Perda Nomor 2 Tahun 2020 TTD PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 218

-1-

WALIKOTA MAGELANG
PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG


TAHUN 2020 NOMOR 2

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG


NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4
TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAGELANG
TAHUN 2011-2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG,

Menimbang : a. bahwa seiring dengan berkembangnya dinamika sosial,


ekonomi, kemasyarakatan, dan pembangunan fisik di Kota
Magelang, maka guna penyelenggaraan tata ruang di Kota
Magelang Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Magelang Tahun 2011-2031 perlu diubah dan
diselaraskan dalam pengaturannya;
b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 64 Tahun 2017 tentang Batas Daerah Kabupaten
Magelang dan Kota Magelang Provinsi Jawa Tengah, telah
ditetapkan batas wilayah baru antara Kabupaten Magelang
dengan Kota Magelang sehingga berpengaruh terhadap
luas wilayah Kota Magelang dan berdampak terhadap Pola
Ruang dan penataan ruang wilayah;
c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang wilayah
kota ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;
-2-

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011-
2031;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kota Kecil dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Jawa Barat;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3258);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3881);
7. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4169);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4247);
-3-

9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5073);
11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
12. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
-4-

16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 69);
18. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
19. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
20. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
21. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052);
22. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
23. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068);
-5-

24. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar


Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168);
25. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
26. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5214);
27. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6398);
28. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5492);
29. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5512);
30. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5585);
-6-

31. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
32. Undang-Undang Nomor 37 tahun 2014 tentang
Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5608);
33. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6405);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah
beberapa kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 290,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5772);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
-7-

36. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4624);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
-8-

41. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6042);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4859);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5004);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022);
-9-

46. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang


Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 264, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5961);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5185);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5230);
- 10 -

52. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang


Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5262);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5279);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5347);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);
58. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5404);
- 11 -

59. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang


Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5468);
60. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5502);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2014 tentang
Penataan Wilayah Pertahanan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 190, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5574);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 260, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5594);
63. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5617);
64. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang
Pengusahaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 344, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5801);
65. Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang
Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 345, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5802);
66. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5883);
- 12 -

67. Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2011 tentang Kebun


Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 143);
68. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang
Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 291);
69. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 19);
70. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2020-2024 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 10);
71. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018
Nomor 107);
72. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang
Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal-
Semarang-Salatiga-Demak-Grobogan, Kawasan
Purworejo-Wonosobo-Magelang-Temanggung, dan
Kawasan Brebes-Tegal-Pemalang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 224);
73. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun
2004 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2013 Nomor 44 Seri E Nomor 45);
- 13 -

74. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun


2004 tentang Garis Sempadan (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004 Nomor 46 Seri E
Nomor 7) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Tengah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Garis Sempadan
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
Nomor 9);
75. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun
2007 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Provinsi
Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007 Nomor 5 Seri E Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4);
76. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun
2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Nomor 9);
77. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun
2009 tentang Irigasi (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 23);
78. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun
2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 6) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2019 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019
Nomor 121);
- 14 -

79. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun


2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 48);
80. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun
2013 tentang Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Permukaan di Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 50);
81. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 13 Tahun
2013 tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Nomor 58);
82. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Sampah di Jawa Tengah
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Nomor 63);
83. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun
2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2023
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019
Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Nomor 110);
84. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 15 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di
Wilayah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 73);
85. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun
2016 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 Nomor 6,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 83);
- 15 -

86. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2009


tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 (Lembaran
Daerah Kota Magelang Tahun 2009 Nomor 4);
87. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 7 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Air Tanah (Lembaran Daerah Kota
Magelang Tahun 2011 Nomor 7);
88. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang
Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kota Magelang
Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota
Magelang Nomor 4);
89. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2012
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota
Magelang Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Daerah Kota Magelang Nomor 5);
90. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 5 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Angkutan (Lembaran Daerah
Kota Magelang Tahun 2013 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 20);
91. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 7 Tahun 2013
tentang Cagar Budaya di Kota Magelang (Lembaran
Daerah Kota Magelang Tahun 2013 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 22);
92. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 10 Tahun 2013
tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Daerah Kota
Magelang Tahun 2013 Nomor 10, Tambahan Lembaran
Daerah Kota Magelang Nomor 24);
93. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 13 Tahun 2013
tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2013
Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang
Tahun 2013 Nomor 28);
- 16 -

94. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 1 Tahun 2014


tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (Lembaran
Daerah Kota Magelang Tahun 2014 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 33);
95. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2015
tentang Kepariwisataan (Lembaran Daerah Kota
Magelang Tahun 2015 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Kota Magelang Nomor 42);
96. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan
Raya (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2015
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang
Nomor 43);
97. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 10 Tahun 2015
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2015 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 47);
98. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 1 Tahun 2016
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah Kota
Magelang Tahun 2016 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Daerah Kota Magelang Nomor 50);
99. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
(Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2016 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 55);
100. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2018
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun
2018 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kota
Magelang Nomor 74);
101. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 14 Tahun 2018
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah
Kota Magelang Tahun 2018 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 82);
- 17 -

102. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2019


tentang Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota
Magelang (Lembaran Daerah Kota Magelang Tahun 2019
Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Magelang
Nomor 91);
103. Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 7 Tahun 2019
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Lembaran
Daerah Kota Magelang Tahun 2019 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Daerah Kota Magelang Nomor 94);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MAGELANG
dan
WALIKOTA MAGELANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS


PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN
2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA
MAGELANG TAHUN 2011-2031.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Magelang
Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Magelang Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kota
Magelang Tahun 2012 Nomor 4), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
- 18 -

1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut dengan


Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Provinsi adalah Provinsi Jawa Tengah.
3. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat
Provinsi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
Provinsi.
4. Daerah adalah Kota Magelang.
5. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
6. Walikota adalah Walikota Magelang.
7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
9. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan Pola
Ruang.
10. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarki
memiliki hubungan fungsional.
- 19 -

11. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang


dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
12. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan
yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,
dan pengawasan penataan ruang.
14. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya
pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat dalam penataan ruang.
15. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk
meningkatkan kinerja penataan ruang yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
16. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya
pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
17. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar
penyelenggaraan Penataan Ruang dapat diwujudkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
18. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang.
19. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
20. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya
untuk mewujudkan tertib tata ruang.
- 20 -

21. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang yang


selanjutnya disingkat RTRW Kota adalah rencana
tata ruang yang merupakan penjabaran RTRW
nasional dan Provinsi ke dalam kebijakan dan
strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
Daerah.
22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait padanya
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administrasi pemerintahan dan/atau aspek
fungsional.
23. Kawasan adalah suatu wilayah yang memiliki fungsi
utama lindung atau budi daya.
24. Kawasan Strategis Daerah adalah kawasan yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan bagi kepentingan tingkat/skala Daerah.
25. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat
dengan PKW adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala Provinsi
atau beberapa kabupaten/kota.
26. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
27. Prasarana dan Sarana adalah bangunan fisik yang
terkait dengan kepentingan umum dan keselamatan
umum, seperti prasarana dan sarana perhubungan,
prasarana dan sarana sumber daya air, prasarana
dan sarana permukiman, serta prasarana dan
sarana lainnya.
- 21 -

28. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan


dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
29. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan.
30. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya.
31. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain masuk atau
dimasukkan kedalamnya.
32. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat
RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
33. Kebun Raya adalah kawasan konservasi tumbuhan
secara ex situ yang memiliki koleksi tumbuhan
terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola
klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau
kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan
kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata,
dan jasa lingkungan.
- 22 -

34. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah


wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah
perdesaaan yang memiliki hamparan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau
hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan
fungsi utama untuk mendukung kemandirian,
ketahanan, dan keadulatan pangan nasional.
35. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah
bidang lahan pertanian di Daerah yang ditetapkan
untuk dilindungi dan dikembangkan secara
konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan
nasional.
36. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
adalah lahan potensial yang dilindungi
pemanfaatannya agar kesesuaian dan
ketersediaannya tetap terkendali untuk
dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan pada masa yang akan datang.
37. Kawasan Pertahanan Negara yang selanjutnya
disebut Kawasan Pertahanan dan Keamanan adalah
wilayah yang ditetapkan untuk mempertahankan
Kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman dan gangguan
keutuhan bangsa dan negara.
38. Bagian Wilayah Perencanaan yang selanjutnya
disingkat BWP adalah bagian dari kabupaten/kota
dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang
akan atau perlu disusun RDTRnya, sesuai arahan
atau yang ditetapkan di dalam RTRW
kabupaten/kota yang bersangkutan.
39. Pusat Pelayanan Kota adalah satuan fungsi kawasan
perkotaan yang merupakan bagian utama kegiatan
kota dan mempunyai jangkauan pelayanan skala
kota dan/atau regional.
- 23 -

40. Subpusat Pelayanan Kota adalah satuan fungsi


kawasan perkotaan yang berperan dalam
perkembangan daerahnya dan mempunyai
jangkauan pelayanan skala subwilayah.
41. Pusat Lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi,
sosial, dan/atau administrasi lingkungan kota.
42. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori
dan jalan kabel.
43. Jalan Arteri adalah jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
44. Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
45. Jalan Lokal adalah jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
46. Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang
berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah.
47. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk
dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat.
48. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah.
- 24 -

49. Air Tanah adalah air yang terdapat pada lapisan


tanah atau batuan bawah permukaan tanah.
50. Air Baku Untuk Air Minum Rumah Tangga, yang
selanjutnya disebut Air Baku adalah air yang dapat
berasal dari sumber air permukaan, cekungan air
tanah, dan/atau air hujan yang memenuhi baku
mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
51. Air Minum adalah air minum rumah tangga yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum.
52. Air Limbah adalah air buangan yang berasal dari
rumah tangga termasuk tinja manusia dari
lingkungan permukiman.
53. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah
serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air
sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya
serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
54. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri
kanan sungai, termasuk sungai buatan, yang
mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai/sungai
buatan.
55. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan
pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi
rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan
irigasi tambak.
56. Sempadan Irigasi adalah kawasan sepanjang kiri
kanan saluran irigasi primer dan sekunder yang
mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi saluran.
57. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
- 25 -

58. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya


disingkat TPA adalah tempat untuk memproses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara
aman bagi manusia dan lingkungan
59. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya
disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah
diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan,
dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
60. Tempat Pengolahan Sampah Dengan Prinsip 3R
(reduce, reuse dan recycle) yang selanjutnya
disingkat TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya
kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
61. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang
selanjutnya disingkat TPST adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan,
dan pemrosesan akhir Sampah.
62. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor
Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan
dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan
orang dan/atau barang, serta perpindahan moda
angkutan.
63. Kereta Api adalah sarana perkeretaapian dengan
tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun
dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya,
yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang
terkait dengan perjalanan kereta api.
64. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan
cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar
budaya, dan kawasan cagar budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
- 26 -

65. Pertanian yang mencakup Tanaman Pangan,


Hortikultura, Perkebunan, dan Peternakan yang
selanjutnya disebut Pertanian adalah seluruh
kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha tani,
agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang
pengelolaan sumber daya alam hayati dalam
agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan,
dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan
manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
66. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi
sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah
beserta segenap faktor yang memengaruhi
penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi,
dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun
akibat pengaruh manusia.
67. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian
yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan
yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,
serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan.
68. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian
dari Permukiman, baik perkotaan, yang dilengkapi
dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak
huni.
69. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi
sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana
pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
- 27 -

70. Perdagangan adalah kegiatan usaha transaksi


barang atau jasa seperti jual beli, sewa beli, sewa
menyewa yang dilakukan secara berkelanjutan
dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa
dengan disertai imbalan atau kompensasi.
71. Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL
adalah pelaku usaha yang melakukan usaha
perdagangan dengan menggunakan sarana usaha
bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan
prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum,
lahan dan bangunan milik Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan/atau
swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.
72. Pasar Rakyat adalah tempat usaha yang ditata,
dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara,
dan/atau Badan Usaha Milik Daerah dapat berupa
toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/ dikelola oleh
pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat,
atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan
menengah dengan proses jual beli barang melalui
tawar menawar.
73. Pusat Perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang
terdiri atas satu atau beberapa bangunan yang
didirikan secara vertikal maupun horizontal yang
dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau
dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan
perdagangan barang.
74. Gudang adalah suatu ruangan tidak bergerak yang
tertutup dan/atau terbuka dengan tujuan tidak
untuk dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai
khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang
dapat diperdagangkan dan tidak untuk kebutuhan
sendiri.
- 28 -

75. Lokasi Binaan adalah lokasi yang ditetapkan


peruntukannya bagi PKL yang diatur oleh
Pemerintah Daerah baik bersifat permanen maupun
sementara.
76. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata
dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
77. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan
lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri
berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
78. Perusahaan Industri adalah setiap orang yang
melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang
berkedudukan di Indonesia.
79. Sentra Industri Kecil dan Menengah adalah lokasi
pemusatan kegiatan industri kecil dan industri
menengah yang menghasilkan produk sejenis,
menggunakan bahan baku sejenis dan/atau
mengerjakan proses produksi yang sama.
80. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi adalah
ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan
ruang dan ketentuan pengendalian pemanfatan
ruang yang disusun untuk klasifikasi
peruntukan/fungsi ruang dan kawasan sekitar
jaringan prasarana wilayah kota.
81. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya
disingkat RTNH, adalah ruang terbuka di bagian
wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam
kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau
yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan
tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau
berpori (cadas, pasir, kapur, dan lain sebagainya).
- 29 -

82. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat


dengan CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
83. Dokumen Lingkungan Hidup adalah dokumen yang
memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup yang terdiri atas Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL), Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL), Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPL), Dokumen Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan Hidup (DPPL), Studi
Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(SEMDAL), Studi Evaluasi Lingkungan Hidup (SEL),
Penyajian Informasi Lingkungan (PIL), Penyajian
Evaluasi Lingkungan (PEL), Dokumen Pengelolaan
Lingkungan Hidup (DPL), Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RKL-RPL), Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup
(DELH), Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup
(DPLH), dan Audit Lingkungan.
84. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya
disingkat SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup
dari usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
- 30 -

85. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang adalah


ketentuan mengenai besaran pembangunan yang
diizinkanpada suatu zona berdasarkan batasan
pengaturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
jumlah lantai bangunan, Koefisien Dasar Hijau
(KDH), dan/atau aturan tambahan lainnya berupa
Koefisien Tapak Basement (KTB), Koefisien Wilayah
Terbangun Maksimum (KWT), Kepadatan Bangunan
atau Unit Bangunan, dan Kepadatan Penduduk
Minimum.
86. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya
disingkat KDB adalah angka persentase
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.
87. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat
KDH adalah angka persentase berdasarkan
perbandingan jumlah luas lahan terbuka untuk
penanaman tanaman dan atau peresapan air
terhadap luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana kota.
88. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya
disingkat KWT adalah angka persentase luas
kawasan atau blok peruntukan yang terbangun
terhadap luas kawasan atau luas kawasan blok
peruntukan seluruhnya di dalam suatu kawasan
atau blok peruntukan yang direncanakan.
89. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok
orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi,
dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah
lain dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.
- 31 -

2. Di antara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu) pasal


yakni Pasal 1A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1A
(1) Ruang lingkup wilayah Daerah mencakup:
a. luas wilayah;
b. batas wilayah; dan
c. posisi geografis.
(2) Luas wilayah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a memiliki luas kurang lebih 1.854 ha
(seribu delapan ratus lima puluh empat hektare).
(3) Batas wilayah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. batas utara berbatasan dengan Kecamatan
Secang Kabupaten Magelang;
b. batas selatan berbatasan dengan Kecamatan
Mertoyudan Kabupaten Magelang;
c. batas timur berbatasan dengan Sungai Elo dan
Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang; dan
d. batas barat berbatasan dengan Sungai Progo dan
Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang.
(4) Posisi geografis Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdapat pada 7026’0,622”-
7030’21,697” LS dan 110011’56,012”-
110014’14,075”BT.

3. Ketentuan Pasal 6 huruf a diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 6
Kebijakan pengembangan Struktur Ruang Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
a. penataan dan pengembangan pusat-pusat kegiatan
yang mampu meningkatkan peran dan fungsi
Daerah menjadi PKW di Jawa Tengah dan pusat di
Wilayah Pengembangan (WP) Purwomanggung;
- 32 -

b. pengembangan dan peningkatan akses, serta


jangkauan pelayanan kawasan pusat-pusat kegiatan
dan pertumbuhan ekonomi wilayah Daerah yang
merata dan berhierarki, guna meningkatkan
produktivitas dan daya saing Daerah;
c. pengembangan sistem Prasarana dan Sarana yang
terintegrasi dengan sistem regional, Provinsi, dan
nasional; dan
d. pengembangan peningkatan kualitas dan jangkauan
pelayanan sistem Prasarana dan Sarana yang
terpadu dan merata di seluruh wilayah Daerah
sesuai dengan arahan penyediaan yang berdasarkan
standar dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

4. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 7
Strategi penataan dan pengembangan pusat-pusat
kegiatan yang mampu meningkatkan peran dan fungsi
Daerah menjadi PKW di Jawa Tengah dan pusat Wilayah
Pengembangan (WP) Purwomanggung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
a. meningkatkan keterkaitan antar daerah di Wilayah
Pengembangan (WP) Purwomanggung dengan
Daerah sebagai PKW di Jawa Tengah;
b. menata, mengembangkan, dan/atau membangun
kawasan pusat-pusat kegiatan perekonomian
Daerah yang mempunyai skala pelayanan regional;
c. menata, mengembangkan, mengoordinasi, dan/atau
membangun kawasan pusat-pusat kegiatan
pendidikan Daerah yang mempunyai skala
pelayanan regional dan/atau nasional; dan
d. menata, mengembangkan, mengoordinasi, dan/atau
membangun kawasan pusat-pusat kegiatan
kesehatan Daerah.
- 33 -

5. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 9
Strategi pengembangan sistem Prasarana dan Sarana
yang terintegrasi dengan sistem regional, Provinsi, dan
nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c
meliputi:
a. memadukan, meningkatkan, dan/atau membangun
jaringan infrastruktur transportasi darat yang terdiri
atas jaringan perkeretaapian, jaringan Jalan beserta
pendukungnya, sarana Terminal penumpang dan
barang, dan lokasi pergantian moda transportasi
barang dan orang secara terintegrasi dengan
jaringan pelayanan transportasi regional, Provinsi,
dan nasional;
b. memadukan, menata, dan/atau membangun
jaringan pengolahan Sampah Daerah dengan
Kawasan Kabupaten Magelang secara terintegrasi
melalui Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Regional; dan
c. memadukan, mengembangkan, dan menjaga
kualitas jaringan Irigasi sebagai bagian infrastruktur
pengairan Pemerintah untuk menunjang
pengembangan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.

6. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 10
Strategi pengembangan Struktur Ruang untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan
jangkauan pelayanan sistem Prasarana dan Sarana yang
terpadu dan merata di seluruh wilayah Daerah sesuai
dengan arahan penyediaan yang berdasarkan standar
dan ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d meliputi:
- 34 -

a. meningkatkan kualitas dan kuantitas, menata,


dan/atau membangun sistem prasarana
transportasi darat di Daerah untuk kelancaran
distribusi barang/jasa dengan mengembangkan
Terminal penumpang tipe A, Terminal penumpang
tipe C, terminal barang, jaringan jalan kota, sarana
angkutan umum, prasarana pejalan kaki, dan
prasarana pendukung jaringan jalan;
b. mengembangkan, menata, meningkatkan, dan/atau
membangun Prasarana dan Sarana telekomunikasi
dan informatika secara proporsional, efektif, dan
efisien yang meliputi jaringan tetap dan jaringan
bergerak;
c. mengembangkan, menata, dan mewujudkan
keterpaduan sistem prasarana jaringan energi yang
meliputi jaringan infrastruktur ketenagalistrikan,
jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi, dan
energi terbarukan;
d. mengembangkan, menata, dan mengintegrasikan
sistem prasarana dan jaringan pengairan Irigasi
Daerah agar terpadu dengan Daerah Irigasi regional
untuk menunjang kegiatan sektor pertanian pangan
berkelanjutan;
e. menata, memantau, melindungi, dan
mengkonservasi Air Tanah dan Air Permukaan
sebagai sumber daya air Daerah dengan prinsip
berkelanjutan;
f. mengembangkan, menata, meningkatkan, dan/atau
membangun kualitas sistem jaringan Air Baku
untuk air bersih Daerah dengan pemanfaatan Air
Permukaan dan pemanfaatan Air Tanah;
- 35 -

g. mengembangkan, menata, meningkatkan kualitas


sistem pengelolaan Sampah Daerah dengan metode
penggunaan kembali Sampah, reduksi Sampah, dan
daur ulang Sampah, serta membangun dan
mewujudkan keterpaduan sistem pengelolaan
persampahan Daerah dengan wilayah Kabupaten
Magelang;
h. mengembangkan, menata, meningkatkan, dan/atau
membangun secara bertahap jaringan dan sarana
pengolahan Air Limbah sehingga terpisah dengan
jaringan drainase untuk kesehatan dan
keberlanjutan lingkungan Daerah;
i. mengembangkan, menata, meningkatkan, dan/atau
membangun jaringan drainase secara bertahap dan
berhierarki sehingga tercapai keterpaduan sistem
drainase untuk menghindari genangan air dan/atau
banjir akibat hujan di wilayah Daerah;
j. mengembangkan, menata, meningkatkan, dan/atau
membangun Prasarana dan Sarana dasar
lingkungan Perumahan dan kawasan Permukiman
untuk mewujudkan keterpaduan dengan sistem
penyediaan jaringan pelayanan air bersih,
persampahan, Air Limbah, dan drainase tingkat kota
agar lebih berkualitas;
k. mengembangkan, menata, meningkatkan, dan/atau
membangun infrastruktur perkotaan secara
bertahap meliputi jaringan pejalan kaki dan jalur
sepeda;
l. meningkatkan kualitas dan menata prasarana
infrastruktur perkotaan berupa reklame secara
bertahap; dan
m. meningkatkan kualitas dan menyediakan Prasarana
dan Sarana jalur evakuasi dan ruang evakuasi
bencana.
- 36 -

7. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 12
(1) Kebijakan pengembangan Kawasan Lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a
meliputi:
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi
dan Daya Dukung Lingkungan Hidup; dan
b. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia
yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan
hidup.
(2) Strategi pengembangan Kawasan Lindung untuk
pemeliharaan dan peningkatan kelestarian fungsi
dan Daya Dukung Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. menetapkan Kawasan Lindung di ruang darat,
ruang udara, dan ruang di dalam bumi yang
meliputi kawasan perlindungan setempat, RTH
Kota, Kawasan Lindung geologi dan kawasan
Cagar Budaya;
b. mewujudkan RTH Kota untuk mencapai luasan
30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah
Daerah;
c. mengembangkan, menata dan mengembalikan
fungsi kawasan perlindungan setempat dalam
rangka perlindungan kawasan dan pemeliharaan
ekosistem kawasan;
d. pengaturan dan penataan fungsi Kawasan
Lindung geologi dalam rangka perlindungan
fungsi kawasan;
e. mengembalikan dan meningkatkan fungsi
Kawasan Lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budi daya, dalam
rangka mewujudkan dan memelihara
keseimbangan ekosistem wilayah; dan
- 37 -

f. mengembangkan, menata, mempertahankan,


dan/atau meningkatkan kualitas kawasan Cagar
Budaya untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan Pariwisata Daerah.
(3) Strategi pengembangan Kawasan Lindung untuk
pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup;
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari
tekanan perubahan dan/atau dampak negatif
yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap
mampu mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen
lainnya yang dibuang ke dalamnya;
d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara
langsung atau tidak langsung menimbulkan
perubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi
dalam menunjang pembangunan yang
berkelanjutan;
e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana untuk menjamin kepentingan
generasi masa kini dan generasi masa depan;
dan
f. mengembangkan kegiatan budi daya yang
mempunyai daya adaptasi bencana di Kawasan
yang memiliki risiko bencana.

8. Ketentuan Pasal 13 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:
- 38 -

Pasal 13
(1) Kebijakan pengembangan Kawasan Budi Daya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b
meliputi:
a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan
keterkaitan antarkegiatan budi daya; dan
b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya
agar tidak melampaui Daya Dukung Lingkungan
Hidup.
(2) Strategi pengembangan Kawasan Budi Daya untuk
perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan
keterkaitan antarkegiatan budi daya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. menetapkan Kawasan Budi Daya yang memiliki
nilai strategis kota untuk pemanfaatan sumber
daya alam di ruang darat, ruang udara, dan
ruang di dalam bumi secara sinergis untuk
mewujudkan keseimbangan Pemanfaatan Ruang
wilayah;
b. mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di
dalam kawasan beserta infrastruktur secara
sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong
pengembangan perekonomian kawasan dan
wilayah sekitarnya;
c. mengembangkan kegiatan budi daya untuk
menunjang aspek politik, pertahanan dan
keamanan, sosial budaya, dan ekonomi, serta
ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. mengembangkan dan melestarikan Kawasan
Budi Daya Pertanian pangan untuk mewujudkan
ketahanan pangan Daerah dan/atau Provinsi,
serta nasional; dan
- 39 -

e. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber


daya Lahan untuk meningkatkan kualitas
kawasan Permukiman, Kawasan Peruntukan
Industri, kawasan Pariwisata, Kawasan
Pertahanan dan Keamanan, kawasan Pertanian,
kawasan perikanan, dan kawasan hutan rakyat.
(3) Strategi pengembangan Kawasan Budi Daya untuk
pengendalian perkembangan kegiatan budi daya
agar tidak melampaui Daya Dukung Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. mengoptimalkan ruang bagi kegiatan budi daya
sesuai Daya Dukung Lingkungan Hidup dan
Daya Tampung Lingkungan Hidup;
b. mengembangkan secara selektif bangunan fisik
di Kawasan yang memiliki risiko bencana
berdasarkan kajian teknis untuk meminimalkan
potensi kejadian bencana dan potensi kerugian
akibat bencana;
c. mengatur penggunaan teknologi yang berpotensi
sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana;
d. penataan perkembangan kawasan terbangun di
Kawasan Perkotaan dengan mengoptimalkan
Pemanfaatan Ruang secara vertikal dan tidak
sporadis;
e. mempertahankan Lahan pangan pertanian
berkelanjutan; dan
f. mengembangkan kegiatan budi daya yang dapat
mempertahankan keberadaan kawasan dari
dampak negatif yang mungkin timbul termasuk
bencana.
- 40 -

9. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 14
(1) Kebijakan penetapan Kawasan Strategis Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c
meliputi:
a. pelestarian dan peningkatan fungsi dan Daya
Dukung Lingkungan Hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan
keseimbangan ekosistem, melestarikan
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi perlindungan kawasan,
melestarikan keunikan bentang alam, dan
melestarikan warisan budaya Daerah;
b. pengembangan dan peningkatan fungsi Kawasan
dalam pengembangan perekonomian Daerah
yang produktif, efisien, dan mampu berdaya
saing; dan
c. pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya.
(2) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan
Daya Dukung Lingkungan Hidup untuk
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan
ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi
perlindungan kawasan, melestarikan keunikan
bentang alam, dan melestarikan warisan budaya
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. menetapkan kawasan strategis lingkungan hidup
yang berpengaruh pada fungsi lindung;
b. mencegah dan membatasi Pemanfaatan Ruang di
Kawasan Strategis Daerah yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung kawasan;
- 41 -

c. membatasi pengembangan Prasarana dan


Sarana di dalam dan di sekitar Kawasan
Strategis Daerah yang berpotensi mengurangi
fungsi lindung kawasan;
d. mengembangkan kegiatan budi daya tidak
terbangun di sekitar Kawasan Strategis Daerah
yang berfungsi sebagai zona penyangga yang
memisahkan Kawasan Lindung dengan Kawasan
Budi Daya terbangun; dan
e. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang
menurun akibat dampak Pemanfaatan Ruang
yang berkembang di dalam dan di sekitar
Kawasan Strategis Daerah.
(3) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi
kawasan dalam pengembangan perekonomian
Daerah yang produktif, efisien, dan mampu berdaya
saing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. menetapkan Kawasan Strategis Daerah dengan
fungsi pertumbuhan ekonomi;
b. mengembangkan kegiatan budi daya secara
selektif di dalam dan di sekitar Kawasan
Strategis Daerah untuk pengembangan ekonomi;
c. mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis
potensi sumber daya manusia dan kegiatan budi
daya unggulan sebagai penggerak utama
pengembangan perekonomian Daerah;
d. menciptakan iklim investasi yang kondusif;
e. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar
tidak melampaui daya dukung dan daya
tampung kawasan;
f. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya
agar tidak menurunkan kualitas lingkungan
hidup dan efisiensi kawasan;
g. mengintensifkan promosi peluang investasi; dan
h. meningkatkan pelayanan Prasarana dan Sarana
penunjang kegiatan ekonomi.
- 42 -

(4) Strategi mengembangkan kawasan strategis untuk


melestarikan dan meningkatkan sosial dan budaya
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. menetapkan Kawasan Strategis Daerah dengan
fungsi pelestarian warisan budaya;
b. mengoordinasikan penataan dan ikut
memelihara kawasan strategis dengan fungsi
pelestarian warisan budaya sesuai dengan
kewenangan Pemerintah Daerah berupa kawasan
konservasi warisan budaya;
c. mengembangkan kegiatan budi daya secara
selektif dan melalui kajian teknis zonasi di dalam
dan di sekitar kawasan strategis sosial dan
budaya;
d. melestarikan keaslian fisik serta bentuk
bangunan yang ada di kawasan strategis sosial
dan budaya;
e. meningkatkan kecintaan Masyarakat akan nilai
budaya yang mencerminkan jati diri bangsa yang
berbudi luhur; dan
f. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa
dalam kehidupan bermasyarakat.

10. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 15
(1) Rencana Struktur Ruang wilayah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
meliputi:
a. sistem pusat kegiatan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah Daerah.
- 43 -

(2) Rencana Struktur Ruang wilayah Daerah


digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:16.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

11. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 16
(1) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, terdiri atas sistem:
a. Pusat Pelayanan Kota;
b. Subpusat Pelayanan Kota; dan
c. Pusat Lingkungan.
(2) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dibagi dalam 5 (lima) BWP.

12. Ketentuan Pasal 17 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 17
(1) Pusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf a mempunyai cakupan
pelayanan seluruh wilayah Daerah dan/atau
regional.
(2) Pusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan di BWP I yang terdapat di
sebagian Kelurahan Cacaban, sebagian Kelurahan
Kemirirejo, sebagian Kelurahan Magelang, sebagian
Kelurahan Magersari, Kelurahan Panjang, Kelurahan
Rejowinangun Selatan, dan sebagian Kelurahan
Rejowinangun Utara, yaitu Kawasan Alun-Alun.
- 44 -

13. Ketentuan Pasal 18 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 18
(1) Subpusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b mempunyai cakupan
pelayanan subwilayah kota.
(2) Subpusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Subpusat Pelayanan Kota terdapat di BWP I
meliputi Kelurahan Cacaban, sebagian
Kelurahan Kemirirejo, sebagian Kelurahan
Magelang, sebagian Kelurahan Magersari,
sebagian Kelurahan Panjang, Kelurahan
Rejowinangun Selatan dan sebagian Kelurahan
Rejowinangun Utara, yaitu Kawasan
Rejowinangun;
b. Subpusat Pelayanan Kota terdapat di pusat BWP
II meliputi sebagian Kelurahan Cacaban,
sebagian Kelurahan Magelang, Kelurahan
Potrobangsan, Kelurahan Wates, dan Kelurahan
Gelangan, yaitu Kawasan Kebonpolo;
c. Subpusat Pelayanan Kota terdapat di pusat BWP
III meliputi sebagian Kelurahan Magersari,
sebagian Kelurahan Kemirirejo, Kelurahan
Jurangombo Selatan, dan Kelurahan
Jurangombo Utara, yaitu Kawasan Kyai
Langgeng;
d. Subpusat Pelayanan Kota terdapat di pusat BWP
IV meliputi sebagian Kelurahan Magersari,
Kelurahan Tidar Utara, Kelurahan Tidar Selatan,
dan sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara,
yaitu Kawasan Sukarno-Hatta; dan
e. Subpusat Pelayanan Kota terdapat di pusat BWP
V meliputi Kelurahan Kramat Utara, Kelurahan
Kramat Selatan, dan Kelurahan Kedungsari,
yaitu Kawasan Armada Estate.
- 45 -

14. Ketentuan Pasal 19 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 19
(1) Pusat Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf c mempunyai cakupan
pelayanan skala lingkungan wilayah Daerah.
(2) Pusat Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan pusat pelayanan skala lingkungan
wilayah Daerah yang dikembangkan pada masing-
masing BWP.

15. Ketentuan Pasal 20 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 20
(1) BWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. kesamaan fungsi penggunaan Lahan;
b. kesamaan karakteristik pengembangan;
c. efisiensi pelayanan fasilitas umum;
d. efisiensi sistem pergerakan; dan
e. batas fisik alamiah.
(2) BWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
terdiri atas:
a. BWP I mempunyai luas kurang lebih 246 ha (dua
ratus empat puluh enam hektare), dengan fungsi
utama sebagai kawasan pusat pelayanan sosial
dan ekonomi skala kota/regional, kesehatan,
rekreasi wisata perkotaan, dan Perumahan,
terdiri atas:
1. sebagian Kelurahan Cacaban;
2. sebagian Kelurahan Kemirirejo;
3. sebagian Kelurahan Magelang;
4. sebagian Kelurahan Magersari;
5. Kelurahan Panjang;
6. Kelurahan Rejowinangun Selatan; dan
- 46 -

7. sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara.


b. BWP II mempunyai luas kurang lebih 506 ha
(lima ratus enam hektare), dengan fungsi utama
pusat pelayanan Perumahan, Perdagangan dan
jasa, perguruan tinggi, dan pendidikan angkatan
darat, terdiri atas:
1. sebagian Kelurahan Cacaban;
2. sebagian Kelurahan Magelang;
3. Kelurahan Potrobangsan;
4. Kelurahan Wates; dan
5. Kelurahan Gelangan.
c. BWP III dengan luas kurang lebih 399 ha (tiga
ratus sembilan puluh sembilan hektare), dengan
fungsi pusat pelayanan rekreasi kota/wisata
alam skala kota/regional, RTH Kebun Raya,
pendidikan angkatan darat, dan Perumahan,
terdiri atas:
1. sebagian Kelurahan Magersari;
2. sebagian Kelurahan Kemirirejo;
3. Kelurahan Jurangombo Selatan; dan
4. Kelurahan Jurangombo Utara.
d. BWP IV dengan luas kurang lebih 327 ha (tiga
ratus dua puluh tujuh hektare), dengan fungsi
pusat pelayanan pemerintah, pengembangan
Perdagangan dan jasa, simpul pergerakan
barang, jasa dan orang, dan Perumahan, terdiri
atas:
1. sebagian Kelurahan Magersari;
2. Kelurahan Tidar Utara;
3. Kelurahan Tidar Selatan; dan
4. sebagian Kelurahan Rejowinangun Utara.
- 47 -

e. BWP V dengan luas kurang lebih 376 ha (tiga


ratus tujuh puluh enam hektare), dengan fungsi
pusat pelayanan perguruan tinggi, Perdagangan
dan jasa, kesehatan, kawasan pengembangan
sosial budaya, olahraga dan rekreasi, dan
Perumahan, terdiri atas:
1. Kelurahan Kramat Utara;
2. Kelurahan Kramat Selatan; dan
3. Kelurahan Kedungsari.

16. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 21
Pembagian BWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (2) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini dan
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah tersendiri
tentang Rencana Detail Tata Ruang kota paling lambat 3
(tiga) tahun setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan.

17. Ketentuan Pasal 22 ayat (1) diubah, serta ayat (2) dan
ayat (3) dihapus, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22
(1) Sistem jaringan prasarana wilayah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
huruf b meliputi:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air;
d. sistem jaringan energi; dan
e. infrastruktur perkotaan.
(2) Dihapus.
(3) Dihapus.
- 48 -

18. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 23
Sistem jaringan prasarana transportasi darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a
meliputi:
a. sistem jaringan Kereta Api; dan
b. sistem jaringan Jalan.

19. Ketentuan Pasal 24 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 24
(1) Sistem jaringan Kereta Api sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 huruf a, menurut fungsinya sebagai
perkeretaapian umum yang merupakan jaringan
Kereta Api antarkota Ambarawa-Secang-Magelang-
Yogyakarta, meliputi:
a. pengembangan prasarana perkeretaapian;
dan/atau
b. pengembangan sarana perkeretaapian.
(2) Pengembangan Prasarana dan Sarana
perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewenangan pemerintah melalui
penyelenggara sarana dan/atau penyelenggara
prasarana perkerataapian yang berupa badan
usaha, dilaksanakan sesuai dengan Rencana Induk
Perkeretaapian Nasional dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

20. Ketentuan Pasal 26 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
- 49 -

Pasal 26
(1) Pengembangan jaringan Jalan berdasarkan sistem
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a
meliputi:
a. jaringan jalan nasional yang ada dalam wilayah
kota;
b. jaringan jalan Provinsi yang ada dalam wilayah
kota; dan
c. jaringan jalan yang menjadi kewenangan kota.
(2) Jaringan jalan nasional yang ada dalam wilayah kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi Jalan Arteri primer dan exit Jalan Tol.
(3) Jaringan jalan Provinsi yang ada dalam wilayah kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi Jalan Kolektor primer dua (JKP-2).
(4) Jaringan jalan yang menjadi kewenangan kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. Jalan Arteri sekunder;
b. Jalan Kolektor sekunder;
c. Jalan Lokal sekunder; dan
d. Jalan Lingkungan;
(5) Jalan Arteri primer sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. Jalan Jend. Ahmad Yani;
b. Jalan Urip Sumoharjo; dan
c. Jalan Sukarno-Hatta.
(6) Exit Jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi exit Jalan Tol Bawen-Yogyakarta yang
terletak pada Kelurahan Tidar Utara.
(7) Jalan Kolektor primer dua (JKP-2) sebagaimana
pada ayat (3) meliputi Jalan Jend. Sarwo Edhie
Wibowo.
(8) Jalan Arteri sekunder sebagaimanan dimaksud pada
ayat (4) huruf a meliputi:
a. Jalan Jend. Ahmad Yani.
b. Jalan Pemuda; dan
- 50 -

c. Jalan Jend. Sudirman.


(9) Jalan Kolektor sekunder sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b meliputi:
a. Jalan Canguk;
b. Jalan Panembahan Senopati;
c. Jalan Kolonel Sugiono;
d. Jalan Sindoro;
e. Jalan Sumbing;
f. Jalan Kapten Suparman;
g. Jalan Sumba;
h. Jalan RST Sudjono;
i. Jalan Kapten Pierre Tendean;
j. Jalan Sultan Agung;
k. Jalan Gatot Subroto;
l. Jalan Beringin I;
m. Jalan Beringin II;
n. Jalan Beringin III;
o. Jalan Beringin IV;
p. Jalan Beringin V;
q. Jalan Beringin VI;
r. Jalan Singosari;
s. Jalan Tidar Campur;
t. Jalan Telaga Warna;
u. Jalan Barito II;
v. Jalan Sidotopo;
w. Jalan Perintis Kemerdekaan;
x. Jalan Jeruk Barat;
y. Jalan Tentara Genie Pelajar;
z. Jalan Tidar;
aa. Jalan Tentara Pelajar;
bb. Jalan Pahlawan;
cc. Jalan Pangeran Diponegoro;
dd. Jalan Sentot Alibasah;
ee. Jalan Kyai Mojo;
ff. Jalan Kalimas;
gg. Jalan Rambutan;
hh. Jalan Veteran;
- 51 -

ii. Jalan Yos Sudarso;


jj. Jalan Untung Suropati;
kk. Jalan Pangeran Mangkubumi;
ll. Jalan dr. Koesen Hirohoesodo Barat;
mm. Jalan dr. Koesen Hirohoesodo Raya;
nn. Jalan dr. Koesen Hirohoesodo Selatan;
oo. Jalan Abimanyu;
pp. Jalan Giyanti;
qq. Jalan dr. Koesen Hirohoesodo Utara;
rr. Jalan dr. Koesen Hirohoesodo Timur;
ss. Jalan Kesatrian Utara;
tt. Jalan Kesatrian Selatan;
uu. Jalan Mayjen. Sutoyo Siswomiharjo;
vv. Jalan Pajang;
ww. Jalan Daha;
xx. Jalan Jenggolo;
yy. Jalan Pajajaran;
zz. Jalan Ikhlas;
aaa. Jalan Majapahit;
bbb. Jalan Sriwijaya;
ccc. Jalan Kalingga;
ddd. Jalan Medang;
eee. Jalan Tarumanegara;
fff. Jalan Mataram;
ggg. Jalan Sigaluh;
hhh. Jalan Kartini;
iii. Jalan Panembahan Senopati;
jjj. Jalan Mayjen. DI. Panjaitan;
kkk. Jalan Letjen. Sutopo Juwono;
lll. Jalan Letjen. Suprapto;
mmm. Jalan Brigjen. Katamso;
nnn. Jalan Jeruk;
ooo. Jalan Buton;
ppp. Jalan Delima;
qqq. Jalan Gajah Mada;
rrr. Jalan Aloon-Aloon Selatan;
sss. Jalan Aloon-Aloon Utara;
- 52 -

ttt. Jalan Kapten Yahya;


uuu. Jalan Tobong;
vvv. Jalan Ade Irma Suryani Nasution; dan
www. Jalan Letjen. MT. Haryono.
(10) Jalan Lokal sekunder sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf c meliputi Jalan yang
menghubungkan lingkungan Permukiman dengan
pusat aktivitas di seluruh blok di Daerah.
(11) Jalan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf d meliputi Jalan yang menghubungkan
antarpersil dalam Kawasan Perkotaan di seluruh
blok di Daerah.

21. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) diubah, dan ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) dihapus, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27
(1) Pengembangan lokasi dan kelas pelayanan Terminal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b
meliputi:
a. Terminal penumpang tipe A yaitu Terminal Tidar
di Kelurahan Tidar Utara (BWP IV);
b. Terminal penumpang tipe C yang terdiri atas:
1. Terminal Kawasan Lembah Tidar (BWP I);
2. Terminal Kawasan Kebonpolo (BWP II);
3. Terminal Kawasan Jalan Alibasah Sentot
Prawirodirjo (BWP II);
4. Terminal Kawasan Sukarno-Hatta (BWP IV);
5. Terminal Kawasan Sidotopo (BWP V); dan
6. Terminal Kawasan Jalan Kalimas (BWP V).
c. Terminal barang berada di Jalan Sukarno-Hatta
(BWP IV).
(2) Dihapus.
(3) Dihapus.
(4) Dihapus.
- 53 -

22. Ketentuan Pasal 28 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 28
(1) Pengembangan sarana dan prasarana angkutan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf c, dilaksanakan untuk melayani perpindahan
orang dan/atau barang meliputi:
a. angkutan umum dalam trayek;
b. angkutan umum tidak dalam trayek; dan
c. angkutan barang.
(2) Dihapus.
(3) Angkutan umum dalam trayek sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Angkutan Antarkota Antarprovinsi (AKAP);
b. Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP);
c. angkutan kota; dan
d. angkutan khusus.
(4) Trayek angkutan umum Antarkota Antarprovinsi
(AKAP) dan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan
huruf b, dilaksanakan berdasarkan arahan sebagai
berikut:
a. pelayanan trayek Angkutan Antarkota
Antarprovinsi (AKAP) melalui jaringan Jalan
Arteri primer dan Jalan Kolektor primer;
b. pelayanan trayek Angkutan Antarkota Dalam
Provinsi (AKDP) melalui jaringan Arteri primer,
Kolektor primer, dan Arteri sekunder;
c. trayek Angkutan Antarkota AntarProvinsi (AKAP)
dan Angkutan Antarkota Dalam Provinsi (AKDP)
terintegrasi dengan Terminal penumpang tipe A;
dan
d. moda yang digunakan berupa bus kecil, bus
sedang, dan bus besar.
- 54 -

(5) Trayek angkutan kota sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) huruf c, dilaksanakan berdasarkan arahan
sebagai berikut:
a. terintegrasi dengan Terminal penumpang tipe A
dan Terminal penumpang tipe C;
b. meningkatkan jangkauan pelayanan yang merata
di seluruh wilayah Daerah;
c. moda yang digunakan adalah mobil penumpang
umum dan bus penumpang umum; dan
d. pembangunan prasarana pelengkap dan
penunjang angkutan perkotaan.
(6) Trayek angkutan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf d, meliputi angkutan antar
jemput, angkutan karyawan, dan angkutan pemadu
moda, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(7) Angkutan umum tidak dalam trayek, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. angkutan taksi;
b. angkutan sewa;
c. angkutan Pariwisata; dan
d. angkutan lingkungan.
(8) Angkutan taksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
huruf a, dilaksanakan dengan arahan wilayah
operasi terbatas sebagai pendukung pada pusat
pelayanan Perdagangan dan jasa perhotelan, dan
moda yang digunakan berupa mobil penumpang
umum.
(9) Angkutan sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
huruf b, dilaksanakan berdasarkan arahan wilayah
operasi tidak dibatasi oleh wilayah administratif dan
moda yang digunakan berupa mobil penumpang
umum dan bus penumpang umum.
- 55 -

(10) Angkutan Pariwisata sebagaimana dimaksud pada


ayat (7) huruf c, dilaksanakan berdasarkan arahan
pelayanan angkutan dari dan ke daerah tujuan
wisata, tidak terintegrasi dengan Terminal, dan
moda yang digunakan berupa bus besar, bus
sedang, dan bus kecil, serta mobil penumpang.
(11) Angkutan lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) huruf d, dilaksanakan berdasarkan arahan
operasi terbatas pada wilayah tertentu, tidak
mengganggu lalu lintas utama, dan moda yang
digunakan berupa becak, ojek, delman, dan
sejenisnya.
(12) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dilaksanakan berdasarkan arahan
sebagai berikut:
a. moda angkutan barang meliputi mobil barang,
dimana dalam kondisi tertentu angkutan barang
dapat menggunakan mobil penumpang, mobil
bus atau sepeda motor;
b. dapat terintegrasi dengan Terminal barang; dan
c. pelayanan angkutan barang melalui seluruh
jaringan jalan sesuai dengan jenis kendaraan
dan muatan barang serta efisiensi
pengangkutan.

23. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 29
(1) Pengembangan fasilitas pendukung kegiatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf d meliputi fasilitas
parkir, tempat perhentian kendaraan penumpang
umum, penerangan jalan, serta manajemen dan
rekayasa lalu lintas, dilaksanakan berdasarkan
arahan penyediaan dan Tatanan Transportasi Lokal
(TATRALOK) Daerah atau Rencana Induk Jaringan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
- 56 -

(2) Pengembangan fasilitas parkir sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengaturan kemiringan parkir kendaraan; dan
b. penyelenggaraan tempat parkir.
(3) Pengaturan kemiringan parkir kendaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri
atas 00 (nol derajat), 300 (tiga puluh derajat), 450
(empat puluh lima derajat), 600 (enam puluh
derajat), dan 900 (sembilan puluh derajat).
(4) Penyelenggaraan tempat parkir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa tempat
parkir di dalam ruang milik Jalan (on street parking)
dan di luar ruang milik Jalan (off street parking)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Tempat perhentian kendaraan penumpang umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa halte
dan Tempat Perhentian Bus (TPB), dilaksanakan
dengan arahan meliputi:
a. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus;
b. terletak dekat jalur pejalan kaki dan fasilitas
pejalan kaki;
c. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau
Permukiman;
d. dilengkapi dengan rambu petunjuk; dan
e. tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas.
(6) Pengembangan penerangan Jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berada di ruas Jalan Arteri,
Jalan Kolektor, dan Jalan Lokal sekunder.
(7) Pengembangan manajemen dan rekayasa lalu lintas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
untuk mewujudkan, mendukung, dan memelihara
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
lalu lintas, meliputi pengadaan Automatic Traffic
Control System (ATCS), perbaikan geometrik ruas
jalan dan/atau persimpangan, alinyemen dan/atau
fly over, dan perlengkapan Jalan.
- 57 -

(8) Pengadaan Automatic Traffic Control System (ATCS)


sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditempatkan di
persimpangan-persimpangan yang merupakan jalur
lintas utama wilayah Daerah.
(9) Perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau
persimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
meliputi perbaikan terhadap bentuk dan dimensi
Jalan.
(10) Pengembangan alinyemen dan/atau fly over
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikembangkan
untuk mengatasi penumpukan moda transportasi
meliputi Kawasan Canguk dan Kawasan Trio.
(11) Pengembangan perlengkapan Jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) berupa alat pemberi isyarat
lalu lintas, rambu lalu lintas, marka Jalan, alat
pengendali pemakai Jalan, dan alat pengaman
Jalan.

24. Ketentuan Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 30
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b meliputi:
a. jaringan tetap; dan
b. jaringan bergerak.
(2) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
b. penyelenggaraan jaringan tetap sambungan
langsung jarak jauh;
c. penyelenggaraan jaringan tetap internasional;
dan
d. penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.
(3) Jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilaksanakan dengan arahan sebagai
berikut:
- 58 -

a. pengembangan dan pemerataan jaringan telepon


kabel yang menjangkau seluruh wilayah Daerah;
dan
b. pengembangan infrastruktur pasif berupa tiang
telekomunikasi dan saluran bawah tanah
(ducting).
(4) Jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. pengembangan jaringan bergerak terrestrial;
b. pengembangan jaringan bergerak seluler; dan
c. pengembangan jaringan bergerak satelit.
(5) Jaringan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dilaksanakan dengan arahan sebagai berikut:
a. pengembangan dan pemerataan jaringan
bergerak yang menjangkau seluruh wilayah
Daerah; dan
b. pengembangan infrastruktur pasif berupa tiang
microcell, menara telekomunikasi, tiang
telekomunikasi, dan saluran bawah tanah
(ducting).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan
penataan jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah
dan/atau Peraturan Walikota.

25. Ketentuan Pasal 31 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 31
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c, meliputi:
a. sumber air; dan
b. prasarana sumber daya air.
(2) Sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Air Permukaan; dan
- 59 -

b. Air Tanah.
(3) Air permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi:
a. Sungai; dan
b. mata air.
(4) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. sistem jaringan Irigasi;
b. jaringan Air Baku untuk air bersih; dan
c. sistem pengendalian daya rusak.
(5) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
arahan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber air, dan pengendalian daya rusak air.
(6) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dikembangkan sesuai
dengan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah serta dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26. Ketentuan Pasal 32 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 32
(1) Sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(3) huruf a disusun berdasarkan Wilayah Sungai
(WS), yaitu Wilayah Sungai (WS) lintas Provinsi
Progo Opak Serang.
(2) Dihapus.

27. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni yang berbunyi sebagai berikut:
- 60 -

Pasal 32A
Mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3)
huruf b meliputi Mata Air Tuk Pecah dan mata air
lainnya yang ditemukan di kemudian hari yang tersebar
di seluruh wilayah Daerah.

28. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33
(1) Sistem jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (4) huruf a meliputi:
a. jaringan Irigasi pada Daerah Irigasi lintas
kabupaten/kota yang menjadi kewenangan
Pemerintah yaitu di Progo-Manggis-Kali Bening;
dan
b. jaringan Irigasi lainnya ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dihapus.

29. Ketentuan Pasal 34 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34
(1) Air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (2) huruf b digunakan sebagai conjunctive use
pada kawasan yang tidak memiliki atau terbatas
sumber air permukaannya dengan
mempertimbangkan kondisi CAT, meliputi cekungan
lintas kabupaten/kota yaitu CAT Magelang-
Temanggung.
(2) Dihapus.

30. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
- 61 -

Pasal 35
(1) Jaringan Air Baku untuk air bersih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) huruf b, meliputi:
a. jaringan air baku untuk air bersih dengan
pemanfaatan air permukaan; dan
b. jaringan air baku untuk air bersih dengan
pemanfaatan Air Tanah.
(2) Jaringan Air Baku untuk air bersih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan guna
pemenuhan kebutuhan Air Baku meliputi:
a. kebutuhan domestik/ rumah tangga;
b. kebutuhan nondomestik;
c. kebutuhan perkotaan;
d. sistem hidran; dan
e. kebutuhan Irigasi.
(3) Jaringan Air Baku untuk air bersih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan arahan
pengembangan jaringan perpipaan dan bukan
jaringan perpipaan.
(4) Sistem hidran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dilaksanakan dengan arahan sebagai
berikut:
a. pengembangan dan penataan hidran di kawasan
Pusat Pelayanan Kota;
b. pengembangan dan penataan hidran di kawasan
Perumahan berkepadatan tinggi; dan
c. penataan hidran secara terpadu dengan sumber
daya air dan prasarana perkotaan lainnya; dan
d. pengembangan jaringan sesuai dengan Rencana
Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)
Daerah.

31. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) pasal


yakni Pasal 35A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
- 62 -

Pasal 35A
Sistem pengendalian daya rusak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (4) huruf c, dilakukan secara
terintegrasi dan menyeluruh, meliputi:
a. normalisasi aliran Sungai;
b. pembangunan Prasarana dan Sarana pengendali
banjir yang terintegrasi dengan sistem pengembangan
prasarana drainase perkotaan;
c. pembuatan polder dan/atau tandon air dan/atau
kolam resapan dan sumur resapan di seluruh wilayah
kota; dan
d. sistem peringatan dini (early warning system) banjir
pada Kawasan dengan risiko banjir.

32. Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 36
(1) Jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 ayat (1) huruf d, meliputi:
a. jaringan infrastruktur ketenagalistrikan;
b. jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi; dan
c. energi terbarukan.
(2) Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. jaringan transmisi tenaga listrik;
b. jaringan distribusi tenaga listrik; dan
c. gardu induk.
(3) Jaringan transmisi tenaga listrik di Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi saluran udara tegangan tinggi (SUTT).
(4) Jaringan distribusi tenaga listrik di Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. jaringan distribusi Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM);
- 63 -

b. jaringan distribusi Saluran Udara Tegangan


Rendah (SUTR); dan
c. penambahan jaringan distribusi baru.
(5) Jaringan distribusi Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM) sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a dikembangkan pada wilayah di sepanjang
Jalan Daerah.
(6) Jaringan distribusi Saluran Udara Tegangan Rendah
(SUTR) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
dikembangkan di seluruh wilayah Daerah
khususnya pada Kawasan Perumahan.
(7) Gardu induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi:
a. gardu induk terdapat di Sanggrahan, Kelurahan
Wates Kecamatan Magelang Utara (BWP II),
diperlukan untuk menurunkan tegangan dan
didistribusikan melalui jaringan tegangan
rendah;
b. penambahan kapasitas gardu distribusi lama
yang melayani beban lama dan juga untuk
memenuhi penambahan kebutuhan daya; dan
c. pengembangan gardu induk ditetapkan lebih
lanjut dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi pengembangan Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Elpiji (SPBE) atau Stasiun Pengangkutan dan
Pengisian Bulk Elpiji (SPPBE) pada jaringan Jalan
Arteri dan Jalan Kolektor.
(9) Energi terbarukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi pengembangan sumber energi
terbarukan di seluruh wilayah Daerah dengan
memanfaatkan angin, bioenergi, penanganan
Sampah dan sinar matahari, serta sumber daya
alam lainnya.
- 64 -

33. Ketentuan Pasal 37 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 37
(1) Infrastruktur perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) huruf e meliputi:
a. sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
b. sistem jaringan persampahan;
c. sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL);
d. sistem drainase;
e. sistem jaringan pejalan kaki;
f. jaringan evakuasi bencana;
g. jalur sepeda; dan
h. prasarana reklame.
(2) Pengembangan prasarana infrastruktur perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

34. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 38
(1) Sistem Penyediaan Air Minum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a meliputi:
a. prasarana Air Minum yang dikelola oleh Daerah;
dan
b. prasarana Air Minum yang dikelola oleh
Masyarakat.
(2) Prasarana Air Minum yang dikelola oleh Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
adalah jaringan perpipaan Air Minum yang dikelola
melalui Perusahaan Umum Daerah Air Minum.
- 65 -

(3) Prasarana perpipaan Air Minum perkotaan yang


dikelola melalui Perusahaan Umum Daerah Air
Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. bangunan pengambil Air Baku;
b. jaringan unit produksi;
c. jaringan unit distribusi;
d. bangunan penunjang dan bangunan pelengkap;
e. bak penampung;
f. reservoir; dan
g. jaringan Air Minum yang terintegrasi dengan
sistem jaringan lainnya.
(4) Reservoir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
f meliputi:
a. reservoir alun-alun;
b. reservoir Tidar; dan
c. reservoir lainnya yang akan ditetapkan lebih
lanjut.
(5) Prasarana Air Minum yang dikelola Masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berupa penyediaan Air Minum non-Perusahaan
Umum Daerah Air Minum meliputi:
a. jaringan perpipaan termasuk perpipaan yang
berada di Kawasan Budi Daya termasuk
perpipaan mandiri berbasis Masyarakat di
kawasan Permukiman; dan
b. bukan jaringan perpipaan berupa sumur
dangkal, sumur pompa, bangunan penangkap
mata air, dan jenis prasarana lainnya.

35. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 39
(1) Sistem jaringan persampahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b meliputi:
- 66 -

a. prasarana persampahan yang dikelola oleh


Pemerintah Daerah; dan
b. prasarana persampahan yang dikelola oleh
Masyarakat.
(2) Sistem jaringan persampahan yang dikelola oleh
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a untuk mewujudkan keterpaduan
pengelolaan Sampah Daerah, meliputi:
a. TPS atau TPS 3R;
b. TPA Banyuurip Kabupaten Magelang;
c. TPST Regional dengan Kabupaten Magelang;
d. TPST;
e. depot pemindahan (transfer depo); dan
f. tempat pengolahan Sampah spesifik.
(3) Sistem jaringan persampahan berupa TPS atau TPS
3R sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
tersebar di seluruh Pusat Lingkungan dan wilayah
Daerah yang ditetapkan lebih lanjut.
(4) Sistem jaringan persampahan berupa TPA
Banyuurip Kabupaten Magelang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah dengan
penambahan sel penampung dan pengurangan
secara bertahap melalui proses sanitary landfill
dengan memproses Sampah organik dan/atau
anorganik sesuai dengan kewenangan Pemerintah
Daerah dan persetujuan dengan Pemerintah
Kabupaten Magelang.
(5) Sistem jaringan persampahan berupa TPST Regional
dengan Kabupaten Magelang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c dalam pemrosesan akhir
Sampah dilakukan melalui persetujuan Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Kabupaten Magelang yang
difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi.
(6) Sistem jaringan persampahan berupa TPST
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
digunakan untuk fasilitas persampahan Subpusat
Pelayanan Kota.
- 67 -

(7) Sistem jaringan persampahan berupa depot


pemindahan (transfer depo) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e digunakan untuk fasilitas
persampahan di seluruh Pusat Lingkungan dan
wilayah Daerah yang ditetapkan lebih lanjut.
(8) Sistem jaringan persampahan berupa tempat
pengelolaan Sampah spesifik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf f meliputi tempat pengumpulan,
tempat penyimpanan sementara, tempat
pengolahan, dan tempat penimbunan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(9) Sistem jaringan persampahan yang dikelola oleh
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dilaksanakan sebagai bentuk kewajiban
Masyarakat dalam rangka mengurangi dan
menangani Sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan dan bentuk peran serta Masyarakat
dalam pengelolaan Sampah.
(10) Sistem jaringan persampahan sebagai bentuk
kewajiban Masyarakat dalam rangka mengurangi
dan menangani Sampah dengan cara yang
berwawasan lingkungan dan bentuk peran serta
Masyarakat dalam pengelolaan Sampah sebagai
kewajiban dan peran serta dalam pengelolaan
Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
meliputi:
a. penyediaan tempat pewadahan,
pemilahan/pengolahan, dan/atau pemrosesan
akhir Sampah individual; dan
b. penyediaan tempat pewadahan,
pemilahan/pengolahan, dan/atau pemrosesan
akhir Sampah komunal.
(11) Sistem jaringan persampahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikelola dengan menerapkan
konsep 3R yaitu reduce, reuse, dan recycle serta
konsep bank Sampah.
- 68 -

(12) Sistem jaringan persampahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah Daerah,
ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
aspek pembiayaan Pemerintah Daerah.

