Bab 1 PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di

suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area

atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang

mempunyai interest yang sama (Riyadi, 2017). Tujuan utama

pelayanan keperawatan komunitas dalam pedoman penyelenggaraan

upaya keselamatan masyarakat dan puskesmas adalah untuk

meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah

keperawatan kesehatan masyarakat yang optimal (Faisalado, 2018)

Menurut UU RI no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia, yang dimaksud dengan lanjut usia (Lansia) adalah seseorang

yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Secara umum seseorang

dikatakan lanjut usia jika sudah berusia diatas 60 tahun, tetapi defenisi

ini sangat bervariasi tergantung dari aspek sosial budaya, fisiologis dan

kronologis (Kemenkes.RI, 2018).

Menurut World Health Organization (WHO), di kawasan Asia

Tenggara populasi Lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada

tahun 2050 diperkirakan populasi Lansia meningkat 3 kali lipat dari

tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah Lansia sekitar 5,300,000 (7,4%)

dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah Lansia


24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan

jumlah Lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi.

Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah

Lansia sekitar 80.000.000 (Riskesdas, 2018).

Jumlah lansia di berbagai negara mengalami peningkatan, saat

ini diperkirakan jumlah lansia di seluruh dunia diperkirakan ada 500

juta dengan usia rata-rata 60 tahun (Padila, 2017). Berdasarkan sensus

penduduk pada tahun 2020 dalam waktu hampir lima dekade,

persentase lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-

2020), yakni menjadi 9,92 persen (26 juta-an). Dari seluruh lansia

yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69 tahun) jauh mendominasi

dengan besaran yang mencapai 64,29 persen, selanjutnya diikuti oleh

lansia madya (70-79 tahun) dan lansia tua (80+ tahun) dengan besaran

masing-masing 27,23 persen dan 8,49 persen. Pada tahun ini sudah ada

enam provinsi yang memiliki struktur penduduk tua di mana penduduk

lansianya sudah mencapai 10 persen, yaitu: DI Yogyakarta (14,71%),

Jawa Tengah (13,81%), Jawa Timur (13,38%), Bali (11,58%),

Sulawesi Utara (11,51%), dan Sumatera Barat (10,07%), jumlah lansia

di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun

2025 jumlah lansia di Indonesia mencapai 36 juta jiwa. (BPS Sumatera

Barat, 2020).

Permasalahan yang dialami lansia berkaitan dengan proses

penuaan yang berakibat timbulnya perubahan fisik, dan rentan


terhadap berbagai penyakit seperti penyakit jantung, stroke, diabetes

melitus, asam urat, rematik dan hipertensi (Fatmah, 2010). Hipertensi

atau tekanan darah tinggi merupakan sebuah kondisi medis dimana

orang yang tekanan darahnya meningkat diatas normal yaitu140/90

mmHg dan dapat mengalami resiko kesakitan (morbiditas) bahkan

kematian (mortalitas). Penyakit ini sering dikatakan sebagai the silent

diseases. Faktor resiko hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu

hipertensi yang tidak bisa diubah dan hipertensi yang dapat diubah.

Hipertensi yang dapat diubah meliputi merokok, obesitas, gaya hidup

yang monoton dan stres. Hipertensi yang tidak dapat dirubah meliputi

usia, jenis kelamin, suku bangsa, faktor keturunan (Rusdi & Isnawati,

2019).

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun

2017, menyatakan bahwa dari 53,3 juta kematian di dunia didapatkan

penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 33,1%,

kanker sebesar 16,7%, DM dan gangguan endokrin 6% dan infeksi

saluran napas bawah sebesar 4,8%. Data penyebab kematian di

Indonesia pada tahun 2016 didapatkan total kematian sebesar 1,5 juta

dengan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit kardiovaskular

36,9%, kanker 9,7%, penyakit DM dan endokrin 9,3% dan

Tuberkulosa 5,9%. IHME juga menyebutkan bahwa dari total 1,7 juta

kematian di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan

kematian adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%,


Hiperglikemia sebesar 18,4%, Merokok sebesar 12,7% dan obesitas

sebesar 7,7% (IMHE, 2017).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2017

menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang

hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi.

Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahun sebesar

34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah

di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-

44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur

55-64 tahun (55,2%), umur 65-74 tahun (63,2), dan umur 75 tahun ke

atas (69,5). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar

63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat

hipertensi sebesar 427.218 kematian (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data Riskesdas Provinsi Sumatera Barat tahun

2018 prevalensi hipertensi di Kota Padang sebanyak 21,7%. Prevalensi

Hipertensi menurut karakteristik kelompok umur diatas 75 tahun

memiliki prevalensi tertinggi yaitu mencapai (24,9%), umur 65-74

tahun (23,3%) dan 55-64 tahun (18,4%). Hal ini berarti akan semakin

banyak penduduk yang berisiko tinggi untuk menderita hipertensi

khususnya penduduk lanjut usia. Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Kota Padang tahun 2018 menyebutkan hipertensi menempati urutan

tertinggi dari 10 penyakit terbanyak di Kota Padang khususnya pada

lansia. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa hipertensi merupakan


penyakit tidak menular yang menyerang banyak orang (Dinas

Kesehatan Kota Padang, 2018).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan sistol dan

diastol mengalami kenaikan yang melebihi batas normal tekanan

(tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan diastolik diatas 90 mmHg)

(Murwani, 2011). Kejadian di Indonesia telah mencapai 44,1% dari

total penduduk dewasa. Hanya sekitar 54,4% dari 80,8% kasus yang

meminum obat hipertensi untuk pengobatan. Rendahnya penderita

hipertensi untuk berobat dikarenakan hipertensi atau darah tinggi tidak

menunjukkan gejala atau tanda khas yang bisa dipakai sebagai

peringatan dini. Terdapat 76% kasus hipertensi di masyarakat yang

diprediksi belum terdiagnosis (Riskesdas, 2018).

Pengendalian hipertensi tidak bisa hanya diberikan dengan

tindakan farmakologis tanpa melibatkan intervensi non farmakologis

mencakup terapi agen fisik dan intervensi terapi perilaku kognitif.

Terapi non farmakologis dipilih karena penggunaan obat-obatan pada

hipertensi memiliki beberapa kelemahan antara lain biaya yang mahal,

membutuhkan kepatuhan karena membutuhkan waktu yang relatif

lama untuk dapat menurunkan tekanan darah serta sering

menimbulkan kebosanan dalam mengkonsumsi obat (Anung, 2019)

Upaya promotif yaitu memberi pendidikan kesehatan tentang

pengertian, penyebab, tanda dan gejala, makanan yang tidak

dianjurkan, sampai dengan perawatan dan komplikasi hipertensi,


sebagai care provider yaitu dengan cara memberi kenyamanan dan

keamanan bagi klien, memfasilitasi klien dengan anggota tim

kesehatan lainnnya dan berusaha mengembalikan kesehatan klien,

sebagai change agent yaitu dengan cara memberikan perawatan dan

pengobatan tradisional dengan memanfaatkanbahan-bahan herbal yang

terdapat di lingkungan sekitar rumah dan sebagai rehabilitative yaitu

dengan cara memberikan dukungan kepala klien untuk melaksanakan

anjuran dokter dan petugas kesehatan lainnya dengan baik dan benar.

(Kowalski, 2016)

Secara non farmakologis salah satu terapi komplementer yang

dapat menurunkan tekanan darah bisa dilakukan dengan olah raga, diet

makan tinggi lemak, mengurangi konsumsi garam, dan buah-buahan.

Salah satunya yang bisa digunakan untuk penurunan tekanan darah

yaitu pisang ambon. Pisang ambon selain mudah didapatkan juga

mengandung kalium yang dapat menyebabkan penghambatan pada

Renin Angiotensin System juga menyebabkan terjadinya penurunan

sekresi aldosterone, sehingga terjadi penurunan reabsorbsi natrium dan

air ditubulus ginjal. Akibat dari mekanisme tersebut, maka terjadi

peningkatan diuresis yang menyebabkan berkurangnya volume darah,

sehingga tekanan darah pun menjadi turun. Maka dari itupisang ambon

sangat baik dikonsumsi bagi penderita hipertensi karena memiliki

kadar kalium yang cukup tinggi (Fatmawati et al., 2017).


Pemberian pisang ambon sebagai salah satu alternaif

pengobatan non farmakologi bagi penderita hipertensi dapat diberikan

3x sehari (1 pisang ambon=303 mg kalium) secara berturut-turut

dalam 5-7 hari. Perlu diperhatikan frekunesi pemberian pisang ambon

yang berlebihan tidak baik bagi tubuh, karena 1 buah pisang ambon

mengandung ±600 mg kalium dengan jumlah normal kalium di dalam

darah tubuh adalah 4.000 mg. Jika tubuh mengkonsumsi terlalu

banyak kalium akan mengakibatkan hiperkalemia yang dapat

menyebabkan terganggunya aktivitas listrik di dalam jantung.

