1716 3586 1 SM

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA 4-5 TAHUN

MELALUI TOILET TRAINING DI PAUD AL-AMIN BIMASDA


KECAMATAN SETU TANGERANG SELATAN

Nurjanah; Nini Fitriani


Pengelola RA. Raudhatul Muthmainah, Bekasi
[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih banyaknya balita yang susah mengontrol
buang air besar dan buang air kecil (ngompol) di usia prasekolah. Fenomena ini dipicu
karena banyak hal, antara lain pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih
buang air besar dan buang air kecil, pemakaian popok sekali pakai (pampers),
hadirnya saudara baru dan masih banyak lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh data tentang peningkatan kemandirian anak usia 4-6 tahun melalui toilet
training di PAUD Al Amin Bimasda Kecamatan Setu Tangerang Selatan. Metode
penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan
kelas dilakukan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan/observasi, dan refleksi sebagai dasar untuk membuat perencanaan ulang
pada siklus berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa toilet training dapat
meningkatkan kemandirian anak usia 4-6 tahun di PAUD Al Amin Bimasda Kecamatan
Setu Tangerang Selatan. Hal ini terbukti dengan diperolehnya data prasiklus dengan
rata-rata 45%, kemudian dilakukan tindakan pada siklus I diperoleh data dengan rata-
rata 66,5%. Target yang diharapkan pada penelitian ini adalah 80% oleh karena itu
dilakukan tindakan siklus II sehingga diperoleh data dengan rata-rata 85,5%. Penelitian
sudah sesuai dengan target.

Kata Kunci: Penelitian Tindakan Kelas, Kemandirian, Toilet Training

1 PENDAHULUAN karena informasi terkait toilet training tidak


dikenalkan secara umum di masyarakat sedangkan
Di Indonesia diperkirakan jumlah balita fenomena yang terjadi di masyarakat akibat dari
mencapai 30 % dari 250 juta jiwa penduduk konsep toilet training yang tidak diajarkan secara
Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah benar atau kurang tepat sangatlah tidak sedikit. Hal
Tangga (SKRT) nasional diperkirakan jumlah balita ini karena dampak negative yang ditimbulkan
yang susah mengontrol buang air besar dan buang tidaklah dapat dilihat secara langsung, ini yang
air kecil (ngompol) di usia sampai prasekolah menyebabkan konsep toilet training dipandang
mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karena tidaklah penting dalam tahap perkembangan anak
banyak hal, antara lain pengetahuan ibu yang usia toddler. Pengetahuan tentang toilet training
kurang tentang cara melatih buang air besar dan sangat penting untuk dimiliki oleh seorang ibu. Hal
buang air kecil, pemakaian popok sekali pakai ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training
(pampers), hadirnya saudara baru dan masih banyak pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat
lainnya. pengetahuan yang baik berarti mempunyai
Konsep toilet training memang belum banyak pemahaman yang baik tentang manfaat dan dampak
dipahami di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan toilet training, sehingga ibu akan mempunyai sikap

