatkan
terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak dalam
membina hubungan dengan orang lain. Perilaku isolasi sosial timbul akibat
adanya perasaan bersalah atau menyalahkan lingkungan, sehingga pasien
merasa tidak pantas berada diantara orang lain dilingkungannya.
Ciri-ciri pasien dengan kepribadian ini adalah menutup diri dari orang
sekitarnya. Selain itu pembelajaran moral yang tidak adekuat dari
keluarga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan pasien tidak
mampu menyesuaikan perilakunya di masyarakat, akibatnya pasien merasa
tersisih ataupun disisihkan dari lingkungannya.
Stuart & Laraia (2005) dan Townsend (2005) mengatakan bahwa faktor
usia merupakan salah satu penyebab hal ini dikarenakan rendahnya
kemampuan pasien dalam memecahkan masalah dan kurangnya kematangan
pola berfikir.
Selain itu Pasien umumnya memiliki riwayat penolakan lingkungan pada usia
perkembangan anak, sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah tugas
perkembangannya yaitu berhubungan dengan orang lain. Pengalaman
tersebut menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam memulai hubungan,
akibat rasa takut terhadap penolakan dari lingkungan.
2. Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak. Faktor lainnya pengalaman kekerasan, penelantaran,
pengabaian dalam keluarga.
subjektif :
a. Merasa ingin sendirian
b. Merasa tidak aman di tempat umum
objektif :
a. Menarik diri
b. Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
c. Tanda dan Gejala (Minor)
subjektif :
a. Merasa berbeda dengan orang lain
b. Merasa asyik dengan pikiran sendiri
c. Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
objektif :
a. Afek datar
b. Afek sedih
c. Riwayat ditolak
d. Menunjukan permusuhan
e. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
f. Kondisi difabel
g. Tindakan tidak berarti
h. Tidak ada kontak mata
i. Perkembangan terlambat
j. Tidak bergairah/lesu
Tindakan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
a) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain
b) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
c) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka
d) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
e) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
4. Evaluasi
Evaluasi kemampuan pasien isolasi sosial berhasil apabila pasien dapat:
a. Menjelaskan kebiasaan keluarga berinteraksi dengan pasien.
b. Menjelaskan penyebab pasien tidak mau berinteraksi dengan orang lain.
c. Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
d. Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
e. Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain, dengan perawat,
keluarga, tetangga.
f. Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
g. Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
h. Menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang tua.
i. Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
j. Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi sosial
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
A. Pengerian
Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat individu sadar dengan baik. (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi, atau salah persepsi indrawi yang tidak berhubungan dengan stimulus
eksternal yang nyata, mungkin melibatkan salah satu dari lima indra. (Townsend,
2002).
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar, pada pasien dalam keadaan sadar.
B. Jenis-Jenis Halusinasi
Halusinasi dibagi menjadi beberapa jenis, yitu sebagai berikut (Maramis, 2004):
1. Halusinasi penglihatan (visual, optik) adalah perasaan melihat sesuatu objek
tetapi pada kenyataannya tidak ada.
2. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) adalah perasaan mendengar suara-
suara,berupa suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah
dan musik.
3. Halusinasi penciuman (olfaktorik) adalah perasaan mencium sesuatu bau atau
aroma tetapi tidak ada.
4. Halusinasi pengecapan (gustatorik) adalah kondisi merasakan sesuatu rasa
tetapi tidak ada dalam mulutnya, seperti rasa logam.
5. Halusinasi peraba (taktil) adalah kondisi merasa diraba, disentuh, ditiup,
disinari atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulitnya.
6. Halusinasi kinestetik adalah kondisi merasa badannya bergerak dalam sebuah
ruang, atau anggota badannya bergerak.
Hal serupa dapat bersikap mengamati orang lain yang tidak bicara atau benda
mati yang seakan-akan berbicara padanya. Halusinasi merupakan tanda khas
dari gangguan skhizofrenia dan merupakan manifestasi dari metankolia involusi,
psikosa, depresi, dan sindrom otak organik. (Nasution, 2003).
Tahapan Halusinasi
Halusinasi dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (Dalami, et al, 2009), yaitu:
1. Sleep Disorder
Sleep Disorder adalah halusinasi tahap awal sesorang sebelum muncul
halusinasi.
Karakteristik. Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi dan
support system yang kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
Perilaku. Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal, dan menganggap menghayal awal sebagai pemecah masalah.
2. Comforthing
Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan: Cemas sedang.
a. Karakteristik. Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti cemas,
kesepian, rasa bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan cemas. Klien cenderung mengenali
bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali
kesadaran jika cemas dapat ditangani.
3. Condemning
Condemning adalah tahap halusinasi menjadi menjijikkan: Cemas berat.
4. Controling
Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa: Cemas berat.
5. Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi panik: Umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi.
a. Karakteristik. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika
tidak ada intervensi terapeutik.
b. Perilaku. Perilaku panik, resiko tinggi mencederai, bunuh diri atau
membunuh. Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik, ketidak
mampuan berespon terhadap lingkungan.
1. Halusinasi penglihatan
a. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
b. saja yang sedang dibicarakan.
c. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
d. tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
e. Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
f. tidak tampak.
g. Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
h. menjawab suara.
2. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati
a. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain,
benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
b. Tiba-tiba berlari keruangan lain
3. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman
adalah :
a. Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
b. Mencium bau tubuh
c. Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
d. Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau
darah.
e. Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
4. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi
pengecapan adalah :
a. Meludahkan makanan atau minuman.
b. Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
c. Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
5. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan
adalah :
a. Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari
hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan
gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
Data Subjektif
Klien mengatakan :
a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
c) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu dan monster
e) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
f) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
g) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
Data Objektif
a) Bicara atau tertawa sendiri
b) Marah marah tanpa sebab
c) Mengarahkan telinga kearah tertentu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk kearah tertentu
f) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
h) Menutup hidung
i) Sering meludah
j) Menggaruk garuk permukaan kulit
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan
adalah:
a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya.
Data objektif dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan
pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
b. Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau
dilakukan saat halusinasi timbul.
e. Pohon Masalah
Resiko perilaku mencederai diri (Menurut Yosep, 2009)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Yosep, 2009 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan
b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
d. Harga diri rendah
3. Intervensi Keperawatan
Gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dpat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara dapat melakukannya
dengan cara berdiskusikan dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusiansi muncul dan respon pasien saat muncul.
Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan
tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada
namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti
apa yang ada dalam halusinasinya.
Bila terjadi kekambuhan maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan
lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai
program dan berkelanjutan.
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Depkes, 2000 Implementasi adalah tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan
tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan perawat perlu memvalidasi
rencana tindakan keperawatan yang masih di butuhkan dan sesuai
dengankondisi klien saat ini.
5. Trategi Pelaksanaan
Halusinasi Pasien Keluarga
Sp1 SP 1 k
a. Mengidentifikasi jenis a. Mendiskusikan
halusinasi pasien masalah yang
b. Mengidentifikasi isi dirasakan keluarga
halusinasi pasien dalam rawat pasien
c. Mengidentifikasi waktu b. Menjelaskan
halusinasi pasien pengertian, tanda dan
d. Mengidentifikasi gejala halusinasi, dan
frekuensi halusinasi jenis halusinasi yang
pasien dialami pasien beserta
e. Mengidentifikasi situasi proses terjadinya.
yang menimbulkan c. Mejelaskan cara-cara
halusinasi merawat pasien
f. Mengidentifikasi respon halusinasi
pasien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
h. Menganjurkan pasien
memasukkan cara
menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan
harian
SP II p SP II k
a. Mengevaluasi jadwal a. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
b. Melaih pasien merawat pasien
mengendalikan halusinasi dengan halusinasi
dengan cara bercakap- b. Melatih keluaraga
cakap dengan orang lain. melakukan cara
c. Menganjurkan pasien merawat langsung
memasukan dalam jadwal kepada pasien
kegiatan harian halusinasi
SP III p SP III k
a. Mengevaluasi jadwal a. Membantu keluarga
kegiatan harian pasien membuat jadwal
b. Melatih pasien kegiatan aktifitas di
mengendalikan halusinasi rumah termasuk
dengan melakukan minum obat
kegiatan (kegiatan yang b. Menjelaskan follow up
biasa dilakukan pasien) pasien setelah pulang
c. Menganjurkan pasien
memasukan dalam
kegiatan harian
SP IV p
a. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
b. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
penggunaan obat secara
teratur
c. Menganjurkan pasien
memasukan dalam
kegiatan harian
6. Evaluasi Keperawatan
Menurut Keliat, 1998 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku yang bertujuan
melukai seseorang secara fisik maupun psikologi (Keliat at al, 2011).