Ditandai dengan melambatnya detak jantung, jantung berhenti

berdetak, mengalami kerusakan, hingga berujung pada kematian

(Clevelad, 2019)

Peneltian Ramadhan (2021) tentang Pengaruh Konsumsi

Pisang Ambon (Musa paradisiaca) terhadap Penurunan Tekanan

Darah Penderita Hipertensi Puskesmas Bontang Selatan didapatkan,

rata-rata tekanan darah kelompok kontrol sebelum perlakuan 152/92

mmHg dan setelah perlakuan 149,33/92 mmHg dibandingkan rata-rata

tekanan darah kelompok perlakuan sebelum perlakuan 152/88,67

mmHg dan setelah perlakuan 137,33/84 mmHg. Hasil uji Wilcoxon

Signed Rank Test didapatkan p-value sebesar 0,001 atau p<0,05

menunjukkan terdapat pengaruh pemberian pisang ambon terhadap

penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas

Bontang Selatan.
Penelitian Permatasari (2021) tentang Pengaruh Konsumsi

Pisang Ambon terhadap Perubahan Tekanan darah pada Lansia dengan

Hipertensi didapatkan, penurunan tekanan darah pada dua lansia (Ny. J

dan Ny. M) sebelum dan sesudah diberikan konsumsi pisang ambon

selama tujuh hari. Pada Ny. J dari TD : 140/90 mmHg menjadi 106/84

mmHg dan Ny. M dari TD: 150/90 menjadi 130/80 mmHg.

Disimpulkan berdasarkan hasil penelitian terdapat penurunan tekanan

darah setelah diberikan pisang ambon selama tujuh hari.

Berdasarkan survei yang dilakukan mahasiswa praktek profesi

ners dengan cara penyebaran kuestioner dan wawancara terpimpin

pada tanggal 4 Februari 2021 di RT 03 RW V Korong Gadang Kuranji

didapatkan data jumlah penduduk sebanyak 275 jiwa dengan jumlah

KK sebanyak 71 KK, yang terdiri dari 20 orang lansia. Persentase

lansia dengan hipertensi yaitu (51,2%). Saat dilakukan wawancara

masih ditemukan lansia yang tidak menjalani pengobatan rutin di

Puskesmas.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik menyusun

Karya Ilmiah Ners “Asuhan Keperawatan Komunitas Dalam Upaya

Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Di RT 03 RW V Korong

Gadang Kuranji Padang Tahun 2021”


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu,

bagaimana Asuhan Keperawatan Komunitas Dalam Upaya Penurunan

Tekanan Darah Pada Lansia Di RT 03 RW V Korong Gadang Kuranji

Padang Tahun 2021

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu mengaplikasikan ilmu dalam memberikan Asuhan

Keperawatan Komunitas Dalam Upaya Penurunan Tekanan Darah

Pada Lansia Di RT 03 RW V Korong Gadang Kuranji Padang

Tahun 2021

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian dengan Hipertensi di RT 03

RW V Korong Gadang Kuranji Padang Tahun 2021.

b. Mampu merumuskan diagnosa dengan Hipertensi di RT 03

RW V Korong Gadang Kuranji Padang Tahun 2021

c. Mampu melakukan rencana asuhan keperawatan dengan

Hipertensi di RT 03 RW V Korong Gadang Kuranji Padang

Tahun 2021

d. Mampu melakukan implementasi dengan Hipertensi di RT 03

RW V Korong Gadang Kuranji Padang Tahun 2021

e. Mempu melakukan evaluasi dengan Hipertensi di RT 03 RW

V Korong Gadang Kuranji Padang Tahun 2021


f. Mampu mendokumentasikan hasil keperawatan dengan

Hipertensi Di RT 03 RW V Korong Gadang Kuranji Padang

Tahun

D. Manfaat Penulis
1. Teoritis
a. Bagi Penulis
Untuk mendapatkan pengalaman dan kemampuan

penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam

pengendalian tekanan darah pada pasien hipertensi.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penulisan ini diharapkan nantinya dapat berguna,

menjadi manfaat, dan pedoman bagi penulis selanjutnya yang

berminat di bidang ini.

2. Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Penulisan ini merupakan penerapan Ilmu Keperawatan

Keluarga dan diharapkan nantinya dapat menambah ilmu

tersebut bagi dunia keperawatan.

b. Bagi Tempat Penelitian

Penulis berharap ini dapat dijadikan sumber informasi

dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan

keperawatan pada penderita hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai