Ismayu Nahdiar Sari - 160153601302 - SKRIPSI - Kirim

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

PENGGUNAAN METODE TOILET TRAINING DALAM MELATIH KEMANDIRIAN

ANAK PADA ANAK USIA DINI

SKRIPSI

OLEH

ISMAYU NAHDIAR SARI

160153601302

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH

PRODI S1 PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

DESEMBER 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian
Anak merupakan penerus kehidupan bagi orang tuanya, sehingga anak harus
mendapatkan perhatian khusus untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Tumbuh kembang pada anak merupakan proses yang berkesinambungan dari proses fertilisasi
sampai usia dewasa (Soetjiningsih dkk, 2013). Lima tahun pertama selama anak berada di dunia
merupakan masa emas (golden age) baginya. Maka usia tersebut perlu di maksimalkan terutama
yang menyangkut pendidikan karakter anak. Usia prasekolah merupakan masa yang paling aktif
dimana anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar mengenai sesuatu yang baru dan mulai
belajar bagaimana untuk berkomunikasi dengan orang lain, belajar menyampaikan sesuatu
dengan jelas tentang keinginannya. (Wong & Hockenberry, 2008) menjelaskan bahwa usia
prasekolah adalah usia diantara periode umur 3 sampai 6 tahun, waktu dimana kekritisan dalam
perkembangan emosional dan psikologi anak.
Dalam tahapan masa tumbuh kembang anak prasekolah, banyak problem yang akan
dihadapi orang tua salah satunya adalah dalam masalah berkemih yaitu enuresis (mengompol).
Enuresis atau mengompol adalah keluarnya air urin yang tidak disadari oleh anak yang mana
seharusnya anak dalam usia tersebut tidak mengompol lagi. Enuresis (mengompol) memberikan
pengaruh buruk baik secara psikologis dan sosial sehingga bisa mengganggu kehidupan seorang
anak dan mempengaruhi kualitas hidupnya saat dewasa. Menurut Wong & Hockenberry (2008)
apabila masalah enuresis diabaikan dan tidak segera diatasi hal ini akan berpengaruh bagi anak
seperti anak akan menjadi tidak percaya diri, malu dan hubungan sosial dengan teman akan
terganggu.
Prevelensi enuresis bervariasi di berbagai negara. Menurut data WHO (Word Health
Organization) didapatkan 5-7 juta anak di dunia mengalami enuresis nokturnal dan sekitar 15%-
25% terjadi pada umur <5 tahun. Menurut data ASEAN terdapat sekitar 2 juta anak mengalami
enuresis yang terjadi pada usia sekitar 2-4 tahun. Dari seluruh kejadian enuresis didapatkan 80%
adalah enuresis nokturnal. 20% enuresis diurnal dan sekitar 15%-20% anak yang mengalami
enuresis nokturnal juga mengalami enuresis diurnal (Setiowati, 2018). Penelitian yang dilakukan
oleh Buston (2017), dalam Mahakam Nursing Journal Vol.2 juga mengemukakan bahwa di
Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30% dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia
diperkirakan jumlah balita yang masih susah mengontrol buang air besar dan buang air kecil
diusia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Kejadian anak mengompol lebih besar jumlah
presentase anak laki-laki yaitu 60% dan anak perempuan 40%. Fenomena ini disebabkan oleh
pengetahuan dan peran ibu yang kurang memahami tentang cara melatih buang air besar dan
buang air kecil, pemakaian popok sekali pakai dan adanya saudara baru.
Salah satu upaya untuk mengatasi enuresis adalah dengan menggunakan pendekatan
metode Toilet Training. Toilet Training merupakan program pelatihan bantu diri bagi anak usia
dini dalam melakukan buang air kecil (BAK). Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya
dengan membahas pentingnya metode toilet training dalam mengatasi kebiasaan enuresis atau
mengompol pada anak usia dini. Penelitian dilakukan oleh Dita Wasthu Prasida dkk (2010),
membahas tentang pentingnya persepsi ibu tentang toilet training pada studi kasus di kota
Semarang. Persepsi atau pengetahuan ibu tentang toilet training juga berpengaruh dalam
penanganan masalah enuresis. Karena orang tua/ibu merupakan orang yang paling dekat dengan
anak sehingga dapat mengontrol secara langsung tentang kebiasaan buruk anaknya. Pada
penelitian ini, persepsi atau pengetahuan ibu tentang toilet training masih cukup minim yaitu dari
lima ibu yang memiliki anak, tiga ibu belum pernah sama sekali melatih anak dalam buang air
dan anak mereka masih sering mengompol. Dengan adanya pelatihan atau penambahan wawasan
toilet training, para ibu dapat lebih tepat dan menerapkan langsung kepada anak dengan dampak
yang positif.
Penelitian yang sama tentang pengetahuan toilet training dilakukan oleh Istianah dkk
(2014:28-33), penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu
dengan kemampuan toilet training anak usia dini. Dari hasil analisis diperoleh bahwa
pengetahuan ibu terhadap toilet training memiliki hubungan dengan kesiapan orang tua/ibu
dalam menghadapi perkembangan sosial-emosional anak yang salah satunya adalah pola atau
kebiasaan buang air besar dan buang air kecil pada anak mereka.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Juliana A dkk (2009:11), membahas tentang
penerapan metode toilet training pada anak usia dini di Taman Kanak-Kanak Negeri Selimbau.
Pada penelitian ini dilakukan pendekatan melalui observasi atau pengamatan secara langsung
dan wawancara pada 33 anak TK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan toilet
training pada anak usia 4-5 tahun di Taman Kanak-Kanak Negeri Selimbau memberikan
pengaruh positif pada anak untuk menjaga kebersihan tubuh dan kebersihan lingkungan sekolah.
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di TK Laboratorium UM Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang masih terdapat anak yang memiliki kemandirian kurang, dengan
perilaku yang ditunjukkan seperti: segala sesuatu harus dibantu oleh guru, memakai celana
dengan bantuan guru, pipis di celana dan buang air besar maupun air kecil masih dibantu oleh
guru. Seharusnya perkembangan anak pada usia 1-5 tahun berada pada fase dimana anak mulai
mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Dari 15 anak didalam satu kelas, rata-
rata terdapat 2-3 anak yang masih mengalami masalah enuresis atau kebiasaan mengompol.
Seharusnya pada saat dorongan untuk buang air kecil muncul, anak segera pergi ke toilet. Tetapi
terkadang anak berusaha menunda-nunda buang air kecil yang menyebabkan anak mengompol di
celana karena berbagai alasan, misalnya karena malas ke toilet, takut ke toilet, cemas dan takut
ketika berada di toilet, tidak bisa buang air kecil sendirian, atau meminta izin kepada pendidik
PAUD untuk buang air kecil. Selain itu, faktor pengetahuan orang tua dan guru terhadap cara
penanganan enuresis juga berpengaruh terhadap kebiasaan buang air kecil pada anak usia dini.
Di sini orang tua maupun guru sangatlah berpengaruh untuk mendorong anak mandiri
sesuai dengan usianya, untuk hal-hal yang paling sederhana dari anak makan sendiri, buang air
besar maupun kecil pada tempatnya, sampai ke hal-hal yang lainnya. Anak-anak berkembang
dengan kemandirian dan bertanggungjawab secara normal akan memiliki kecenderungan positif
pada masa depan. Ia akan cenderung berprestasi dan punya percaya diri. Di lingkungan keluarga
dan sosial, anak yang mandiri akan mudah menyesuaikan diri (environment adjustment) sehingga
ia akan mudah diterima anak-anak dan teman-teman di sekitarnya (Novita, 2007 : 177). Salah
satu pembiasaan di lembaga PAUD untuk melatih kemandirian anak adalah dengan toilet
training agar anak terbiasa buang air besar atau kecil pada tempatnya tanpa bantuan dari guru.
Oleh karena itu dibutuhkan adanya kerjasama antara guru dengan orang tua agar kegiatan toilet
training tersebut dapat berhasil. Dengan melakukan program toilet training berbagai masalah
tersebut diharapkan dapat diatasi dan dapat melatih kemandirian anak dimasa perkembangannya
sehingga dengan kemandirian yang baik diharapkan mampu mengurangi kebiasaan mengompol
pada anak usia dini.
Berdasarkan hasil pemaparan tersebut, peneliti mencoba menelaah pengaruh penggunaan
toilet training terhadap kemandirian anak dalam melakukan buang air kecil, sehingga mampu
menstimulasi kemandirian dan psikologi anak usia dini. Hasil studi kasus tersebut selanjutnya
akan diketahui lebih dalam melalui penelitian yang berjudul “Penggunaan Metode Toilet
Training Dalam Melatih Kemandirian Anak Pada Anak Usia Dini”