1
yang positif terhadap konsep toilet training. Sikap kemungkinan dalam situasi, (3) peduli untuk
merupakan kecenderungan ibu untuk bertindak atau mengambil manfaat dari kesempatan yang ada, (4)
berperilaku. menekankan pada pentingnya pemecahan
Kebiasaan yang salah dalam mengontrol masalah,(5) memikirkan cara hidup (6) penyesuaian
buang air besar dan buang air kecil akan terhadap situasi dan peranan.
menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak dimasa 4. Seksama (conscientious)
mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin, Ciri-ciri tingkatan ini menurut Asrori adalah (1)
manja, dan yang terpenting adalah dimana nanti bertindak atas dasar nilai-nilai internal, (2) mampu
pada saatnya anak akan mengalami masalah melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku
psikologi, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat tindakan, (3) mampu melihat keragaman emosi,
secara mandiri mengontrol buang air besar dan motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang
buang air kecil. lain,(4) sadar akan tanggungjawab,(5) mampu
Usaha untuk melatih anak dalam buang air melakukan kritik dan penilaian diri, (6) peduli akan
kecil dan buang air besar dapat dilakukan dengan hubungan mutualistik, (7) memiliki tujuan jangka
cara memberikan contoh dan anak menirukannya panjang, (8) cenderung melihat peristiwa dalam
secara benar, mengobservasi saat memberikan konteks sosial, (8) berpikir lebih kompleks dan atas
contoh toilet training, memberikan pujian saat anak dasar pola analitis.
berhasil dan tidak memarahi saat anak gagal dalam 5. Individualistik
melakukan toilet training. Ciri-ciri tingkatan individualistik menurut Asrori
adalah (1) peningkatan kesadaran individualitas, (2)
kesadaran akan konflik emosional antara
kemandirian dengan ketergantungan, (3) menjadi
2 TINJAUAN PUSTAKA lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, (4)
mengenal eksistensi perbedaan individual, (5)
Perkembangan kemandirian seseorang juga mampu bersikap toleran terhadap pertentangan
berlangsung secara bertahap sesuai dengan dalam kehidupan, (6) membedakan kehidupan
tingkatan perkembangan kemandirian dengan internal dengan kehidupan luar dirinya, (7)
Lovinger mengemukakan tingkatan kemandirian mengenal kompleksitas diri, (8) peduli akan
beserta ciri-cirinya sebagai berikut : perkembangan dan masalah-masalah sosial.
1. Impulsif dan melindungi diri 6. Mandiri
Ciri-ciri tingkatan ini adalah (1) peduli terhadap Ciri-ciri tingkatan mandiri menurut Asrori
kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari adalah (1) memiliki pandangan hidup sebagai suatu
interaksinya dengan orang lain, (2) mengikuti aturan keseluruhan, (2) cenderung bersikap realistik dan
secara oportunistik dan hedonistik, (3) berpikir tidak objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain, (3)
logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu peduli terhadap faham-faham abstrak, seperti
(stereotype),(4) cenderung melihat kehidupan keadilan sosial, (4) mampu mengintegrasikan nilai-
sebagai "zero-sum game" (5) cenderung nilai yang bertentangan (5) toleran terhadap
menyalahkan dan mencela orang lain serta ambiguitas,(6) peduli akan pemenuhan diri (self-
lingkungannya. fulfilment), (7) ada keberanian untuk menyelesaikan
2. Konformistik konflik internal, (8) respek terhadap kemandirian
Menurut Asror, bahwa ciri-ciri tingkatan ini orang lain (9) sadar akan adanya saling
adalah (1) peduli terhadap penampilan diri dan ketergantungan dengan orang lain, (10) mampu
penerimaan sosial, (2) cenderung berpikir stereotype mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan
dan klise, (3) peduli akan konformitas terhadap dan keceriaan.
aturan eksternal, (4) bertindak dengan motif yang Tingkatan kemandirian tersebut merupakan
dangkal untuk memperoleh pujian, (5) menyamakan tingkat kemandirian anak pada umumnya bervariasi
diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya dan menyebar pada tingkatan radar diri, seksama,
introspeksi, (6) perbedaan kelompok didasarkan atas individualistik, dan mandiri. Kecenderungan
ciri-ciri ekstemal,(7) takut tidak diterima kelompok, bervariasi ini mengisyaratkan bahwa proses
(8) tidak sensitif terhadap keindividualan, (9) pengambilan keputusan oleh anak belum
merasa berdosa jika melanggar aturan. sepenuhnya dilakukan secara mandiri. Walaupun
3. Sadar diri proses pengambilan keputusan oleh anak belum
Ciri-ciri tingkatan ini adalah (1) mampu berpikir sepenuhnya dilakukan secara mandiri, tetapi tampak
alternatif, (2) melihat harapan dan berbagai

2
bahwa proses tersebut telah didasari oleh tindakan, (3) melihat keragaman emosi, motif, dan
kecenderungan berpikir alternatif. perspektif diri sendiri maupun orang lain, (4) sadar
Saat berada dalam posisi seperti ini, proses akan tanggungjawab, (5) mampu melakukan kritik
penyesuaian diri terhadap situasi dan peranan yang dan penilaian diri (6) peduli akan hubungan
dihadapi tidak dilakukan secara mekanis belaka materialistik, (7) berorientasi pada tujuan jangka
karena dalam diri anak telah tumbuh dan panjang.
berkembang tentang hubungan dirinya dengan 3. Tingkat individualistik
kelompok. bahwa anak ada juga yang Tingkat individualistik dapat ditafsirkan bahwa
kemandiriannya berada pada tingkat seksama. anak telah memiliki kemampuan berikut ini (1)
Kemandirian seperti ini menunjukkan bahwa proses memiliki kesadaran yang lebih tinggi akan
pengambilan keputusan yang dilakukan bukan saja individualitas, (2) kesadaran akan konflik
didasarkan pada kemampuan berpikir alternatif emosionalitas antara kemandirian dan
melainkan didasarkan pada patokan atau prinsip ketergantungan, (3) menjadi lebih toleran terhadap
sendiri dan disertai kesadaran akan tanggungjawab diri sendiri dan orang lain, (4) sadar akan eksistensi
atas keputusan yang diambil meskipun keputusan perbedaan individual, (5) bersikap toleran terhadap
yang dilakukan berbeda dengan yang dilakukan oleh perkembangan dalam kehidupan, (6) mampu
orang lain. Pengambilan keputusan secara seksama membedakan kehidupan dalam dirinya dengan
itu akan mengantarkan anak ke tingkat berikutnya kehidupan luar dirinya.
yakni tingkat individualistik yang ditandai oleh 4. Tingkat mandiri
sikap penghargaan terhadap individualitas orang Tingkat mandiri dapat ditafsirkan bahwa anak
lain. Anak yang kemandiriannya berada pada tingkat telah memiliki kemampuan berikut ini (1) telah
individualistik ini sudah semakin menyadari akan memiliki pandangan hidup sebagai suatu
adanya perbedaan antara proses dan hasil. keseluruhan, (2) bersikap objektif dan realistic
Bagi anak yang kemandiriannya berada pada terhadap diri sendiri maupun orang lain, (3)
tingkat mandiri berarti telah berkembang kesadaran mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang
bahwa sikap bergantung itu adalah masalah bertentangan,(4) ada keberanian untuk
emosional yang akan semakin berkembang dalam menyelesaikan konflik dalam diri, (5) menghargai
dirinya karena memahami bahwa dirinya tidak kemandirian orang lain, (6) sadar akan adanya saling
mampu bersikap realistik. Anak yang ketergantungan dengan orang lain, (7) mampu
kemandiriannya berada pada tingkat mandiri bukan mengekspresikan perasaannya dengan penuh
saja sadar akan berbagai alternatif yang dapat dipilih keyakinan dan keceriaan.
secara seksama dan dialami sendiri, tetapi juga
mampu bersikap realistik dan memecahkan konflik 3 METODE PENELITIAN
internal secara objelctif dengan tetap saling
ketergantungan dengan orang lain. Penelitian dilakukan secara kolaboratif
Pada umumnya menunjukkan bahwa tingkat antara kepala sekolah, guru dan peneliti. Penelitian
kemandirian anak menyebar pada tingkatan sadar yang akan dilakukan dimaksudkan untuk
diri, seksama, individualistik, dan mandiri, maka meningkatkan kualitas pembelajaran dalam
semua ini dapat ditafsirkan secara rinci masing- memfasilitasi proses perkembangan anak khususnya
masing tingkatan sebagai berikut: dalam aspek kemandirian anak melalui penerapan
1. Tingkat sadar diri toilet training di PAUD Al-amin Bimasda
Tingkat sadar diri dapat ditafsirkan bahwa anak Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. Metode
telah memiliki kemampuan berikut ini:(1) cenderung penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian yang
mampu berpikir alternatif, (2) melihat berbagai difokuskan pada situasi kelas, atau lebih dikenal
kemungkinan dalam suatu situasi, (3) peduli akan dengan Penelitian Tindakan Kelas (Action Research
pengambilan manfaat dari situasi yang ada,(4) Classroom) atau PTK, yang dilakukan melalui
berorientasi pada pemecahan masalah, (5) kolaborasi dan sebagai mitra yaitu guru PAUD Al-
memikirkan cara mengenall hidup,(6) berupaya Amin Bimasda.
menyesuaikan diri terhadap situasi dan peranan. Elliot dalam Wiriatmadja melihat penelitian
2. Tingkat seksama tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial
Tingkat seksama dapat ditafsirkan bahwa anak dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki
telah memiliki kemampuan berikut ini (1) cenderung kualitas situasi sosial tersebut. Dalam Muslihuddin
bertindak atas dasar nilai internal, (2) melihat disebutkan pula bahwa penelitian tindakan adalah
dirinya sebagai pembuat pilihan dan pelaku pengkajian terhadap permasalahan dengan ruang

3
lingkup yang tidak terlalu luas yang berkaitan Melalui PTK, permasalahan yang dihadapi
dengan suatu perilaku seseorang atau sekelompok menunjukkan adanya perubahan ke arah perbaikan
orang tertentu si suatu lokasi tertentu. Menurut dan peningkatan secara positif.
Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data 4 HASIL PENELITIAN
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian pada siklus 1 yang dilakukan
Desain dalam rancangan penelitian sebanyak 3 kali pertemuan. Dalam pelaksanaan
tindakan kelas ini menggunakan model Kemmis dan penelitian, dimulai dari tahapan perencanaan, tahap
Mc Taggart yang dilaksanakan dalam beberapa tindakan, tahap pengamatan dan tahap refleksi. .
tahap yaitu, perencanaan, pelaksanaan, observasi, Peningkatan yang terjadi pada siklus 1 dapat dilihat
refleksi. digambarkan sebagai berikut: pada tabel dibawah ini:
Gambar 1 : prosedur penelitian tindakan kelas
Tabel 1 Distribusi Peningkatan Kemandirian Anak
Pada Siklus I