36. Ketentuan Pasal 40 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 40
(1) Pengembangan sistem pengelolaan Air Limbah
(SPAL) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
(1) huruf c meliputi:
a. pengembangan sistem pengolahan Air Limbah
Domestik (SPAL-D); dan
b. sistem pengolahan Air Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3).
(2) Pengembangan sistem pengolahan Air Limbah
Domestik (SPAL-D) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. sistem penampungan, pengaliran, dan
pengolahan secara setempat (on site); dan
b. sistem penampungan, pengaliran, dan
pengolahan secara terpusat (off site).
(3) Sistem penampungan, pengaliran, dan pengolahan
secara setempat (on site) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. tangki septic (septic tank) terdapat di seluruh
kawasan Permukiman Daerah;
b. tangki septic komunal ataupun Mandi, Cuci,
Kakus (MCK) komunal berada pada kawasan
Perumahan sedang hingga padat; dan
c. hasil endapan sistem pengolahan Air Limbah
secara on site diolah pada Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja (IPLT) yang terdapat di Daerah.
- 69 -

(4) Sistem penampungan, pengaliran, dan pengolahan


secara terpusat (off site) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. penyediaan Saluran Pembuangan Air Limbah
(SPAL) terpusat terdapat di seluruh wilayah
Daerah; dan
b. penyediaan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
Permukiman terdapat di seluruh wilayah Daerah.
(5) Pengembangan sistem pengelolaan Air Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan
berdasarkan arahan Kawasan Budi Daya yang
menghasilkan limbah cair Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) wajib mempunyai sistem
pembuangan/tempat penampungan sementara
limbah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Pengembangan Sistem Pengolahan Air Limbah
(SPAL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan arahan sebagai berikut:
a. sistem pembuangan dan pengolahan Air Limbah
domestik dilaksanakan melalui sistem setempat
(on site) dan/atau sistem terpusat (off site);
b. sistem pembuangan dan pengolahan Air Limbah
nondomestic/limbah B3 dilaksanakan melalui
sistem setempat (on site) dan/atau sistem
terpusat (off site);
c. pengembangan sistem Air Limbah yang terpisah
dengan sistem drainase secara bertahap.
(7) Pengembangan prasarana Air Limbah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
Rencana Induk Sanitasi Lingkungan Daerah,
ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
aspek pembiayaan Pemerintah Daerah.
- 70 -

37. Ketentuan Pasal 41 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 41
(1) Sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) huruf d untuk mewujudkan keterpaduan
sistem drainase di seluruh wilayah Daerah meliputi:
a. jaringan drainase primer;
b. jaringan drainase sekunder;
c. jaringan drainase tersier; dan
d. ecodrain (drainase berwawasan lingkungan).
(2) Jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Sungai Progo;
b. Sungai Elo;
c. saluran Kali Bening;
d. saluran Kali Manggis;
e. saluran Ngaran;
f. saluran Kedali;
g. saluran Gandekan; dan
h. saluran drainase pada ruas Jalan Arteri
perkotaan di wilayah Daerah.
(3) Jaringan drainase sekunder sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. saluran penggelontor saluran Kota; dan
b. ruas Jalan Kolektor perkotaan di wilayah
Daerah.
(4) Jaringan drainase tersier sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi saluran drainase pada
ruas Jalan Lokal sekunder dan Jalan Lingkungan di
seluruh unit lingkungan kawasan Permukiman yang
ada di wilayah Daerah.
- 71 -

(5) Drainase berwawasan lingkungan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d berfungsi untuk
mencegah genangan dan mengurangi limpasan air
hujan dengan menerapkan teknologi pembuatan
kolam retensi yang berfungsi sebagai cadangan air
dan perbaikan kualitas Air Tanah, penerapan
subreservoir, pembuatan sumur resapan, dan
teknologi lainnya.
(6) Sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan Rencana Induk
Drainase Lingkungan Daerah, ketentuan peraturan
perundang-undangan dan aspek pembiayaan
pemerintah.

38. Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 42
(1) Sistem jaringan pejalan kaki sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) huruf e berupa fasilitas
pejalan kaki berupa trotoar/ruas pejalan kaki,
penyeberangan zebracross dan zona selamat
sekolah, jembatan penyeberangan, penyeberangan
pelikan, dan/atau penyeberangan underpass.
(2) Sistem jaringan pejalan kaki berupa trotoar/ruas
pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Jalan Aloon-Aloon Utara;
b. Jalan Aloon-Aloon Selatan;
c. Jalan Yos Sudarso;
d. Jalan Veteran;
e. Jalan Kartini;
f. Jalan Pemuda;
g. Jalan Sigaluh;
h. Jalan Jend. Sudirman;
i. Jalan Singosari;
j. Jalan Ikhlas;
- 72 -

k. Jalan Tidar;
l. Jalan Tentara Pelajar;
m. Jalan Jend. Ahmad Yani;
n. Jalan Sriwijaya;
o. Jalan Brigjen Katamso;
p. Jalan Kapten Suparman;
q. Jalan Pangeran Diponegoro;
r. Jalan Pahlawan;
s. Jalan Urip Sumoharjo;
t. Jalan Sultan Agung;
u. Jalan Panembahan Senopati;
v. Jalan Gatot Subroto;
w. Jalan Paten Jurang;
x. Jalan Beringin I;
y. Jalan Beringin II;
z. Jalan Perintis Kemerdekaan;
aa. Jalan Rambutan;
bb. Jalan Jeruk;
cc. Jalan Tentara Genie Pelajar;
dd. Jalan Kalimas; dan
ee. Jalan lain yang yang akan ditetapkan lebih
lanjut.
(3) Penyeberangan zebracross dan zona selamat sekolah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Jalan Jend. Ahmad Yani (depan kantor Bank
Central Asia);
b. Jalan Jend. Ahmad Yani (dekat kantor polisi eks-
Kepolisian Wilayah Kedu);
c. Jalan Pemuda (samping timur Klenteng);
d. Jalan Pemuda (pertigaan Jalan Pajang);
e. Jalan Pemuda (pertigaan Jalan Daha);
f. Jalan Pemuda (pertigaan Jalan Pajajaran);
g. Jalan Pemuda (perempatan Pasar
Rejowinangun);
h. Jalan Ikhlas (kawasan Subterminal Shopping
Center);
i. Jalan Tentara Pelajar;
- 73 -

j. Jalan Tidar;
k. Jalan Panembahan Senopati (depan Rumah
Sakit Harapan);
l. Jalan Cempaka (depan Taman Kyai Langgeng)
m. Jalan Sultan Agung (depan Sekolah Menengah
Atas Negeri 4 Kota Magelang);
n. Jalan Jend. Ahmad Yani (kawasan Armada
Estate);
o. Jalan Jend. Ahmad Yani (Kupatan);
p. Jalan Jend. Ahmad Yani (depan Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri 3 Kota Magelang);
q. Jalan Jend. Ahmad Yani (pertigaan Jalan Jeruk);
r. Jalan Jend. Ahmad Yani ke Jalan Kalimas; dan
s. Jalan lain yang yang akan ditetapkan lebih
lanjut.
(4) Jembatan penyeberangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi Jalan Jend. Ahmad Yani dan
Jalan lain yang yang akan ditetapkan lebih lanjut.
(5) Penyeberangan pelikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Jalan Jend. Ahmad Yani;
b. Jalan Tidar; dan
c. Jalan lain yang yang akan ditetapkan lebih
lanjut.

39. Ketentuan Pasal 43 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 43
(1) Jaringan evakuasi bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) huruf f, meliputi:
a. jalur evakuasi bencana; dan
b. ruang evakuasi bencana.
(2) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berdasarkan karakteristik
kejadian bencana, diarahkan melalui seluruh jalan
Daerah menuju ruang evakuasi bencana.
- 74 -

(3) Ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. lapangan;
b. gedung olahraga;
c. bangunan kantor pemerintahan;
d. bangunan fasilitas sosial;
e. bangunan fasilitas umum; dan
f. gedung dan bangunan lainnya yang
memungkinkan.

40. Ketentuan Pasal 44 ayat (1) diubah, dan ayat (2) dihapus,
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44
(1) Jalur sepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (1) huruf g meliputi:
a. Jalan Jend. Ahmad Yani;
b. Jalan Tentara Pelajar;
c. Jalan Pahlawan;
d. Jalan Tidar;
e. Jalan Yos Sudarso;
f. Jalan Aloon-Aloon Utara;
g. Jalan Aloon-Aloon Selatan;
h. Jalan Kartini;
i. Jalan Veteran;
j. Jalan Jend. Sudirman;
k. Jalan Pemuda;
l. Jalan Ikhlas;
m. Jalan Kapten Yahya;
n. Jalan Kapten Yahya I;
o. Jalan Pangeran Diponegoro;
p. Jalan Kapten Suparman;
q. Jalan Sultan Agung;
r. Jalan Panembahan Senopati;
s. Jalan Gatot Subroto;
t. Jalan Kalimas;
u. Jalan Rambutan;
- 75 -

v. Jalan Jeruk;
w. Jalan Jeruk Barat;
x. Jalan Delima;
y. Jalan Perumahan Depkes;
z. Jalan Tentara Genie Pelajar;
aa. Jalan Perintis Kemerdekaan;
bb. kawasan Gelanggang Olahraga Samapta; dan
cc. koridor Jalan Daerah lainnya yang akan
ditetapkan lebih lanjut.
(2) Dihapus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan jalur
sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.

41. Di antara Pasal 44 dan Pasal 45 disisipkan 1 (satu) pasal


yakni Pasal 44A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44A
(1) Prasarana reklame sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) huruf h meliputi:
a. Jalan Jend. Ahmad Yani;
b. Jalan Aloon-Aloon Utara;
c. Jalan Aloon-Aloon Selatan;
d. Jalan Pemuda;
e. Jalan Jend. Sudirman;
f. Jalan Ikhlas;
g. Jalan Tidar;
h. Jalan Tentara Pelajar;
i. Jalan Sukarno-Hatta;
j. Jalan Urip Sumoharjo;
k. Jalan Pahlawan;
l. Jalan Yos Sudarso;
m. Jalan Jend.Sarwo Edhi Wibowo;
n. Jalan Gatot Subroto;
o. Jalan Majapahit;
p. Jalan Sriwijaya;
q. Jalan Mataram;
- 76 -

r. Jalan Singosari;
s. Jalan Telaga Warna;
t. Jalan Sultan Agung;
u. Jalan Panembahan Senopati;
v. Jalan Sunan Kalijaga;
w. Jalan Pangeran Diponegoro; dan
x. Jalan lain yang akan ditetapkan lebih lanjut.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan
prasarana reklame sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah,
paling lambat 2 (dua) tahun setelah Peraturan
Daerah ini ditetapkan.

42. Ketentuan Pasal 45 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 45
(1) Rencana Pola Ruang wilayah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
a. Kawasan peruntukan Lindung; dan
b. Kawasan peruntukan Budi Daya.
(2) Rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1 : 16.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

43. Ketentuan Pasal 46 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 46
Kawasan peruntukan Lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a meliputi:
a. kawasan perlindungan setempat;
b. RTH Kota;
c. Kawasan Lindung geologi; dan
d. kawasan Cagar Budaya.
- 77 -

44. Pasal 47 dihapus.

45. Ketentuan Pasal 48 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 48
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf a memiliki luas
kurang lebih 24 ha (dua puluh empat hektare)
meliputi:
a. Sempadan Sungai;
b. Sempadan Irigasi; dan
c. sempadan jalur Kereta Api.
(2) Kawasan Sempadan Sungai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi Sempadan Sungai Elo
dan Sempadan Sungai Progo diatur sesuai dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari
tepi kiri dan kanan palung Sungai sepanjang
alur Sungai, dalam hal kedalaman Sungai
kurang dari atau sama dengan 3 m (tiga meter);
b. paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter)
dari tepi kiri dan kanan palung Sungai sepanjang
alur sungai, dalam hal kedalaman Sungai lebih
dari 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua
puluh meter); dan
c. paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter)
dari tepi kiri dan kanan palung Sungai sepanjang
alur Sungai, dalam hal kedalaman Sungai lebih
dari 20 m (dua puluh meter).
(3) Kawasan Sempadan Irigasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi Sempadan saluran
Kali Manggis, Sempadan Kali Bening, Sempadan
Saluran Kota, Sempadan saluran Ngaran, Sempadan
saluran Gandekan, dan Sempadan saluran Kedali
diatur sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
- 78 -

a. saluran Irigasi tidak bertanggul, sebagai berikut:


1. penentuan jarak garis sempadan diukur dari
tepi luar parit drainase di kanan dan kiri
saluran Irigasi;
2. jarak garis sempadan saluran Irigasi paling
sedikit sama dengan kedalaman saluran
Irigasi; dan
3. jika kedalaman kurang dari 1 m (satu meter),
maka jarak paling sedikit adalah 1 (satu)
meter.
b. saluran Irigasi bertanggul, sebagai berikut:
1. penentuan jarak garis sempadan diukur dari
sisi luar kaki tanggul;
2. jarak garis sempadan saluran Irigasi paling
sedikit sama dengan ketinggian tanggul
saluran Irigasi; dan
3. jika ketinggian tanggul kurang dari 1 m (satu
meter), maka jarak paling sedikit adalah 1
(satu) meter.
(4) Kawasan Sempadan Sungai dan sempadan Irigasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
(5) Kawasan sempadan jalur Kereta Api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi sempadan
jaringan Kereta Api antarkota jalur Ambarawa-
Secang-Magelang-Yogyakarta.

46. Ketentuan Pasal 49 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 49
(1) RTH Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
huruf b direncanakan mempunyai proporsi paling
sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah
Daerah.
- 79 -

(2) RTH Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tersebar di seluruh wilayah Daerah yang mempunyai
arahan penyediaan sampai akhir tahun rencana
dengan proporsi sebagai berikut:
a. RTH publik dengan total luas paling rendah
sebesar kurang lebih 371 ha (tiga ratus tujuh
puluh satu hektare); dan
b. RTH privat dengan total luas paling rendah
sebesar kurang lebih 185 ha (seratus delapan
puluh lima hektare).
(3) RTH publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dikembangkan secara bertahap oleh
Pemerintah Daerah dan tersebar di seluruh wilayah
Daerah dengan luas kurang lebih 127 ha (seratus
dua puluh tujuh hektare), meliputi:
a. RTH publik Kebun Raya pada Gunung Tidar;
b. RTH publik taman; dan
c. RTH publik fungsi tertentu.
(4) RTH privat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dikembangkan oleh masyarakat, meliputi:
a. pekarangan Rumah tinggal;
b. halaman perkantoran, pertokoan, pendidikan,
kesehatan, dan tempat usaha;
c. taman atap bangunan; dan
d. taman RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan.
(5) Pengembangan RTH privat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilaksanakan sebagai bentuk
kewajiban Masyarakat dengan arahan penyediaan
melalui mekanisme perizinan Daerah dan diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Pengembangan RTH publik dan RTH privat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan Rencana Induk RTH Kota, ketentuan
peraturan perundang-undangan, dan aspek
pembiayaan pemerintah Daerah.
- 80 -

47. Ketentuan Pasal 50 dihapus.

48. Ketentuan Pasal 51 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 51
(1) Kawasan Lindung geologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 huruf c ialah kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap Air Tanah
meliputi:
a. kawasan CAT; dan
b. sempadan mata air.
(2) Kawasan CAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi CAT Magelang-Temanggung.
(3) Kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi sempadan mata air
Tuk Pecah memiliki luas kurang lebih 1 ha (satu
hektare).

49. Ketentuan Pasal 52 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 52
(1) Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 huruf d meliputi:
a. Rumah Sakit Soejono;
b. Menara Air Kota Magelang;
c. Rumah Sakit Umum Daerah Tidar;
d. Kelenteng Liong Hok Bio;
e. eks-Karesidenan Kedu;
f. Kepolisian Resor Magelang Kota;
g. Museum Badan Pemeriksa Keuangan;
h. Plengkung;
i. Pondok Sriti;
j. Wisma Diponegoro;
k. Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat
(GPIB) Magelang;
l. Museum Jend. Sudirman;
- 81 -

m. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magelang;


n. Pasturan St. Ignatius;
o. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Sekolah
Menengah Ilmu Pariwisata (SMIP) Wiyasa;
p. Komando Distrik Militer Magelang;
q. Gereja St. Ignatius;
r. Gereja Kristen Jawa Magelang;
s. Kantor Koordinasi Pembangunan Wilayah II
Provinsi Jawa Tengah;
t. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
u. eks-Kepolisian Wilayah Kedu;
v. bangunan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah Tidar;
w. Petilasan Mantyasih; dan
x. Cagar Budaya lain yang ditemukan di kemudian
hari sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengembangan kawasan Cagar Budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
arahan sebagai berikut:
a. perlindungan dan pelestarian dengan arahan
lingkungan dan bangunan bernilai sejarah dan
budaya harus dikonservasi untuk kelestarian
dan keserasian benda Cagar Budaya;
b. penambahan fungsi dan penggunaan Cagar
Budaya berupa bangunan fungsional yang masih
digunakan sampai saat ini memperhatikan
fungsi sosial dan pengamanannya meliputi
tempat ibadah, rumah, dan berbagai bangunan
peninggalan zaman prakemerdekaan harus
dikonservasi dan direhabilitasi; dan
c. penerapan sistem insentif bagi bangunan yang
dilestarikan dan pemberlakuan sistem disinsentif
bagi bangunan yang mengalami perubahan
fungsi.
- 82 -

(3) Pengembangan kawasan Cagar Budaya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

50. Pasal 53 Dihapus.

51. Ketentuan Pasal 54 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 54
Kawasan peruntukan Budi Daya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b meliputi:
a. kawasan Permukiman;
b. Kawasan Peruntukan Industri;
c. kawasan Pariwisata;
d. Kawasan Pertahanan dan Keamanan;
e. kawasan Pertanian;
f. kawasan perikanan; dan
g. kawasan hutan rakyat.

52. Di antara Pasal 54 dan Pasal 55 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 54A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 54A
Kawasan Permukiman sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 54 huruf a meliputi:
a. kawasan Perumahan;
b. kawasan Perdagangan dan jasa;
c. kawasan perkantoran;
d. kawasan sektor informal;
e. kawasan pendidikan;
f. kawasan transportasi;
g. kawasan kesehatan;
h. kawasan peribadatan; dan
- 83 -

i. kawasan olahraga.

53. Ketentuan Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ayat
(3) dihapus sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 55
(1) Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54A huruf a meliputi Perumahan kepadatan
tinggi, Perumahan kepadatan sedang, dan
Perumahan kepadatan rendah.
(2) Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 881 ha (delapan
ratus delapan puluh satu hektare).
(3) Dihapus.
(4) Pengembangan kawasan peruntukkan Perumahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

54. Ketentuan Pasal 56 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 56
(1) Kawasan Perdagangan dan jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54A huruf b terdapat pada
kawasan yang telah ditetapkan.
(2) Kawasan Perdagangan dan jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki luas kurang lebih
264 ha (dua ratus enam puluh empat hektare).
(3) Ketentuan mengenai Pasar Rakyat, Pusat
Perbelanjaan, dan toko modern dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

55. Ketentuan Pasal 57 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
- 84 -

Pasal 57
(1) Kawasan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54A huruf c meliputi kawasan perkantoran
pemerintahan terdapat di wilayah Daerah yang
ditetapkan.
(2) Kawasan perkantoran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 42 ha (empat
puluh dua hektare).

56. Pasal 58 dihapus.

57. Pasal 59 dihapus.

58. Pasal 60 dihapus.

59. Pasal 61 dihapus.

60. Ketentuan Pasal 62 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 62
(1) Kawasan sektor informal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54A huruf d, berupa kawasan khusus
untuk PKL meliputi kawasan sebagai berikut:
a. Lokasi Binaan Armada Real Estate;
b. Lokasi Binaan Kauman Barat;
c. Lokasi Binaan Lembah Tidar;
d. Lokasi Binaan Sigaluh;
e. Lokasi Binaan Sejuta Bunga;
f. Lokasi Binaan Kalingga;
g. Lokasi Binaan Sriwijaya;
h. Lokasi Binaan Rejomulyo;
i. Lokasi Binaan Jenggolo;
j. Lokasi Binaan Pajajaran;
k. Lokasi Binaan Daha;
l. Lokasi Binaan Puri Boga Kencana;
m. Lokasi Binaan Jenderalan;
- 85 -

n. Lokasi Binaan Alibasah Sentot;


o. Lokasi Binaan Tuin Van Java;
p. Lokasi Binaan Badaan;
q. Lokasi Binaan Kapten S. Parman;
r. Lokasi Binaan Kartika Sari; dan
s. Lokasi Binaan lain yang akan ditetapkan lebih
lanjut.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan
pemanfaatan prasarana kegiatan sektor informal
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

61. Ketentuan Pasal 63 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 63
(1) Kawasan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54A huruf e terdapat di wilayah Daerah yang
ditetapkan.
(2) Kawasan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 68 ha (enam
puluh delapan hektare).
(3) Kawasan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

62. Di antara Pasal 63 dan Pasal 64 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 63A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 63A
(1) Kawasan transportasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54A huruf f terdapat di wilayah Daerah yang
ditetapkan.
(2) Kawasan transportasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 4 ha (empat
hektare).
- 86 -

(3) Kawasan transportasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

63. Ketentuan Pasal 64 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 64
(1) Kawasan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54A huruf g terdapat di wilayah Daerah yang
ditetapkan.
(2) Kawasan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 51 ha (lima
puluh satu hektare).
(3) Penetapan kawasan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

64. Ketentuan Pasal 65 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 65
(1) Kawasan peribadatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54A huruf h terdapat di wilayah Daerah yang
ditetapkan.
(2) Kawasan peribadatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 9 ha (sembilan
hektare).
(3) Kawasan peribadatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

65. Pasal 66 dihapus.

66. Pasal 67 dihapus.


- 87 -

67. Pasal 68 dihapus.

68. Ketentuan Pasal 69 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 69
(1) Kawasan olahraga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54A huruf i meliputi Kawasan Gelanggang
Olahraga Samapta, Kawasan Abu Bakrin, lapangan
olahraga, dan sarana olahraga lainnya yang
ditetapkan lebih lanjut.
(2) Kawasan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memiliki luas kurang lebih 61 ha (enam puluh
satu hektare).
(3) Kawasan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

69. Di antara Pasal 69 dan Pasal 70 disisipkan 6 (enam)


pasal, yakni Pasal 69A sampai dengan Pasal 69F
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 69A
(1) Kawasan Peruntukan Industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 huruf b meliputi:
a. Sentra Industri Kecil dan Menengah; dan
b. Perusahaan Industri.
(2) Sentra Industri Kecil dan Menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan pada
seluruh wilayah Daerah.
(3) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dikembangkan untuk Perusahaan
Industri kecil dan menengah pada seluruh wilayah
Daerah.
- 88 -

Pasal 69B
(1) Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 huruf c meliputi Taman Kyai Langgeng dan
lokasi lain yang ditetapkan lebih lanjut.
(2) Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 17 ha (tujuh
belas hektare).
(3) Pengembangan peruntukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota
(RIPPARKOTA) dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 69C
(1) Kawasan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54 huruf d terdapat di
wilayah Daerah yang ditetapkan.
(2) Pengembangan prasarana pada Kawasan
Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan secara terintegrasi
dengan prasarana perkotaan Daerah.
(3) Kawasan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki luas kurang lebih
147 ha (seratus empat puluh tujuh hektare) meliputi
Resimen Induk Militer (Rindam) IV Diponegoro,
Akademi Militer (Akmil), Sekolah Calon Bintara
(Secaba) Rindam IV Diponegoro, Komando Rayon
Militer (Koramil) Magelang Utara dan Magelang
Selatan, Batalyon Artileri Medan-3, Batalyon Artileri
Medan-11, Lapas Kelas IIA, dan Rumah Dinas
Susun Kodam IV Diponegoro.
(4) Penetapan Kawasan Pertahanan dan Keamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- 89 -

Pasal 69D
(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 huruf e terdapat di wilayah Daerah yang
ditetapkan.
(2) Kawasan Pertanian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi kawasan tanaman pangan.
(3) Kawasan tanaman pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (KP2B) yang memiliki luas kurang
lebih 63 ha (enam puluh tiga hektare).
(4) Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan
b. Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
(5) Kawasan Pertanian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 69E
(1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54 huruf f terdapat di wilayah Daerah yang
telah ditetapkan.
(2) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi perikanan budi daya.
(3) Kawasan perikanan budi daya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memiliki luas kurang lebih 3
ha (tiga hektare).

Pasal 69F
(1) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 huruf g terdapat di wilayah Daerah
yang telah ditetapkan.
(2) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki luas kurang lebih 35 ha (tiga puluh
lima hektare).
- 90 -

70. Ketentuan Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 70
(1) Penetapan Kawasan Strategis Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
a. Kawasan Strategis kota fungsi dan Daya Dukung
Lingkungan Hidup;
b. Kawasan Strategis kota pertumbuhan ekonomi;
dan
c. Kawasan Strategis kota sosial dan budaya.
(2) Penetapan dan rencana pengembangan Kawasan
Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:16.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(3) Rencana pengembangan Kawasan Strategis Daerah
diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri tentang
Rencana Detail Tata Ruang Kota dan/atau Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis paling lambat 3 (tiga)
tahun setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan.
(4) Penetapan Kawasan Strategis Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
aspek pembiayaan Pemerintah Daerah.

71. Ketentuan Pasal 71 dihapus.

72. Ketentuan Pasal 72 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 72
(1) Penetapan Kawasan Strategis kota dari sudut
kepentingan fungsi dan Daya Dukung Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat
(1) huruf a berupa Kebun Raya yaitu Kawasan
Gunung Tidar.
- 91 -

(2) Penetapan Kawasan Strategis kota dari sudut


kepentingan fungsi dan Daya Dukung Lingkungan
Hidup yaitu Kawasan Gunung Tidar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan
ketentuan sebagai berikut:
a. penegasan batas Kawasan Lindung Gunung
Tidar dengan Kawasan Budi Daya yang ada di
seputar kawasan;
b. revitalisasi Kawasan Gunung Tidar sebagai
Kebun Raya;
c. reboisasi pohon di Kawasan Gunung Tidar secara
bertahap dan berkala;
d. pengembangan kawasan sebagai kawasan
Pariwisata untuk wisata religi dan objek studi
ilmu pengetahuan alam masih dimungkinkan
selama tidak mengganggu dan mengurangi
fungsi kawasan sebagai Kawasan Lindung; dan
e. pengembangan secara terbatas Prasarana dan
Sarana pendukung dan harus mempunyai
kejelasan fungsi dari pembangunan Prasarana
dan Sarana.

73. Ketentuan Pasal 73 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 73
(1) Penetapan Kawasan strategis kota dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b meliputi:
a. kawasan Gelanggang Olahraga Samapta;
b. kawasan Kebonpolo;
c. kawasan Sukarno-Hatta;
d. kawasan Taman Kyai Langgeng;
e. kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar;
f. kawasan sekitar Alun-alun; dan
g. kawasan Sidotopo.
- 92 -

(2) Penetapan Kawasan Strategis kota dari sudut


kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
arahan sebagai berikut:
a. mempertahankan peruntukan ruang sebagai
kawasan strategis pada lokasi yang mempunyai
potensi ekonomi yang cepat tumbuh dengan
skala pelayanan kota dan regional;
b. kawasan strategis Daerah mempunyai fungsi
penggerak pertumbuhan ekonomi kawasan dan
dapat dijangkau dari berbagai sudut wilayah
Daerah; dan
c. prioritas pengembangan dan pembangunan
jaringan prasarana dan infrastruktur penunjang
kegiatan ekonomi di Kawasan Strategis Daerah.

74. Ketentuan Pasal 74 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 74
Penetapan Kawasan Strategis kota dari sudut
kepentingan sosial dan budaya Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf c meliputi
Petilasan Mantyasih dan Cagar Budaya serta ilmu
pengetahuan yang ada di wilayah Daerah yang
ditetapkan.

75. Ketentuan Pasal 75 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 75
(1) Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e
berupa perumusan program sektoral Pemanfaatan
Ruang meliputi:
- 93 -

a. arahan perwujudan Struktur Ruang;


b. arahan perwujudan Pola Ruang; dan
c. arahan perwujudan kawasan strategis.
(2) Pemanfaatan Ruang wilayah Daerah dilaksanakan
melalui penyusunan dan pelaksanaan program
Pemanfaatan Ruang beserta rencana
pembiayaannya.

76. Ketentuan Pasal 77 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 77
(1) Program Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program utama 5 (lima)
tahunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(2) Prioritas pelaksanaan program pembangunan
disusun berdasarkan atas kemampuan pendanaan
sesuai dengan arahan umum pembangunan Daerah.
(3) Pendanaan program Pemanfaatan Ruang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi
swasta, dan/atau kerja sama pendanaan.