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Apa saja gejala dan faktor-faktor penyebab kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak di
TK Laboratorium Universitas Negeri Malang.
2. Bagaimana tingkat pengetahuan orang tua dan guru terhadap metode toilet training.
3. Bagaimana penggunaan metode Toilet Training untuk melatih kemandirian pada anak usia
dini di TK Laboratorium Universitas Negeri Malang.
4. Bagaimana pengaruh metode toilet training pada kemandirian anak usia dini di TK
Laboratorium UM

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah “untuk
mengetahui pengaruh penggunaan metode Toilet Training dalam melatih kemandirian anak usia
dini”.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menerapkan pengetahuan penggunaan metode toilet
training untuk melatih kemandirian anak usia dini, yang akan berpengaruh terhadap
kebiasaan enuresis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Memberi pengetahuan dan wawasan bagi guru terkait penggunaan metode toilet training
untuk melatih kemandirian anak usia dini, yang akan berpengaruh terhadap kebiasaan
enuresis di TK Laboratorium Universitas Negeri Malang.
b. Bagi Anak Didik
Mengenalkan penggunaan metode toilet training untuk melatih kemandirian anak usia
dini, yang akan berpengaruh terhadap kebiasaan enuresis.
c. Bagi peneliti lain memberi informasi dan pengetahuan terkait tentang toilet training.