Hasil Pengamatan
Aspek Rata-
No (Jumlah Anak) %
Penilaian rata
4 3 2 1 JML
Anak dapat
melakukan
1 kegiatan BAK 3 4 2 1 29 2,9 70
di kamar mandi
tanpa bantuan ?
Anak dapat
melakukan
kegiatan
Muslihuddin mengemukakan bahwa hasil 2 BAB di 2 3 3 2 25 2,5 50
utama dari penelitian tindakan yaitu berupa kamar
mandi tanpa
tindakan ke arah perubahan, perbaikan, peningkatan bantuan ?
mutu perilaku seseorang atau sekelompok orang Anak
tertentu. Penelitian tindakan kelas umumnya mampu
diarahkan pada pencapaian sasaran sebagai berikut: 3 membersihk 2 3 4 1 26 2,6 50
1. Memperhatikan dan meningkatkan kualitas an kotoran
isi, masukan, tenaga kependidikan (guru) sendiri
Anak dapat
agar lebih proaktif mencari solusi terhadap menyiram
permasalahan pembelajaran dan
4 4 3 3 - 31 3,1 70
2. Menumbuh dan meningkatkan produktivitas membersihk
meneliti para tenaga kependidikan, an WC
khususnya mencari solusi masalah-masalah sendiri
Anak sabar
pembelajaran dalam
3. Meningkatkan kolaborasi antar pendidikan 5 4 3 3 - 34 3,4 70
menunggu
dan tenaga kependidikan dalam giliran
memecahkan masalah pembelajaran. Keterangan skor:
4: sangat Baik Baik (Mampu melakukan kegiatan
Karakteristik PTK menurut Muslihuddin sendiri)
dikemukakan bahwa: 3 : Baik (melakukan kegiatan sedikit bantuan)
1. Sejak awal pendidik menyadari adanya 2 : Cukup (melakukan kegiatan dengan bantuan)
persoalan mengenai proses maupun produk 1 : Belum muncul (tidak mau melakukan kegiatan)
pembelajaran yang dihadapi di kelas Hasil kemandirian pada siklus l dapat dilihat pada
2. Guru menyadari bahwa persoalan di kelas diagram batang sbb.
harus diatasi secara professional
3. Adanya tindakan (aksi) tertentu untuk Diagram 1 : Peningkatan Kemandirian pada Siklus l
memperbaiki proses belajar mengajar di
kelas

4
Penelitian dengan melaksanakan
Penelitian pada siklus 2 yang dilakukan sebanyak 3
pembelajaran melalui kegiatan toilet training
kali pertemuan, Dalam pelaksanaan penelitian,
ternyata dapat meningkatkan kemandirian pada
dimulai dari tahapan perencanaan, tahap tindakan,
anak, peningkatan tersebut dapat dilihat dari setiap
tahap pengamatan dan tahap refleksi. Peningkatan
siklusnya. Pada siklus ke-1 ke siklus ke-2,
yang terjadi pada siklus 2 dapat dilihat pada tabel
prosentase meningkat dari 44 % menjadi 80 %
dibawah ini :.
prosentase kenaikan sebesar 36 %. Bukti
peningkatan kemandirian dapat dilihat dari hasil
Tabel 2 : Distribusi Peningkatan Kemandirian Anak penelitian pada siklus I sebesar 44 % meningkat
Pada Siklus II menjadi 80 % pada siklus II, ini berarti ada kenaikan
sebesar 36%. Dengan indikasi demikian maka
Aspek Hasil Pengamatan Rata-
No
Penilaian 4 3 2 1 JML rata
% penelitian ini diaggap cukup pada siklus II dan tidak
Anak dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya karena penelitian
melakukan telah mencapai target yang di harapkan yaitu sebesar
1 kegiatan BAK 4 4 2 - 32 3,2 80 75%.
di kamar mandi
tanpa bantuan
Sehingga dapat dipahami bahwa kegiatan
Anak dapat toilet training merupakan pendekatan pembelajaran
melakukan yang sangat efektif untuk meningkatkan
2 kegiatan BAB 4 4 1 1 31 3,1 80 kemandirian pada anak. Pembelajaran toilet
di kamar mandi
tanpa bantuan
training dijadikan salah satu bentuk stimulus yang
Anak mampu membantu guru untuk mengembangkan kemandirian
3 membersihkan 3 4 2 1 29 2,9 70 pada anak.
kotoran sendiri
Anak dapat
menyiram dan
4 6 3 1 - 35 3,5 90
membersihkan
WC sendiri 5 PEMBAHASAN
Anak sabar
dalam
5
menunggu
5 3 2 - 33 3,3 80 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai
giliran pada siklus 1 dan siklus 2 maka peneliti
mendapatkan beberapa temuan yang berkaitan
Keterangan skor: dengan masalah yang sedang diteliti, temuan-temuan
tersebut adalah:
4 : Sangat Baik ( melakukan kegiatan tanpa dibantu 1) Sebagian besar anak sudah memiliki
guru) kemandirian yang baik melalui kegiatan toilet
3 : Baik (sedikit bantuan guru) training.
2 : Cukup (selalu dibantu guru) 2) Rangsangan yang guru berikan akan mudah
1 : Belum mau ( tidak mau melakukan) dipahami oleh anak jika dengan menggunakan
kegiatan yang menarik.
3) Pendidik hendaknya mengembangkan
Hasil kemandirian pada siklus lI dapat dilihat pada kreatifitas agar dapat menciptakan suasana yang
diagram batang sbb.: tidak membuat anak bosan.
Diagram 2 : Peningkatan Kemandirian pada Siklus II 4) Dari 10 anak yang masuk dalam katagori baik
ada 7 anak, dan 3 anak masuk katagori cukup.
5) Dari 3 orang anak memiliki permasalahan
yang berbeda antara lain: ananda Kys tidak mau
melakukan kegiatan sendiri karena terbiasa dibantu

5
oleh pembantu di rumah, ananda Tys kurang , dan 7 IMPLIKASI
ananda Dv kurang.
Implikasi dari pelaksanaan pembelajaran
6 SIMPULAN & SARAN dengan menggunakan metode praktek langsung
dalam kegiatan toilet training, berpengaruh terhadap
Berdasarkan hasil penelitian di PAUD Al-Amin kemandirian anak yang cukup signifikan.
Bimasda Setu yang telah di uraikan sebelumnya, Peserta didik ditempatkan pada subjek
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : sekaligus objek pembelajaran sehingga dalam situasi
Cara yang dilakukan untuk meningkatkan demikian suasana belajar menjadi dinamis dan
kemandirian anak adalah dengan cara memberi menyenangkan yang berimplikasi pada peningkatan
kesempatan anak untuk melakukan : kecerdasan motorik halus anak, berguna juga untuk
a. Anak melakukan kegiatan BAB dan BAK di mengembangkan kemampuan yang lain pada anak
kamar mandi tanpa bantuan. usia dini.
b. Anak membersihkan kotoran sendiri.
c. Anak menyiram dan membersihkan WC 8 DAFTAR PUSTAKA
sendiri.
d. Anak sabar dalam menunggu giliran. Asori, (2009), Pendidikan Anak Pra Sekolah.
(Jakarta: Rieneka Cipta).
Berkaitan dengan penelitian ini, maka saran yang
dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Guru PAUD seyogyanya mampu mendeteksi
perkembangan anak-anak binaannya. Peka dan
selalu memfasilitasi apa yang menjadi
kebutuhan anak dalam belajar dan bermain.
Fasilitas yang dimaksud tidak harus dibeli,
namun lebih utama adalah ketulusan dan
perhatian dari guru untuk setiap kegiatan yang
dilakukan. Guru sebagai role models bagi anak
sebaiknya memberi contoh dan teladan yang
baik dalam semua perkataan, sikap dan prilaku.
2. Guru hendaknya senantiasa meningkatkan
kemampuan dan wawasannya tentang segala
hal yang terkait proses pendidikan,
pembelajaran, perkembangan anak, dan
perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak
pernah berhenti berkembang, khususnya
perkembangan anak. Dengan demikian guru
akan dapat terus berkreasi untuk memberi
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan keaktifan anak, inovatif, kreatif,
efektif dan menyenangkan anak.
3. Masyarakat kiranya dapat lebih memberi
perhatian atau apresiasi terhadap lingkungan
pendidikan anak usia dini sehingga terjalin
komunikasi dan kerjasama dalam
mengembangkan anak.
4. Para pemerhati pendidikan anak usia dini
sebaiknya ikut terjun ke lapangan meninjau
kesenjangan apa yang terjadi sehingga dapat
memberi masukan yang realitis bagi para
pengambil kebijakan

Anda mungkin juga menyukai