77. Ketentuan Pasal 80 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diubah,
serta ayat (5) dan ayat (6) dihapus, sehingga berbunyi
sebagai berikut:
- 94 -

Pasal 80
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 huruf a
disusun sebagai pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang untuk setiap zona
pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi Daerah disusun
sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang
untuk setiap zona
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) akan dijabarkan lebih lanjut melalui
ketentuan peraturan zonasi dalam RDTR;
(3) Ketentuan peraturan zonasi dalam RDTR
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. aturan dasar; dan
b. teknik pengaturan zonasi.
(4) Ketentuan peraturan zonasi dalam RDTR
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Daerah tentang Rencana
Detail Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi paling
lambat 3 (tiga) tahun setelah Peraturan Daerah ini
ditetapkan.
(5) Dihapus.
(6) Dihapus.

78. Ketentuan Pasal 81 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 81
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Daerah disusun
sebagai pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang
untuk setiap zona Pemanfaatan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) meliputi
ketentuan umum kegiatan dan ketentuan umum
intensitas ruang.
- 95 -

(2) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sistem pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana wilayah kota;
c. kawasan peruntukan lindung; dan
d. kawasan peruntukan budi daya.
(3) Ketentuan umum Peraturan Zonasi sistem pusat
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi:
a. Pusat Pelayanan Kota;
b. Subpusat Pelayanan Kota; dan
c. Pusat Lingkungan.
(4) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem jaringan
prasarana wilayah kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b meliputi:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air;
d. sistem jaringan energi; dan
e. infrastruktur perkotaan.
(5) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi dan ketentuan
umum intensitas ruang Kawasan Lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
meliputi:
a. kawasan perlindungan setempat berupa
Sempadan Sungai;
b. kawasan perlindungan setempat berupa
Sempadan Irigasi;
c. kawasan perlindungan setempat berupa
sempadan Kereta Api;
d. RTH Kota;
e. kawasan Lindung geologi; dan
f. kawasan Cagar Budaya.
- 96 -

(6) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi dan ketentuan


umum intensitas ruang Kawasan Budi Daya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
meliputi:
a. kawasan Permukiman;
b. Kawasan Peruntukan Industri;
c. kawasan Pariwisata;
d. Kawasan Pertahanan dan Keamanan;
e. kawasan Pertanian;
f. kawasan perikanan; dan
g. kawasan hutan rakyat.
(7) Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) huruf a meliputi:
a. kawasan Perumahan;
b. kawasan Perdagangan dan jasa;
c. kawasan perkantoran;
d. kawasan sektor informal;
e. kawasan kesehatan;
f. kawasan pendidikan;
g. kawasan peribadatan;
h. kawasan transportasi; dan
i. kawasan olahraga.
(8) Ketentuan umum Peraturan Zonasi Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk
ketentuan teknis dan rinci, pengaturannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.

79. Di antara Pasal 81 dan Pasal 82 disisipkan 8 (delapan)


pasal, yakni Pasal 81A sampai dengan Pasal 81H
sehingga berbunyi sebagai berikut:
- 97 -

Pasal 81A
Ketentuan umum Peraturan Zonasi Pusat Pelayanan Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) huruf a
disusun dengan ketentuan:
a. kawasan dengan skala pelayanan ekonomi,
administrasi, dan/atau sosial yang melayani seluruh
wilayah kota dan/atau regional;
b. kawasan dengan derajat aksesibilitas dan intensitas
kegiatan yang tinggi meliputi Jalan Arteri atau
Kolektor;
c. skala pelayanan kegiatan dapat bercampur secara
terpadu dan saling melengkapi antara skala
pelayanan regional dan skala pelayanan kota.
d. diizinkan kegiatan yang mendukung pengembangan
Pusat Pelayanan Kota; dan
e. tidak diizinkan kegiatan usaha dan/atau nonusaha
yang mengganggu dan/atau mencemari lingkungan.

Pasal 81B
Ketentuan umum Peraturan Zonasi Subpusat Pelayanan
Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3)
huruf b disusun dengan ketentuan:
a. kawasan dengan skala pelayanan ekonomi,
administrasi dan/atau sosial yang melayani
subwilayah kota dan/atau beberapa kecamatan;
b. kawasan dengan derajat aksesibilitas dan kegiatan
intensitas sedang hingga tinggi meliputi Jalan Arteri
atau Jalan Kolektor;
c. skala pelayanan kegiatan dapat bercampur secara
terpadu dan saling melengkapi dengan pelayanan
skala kota dan lingkungan;
d. diizinkan kegiatan yang yang mendukung
pengembangan Subpusat Pelayanan Kota; dan
e. tidak diizinkan kegiatan usaha dan/atau nonusaha
yang mengganggu dan/atau mencemari lingkungan.
- 98 -

Pasal 81C
Ketentuan umum Peraturan Zonasi pusat pelayanan
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(3) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. kawasan dengan skala pelayanan ekonomi,
administrasi, dan/atau sosial yang melayani
lingkungan Permukiman kota dan/atau beberapa
kelurahan;
b. kawasan dengan derajat aksesibilitas dan intensitas
kegiatan rendah hingga sedang;
c. skala pelayanan kegiatan dapat bercampur secara
terpadu dan saling melengkapi dengan pelayanan
skala Subpusat Pelayanan Kota;
d. diizinkan kegiatan pengembangan yang mendukung
pengembangan pusat pelayanan lingkungan; dan
e. tidak diizinkan kegiatan usaha dan/atau nonusaha
yang mengganggu dan/atau mencemari lingkungan.

Pasal 81D
(1) Ketentuan umum Peraturan Zonasi sistem jaringan
transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 ayat (4) huruf a meliputi:
a. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Prasarana
dan Sarana Kereta Api;
b. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jaringan
Jalan berdasarkan sistem; dan
c. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sarana
Terminal.
(2) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Prasarana dan
Sarana Kereta Api sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan pengembangan sempadan Kereta Api
sebagai fungsi perlindungan;
b. diizinkan kegiatan operasional dan kegiatan
pendukungnya;
- 99 -

c. diizinkan penyediaan Prasarana dan Sarana


penunjang operasional kereta api;
d. diizinkan pengembangan RTH dengan
memperhatikan fungsi kelancaran, keamanan,
dan keselamatan operasional Kereta Api;
e. pengaturan pemanfaatan di sepanjang sisi jalur
kereta api dengan mempertimbangkan dampak
operasional kereta api;
f. pengembangan stasiun Kereta Api terintegrasi
dengan sarana transportasi lainnya serta
terintegrasi dengan Prasarana dan Sarana
angkutan umum perkotaan maupun antarkota;
dan
g. tidak diizinkan kegiatan yang mengganggu
kelancaran, keamanan, dan keselamatan
kegiatan operasional Kereta Api serta
keselamatan pengguna.
(3) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jaringan Jalan
berdasarkan sistem sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. Pemanfaatan Ruang pada sekitar Jalan Arteri
diarahkan memiliki kegiatan pelayanan skala
regional dan/atau kota dengan intensitas
menengah hingga tinggi;
b. Pemanfaatan Ruang pada Jalan Kolektor
diarahkan memiliki kegiatan pelayanan skala
regional dan/atau kota dengan intensitas
menengah hingga tinggi;
c. diizinkan kegiatan Pemanfaatan Ruang dan/atau
pembangunan dengan memperhatikan ketentuan
sempadan Jalan dan sesuai dengan ketentuan
peruntukan Pola Ruang;
d. diizinkan penyediaan Prasarana dan Sarana
penunjang dan pelengkap Jalan;
- 100 -

e. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


pengembangan RTH jalur hijau dan/atau pulau
Jalan;
f. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
penyediaan infrastruktur perkotaan;
g. tidak diizinkan kegiatan Pemanfaatan Ruang di
sepanjang Jalan yang mengganggu fungsi
keamanan, kelancaran, dan keselamatan lalu
lintas dan pengguna Jalan;
h. tidak diizinkan kegiatan parkir pada ruang milik
Jalan, kecuali pada Jalan tertentu yang telah
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
i. kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak boleh
mengganggu fungsi Jalan di dalam ruang
manfaat Jalan, ruang milik Jalan, dan ruang
pengawasan Jalan.

(4) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sarana Terminal


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan operasional Terminal barang
dan/atau Terminal penumpang dan kegiatan
pendukungnya;
b. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
penunjang fungsi Terminal barang dan/atau
Terminal penumpang;
c. kegiatan Pemanfaatan Ruang di sekitar Terminal
barang dan/atau penumpang
mempertimbangkan keberadaan Terminal
dengan tidak mengganggu kelancaran
operasional Terminal;
d. pengembangan Terminal penumpang tipe A
terintegrasi dengan Terminal penumpang tipe C;
- 101 -

e. pengembangan sarana Terminal yang terintegrasi


dengan sarana tranportasi lainnya serta
Prasarana dan Sarana angkutan umum
perkotaan maupun antarkota; dan
f. tidak diizinkan kegiatan dan/atau yang
mengganggu kelancaran, keamanan, dan
keselamatan lalu lintas serta fungsi Terminal
barang dan/atau Terminal penumpang.

Pasal 81E
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81 ayat (4) huruf b meliputi:
a. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jaringan
telekomunikasi tetap; dan
b. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jaringan
telekomunikasi bergerak.
(2) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jaringan
telekomunikasi tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan operasional jaringan
telekomunikasi tetap dan kegiatan
pendukungnya;
b. diizinkan pengembangan Prasarana dan Sarana
pendukung kegiatan operasional telekomunikasi;
c. diizinkan penggunaan infrastruktur pasif
jaringan telekomunikasi tetap untuk digunakan
dengan penggunaan bersama;
d. diizinkan pembangunan infrastruktur pasif
memperhatikan aspek keamanan, keselamatan,
kegiatan kawasan sekitarnya, dan
memperhatikan keserasian dengan lingkungan
sekitarnya;
e. diizinkan penataan dan pembangunan
infrastruktur pasif pada zona yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
- 102 -

f. pengembangan jaringan telekomunikasi tetap


diarahkan secara bertahap terintegrasi dengan
jaringan infrastruktur lainnya dan diarahkan
tertata pada jaringan saluran bawah tanah
(ducting utilities);
g. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pengembangan tiang telekomunikasi dapat
digunakan bersama utilitas lain dengan
mempertimbangkan keselamatan dan tidak
menimbulkan gangguan;
h. tidak diizinkan penyediaan jaringan
telekomunikasi yang membahayakan pengguna
dan kawasan sekitarnya; dan
i. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang yang
mengganggu fungsi telekomunikasi.
(3) Ketentuan umum Peraturan Zonasi jaringan
telekomunikasi bergerak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan operasional jaringan
telekomunikasi bergerak dan kegiatan
pendukungnya;
b. diizinkan pengembangan Prasarana dan Sarana
pendukung kegiatan operasional telekomunikasi;
c. diizinkan pengembangan hot spot internet pada
kawasan publik, kawasan pelayanan umum, dan
kawasan sejenis lainnya;
d. diizinkan penggunaan infrastruktur pasif
jaringan telekomunikasi bergerak untuk
digunakan dengan penggunaan bersama;
e. diizinkan pembangunan infrastruktur pasif
memperhatikan aspek keamanan, keselamatan,
kegiatan kawasan sekitarnya, dan
memperhatikan keserasian dengan lingungan
sekitarnya;
- 103 -

f. diizinkan pembangunan tiang microcell (microcell


pole) untuk digunakan dengan utilitas lain
dengan mempertimbangkan keselamatan dan
tidak menimbulkan gangguan;
g. diizinkan pembangunan tiang microcell (microcell
pole) terkamuflase dalam bentuk lain meliputi
tiang penerangan jalan umum, lampu taman,
bentuk pohon atau bentuk tematik mengikuti
estetika wilayah;
h. diizinkan pengembangan jaringan untuk
diarahkan tertata pada jaringan saluran bawah
tanah (ducting utilities);
i. diizinkan penataan dan pembangunan
infrastruktur pasif pada zona dan/atau cell plan
yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan;
j. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pengembangan tiang telekomunikasi untuk
dapat digunakan bersama utilitas lain dengan
mempertimbangkan keselamatan dan tidak
menimbulkan gangguan;s
k. tidak diizinkan penyediaan jaringan
telekomunikasi yang membahayakan pengguna
dan kawasan sekitarnya; dan
l. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang yang
mengganggu fungsi telekomunikasi.

Pasal 81F
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem jaringan
sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (4) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan konservasi, pendayagunaan,
pemanfaatan, dan pengendalian sumber daya air;
b. diizinkan pengembangan RTH dan/atau sistem
peresapan air pada kawasan sekitar sumber daya air
sebagai sumber resapan;
- 104 -

c. diizinkan pengembangan resapan Air Tanah pada


zona imbuhan Air Tanah;
d. diizinkan pengembangan sempadan pada jaringan
sumber daya air sebagai bentuk perlindungan dan
pengendalian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. pemanfaatan di luar kawasan sempadan jaringan
sumber daya air disesuaikan dengan rencana
peruntukan/rencana Pola Ruang dengan
mempertimbangkan konservasi sumber daya air;
f. pendayagunaan air permukaan dan Air Tanah
utama untuk pemenuhan kebutuhan domestik/
kebutuhan sehari-hari;
g. pendayagunaan Air Tanah digunakan sebagai
conjunctive use pada kawasan yang tidak memiliki
atau terbatas sumber air permukaannya dengan
mempertimbangkan kondisi Air Tanah;
h. pendayagunaan Air Tanah dengan melakukan
pengeboran dan penggalian dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi Air Tanah dan kondisi
hidrogeologis setempat;
i. pendayagunaan air permukaan mempertimbangkan
daya tampung dan daya dukung sumber air;
j. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
kegiatan budi daya meliputi Pariwisata, perikanan,
rekreasi, pembangkit tenaga listrik dan budi daya
sejenis lainnya selama tidak merusak jaringan
sumber daya air dan selama pemenuhan kebutuhan
utama telah terpenuhi;
k. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Prasarana dan Sarana pendukung pengelolaan
sumber daya air;
l. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
penyediaan infrastruktur perkotaan dan/atau
Prasarana dan Sarana pelayanan umum yang
berdampak pada kepentingan umum;
- 105 -

m. tidak diizinkan kegiatan pengeboran, penggalian,


dan kegiatan sejenis lainnya yang tidak terkait
dengan pemanfaatan dan/atau pendayagunaan air
dalam radius 200 m (dua ratus meter) dari lokasi
pemunculan mata air yang telah ditetapkan; dan
n. tidak diizinkan kegiatan dan/atau yang mencemari
dan merusak lingkungan serta sumber daya air.

Pasal 81G
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem jaringan
energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (4)
huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
operasional dan kegiatan pendukungnya;
b. diizinkan penyediaan Prasarana dan Sarana
penunjang kegiatan operasional;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang di luar ruang bebas
jaringan transmisi tenaga listrik yang dinyatakan
secara teknis aman serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. diizinkan pembangunan jaringan distribusi tenaga
listrik dengan tidak mengganggu fungsi Jalan, serta
memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan
kawasan sekitarnya;
e. diizinkan pengembangan jaringan distribusi tenaga
listrik terintegrasi dengan jaringan lainnya dengan
sistem saluran bawah tanah (ducting utilities);
f. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE)
dan/atau Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk
Elpiji (SPPBE) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
g. tidak diizinkan kegiatan pada ruang bebas jaringan
transmisi tenaga listrik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
- 106 -

h. tidak diizinkan bangunan dan/atau kegiatan yang


tidak mendukung operasional gardu induk pada
kawasan gardu induk;
i. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang yang
menyebabkan gangguan terhadap berfungsinya
jaringan infrastruktur ketenagalistrikan;
j. tidak diizinkan pembangunan Stasiun Pengisian
Bulk Elpiji (SPBE) dan/atau Stasiun Pengisian dan
Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) berdekatan
dengan kawasan Permukiman dan di sekitar Saluran
Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET);
k. tidak diizinkan pembangunan Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bulk
Elpiji (SPBE), dan/atau Stasiun Pengisian dan
Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) yang berdekatan
dengan bangunan atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan bahaya kebakaran;
l. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan di
dekat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(SPBU), Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE),
dan/atau Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk
Elpiji (SPPBE) yang menimbulkan bahaya
kebakaran;
m. tidak diizinkan pembangunan Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bulk
Elpiji (SPBE), dan/atau Stasiun Pengisian dan
Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) yang mencemari
lingkungan dan/atau berdampak pada pencemaran
terhadap Air Tanah; dan
n. pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE),
dan/atau Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk
Elpiji (SPPBE) dilengkapi dengan persyaratan
Dokumen Lingkungan Hidup dan Dokumen
Perencanaan Pengaturan Lalu Lintas serta
persyaratan lainnya.
- 107 -

Pasal 81H
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi infrastruktur
perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (4) huruf e meliputi:
a. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM);
b. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem
jaringan persampahan;
c. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem
pengelolaan Air Limbah (SPAL);
d. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem
drainase;
e. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem
jaringan pejalan kaki;
f. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jaringan
evakuasi bencana;
g. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jalur sepeda;
dan
h. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi prasarana
reklame.
(2) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem
Penyediaan Air Minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan operasional Sistem
Penyediaan Air Minum dan kegiatan
pendukungnya;
b. kegiatan pengambilan Air Baku untuk Sistem
Penyediaan Air Minum memperhatikan
keperluan konservasi dan memperhatikan
pencegahan kerusakan lingkungan;
c. pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
bukan jaringan perpipaan berupa sumur
memperhatikan ketentuan teknis kedalaman
muka air dan jarak aman dari sumber
pencemaran;
- 108 -

d. pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum


dilaksanakan secara terpadu dengan
pengembangan jaringan sanitasi untuk
mencegah pencemaran Air Baku;
e. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
pendukung kegiatan operasional Sistem
Penyediaan Air Minum;
f. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang merusak dan mencemari Air Baku; dan
g. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu operasional Sistem Penyediaan
Air Minum dan merusak Prasarana dan Sarana
Sistem Penyediaan Air Minum.
(3) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem jaringan
persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan operasional pengelolaan
Sampah beserta kegiatan pendukungnya;
b. diizinkan kegiatan pengelolaan Sampah dengan
konsep Reduce, Reuse, Recycle (3R) dan teknologi
ramah lingkungan;
c. diizinkan pengembangan RTH pada sekitar
dan/atau sekeliling prasarana persampahan;
d. diizinkan pengembangan Prasarana dan Sarana
pendukung operasional pengelolaan Sampah;
e. pengembangan kawasan persampahan
memperhatikan dan mempertimbangkan jarak
dengan kawasan Permukiman, kawasan
Pertanian, dan kawasan sejenis lainnya;
f. lokasi TPS dan/atau Tempat Penampungan
Sampah Sementara Reduce, Reuse, Recycle (TPS
3R) memiliki akses yang mudah dengan radius
daerah pelayanan, serta akses mudah menuju
TPST dan depot pemindahan (transfer depo)
untuk pengangkutan Sampah;
- 109 -

g. lokasi TPA dan TPST memiliki jarak aman dari


kawasan Permukiman dengan
mempertimbangkan pencemaran lindi, bau,
penyebaran vektor penyakit, dan aspek sosial;
h. prasarana persampahan tidak berada di daerah
hulu dari sumber Air Baku;
i. penempatan prasarana persampahan tidak
mengganggu estetika dan lalu lintas;
j. penempatan prasarana persampahan mudah
untuk keluar dan masuk bagi sarana pengumpul
dan pengangkut Sampah;
k. pengelolaan Sampah spesifik ditentukan sesuai
dengan jenis Sampah dan dilaksanakan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mencemari dan merusak lingkungan serta
mencemari Air Tanah;
m. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu fungsi operasional pengelolaan
Sampah; dan
n. ketentuan teknis prasarana persampahan
dilaksanakan dengan ketentuan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem
pengelolaan Air Limbah (SPAL) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
ketentuan:
a. diizinkan kegiatan meliputi kegiatan operasional
pengelolaan Air Limbah dan kegiatan
pendukungnya;
b. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) dan
Prasarana dan Sarana pendukungnya;
- 110 -

c. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana


pendukung kegiatan operasional pengelolaan Air
Limbah dalam rangka mengurangi,
memanfaatkan kembali, dan mengolah Air
Limbah domestik;
d. diizinkan pemanfaatan untuk RTH;
e. diizinkan pengembangan saluran limbah
dilakukan secara terpadu dengan jaringan
lainnya;
f. diwajibkan penyediaan sistem pengelolaan Air
Limbah terpusat maupun setempat pada
kawasan Permukiman;
g. diwajibkan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) oleh penghasil limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3)
h. diwajibkan penghasil limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) melakukan pengurangan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);
i. tidak diizinkan pembangunan Sistem Pengolahan
Air Limbah (SPAL) yang mencemari lingkungan;
j. tidak diizinkan kegiatan yang mengganggu dan
merusak fungsi sistem pengolahan Air Limbah;
k. pengembangan sistem pengelolaan Air Limbah
skala komunal diarahkan pada kawasan padat
penduduk;
l. penempatan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) dan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL)
diarahkan untuk berdekatan dengan area
pelayanan dan berdekatan dengan badan air
permukaan di luar area sempadan; dan
m. ketentuan teknis sistem pengelolaan Air Limbah
dilaksanakan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 111 -

(5) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem drainase


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan meliputi kegiatan pengelolaan
operasional drainase, dan kegiatan
pendukungnya termasuk kegiatan dalam rangka
mengurangi genangan air dan pengendalian
banjir;
b. diizinkan pengembangan jaringan drainase pada
seluruh jaringan Jalan;
c. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
pendukung operasional pengelolaan drainase;
d. diizinkan pengembangan drainase dengan
teknologi ramah lingkungan;
e. pemisahan jaringan drainase dengan jaringan
limbah secara bertahap;
f. diizinkan pengembangan jaringan drainase
dilakukan terintegrasi dengan jaringan lainnya;
g. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengurangi resapan dan/atau tampungan
air hujan pada kawasan tangkapan air hujan
(catchment area); dan
h. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu fungsi sistem drainase.
(6) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sistem jaringan
pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan jalur pejalan kaki terintegrasi dengan
Prasarana dan Sarana transportasi dan
pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan
Jalan;
b. diizinkan Prasarana dan Sarana pendukung
berupa pelengkap pejalan kaki;
c. diizinkan penyediaan RTH berupa jalur hijau di
sepanjang jalur pejalan kaki;
- 112 -

d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


Prasarana dan Sarana perlengkapan fasilitas
Jalan maupun infrastruktur perkotaan yang
tidak mengganggu fungsi pejalan kaki;
e. diizinkan terbatas dan/atau bersyarat
pemanfaatan untuk fungsi sosial dan/atau
ekologis selama tidak mengganggu fungsi utama
pejalan kaki;
f. diizinkan secara bersyarat kegiatan dan/atau
bangunan prasarana jalur sepeda dengan
mempertimbangkan kondisi luasan pejalan kaki;
g. tidak diizinkan aktivitas kendaraan bermotor di
sepanjang jalur pejalan kaki; dan
h. tidak diizinkan aktivitas maupun bangunan yang
mengganggu fungsi utama pejalan kaki.
(7) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jaringan
evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan pengembangan jalur evakuasi bencana
menggunakan Jalan-jalan existing dengan rute
jalur evakuasi disesuaikan dengan karakteristik
dan kebutuhan mitigasi bencana;
b. diizinkan pemanfaatan di sekitar jalur evakuasi
bencana disesuaikan dengan ketentuan pada
Rencana Pola Ruang dengan mempertimbangkan
fungsi kelancaran evakuasi;
c. diizinkan pemanfaatan lain sesuai dengan
Rencana Pola Ruang pada ruang evakuasi
bencana apabila tidak terjadi bencana alam;
d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang pada jalur dan ruang
evakuasi bencana untuk Prasarana dan Sarana
kelengkapan mitigasi bencana; dan
e. tidak diizinkan aktivitas maupun pembangunan
yang dapat mengganggu fungsi kelancaran
evakuasi.
- 113 -

(8) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi jalur sepeda


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g,
disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan pengembangan jalur sepeda
terintegrasi dengan pusat aktivitas kawasan;
b. diizinkan pengembangan jalur sepeda
terintegrasi dengan Prasarana dan Sarana
transportasi terutama sarana transportasi
massal;
c. dizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
pendukung fungsi jalur sepeda; dan
d. tidak diizinkan adanya aktivitas kendaraan
bermotor maupun aktivitas lainnya yang
mengganggu kelancaran dan keselamatan di
dalam jalur sepeda kecuali pada jalur sepeda
yang menyatu dengan badan Jalan.
(9) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi prasarana
reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
h disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan pemasangan reklame pada kawasan
yang telah ditetapkan; dan
b. tidak diizinkan pemasangan reklame pada
kawasan yang tidak ditetapkan.

80. Pasal 82 dihapus.

81. Ketentuan Pasal 83 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi


sebagai berikut:

Pasal 83
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
perlindungan setempat berupa Sempadan Sungai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf a disusun dengan ketentuan:
- 114 -

a. diizinkan Pemanfaatan Ruang sebagai RTH


dengan vegetasi yang disesuaikan dengan
kebutuhan Sempadan Sungai;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang Sempadan Sungai
sebagai Jalan inspeksi dan jalur operasional
pemeliharaan prasarana;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
pengelolaan, konservasi Sungai dan kegiatan
pendukung pengelolaan serta konservasi Sungai;
d. diizinkan terbatas dan/atau bersayarat
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
kegiatan pengelolaan dan konservasi Sungai;
e. diizinkan Pemanfaatan Ruang secara terbatas
dan/atau bersyarat berupa RTH publik, wisata,
rekreasi, olahraga, Pertanian dengan jenis
tanaman yang tidak mengganggu fungsi ekologis
Sungai;
f. diizinkan pemasangan secara terbatas dan/atau
bersyarat papan penyuluhan, papan peringatan,
reklame nonkomersial, serta rambu-rambu;
g. diizinkan pembangunan secara terbatas
dan/atau bersyarat prasarana sumber daya air,
prasarana lalu lintas air, fasilitas jembatan,
dermaga, jalur pipa gas, Air Minum, jaringan Air
Limbah, rentangan kabel listrik, jaringan
telekomunikasi, bangunan ketenagalistrikan,
dan Prasarana dan Sarana umum lainnya yang
bersifat sosial untuk kepentingan umum;
h. diizinkan terbatas dan/atau bersyarat
pembangunan Prasarana dan Sarana mitigasi
bencana;
i. diizinkan bersyarat Pemanfaatan Ruang
Sempadan Sungai sebagai Jalan umum berupa
jalur pejalan kaki, jalur sepeda, dan lain-lain
untuk kegiatan umum dengan tidak mengganggu
fungsi ekologis Sungai dan memiliki kepentingan
umum yang lebih besar;
- 115 -

j. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang dengan


kegiatan dan/atau bangunan yang mengganggu,
merusak dan mengancam fungsi ekologis Sungai;
diizinkan terbatas dan/atau bersyarat
pemanfaatan untuk fungsi sosial dan/atau
ekologis selama tidak mengganggu fungsi utama
pejalan kaki;
k. Pemanfaatan Ruang Sempadan Sungai
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
l. Pemanfaatan Ruang Sempadan Sungai
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana;
i. ditetapkan status quo pada bangunan existing
yang mengganggu fungsi Sempadan Sungai dan
selanjutnya akan ditertibkan secara bertahap;
dan
j. pembangunan dan pemanfaatan kawasan secara
terbatas dan/atau bersyarat disesuaikan dengan
intensitas Pemanfaatan Ruang dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan umum intensitas ruang untuk kawasan
perlindungan setempat berupa Sempadan Sungai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf a disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai
bangunan penunjang berupa taman rekreasi,
olahraga, RTH, wisata, dan bangunan
pengelolaan dan/atau pendayagunaan Sungai
disesuaikan dengan jenis dan fungsi bangunan
penunjang tersebut serta mempertimbangkan
keamanan dan fungsi utama sebagai sempadan
serta dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
- 116 -

b. jarak bebas bangunan gedung terhadap Sungai


dengan penetapan garis Sempadan Sungai
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

82. Ketentuan Pasal 84 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 84
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
perlindungan setempat berupa Sempadan Irigasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
pengelolaan jaringan Irigasi dan kegiatan
pendukungnya;
b. diizinkan pembangunan jalan inspeksi, jalur
operasional pemeliharaan, dan Prasarana dan
Sarana penunjang kegiatan pengelolaan jaringan
Irigasi;
c. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk RTH publik;
d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pemasangan papan penyuluhan, papan
peringatan, reklame nonkomersial, serta rambu-
rambu;
e. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan dan/atau
bangunan berupa pelebaran Jalan, pembuatan
jembatan, pemasangan rentangan kabel listrik,
kabel telepon, pipa Air Minum, pipa gas,
mikrohidro, dan kegiatan yang bersifat sosial
untuk kepentingan umum;
f. diizinkan terbatas dan/atau bersyarat
pembangunan Prasarana dan Sarana mitigasi
bencana;
- 117 -

g. diizinkan secara bersyarat perubahan fungsi


Jalan inspeksi menjadi Jalan umum dengan
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan;
h. tidak diizinkan kegiatan Pemanfaatan Ruang dan
bangunan yang mengganggu fisik fungsi daerah
Irigasi, dan kualitas air Irigasi;
i. Pemanfaatan Ruang Sempadan Irigasi
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
j. Pemanfaatan Ruang Sempadan Irigasi
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana;
k. ditetapkan status quo pada bangunan existing
yang mengganggu fungsi Sempadan Irigasi dan
selanjutnya akan ditertibkan secara bertahap;
dan
l. Pemanfaatan Ruang secara terbatas dan/atau
bersyarat disesuaikan dengan intensitas
Pemanfaatan Ruang dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan umum intensitas ruang untuk kawasan
perlindungan setempat berupa Sempadan Irigasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf b disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH dan jumlah lantai
bangunan penunjang jaringan Irigasi
disesuaikan dengan jenis dan fungsi bangunan
penunjang tersebut serta mempertimbangkan
fungsi utama sempadan dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. jarak bebas bangunan gedung terhadap saluran
Irigasi dengan penetapan garis Sempadan Irigasi
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
- 118 -