E. Definisi Istilah
1. Toilet Training
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam
melakukan buang air kecil dan buang air besar, termasuk cara-cara dan tempat anak melakukan
kegiatan tersebut (Chaplin, 2011:512). Latihan ini hendaknya dimulai pada waktu anak berusia
15 bulan dan kurang bijaksana bila usia kurang dari 15 bulan dilatih karena dapat
menimbulkan pengalaman-pengalaman traumatik. Program ini dapat dilaksanakan oleh orang
tua dan khususnya pendidik PAUD secara terprogram.
2. Enuresis (Mengompol)
Enuresis (mengompol) merupakan pengeluaran urin secara involunter dan berulang yang
terjadi pada usia yang diharapkan dapat mengontrol proses buang air kecil, tanpa disertai
kelainan fisik yang mendasari. Kata enuresis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti
“menghasilkan air” (Soetjiningsih, 2013). Bagi anak, sering mengompol merupakan hal yang
sangat memalukan. Gangguan enuresis terjadi bila anak tanpa terkendali membuang urine (air
kencing) pada pakaian atau tempat tidur dimana anak seharusnya dapat mengendalikan air
kencingnya.
3. Kemandirian Anak
Kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengarahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada
orang lain secara emosional sehingga mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-
tugasnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Kemandirian anak tercemin
melalui kemampuan:
a. Mengungkapkan keinginan untuk BAK/BAB
b. Melakukan BAK dan BAB secara benar
c. Menggunakan air seperlunya
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Metode Toilet Training Pada Perkembangan Anak Usia Dini


