Konsep Branding Dan Posisi Komunikasi Politik Dalam Marketing Politik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

KONSEP BRANDING DAN POSISI KOMUNIKASI POLITIK DALAM

MARKETING POLITIK
Ahmad Ikhsandi. R ([email protected])
Soetevin Kian ([email protected])

Abstrak
Brand merupakan istilah yang tidak terbayang oleh mereka. Apalagi memasukkan istilah itu ke
dalam bahkan meyertakan pemahaman tentang mengapa mereka memerlukan sebuah brand.
Memahamkan desain brand merupakan langkah menyelaraskan pola pikir pengusaha dalam
memetakan lingkup usaha, memahami produk, dan juga memahami pasar mereka serta segala hal
yang berkait dengan keseluruhan lini usaha mereka. Identitas yang baik bagi sebuah brand akan
terbentuk dari nilai inti brand dikolaborasikan dengan pemahaman yang lengkap tentang unsur
entitas yang memiliki Ekosistem yang khas dan kepribadian unik. Jika memikirkan jangka
panjang, pengusaha akan mendapatkan banyak keuntungan dari aktivitas branding. Jadi, aktivitas
berbasis penjualan dan kegiatan untuk branding, sebaiknya bisa berjalan beriringan dan saling
menguatkan. Dominasi ekonomi semakin berperan penting dalam kancah perpolitikan.
Perkawinan ekonomi dan politik saat ini bagaikan teman satu ranjang yang tak dapat dipisahkan.
Politik layaknya industri yang sarat dengan banyak kepentingan dan keuntungan semata.
Kekuatan ekonomi tanpa disadari nyata berpengaruh dalam dunia politik. Kelompok yang
memiliki akses ekonomi dan politik memanfaatkan momentum pesta demokrasi sebagai ajang
menghamburkan uang dengan tujuan jabatan semata. Politik sudah menjadi suatu “industri
raksasa” yang butuh banyak modal untuk investasi. Konsekuensi logis yang harus diterima dari
semua itu adalah hanya beberapa individu dan kelompok yang mampu dan dapat bermain dalam
memenangkan transaksi demokrasi. Pada dasarnya demokrasi dan uang adalah dua sisi yang tak
dapat dipisahkan sehingga menjadi komoditas yang dapat mempengaruhi dalam pergolakan
politik. Sejalan dengan perubahan sistem pemilihan umum, bentuk-bentuk kampanye politik
turut berubah. Penggunaan marketing politik merupakan salah satu cara kampanye modern yang
banyak dilakukan saat ini.

Kata Kunci : Branding, Komunikasi Politik, Marketing Politik


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan suatu produk di pasar bisa ditentukan oleh branding. Branding yang dimaksud
yaitu branding yang mampu memberikan nilai-nilai seperti manfaat, ekonomi, keunggulan
teknologi, inovasi dan ketersediaan di pasar. Saat ini branding dianggap sangat penting atau
menentukan keberhasilan pemasaran suatu merek. Faktornya adalah perkembangan yang relatif
besar pada variasi produk yang ditawarkan. Produk tersebut memiliki kesetaraan keistimewaan
dan juga produk dapat membuat konsumen bingung untuk memilih (Shehzad, Ahmad, Iqbal,
Nawaz, & Usman, 2014). Dalam rangka menanamkan merek ke benak konsumen maka
diperlukan kegiatan branding.

Urgensi branding produk dalam pemasaran dikonstruksi dengan cara merubah pola pikir
(mindset) dikalangan internal bahwa brand adalah aset. Brand juga dinilai sangat berharga
sebagai sebuah aset perusahaan yang harus dijaga. Brand harus dipertahankan nilai-nilainya
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan konsumen. Selain itu, brand harus dikelola
dengan terencana, strategis, dan mampu menjawab tantangan ekspektasi konsumen.