Menurut Erwina (2012) perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk
kekerasan dan pemaksaan secara fisik maupun verbal ditunjukkan kepada
diri sendiri maupun orang lain.
B. PROSES TERJADINYA
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang mendasari atau mempermudah
terjadinya perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, dan
nilai-nilai kepercayaan maupun keyakinan yang dialami oleh setiap
orang merupakan faktor predisposisi (Direja, 2011).
a. Faktor Biologis
a) Intictual drive theory (teori dorongan naluri) Teori ini
menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
c. Faktor Sosiokultural
a) Social enviroment theory (teori lingkungan) Lingkungan sosial
akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima.
2. Faktor presipitasi
Yosep dan Sutini (2014) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang
dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :
C. MEKANISME KOPING
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping pasien sehingga dapat
membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif
dalam mengekspresikan marahnya.
1. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu
seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
3. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan
dari kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
4. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan
dengan apa yang benar-benar dilakukan orang lain.
1. Motor agitation
Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang,
rahang mengencang, pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan
mata tajam.
2. Verbal
Memberikan kata-kata ancaman, bicara keras, nada suara tinggi,
berdebat.
3. Afek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, mudah tersinggung.
4. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan status mental, disorientasi, dan daya
2. Emosional
Jengkel, labil, tidak sabar, ekspresi wajah tegang, pandangan tajam,
merasa tidak aman, bermusuhan, marah, bersikeras, dendam,
menyerang, takut, cemas, merusak benda
3. Intelektual
Bicara mendominasi, bawel, berdebar, meremehkan, konsentrasi
menurun, persuasive.
4. Social
Menarik diri, sinis, curiga, agresif, mengejek, menolak, kasar.
5. Spiritual
Ragu-ragu tentang kebaikan, moral bejat, selalu paling benar, tidak
pernah beribadah
c. Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu di dapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman.
e. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hub individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki
dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta dan bimbingan kepadaNya.
2. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (effect)
5. Implementasi
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
a. SP I Pasien
Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan
dan mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.
b. SP 2 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
c. SP 3 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
d. SP 4 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
e. SP 5 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
f. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat
klien perilaku kekerasan di rumah
6. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan keperawatanyang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau
sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
khusus dan umum yang telah ditentukan.Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan perilaku
kekerasan antara lain
a. Klien dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku keekrasan.
b. Klien dapat membina hubungan saling pecaya.
c. Klien dapat mengenal penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukakannya.
d. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
e. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
f. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan.
h. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
i. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol
perilaku kekerasan.
j. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.
(Fitria, 2010)
7. Dokumentasi
Pengertian Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang ditulis atau dicetak dan
dapat dijadikan bukti tindakan keperawatan. Dokumentasi
keperawatan menurut para ahli:
A. PENGERTIAN
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
(Depkes, 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2004).
B. PROSES TERJADINYA
Defisit Perawatan diri sering kali disebabkan oleh intoleransi aktifitas,
hambatan mobilitas fisik, nyeri, ansietas, gangguan kognitif atau persepsi
(misalnya defisit perawatan diri: makan yang berhubungan dengan
disorientasi). Sebagai suatu etiologi, defisit perawatan diri dapat
menyebabkan depresi, ketakutan akan ketergantungan, dan ketidakberdayaan
(Wilkinson, 2012).
C. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik.
2. Penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dari defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut bau.
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang.
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar
(BAB) disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.
2. Berpakaian/ berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,
memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan
kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan,
mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat
tambahan, mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi
makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu memasukannya
ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna
cukup makanan dengan aman.
1. Identitas
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang : nama perawat, nama klien, panggilan perawat,
panggilan klien, tujuan, waktu, tempat, pertemuan, topik yang akan
dibicarakan. Usia dan nomor rekam medik. Perawat menuliskan data
yang didapat.
2. Alasan Masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga klien tentang apa yang
menyebabkan klien dibawa ke rumah sakit (alasan masuk ditulis
singkat tapi jelas, dipilih yang menurut keluarga paling menyebabkan
klien dibawa ke rumah sakit, misalnya karena mengamuk, banyak diam
dan mudah tersinggung).
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang didapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stres. Dalam pengkajian faktor predisposisi peran
perawatan terhadap klien/ keluarganya yaitu menanyakan kepada
klien/keluarga apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu.