1. Pengertian Toilet Training
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training ini dapat
berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan – 3 tahun. Dalam proses toilet
training, diharapkan terjadi pengaturan impuls atau rangsangan dan instink anak dalam
melakukan kegiatan buang air kecil dan perlu diketahui bahwa buang air kecil merupakan
suatu alat pemuasan untuk melepaskan ketegangan dengan latihan ini anak diharapkan dapat
melakukan usaha penundaan pemuasan. Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada
setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnya toilet training
tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga, seperti kesiapan fisik, dimana
kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu (Hidayat, 2009).
Hal ini dapat ditunjukan anak mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak
untuk dilatih buang air kecil, demikian juga kesiapan psikologis dimana anak membutuhkan
suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk
buang air kecil. Persiapan kognitif pada anak juga dapat membantu dalam proses buang air
kecil. Hal ini dapat ditunjukan apabila anak memahami arti buang air kecil sangat
memudahkan dalam proses pengontrolan, anak dapat mengetahui kapan saatnya harus buang
air kecil, kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam
mengontrol khususnya buang air kecil. Program pelatihan bantu diri bagi anak usia dini dalam
melakukan BAK dapat dilaksanakan oleh orang tua dan khususnya pendidik PAUD secara
terprogram.
Menurut Novan Wiyani dalam buku mengelola dan mengembangkan kecerdasan sosial
dan emosional anak usia dini, menjelaskan bahwa perkembangan anak usia dini dapat diasah
melalui keterampilan dalam toilet training. Langkah-langkah yang dilakukan dalam program
toilet training dimulai dengan : (1) menjelaskan mengapa manusia melakukan BAK dan BAB
dengan bantuan media pembelajaran, (2) menjelaskan apa dampaknya jika sering menunda-
nunda ataupun menahan BAK dan BAB dengan bantuan media pembelajaran, (3) Mengajak
anak secara berkelompok dan bergiliran (berdasarkan jenis kelaminnnya) mengunjungi toilet,
(4) menjelaskan fungsi toilet kepada anak, (5) mengenalkan kepada anak berbagai peralatan
yang ada di toilet beserta masing-masing fungsinya, (5) mendemonstrasikan penggunaan
bermacam-macam peralatan yang ada di toilet, (6) mengajarkan doa sebelum dan sesudah
masuk toilet, (7) menjelaskan konsep bersuci (thoharoh) kepada anak dengan bantuan media
pembelajaran. (8) menjelaskan cara-cara bersuci kepada anak secara berkelompok
(berdasarkan jenis kelaminnya), (8) meminta kepada anak secara berkelompok (berdasarkan
jenis kelaminnya) untuk memainkan drama (roleplay) dengan tema “bersuci”, (9) memberikan
refleksi terhadap drama yang telah dimainkan anak, (10) meminta kepada anak untuk
menyebutkan langkah-langkah apa yang harus dilakukan ketika hendak, sedang, dan sesudah
BAK atau BAB, (11) memotivasi anak untuk BAK atau BAB sesuai dengan ajaran Islam.
Berdasarkan program tersebut, pada penelitian ini akan menerapkan keterampilan dalam
toilet training yang memiliki konsep dengan merujuk pada langkah langkah diatas, dimana
nantinya akan dilakukan analisis terhadap perubahan kebiasaan enuresis/BAK pada anak usia
dini.
2. Manfaat Kemandirian Toilet Training Bagi Anak
Kata kemandirian berasal dari kata dasar “diri” yang mendapatkan awalan ke dan akhiran
an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Individu yang mandiri
adalah individu yang berani mengambil keputusan dengan dilandasi oleh pemahaman akan
segala konsekuensi dari tindakannya (Ali, 2004 : 110).
Stein dan Book (dalam 2002: 105) mengemukakan kemandirian adalah kemampuan untuk
berdiri dengan kedua kaki sendiri, mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir
dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang
mandiri mengandalkan dirinya dalam merencanakan dan membuat keputusan penting dan mau
bertanggung jawab, bertanggung jawab atas kehidupan pribadi, menjadi diri sendiri dan
menentukan arah sendiri. Kemandirian diperoleh melalui perkembangan yang bertahap dan
berjalan terus menerus, yang pada taraf selanjutnya akan mengurangi ketergantungan pada
orang lain atau orang dewasa lain. Dimana kesanggupan sebagai individu yang mandiri harus
diawali dari kemauan untuk dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab terhadap perilakunya.
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa.
Kemandirian untuk anak usia dini adalah karakter yang dapat menjadikan anak yang berusia 0-
6 tahun dapat berdiri sendiri, tidak tergantung dengan orang lain khususnya yang orang tua,
kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit
bimbingan dari orang lain, yang sesuai dengan tahapan dan kapasitas perkembangannya.
Apabila seseorang anak usia dini telah mampu melakukan tugas perkembangan, temasuk
dalam kegiatan toilet training maka ia telah memenuhi syarat kemandirian (Wiyani, 2013:28).
Pada umumnya, ketika anak memasuki taman kanak-kanak anak mulai dituntut untuk
mengatasi ketergantungan pada orang tua atau pengasuhnya. Anak mulai menolong dirinya
sendiri seperti menggunakan toilet, memakai pakaiannya sendiri, memakai sepatunya sendiri
dan hal-hal lainnya, sehingga anak ingin mengerjakan segala sesuatu sendiri karena merasa
sudah bisa atau terbiasa, serta anak merasa sudah besar dan menghargai dirinya (self-esteem).
Namun tidak semua anak memiliki tingkat kemandirian yang sama. Cara yang dapat digunakan
untuk melatih kemandirian anak salah satunya adalah dengan kegiatan toilet training.
Mengompol atau enuresis adalah kegagalan dari ketidakmampuan anak dalam menjalankan
toilet training secara mandiri. Hal ini dapat terjadi, karena mereka terbiasa dibantu oleh orang
tua atau orang lain dalam melakukan kegiatan yang seharusnya mulai dapat dilakukan secara
sendiri. Proses pembelajaran toilet training berbasis kemandirian menjadi hal penting diajarkan
kepada anak tujuannya ketika dewasa nanti masalah enuresis tidak sampai terjadi.
Namun kemandirian anak dalam toilet training tidak muncul begitu saja melainkan dengan
latihan dari hal-hal yang mudah secara pelan dan kontinyu. Bagi para orang tua harus dengan
kesabaran serta menghindari pemanjaan dan menuruti semua kehendak anak karena hal ini
merupakan penghambat kemandirian. Orang tua dan guru dapat mengarahkan, menjelaskan,
memberikan contoh, dan menjalin komunikasi dengan anak sehingga masalah enuresis dapat
teratasi.
3. Toilet Training Bagi Kemandirian Anak
Kemandirian berarti tidak bergantung kepada orang lain (Idrus, 1997:224). Kemandirian
adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat mengusahakan dan berbuat sesuatu atas
kesadaran dan usaha sendiri, dan ia tidak mudah menggantungkan dari kepada orang lain
(Siswanto, 2010:52).
Toilet training pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan yang seharusnya dapat
dilaksanakan oleh anak usia dini dalam kesehariannya, sejak dia bangun tidur kemudian
melakukan aktivitas kamar mandi dan seterusnya hingga pulang dari sekolah. Namun pada
kenyataannya beberapa anak masih memiliki ketergantungan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Toilet training merupakan kegiatan pelatihan yang diadakan untuk memberikan
berbagai keterampilan bantu diri bagi anak usia dini sehingga dapat melatih dan meningkatkan
kemandirian anak, karena toilet training melatih pembiasaan anak dan melatih kesiapan
kebutuhan mereka secara mandiri.
Pada kasus buang air kecil disadari ataupun tidak, anak usia dini sering sekali mengalami
masalah ketika hendak, sedang, dan sesudah melakukan buang air kecil. Biasanya pada saat
dorongan untuk buang air kecil muncul, anak segera pergi ke toilet. Tetapi biasanya pula anak
berusaha menunda-nunda buang air kecil karena berbagai alasan. Jika dipelajari, sebenarnya
masalah menunda-nunda buang air kecil serta masalah ketidakmampuan anak ketika buang air
kecil terkait erat dengan perkembangan kemandirian anak. Berbagai masalah terkait buang air
kecil tersebut dapat diatasi dengan melakukan program toilet training. Pada toilet training
orang tua dan guru dapat mengarahkan, menjelaskan, memberikan contoh, dan menjalin
komunikasi dengan anak sehingga masalah enuresis dapat teratasi.

B. Enuresis Pada Anak Usia Dini


1. Pengertian Enuresis
Gangguan yang dapat mempengaruhi kemandirian, sosial-emosional anak yakni salah
satunya adalah gangguan enuresis (mengompol). Enuresis adalah pengeluaran urin secara
involunter dan berulang yang terjadi pada usia yang diharapkan dapat mengontrol proses buang
air kecil, tanpa kelainan fisik yang mendasari (Soetjiningsih, 2017: 372). Diperkuat oleh
(Newel & Meadow, 2003 dalam Permatasari 2018: 284) bahwa enuresis berlangsung melalui
proses berkemih yang normal (normal voiding), tetapi pada tempat dan waktu yang tidak tepat
yaitu berkemih di tempat tidur atau menyebabkan pakaian basah dan dapat terjadi saat tidur
malam hari (enuresis nocturnal), siang hari (enuresis diurnal) ataupun pada siang dan malam
hari. Menurut Wong, (2008: 121) Enuresis diurnal lebih umum ditemui pada anak perempuan
dan biasanya disebabkan inkontinensia urgency (ketidaksetabilan kandung kemih). Istilah
enuresis primer digunakan pada anak yang belum pernah berhenti mengompol sejak masa bayi,
sedangkan enuresis sekunder adalah kejadian mengompol kembali setelah minimal 6 bulan
tidak mengompol (Robson, 2009: 1429). Enuresis umumnya terjadi pada anak-anak namun
kadang-kadang juga pada remaja dan orang dewasa.