83. Di antara Pasal 84 dan Pasal 85 disisipkan 1 (satu) pasal


yakni Pasal 84A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 84A
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
perlindungan setempat berupa sempadan Kereta Api
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
operasional Kereta Api dan kegiatan
pendukungnya;
b. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
penunjang kegiatan operasional Kereta Api;
c. diizinkan terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang di kawasan sempadan rel
Kereta Api untuk ruang RTH dan/atau RTNH;
d. diizinkan secara bersyarat untuk kegiatan lain
atas izin dari pemilik jalur dengan ketentuan
tidak membahayakan konstruksi jalan rel dan
fasilitas operasi Kereta Api;
e. tidak diizinkan membangun gedung, membuat
tembok, pagar, tanggul, bangunan lainnya,
menanam jenis pohon yang tinggi, atau
menempatkan barang pada jalur Kereta Api yang
dapat mengganggu pandangan bebas dan
membahayakan keselamatan perjalanan Kereta
Api;
f. tidak diizinkan melakukan kegiatan, baik
langsung maupun tidak langsung yang dapat
mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah di
jalur Kereta Api sehingga mengganggu atau
membahayakan perjalanan Kereta Api; dan
g. Pemanfaatan Ruang yang diizinkan secara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 119 -

(2) Ketentuan umum intensitas ruang untuk kawasan


perlindungan setempat berupa sempadan Kereta Api
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf c disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH dan jumlah lantai
bangunan penunjang disesuaikan dengan jenis
dan fungsi bangunan penunjang tersebut serta
mempertimbangkan fungsi utama sempadan dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b. jarak bebas bangunan gedung terhadap
penetapan garis sempadan Kereta Api
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

84. Pasal 85 dihapus.

85. Ketentuan Pasal 86 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 86
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan RTH
Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
konservasi dan pendukung kelestarian RTH;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk penyediaan
Prasarana dan Sarana mitigasi bencana
dan/atau kegiatan mitigasi bencana;
c. diizinkan penyediaan Prasarana dan Sarana
penunjang kegiatan konservasi dan pelestarian
RTH;
d. diizinkan penyediaan RTH yang disesuaikan dan
diintegrasikan dengan Kawasan Budi Daya di
sekitarnya;
e. diizinkan penyediaan RTH secara vertikal pada
kawasan Perumahan padat;
- 120 -

f. diizinkan pengembangan fungsi konservasi


sebagai fungsi utama pada kawasan RTH publik
Kebun Raya yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. diizinkan pengembangan RTH publik pada
peruntukkan Pola Ruang lain dengan pengaturan
sesuai dengan ketentuan pada Pola Ruang
tersebut dengan mengutamakan dan/atau
mempertahankan fungsi RTH;
h. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk Prasarana
dan Sarana peresapan air;
i. diizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang
RTNH;
j. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan Pertanian;
k. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk fungsi rekreasi dan
fungsi sosial;
l. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
penyediaan infrastruktur perkotaan dan/atau
Prasarana dan Sarana pendukung kegiatan pada
kawasan RTH;
m. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
kegiatan sektor informal dan/atau PKL pada
lokasi yang telah ditetapkan;
n. tidak diizinkan kegiatan Pemanfaatan Ruang dan
bangunan yang merusak fasilitas, mengurangi
dan/atau kegiatan alih fungsi RTH;
o. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
p. Pemanfaatan Ruang RTH mempertimbangkan
karakteristik, jenis dan tipologi ancaman
bencana;
q. Pemanfaatan Ruang RTH mempertimbangkan
pengembangan teknologi/rekayasa teknologi
yang adaptif terhadap bencana; dan
- 121 -

r. Pemanfaatan Ruang secara terbatas dan/atau


bersyarat disesuaikan dengan intensitas
Pemanfaatan Ruang dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan umum intensitas ruang kawasan RTH
Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5)
huruf d disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH dan jumlah lantai
bangunan penunjang berupa taman rekreasi,
olahraga, wisata, dan RTNH disesuaikan dengan
jenis dan fungsi bangunan penunjang serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b. jarak bebas bangunan gedung terhadap RTH
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

86. Pasal 87 dihapus.

87. Ketentuan Pasal 88 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 88
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan
Lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81 ayat (5) huruf e meliputi:
a. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
CAT; dan
b. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kegiatan
kawasan sempadan mata air.
(2) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan CAT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan pengembangan prasarana imbuhan
alami dan imbuhan buatan guna menjaga
kualitas dan kuantitas Air Tanah;
- 122 -

b. diizinkan Pemanfaatan Ruang di atas permukaan


kawasan CAT disesuaikan dengan Pola Ruang
dan Ketentuan Umum Peraturan Zonasi pada
Kawasan Budi Daya dan Kawasan Lindung;
c. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang yang bersifat
mengganggu, merusak, dan mengancam fungsi
lindung CAT; dan
d. ketentuan Pemanfaatan Ruang disesuaikan
dengan ketentuan intensitas ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan pengembangan RTH yang menekankan
pada pelestarian sumber daya air;
b. diizinkan kegiatan pengelolaan dan perlindungan
mata air;
c. diizinkan pendirian bangunan perlindungan
mata air dengan tidak mengganggu fungsi dan
kelestarian mata air;
d. penertiban kegiatan dan/atau bangunan existing
yang dapat mengganggu fungsi kawasan sekitar
mata air dengan pemindahan dan/atau
penggantian yang layak sesuai dengan
ketentuan;
e. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
kegiatan pengolahan air baku dan kegiatan
pendukungnya;
f. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pembangunan infrastruktur perkotaan dan
Prasarana dan Sarana penunjang kegiatan;
g. tidak diizinkan melakukan kegiatan pengeboran,
penggalian atau penambangan batuan dalam
radius 200 m (dua ratus meter) dari lokasi
pemunculan mata air yang telah ditetapkan;
- 123 -

h. tidak diizinkan melakukan kegiatan dan/atau


bangunan yang dapat mengganggu dan/atau
merusak kualitas air serta mencemari
lingkungan;
i. tidak diizinkan melakukan kegiatan penggalian
atau kegiatan lain yang sifatnya mengubah
bentuk kawasan sekitar mata air dan/atau dapat
mengakibatkan tertutupnya sumber mata air;
dan
j. Pemanfaatan Ruang secara terbatas dan/atau
bersyarat disesuaikan dengan intensitas
Pemanfaatan Ruang dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Ketentuan umum intensitas ruang Kawasan Lindung
geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(5) huruf e meliputi:
a. ketentuan umum intensitas ruang kawasan CAT;
dan
b. ketentuan umum intensitas ruang kawasan
sempadan mata air.
(5) Ketentuan umum intensitas ruang kawasan CAT
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a
disusun dengan ketentuan nilai KWT, KDB, KDH,
dan jumlah lantai bangunan serta garis sempadan
disesuaikan dengan jenis dan fungsi yang ditetapkan
pada kawasan rencana Pola Ruang di atas
permukaan kawasan CAT dengan
mempertimbangkan fungsi konservasi Air Tanah,
dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
- 124 -

(6) Ketentuan umum intensitas ruang kawasan


sempadan mata air sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) huruf b disusun dengan ketentuan nilai
KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai bangunan
disesuaikan dengan jenis dan fungsi bangunan
penunjang dengan mempertimbangkan fungsi utama
dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

88. Ketentuan Pasal 89 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 89
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(5) huruf f, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan pelestarian Cagar Budaya dengan
perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. diizinkan penyelenggaraan pelestarian atas
bangunan gedung dan lingkungan Cagar Budaya
Daerah sesuai dengan prinsip dalam perundang-
undangan, serta tidak merubah nilai, karakter,
sifat, bentuk, serta struktur benda, dan/atau
bangunan Cagar Budaya;
c. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk fungsi sosial,
keagamaan, penelitian, pendidikan, Pariwisata,
dan kegiatan lain sepanjang tidak merusak
Cagar Budaya dan tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
- 125 -

d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


pendirian infrastruktur perkotaan, serta
Prasarana dan Sarana penunjang, sepanjang
tidak merubah nilai, karakter, sifat, bentuk,
serta struktur benda, dan/atau bangunan Cagar
Budaya;
e. tidak diizinkan kegiatan yang berpotensi
mengancam serta merusak kelestarian benda,
struktur, situs, bangunan, dan/atau kawasan
Cagar Budaya;
f. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
g. Pemanfaatan Ruang kawasan Cagar Budaya
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
h. Pemanfaatan Ruang kawasan Cagar Budaya
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
i. Pemanfaatan Ruang secara terbatas dan/atau
bersyarat disesuaikan dengan intensitas
Pemanfaatan Ruang dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan umum intensitas ruang kawasan Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(5) huruf f, disusun dengan ketentuan:
a. intensitas ruang bangunan utama sesuai dengan
aslinya, sedangkan nilai KWT, KDB, KDH, dan
jumlah lantai bangunan penunjang disesuaikan
dengan jenis dan fungsi bangunan penunjang
tersebut dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. jarak bebas bangunan dan arsitektur kawasan
sekitar terhadap kawasan Cagar Budaya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
- 126 -

c. jarak bebas bangunan penunjang terhadap


sempadan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

89. Pasal 90 dihapus.

90. Ketentuan Pasal 91 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 91
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan
Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk RTH publik
dan privat;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
hunian dan yang mendukung fungsi kawasan
Perumahan;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana mitigasi
bencana dan/atau kegiatan mitigasi;
d. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
pendukung kawasan Perumahan;
e. pengembangan kawasan Perumahan baru
dikembangkan secara terpadu dan serasi dengan
kawasan sekitarnya;
f. pengembangan kawasan Perumahan baru
dilengkapi dengan pengembangan Prasarana dan
Sarana pendukung;
g. pengembangan Perumahan dengan
mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
tipologi ancaman bencana serta adaptif terhadap
bencana;
h. pengembangan Perumahan mempertimbangkan
pengembangan teknologi/rekayasa teknologi
yang adaptif terhadap bencana;
- 127 -

i. diizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang


RTNH;
j. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
Perdagangan dan jasa;
k. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
perkantoran termasuk pula perkantoran
pemerintahan;
l. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pemanfaatan ruang berupa gudang tertutup
golongan A dan gudang terbuka dengan
pemanfaatan maksimal Lahan sebagai gudang
seluas 1000 m2 (seribu meter persegi) dengan
mempertimbangkan ketersediaan akses/jalur,
tingkat kepadatan Perumahan serta kenyamanan
fungsi hunian sekitar;
m. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan industri
kecil;
n. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
ruang bagi kegiatan sektor informal;

o. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


Pemanfaatan Ruang bagi kegiatan Pertanian,
perkampungan organik, peternakan, dan
perikanan;
p. diizinkan secara terbatas/dan atau bersyarat
berupa pembangunan Prasarana dan Sarana
pelayanan umum dan/atau infrastruktur
perkotaan;
q. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
r. tidak diizinkan kegiatan budi daya yang tidak
sinergi dan mengganggu fungsi Perumahan;
- 128 -

s. tidak diizinkan kegiatan budi daya yang


mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
t. kawasan Perumahan yang berada pada kawasan
yang tidak sesuai dengan ketetapan Pola Ruang
Perumahan akan dilakukan penertiban secara
bertahap dengan penetapan status quo pada
bangunan; dan
u. setiap kegiatan pada kawasan Perumahan
diarahkan memiliki skala pelayanan lingkungan
dengan intensitas rendah hingga sedang
dan/atau yang tidak mengganggu fungsi utama
Perumahan; dan
v. Pemanfaatan Ruang secara terbatas dan/atau
bersyarat disesuaikan dengan intensitas
Pemanfaatan Ruang dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang Kawasan Perumahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pembangunan kawasan Perumahan mempunyai
KWT 60% (enam puluh persen) meliputi
komposisi 60% (enam puluh persen) kaveling,
30% (tiga puluh persen) fasilitas umum dan
fasilitas sosial, serta KDH 10% (sepuluh persen),
nilai KWT dapat bervariasi disesuaikan dengan
kepadatan yang telah ditetapkan;
b. Perumahan kaveling besar, yaitu dengan luasan
kaveling lebih dari 350 m2 (tiga ratus lima puluh
meter persegi), ditentukan KDB maksimal 50%
(lima puluh persen), jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 3 (tiga) lantai, dan
KDH minimal 20% (dua puluh persen) kecuali
pada kaveling di sepanjang Jalan Arteri dan
Kolektor memiliki jumlah lantai bangunan
maksimum 4 (empat) lantai;
- 129 -

c. Perumahan kaveling sedang, yaitu dengan


luasan kaveling 150 m2 (seratus lima puluh
meter persegi) hingga kurang dari 350 m2 (tiga
ratus lima puluh meter persegi), ditentukan KDB
maksimal 70% (tujuh puluh persen), jumlah
lantai bangunan maksimal sampai dengan 3
(tiga) lantai, dan KDH minimal 10% (sepuluh
persen);
d. Perumahan kaveling kecil, yaitu dengan luasan
kaveling lebih dari 60 m2 (enam puluh meter
persegi) hingga kurang dari 150 m2 (seratus lima
puluh meter persegi), ditentukan KDB maksimal
80% (delapan puluh persen), jumlah lantai
bangunan maksimal sampai dengan 2 (dua)
lantai, dan KDH minimal 10% (sepuluh persen);
e. Perumahan sangat sederhana, yaitu dengan
luasan kaveling 60 m2 (enam puluh meter
persegi), ditentukan KDB maksimal 80%
(delapan puluh persen), jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 2 (dua) lantai, dan
KDH minimal 5% (lima persen);

f. rumah susun ditentukan KDB maksimal 50%


(lima puluh persen), jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 10 (sepuluh) lantai,
dan KDH minimal 20% (dua puluh persen);
g. apartemen, ditentukan KDB maksimal 50% (lima
puluh persen), jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 10 (sepuluh) lantai,
dan KDH minimal 30% (tiga puluh persen)
dengan ketentuan memiliki akses Jalan Arteri
dan/atau Jalan Kolektor;
h. Perumahan khusus, ditentukan KDB maksimal
90% (sembilan puluh persen), jumlah lantai
bangunan maksimal sampai dengan 2 (dua)
lantai, dan KDH minimal 10% (sepuluh persen);
- 130 -

i. Perumahan hunian sementara, ditentukan


sesuai dengan kebutuhan pengembangan,
keserasian dengan kawasan sekitar dan
ketentuan perundang-undangan;
j. perumahan swadaya, ditentukan KDB maksimal
90% (sembilan puluh persen), jumlah lantai
bangunan sampai dengan 4 (empat) lantai, dan
KDH minimal 10% (sepuluh persen) kecuali pada
perkampungan yang telah terbangun dengan
KDB lebih dari 90% (sembilan puuh persen)
hingga 100% (seratus persen) wajib menyediakan
RTH dalam bentuk taman atap bangunan, taman
vertikal, tanaman pot, maupun jenis lainnya;
k. KTB pada kawasan Perumahan diatur dengan
ketentuan lantai basement pertama (B-1) sesuai
dengan ketentuan intensitas bangunan di atas
tanah (tapak bangunan), lantai basement kedua
(B-2) yang memiliki luas lebih dari tapak
bangunan berkedalaman minimal 2 m (dua
meter) dari permukaan tanah, serta ditentukan
dengan ketentuan keamanan dan peraturan
perundang-undangan terkait persyaratan teknis
bangunan; dan
l. ketentuan jumlah lantai bangunan maksimal
pada setiap klasifikasi menyesuaikan dengan
besaran luas Lahan, besaran luas bangunan,
tingkat keamanan, keserasian, dan kenyamanan
visual serta peraturan perundang-undangan
terkait persyaratan teknis bangunan gedung; dan
m. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

91. Ketentuan Pasal 92 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
- 131 -

Pasal 92
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
Perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 ayat (7) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan Perdagangan meliputi Pasar
Rakyat, pasar induk, toko modern, pusat
perbelanjaan, kegiatan Perdagangan lainnya
serta kegiatan pendukungnya;
b. diizinkan kegiatan jasa meliputi jasa perbankan,
perhotelan, perkantoran, kegiatan jasa lainnya
serta kegiatan pendukungnya;
c. diizinkan pembangunan Prasarana dan Sarana
penunjang kegiatan Perdagangan dan jasa dan
kegiatan pendukungnya;
d. diizinkan penyediaan Prasarana dan Sarana
mitigasi bencana dan/atau kegiatan mitigasi
bencana;
e. diarahkan kegiatan Perdagangan dan jasa pada
fungsi Jalan Arteri memiliki skala pelayanan
SubPusat Pelayanan Kota, Pusat Pelayanan Kota,
dan/atau regional;
f. diarahkan kegiatan Perdagangan dan jasa pada
fungsi Jalan Kolektor memiliki skala pelayanan
Subpusat Pelayanan Kota, Pusat Pelayanan Kota
dan/atau regional;
g. diarahkan kegiatan Perdagangan dan jasa pada
fungsi Jalan Lokal sekunder memiliki skala
pelayanan lingkungan dan Subpusat pelayanan
Kota;
h. diizinkan pemanfaatan ruang campuran/mixed
used;
i. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa RTH;
j. diizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang
RTNH;
k. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Perumahan/hunian;
- 132 -

l. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


pemanfaatan ruang superblok pada fungsi Jalan
Kolektor dan/atau Jalan Arteri;
m. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
meliputi industri kecil dan/atau menengah;
n. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
meliputi tempat hiburan, rekreasi, serta kegiatan
sejenis lainnya;
o. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
meliputi pergudangan tertutup golongan A
hingga golongan D, dan gudang terbuka dengan
mempertimbangkan fungsi dan aksesibilitas
jalan;
p. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
ruang usaha bagi kegiatan sektor informal;
q. diizinkan secara terbatas/dan atau bersyarat
berupa pembangunan Prasarana dan Sarana
pelayanan umum dan/atau infrastruktur
perkotaan;
r. diwajibkan pada pengembangan kawasan
Perdagangan dan jasa untuk memberikan ruang
untuk mengurangi dan mengatasi dampak
kegiatan yang ditimbulkan;
s. pembangunan Pusat Perbelanjaan dan/atau toko
modern memperhatikan keterpaduan dengan
kawasan Perdagangan dan jasa di sekitarnya
yang meliputi Pasar Rakyat dan Perdagangan
dan jasa dengan komoditas yang sama serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
t. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
Perdagangan dan jasa;
u. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
- 133 -

v. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan


yang mengganggu lingkungan dan mencemari
lingkungan;
w. Pemanfaatan Ruang Kawasan Perdagangan dan
jasa dengan mempertimbangkan karakteristik,
jenis dan tipologi ancaman bencana;
x. Pengembangan pada Kawasan Perdagangan dan
jasa mempertimbangkan teknologi/rekayasa
teknologi yang adaptif terhadap bencana;
y. kawasan Perdagangan dan jasa yang berada
pada kawasan yang tidak sesuai dengan
ketetapan Pola Ruang Perdagangan dan jasa
akan dilakukan penertiban secara bertahap
dengan penetapan status quo pada bangunan;
dan
z. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan Perdagangan
dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. pembangunan Perdagangan dan jasa secara
kawasan besar mempunyai KWT 60% (enam
puluh persen) meliputi komposisi 60% (enam
puluh persen) kaveling, 30% (tiga puluh persen)
fasilitas umum dan fasilitas sosial, serta KDH
10% (sepuluh persen), nilai KWT dapat bervariasi
disesuaikan dengan kepadatan yang telah
ditetapkan;
- 134 -

b. Perdagangan dan jasa di Pusat Pelayan Kota di


luar Jalan utama Daerah ditentukan KDB
maksimal 90% (sembilan puluh persen), jumlah
lantai bangunan maksimal sampai dengan 10
(sepuluh) lantai, dan KDH minimal 10% (sepuluh
persen) kecuali pada Perdagangan dan jasa yang
telah terbangun dengan KDB lebih dari 90%
(sembilan puluh persen) hingga 100% (seratus
persen) memiliki jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 2 (dua) lantai wajib
menyediakan RTH dalam bentuk taman atap
bangunan, taman vertikal, tanaman pot,
maupun jenis lainnya;
c. Perdagangan dan jasa di sepanjang Jalan utama
Daerah ditentukan KDB maksimal 90%
(sembilan puluh persen), jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 15 (lima belas) lantai,
dan KDH minimal 10% (sepuluh persen) kecuali
pada Perdagangan dan jasa yang telah terbangun
dengan KDB lebih dari 90% (sembilan puluh
persen) hingga 100% (seratus persen) memiliki
jumlah lantai bangunan maksimal sampai
dengan 2 (dua) lantai wajib menyediakan RTH
dalam bentuk taman atap bangunan, taman
vertikal, tanaman pot, maupun jenis lainnya;
d. Perdagangan dan jasa di sepanjang Jalan
Sukarno-Hatta ditentukan KDB maksimal 90%
(sembilan puluh persen), jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 20 (dua puluh) lantai,
dan KDH minimal 10% (sepuluh persen);
- 135 -

e. Perdagangan dan jasa di Subpusat Pelayanan


Kota ditentukan KDB maksimal 90% (sembilan
puluh persen), jumlah lantai bangunan
maksimal sampai dengan 4 (empat) lantai, dan
KDH minimal 10% (sepuluh persen) kecuali pada
Perdagangan dan jasa yang telah terbangun
dengan KDB lebih dari 90% (sembilan puluh
persen) hingga 100% (seratus persen) memiliki
jumlah lantai bangunan maksimal sampai
dengan 2 (dua) lantai wajib menyediakan RTH
dalam bentuk taman atap bangunan, taman
vertikal, tanaman pot, maupun jenis lainnya;
f. Perdagangan dan jasa di Pusat Lingkungan
ditentukan KDB maksimal 90% (sembilan puluh
persen), jumlah lantai bangunan maksimal
sampai dengan 3 (tiga) lantai, dan KDH minimal
10% (sepuluh persen) kecuali pada Perdagangan
dan jasa yang telah terbangun dengan KDB lebih
dari 90% (sembilan puluh persen) hingga 100%
(seratus persen) memiliki jumlah lantai
bangunan maksimal sampai dengan 2 (dua)
lantai wajib menyediakan RTH dalam bentuk
taman atap bangunan, taman vertikal, tanaman
pot, maupun jenis lainnya;
g. Hunian/Perumahan pada kawasan Perdagangan
dan jasa mempunyai intensitas ruang yang
disesuaikan dengan intensitas pada kawasan
Perumahan;
h. ketentuan maksimal KDB pada bangunan
Perdagangan dan jasa mempertimbangkan
klasifikasi sistem perparkiran pada Jalan yang
memiliki akses menuju bangunan tersebut;
- 136 -

i. ketentuan jumlah lantai bangunan maksimal


pada setiap klasifikasi menyesuaikan dengan
besaran luas Lahan, besaran luas bangunan,
tingkat keamanan, keserasian, dan kenyamanan
visual serta peraturan perundang-undangan
terkait persyaratan teknis bangunan gedung;
j. ketentuan penyediaan sistem perparkiran di
dalam Lahan Perdagangan dan jasa baik berupa
basement maupun bentuk lainnya diterapkan
pada kawasan off street parking, dan
Perdagangan dan jasa dengan tarikan bangkitan
aktivitas tinggi;
k. KTB pada kawasan Perdagangan dan jasa diatur
dengan ketentuan lantai basement pertama (B-1)
sesuai dengan ketentuan intensitas bangunan di
atas tanah (tapak bangunan), lantai basement
kedua (B-2) yang memiliki luas lebih dari tapak
bangunan berkedalaman minimal 2 m (dua
meter) dari permukaan tanah, serta ditentukan
dengan ketentuan keamanan dan peraturan
perundang-undangan terkait persyaratan teknis
bangunan; dan
l. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

92. Ketentuan Pasal 93 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 93
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf c disusun dengan ketentuan:
- 137 -

a. diizinkan kawasan perkantoran difungsikan


sebagai pengembangan kawasan pelayanan
pemerintahan dengan skala pelayanan nasional,
regional, Provinsi hingga skala kecamatan, dan di
bawahnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
yang mendukung kawasan perkantoran;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa RTH;
d. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
mitigasi bencana dan/atau penyediaan
Prasarana dan Sarana mitigasi bencana;
e. diizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang
RTNH;
f. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
kegiatan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
usaha kecil menengah dan kegiatan informal
pada lokasi yang telah ditetapkan;
g. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang berupa pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
h. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
perkantoran;
i. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
j. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu dan mencemari lingkungan;
k. Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkantoran
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
l. Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkantoran
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
- 138 -

m. Pemanfaatan Ruang yang diizinkan secara


terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan perkantoran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf c disusun dengan ketentuan:
a. pengembangan kawasan perkantoran skala besar
KWT 70% (tujuh puluh persen) meliputi 70%
(tujuh puluh persen) untuk persil/kaveling
kantor, 10% (sepuluh persen) untuk jaringan
Jalan, 10% (sepuluh persen) fasilitas dan utilitas
umum, dan KDH minimal 10% (sepuluh persen);
b. bangunan untuk kegiatan perkantoran pada
kawasan pusat kota ditentukan KDB maksimal
90% (sembilan puluh persen) dan jumlah lantai
bangunan maksimal sampai dengan 10 (sepuluh)
lantai dan termasuk sistem parkir di dalam
bangunan;
c. bangunan untuk kegiatan perkantoran yang
terletak pada sepanjang Jalan utama Daerah
tetapi tidak termasuk dalam kawasan pusat kota
ditentukan KDB maksimal sampai dengan 90%
(sembilan puluh persen) dan jumlah lantai
bangunan maksimal sampai dengan 6 (enam)
lantai, dan termasuk sistem parkir di dalam
bangunan;
d. bangunan untuk kegiatan perkantoran yang
terletak pada Pusat Lingkungan dan yang
tersebar di wilayah Daerah ditentukan KDB
maksimal sampai dengan 90% (seratus persen)
dan jumlah lantai bangunan maksimal sampai
dengan 3 (tiga) lantai;
- 139 -

e. jumlah lantai bangunan maksimal pada setiap


klasifikasi disesuaikan dengan besaran luas
Lahan, besaran luas bangunan, dominasi
kawasan sekitar, tingkat keamanan, keserasian,
dan kenyamanan visual serta peraturan
perundang-undangan terkait persyaratan teknis
bangunan gedung; dan
f. jarak bangunan terhadap sempadan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

93. Di antara Pasal 93 dan 94 disisipkan 6 (enam) pasal,


yakni Pasal 93A sampai dengan Pasal 93F sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 93A
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan sektor
informal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf d, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
pengembangan kegiatan wisata khususnya
kuliner pada kawasan sektor informal PKL;
b. diizinkan melakukan kegiatan usaha pada lokasi
yang telah ditetapkan dan sesuai dengan waktu
usaha yang telah ditetapkan;
c. tidak diizinkan PKL melakukan kegiatan
usahanya di luar lokasi yang telah ditetapkan;
d. tidak diizinkan merombak, menambah, dan
mengubah fungsi serta fasilitas yang ada pada
tempat atau lokasi usaha PKL yang telah
ditetapkan;
e. tidak diizinkan melakukan kegiatan usaha
dengan cara merusak atau mengubah bentuk
trotoar, fasilitas umum, dan/atau bangunan di
sekitarnya;
- 140 -

f. tidak diizinkan menggunakan ruang milik Jalan


untuk tempat usaha kecuali yang telah
ditetapkan sebagai lokasi PKL terjadwal dan
terkendali;
g. tidak diizinkan kegiatan usaha yang mengganggu
lalu lintas dan kepentingan umum; dan
h. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan umum kegiatan kawasan sektor informal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf d, disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai
bangunan utama dan penunjang disesuaikan
dengan dominasi kawasan, disesuaikan dengan
jenis dan fungsi bangunan tersebut serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan terkait
persyaratan teknis bangunan gedung; dan
b. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 93B
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan pelayanan kesehatan dan
kegiatan penunjangnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
kawasan kesehatan;
c. diizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang
berupa penyediaan Prasarana dan Sarana
mitigasi bencana dan/atau kegiatan mitigasi;
- 141 -

d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan hunian yang
mendukung pelayanan kesehatan;
e. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
f. pengembangan kawasan kesehatan diwajibkan
memberikan ruang untuk mengurangi dan
mengatasi dampak kegiatan yang ditimbulkan;
g. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
pelayanan kesehatan;
h. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
i. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
j. Pemanfaatan Ruang kawasan kesehatan
mempertimbangkan karakterisstik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
k. Pemanfaatan Ruang kawasan kesehatan
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
l. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf e disusun dengan ketentuan:
- 142 -

a. bangunan untuk kegiatan pelayanan kesehatan


skala lingkungan dan/atau kecamatan
ditentukan KDB maksimal 80% (delapan puluh
persen), jumlah lantai bangunan maksimal
sampai dengan 2 (dua) lantai, dan KDH minimal
10% (sepuluh persen);
b. bangunan untuk kegiatan pelayanan kesehatan
skala kota dan/atau regional ditentukan KDB
maksimal 60% (enam puluh persen), jumlah
lantai bangunan maksimal sampai dengan 10
(sepuluh) lantai, dan KDH minimal 10% (sepuluh
persen);
c. ketentuan jumlah lantai bangunan maksimal
pada setiap klasifikasi menyesuaikan dengan
besaran luas Lahan, besaran luas bangunan,
fungsi jalan, tingkat keamanan, keserasian, dan
kenyamanan visual serta peraturan perundang-
undangan terkait persyaratan teknis bangunan
gedung; dan
d. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 93C
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf f disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan pelayanan pendidikan dan
kegiatan penunjangnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
kawasan pendidikan;
c. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan hunian yang
mendukung pelayanan pendidikan;
- 143 -

d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


Pemanfaatan Ruang untuk pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
e. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana mitigasi
dan/atau kegiatan mitigasi;
f. diwajibkan pengembangan kawasan pendidikan
memberikan ruang untuk mengurangi dan
mengatasi dampak yang ditimbulkan;
g. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
pelayanan pendidikan;
h. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
i. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
j. Pemanfaatan Ruang kawasan pendidikan
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
k. Pemanfaatan Ruang kawasan pendidikan
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
l. Pemanfaatan Ruang yang diizinkan secara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf f disusun dengan ketentuan:
a. bangunan untuk kegiatan pelayanan pendidikan
ditentukan KDB maksimal 80% (delapan puluh
persen), jumlah lantai bangunan maksimal
sampai dengan 4 (empat) lantai dan KDH
minimal 10% (sepuluh persen);
- 144 -

b. bangunan untuk kegiatan pelayanan pendidikan


berupa perguruan tinggi ditentukan KDB
maksimal 60% (enam puluh persen), jumlah
lantai bangunan maksimal sampai dengan 10
(sepuluh) lantai, dan KDH minimal 20% (dua
puluh persen);
c. ketentuan jumlah lantai bangunan maksimal
pada setiap klasifikasi menyesuaikan dengan
besaran luas Lahan, besaran luas bangunan,
fungsi jalan, dominasi kawasan sekitar, tingkat
keamanan, keserasian, dan kenyamanan visual
serta peraturan perundang-undangan terkait
persyaratan teknis bangunan gedung; dan
d. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 93D
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
peribadatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf g disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan berupa kegiatan peribadatan
dan penunjangnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
kawasan peribadatan;
c. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
d. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana mitigasi
dan/atau kegiatan mitigasi;
e. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
peribadatan;
- 145 -

f. tidak diizinkan kegiatan yang mengganggu,


menurunkan dan mencemari kualitas
lingkungan;
g. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
h. Pemanfaatan Ruang kawasan peribadatan
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
i. Pemanfaatan Ruang kawasan peribadatan
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
j. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan peribadatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf g disusun dengan ketentuan:
a. bangunan untuk kawasan peribadatan
ditentukan KDB maksimal 80% (delapan puluh
persen), jumlah lantai bangunan maksimal
sampai dengan 3 (tiga) lantai, dan KDH minimal
10% (sepuluh persen);
b. ketentuan jumlah lantai bangunan maksimal
pada setiap klasifikasi menyesuaikan dengan
besaran luas Lahan, besaran luas bangunan,
fungsi jalan, dominasi kawasan sekitar, tingkat
keamanan, keserasian dan kenyamanan visual
serta peraturan perundang-undangan terkait
persyaratan teknis bangunan gedung; dan
c. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 146 -