Urgensi branding ketika memasuki new normal adalah momen yang tepat untuk memperkuat
nilai dari branding. Apabila branding produk dapat diimplementasikan secara tepat sasaran yang
sesuai dengan kebutuhan di masa new normal, dengan sendirinya masyarakat akan datang sendiri
untuk melihat branding produk yang sudah di lakukan. Strategi branding produk secara digital
dilakukan karena masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu dan beraktivitas di rumah.
Waktu untuk melihat smartphone atau melihat TV akan lebih banyak dihabiskan dibandingkan
hari-hari biasanya. Misalnya, seperti membut promosi “buy-now” promotion, atau push
notification di smartphone pelanggan dengan tulisan “sending a great promotion to you.” atau
dapat mengirim penawaran menarik ke email mereka.(Yunus & Rezki, 2020).

Marketing Politik adalah seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau
partai politik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi politik,
karakteristik pemimipim partai dan program kerja partai kepada masyarakat(Firmanzah, 2008).
Ilmumarketing mengalami perkembangan dari zaman ke zaman untukmenemukan bentuknya.
Defenisi dari Hughess dan Dann, marketingadalah segala bentuk fungsi organisasi dan berbagai
bentuk proses untukmenciptakan dan menyampaikan nilai kepada konsumen sehingga dapat
menguntungkan organisasi (Moekijat, 2011).

Iklim demokrasi yang berkembang di Indonesia semenjak era reformasi telah membuka
kesempatan bagi berbagai partai politik untuk berkembang. Praktek politik di Indonesia sendiri
telah berkembang sedemikian pesat dengan memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu
manajemen seperti marketing. Hal ini didorong oleh heterogennya masyarakat Indonesia serta
meningkatnya taraf ekonomi dan pendidikan masyarakat yang membuat partai politik harus
mengaplikasikan berbagai praktek marketing untuk dapat bersentuhan dengan masyarakat.
Semakin banyaknya pilihan media komunikasi juga mendorong kebutuhan aplikasi konsep
marketing dalam berpolitik di Indonesia. Political Marketing sangat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai suatu disiplin ilmu, karena aplikasinya di lapangan memerlukan
metodologi yang kuat untuk dapat memberikan hasil yang efektif. Sekedar ikut-ikutan saja tidak
akan memberikan hasil selain membuang biaya percuma. Dalam hal ini institusi kampus harus
mampu mengembangkan dan menawarkan ilmu ini sebagai suatu bidang studi. Ahli-ahli political
marketing akan semakin dibutuhkan di Indonesia (Onong Uchjana Efendy, 1999)

Contoh penerapan marketing yang paling nyata di Indonesia adalah positioning dalam kampanye
politik. Mengingat keberagaman masyarakat Indonesia, maka positioning seorang kandidat
ataupun parpol harus dilakukan secara berbeda untuk setiap segmen masyarakat yang berbeda.
Pemahaman profil pemilih atau calon pemilih di suatu wilayah menjadi sebuah keharusan bagi
parpol untuk bisa sukses. Pesan-pesan politik yang diangkat di satu wilayah harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi wilayah tersebut yang bisa jadi berbeda dengan pesan yang diangkat
di wilayah yang lain.

Banyak hal yang dapat mendukung kesuksesan kampanye politik di Indonesia, diantaranya
adalah popularitas dari seorang kandidat seperti artis yang terbukti cukup efektif sebagai
pendongkrak suara. Umumnya parpol besar di Indonesia sudah memanfaatkan pula jasa
konsultan political marketing untuk membantu dalam meramu pesan yang akan diangkat untuk
setiap segmen pemilih yang dibidik serta memilih media komunikasi yang sesuai. Bahkan
pilihan warna yang digunakan dalam kampanye juga menentukan kesuksesan. Advertising
melalui media televisi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk meningkatkan popularitas
kandidat maupun parpol walaupun diragukan apakah dapat efektif pula mendongkrak tingkat
elektabilitas seorang kandidat atau parpol tersebut. Tingkat pendidikan masyarakat harus
diperhatikan, karena masyarakat berpendidikan tinggi mungkin cenderung merasa muak jika
dibombardir dengan pesanpesan yang sifatnya menonjolkan kandidat atau parpol. Black
campaign juga dinilai kurang efektif untuk Indonesia.

Salah satu cara yang sering dipakai adalah soft campaign melalui aksiaksi sosial seperti
perbaikan sekolah, layanan kesehatan, pembangunan tempat ibadah maupun infrastruktur
masyarakat. Menurut pengalaman selama ini, cara soft campaign tersebut terbukti paling ampuh
dan efektif. Memang diakui banyak parpol yang sifatnya jor-joran untuk meraih suara dalam
waktu singkat, namun untuk keberlangsungan sebuah parpol dalam jangka panjang, kontinuitas
dalam pemasaran menjadi sebuah keharusan. Memang semua aktivitas ini memerlukan biaya
yang tidak sedikit, untuk itu bagi parpol yang keuangannya tidak terlalu kuat akan memilih jalan
pemasaran secara gradual dengan cara mempertahankan basis pemilih yang sudah diperoleh
melalui aksi-aksi nyata mewujudkan program-program yang diangkat saat kampanye
sebelumnya dengan harapan pemilih atau simpatisan baru akan dapat direkrut seiring semakin
kuatnya track record parpol dalam mewujudkan program-programnya (Miriam Budiarjo, 1977).

Tiga hal utama yang mereka tawarkan adalah organisasi parpol itu sendiri, sosok tokoh
partainya, dan acara-acara (events) yang mereka selenggarakan. Tujuan aktivitas pemasaran
mereka ada dua, yaitu untuk meraih pendukung baru dan mempertahankan pendukung, baik yang
lama maupun baru, setidak-tidaknya sampai pemilu berikutnya. Untuk mendukung strateginya,
parpol harus melakukan serangkaian langkah yang lazim dalam pemasaran bisnis dan tidak
terpisahkan, yaitu segmentation, targeting, dan positioning (Dan Nimmo, 2005). Sebagai fokus,
positioning merupakan upaya untuk membangun citra produk sehingga tampak sangat jelas
(distinct) di benak konsumen. Positioning yang sukses dibangun dengan menawarkan manfaat
(benefit) produk, alih-alih fiturnya, dan mengomunikasikan unique selling proposition (USP)
dari produk. Tugas bagi parpol kemudian adalah mengidentifikasi manfaat dan USP-nya.

Oleh karena itu, parpol harus terus bekerja keras dalam melakukan pemasaran politik demi
meraih dukungan calon pemilih. Para calon pemilih butuh diyakinkan bahwa janji-janji parpol
yang serba manis itu bisa benar-benar terwujud seandainya mereka terpilih nanti terlebih karena
para calon pemilih masa kini cenderung kian rasional. Diperkirakan, sampai beberapa kali
pemilu, di Indonesia Pemilu akan senantiasa diikuti banyak partai. Dalam kondis seperti itu, para
pemilih tak akan mampu mengingat begitu banyak nama partai, proses awal yang penting
sebelum pemilih menetapkan pilihannya. Konon lagi untuk mengetahui program-program utama
dan nama-nama para kandidat yang ditawarkan partai. Dengan demikian mayoritas partai-partai
yang ikut pemilu itu akan sulit dikenal pemilih, apalagi membedakannya dengan partai lain.
Cukup beralasan untuk mengatakan bahwa partai-partai politik itu tidak gampang mencapai
sasaran obyektif (target suara atau kursi) dengan cara-cara kampanye dan kegiatan kehumasan
konvensional.

Tantangan besar khususnya akan dihadapi partai-partai baru. Tanpa langkah-langkah terobosan,
partai-partai baru akan sulit meraih suara, bahkan hanya sekedar dikenal baik oleh para pemilih.
Langkahlangkah terobosan itu hanya bisa dilakukan dengan strategi yang jitu, termasuk
menerapkan polical marketing. Partai-partai besar sangat diuntungkan oleh publikasi yang luas
dan gratis sehingga dikenal para calon pemilih. Bahkan sebagian pemilih sudah
“mengidentifikasikan” dan “menyimpatikan” diri mereka kepada partai tertentu. Ini antara lain
disebabkan oleh kebijakan suatu partai “mencatelkan” diri dengan organisasi massa di tingkat
akar rumput. Juga citra besar tokoh-tokoh partai yang terbentuk oleh perilaku masa silam,
semisal perjuangan mencetuskan reformasi atau tindakan-tindakan lainnya yang diakui oleh
masyarakat. Sungguhpun partai-partai besar itu memperoleh posisi strategis yang
menguntungkan, mereka juga menghadapi tantangan besar. Selain bersaing dengan pendatang
baru, mereka juga akan bersaing dengan partai-partai besar lainnya untuk meraih kekuasaan.
Karena itu pula, tidak bisa tidak, setiap partai harus melaksanakan strategi yang jitu, termasuk
menerapkan political marketing.

TINJAUAN PUSTAKA
Haroen (2012:1) mengemukakan bahwa, branding adalah aktivitas yang dilakukan untuk
membangun persepsi dan kepercayaan orang lain. Branding merupakan kebutuhan dari semua
orang yang punya kepentingan untuk mendapatkan sesuatu dari orang lain melalui proses-proses
komunikasi. Untuk kepentingan jabatan politik, maka branding harus dilakukan secara
terprogram atau terencana secara matang.

Denton dan Woodward dalam Mc Nair (1999:3) menjelaskan komunikasi politik bisa dipahami
sebagai diskusi publik tentang alokasi sumber daya publik dan otoritas resmi (siapa yang diberi
kekuasaan umtuk membuat keputusan hokum, legislatif dan pemerintahan) serta sanksi resmi
(siapa yang diberi penghargaan atau hukuman oleh Negara). (Junaedi, 2013:24).

Doris Graber dalam Mc Nair (1999:4) mendefinisikan komunikasi politik sebagai bahasa poliik
yang bukan hanya mengkompromikan retorika semata-mata namun juga tanda-tanda
paralonguistik seperti gerak tubuh dan tindakan politik seperti boikot dan protes (Junaidi,
2013:24).

O’Shaughnessy dalam Firmanzah (2008), mengemukakan bahwa marketing politik bukanlah


konsep untuk “menjual” partai politik (parpol) atau kandidat, namun sebuah konsep yang
menawarkan bagaimana sebuah parpol atau seorang kandidat dapat membuat program yang
berhubungan dengan permasalahan aktual.

Menurut Kotler and Kotler (1999) bahwa konsep political marketing merupakan suatu
penggiatan pemasaran untuk menyukseskan kandidat atau partai politik dengan segala aktivitas
politiknya melalui kampanye program pembangunan perekonomian atau kepedulian social.
Tema, isu-isu, gagasan, ideologi, dan pesan-pesan bertujuan agar program politik yang
ditawarkan memiliki daya tarik tinggi dan sekaligus mampu mempengaruhi bagi setiap warga
negara dan lembaga atau organisasi secara efektif.

PEMBAHASAN
Aeker mendefinisikan konsep branding sebagai janji penjual untuk secara konsisten memberikan
nilai, fitur, manfaat, dan kinerja tertentu kepada para pembeli agar merek tersebut dapat
memenuhi semua yang dijanjikan sebelumnya (Romadhan, 2018). Ada 4 jenis merek yang perlu
diketahui, yang pertama adalah merek produk, yaitu merek yang berhubungan dengan produk.
Kedua, corporate brand, yaitu merek yang terkait dengan perusahaan atau organisasi; ketiga,
personal brand, yaitu merek yang terkait dengan individu atau individu; keempat, destination
brand, atau merek yang terkait dengan suatu tempat atau tujuan.
Branding politik adalah bagian yang sangat mendasar dari kampanye pemasaran dan sangat
penting untuk dimengerti secara keseluruhan. Sebuah merek akan diasosiasikan oleh organisasi
itu sendiri, dan produk dari organisasi tersebut biasanya terstruktur dan akan diasosiasikan
dengan nama merek atau brand yang lebih spesifik. Oleh karena itu, agar tercapai dalam
strategi branding, kita harus memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan ataupun calon
pelanggan kita. Brand atau merek kita harus ada di benak setiap pelanggan, klien, dan calon
klien. Brand merupakan perpaduan dari pengalaman dan persepsi mereka yang dapat kita
pengaruhi dan yang tidak dapat kita pengaruhi. 1

Dalam kehidupan politik, penerapan ilmu pemasaran masih diperdebatkan, termasuk tentang cara
dan sarana yang dapat digunakan, terkadang menghilangkan substansi demokrasi itu sendiri, dan
bahkan di sisi lain sebagai cara untuk merusak nilai-nilai etika dan moral sebuah negara. Dalam
kampanye pemasaran, tidak jarang organisasi mengemas pesan yang berbeda dari kenyataan atau
bahkan memanipulasi pesan yang disampaikan. Dalam hal ini, konsumen hanya mendapatkan
informasi yang menyangkut satu aspek saja, yaitu informasi yang hanya dimaksudkan untuk
menguntungkan produsen. Dengan demikian, mereka dipandang sebagai korban manipulasi
informasi akibat realitas konsumeris yang dikonstruksi oleh konsumen. Selama penjualan lancar,
keuntungan mudah didapat, dan kepuasan serta kepercayaan konsumen bisa jadi yang kedua.

Kegunaan pemasaran dalam politik terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Penyalahgunaan
aplikasi pemasaran sebagai taktik untuk memenangkan suara dalam pemilihan partai politik atau
calon pemimpin masih dimungkinkan. Tim pemenangan partai atau calon pemimpin tidak dapat
mengemas informasi tentang partai atau calon tanpa informasi yang sangat menarik dan indah,
sehingga pesan-pesan tersebut menjadi wacana yang kuat tentang realitas kehidupan yang belum
tentu terjadi atau sesuai dengan kenyataan. Realitas informasi ini adalah realitas maya yang
penuh dengan penyamaran karena memanipulasi informasi melalui persuasi dan godaan pesan
politik dalam kampanye dan iklan politik.2

Perbandingan antara pemasaran dalam dunia bisnis dan dunia politik dapat diperhatikan secara
jelas dalam kontekstualisasi bagaimana kedua jenis pemasaran tersebut dilakukan. Pemasaran
bisnis berbicara tentang pengabdian masyarakat dengan tujuan timbal balik (uang) yang
dibayarkan oleh konsumen. Sedangkan pemasaran dalam ranah politik menekankan bagaimana
komunikator politik menggunakan komunikasi politik sebagai wadah pertukaran ide antara
kandidat dan pemilih. Sistem pemilu bebas yang telah direformasi memungkinkan partai-partai
politik bersaing secara sehat untuk mendapatkan simpati pemilih. Hal ini menyebabkan
munculnya banyak konsultan dan lembaga politik Survei pasar untuk layanannya. Jumlah
konsumen berbanding lurus dengan jumlah produsen. Oleh karena itu, menciptakan produk
membutuhkan banyak inovasi dan strategi baru. Persaingan juga menjadi tantangan bagi
pembacaan strategi marketing yang bersumber dari Pembacaan terhadap keinginan pasar. Karena
tujuan merek adalah memposisikan atau menempati posisi tertentu di pasar. Jika dalam konteks
politik, pemasaran politik yang dimaksud adalah penyebaran informasi tentang kandidat, partai,
dan program oleh komunikator politik yang menyasar segmen (sasaran) tertentu melalui saluran
komunikasi tertentu dengan tujuan mengubah persepsi, pengetahuan, sikap, dan perilaku para
Kandidat Pemilih sesuai dengan Pemberi Informasi (Cangara, 2014: 225) Tujuan pemasaran
politik adalah untuk membantu para pelaku politik memahami Kandidat Pemilih (Konsituen)
sehingga mereka dapat memetakan lanskap politik yang sesuai dengan kebutuhan komunitas
mereka dengan mengamati tren dan segmentasi pasar. Mengingat bahwa reformasi memberikan
sistem pemilihan yang melepaskan persaingan langsung, pemasaran memainkan peran penting
bagi para pelaku politik. Tujuan dari marketing politik adalah untuk membantu parpol atau
kandidat lebih memahami rakyat yang diwakilinya, kemudian melalui komunikasi politik yang
baik, menyusun rencana kerja sesuai dengan keinginan rakyat. Konsep pemasaran menawarkan
solusi yang dapat digunakan untuk mendekatkan kandidat dengan Masyarakat Pemilihnya.
Selain itu, Butler dan Collins menemukan perubahan dalam pola perilaku pemilih (volatility)
(Firmanzah, 2004: 161).3

KESIMPULAN
branding menjadi sesuatu yang penting bagi politikus agar memudahkan mereka untuk
berkomunikasi dengan masyarakatnya. Personal brand yang sukses akan membentuk image yang
baik dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap dirinya. Personal branding mampu
memberikan kontrol tentang persepsi atau cara pandang orang lain terhadap diri seseorang. Oleh
karena itu, orang yang melakukan personal branding akan dapat mempengaruhi dan mengontrol
pandangan ataupun persepsi orang lain terhadap dirinya sesuai yang dikehendakinya.

marketing dalam politik dapat dianggap sebagai hal yang penting pada satu sisi dan hal yang
berbahaya pada sisi yang lain. Marketing itu penting untuk digunakan di ranah politik karena
akan membantu partai politik atau kandidat pemimpin dapat berhubungan dengan masyarakat.
Dari hubungan ini diharapkan mereka dapat menampung langsung kebutuhan dan permasalahan
yang dihadapi masyarakat, sehingga politisi atau kandidat merumuskannya dalam bentuk
program kerja, dan visi misi sebagai produk yang ditawarkannya. Sedangkan marketing dalam
politik itu dianggap berbahaya ketika pengaplikasiannya cenderung hanya sebatas pemanfaatan
saja untuk memperoleh kemenangan atau dukungan yang melanggar dan mencederai nilai-nilai
demokrasi. marketing dalam dunia politik yang dikenal dengan istilah marketing politik (political
marketing) memberikan inspirasi tentang cara seorang kandidat dalam membuat produk berupa
isu dan program kerja berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi
masyarakat. Marketing politik bukanlah konsep untuk menjual partai politik, namun sebuah
konsep yang menawarkan bagaimana sebuah partai politik atau kontestan bisa membuat program
yang berhubungan dengan permasalahan aktual. Marketing politik adalah konsep permanen yang
harus dilakukan terus menerus oleh kandidat dalam membangun kepercayaan melalui proses
jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA
Romadhan, M. I. (2018). Personal Branding Jokowi Dalam Mempertahankan Brand Image
Melalui Video Blog Youtube. MetaCommunication; Journal of Communication Studies, Vol 3 No
2, hal. 76–93.
1
Kustiawan, W., Kartika, N. W., Kesuma, C. I., Silalahi, F. A., & Nasution, A. M. (2022).
Kampanye dalam Pemasaran Politik dan Brand Politik. JIKEM: Jurnal Ilmu Komputer,
Ekonomi dan Manajemen, 2(1), 959-964.
2
Chabibi, M. (2020). Polemik Marketing Politik antara Image dan Substansi. Al-Tsiqoh: Jurnal
Ekonomi Dan Dakwah Islam,  5(1), 1-23.
3
Kurniawan, A. (2021). ANALISIS STRATEGI MARKETING POLITIK PASANGAN BUPATI
DAN WAKIL BUPATI SUGIRI SANCOKO DAN LISDYARITA DALAM PILKADA SERENTAK
TAHUN 2020 DI KABUPATEN PONOROGO (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo).

Anda mungkin juga menyukai