2. Fenomena Enuresis Pada Usia Prasekolah


Pada sebagian besar anak, mengompol terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang jelas.
Mengompol juga bukan kesalahan langsung pada anak, biasanya ini terjadi karena produksi
urin pada malam hari lebih banyak dari pada yang mampu ditahan oleh kandung kemih anak.
Namun sensasi dari penuhnya kandung kemih ini ternyata belum mampu membangunkan anak
yang sedang terlelap, maka terjadilah mengompol. Pada kasus yang lain, mengompol pada
anak akan semakin parah dan memburuk.
Bisa jadi hal ini adalah ujung dari pertanda suatu masalah yang mungkin terjadi pada anak,
antara lain:
a. Stress yang berulang-ulang.
Bisa jadi anak awalnya sudah tidak lagi mengompol namun kembali muncul perilaku ini
dikarenakan anak mengalami sesuatu yang membuatnya sangat tidak nyaman, misalnya
awal masuk sekolah, kedatangan adik baru, menderita suatu penyakit, mendapatkan
perlakuan yang buruk dari teman (bullying), atau anak mengalami pelecehan.
b. Makanan maupun minuman yang mengandung kafein.
Makanan atau minuman itu antara lain teh, kopi, cola, dan coklat. Kafein ini menyebabkan
produksi urin yang dihasilkan oleh ginjal meningkat.
c. Sembelit (konstipasi).
Jumlah feses yang berlebih bisa saja menekan dan mengirutasi bagian belakang kandung
kemih. Anak yang sering mengalami konstipasi cenderung memiliki masalah mengompol
juga.
d. Anak yang mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Anak yang mengalami gangguan ini akan memiliki resiko lebih besar menderita bedwetting
atau mengompol.
Enuresis pada seorang anak disebabkan tidak hanya oleh satu faktor saja. Misalnya, enuresis
yang dianggap sebagai akibat hambatan perkembangan fungsional kandung kemih dapat
diprovokasi oleh kelainan lokal atau masalah psikologis. Namun sering pula etiologi enuresis
tidak diketahui. Anak yang sulit menahan kencing sewaktu tidur malam (enuresis nokturnal),
berhubungan erat dengan faktor gangguan psikologis. Namun ahli lain menyatakan bahwa
faktor lain seperti keturunan atau adanya kelainan pada kandung kencing bisa juga menjadi
penyebab.
Pada penelitian ini, persepsi atau pengetahuan orang tua tentang toilet training juga diperlukan
dalam penanganan enuresis, karena orang tua merupakan orang paling dekat dengan anak dan
dapat mengontrol kebiasaan buruk anaknya.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara,
atau penelahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan.
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan
responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2007:10).
Pendekatan kualitatif memiliki sasaran atau objek penelitian yang dibatasi agar data-
data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar dalam penelitian ini tidak
dimungkinkan adanya pelebaran objek penelitian. Penelitian dilakukan langsung di lapangan,
rumusan masalah juga ditemukan di lapangan, dan kemungkinan data berubah-ubah sesuai
data yang ada di lapangan. Penelitian ini bertolak dari cara berpikir induktif, kemudian
berpikir secara deduktif, penelitian ini menganggap data adalah inspirasi teori.\
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran dan informasi
mengenai gejala dan faktor penyebab kebiasaan mengompol/enuresis pada anak usia dini,
tingkat pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru pada metode toilet training, serta
penggunaan metode toilet training untuk mengatasi enuresis dan dampaknya dalam melatih
kemandirian pada anak usia dini.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus ialah penelitian yang dilakukan
untuk mengungkap suatu keadaan secara mendalam, inisiatif, baik mengenai perseorangan
secara individual, maupun kelompok lembaga organisasi sekolah. Metode studi kasus ini
dirancang untuk menyelesaikan masalah bukan untuk menemukan atau menciptakan teori
baru. Penelitian dilakukan dengan melaui penelitian lapangan (field research) dimana untuk
memperoleh data yang akurat serta objektif, maka penulis datang langsung ke lokasi. Dalam
penelitian ini, kehadiran peneliti sebagai pengamat partisipan yaitu di mana peneliti ikut serta
dalam proses penelitian sekaligus mengamati perkembangan yang terjadi dalam kegiatan
belajar mengajar di TK Laboratorium UM.
B. Kehadiran Peneliti
Peneliti secara aktif berinteraksi secara langsung dengan objek penelitian. Hal ini
bertujuan untuk ‘memotret dan melaporkan secara mendalam agar data yang diperolah lebih
lengkap. Peneliti dapat menggunakan cara pengamatan langsung kepada objek penelitian
dengan tujuan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya agar dalam pelaporan nanti
dapat dideskripsikan secara jelas.
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari
keseluruhan proses penelitian (Moleong, 2007:168).
Dalam penelitian kualitatif, bentuk semua teknik pengumpulan data dan kualitas
pelaksanaan, serta hasilnya sangat tergantung pada penelitinya sebagai alat pengumpulan
data utamanya. Oleh karena itu sikap kritis dan terbuka sangat penting, dan teknik
pengumpulan data yang digunakan selalu bersifat terbuka dengan kelenturan yang luas,
seperti misalnya teknik wawancara mendalam, observasi berperan, dan bila diperlukan data
awal yang bersifat umum, bisa juga menggunakan kuisioner terbuka (Sutopo, 2006:45).
Dalam penelitian ini, peneliti berperan untuk mengumpulkan dan mengolah data yang
selanjutnya data-data yang dikumpulkan dibuat laporan. Hal ini peneliti lakukan agar
perolehan data dan informasi lebih valid atau validitas pengumpulan data dan informasi lebih
akurasi.
Peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian yaitu TK Laboratorium UM untuk
meneliti penggunaan metode toilet training untuk mengatasi enuresis pada anak usia dini
kelas A sehingga peneliti mampu mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Peneliti datang ke TK Laboratorium UM guna untuk memperhatikan kegiatan yang
dilaksanakan oleh guru kelas A dan diikuti oleh anak-anak di TK Laboratorium UM sampai
kegiatan selesai.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK Laboratorium UM yang beralamatkan di Jl.
Magelang No.2, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang. TK Laboratorium UM
merupakan sekolah yang unggul dan menjadi rujukan dalam hal pengelolaan maupun
penerapan model pembelajaran yang inovatif. Lokasi penelitian ini dipilih karena terdapat
siswa yang mengalami studi kasus penggunaan metode toilet training untuk mengatasi
enuresis pada anak usia dini.

D. Sumber Data
Data penelitian kualitatif, jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian
pada umumnya sebagai responden (respondent). Posisi sumber data yang berupa manusia
(narasumber) yang penting perannya sebagai individu yang memiliki informasinya. Peneliti
dan narasumber di sini memiliki posisi yang sama, oleh karena itu narasumber bukan sekadar
memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan
selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki (Sutopo, 2006:57-58).
Data-data yang dikumpulkan dengan cara interview (wawancara), observasi
(pengamatan), dan dokumentasi (pengumpulan bukti, pemilihan, pengolahan, dan
penyimpanan informasi).
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah dari orang tua dan guru dari masing-
masing peserta didik, yang mana pada setiap data yang diperoleh baik melalui wawancara
maupun pengamatan langsung dicatat secara tertulis dan didokumentasikan di lokasi
penelitian. Sumber data pendukung dalam penelitian ini, yaitu data yang diperoleh dari data
yang sudah ada yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti. Data tersebut
meliputi literatur-literatur yang ada berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, dan
wawancara dengan orang tua siswa kelas A TK Laboratorium UM.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan untuk memperoleh data
yaitu berupa kuisioner yang mencakup pertanyaan bagi guru dan orang tua anak namun
dikhususkan bagi orang tua anak. Kuisioner akan disajikan dalam bentuk hardcopy atau
tercetak dan dalam bentuk google form atau secara online yang akan di tujukan kepada 10
responden.
a) Toilet Training
P1 : Apakah anak ibu sudah bisa melakukan buang air kecil secara mandiri?

P2 : Apakah anak ibu masih memiliki kebiasaan mengompol?


P3 : Sejak kapan anak ibu mengompol?
P4 : Menurut bapak/ibu, mengapa anak bapak/ibu mengompol?
P5 : Apakah ibu tahu tentang metode toilet training?
P6 : Jika tidak, bagaimana cara ibu mendidik anak dalam kebiasaan buang air kecil?
b) Kemandirian Anak
P1 : Apakah anak sudah paham tentang alasan mereka buang air kecil?
P2 : Apakah anak mengetahui dan dapat menyebutkan dampak dari menunda buang air kecil?
P3 : Apakah anak sudah memiliki inisiatif untuk pergi ke toilet sendiri?
P4 : Apakah anak sudah hafal doa sebelum masuk ke toilet?
P5 : Apakah anak sudah mampu buang air kecil sendiri?
P6 : Apakah anak mampu membersihkan diri/bersuci setelah buang air kecil secara baik?
P7 : Apakah anak mampu merapikan pakaian sendiri setelah buang air kecil?
P8 : Apakah anak sudah hafal doa ketika keluar toilet?
P9 : Jika setelah menerapkan toilet training, anak anda belum mandiri dalam melakukan buang
air kecil, coba di jelaskan apa penyebabnya?

F. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilaksanakan sebelum peneliti terjun ke
lapangan, selama peneliti mengadakan penelitian di lapangan, sampai dengan pelaporan hasil
penelitian. Analisis data dimulai sejak peneliti menentukan fokus penelitian sampai dengan
pembuatan laporan penelitian selesai. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Sugiyono, 2007:224).
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan peneliti menggunakan model
Miles and Huberman. Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Dalam analisis data, peneliti menggunakan model interactive model, yang unsur-
unsurnya meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan
conclutions drowing/verifiying.
Analisis data dapat dilakukan setelah menerapkan program toilet training yang telah
dirancang sebelumnya. Program toilet training yang akan diterapkan pada penelitian ini
yaitu: orang tua/guru akan menjelaskan mengapa manusia melakukan buang air kecil dalam
bentuk cerita dengan bantuan gambar sebagai penunjang/pendukung.
1. Manusia melakukan buang air kecil/buang air besar karena organ pada manusia
melakukan proses metabolisme/pengolahan makanan dan minuman yang masuk ke dalam
tubuh. Makanan yang sudah diolah dalam tubuh tidak semuanya di serap dan sisa hasil
pengolahan makanan akan dibuang dalam bentuk kotoran. Itulah yang menyebabkan manusia
mengeluarkan kotoran melalui buang air kecil dan buang air besar.
2. Kemudian orang tua/guru akan menjelaskan dampak jika sering
menunda-nunda/menahan buang air kecil dalam bentuk penjelasan dan gambar. Dampak
akan dialami jika menunda-nunda atau menahan buang air besar/buang air kecil maka
manusia akan terkena berbagai macam penyakit seperti kencing batu, perut kembung,
sembelit, gangguan ginjal, pembekakan kandung kemih, dan penyakit lainnya yang
membahayakan kesehatan manusia.
3. Orang tua/guru menjelaskan jika pergi ke toilet harus mengunjungi toilet yang
sesuai dengan jenis kelaminnya (perempuan/laki-laki).
4. Orang tua/guru mengajarkan doa sebelum masuk ke toilet. Dalam agama islam doa
ketika hendak masuk toilet adalah Bismillâhi Allâhumma innî a’ûdzu bika minal khubutsi
wal khabâitsi. Artinya “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari godaan iblis jantan dan
betina.”
5. Menjelaskan fungsi toilet kepada anak, dimana fungsi toilet adalah tempat/ruangan
yang dirancang dan dilengkapi dengan kloset, jamban serta persediaan air untuk melakukan
kegiatan buang air kecil dan buang air besar. Anak dikenalkan berbagai peralatan yang ada di
toilet beserta masing-masing fungsinya seperti gayung yang fungsinya untuk
mengambil/menampung air, dan air tersebut fungsinya digunakan untuk bersuci dan
membesihkan kotoran dari buang air kecil dan buang air besar. Kloset fungsinya sebagai
tempat jika akan melakukan buang air besar/buang air kecil. Sabun yaitu fungsinya untuk
bersuci dan membersihkan tangan/alat kelamin setelah melakukan buang air kecil dan buang
air besar.
5. Orang tua/guru menjelaskan cara-cara bersuci kepada anak. Secara umum setelah
melakukan buang air kecil hendaknya kita mengambil air secukupnya menggunakan gayung
dan membersihkan kemaluan menggunakan air tersebut. Setelah itu gunakan tissue untuk
membersihkan sisa air pada kemaluan. Anak juga dapat membersihkan dengan menggunakan
sabun ketika selesai buang air besar. Setelah selesai membersihkan kemaluan hendaknya
mencuci tangan dengan sabun dan air.
6. Orang tua/guru mengajarkan doa sesudah masuk ke toilet. Dalam agama islam doa
ketika hendak keluar toilet adalah Guhfroonaka alhamdulillahi alladzi adzhaba ‘anni al-adza
wa ‘aafaani. Allahumma ij’alni minat tawwaabiina waj’alni minal mutathohhiriin.
Allahumma thohhir qolbi minan nifaaqi wa hashshin farji minal fawaahisyi. Artinya
“Dengan mengharap ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan
penyakit dari tubuhku, dan mensehatkan aku. Ya Allah, jadikanlah aku sebagian dari orang
yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang suci. Ya Allah, bersihkan
hatiku dari kemunafikan, dan jaga kelaminku dari perbuatan keji (zina).”
Untuk mengukur kemandirian anak melalui metode toilet training indikator yang
digunakan adalah sebagai berikut: 1) anak mampu memahami alasan manusia melakukan
buang air kecil dan dampaknya jika menunda/menahan buang air kecil, 2) anak memiliki
inisiatif untuk pergi ke toilet ketika ingin buang air kecil, 3) anak mampu pergi ke toiet
sendiri tanpa di temani orang lain, 4) anak dapat/hafal dalam membaca doa ketika hendak
masuk ke toilet, 5) anak mampu buang air kecil sendiri, 6) anak mampu menggunakan dan
memanfaatkan alat-alat di toilet secara tepat, 7) anak mampu mensucikan diri sendiri
(membersihkan alat kelamin dan mencuci tangan), 8) anak mampu merapikan pakaian
sendiri, 9) anak dapat/hafal dalam membaca doa ketika hendak keluar toilet.
Indikator tersebut akan dijabarkan ke dalam kuisioner untuk mengukur persentase
kemandirian anak. Kemandirian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemandirian
dalam bertindak dan kemandirian dalam memahami pengatuhuan yang telah diberikan.
Tingkat persentase yang mencakup persentase pemahaman terhadap metode toilet
training dan kemandirian anak dirumuskan dengan menghitung jumlah jawaban yang sesuai
dibandingkan dengan jumlah jawaban yang tidak sesuai melalui rumus berikut.

a=
∑ Sesuai x 100 %
∑ Tidak Sesuai

G. Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari
penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian tahap-tahap penelitian tersebut
adalah:
1. Tahap pra lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan
lapangan, memilih dan memanfaatkan informasi, menyiapkan perlengkapan penelitian
dan yang menyangkut persoalan etika penelitian.
Alat yang dibutuhkan antara lain: kamera, alat tulis menulis dan alat perekam suara.
2. Tahap pekerjaan lapangan yang meliputi: memahami latar penelitian pengaruh toilet
training terhadap kemandirian anak usia dini yang ada di TK Laboratorium UM
Kecamatan Lowokwaru Kota Malang dan persiapan diri, memasuki lapangan dan
berperan serta sambil mengumpulkan data.
3. Tahap analisis data yang meliputi : analisis selama dan setelah pengumpulan data.

Anda mungkin juga menyukai