Pasal 93E
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf h disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan berupa kegiatan operasional kawasan
transportasi serta kegiatan pendukungnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
kawasan transportasi;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana mitigasi
dan/atau kegiatan mitigasi;
d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
e. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan operasional
kawasan transportasi;
f. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
g. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu kelancaran, keamanan, dan
keselamatan lalu lintas serta fungsi kawasan
transportasi;
h. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
i. Pemanfaatan Ruang kawasan transportasi
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
j. Pemanfaatan Ruang kawasan pendidikan
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
- 147 -

k. Pemanfaatan Ruang yang diizinkan secara


terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf h disusun dengan ketentuan:
a. bangunan untuk kawasan transportasi
ditentukan KDB maksimal 60% (enam puluh
persen), jumlah lantai bangunan maksimal
sampai dengan 3 (tiga) lantai dan KDH minimal
10% (sepuluh persen);
b. ketentuan jumlah lantai bangunan maksimal
bangunan pada setiap klasifikasi menyesuaikan
dengan besaran luas Lahan, besaran luas
bangunan, fungsi jalan, dominasi kawasan
sekitar, tingkat keamanan, keserasian, dan
kenyamanan visual serta peraturan perundang-
undangan terkait persyaratan teknis bangunan
gedung; dan
c. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 93F
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (7) huruf i disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
olahraga dan pendukungnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
kawasan olahraga;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk penyediaan
RTH;
- 148 -

d. kawasan dengan peruntukkan yang ditetapkan


sebagai RTH diarahkan untuk mengutamakan
dan mempertahankan fungsi RTH;
e. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
mitigasi bencana dan/atau penyediaan
Prasarana dan Sarana mitigasi bencana;
f. diiizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang
untuk penyediaan RTNH;
g. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pemanfaatan ruang berupa kegiatan Pariwisata;
h. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
i. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
kawasan olahraga;
j. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
k. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
l. pengaturan kawasan olahraga dengan
kepemilikan pertahanan dan keamanan
disesuaikan dengan ketentuan pada Kawasan
Pertahanan dan Keamanan dengan
mempertimbangkan fungsi sebagai kawasan
olahraga;
m. Pemanfaatan Ruang kawasan olahraga
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
n. Pemanfaatan Ruang kawasan olahraga
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
- 149 -

o. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara


terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan olah raga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7)
huruf i disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai
bangunan disesuaikan dengan jenis dan fungsi
bangunan utama dan bangunan penunjang,
serta mempertimbangkan keamanan, keserasian
dengan kawasan sekitar dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait persyaratan teknis bangunan
gedung; dan
b. jarak bebas bangunan penunjang terhadap
sempadan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

94. Ketentuan Pasal 94 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 94
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan
Peruntukan Industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 ayat (6) huruf b, disusun dengan
ketentuan:
a. diizinkan kegiatan industri yang dikembangkan
berupa industri berwawasan lingkungan;
b. diizinkan kegiatan dan/atau Prasarana dan
Sarana penunjang Kawasan Peruntukkan
Industri;
- 150 -

c. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


kegiatan industri dikembangkan pada Kawasan
Budi Daya meliputi kawasan Perdagangan dan
jasa dan/atau kawasan Perumahan dengan
memperhatikan daya dukung lingkungan dan
keserasian kawasan;
d. diwajibkan melakukan pengelolaan terhadap
limbah produksi industri;
e. diwajibkan penyediaan RTH;
f. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan; dan
g. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang Kawasan Peruntukan
Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(6) huruf b, disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai
bangunan disesuaikan dengan ketentuan
bangunan pada dominasi Kawasan dan wajib
menyediakan RTH dan pengolahan limbah
produksi industri yang cukup untuk mengurangi
pencemaran aktivitas industri;
b. nilai KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai
bangunan mempertimbangkan keamanan,
keserasian dengan kawasan sekitar, dan
menyesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan terkait persyaratan teknis
bangunan gedung; dan
c. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
- 151 -

95. Ketentuan Pasal 95 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 95
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (6) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. pengembangan kawasan Pariwisata yang saling
terintegrasi;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
Pariwisata dan kegiatan pendukungnya;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana penunjang
yang mendukung kawasan Pariwisata;
d. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa RTH;
e. kawasan Pariwisata yang ditetapkan sebagai RTH
diarahkan untuk mengutamakan dan
mempertahankan fungsi RTH;
f. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
pembangunan Prasarana dan Sarana mitigasi
dan/atau kegiatan mitigasi bencana;
g. diizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang
berupa RTNH;
h. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk sektor informal;
i. diizinkan Pemanfaatan Ruang secara terbatas
dan/atau bersyarat berupa pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
j. diwajibkan pengembangan kawasan Pariwisata
memberikan ruang untuk mengurangi dan
mengatasi dampak kegiatan yang ditimbulkan;
k. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
Pariwisata;
l. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
- 152 -

m. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan


yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
n. Pemanfaatan Ruang kawasan Pariwisata
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
o. Pemanfaatan Ruang kawasan Pariwisata
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
p. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang kawasan Pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (6)
huruf c disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH dan jumlah lantai
bangunan disesuaikan dengan jenis dan fungsi
bangunan utama dan bangunan penunjang,
serta mempertimbangkan keamanan, keserasian
dengan kawasan sekitar dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan terkait persayaratan teknis bangunan
gedung; dan
b. jarak bebas bangunan terhadap sempadan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

96. Pasal 96 dihapus.

97. Pasal 97 dihapus.

98. Pasal 98 dihapus.

99. Pasal 99 dihapus.


- 153 -

100. Ketentuan Pasal 100 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 100
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan
Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81 ayat (6) huruf d disusun dengan
ketentuan:
a. Kawasan Pertahanan dan Keamanan dapat
dikembangkan pada dalam dan/atau luar
delineasi kawasan sesuai dengan kebutuhan
pertahanan;
b. pengembangan kegiatan dan/atau pembangunan
dalam dan/atau pada luar delineasi Kawasan
Pertahanan dan Keamanan yang berdampak
pada Daerah untuk dapat dikoordinasikan
dengan Pemerintah Daerah;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa kegiatan
pertahanan dan keamanan serta pendukungnya;
d. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
yang mendukung Kawasan Pertahanan dan
Keamanan;
e. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan RTH;
f. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana dan/atau
kegiatan mitigasi bencana;
g. kawasan yang ditetapkan sebagai RTH diarahkan
untuk mengutamakan dan mempertahankan
fungsi RTH;
h. diizinkan secara terbatas Pemanfaatan Ruang
berupa penyediaan RTNH;
- 154 -

i. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


Pemanfaatan Ruang berupa pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
j. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang tidak sinergi dan mengganggu fungsi
pertahanan dan keamanan;
k. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
l. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
m. Pemanfaatan Ruang Kawasan Pertahanan dan
Keamanan mempertimbangkan karakteristik,
jenis dan tipologi ancaman bencana;
n. Pemanfaatan Ruang Kawasan Pertahanan dan
Keamanan mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
o. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan intensitas ruang Kawasan Pertahanan
dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81 ayat (6) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH dan jumlah lantai
bangunan utama Kawasan Pertahanan dan
Keamanan serta bangunan penunjang
disesuaikan dengan jenis dan fungsi bangunan
tersebut atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan termasuk
Rencana Tata Ruang Kawasan Pertahanan
Keamanan serta mempertimbangkan keserasian
dengan kawasan sekitar; dan
- 155 -

b. jarak bebas bangunan terhadap sempadan


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

101. Ketentuan Pasal 101 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 101
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (6) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
{ertanian dan kegiatan pendukungnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
kawasan Pertanian;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana dan/atau
kegiatan mitigasi bencana;
d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang untuk pembangunan
prasarana pelayanan umum dan/atau
infrastruktur perkotaan;
e. tidak diizinkan kegiatan budi daya Pertanian
yang merusak ekosistem dan penggunaan
teknologi yang tidak tepat guna;
f. tidak diizinkan kegiatan alih fungsi Lahan
Pertanian kecuali yang dilakukan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam
rangka pengadaan tanah untuk kepentingan
umum atau terjadi bencana yang penyediaan
Lahan penggantinya diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan;
- 156 -

g. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa


kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi
Pertanian;
h. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang dapat merusak Irigasi dan infrastruktur
lainnya serta kegiatan yang mengurangi
kesuburan tanah;
i. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
j. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang mengganggu, menurunkan, dan mencemari
kualitas lingkungan;
k. Pemanfaatan Ruang kawasan Pertanian
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
l. Pemanfaatan Ruang kawasan Pertanian
pengembangan teknologi/rekayasa teknologi
yang adaptif terhadap bencana; dan
m. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan umum intensitas ruang kawasan
Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (6) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH dan jumlah lantai
bangunan penunjang disesuaikan dengan jenis
dan fungsi bangunan tersebut serta
mempertimbangkan keamanan, keserasian
dengan kawasan sekitar dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. jarak bebas bangunan penunjang terhadap
sempadan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 157 -

102. Di antara Pasal 101 dan Pasal 102 disisipkan 2 (dua)


pasal, yakni Pasal 101A dan 101B sehingga berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 101A
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan
perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (6) huruf f, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan
perikanan dan pendukungnya;
b. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
pembangunan Prasarana dan Sarana penunjang
dan pelengkap kegiatan perikanan;
c. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang berupa pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
d. tidak diizinkan kegiatan yang dapat merusak dan
menganggu fungsi perikanan;
e. tidak diizinkan kegiatan yang dapat mencemari
lingkungan dan sumber daya air di kawasan
perikanan;
f. Pemanfaatan Ruang kawasan Pertanian
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
g. Pemanfaatan Ruang kawasan pendidikan
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
h. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan umum intensitas ruang kawasan
perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (6) huruf f disusun dengan ketentuan:
- 158 -

a. nilai KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai


bangunan penunjang disesuaikan dengan jenis
dan fungsi bangunan tersebut serta
mempertimbangkan keamanan, keserasian
dengan kawasan sekitar, dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. jarak bebas bangunan penunjang terhadap
sempadan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 101B
(1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi kawasan hutan
rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(6) huruf g, disusun dengan ketentuan:
a. diizinkan kegiatan pengembangan hutan rakyat
dengan mempertahankan kelestarian
sumberdaya Lahan;
b. diizinkan pengembangan hutan rakyat sebagai
RTH publik;
c. diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
penyediaan Prasarana dan Sarana dan/atau
kegiatan mitigasi bencana;
d. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pendirian bangunan untuk menunjang
pemanfaatan/pengolahan hasil hutan;
e. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
Pemanfaatan Ruang berupa pembangunan
Prasarana dan Sarana pelayanan umum
dan/atau infrastruktur perkotaan;
f. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pemanfaatan ruang berupa kegiatan Pertanian
meliputi pertanian pangan, hortikultura,
perkebunan, urban farming, dan kegiatan
sejenisnya;
- 159 -

g. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat


pemanfaatan ruang berupa kegiatan peternakan
dan kegiatan sejenisnya;
h. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pemanfaatan ruang berupa kegiatan perikanan
dan kegiatan sejenisnya;
i. diizinkan secara terbatas dan/atau bersyarat
pemanfaatan ruang berupa perumahan rakyat
dengan mempertimbangkan Satuan Kemampuan
Lahan (SKL), pemenuhan RTH Publik Kota,
aktivitas yang tidak berdampak besar pada
perubahan fungsi hutan serta tetap
mempertahankan sebagian besar kawasan hutan
rakyat dalam satu hamparan;
j. tidak diizinkan Pemanfaatan Ruang berupa
kegiatan yang tidak sinergis dengan fungsi hutan
rakyat;
k. tidak diizinkan kegiatan dan/atau bangunan
yang menambah risiko bencana;
l. tidak diizinkan kegiatan yang menganggu dan
mencemari lingkungan;
m. peningkatan produktivitas hutan rakyat
dikembangkan berdasarkan komoditas,
produktivitas Lahan, akumulasi produksi, dan
kondisi penggunaan Lahan;
n. Pemanfaatan Ruang kawasan hutan rakyat
mempertimbangkan karakteristik, jenis dan
tipologi ancaman bencana;
o. Pemanfaatan Ruang kawasan hutan rakyat
mempertimbangkan pengembangan
teknologi/rekayasa teknologi yang adaptif
terhadap bencana; dan
p. Pemanfaatan Ruang yang diizinkansecara
terbatas dan/atau bersyarat berupa penyesuaian
terhadap intensitas Pemanfaatan Ruang dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 160 -

(2) Ketentuan umum intensitas ruang kawasan hutan


rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat
(6) huruf g disusun dengan ketentuan:
a. nilai KWT, KDB, KDH, dan jumlah lantai
bangunan penunjang disesuaikan dengan jenis
dan fungsi bangunan tersebut serta
mempertimbangkan keamanan, keserasian
dengan kawasan sekitar dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. jarak bebas bangunan penunjang terhadap
sempadan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

103. Pasal 102 dihapus.

104. Pasal 103 dihapus.

105. Ketentuan Pasal 104 ayat (8), ayat (10) dan ayat (11)
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 104
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79 huruf b, merupakan acuan bagi pejabat
yang berwenang dalam pemberian izin Pemanfaatan
Ruang berdasarkan rencana Struktur Ruang dan
Pola Ruang yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah ini.
(2) Izin Pemanfaatan Ruang diberikan oleh pejabat
Pemerintah Daerah yang berwenang.
(3) Pemberian izin Pemanfaatan Ruang dilakukan
menurut prosedur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Setiap pejabat Pemerintah Daerah yang berwenang
menerbitkan izin Pemanfaatan Ruang dilarang
menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana
Tata Ruang.
- 161 -

(5) Izin Pemanfaatan Ruang yang dikeluarkan dan/atau


diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar
batal demi hukum.
(6) Izin Pemanfaatan Ruang yang diperoleh melalui
prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak
sesuai dengan rencana Tata Ruang wilayah,
dibatalkan oleh Pemerintah Daerah.
(7) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat
pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6), dapat dimintakan penggantian yang layak
kepada instansi pemberi izin.
(8) Izin Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai lagi
akibat adanya perubahan rencana Tata Ruang
wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah Daerah
dengan memberikan penggantian yang layak.
(9) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebagai alat pengendali Pemanfaatan Ruang
adalah izin yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(10) Jenis perizinan terkait Pemanfaatan Ruang Daerah
meliputi:
a. izin lokasi;
b. izin penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT);
c. izin mendirikan bangunan; dan
d. izin lain berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan
izin dan tata cara penggantian yang layak diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.

106. Ketentuan Pasal 106 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 106
Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79
huruf d merupakan acuan dalam pengenaan sanksi
administratif terhadap:
- 162 -

a. Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan


rencana Struktur Ruang dan Pola Ruang;
b. pelanggaran ketentuan arahan Peraturan Zonasi;
c. Pemanfaatan Ruang tanpa izin Pemanfaatan Ruang
yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
d. Pemanfaatan Ruang tidak sesuai dengan izin
Pemanfaatan Ruang yang diterbitkan berdasarkan
RTRW Kota;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin Pemanfaatan Ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
f. Pemanfaatan Ruang yang menghalangi akses
terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan/atau
g. Pemanfaatan Ruang dengan izin yang diperoleh
dengan prosedur yang tidak benar.

107. Ketentuan Pasal 120 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 120
(1) Dalam rangka mengoordinasikan Penataan Ruang
dan kerja sama antarsektor/antardaerah bidang
Penataan Ruang dibentuk Tim Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (TKPRD).
(2) Untuk membantu pelaksanaan tugas Tim Koordinasi
Penataan Ruang Daerah (TKPRD) sebagaimana
dimaksud ayat (1) dibentuk Sekretariat dan
Kelompok Kerja yang terbagi atas Kelompok Kerja
Perencanaan Tata Ruang dan Kelompok Kerja
Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Tim
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dalam Peraturan Walikota.
- 163 -

108. Ketentuan Pasal 123 diubah, sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 123
Dalam hal terjadi penyimpangan administratif dalam
Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2), pihak yang
melakukan penyimpangan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

109. Pasal 126 dihapus.

110. Di antara BAB XV dan BAB XVI disisipkan 1 (satu) bab,


yakni BAB XVA sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB XVA
KETENTUAN LAIN LAIN

111. Di antara Pasal 134 dan Pasal 135 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 134A sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 134A
(1) Jangka waktu RTRW Kota adalah 20 (dua puluh)
tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun.
(2) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam hal terjadi perubahan
kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi,
kebijakan dan strategi yang mempengaruhi
Pemanfaatan Ruang daerah, dan/atau dinamika
internal Daerah.
- 164 -

(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang


berkaitan dengan bencana alam skala besar
dan/atau perubahan batas teritorial wilayah Daerah
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan, RTRW Kota dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(4) Terhadap penggunaan tanah dan pemanfaatan
tanah yang tidak sesuai dengan adanya perubahan
rencana Tata Ruang wilayah maka penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang tidak sesuai tersebut tidak
dapat diperluas, dikembangkan, dan ditingkatkan.
(5) Penetapan RTRW Kota tidak mempengaruhi status
hubungan hukum atas tanah, dan pemegang hak
atas tanah wajib menggunakan dan memanfaatkan
tanah sesuai dengan RTRW Kota.

112. Ketentuan Pasal 138 dihapus.

113. Ketentuan pada Lampiran I sampai dengan Lampiran V


diubah dan Lampiran VI dihapus sehingga berbunyi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I sampai
dengan Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
165

Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalarn Lembaran Daerah Kota Magelang.

Di pkan di Magelang
tanggal
MAGELANG,

SIGIT IIIII}YO NINI} ITO

Diundangkan di Magelang
pada tar:ggal
SEKRETARIS KO?A MAGELANG,

/a

JOKO NO

LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN 2O2O NOMOR


- 166 -

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4
TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAGELANG
TAHUN 2011-2031

I. UMUM
Kota Magelang merupakan salah satu daerah yang strategis di
wilayah Provinsi Jawa Tengah yang mana dalam perkembangannya
menjadi salah satu wilayah yang sangat berpotensi untuk dapat menarik
investor baik skala regional maupun nasional.
Disamping itu seiring dengan perkembangan sosial ekonomi dan
pertumbuhan pembangunan fisik di Kota Magelang yang makin pesat
sehingga menjadi suatu permasalahan yang prioritas dalam
penanganannya dan perlu disikapi secara bijak baik oleh pemerintah
daerah, stakeholder terkait, dan masyarakat.
Bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64
Tahun 2017 tentang Batas Daerah Kabupaten Magelang Dengan Kota
Magelang Provinsi Jawa Tengah, dimana di dalamnya telah menyebutkan
batas daerah antara Kota Magelang dan Kabupaten Magelang dengan jelas
dan tegas. Di mana untuk Kota Magelang yang semula luasannya sekitar
1.812 ha (seribu delapan ratus dua belas hektare) dengan terbitnya
Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut luasan wilayah Kota Magelang
menjadi sekitar 1.854 ha (seribu delapan ratus lima puluh empat hektare).
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas maka untuk
mengharmoniskan antara kebutuhan Masyarakat dengan pengaturan
pemanfaatan rencana Tata Ruang di Kota Magelang perlu dilakukan
perubahan terhadap Struktur Ruang wilayah Daerah, Pola Ruang wilayah,
arahan pemanfaatan ruang wilayah, ketentuan Pengendalian Pemanfaatan
Ruang wilayah dan peta Tata Ruang wilayah Kota Magelang.
- 167 -

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal I
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 12
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “risiko bencana” adalah
potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
terjadinya bencana.
- 168 -

Angka 8
Pasal 13
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “hutan rakyat” adalah
bentangan Lahan dengan vegetasi sejenis hutan
atau tanaman berkayu yang memiliki fungsi untuk
menyangga kawasan.
ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
- 169 -

Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18
Cukup jelas.
Angka 19
Cukup jelas.
Angka 20
Cukup jelas.
Angka 21
Cukup jelas.
Angka 22
Cukup jelas.
Angka 23
Cukup jelas.
Angka 24
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”conjunctive use” adalah
mengharmonisasikan penggunaan air permukaan dan
Air Tanah untuk meminimalkan efek fisik, lingkungan,
dan ekonomi yang tidak diinginkan dan untuk
mengoptimalkan pendayagunaan air.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 26
Cukup jelas.
Angka 27
Cukup jelas.
Angka 28
Cukup jelas.
Angka 29
Cukup jelas.
Angka 30
Cukup jelas.
- 170 -

Angka 31
Cukup jelas.
Angka 32
Cukup jelas.
Angka 33
Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 38
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “reservoir” adalah adalah
tempat penyimpanan air sementara sebelum
didistribusikan kepada pelanggan atau konsumen
yang dapat berbentuk menara air maupun
penyimpanan bawah tanah.
Huruf g
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 35
Cukup jelas.
- 171 -

Angka 36
Pasal 40
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Instalasi Pengolah Air
Limbah (IPAL) Permukiman” adalah Instalasi
Pengolah Air Limbah (IPAL) Permukiman untuk
cakupan pelayanan skala Permukiman atau skala
kawasan tertentu.
ayat (5)
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
ayat (7)
Cukup jelas.
Angka 37
Cukup jelas.
Angka 38
Cukup jelas.
Angka 39
Pasal 43
ayat (1)
Yang dimaksud dengan “jaringan evakuasi bencana”
meliputi jaringan evakuasi untuk bencana gunung
berapi yang berada pada sekitar Kota Magelang serta
risiko bencana lain yang mungkin terjadi.
ayat (2)
Cukup jelas.
- 172 -

ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 40
Cukup jelas.
Angka 41
Cukup jelas.
Angka 42
Cukup jelas.
Angka 43
Cukup jelas.
Angka 44
Cukup jelas.
Angka 45
Cukup jelas.
Angka 46
Pasal 49
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
RTH Publik di Kota Magelang sampai dengan 2017
sudah mencapai luasan kurang lebih 300 ha (tiga
ratus hektare) atau sekitar 16% (enam belas persen).
Luasan RTH publik yang tergambar di peta Pola Ruang
sebagai RTH adalah 127 ha (seratus dua puluh tujuh
hektare). Sedangkan Pola Ruang lain yang difungsikan
sebagai RTH seluas kurang lebih 64 ha (enam puluh
empat hektare). Sehingga total luasan RTH yang
terdigitasi atau tergambar dalam peta adalah 191 ha
(seratus Sembilan puluh satu hektare) atau sekitar
10% (sepuluh persen). Adapun luasan RTH yang tidak
dapat digambarkan dalam peta adalah seluas kurang
lebih 109 ha (seratus sembilan hectare) atau sekitar
6% (enam persen). Kekurangan pemenuhan luasan
RTH publik sebesar 70 ha (tujuh puluh hektare) atau
- 173 -

sekitar 4% (empat persen) akan dikembangkan dan


dipenuhi pada seluruh wilayah kota secara bertahap.
Rincian mengenai pemenuhan RTH publik Kota
Magelang meliputi:
a. RTH Publik Kebun Raya pada Gunung Tidar seluas
kurang lebih 68 ha (enam puluh delapan hektare);
b. RTH Taman berupa Pariwisata Taman Kyai
Langgeng seluas kurang lebih 17 ha (tujuh belas
hektare);
c. RTH Taman Kota existing seluas kurang lebih 10 ha
(sepuluh hektare);
d. RTH Taman Kecamatan existing seluas kurang
lebih 0,32 ha (nol koma tiga puluh dua hektare);
e. RTH Taman Kelurahan existing seluas kurang lebih
6 ha (enam hektare);
f. RTH Lapangan/ Kawasan Olahraga existing seluas
kurang lebih 52 ha (lima puluh dua hektare);
g. RTH Pemakaman existing seluas kurang lebih 38
ha (tiga puluh delapan hektare);
h. Rencana dan existing RTH Pulau Jalan dan Median
Jalan seluas kurang lebih 29 ha (dua puluh
sembilan hektare);
i. Rencana dan existing RTH Pejalan Kaki seluas
kurang lebih 77 ha (tujuh puluh tujuh hektare);
j. Rencana RTH Taman Kota seluas kurang lebih 27
ha (dua puluh tujuh hektare);
k. Rencana RTH Taman Lingkungan seluas kurang
lebih 18 ha (delapan belas hektare);
l. Rencana RTH Fungsi Tertentu berupa Sempadan
Sungai dan Sempadan Irigasi rencana seluas
kurang lebih 24 ha (dua puluh empat hektare); dan
m. Rencana RTH Publik selain pada rincian di atas
guna memenuhi kebutuhan 20% (dua puluh
persen) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
ayat (4)
Cukup jelas.
- 174 -

ayat (5)
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 47
Cukup jelas.
Angka 48
Cukup jelas.
Angka 49
Pasal 52
ayat (1)
Kawasan Cagar Budaya meliputi benda Cagar Budaya,
bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, situs
Cagar Budaya, dan kawasan Cagar Budaya.
Kawasan Cagar Budaya yang disebutkan dalam huruf
a yaitu Rumah Sakit Soejono telah ditetapkan sebagai
Cagar Budaya.
Sedangkan Cagar Budaya yang disebutkan dalam
huruf b sampai dengan huruf w masih diduga sebagai
cagar budaya yang akan dikaji dan ditetapkan lebih
lanjut sebagai Cagar Budaya dengan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 50
Cukup jelas.
Angka 51
Cukup jelas.
Angka 52
Cukup jelas.
Angka 53
Pasal 55
ayat (1)
Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1) meliputi:
- 175 -

a. kawasan Perumahan kepadatan tinggi dengan


kepadatan penduduk > 269 jiwa/ha (lebih dari
sama dengan dua ratus enam puluh sembilan jiwa
per hektare) sampai dengan 456 jiwa/ha (empat
ratus lima puluh enam jiwa per hektare);
b. kawasan Perumahan kepadatan sedang
berdasarkan kepadatan penduduk > 81 jiwa/ha
sampai dengan (lebih dari sama dengan delapan
puluh satu jiwa per hektare) sampai dengan 268
jiwa/ha (dua ratus enam puluh delapan jiwa per
hektare); dan
c. kawasan Perumahan kepadatan rendah
berdasarkan kepadatan penduduk < 80 jiwa/ha
(kurang dari delapan puluh jiwa per hektare).
d. Pengembangan kawasan Perumahan ditentukan
berdasarkan atas luasan kaveling rumah bukan
rumah susun, sebagai berikut:
e. luas Rumah kaveling sangat kecil ialah 60 m2
(enam puluh meter persegi) untuk kawasan
kepadatan sangat tinggi;
f. luas Rumah kaveling kecil untuk kawasan
Perumahan kepadatan tinggi dengan luas Lahan
antara > 60 m2 (lebih dari enam puluh meter
persegi) sampai dengan 150 m2 (seratus lima puluh
meter persegi);
g. luas Rumah kaveling sedang untuk kawasan
kepadatan sedang dengan luas Lahan antara > 150
m2 ( lebih dari seratus lima puluh meter persegi)
sampai dengan 350 m2 (tiga ratus lima puluh meter
persegi); dan
h. luas Rumah kaveling besar untuk kawasan
kepadatan rendah dengan luas Lahan > 350 m2
(lebih dari tiga ratus lima puluh meter persegi).
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
- 176 -

ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 54
Cukup jelas.
Angka 55
Cukup jelas.
Angka 56
Cukup jelas.
Angka 57
Cukup jelas.
Angka 58
Cukup jelas.
Angka 59
Cukup jelas.
Angka 60
Cukup jelas.
Angka 61
Cukup jelas.
Angka 62
Cukup jelas.
Angka 63
Cukup jelas.
Angka 64
Cukup jelas.
Angka 65
Cukup jelas.
Angka 66
Cukup jelas.
Angka 67
Cukup jelas.
Angka 68
Cukup jelas.
Angka 69
Cukup jelas.
Angka 70
Cukup jelas.
- 177 -

Angka 71
Cukup jelas.
Angka 72
Cukup jelas.
Angka 73
Pasal 73
ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “kawasan Sukarno-Hatta”
meliputi: kawasan Perdagangan dan jasa lapis
pertama Jalan Sukarno-Hatta dan kawasan pasar
induk.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kawasan sentra
perekonomian lembah tidar” meliputi lapis
perdagangan jasa Jalan Ikhlas-Rejotumoto, Pasar
Sidomukti, Pasar Klithikan Sidomukti, Terminal
Tipe C Magersari, Lokasi Binaan Lembah Tidar,
Shoping Center, Pasar Rejowinangun.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 74
Cukup jelas.
Angka 75
Cukup jelas.
- 178 -

Angka 76
Cukup jelas.
Angka 77
Cukup jelas.
Angka 78
Cukup jelas.
Angka 79
Cukup jelas.
Angka 80
Cukup jelas.
Angka 81
Pasal 83
ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “status quo” adalah
banguan yang sudah terlanjur berdiri tidak boleh
diubah, ditambah dan diperbaiki serta izin
membangun yang baru tidak akan dikeluarkan lagi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
- 179 -

Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.

Angka 82
Cukup jelas.
Angka 83
Cukup jelas.
Angka 84
Cukup jelas.
Angka 85
Cukup jelas.
Angka 86
Cukup jelas.
Angka 87
Cukup jelas.
Angka 88
Cukup jelas.
Angka 89
Cukup jelas.
Angka 90
Pasal 91
ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
- 180 -

Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Yang dimaksud “Gudang tertutup” adalah Gudang
yang merupakan bangunan tertutup yang
penggunakan ataupun tidak menggunakan
pendingin. Gudang tertutup terdiri atas:
1. Gudang tertutup Golongan A memiliki kriteria:
• Luas antara 100 m2 (seratus meter persegi)
sampai dengan 1.000 m2 (seribu meter
persegi);
• Kapasitas penyimpanan antara 360 m3 (tiga
ratus enam puluh meter kubik) sampai
dengan 3.600 m3 (tiga ribu enam ratus
meter kubik);
2. Gudang tertutup Golongan B memiliki kriteria:
• Luas diatas 1.000 m2 (seribu meter persegi)
sampai dengan 2.500 m2 (dua ribu lima
ratus meter persegi);
• Kapasitas penyimpanan antara 3.600 m3
(tiga ribu enam ratus meter kubik) sampai
dengan 9.000 m3 (sembilan ribu meter
kubik);
- 181 -

3. Gudang tertutup Golongan C memiliki kriteria:


• Luas di atas 2.500 m2 (dua ribu lima ratus
meter persegi);
• Kapasitas penyimpanan di atas 9.000 m3
(sembilan ribu meter kubik);
4. Gudang tertutup golongan D memiliki kriteria:
• Gudang berbentuk Silo atau Tangki; dan
• Kapasitas penyimpanan paling sedikit 762
m3 (tujuh ratus enam puluh dua meter
kubik) atau 500 (lima ratus) ton.

Yang dimaksud dengan “Gudang terbuka” adalah


gudang yang merupakan Lahan terbuka dengan
batas-batas tertentu.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Huruf w
Cukup jelas.
ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
- 182 -

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “Perumahan Swadaya”
adalah kumpulan Rumah swadaya (rumah yang
dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat)
sebagai bagian dari permukiman baik perkotaan
maupun perdesasaan yang dilengkapi dengan
Prasarana dan Sarana.
Perumahan swadaya yang diatur sebagaimana
ketentuan yang dimaksud diperuntukkan bagi
rumah dengan luas kaveling sederhana
(perumahan sangat sederhana) hingga kaveling
kecil. Sedangkan rumah dengan luas lahan
menengah hingga besar diatur sesuai dengan
ketentuan kaveling yang dimiliki.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
- 183 -

Angka 91
Pasal 92
ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “campuran/mixed used”
adalah pemanfaatan ruang dengan fungsi
bangunan lebih dari satu jenis fungsi secara
terpadu dan terintegrasi, seperti pemanfaatan
ruang Perdagangan dan jasa dengan hunian
dan/atau perkantoran.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “superblok” adalah
pemanfaatan ruang skala besar yang
memaksimalkan fungsi Lahan dan terdiri dari
beberapa bangunan dengan aktivitas/fungsi di
dalamnya terdiri lebih dari satu fungsi yang saling
terintegrasi dan melengkapi. Superblok terdapat
pada Kawasan Perdagangan dan jasa yang dapat
- 184 -

diintegrasikan dengan pola ruang lainnya, selama


masih memiliki satu kesatuan kawasan.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Huruf w
Cukup jelas.
Huruf x
Cukup jelas.
Huruf y
Cukup jelas.
Huruf z
Cukup jelas.
ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
- 185 -

Huruf b
Yang dimaksud dengan “Jalan utama Daerah”
meliputi Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Pemuda,
Jalan Jend. Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan
Tentara Pelajar, Jalan Yos Sudarso, sebagian Jalan
Veteran, Jalan Pahlawan, Jalan Urip Sumoharjo
dan Jalan Sukarno-Hatta.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Angka 92
Cukup jelas.
Angka 93
Cukup jelas.
Angka 94
Cukup jelas.
Angka 95
Cukup jelas.
Angka 96
Cukup jelas.
- 186 -

Angka 97
Cukup jelas.
Angka 98
Cukup jelas.
Angka 99
Cukup jelas.
Angka 100
Cukup jelas.
Angka 102
Cukup jelas.
Angka 103
Cukup jelas.
Angka 104
Cukup jelas.
Angka 105
Cukup jelas.
Angka 106
Cukup jelas.
Angka 107
Cukup jelas.
Angka 108
Cukup jelas.
Angka 109
Cukup jelas.
Angka 110
Cukup jelas.
Angka 111
Cukup jelas.
Angka 112
Cukup jelas
Angka 113
Cukup jelas

Pasal II
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2


LAMPIRAN I
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2012
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAGELANG TAHUN 2011-2031
LAMPIRAN II
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2012
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAGELANG TAHUN 2011-2031
LAMPIRAN III
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2012
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAGELANG TAHUN 2011-2031
LAMPIRAN IV
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2012
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAGELANG TAHUN 2011-2031
LAMPIRAN V
PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG
NOMOR 2 TAHUN 2020
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2012
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAGELANG TAHUN 2011 - 2031

INDIKASI PROGRAM

RTRW KOTA MAGELANG TAHUN 2011-2031

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

A PENINGKATAN PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG


APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
1. Peningkatan Pengawasan dan evaluasi Penataan Ruang
APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
2. Evaluasi dan Peninjauan Kembali Peraturan Daerah RTRW
APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
3. Penyusunan Revisi RTRW
APBD Kota DPUPR, BAPPEDA,Bagian Hukum
4. Sosialisasi Peraturan Daerah RTRW
B PERWUJUDAN RENCANA STRUKTUR RUANG

I Perwujudan Pusat Kegiatan Kota

a. Perwujudan Sistem Perkotaan dilakukan melalui program :


1. Program Pengembangan Pusat Pelayanan Kota BWP I Kota Magelang
meliputi sebagian
• Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota BWP I APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
Kelurahan Cacaban,
sebagian Kelurahan APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
• Penyusunan Peraturan Zonasi
Kemirirejo, sebagian
APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kelurahan Magelang,
sebagian Kelurahan APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
• Penyusunan Panduan Rancang Kawasan Perkotaan Magersari, Kelurahan
Panjang, Kelurahan DISPERKIM, DPUPR, BAPPEDA
Rejowinangun Selatan, dan
• Pengendalian kegiatan permukiman. sebagian Kelurahan APBD Kota
Rejowinangun Utara, yaitu
Kawasan Alun-alun.
2. Program Pengembangan Subpusat Pelayanan Kota 1. Subpusat pelayanan
kota terdapat di pusat DPUPR, BAPPEDA
• Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kota BWP II,
BWP I meliputi sebagian APBD Kota
BWP III, BWP IV dan BWP V
Kelurahan Cacaban,
DPUPR, BAPPEDA
• Penyusunan Peraturan Zonasi sebagian Kelurahan APBD Kota
Kemirirejo, sebagian DPUPR, BAPPEDA
• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kelurahan Magelang, APBD Kota
sebgaian Kelurahan DPUPR, BAPPEDA
• Penyusunan Panduan Rancang Kawasan Perkotaan Magersari, sebagian APBD Kota
2

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Kelurahan Panjang,
Kelurahan
Rejowinangun Selatan
dan sebagian Kelurahan
Rejowinangun Utara,
yaitu Kawasan
Rejowinangun
2. subpusat pelayanan
kota terdapat di pusat
BWP II meliputi sebagian
Kelurahan Cacaban,
sebagian Kelurahan
Magelang, Kelurahan
Potrobangsan,
Kelurahan Wates, dan
Kelurahan Gelangan,
yaitu Kawasan
Kebonpolo;
3. subpusat pelayanan
kota terdapat di pusat
BWP III meliputi
sebagian Kelurahan
Magersari, sebagian
Kelurahan Kemirirejo,
• Pengendalian kegiatan permukiman. Kelurahan Jurangombo APBD Kota DISPERKIM, BAPPEDA, DPUPR
Selatan, dan Kelurahan
Jurangombo Utara,
yaitu Kawasan Kyai
Langgeng;
4. subpusat pelayanan
kota terdapat di pusat
BWP IV meliputi
sebagian Kelurahan
Magersari, Kelurahan
Tidar Utara, Kelurahan
Tidar Selatan, dan
sebagian Kelurahan
Rejowinangun Utara,
yaitu Kawasan Sukarno-
Hatta; dan
5. subpusat pelayanan
kota terdapat di pusat
BWP V meliputi
Kelurahan Kramat
Utara, Kelurahan
Kramat Selatan, dan
Kelurahan Kedungsari,
yaitu Kawasan Sidotopo.

II Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Kota


3

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

a. Perwujudan Sistem Jaringan Transportasi Darat


1. Perwujudan Sistem Jaringan Jalan
a. Program Pengembangan Jaringan Jalan berdasarkan
Sistem
• Studi pengembangan dan inventarisasi jaringan jalan
Wilayah Kota Magelang
arteri, kolektor, lokal sekunder dan lingkungan serta APBD Kota DPUPR
tersebar
sertifikasi asset jalan
• Peningkatan kualitas, perbaikan dan pemeliharaan rutin
Wilayah Kota Magelang APBN, APBD
jaringan jalan arteri, kolektor,lokal sekunder dan DPUPR
tersebar Provinsi, Kota
lingkungan
• Penataan dan pengendalian kegiatan pada ruang milik Wilayah Kota Magelang APBN, APBD
DPUPR, DISHUB
jalan, ruang manfaat jalan dan ruang pengawasan jalan tersebar Provinsi, Kota
Wilayah Kota Magelang APBN, APBD
• Pengembangan jaringan jalan arteri tersebar Provinsi dan DPUPR, DISHUB
Kota
Wilayah Kota Magelang APBD
• Pengembangan jaringan jalan kolektor tersebar Provinsi dan DPUPR, DISHUB
Kota
Wilayah Kota Magelang
• Pengembangan jaringan jalan lokal sekunder tersebar APBD Kota DPUPR, DISHUB

Wilayah Kota Magelang


• Pengembangan jaringan jalan lingkungan tersebar APBD Kota DPUPR, DISHUB, DISPERKIM

Jalan Sukarno Hatta


menuju Jalan Magelang-
Salatiga

Jalan Jend. SarwoEdi APBN, APBD


• Pembangunan jaringan jalan baru Wibowo menuju Jalan Jend. Provinsi dan DPUPR, DISHUB
Sudirman Kota

Jalan lainnya di kota


Magelang

Exit Jalan Tol Kota


• Persiapan, perencanaan dan pembebasan lahan Exit APBN, APBD DPUPR, Kementerian PUPR,
Magelang
Jalan Tol Bawen-Yogyakarta Kota Kementerian Perhubungan, BPN
Exit Jalan Tol Kota
APBN, APBD DPUPR, Kementerian PUPR,
• Pembangunan Exit Jalan Tol Bawen-Yogyakarta Magelang
Kota Kementerian Perhubungan
Wilayah Kota Magelang
• Pengembangan dan pengaturan manajemen dan
tersebar APBD Kota DISHUB, DPUPR
sirkulasi lalu lintas

Jalan Arteri Kota Magelang Balai Besar Pelaksanaan Jalan


• Pengembangan jalur lambat pada jalan arteri APBN
Nasional VII, DPUPR
. b. Pengembangan Sarana dan Prasarana Angkutan Umum
• Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan angkutan
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISHUB
umum
4

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

• Pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana Seluruh Kota Magelang


APBD Kota BAPPEDA, DPUPR, DISHUB
penunjang dan pelengkap angkutan umum
Seluruh Kota Magelang
• Pengembangan dan peningkatan trayek angkutan umum APBD Kota DISHUB, BAPPEDA, DPUPR
• Pengembangan integrasi sarana prasarana angkutan Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DISHUB , DPUPR
umum dengan jalur sepeda dan jalur pejalan kaki
• Pengembangan integrasi sarana prasarana angkutan
Seluruh Kota Magelang
umum dengan terminal penumpang, halte dan sarana APBD Kota DISHUB
pendukungnya
• Studi Kelayakan dan perencanaan pengembangan Terminal Bus Tidar
APBN DPUPR, DISHUB, BAPPEDA, DLH
terminal penumpang tipe A
• Pengembangan terminal penumpang Tipe A terintegrasi Terminal Bus Tidar Kementerian Perhubungan,
APBN
dengan sarana transportasi lainnya DPUPR, DISHUB
- Terminal Kawasan
Lembah Tidar
- Terminal Kawasan
Kebonpolo
- Terminal Kawasan Jalan
Alibasah Sentot
- Studi kelayakan dan perencanaan pengembangan APBD Kota DPUPR, DISHUB, BAPPEDA, DLH
Prawirodirjo
terminal penumpang tipe C
- Terminal Kawasan
Sukarno-Hatta
- Terminal Kawasan
Sidotopo
- Terminal Kawasan Jalan
Kalimas
- Terminal Kawasan
Lembah Tidar
- Terminal Kawasan
Kebonpolo
- Terminal Kawasan Jalan
Alibasah Sentot APBN, APBD
- Pembangunan, pengembangan dan revitalisasi terminal DPUPR, DISHUB
Prawirodirjo Kota
penumpang tipe C
- Terminal Kawasan
Sukarno-Hatta
- Terminal Kawasan
Sidotopo
- Terminal Kawasan Jalan
Kalimas
- Pengintegrasian simpul jaringan angkutan umum
- Terminal penumpang APBD Kota DISHUB
perdesaan dan perkotaan pada terminal penumpang tipe
Tipe C
C
- Pengintegrasian simpul jaringan angkutan umum APBN, APBD
- Terminal penumpang DISHUB
nasional dan regional dengan angkutan umum Kota
Tipe A
perkotaan dan perdesaan pada terminal tipe A
- Terminal penumpang tipe
- Pengelolaan,pemeliharaan serta optimalisasi terminal APBN dan
A dan terminal DISHUB
penumpang dan sarana prasarana penunjang APBD Kota
penumpang tipe C serta
5

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

sarana penunjang di
seluruh Kota Magelang
- Penataan dan pengendalian angkutan umum tidak
dalam trayek (angkutan taksi, angkutan sewa, angkutan Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISHUB
pariwisata, dan angkutan lingkungan)
- Penataan dan pengendalian angkutan barang Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISHUB
c. Pengembangan Terminal Barang
Terminal Barang Jalan
- Studi kelayakan sarana pergudangan dan rest area DISHUB, DPUPR, BAPPEDA,
Sukarno-Hatta APBN
angkutan barang Kota Magelang Kementerian Perhubungan

Pembangunan dan pengembangan sarana pergudangan Terminal Barang Jalan


- DISHUB, Kementerian
Sukarno-Hatta APBN
dan rest area angkutan barang Kota Magelang Perhubungan

Pemeliharaan dan peningkatan sarana dan prasarana Terminal Barang Jalan


- DISHUB, Kementerian
Sukarno-Hatta APBN
utama dan pendukung terminal barang Perhubungan
Terminal Barang Jalan
DISHUB, Kementerian
- pemeliharaan terminal barang Sukarno-Hatta APBN
Perhubungan
Terminal Barang Jalan
- Pengintegrasian terminal barang dengan pusat kegiatan
Sukarno-Hatta APBD Kota DISHUB
pelayanan (distribusi barang)

d. Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu lintas dan Angkutan


Jalan
Parkir Umum Gunung Tidar
- Perencanaan, Pembangunan dan penataan area parkir dan APBN, APBD
DPUPR, DISHUB, DLH
umum/komunal Wilayah Kota Magelang Kota
tersebar
Wilayah Kota Magelang
- Penataan, pemeliharaan, pengendalian dan
tersebar APBD Kota DPUPR, DISHUB
pengembangan Parkir on street dan off street
APBN, APBD
Tersebar di seluruh wilayah
• Perbaikan geometric ruas jalan dan/atau persimpangan Provinsi, DPUPR
Kota Magelang
APBD Kota
APBN, APBD
Wilayah Kota Magelang
• Pengembangan Alinyemen provinsi dan DPUPR, DISHUB
tersebar
Kota
Kawasan Canguk dan DPUPR, Balai Besar Pelaksanaan
• Perencanaan Fly Over APBN
Kawasan Trio Jalan Nasional VII,
Kawasan Canguk dan DPUPR, BPN, Balai Besar
• Pembebasan Lahan dampak Fly Over APBN
Kawasan Trio Pelaksanaan Jalan Nasional VII,
Kawasan Canguk dan DPUPR, Balai Besar Pelaksanaan
• Pembangunan Fly Over APBN
Kawasan Trio Jalan Nasional VII,
• Wilayah Kota Magelang
• Pengembangan, Penataan dan pemeliharaan simpang
tersebar
dengan penambahan Alat Pengendali Lalu Lintas (APILL) APBD Kota DISHUB
• Persimpangan jalur lintas
dan sistem Automatic Traffic Control System (ATCS)
utama wilayah Daerah
6

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Peningkatan dan pengembangan penyediaan sarana Wilayah Kota Magelang


tersebar APBD Kota DPUPR, DISHUB, DLH
perlengkapan jalan dan lalu lintas
Wilayah Kota Magelang
tersebar di Jalan Arteri,
- Pengembangan dan pengelolaan lampu penerangan jalan APBD Kota DLH
kolektor dan jalan lokal

- Pembangunan, Pengembangan, penataan dan


Wilayah Kota Magelang
pemeliharaan fasilitas pemberhentian angkutan umum
tersebar APBD Kota DPUPR, DISHUB
baik berbentuk halte,maupun pergantian moda
(interchange moda)
2. Perwujudan Sistem Jaringan Kereta Api
Rencana Jaringan
Kementerian Perhubungan, PT
- Perencanaan jaringan kereta api Pelayanan Kereta Api yang APBN
KAI, DPUPR, BAPPEDA
ditetapkan
Rencana Jaringan
Kementerian Perhubungan, PT.
- Pembebasan lahan jaringan kereta api Pelayanan Kereta Api yang APBN
KAI, BAPPEDA, BPN, DPUPR
ditetapkan
Jalur dan stasiun kereta api Kementerian Perhubungan, PT.
- Pembangunan jalur kereta api dan stasiun kereta api APBN
yang ditetapkan KAI, BAPPEDA, BPN, DPUPR
APBN, APBD
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana prasarana kereta Trase kereta api yang Kementerian Perhubungan, PT
Provinsi,APB
api ditetapkan KAI,DPUPR
DKota, BUMN
b. Perwujudan Sistem Jaringan Energi
1. Jaringan Infrastruktur Ketenagalistrikan
- Peningkatan dan Pengembangan jaringan transmisi Seluruh Kota Magelang
BUMN, PLN
tenaga listrik (SUTT)
- Peningkatan dan Pengembangan jaringan distribusi Seluruh Kota Magelang
BUMN, PLN
tenaga listrik (SUTM, SUTR)
Peningkatan dan Pengembangan gardu induk Gardu Induk Kota Magelang
- BUMN PLN
- Penataan jaringan listrik yang terintegrasi dengan Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DPUPR, DISKOMINSTA, PLN
jaringan lainnya (ducting utilities)
- Pengembangan dan peningkatan kapasitas/daya Seluruh Kota Magelang
BUMN PLN
jaringan listrik
Pengelolaan dan pemeliharaan jaringan listrik Seluruh Kota Magelang
- BUMN PLN

2. Jaringan Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi

Penataan dan pengendalian SPBU Seluruh Kota Magelang


- APBD Kota, DPUPR

Penataan dan pengendalian SPBE/SPPBE Seluruh Kota Magelang


- APBD Kota, DPUPR

3. Jaringan Energi Terbarukan


- Studi Kelayakan dan kajian pengembangan energi Seluruh Kota Magelang DPUPR, DLH, DISPERKIM,
APBD Kota,
terbarukan DISPERINDAG
c. Perwujudan Sistem Jaringan Telekomunikasi
- Penyusunan Perda/Perwal jaringan telekomunikasi Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISKOMINSTA
7

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Peningkatan dan pengembangan wilayah pelayanan dan


APBD Kota,
kualitas pelayanan jaringan telekomunikasi tetap dan Seluruh Kota Magelang DISKOMINSTA, Telkom, DPUPR
BUMN
jaringan bergerak
- Pengembangan dan penataan infrastruktur pasif
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISKOMINSTA, DPUPR
jaringan tetap
- Pengembangan dan penataan infrastruktur pasif
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISKOMINSTA, DPUPR
jaringan bergerak
⚫ Ruang Terbuka Publik
⚫ Fasilitas Pelayanan
Publik
- Pengembangan jaringan layanan internet dan hot spot APBD Kota DISKOMINSTA, DPUPR
⚫ Fasilitas Pendidikan
⚫ Fasilitas Administrasi
Pemerintahan
- Optimalisasi pemanfaatan informasi publik melalui
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISKOMINSTA
media cetak dan elektronik
- Pengembangan stasiun radio dan stasiun televisi lokal
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISKOMINSTA
pemerintah
- Pengelolaan dan pemeliharaan jaringan telekomunikasi APBD Kota,
Seluruh Kota Magelang DISKOMINSTA, Telkom, DPUPR
tetap dan bergerak BUMN
- Pengembangan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi
dengan jaringan lainnya dan pengembangan sistem Seluruh Kota Magelang APBD Kota, DPUPR, DISKOMINSTA, Telkom,
bawah tanah (ducting utilities)
d. Perwujudan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
APBD Kota,
- Penyusunan studi invetarisasi sumber daya air Seluruh Kota Magelang BAPPEDA, DPUPR
Hibah
- Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air APBD Kota, DPUPR, BAPPEDA, DLH,
Seluruh Kota Magelang
terpadu Hibah DISPERKIM, PDAM, BBWS
Mata air Tuk Pecah dan
APBD Kota,
mataair lainnya di seluruh
- Pengelolaan, pemeliharaan dan pengendalian sumber air APBD
Kota Magelang , wilayah DPUPR, DLH, PDAM, NGO
(air permukaan dan air tanah) Provinsi,
sungai Progo Opak dan CAT
BUMD, NGO
Magelag-Temanggung
Mata air Tuk Pecah dan
APBD Kota,
mata air lainnya di seluruh
- Pengembangan dan optimalisasi pendayagunaan APBD
Kota Magelang, wilayah DPUPR, DLH, PDAM,BBWS, NGO
sumber air sebagai air baku Provinsi
sungai Progo Opak dan
BUMD, NGO
CAT Magelang-Temanggung
APBD Kota,
- Pengelolaan, optimalisasi, dan pemeliharaan sarana APBN, APBD
Kota Magelang DPUPR, DLH, BBWS, PDAM
prasarana pendukung jaringan sumber daya air Provinsi,
BUMD
APBD Kota,
- Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber APBD
Seluruh Kota Magelang BBWS, DLH, NGO
daya air Provinsi,
APBN, NGO
APBN, APBD
- Pengendalian daya rusak air Seluruh Kota Magelang Provinsi, DLH, DPUPR, BBWS
APBD Kota
8

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Jaringan Irigasi
Saluran Progo Manggis,
Saluran Bening, Saluran
- Pembangunan, pengembangan, dan optimalisasi
Ngaran, Saluran Kedali, APBN BBWS, DPUPR
jaringan irigasi
Saluran Kota dan Saluran
Gandekan
Saluran Progo Manggis,
Saluran Bening, Saluran
- Pengelolaan, dan pemeliharaan jaringan irigasi Ngaran, Saluran Kedali, APBN BBWS, DPUPR
Saluran Kota dan Saluran
Gandekan
Saluran Progo Manggis,
Saluran Bening, Saluran
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana prasarana
Ngaran, Saluran Kedali, APBN BBWS, DPUPR
pendukung jaringan irigasi
Saluran Kota dan Saluran
Gandekan
Saluran Progo Manggis,
Saluran Bening, Saluran
- Pengelolaan, pemeliharaan dan optimalisasi jalan
Ngaran, Saluran Kedali, APBN BBWS, DPUPR
inspeksi
Saluran Kota dan Saluran
Gandekan
Saluran Progo Manggis,
Saluran Bening, Saluran
- Pemantauan rutin kualitas dan kuantitas air pada
Ngaran, Saluran Kedali, APBN BBWS, DPUPR
saluran irigasi
Saluran Kota dan Saluran
Gandekan
CAT /Air Tanah
- Konservasi air tanah CAT Magelang-Temanggung APBD Kota DLH
- Pemantauan rutin air tanah dan pencegahan
CAT Magelang-Temanggung APBD Kota DLH
pencemaran
- Pengendalian daya rusak air tanah CAT Magelang-Temanggung APBD Kota DLH
Mata Air
Mata Air Tuk Pecah dan
- Konservasi mata air APBD Kota BAPPEDA, DLH, PDAM
Mata Air lainnya
Mata Air Tuk Pecah dan
- Pengendalian pencemaran mata air APBD Kota DLH, PDAM
Mata Air lainnya
Mata Air Tuk Pecah dan
- Pemantauan pendayagunaan mata air APBD Kota DLH, PDAM
Mata Air lainnya
- Pengelolaan dan Pemeliharaan sarana prasarana Mata Air Tuk Pecah dan
APBD Kota DLH, PDAM
pendukung operasional pengelolaan mata air Mata Air lainnya
Sungai
APBD Kota,
APBD
- Pemantauan kualitas dan kuantitas air sungai WS Progo Opak Serang DLH, BBWS
Provinsi ,
APBN
APBD Kota,
- Pemantauan pendayagunaan air sungai WS Progo Opak Serang DLH, BBWS
APBD
9

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Provinsi ,
APBN
APBD Kota,
APBD
- Peningkatan resapan air pada Wilayah Sungai WS Progo Opak Serang DLH, DPUPR, BBWS
Provinsi ,
APBN
APBD Kota,
- Konservasi dan pengendalian daya rusak air pada APBD
WS Progo Opak Serang DLH, DPUPR, BBWS
wilayah sungai Provinsi ,
APBN
APBD Kota,
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana prasarana
APBD
pendukung pengolahan air sungai / pemanfaatan air WS Progo Opak Serang DLH, DPUPR, BBWS, PDAM
Provinsi ,
sungai
APBN
Hidran
Kawasan pusat pelayanan
kota, kawasan strategis
daerah, kawasan
- Perencanaan, Penataan dan pengembangan hidran APBD Kota BAPPEDA, DPUPR
perumahan perkepadatan
tinggi, kawasan
perdaganagn dan jasa
Seluruh hidran di Kota
- Pengelolaan dan pemeliharaan hidran APBD Kota DPUPR
Magelang
e. Perwujudan Sistem Infrastruktur Perkotaan
1. Perwujudan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
- Studi konservasi dan pendayagunaan sumber air baku Seluruh Sumber Air Minum APBD Kota,
BAPPEDA, Swasta,
sebagai sumber air bersih di Kota Magelang Hibah
- Pendayagunaan dan pengembangan sumber air baku Seluruh Sumber Air Minum APBD Kota,
PDAM, DPUPR
sebagai sumber air minum di Kota Magelang BUMD
- Pengembangan dan peningkatan kapasitas serta
APBD Kota,
jangkauan pelayanan jaringan perpipaan air minum Seluruh Kota Magelang PDAM, DPUPR
BUMD
yang dikelola oleh Daerah
- Pengelolaan, optimalisasi dan pemeliharaan jaringan APBD Kota,
Seluruh Kota Magelang PDAM, DPUPR
perpipaan air minum yang dikelola oleh Daerah BUMD
- Pemantauan dan rehabilitasi tingkat kebocoran dan
Seluruh Kota Magelang BUMD PDAM
kerusakan jaringan perpipaan yang dikelola oleh Daerah
Reservoir yang tersebar di APBD Kota,
- Pengelolaan dan pemeliharaan reservoir air minum PDAM, DPUPR
Kota Magelang BUMD
Reservoir Tidar, dan APBN, APBD
- Pengembangan dan Pembangunan reservoir air minum PDAM, DPUPR
reservoir lainnya Kota, BUMD
- Pengembangan, pengelolaan dan pengendalian jaringan
APBD Kota,
non perpipaan air minum (sumur dan prasarana lainnya) Seluruh Kota Magelang DLH, DPUPR, DISPERKIM,NGO
NGO
yang dikelola oleh masyarakat
- Pengembangan dan pembangunan jaringan perpipaan APBD Kota,
Seluruh Kota Magelang DLH, DPUPR, DISPERKIM,NGO
air minum berbasis masyarakat NGO
- Pengelolaan dan pemeliharaan jaringan perpipaan air APBD Kota,
Seluruh Kota Magelang DLH, DPUPR, DISPERKIM,NGO
minum berbasis masyarakat NGO
10

