8822-Article Text-17556-1-10-20160105

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

ze Canopy 4 (2) (2015)

Canopy: Journal of Architecture

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/Canopy

SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB) DI KOTA SEMARANG


DENGAN PENEKANAN DESAIN UNIVERSAL

Partina Ayu Damayanti

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus (ABK)
Diterima Oktober 2015 yang memiliki keterbatasan dalam menjalani aktivitasnya. Menurut data statistik di Kota Semarang dari total
Disetujui November 2015 jumlah 3557 ABK baru sekitar 20% anak yang menempuh pendidikan dikarenakan belum terpenuhinya fasilitas
Dipublikasikan Desember pendidikan yang dapat mewadahi kegiatan belajar mereka. Ditinjau dari aspek strata atau jenjang pendidikan
jumlah siswa SDLB lebih banyak dibandingkan dengan jenjang lainnya, oleh karena itu dibutuhkan fasilitas
2015
sekolah dasar luar biasa yang mewadahi dari aspek fungsi dan arsitekturalnya.
________________ Kajian diawali dengan mempelajari tentang pengertian sekolah dasar luar biasa, pengertian serta karakter
Keywords: tunanetra, tunarungu dan tunadaksa, kajian tentang penerapan desain universal untuk bangunan sekolah luar
museum, seni, biasa, serta studi preseden pada beberapa sekolah luar biasa yang ada, tinjauan mengenai Kota Semarang dan
tinjauan sekolah luar biasa di Kota Semarang. Pendekatan perancangan arsitektural dilakukan dengan
kontemporer, sejarah
pemahaman karakteristik tunanetra, tunarungu dan tunadaksa, yang diimplementasikan dengan penerapan
____________________ elemen-elemen arstektural yang diperlukan sesuai dengan karakteristik masing-masing sehingga dapat membantu
aksesibilitas mereka, selain itu dilakukan pendekatan kelompok kegiatan, pendekatan kapasitas besaran ruang.
Sebagai kesimpulan, luasan program ruang yang diperlukan serta konsep desain sebagai panduan tahap desain
selanjutnya.

© 2015 Universitas Negeri Semarang

 Alamat korespondensi: ISSN 2252-679X


Gedung E3 Lantai 2 FT Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN Pendidikan luar biasa yang dimaksud


adalah pendidikan yang khusus diselengarakan
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi peserta didik yang memiliki kekurangan fisik
bagi setiap umat manusia tanpa terkecuali, (difabel) seperti tunanetra, tunarungu, tunadaksa
termasuk mereka yang memiliki keterbatasan ataupun kekurangan mental (tunagrahita).
dalam kemampuan (difabel) seperti yang Anak dengan keterbatasan fisik maupun
tertuang pada UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal mental digolongkan ke dalam Anak
5 bahwa warga negara yang memiliki kelainan Berkebutuhan Khusus (ABK), dengan
fisik, emosional, mental, intelektual dan atau pendidikan disekolah khusus, yaitu Sekolah Luar
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, Biasa (SLB), tujuan diberikannya pendidikan
yaitu pendidikan luar biasa. khusus bagi ABK adalah untuk memandirikan

1
Partina Ayu Damayanti / Canopy 4 (2) (2015)

dan memberdayakan ABK agar dapat Dalam pengumpulan data, akan diperoleh
melangsungkan kehidupannya dimasa depan. data yang kemudian akan dikelompokkan
Karena keterbatasan yang dimiliki kedalam 2 kategori yaitu :
masing-masing anak berkebutuhan khusus a. Data Primer
(ABK), akan berpengaruh pada kegiatan 1) Observasi Lapangan
akademik ABK karena sulitnya proses adaptasi Observasi lapangan
dengan lingkungan sekolah untuk anak-anak dilakukan dengan mengadakan
pada umumnya, Oleh karena itu mereka pengamatan dan pendataan
memerlukan sekolah yang dapat menunjang langsung dilokasi, untuk
semua kegiatan akademisnya dengan segala mengetahui potensi tapak
keterbatasan yang dimiliki masing – masing anak perencanaan dibangunnya
berkebutuhan khusus. bangunan Sekolah Dasar Luar
Di Kota Semarang, fasilitas untuk ABK Biasa (SDLB).
masih masih terdapat kekurangan terutama dari 2) Wawancara
segi aksesibilitas, kenyamanan, dan aspek-aspek Wawancara dilakukan
arsitektural lainnya yang dapat merespon dengan pelaku aktifitas, pihak
perilaku anak berkebutuhan khusus, Padahal pengelola dan pihak-pihak terkait.
dengan keterbatasan yang dimiliki tentunya Hal ini dilakukan untuk menggali
mereka sangat membutuhkan fasilitas data mengenai berbagai hal yang
pendidikan dengan sarana yang memadai. berkaitan langsung dengan studi
Berdasarkan pertimbangan kebutuhan banding.
dan keinginan untuk menciptakan sebuah b. Data Sekunder
fasilitas pendidikan yang ideal dari segi arsitektur Data sekunder merupakan studi
dengan menggunakan prinsip desain universal literatur atau studi kepustakaan melalui
yaiu pendekatan desain untuk menghasilkan sumber-sumber terulis seperti buku,
fasilitas dan juga produk bagi semua orang brosur dan internet yang berkaitan
(sebagai pengguna) secara umum, tanpa batasan dengan studi banding perencanaan dan
fisik, khususnya untuk anak tunanetra, perancangan Sekolah Dasar Luar Biasa
tunarungu dan tunadaksa usia sekolah dasar 6 (SDLB) di Semarang, yang dilakukan
sampai 12 tahun, yang sangat memerlukan untuk memperoleh landasan teori,
pendidikan untuk mengembangkan dirinya, standar perencanaan dan kebijakan
sehingga nantinya juga dapat lebih perencanaan dan perancangan.
memandirikan dan memberdayakan para siswa
dengan keterbatasan yang dimiliki.
LANDASAN KONSEP
METODE PEMBAHASAN
Pengertian Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Metode pembahasan yang digunakan
Sekolah luar biasa adalah pendidikan luar
dalam penyusunan program dasar perencanaan
biasa setingkat sekolah dasar yang menampung
dan konsep perancangan arsitektur dengan judul
dan melayani pendidikan anak dari beberapa
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Di Kota
Semarang Dengan Penekanan Desain Universal macam kebutuhan dalam satu lembaga.
ini adalah metode deskriptif, yaitu menguraikan Kelompok anak berkebutuhan khusus yang
dan menjelaskan data kualitatif yang kemudian ditampung dalam program ini adalah tunanetra,
dianalisa sehingga diperoleh suatu pendekatan tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, cacat ganda
program perencanaan dan perancangan untuk dan autis. Program SDLB ini didirikan untuk
selanjutnya di gunakan sebagai acuan dalam meningkatkan pemerataan pelayanan pendidikan
perencanaan dan perancangan bangunan berkebutuhan khusus.
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) di Kota Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Semarang. Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 Tentang
2
Partina Ayu Damayanti / Canopy 4 (2) (2015)

Pendidikan Luar Biasa Pasal 4 angka 1 Tunanetra menurut Kaufman &


menyebutkan bahwa, Hallahan adalah individu yang memiliki
“Sekolah Dasar Luar Biasa adalah bentuk lemah penglihatan atau akurasi
satuan pendidikan bagi penyandang kelainan penglihatan kurang dari 6/60 setelah
yang menyiapkan siswanya untuk dapat dikoreksi atau tidak lagi memiliki
mengikuti program Sekolah Lanjutan Tingkat penglihatan. Karena tunanetra memiliki
Pertama Luar Biasa atau Sekolah Lanjutan keterbatasan dalam indra penglihatan
Tingkat Pertama”. maka proses pembelajaran menekankan
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Bagian pada alat indra yang lain yaitu indra
peraba dan indra pendengaran.
ABD adalah lembaga pendidikan bagi peserta
2. Tunarungu
didik dengan usia sekolah dasar yaitu umur 6
Tunarungu merupakan
sampai dengan 12 tahun, seperti yang termuat
gangguan pendengaran baik permanen
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
maupun tidak permanen. Anak
Nomor 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar
tunarungu adalah anak yang mengalami
Biasa pasal 17 angka 2 menyebutkan bawa usia
gangguan pendengaran dan percakapan
anak sekolah dasar untuk dapat diterima sebagai
dengan derajat pendengaran yang
siswa pada Sekolah Dasar Luar Biasa sekurang- berfariasi antara 27dB –40 dB dikatakan
kurangnya berusia enam tahun. sangat ringan 41 dB – 55 dB dikatakan
ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan sedang,
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus 71 dB – 90 dB dikatakan berat, dan 91 ke
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan atas dikatakan tuli. Secara fisik, anak
istilah lain yang digunakan untuk menggantikan tunarungu tidak berbeda dengan anak
kata Anak Luar Biasa (ALB), Anak normal pada umumnya, sebab orang
Berkebutuhan Khusus mempunyai karakteristik akan mengetahui bahwa anak
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. menyandang ketunarunguan pada saat
Suran dan Rizzo (1979) mengartikan anak berbicara, mereka berbicara tanpa suara
berkebutuhan khusus adalah anak yang secara atau dengan suara yang kurang atau
signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang tidak jelas artikulasinya, atau bahkan
penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka tidak berbicara sama sekali, mereka
secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial hanya menggunakan bahasa isyarat.
terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan Batasan ketunarunguan tidak saja
(kebutuhan) dan potensinya secara maksimal, terbatas pada yang kehilangan
meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai pendengaran sangat berat, melainkan
mencakup seluruh tingkat kehilangan
gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental,
pendengaran dari tingkat ringan, sedang,
dan juga gangguan emosional. Juga anak-anak
berat sampai sangat berat. Menurut
yang berbakat dengan inteligensi yang tinggi,
Moores (1978), definisi ketunarunguan
dapat dikategorikan sebagai anak khusus atau
ada dua kelompok, pertama, seorang
luar biasa karena memerlukan penanganan yang
dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan
terlatih dari tenaga profesional. Terdapat kemampuan mendengar pada tingkat 70
karakteristik khusus anak berkebutuhan khusus dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat
yaitu : mengerti pembicaraan orang lain
1. Tunanetra melalui pendengarannya baik dengan
Tunanetra adalah individu yang ataupun tanpa alat bantu mendengar.
memiliki gangguan pada indra Kedua, seseorang dikatakan kurang
penglihatan. Tunanetra dapat dengar (hard of hearing) bila kehilangan
diklasifikasikan kedalam dua golongan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia
yaitu, anak buta total (Blind) dan anak mengalami kesulitan untuk memahami
sedikit penglihatan (low vision). Definisi pembicaraan orang lain melalui
3
Partina Ayu Damayanti / Canopy 4 (2) (2015)

pendengarannya baik tanpa maupun ruang, aktivitas, kebutuhan ruang, besaran


dengan alat bantu mendengar. ruang, program ruang, persyaratan ruang.
3. Tunadaksa b. Pendekatan Keruangan
Anak tunadaksa sering disebut dengan Dasar pendekatan ruang adalah
istilah anak cacat tubuh, cacat fisik atau kelengkapan dan spesifikasi sebuah ruang
gangguan fisik, dan cacat ortopedi. pada Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna Tipe A Tunanetra B Tunarungu D
yang berarti rugi atau kurang dan daksa Tunadaksa dengan menggunakan
yang berarti tubuh“. Gangguan fisik atau karakteristik ruang sesuai dengan
cacat tubuh mempunyai pengertian yang penggunan yang dapat membedakan pada
luas dimana secara umum dikatakan setiap ruang di sebuah sekolah dasar luar
ketidakmampuan tubuh secara fisik biasa (SDLB).
untuk menjalankan fungsi tubuh seperti c. Pendekatan Aspek Teknis
dalam keadaan normal. Dalam hal ini Dasar Pendekatan Teknis adalah
yang termasuk gangguan fisik adalah spesifikasi secara teknis yang nantinya
anak-anak yang lahir dengan cacat fisik digunakan untuk perencanaan dan
bawaan seperti anggota tubuh yang tidak perancangan desain sekolah dasar luar
lengkap, anak yang kehilangan anggota biasa (SDLB).
badan karena amputasi, anak dengan d. Pendekatan Aspek Kinerja
gangguan neuro muscular seperti celebral Aspek kinerja adalah dasar
palsy, anak dengan gangguan senso Pendekatan aspek utilitas yang nantinya
motorik (alat penginderaan) dan anak- digunakan untuk perencanaan dan
anak yang menderita penyakit kronis. perancangan dalam sebuah desain.
e. Pendekatan Arsitektural
Dasar Pendekatan Aspek arsitektural yang akan
Dasar pendekatan program perencanaan ditampilkan pada Sekolah Dasar Luar
dimaksudkan sebagai acuan dalam menyusun Biasa (SDLB) Tipe A Tunanetra B
landasan program perencanan dan perancangan Tunarungu D Tunadaksa di Kota
arsitektur Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tipe Semarang ini adalah konsep Desain
A Tunanetra B Tunarungu D Tunadaksa di Kota Universal.
Semarang dengan Penekanan Desain Universal.
Dengan pendekatan ini diharapkan dalam Pendekatan Desain Universal
perancangan “Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Desain universal merupakan sebuah
di Kota Semarang” akan lebih mendekati dan pendekatan desain untuk menghasilkan fasilitas
memenuhi persyaratan pembangunan sebuah dan juga produk bagi semua orang (sebagai
bangunan fasilitas pendidikan untuk anak pengguna) secara umum, tanpa batasan fisik,
berkebutuhan khusus di Kota Semarang. rentang usia, dan juga jenis kelamin. Universal
Dasar pendekatan yang diperlukan adalah desain memberikan respon desain yang sangat
: tepat bagi penyandang cacat tubuh.
a. Pendekatan Fungsional Penerapan prinsip desain universal pada
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) bangunan sekolah dasar luar biasa (SDLB)
Tipe A Tunanetra B Tunarungu D diharapkan dapat menjadikan bangunan sekolah
Tunadaksa di Kota Semarang merupakan ini merespon baik terhadap semua kegiatan anak
fasilitas pendidikan, yang berfungsi berkebutuhan khusus, khususnya anak tunanetra,
sebagai bangunan sekolah yang dilengkapi tunarungu dan tunadaksa.
dengan fasilitas pendukungnya seperti Prinsip – prinsip universal desain yang
fasilitas terapi dan ketrampilan. Dasar akan diterapkan pada bangunan sekolah dasar
pendekatan fungsional berisi tentang site luar biasa (SDLB) adalah sebagai berikut :
terpilih, kepemilikan, pelaku, sirkulasi 1) Equitable use (penggunaan yang merata atau
adil)
4
Partina Ayu Damayanti / Canopy 4 (2) (2015)