Apa gejala yang dialami serta riwayat pengobatan dan perawatan yang
pernah diberikan kepada anggota keluarga tersebut. Tanyakan kepada
klien/keluarga tentang pengalaman yang tidak menyenangkan
(kegagalan, kehilangan/ perpisahan/ kematian, trauma selama tumbuh
kembang) yang pernah dialami klien pada masa lalu.
4. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ yaitu ukur
dan observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu,
pernapasan klien. Ukur tinggi badan dan berat badan klien. Tanyakan
apakah berat badan klien naik atau turun. Kaji lebih lanjut tentang
sistem dan fungsi organ serta jelaskan sesuai dengan keluhan yang
ada.
5. Psikososial
a. Genogram
Genogram adalah suatu gambaran susunan keluarga yang dapat
menggambarkan hubungan klien pada keluarga dan masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan pola asuh.
Buatlah genogram minimal Tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, jelaskan masalah
yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola
asuh.
b. Konsep Diri
Menurut Sunaryo (2013), Konsep diri adalah cara individu
memandang dirinya secara utuh, menyangkut, fisik, emosi,
intelektual, sosial, dan spiritual.
b) Ideal Diri
Ideal diri adalah presepsi individu tentang perilakunya,
disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-
cita, harapan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang
ingin dicapai.
c) Harga Diri
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai,
dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu
tersebut sesuai dengan ideal diri. Dalam melaksanakan
pengkajian psikososial mengenai konsep diri dalam komponen
harga diri peran perawat terhadap pasien adalah menanyakan
tentang hubungan klien dengan orang lain terkait dengan citra
tubuh, identitas diri dan peran, penilaian/penghargaan orang
lain terhadap diri dan kehidupannya.
d) Peran Diri
Peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang
diharapkan individu berdasarkan posisinya dimasyarakat. Dalam
melaksanakan pengkajian psikososial mengenai konsep diri dalam
komponen peran diri peran perawat terhadap pasien adalah
menanyakan tentang tugas/ peran yang diemban dalam
keluarga/ kelompok/ masyarakat, kemampuan klien dalam
melaksanakan tugas/peran tersebut. terhadap lingkungan
(keluarga, sekelompok, tempat kerja, masyarakat), harapan
klien terhadap penyakitnya.
e) Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang
bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintetis dari
semua aspek konsep diri dan menjadi kesatuan yang utuh.
c. Hubungan Sosial
Hubungan sosial adalah hubungan dinamis yang menyangkut
hubungan antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam bentuk kerja
sama, persaingan, ataupun pertikaian (Sunaryo, 2013).
d. Spiritual
Tanyakan nilai dan keyakinan kepada klien tentang pandangan dan
keyakinan terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan
agama yang dianut.
6. Status Mental
Status mental adalah keadaan yang menggambarkan alam pikiran,
sikap, perilaku, ucapan, proses pemikiran, presepsi, dan kognisi
pasien.
a. Penampilan
Didapatkan melalui observasi perawat tentang penampilan fisik
(kondisi rambut, kuku, kulit, gigi dan cara berpakaian).
b. Pembicaraan
Apakah pembicaraan pasien cepat, keras, gagap, membisu, apatis
atau lambat. Apakah pembicaraan pasien inkoheren (berpindah
pindah dari satu kalimat kekalimat lain yang tidak ada kaitannya
dan sulit dipahami, atau bicaranya kacau). Tidak dapat memulai
pembicaraan.
c. Aktivitas motorik
Apakah pasien lesu (hipomotorik) segala aktivitas sehari-hari
dengan bantuan perawat atau orang lain atau sebaliknya
hipermotorik. Tik (gerakan kecil pada otot muka yang tidak
terkontrol), agitasi (gerakan motorik yang menunjukan
kegelisahan).
d. Alam perasaan
Dapat didapatkan data adanya perasaan yaitu sedih, putus asa,
gembira, khawatir dan takut.
e. Afek
Afek adalah perasaan yang menguasai segenap hidup jiwa, tidak
dapat dikontrol, dan dikuasai oleh pikiran. Dalam melaksanakan
pengkajian perawat terhadap pasien yaitu didapatkan data dari
respon pasien saat wawancara antara lain apporpiate (tepat),
inapropiate (tidak tepat) (Sunaryo, 2013:163).
g. Persepsi
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan suatu objek yang
diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya rangsang
oleh alat indra, kemudian individu memiliki perhatian, selanjutnya
diteruskan ke otak, lalu individu menyadari tentang sesuatu yang
diamati (Sunaryo, 2013:95). Dalam melakukan pengkajian perawat
terhadap pasien yaitu mengkaji pengalaman pasien tentang
halusinasi dan ilusi.
h. Proses Pikir
Apakah pasien sirkumtansial (pembicaraan yang berbelit-belit
tetapi sampai pada tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan
yang berbelit-belit tetapi tidak sampai pada tujuan pembicaraan).
Kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada hubungannya
antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dan pasein tidak
menyadarinya).
i. Isi Pikir
Apakah isi pikir pasien obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun
pasien berusaha menghilangkannya). Phobia (ketakutan yang
patologis). Ide terkait (keyakinan pasien terhadap kejadian yang
terjadi di lingkungannya yang bermakna dan terkait dengan
dirinya).
Siar pikir (pasien yakin orang lain mengetahui apa yang sedang dia
pikirkan), kontrol pikir (pasien yakin pikirannya dikontrol oleh
kekuatan dari luar).
j. Tingkat Kesadaran atau Orientasi
Yaitu mengkaji kesadaran pasien (tampak bingung dan kacau),
sedasi (mengatakan bahwa pasien melayang-layang), stupor
(gangguan motorik seperti ketakutan, gerakan yang di ulang-ulang),
orientasi pasien terhadap waktu dan tempat.
k. Memori
Apakah pasien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang
(kejadian lebih dari 1 Bulan), gangguan daya ingat jangka pendek
(yaitu kejadian yang terjadi dalam satu minggu terakhir). Gangguan
daya ingat ini adalah kejadian yang baru terjadi. Konfabulasi
(pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan
cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya).
m. Kemampuan penilaian
Kaji tentang gangguan kamampuan penilaian ringan.
n. Daya tilik diri
Apakah pasien menyadari keberadaan dirinya di Rumah Sakit,
apakah menyadari penyakitnya, dan tujuan berada dirumah sakit.
8. Mekanisme Koping
a. Meliputi koping adaptif dan maladaptive
b. Ketika menghadapi masalah, tekanan dan peristiwa traumatic yang
hebat, apa yang dilakukan pasien dalam mengatasi masalah
tersebut.
c. Rumusan diagnosa
a) Defisit perawatan diri
b) Harga diri rendah
c) Menarik diri
3. Fokus Intervensi
a. Defisit perawatan diri
Tujuan tindakan keperawatan agar pasien mampu:
a) Melakukan kebersihan diri sendiri secara mandiri.
b) Melakukan berhias/berdandan secara baik.
c) Melakukan makan dengan baik.
d) Melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi:
Strategi Pelaksanaan I (SP) Pasien:
a) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
b) Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
c) Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
d) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP II Pasien:
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b) Menjelaskan cara makan yang baik.
c) Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik.
d) Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian.
SP III Pasien:
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b) Menjelaskan cara eliminasi yang baik.
c) Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan
memasukkan dalam jadwal.
d) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV Pasien:
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b) Menjelaskan cara berdandan.
c) Membantu pasien mempraktekan cara berdandan
d) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP I Keluarga:
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri,
dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta
prosesnya terjadinya.
c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri.
SP II Keluarga:
a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
defisit perawatan diri.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
defisit perawatan diri.
SP III Keluarga:
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat (Discharge Planning).
b) Menjelaskan Follow Up pasien setelah pulang.
Intervensi:
Strategi Pelaksanaan I (SP) Pasien:
a) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.
b) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan.
c) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien.
d) Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih.
e) Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien.
f) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP II Pasien:
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b) Melatih kemampuan kedua.
c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP I Keluarga:
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah.
SP II Keluarga:
a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah.
SP III Keluarga:
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat (Discharge Planning).
b) Menjelaskan Follow Up pasien setelah pulang.
Intervensi:
Strategi Pelaksanaan I Pasien :
a) Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
b) Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
c) Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
d) Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
e) Menganjurkan memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP II Pasien :
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b) Memberikan kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang
c) Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP III Pasien :
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b) Memberikan kesempatan pada pasien berkenalan dengan dua
orang atau lebih
c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP I Keluarga :
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian tanda gejala isolasi sosial yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi social
SP II Keluarga :
a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung
kepada pasien isolasi sosial
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien isolasi sosial.
SP III Keluarga :
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (Discharge Planning)
b) Menjelaskan Follow Up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA