Penetapan Kadar Obat Dalam Sampel Biologis
Penetapan Kadar Obat Dalam Sampel Biologis
Penetapan Kadar Obat Dalam Sampel Biologis
DISUSUN OLEH
NAMA : Edo Aditya Nugroho
NIM/KELOMPOK : 20210350099/Kelompok B-2
TGL PRAKTIKUM : 28 JUNI 2022
ASISTEN : apt. Azka Muhammad Rusydan, S.Farm
PRODI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2022
A.TUJUAN
Agar mahasiswa mampu melakukan uji penetapan kadar obat dalam sampel biologis
(urin, feses, hepar, ginjal, dan paru-paru).
B. DASAR TEORI
Intensitas efek farmakologik suatu obat seringkali dikaitkan dengan dosis obat yang
dikonsumsi. Namun sebenarnya konsentrasi obat bebas yang berikatan dengan reseptor-
lah yang menentukan besarnya efek farmakologik yang diberikan oleh suatu obat.
Reseptor Sebagian besar terdapat dalam sel-sel jaringan. Oleh karena sebagian besar sel-
sel jaringan diperfusi oleh darah, maka pemeriksaan kadar obat dalam darah merupakan
suatu metode yang paling akurat untuk pemantauan pengobatan dan pengoptimalan
manfaat terapi obat dalam pelayanan farmasi. (Shargel, Leon, 1941)
Penetapan kadar obat dalam cairan biologi membutuhkan metode dengan selektivitas
tinggi, sensitivitas sampai tingkat bpj (bagian per juta), dan gangguan yang sedikit
mungkin dari zat pengganggu. Salah satu cara yang banyak digunakan adalah metode
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). (Kelly MT)’
Faktor-faktor yang dimodifikasi adalah faktor-faktor yang berkenaan dengan tahap isolasi
antara lain kecepatan dan waktu sentrifus, cara dan waktu pengocokan, serta cara
pemisahan lapisan ekstrak. Berdasarkan penelitiannya diperoleh bahwa kondisi optimum
untuk isolasi ambroksol dari dalam plasma adalah dengan menggunakan sentrifus dengan
kecepatan 2000 rpm selama 6 menit, pencampuran dengan vorteks selama 4 menit, dan
cara pemisahan lapisan ekstrak dengan metode pembekuan. (Marpaung SU, 1995)
Sampai saat ini masalah utama pada analisis obat dalam sampel darah adalah rumitnya
prosedur isolasi, mengingat terjadinya ikatan antara molekul obat dengan protein dalam
sampel darah, disamping juga faktor kompleksitas komponen yang terkandung dalam
darah yang bisa ikut berinterferensi dalam analisis serta kecilnya konsentrasi obat yang
dianalisis (Kawira JA, 1994).
Hal ini bisa memberikan galat (kesalahan) yang cukup besar pada analisis obat dalam
sampel darah. Pilihan ekstraksi cair-cair dengan penggunaan senyawa baku dalam
(internal standard) yang tepat/ideal pada analisis kuantitatif obat dalam darah diharapkan
dapat meminimalisasi galat yang timbul selama tahap isolasi sampel darah sehingga
diharapkan dapat diperoleh metode analisis yang akurat dan presisi. (Kelly MT; Johson
EL, Robert S, 1991)
C. ALAT DAN BAHAN
BAHAN :
1. Larutan Parasetamol 10 mg/ml dalam propilenglikol 40 % atau tilosa 1 %
2. Asam Klorida 6 N
3. Natrium Nitrit 10 % segar
4. Asam Sulfamat 15 % 5. Darah, plasma, serum (tikus)
5. Urin dan feses tikus PERCOBAAN III PENETAPAN KADAR OBAT DALAM
SAMPEL BIOLOGIS
6. Organ dalam tikus (hepar, ginjal, dan paru-paru)
7. Aquadest
ALAT :
1. Pipet Volume 0,5; 1 dan 2,5 ml
2. Labu takar 5 ml, 10 ml, 100 mL
3. Tabung Reaksi/Flakon
4. Pipet Ukur 1 ml, 2 ml, 5 mL
5. Spektrofotometer dan kuvet spektrofotometer
6. Skapel/Silet
7. Sentrifuge
8. Stopwatch
9. Kalkulator
10. Mortir dan Stamper
D. CARA KERJA
I. Pembuatan Kurva Baku
1. Buat seri kadar parasetamol 0, 25,50,100,200, dan 400 µg/ml dari stock
parasetamol 10 mg/ml.
2. Ambil masing-masing kadar sebanyak 1 ml dan masukkan dalam tabung
sentrifuge 3. Tambahkan 1 ml larutan TCA 10 %
3. Vortex selama 30 detik
4. Sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
5. Ambil beningan sebanyak 1 ml dan masukkan dalam tabung reaksi yang bersih
6. Tambahkan HCl 6 N sebanyak 0,5 ml dan 1 ml NaNO2 10 %
7. Campur sampai homogen dan diamkan 5 menit
8. Tambahkan Asam Sulfamat 15 % sebanyak 1 ml
9. Tambahkan 2,5 ml NaOH 10 %
10. Diamkan di tempat dingin 3-5 menit sampai gelembung tidak muncul lagi dalam
larutan
11. Baca serapan pada 435 nm menggunakan spektrofotometer, gunakan tabung 1
(parasetamol 0 µg/ml) sebagai blangko.
12. Buat persamaan regresi linear antara kadar µg/ml vs absorbansi
II. Pembuatan Blanko
1. Ambil tikus yang tidak diberi Parasetamol, kemudian dibunuh secara fisik dan
dilakukan pembedahan.
2. Dilakukan pengambilan organ yaitu hepar, ginjal, dan paru-paru sebagai sampel
biologis
3. Sebagai blanko sampel biologis yang lain yaitu urin dan feses, yang dikumpulkan
selama 24 jam dari tikus yang tidak mendapat parasetamol (perlakuan ini
dilakukan oleh laboran)
4. Masing-masing organ dan feses ditimbang 1 g dan dihaluskan menggunakan
mortar dan stamper. Untuk urin diambil sebanyak 1 ml. Masukkan masingmasing
dalam tabung sentrifuge.
5. Tambahkan 2 ml larutan TCA 10 %
6. Vortex selama 30 detik
7. Sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
8. Ambil beningan sebanyak 1 ml dan masukkan dalam tabung reaksi yang bersih
9. Tambahkan HCl 6 N sebanyak 0,5 ml dan 1 ml NaNO2 10 %
10. Campur sampai homogen dan diamkan 5 menit
11. Tambahkan Asam Sulfamat 15 % sebanyak 1 ml
12. Tambahkan 2,5 ml NaOH 10 %
13. Diamkan di tempat dingin 3-5 menit sampai gelembung tidak muncul lagi dalam
larutan
14. Gunakan sebagai blangko pada penetapan kadar parasetamol sesuai sampel
biologisnya.
III. Penetapan kadar obat dalam urin dan feses tikus
1. Timbang berat badan tikus. (dilakukan oleh laboran)
2. Hitung volume obat yang akan diberikan pada tikus dengan dosis parasetamol 150
mg/kg BB. (dilakukan oleh laboran)
3. Pemberian parasetamol secara oral (dilakukan oleh laboran)
4. Tikus dimasukkan dalam sangkar metabolik. Urin dan feses dikumpulkan selama
24 jam (dilakukan oleh laboran)
5. Urin dan feses ditimbang masing-masing 1 g. kemudian feses dihaluskan
menggunakan mortar dan stamper. Masing masing masukkan dalam tabung
sentrifuge
6. Tambahkan 2 ml larutan TCA 10 %
7. Vortex selama 30 detik
8. Sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
9. Ambil beningan sebanyak 1 ml dan masukkan dalam tabung reaksi yang bersih
10. Tambahkan HCl 6 N sebanyak 0,5 ml dan 1 ml NaNO2 10 %
11. Campur sampai homogen dan diamkan 5 menit
12. Tambahkan Asam Sulfamat 15 % sebanyak 1 ml
13. Tambahkan 2,5 ml NaOH 10 %
14. Diamkan di tempat dingin 3-5 menit sampai gelembung tidak muncul lagi dalam
larutan
15. Baca serapan pada 435 nm menggunakan spektrofotometer.
16. Hitung kadar obat dalam urin dan feses menggunakan kurva baku.
IV. Penetapan Kadar Obat dalam Organ Dalam Tikus
1. Tiap kelompok mendapat 1 ekor tikus
2. Timbang berat badan tikus
3. Hitung volume obat yang akan diberikan pada tikus dengan dosis Parasetamol 150
mg/kgBB
4. Pemberian Parasetamol secara oral
5. Setelah 2 jam tikus dikorbankan secara fisik, kemudian dibedah
6. Dilakukan pengambilan organ yaitu hepar, ginjal, dan paru paru sebagai sampel
biologis
7. Masing-masing organ ditimbang 1 g dan dihaluskan menggunakan mortar dan
stamper. Masukkan dalam tabung sentrifuge.
8. Tambahkan 2 ml larutan TCA 10 %
9. Vortex selama 30 detik
10. Sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit
11. Ambil beningan sebanyak 1 ml dan masukkan dalam tabung reaksi yang bersih
12. Tambahkan HCl 6 N sebanyak 0,5 ml dan 1 ml NaNO2 10 %
13. Campur sampai homogen dan diamkan 5 menit
14. Tambahkan Asam Sulfamat 15 % sebanyak 1 ml
15. Tambahkan 2,5 ml NaOH 10 %
16. Diamkan di tempat dingin 3-5 menit sampai gelembung tidak muncul lagi dalam
larutan
17. Baca serapan pada 435 nm menggunakan spektrofotometer
18. Hitung kadar obat dalam masing-masing organ menggunakan kurva baku.
E. DATA PENGAMATAN
No kadar Absorbansi
pct(mcg/ml)
1 25 0,048
2 50 0,088
3 100 0,0246
4 200 0,0315
5 400 0,793
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan uji penetapan
kadar obat dalam sampel biologis urin, feses, ginjal, hati, dam paru – paru. Bioanalisis
obat dalam cairan hayati atau sampel biologis. Sampel biologis ada karena adanya
pengujian beruba kuantitatif dan kualitatif.
Pada praktikum ini hewan yang digunakan ialah tikus. Pada praktikum ini tikus
diambil beberapa organ dalamnya yang berupa plasma, hepar, ginjal, paru – paru, urine,
feses sebagai sampel yang digunakan pada praktikum kali ini unyang digun akan tuk
menetapkan kadar dan menggunakan beberapa bahan yaitu paracetamol, asam klorida,
natrium nitril, asam sulfamat, serta Aquadest. Parasetamol merupakan suatu obat yang
merupakan metabolit yang mempunyai fungsi sebagai antipiretik dan analgesik. Pemilihn
paracetamol sebgai obat sediaan obat yang digunakan. Sediaan obat ini juga memenuhi
syarat uji melalui spektrofotometer karena paracetamol mempunyai gugus kromofor
Langakah pertama pada praktikum kqli ini adalah pembuatan kurva baku dengan
membuat seri kadar parasetamol 25, 50, 100, 200, 400mg/ml dari stok paracetamol 10
mg/ml dalam propileglikol 40% dimana masing Masing kadar diambil larutan TCA 10%.
Penambahan larutan TCA ini berguna untuk mengikat protein lalu di vortex hingga
homogen stelah di vortex maka disentrifuge dengan kecepatan 2000rpm. Sentrifuge
digunakan untuk memisahkan cairan dengan partikel terkuat. Setelah sentrifuge siambil
1ml dimasukkan kedalam tabung reaksi dan larutan ini ditambahkan HCL 0,1N sebanyak
0,5 ml penambahan HCL ini untuk mengubah amina skunder menjadi amina primer yang
akan dtambahkan dengan NaNO2 sebanyak 1ml dan dihomogenkan serta didiamkan
selama 5 menit, lalu ditambahkan asam sulfamat 15%. Sebanyak 1ml dan 2,5ml NaOH
10%. Dengan tujuan untuk membuat suasana asam agar pembentukan garam diazonium
berjalan sempurna yang natinya akan dinetralkan oleh NaOH. Stelah selesai pembuatan
seri kadar, maka serapan akan dibaca pada 435nm menggukan spektrofotometer uv.vis
dan dibuat persamaan kurva baku antara kadar (mg/ml) VS absorbansi.
Sampel dibaca menggunakan spektrofotometer maka didapatkan masing masing
dari seri kadar adalah 25,50,100,200,400mg/ml secara berturut turut adalah 0,048, 0,088,
0,246, 0,315, 793, dan didapatkan persamaan regresinya yaitu y: 0,0019x – 0,0011
dimana y adalah absorbansi dan x adalah kadar parasetamol
Selanjutnya tikus yang tidak menggunakan parasetamol lalu dibunuh secara fisik
dan dilakukan pembedahan dan diambil organ sperti hepar, ginjal, paru, sebagai sampel
biologis. Organ tersebut masing- masing ditimbang 1 gram dan dihaluskan dengan mortir
dan stamper. Lalu sampel yang dihaluskan tersebut dimasukkan ke tabung reaksi. Tujuan
penghalusan +ni adalah untuk mempermudah dalam pencampuran dan pengambilan
sampel. Selanjutnya ditambahkan lqrutan TCA 10% dan divortex 30 detik dan di
sentrifuge dengan kecepatan 2000rpm selama 10 detik, dan diambil beningan sebanyak
1ml dengan ditambahkan HCL 0,5, NaNO2 1ml dicampur hingga homogen dan
ditambahkan asam sulfamat 1ml dan NaOH 2,5 ml.
Selanjutnya tikus diberikan obat parasetamol dengan diberikan secara oral dan
tikus dimasukan ke sangkar metabolit untuk pengumpulan urin dan feses. Urin dan feses
yang telah terkumpul masing masing ditimbang 1 gram lalu dihaluskan dan dimasukkan
ke tabung reaksi lalu tambahkan TCA sebanyak 1ml dan divortex selama 30 detik dan di
sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 detik diambil beningan sebanyak 1ml
dan ditambahkan HCL 0,5ml, NaNO2 2,5ml.
Paracetamol diperoleh nilai kadar plasmq, ginjal, limfa, paru, feses, dan urin secara
berurutan 17,53; 24,27; 31,42; 78,84; 0,58; -28,89 dengan satuan mg/ml
G. KESIMPULAN
1. Didapatkan masing masing absorbansi dari seri kadar adalah 25, 50, 100, 200, 400
secara berturut turut adalah 0,048; 0,088; 0,256; 0,315; 0,793
2. Diperoleh nilai kadar paracetamol plasma, ginjal, paru, hati, limfa feses secara
berurutan 17,53; 24,74; 74,84; -29,89; 37,42; 0,58.
3. Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar parasetamol
tervbesar yaitu feses 2 yaitu 200,58 mg/ml, sedangkan pada teori kadar terbesar
dalam sempel yaitu pada hasil hal ini dikarenakan hati berperan sebagai organ
metabolit
F. DAFTAR PUSTAKA
Shargel, Leon; Andrew B.C.Yu. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, Third
edition. Appleton & Lange. 1941: 33-110.
Kelly MT. Drug Analysis in Biological Fluids. Dalam: Chemical Analysis in Complex
Matrices. Dublin, Ireland. Hal.17-97.
Marpaung SU. Modifikasi Metode Penetapan Kadar Ambroksol dalam Plasma Manusia
secara In Vitro menurut Nobilis. Skripsi Program Sarjana Farmasi FMIPA UI. Depok.
1995: 68+xiv.
Kawira J.A. Problems Of Drug Analysis in Relation to Therapeutic Drug Monitoring.
Dalam: Abstracs, The 4th Pan Pasific Asian Congress On Clinical Pharmacy. July 10 –
14, 1994, Horison Hotel, Jakarta – Indonesia. The Indonesian Pharmacist Association.
1994. hal.18
Johnson EL, Robert S. Dasar Kromatografi Cair. Terj. dari Basic Liquid
Chromatography, oleh Padmawinata K. Penerbit ITB Bandung, 1991: 213-321.
H. LAMPIRAN