Menerapkan prinsip equitable use pada produk bagi semua orang (sebagai pengguna)
sirkulasi bangunan, ukuran ruang serta secara umum, tanpa batasan fisik, baik anak
elemen bangunan agar dapat digunakan tunanetra, tunarungu maupun tunadaksa.
oleh tunanetra, tunarungu dan tunadaksa. Tampilan bangunan sekolah dasar luar
2) Flexibility in use (dapat digunakan oleh biasa (SDLB) dengan penekanan desain universal
semua pengguna) merupakan bangunan yang bersifat pendidikan
Menerapkan prinsip flexibility in use pada dan terapi, oleh karena itu diciptakan sebuah
desain ruang kelas dan ruang terapi agar bangunan yang dapat mencerminkan bangunan
dapat digunakan oleh semua pengguna pendidikan dan terapi yang dapat membuat anak
dengan kegiatan yang berbeda. didiknya merasa senang dan nyaman dengan
3) Simple and intuitive us (penggunaan yang menerapkan prinsip desain universal untuk
mudah dan otomatis) menciptakan tampilan fasad yang menarik.
Menerapkan prinsip simple and intuitive us Massa bangunan sekolah dasar luar
pada wayfinding dan petunjuk arah serta biasa (SDLB) tidak hanya terdiri dari satu massa
pada fasilitas pendukung bangunan sekolah bangunan, namun terdiri dari beberapa massa
agar dapat digunakan dengan mudah. yang sesuai dengan jenis kelompoknya masing –
4) Perceptible information (kejelasan informasi) masing, yaitu bangunan utama, yaitu untuk
Menerapkan prinsip perceptible kegiatan utama akademik, ketrampilan dan
information pada elemen – elemen bangunan terapi, bangunan pengelola, yaitu untuk kegiatan
sekolah yang disesuaikan dengan kondisi pengelola, bangunan penunjang, yaitu untuk
tunanetra, tunarungu dan tunadaksa. kegiatan penunjang akademik dan asrama.
5) Tolerance for error (mampu menerima Penataan lansdcaping bangunan untuk
kesalahan) sekolah dasar luar biasa (SDLB) di desain agar
Menerapkan prinsip tolerance for error dapat digunakan oleh semua pengguna
pada desain bangunan dengan memikirkan bangunan, desain landscap harus menyesuaikan
dampak yang tidak diinginkan. dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus,
6) Low physical effort (sedikit upaya fisik) khususnya anak tunanetra, tunarungu dan
Menerapkan prinsip low physical effort tunadaksa sebagai pengguna utama, mendesain
pada desain bangunan, misalnya dengan pola landscape bangunan yang tidak rumit dan
mendesain ketinggian ram yang tidak curam teratur serta aksesible untuk memudahkan
sehingga tidak menyulitkan aksesibilitas aksesiblitas anak berkebutuhan khusus.
siswa berkebutuhan khusus.
7) Appropriate size and space (ukuran dan ruang Lokasi Terpilih
yang tepat) Lokasi tapak berada dijalan Gendong
Menerapkan prinsip appropriate size and Raya, Tembalang Semarang, lokasi tersebut
space pada desain ruang yang ada pada berdekatan dengan fasilitas pendidikan. Dengan
bangunan sekolah dasar luar biasa dengan luas tapak ± 2,6 Ha dan kondisi tapak yang relatif
memperhatikan ukuran ruang dengan datar .
ukuran penggunanya misalnya siswa
tunadaksa yang menggunakan kursi roda. Batasan site
Utara : Bangunan Toko
Pendekatan Arsitektural Timur : Permukiman Penduduk
Ditinjau dari kebutuhan anak Selatan : Agen Taksi
berkebutuhan khusus yang memerlukan fasilitas Barat : Sekolah Islam Darul Muwahidin
khusus, konsep desain universal diperlukan
dalam perancangan desain bangunan sekolah Kondisi Eksisting : Lahan kosong
dasar luar biasa (SDLB) di Kota Semarang. Kondisi Tapak : Datar
Desain universal adalah sebuah pendekatan
desain untuk menghasilkan fasilitas dan juga
5
Partina Ayu Damayanti / Canopy 4 (2) (2015)

Gambar 2. Siteplan

Dengan persyaratan sesuai dengan


peraturan daerah kota Semarang nomor 11 tahun Gambar 3. Situasi
2004 tentang rencana detail tata ruang kota
(RTDRK) kota Semarang bagian wilayah kota VI
(Kecamatan Tembalang).

a. Tata guna lahan diperuntukan sebagai pusat


kegiatan pendidikan dengan skala ragional.
b. Koefisien dasar bangunan (KDB) untuk
fasilitas umum pendidikan adalah 40 %.
c. Ketinggian bangunan 4 lantai.
d. Koefisien lantai bangunan (KLB) 1,6
e. Garis sempadan bangunan (GSB) 29 meter
karena berada di jalan arteri sekunder.
Gambar 4. Perspektif Tampak Atas
HASIL PRA RANCANGAN

6
Partina Ayu Damayanti / Canopy 4 (2) (2015)

Gambar 9.Perspektif

Gambar 5.Tampak Kawasan

Gambar 10.Perspektif Asrama

Gambar 6.Entrance Utama

Gambar 11.Perspektif Interior Kelas

Gambar 7. Perspektif

Gambar 12.Perspektif Koridor Sekolah

DAFTAR PUSTAKA

Adler, david. 1999. Metric Handbok Palnning and


Design Data. Oxford: Architectural Press.
Amin, M. & Kusumah, I. 1991. Pendidikan Luar
Gambar 8.Massa Bangunan E Tunarungu Biasa 6 (Pendidikan

7
Partina Ayu Damayanti / Canopy 4 (2) (2015)

Tunadaksa). Terjemahan. Bandung: Program Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah


Studi PLB FKIP UNINUS. Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah
Boothroyd, Arthur. 1982. Hearing Impairments in Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).
Young Children, Prentice Hall, Inc. Keputusan Menteri PU RI Nomor: 468/ Kpts/ 1998
Englewood Cliffs,N. J. 07632 Tanggal: 1 Desember 1998 Tentang
Corn & Koenig. 1996. Foundation of Low Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada
Vision: Clinical and Functional Bangunan Umum dan Lingkungan.
AAAAAPersfectives. New York: American Republik Indonesia. 1991. Undang-Undang Nomor 72
Foundation for the Blind Press. Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa.
Hallahan dan Kaufman. 1994. Exceptional Children Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Nomor 17
Introduction to Special Education. USA: Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan
ALLyn and Bacon. Penyelenggaraan Pendidikan.
Harrison, William C. 2010. Exceptional Children Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 20
Facilities Planner AAAA(Guidelines For Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Designers). North Wilmington Street: Nasional.
Department of AAAAPublic Instruction. Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 20
Hernawati, Tati. 2000. Program layanan dasar Pasal 15 Tahun 2003 Tentang Sistem
bimbingan dalam mengembangkan perilaku Pendidikan Nasional.
sosial siswa tunarungu jenjang SLTPLB di Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 20
SLB, Tesis. UPI Bandung, Tidak diterbitkan. Pasal 32 Ayat 1 Tahun 2003 Tentang Sistem
Mangunsong, Frieda, dkk. (1998). Psikologi dan Pendidikan Nasional.
Pendidikan Anak Luar Biasa. Depok: LPSP3 Republik Indonesia. 2005. Undang-Undang Nomor 19
UI. Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Moores, Donald F. 2001, Educating The Deaf, Pendidikan.
Psychology, Principles and Practice, Boston, UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 tentang sistem
New York: Houghtou Mifflin Company. pendidikan nasional.
Musjafak, Assjari. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna ArchDaily, Broadcasting Architecture Worldwide:
Daksa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Architecture News, Competitions And
PPTG. Projects. 2015. UCD Student Centre.
Neufert. Ernst. 1996. Data arsitek. Jakarta: Erlangga. http://archdaily.com
Preiser F.E, Wolfgang; Smith, Korydon H. 2001. BP-DIKSUS (Balai pengembangan pendidikan
Universal Design Handbook, United States: Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Architectural Record. Tengah). 2015. Data Statistik Sekolah.
Schools and Families (DSCF), Department for http://bpdiksus.org/v2/index.php?page=seko
Children. 2008. Designing for disabled children lah&cari=33
and children with special educational needs: Djaja Rahardja. 2012. Pendidikan Luar Biasa Dulu
Design Guidance for Mainstream and Special Dan Sekarang. http://Djadja Rahardja
Schools. Department For Children, Schools Pendidikan Luar Biasa Dulu Dan
and Families. TSO (The Stationery Office). Sekarang.htm
School Planning Section. 2010. Exceptional Children OECD Centre For Effective Learning Environments
Facilities Planner Guidelines For Designers. (CELE). 2006. Seoul National School for the
North Wilmington: Department of Public Blind. http://edfacilitiesinvestment-
Instruction. db.org/facilities/185
Soemantri, Sutjihati.1996. Psikologi Anak Luar Biasa. UWinnipeg Earns Accessibility Award from the
Jakarta: Departemen Pendidikan dan City.Oct/16.
Kebudayaan. http://www.uwinnipeg.ca/index/news-
Story, Molly Follete, 1998, The Universal Design File: app?menu=no&limit=5&offset=45
Designing for People of All Ages and Abilities,
North Carolina State University.
Suran, S.G and Rizzo J. 1979. Being Deaf: The
Experience of Deafnes. London: Pinter Press.
Mendiknas RI Nomor 33 Tahun 2008 Tentang Standar
Sarana Dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar

Anda mungkin juga menyukai