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

2. Perwujudan Sistem Pengelolaan Air Limbah


Kawasan Perumahan Padat
- Studi Pencemaran Air Limbah di Kawasan Perumahan
Kota Magelang APBD Kota DLH, DISPERKIM
Padat
- Pembangunan, penataan, dan pengembangan kapasitas
dan jangkauan pelayanan jaringan limbah setempat Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DLH, DPUPR,DISPERKIM
skala komunal
APBD
Pengembangan dan pembangunan sanitasi komunal Kawasan perumahan
- Provinsi,
sedang hingga padat DPUPR, DLH DISPERKIM, NGO
(MCK Komunal) APBD Kota ,
NGO
Peningkatan dan Pengembangan IPLT IPLT Kota Magelang
- APBD Kota DPUPR, DLH, DISPERKIM

Pengelolaan dan pemeliharaan IPLT IPLT Kota Magelang


- APBD Kota DPUPR, DLH, DISPERKIM

Seluruh Kota Magelang APBN, APBD


- Pengelolaan air limbah domestik melalui L2T2 dan L2T3 DISPERKIM
Kota, swasta
APBN, APBD
Seluruh Kota Magelang Provinsi,
- Pengembangan dan Pembangunan IPAL Permukiman DPUPR, DLH DISPERKIM, NGO
APBD Kota ,
NGO
APBN, APBD
Seluruh Kota Magelang Provinsi,
- Pengelolaan dan pemeliharaan IPAL Permukiman DLH,NGO, DISPERKIM
APBD Kota ,
NGO
- Pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur jaringan air Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DLH, DISPERKIM
limbah setempat dan terpusat
- Pengembangan, Penataan dan pengendalian sistem Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DLH, DPUPR
pengelolaan limbah B3
- Pengembangan, Penataan dan pengendalian sistem Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DLH, DPUPR
pengelolaan limbah non domestik
- Peningkatan dan pengembangan akses sanitasi di Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DISPERKIM,DLH, DPUPR
seluruh wilayah
APBD
Kawasan perumahan
Provinsi,
- Pengembangan sanitasi berbasis masayarakat (sanimas) sedang hingga padat DPUPR, DLH DISPERKIM, NGO
APBD Kota ,
NGO
Sosialisasi Sanitasi/ Lingkungan sehat Seluruh Kota Magelang
- APBD Kota DLH, DKK
- Kajian Pengembangan pengelolaan limbah menjadi Seluruh Kota Magelang DPUPR, DLH DISPERKIM,
APBD Kota
energi terbarukan DISPERINDAG
- Pengembangan jaringan air limbah yang terpisah dengan Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DLH,DPUPR
jaringan drainase
Pemantauan dan pengendalian pencemaran air limbah Seluruh Kota Magelang
- APBD Kota DLH, DISPERKIM
3. Perwujudan Sistem Jaringan Persampahan
TPST Regional
11

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

APBN, APBD DLH, BAPPEDA, DPUPR, Pemprov


- Studi Kelayakan dan Perencanaan TPST Regional Kabupaten Magelang Kota, APBD Jawa Tengah dan Pemda regional
Provinsi Kawasan
APBN, APBD DLH, BAPPEDA, DPUPR, Pemprov
- Pembebasan Lahan TPST Regional Kabupaten Magelang Kota, APBD Jawa Tengah dan Pemda regional
Provinsi Kawasan
APBN, APBD DLH, BAPPEDA, DPUPR, Pemprov
- Pembangunan dan penataan TPST Regional Kabupaten Magelang Kota, APBD Jawa Tengah dan Pemda regional
Provinsi Kawasan
APBN, APBD
DLH, Pemprov Jawa Tengah dan
- Pengelolaan dan pemeliharaan TPST Regional Kabupaten Magelang Kota, APBD
Pemda regional Kawasan
Provinsi
TPA
- Pengelolaan dan pemeliharaan TPA Banyu Urip dan
Kabupaten Magelang APBD Kota DLH
sarana prasarana pendukungnya
- Pengembangan teknologi pengelolaan sampah ramah
Kabupaten Magelang APBD Kota DLH
lingkungan pada TPA Banyu Urip
TPST
TPST Jurangombo, dan
- Studi Kelayakan dan Perencanaan TPST APBD Kota DLH, DPUPR, BAPPEDA
TPST lainnya
TPST Jurangombo, dan
- Pembebasan Lahan TPST APBD Kota DLH, DPUPR, BAPPEDA
TPST lainnya
TPST Jurangombo, dan APBN, APBD
- Pembangunan dan penataan TPST DLH, DPUPR, BAPPEDA
TPST lainnya Kota
TPST Jurangombo, dan
- Pengelolaan dan pemeliharaan TPST APBD Kota DLH
TPST lainnya
TPS/TPS 3R
- Pengembangan dan penambahan/ pembangunan
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
TPS/TPS 3R
- Pengembangan/peningkatan pengelolaan sampah TPS
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
menjadi TPS 3R
- Pemeliharaan dan pengelolaan TPS/TPS3R Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
Transfer Depo
- Pengembangan dan penambahan Transfer Depo Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
- Pemeliharaan dan Pengelolaan Transfer Depo Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
Sampah Spesifik
- Pengelolaan sampah spesifik Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
Jaringan Persampahan
- Pengembangan pengelolaan sampah dengan teknologi
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH, Litbang, Perguruan Tinggi
ramah lingkungan
- Pengembangan metode komposting dan teknologinya Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH, Litbang, Perguruan Tinggi
- Pemantauan dan pengendalian pencemaran sampah/
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
rembesan air lindi
- Pengembangan dan peningkatan prasarana
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
persampahan termasuk prasarana pengangkutan
12

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Pengelolaan dan pemeliharaan prasarana persampahan


Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
termasuk prasarana pengangkutan
- Pengembangan sarana prasarana persampahan pada
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
kawasan publik
APBN, APBD
- Pengembangan, peningkatan manajemen dan DLH, DPUPR, Pemprov Jawa
Seluruh Kota Magelang Provinsi dan
pengelolaan jaringan sampah secara terpadu Tengah
APBD Kota
- Penataan, pengembangan dan pengendalian pengolahan
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
sampah spesifik
- Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat mengenai
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
pengelolaan sampah 3R
- Pengembangan bank sampah yang dikelola oleh
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DLH
masyarakat
4. Perwujudan Sistem Jaringan Drainase
- Inventarisasi dan Studi Pengembangan Jaringan
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
Drainase
- Pengelolaan, Pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan APBN, APBD
Seluruh Kota Magelang DPUPR
drainase Provinsi, Kota
APBD
- Pengembangan dan pembangunan jaringan drainase Seluruh Kota Magelang DPUPR
Provinsi, Kota
APBD
- Pengembangan seluruh jaringan drainase secara terpadu Seluruh Kota Magelang DPUPR
Provinsi, Kota
APBD
- Kegiatan kebersihan dan sosialisasi pemeliharaan Seluruh Kota Magelang Provinsi,
DPUPR, DLH
lingkungan sungai/ normalisasi jaringan drainase APBD Kota

- Pengembangan sistem ecodrain (drainase berwawasan APBN, APBD


Seluruh Kota Magelang DPUPR, Litbang,
lingkungan) Kota,

- Pengembangan sistem drainase terpisah dengan sistem Seluruh Kota Magelang APBD Kota DPUPR, DLH
air limbah
5. Perwujudan Sistem Jaringan Reklame
- Penyusunan Perda tentang pengembangan prasarana Kota Magelang APBD Kota DPUPR, DPMPTSP, BAPPEDA
reklame
- Penyusunan Perda/Perwal arahan insentif dan Kota Magelang APBD Kota DPUPR, DPMPTSP, BAPPEDA
disinsentif
- Sosialisasi Perda Penempatan dan Retribusi Papan Kota Magelang APBD Kota DPUPR,DPMPTSP, Bagian Hukum
Reklame
- Pengelolaan dan pengendalian penataan prasarana Kota Magelang APBD Kota DPMPTSP, DPUPR
reklame
6. Perwujudan Sistem Jaringan Pejalan Kaki
Wilayah Kota Magelang APBD Kota
- Pengelolaan dan pemeliharaan trotoar/ruas pejalan kaki DPUPR
tersebar

- Perencanaan, pengembangan, dan pembangunan Wilayah Kota Magelang APBD Kota


DPUPR
trotoar/ruas pejalan kaki tersebar
13

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas penyeberangan Wilayah Kota Magelang APBD Kota
(jembatan penyeberangan, zebra cross, zona selamat tersebar DPUPR, DISHUB
sekolah, penyeberangan pelikan, penyeberangan
underpass)
- Perencanaan, pengembangan dan pembangunan fasilitas Wilayah Kota Magelang APBD Kota
penyeberangan (jembatan penyeberangan, zebra cross, tersebar DPUPR, DISHUB
zona selamat sekolah, penyeberangan pelikan,
penyeberangan underpass)
- Pengembangan sistem jaringan pejalan kaki yang Wilayah Kota Magelang APBD Kota
terintegrasi dengan sarana prasarana transportasi DISHUB, DPUPR
tersebar
umum
7. Perwujudan Sistem Jaringan Evakuasi Bencana

- Perencanaan ruang evakuasi bencana dan jalur evakuasi APBD Kota BAPPEDA, DPUPR, DISPERKIM,
Kota Magelang
bencana KESBANGPOLINMAS, DISPERKIM

Ruang evakuasi yang telah APBD Kota


BAPPEDA, DPUPR, DISPERKIM,
ditetapkan di seluruh Kota
- Pengelolaan dan pemeliharaan ruang evakuasi bencana KESBANGPOLINMAS, DISPERKIM
Magelang

Jalur Utama Kota dan Jalan APBD Kota


BAPPEDA, DPUPR, DISPERKIM,
- Pengelolaan dan pemeliharaan jalur evakuasi bencana Utama lingkungan di
KESBANGPOLINMAS, DISPERKIM
seluruh Kota Magelang

8. Perwujudan Jalur Sepeda

- Perencanaan/Penyusunan Perwal dan Penetapan jalur Jalur sepeda yang telah APBD Kota
DPUPR, BAPPEDA, DISHUB
sepeda ditetapkan

Jalur sepeda yang telah APBD Kota


- Pembangunan jalur sepeda atau marka jalur khusus DPUPR, DISHUB
sepeda ditetapkan

Jalur sepeda yang telah APBD Kota


- Pembangunan dan Pengembangan sarana pendukung DPUPR, DISHUB
jalur sepeda ditetapkan

Jalur sepeda yang telah APBD Kota


- Pengelolaan dan pemeliharaan jalur sepeda DISHUB
ditetapkan

Jalur sepeda yang telah APBD Kota


- Pengembangan jaringan sepeda yang terintegrasi dengan DISHUB
sarana prasarana transportasi umum ditetapkan

C PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA

I Perwujudan Kawasan Peruntukan Lindung

a. Perwujudan Kawasan Lindung Setempat

1. Sempadan Sungai
- Sungai Elo APBN, APBD
- Studi Penataan Sempadan Sungai BBWS, DPUPR, BAPPEDA
- Sungai Progo Kota
- Penetapan batas dan pemantapan fungsi sempadan - Sungai Elo APBN, APBD
BAPPEDA, BPN, DPUPR, BBWS
sungai sebagai kawasan sempadan sungai - Sungai Progo Kota
14

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Penataan dan pengembangan (revitalisasi) sempadan - Sungai Elo APBN, APBD


BAPPEDA, BPN, DPUPR, BBWS
sungai - Sungai Progo Kota

APBN, APBD
Provinsi,
- Sungai Elo BAPPEDA, BPN, DPUPR, DLH,
- Penataan dan pengembangan sempadan sungai sebagai APBD Kota,
RTH Publik - Sungai Progo BBWS, Swasta
Hibah,
Bantuan,CSR

APBN, APBD
- Sungai Elo Kota, Hibah, BBWS, BAPPEDA, DLH, DPUPR,
- Pembebasan Lahan sebagai RTH Publik sempadan
sungai - Sungai Progo Bantuan , Swasta, BPN
CSR

- Pengawasan penertiban dan pengendalian terhadap


- Sungai Elo APBN, APBD
bangunan maupun aktivitas pada kawasan sempadan BBWS, DPUPR, DLH
- Sungai Progo Kota
sungai yang mengganggu fungsi ekologis sungai
-

- Sungai Elo APBN, APBD


- Pengembangan secara bertahap konsep waterfront BBWS, DPUPR, DISPERKIM
- Sungai Progo Kota

- Kegiatan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat di - Sungai Elo APBN, APBD


sekitar kawasan sempadan BBWS, DLH, DPUPR
- Sungai Progo Kota
2. Sempadan Jaringan Irigasi
- Saluran Progo Manggis
- Saluran Bening
APBN, APBD
- Saluran Kota
- Studi penataan sempadan irigasi Kota BBWS, DPUPR, BAPPEDA, DLH
- Saluran Ngaran
- Saluran Gandekan
- Saluran Kedali
- Saluran Progo Manggis
- Saluran Bening
Penetapan batas dan pemantapan fungsi sempadan APBN, APBD
- - Saluran Kota BBWS, DPUPR, BAPPEDA, DLH,
irigasi Kota
- Saluran Ngaran BPN
- Saluran Gandekan
- Saluran Kedali
Sertifikasi asset sempadan irigasi daerah APBD Kota
- - Saluran Kota BPKAD, BPN, DPUPR
- Saluran Progo Manggis
APBN, APBD
- Saluran Bening
Pengembangan, penataan dan pembebasan lahan Provinsi,
- - Saluran Kota BBWS, BAPPEDA, DPUPR,
APBD Kota,
sempadan irigasi sebagai RTH Publik - Saluran Ngaran DLH,BPN, Swasta
CSR, Swasta
- Saluran Gandekan
- Saluran Kedali
- Saluran Progo Manggis
- Saluran Bening
APBN, APBD
- Saluran Kota
- Penataan kawasan sempadan irigasi Provinsi, Kota BBWS, DLH, DPUPR
- Saluran Ngaran
- Saluran Gandekan
- Saluran Kedali
15

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Saluran Progo Manggis


- Saluran Bening
APBN, APBD
- Saluran Kota
- Peningkatan dan pemeliharaan jalan inspeksi Provinsi, Kota BBWS, DPUPR
- Saluran Ngaran
- Saluran Gandekan
- Saluran Kedali
- Saluran Progo Manggis
- Saluran Bening
APBN, APBD
- Pengamanan, pengawasan dan pengendalian guna - Saluran Kota
Kota BBWS, DPUPR
melindungi fungsi sempadan irigasi - Saluran Ngaran
- Saluran Gandekan
- Saluran Kedali
- Saluran Progo Manggis
- Saluran Bening
Penertiban pada bangunan yang memanfaatakan fungsi APBN, APBD
- - Saluran Kota
Kota BBWS, DPUPR, Satpol PP
sempadan irigasi - Saluran Ngaran
- Saluran Gandekan
- Saluran Kedali
Seluruh masyarakat di APBN, APBD
- Kegiatan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat BBWS, DLH, DPUPR, DISPERKIM
sekitar jaringan irigasi sekitar sempadan irigasi Kota

3. Sempadan Kereta Api


Sempadan Kereta Api
Regional Ambarawa- Kementerian Perhubungan, PT
Penataan sempadan kereta api APBN
- Secang-Magelang KAI,DPUPR, BAPPEDA
Yogyakarta

Sempadan Kereta Api


Regional Ambarawa- Kementerian Perhubungan, PT
Pembebasan lahan terdampak sempadan APBN
- Secang-Magelang KAI,DPUPR, BAPPEDA, BPN
Yogyakarta

Sempadan Kereta Api


Regional Ambarawa- Kementerian Perhubungan, PT
- Pengawasan dan penertiban bangunan di sempadan APBN
kereta api yang mengganggu fungsi sempadan Secang-Magelang KAI,DPUPR, BAPPEDA
Yogyakarta

Sempadan Kereta Api


Regional Ambarawa- Kementerian Perhubungan, PT
- Kegiatan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat yang APBN
Secang-Magelang KAI,DPUPR, BAPPEDA
terdampak sempadan kereta api
Yogyakarta

b. Perwujudan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota

DLH, DPUPR, Kecamatan,


- Inventarisasi RTH Kota Magelang Kota Magelang APBD Kota Kelurahan, UPTD Gunung Tidar,
Swasta (Developer)
- Penyusunan Dokumen Perencanaan/Masterplan RTH
Kota Magelang APBD Kota BAPPEDA, DLH
Kota Magelang
16

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

DLH, DPUPR, Kecamatan,


- Pengelolaan, pemeliharaan, pengembangan dan
RTH Publik Kota Magelang APBD Kota Kelurahan, UPTD Gunung Tidar,
optimalisasi RTH Publik
Swasta (Developer)

A. Taman Kota pada


Kawasan Strategis Kota
Magelang meliputi :
⚫ Kawasan Sukarno-
Hatta
⚫ Kawasan Sidotopo
⚫ Kawasan Lembah Tidar
⚫ Kawasan Sport Center
⚫ Taman pengganti
Gunung Tidar
⚫ Kawasan strategis
lainnya
B. Taman Kota yang APBN, APBD
- Penyediaan dan Pemenuhan RTH Publik 20% tersebar di seluruh wilayah Provinsi, BBWS, Bappeda, DPUPR, DLH,
(Pembebasan Lahan untuk RTH) C. Kawasan perumahan APBD Kota, BPN, Developer, Swasta
berupa taman lingkungan Swasta, CSR
D. RTH fungsi tertentu
(Kawasan sempadan Irigasi
kota dan Kawasan
sempadan sungai)
E. Pengembangan Pulau dan
Median Jalan (jalur hijau
jalan)
F. Pengembangan Jalur
Pejalan Kaki
G. Kawasan lainnya pada
Kota Magelang

- Pengembangan kerjasama dengan masyarakat terkait Sempadan Sungai dan RTH


APBD Kota BBWS, DPUPR,DLH
pengelolaan RTH Publik publik lainnya
- Pemantauan pemenuhan RTH Privat 10% Kota Magelang APBD Kota DPUPR, DLH

- Pengembangan sumur resapan RTH Publik Kota Magelang APBD Kota DLH

- Pengembangan RTH Publik sebagai kawasan rekreasi


RTH Publik Kota Magelang APBD Kota DLH, DISPORAPAR
serta kawasan pariwisata

- Pengembangan, pengoptimalan, dan pemeliharaan


RTH Publik Kota Magelang APBD Kota DLH
sarana prasarana pendukung Kawasan RTH Publik
- Sosialisasi, pemberdayaan dan peningkatan peran serta
masyarakat dalam pengadaan dan pengelolaan RTH Seluruh Kota Magelang
APBD Kota DLH
Publik dan Privat
17

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Penyusunan arahan insentif dan disinsentif dalam Seluruh Kota Magelang


APBD Kota DLH, DPMPTSP, BAPPEDA
pengembangan RTH publik dan privat
Perwujudan RTH Kebun Raya Gunung Tidar
BAPPEDA, DPUPR, DLH, UPTD
- Perencanaan dan Pengembangan Kebun Raya Gunung APBN, APBD
Kebun Raya Gunung Tidar Gunung Tidar, DISHUB,
Tidar Kota
DISPORAPAR, LIPI
- Pemeliharaan dan peningkatan koleksi tanaman Kebun APBN, APBD DLH, UPTD Gunung Tidar
Kebun Raya Gunung Tidar
Raya Kota
DISPORAPAR, UPTD Gunung
- Pengembangan Kebun Raya Gunung Tidar sebagai APBN, APBD
Kebun Raya Gunung Tidar Tidar
destinasi wisata Kota
DISHUB
- Pengaturan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada
Jalan sekeliling kebun raya APBD Kota
koridor jalan di sekeliling Kebun Raya

DLH, UPTD Gunung Tidar


- Pemantapan dan pengoptimalan fungsi Gunung Tidar
Kebun Raya Gunung Tidar APBD Kota
sebagai daerah resapan air

APBD Kota, DLH, UPTD Gunung Tidar


- Pemeliharaan Kebun Raya Gunung Tidar dan sarana
Kebun Raya Gunung Tidar APBD
pendukungnya
Provinsi

c. Perwujudan Kawasan Lindung Geologi

Kota Magelang
- Pemenuhan RTH Kota minimal 30% sebagai bentuk APBD Kota
DLH
perlindungan imbuhan air tanah secara alami
CAT Magelang-Temanggung
- Pemenuhan prasarana imbuhan buatan seperti sumur APBD Kota
dan Mata Air DLH, DPUPR, DISPERKIM
resapan, biopori, dan prasarana lainnya
CAT Magelang-Temanggung
APBD Kota BAPPEDA, DPUPR, DLH,
- Pemantauan dan evaluasi pengelolaan air tanah dan Mata Air
DISPERKIM
CAT Magelang-Temanggung APBD
dan Mata Air Provinsi dan
- Pelaksanaan konservasi air tanah DPUPR
APBD Kota

CAT Magelang-Temanggung
- Pemantauan pendayagunaan air tanah APBD Kota
dan Mata Air DPUPR, DISPERKIM

CAT Magelang-Temanggung APBD


dan Mata Air Provinsi dan DPUPR, BAPPEDA, DISPERKIM,
- Pengendalian daya rusak air tanah
APBD Kota DLH

- Pemeliharaan, pemantauan, pengendalian dan Mata Air Tuk Pecah APBD Kota,
BUMD DPUPR, PDAM
konservasi kawasan sempadan mata air

d. Perwujudan Kawasan Cagar Budaya


18

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Seluruh Kota Magelang


- Identifikasi dan penetapan cagar budaya tersebar APBD Kota DISDIKBUD

Seluruh Kota Magelang APBN, APBD


tersebar Provinsi,
- Konservasi dan pemeliharaan cagar budaya yang
APBD Kota, DISDIKBUD,
terdapat di wilayah Kota Magelang
CSR,
Swadana
Seluruh Kota Magelang APBN, APBD
tersebar Provinsi,
- revitalisasi dan/atau adaptasi terhadap bangunan cagar
APBD Kota, BAPPEDA, DPUPR, DISDIKBUD
budaya
CSR,
Swadana
Seluruh Kota Magelang APBN, APBD
tersebar Provinsi,
- Perencanaan dan penataan potensi wisata cagar budaya APBD Kota, DISDIKBUD, DISPORAPAR
CSR,
Swadana
Seluruh Kota Magelang APBN, APBD
tersebar Provinsi,
- Penyediaan sarana dan prasarana pendukung di DPUPR, DISDIKBUD, DISHUB,
APBD Kota,
kawasan cagar budaya DLH
CSR,
Swadana
Seluruh Kota Magelang
- Penyusunan sistem insentif dan disinsentif
tersebar APBD Kota DISDIKBUD,

II Perwujudan Kawasan Peruntukan Budidaya

a. Perwujudan Kawasan Permukiman


1. Perwujudan Kawasan Perumahan
- Inventarisasi bangunan perumahan Kota Magelang APBD Kota DISPERKIM, DPUPR
- Penataan, Pengawasan dan pengendalian kawasan
perumahan sesuai dengan RDTRK dan RTRW serta
Kota Magelang APBD Kota DISPERKIM, DPUPR, DPMPTSP
peraturan terkait intensitas ruang dan sempadan
bangunan
- Penertiban kawasan perumahan informal squatter area Kota Magelang SATPOL PP, DLH, DISPERKIM,
APBD Kota
(liar) Kelurahan, Kecamatan
- Pengawasan, Pengendalian dan Penertiban kawasan Kota Magelang
perumahan yang tidak sesuai dengan lokasi APBD Kota DISPERKIM, DPUPR, Satpol PP
peruntukannya
- Penertiban dan pemindahan Lokasi permukiman tidak Kota Magelang APBD Kota,
DISPERKIM, DPUPR, Satpol PP
teratur di sempadan sungai atau sempadan irigasi APBN
- Peningkatan kualitas hunian dan lingkungan hunian Kota Magelang
melalui peremajaan, perbaikan, dan pemugaran unit
APBD Kota DISPERKIM, DPUPR, DLH
hunian, sarana prasaranadan lingkungan perumahan
informal/kumuh (Slum Area)
- Pembinaan dan penataan perumahan formal (Belum Kota Magelang
IMB) dan perumahan Informal (Slum Area) melalui APBD Kota DPUPR
mekanisme IMB
19

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Arahan insentif dan disinsentif pengembangan Kota Magelang


APBD Kota DISPERKIM, BAPPEDA, DPMPTSP
perumahan (Perda IMB)
- Pengembangan kawasan perumahan baru seperti Kota Magelang
APBD Kota DISPERKIM, Developer
kasiba-lisiba
- Penyediaan, pembangunan dan pengembangan sarana Kota Magelang APBD Kota,
BAPPEDA, DPUPR, Developer
dan prasarana pendukung perumahan Swasta
- Pengembangan Rusunami, Rusunawa, Rumah Khusus Kota Magelang APBD Kota DISPERKIM, DPUPR, BPN
- pengendalian dan penataan pembangunan perumahan Kota Magelang
APBD Kota DISPERKIM, DPUPR, DPMPTSP
oleh pengembang
2. Perwujudan Kawasan Perdagangan dan Jasa
Sarana Pasar Rakyat
APBN, APBD
Provinsi, Pemkot, DPUPR, DISPERINDAG,
- Optimalisasi Pasar Rejowinangun Pasar Rejowinangun
Kota, hibah, swasta
dan bantuan
APBN, APBD
- Optimalisasi, Pengembangan dan revitalisasi pasar Seluruh Pasar Rakyat Kota Provinsi,
DISPERINDAG
rakyat Magelang Kota, hibah,
dan bantuan
DISPERINDAG, DISPERKIM,
- Perencanaan Pasar Induk Pasar Induk Kota Magelang APBD Kota
DISHUB, DPUPR, BAPPEDA
DISPERINDAG,DISPERKIM, ,
- Pembebasan dan pengadaan lahan Pasar Induk Pasar Induk Kota Magelang APBD Kota
DPUPR, BPN
APBN, APBD
Provinsi,
- Pembangunan Pasar Induk Pasar Induk Kota Magelang DISPERINDAG, DISHUB, DPUPR
Kota, hibah,
dan bantuan
- Penataan dan optimalisasi sarana dan prasarana utama Pasar Rakyat Kota
APBD Kota DISPERINDAG
dan pendukung pasar rakyat Magelang
- Pembentukan, penguatan dan pembinaan Pasar Rakyat Kota DISPERINDAG, UPT Pengelola
APBD Kota
kelembagaan/paguyuban pedagang pasar Magelang Pasar
Pasar Tradisional Kota
- Penataan PKL disekitar Pasar APBD Kota DISPERINDAG, SATPOL PP
Magelang
- Pengembangan jaringan kerjasama dan/atau penyediaan
Pasar Rakyat Kota DISPERINDAG, DPUPR, SATPOL
ruang bagi pelaku UMKM, IKM sektor informal pada APBD Kota
Magelang PP
Pasar Rakyat
Sarana Perdagangan Jasa Modern
- Penataan dan pengendalian toko modern dan sarana
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DPUPR, DISPERINDAG, DPMPTSP
perdagangan jasa modern
- Pengembangan jaringan kerjasama dan/atau penyediaan
ruang UKM, UMKM dan industri kecil lainnya serta
Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISPERINDAG
sektor informal dengan sarana perdagangan jasa modern
dalam pemasaran produk
APBN, APBD
- Pengembangan dan penataan kawasan perdagangan dan BAPPEDA,
Kawasan Sukarno-Hatta Provinsi,
jasa di Kawasan Sukarno-Hatta DPUPR, DISPERINDAG, DPMPTSP
APBD Kota
20

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

- Penataan dan pengendalian kawasan perdagangan jasa


berdampak besar (hotel, mixed use building, pusat Pusat Kota dan Jalan
APBD Kota DPUPR, DPMPTSP, DISPERINDAG
perbelanjaan, dan lainnya) pada pusat kota dan jalan Utama Kota
utama kota
- Penyediaan sarana dan prasarana pendukung kawasan BAPPEDA,
Seluruh Kota Magelang APBD Kota
perdagangan dan jasa DPUPR, DISPERINDAG, DISHUB
- Penataan PKL di sekitar kawasan perdagangan dan jasa Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISPERINDAG
3. Perwujudan Kawasan Perkantoran
- Penyediaan sarana dan prasarana pendukung aktivitas Seluruh Kota Magelang
APBD Kota BAPPEDA, DLH, DPUPR, DISHUB
perkantoran
- Penataan, pengembangan dan pembangunan kawasan Seluruh Kota Magelang APBD Kota
Setiap OPD
Perkantoran Pemerintahan
- Pemeliharaan kawasan perkantoran Seluruh Kota Magelang APBD Kota
Setiap OPD

4. Perwujudan Kawasan Sektor Informal


Seluruh Kota Magelang
- Studi inventarisasi Sektor Informal APBD Kota DISPERINDAG

- Perencanaan dan penataan Sektor Informal APBD Kota DISPERINDAG, DPUPR, BAPPEDA
- Penataan dan pemberdayaan sektor informal pada lokasi Seluruh Kota Magelang DISPERINDAG, DISHUB, DPUPR,
APBD Kota
binaan BAPPEDA, LSM Paguyuban PKL
Seluruh Kota Magelang
- Penyediaan sarana prasarana pendukung kegiatan APBD Kota DISPERINDAG
Seluruh Kota Magelang DISPERINDAG, SATPOL PP, LSM
- Arahan insentif dan disinsentif sektor informal APBD Kota
Paguyuban PKL
- Pembentukan, penguatan dan pembinaan organisasi Seluruh Kota Magelang DISPERINDAG, LSM Paguyuban
APBD Kota
sektor informal PKL
- Pengendalian,Pengawasan dan penertiban sektor Seluruh Kota Magelang
APBD Kota Satpol PP, DISPERINDAG
informal
5. Perwujudan Kawasan Pendidikan
APBN, APBD
Sarana Pendidikan PAUD, Provinsi
- Pengembangan dan peningkatan sarana pendidikan TK, SD, SMP APBD Kota, DISDIKBUD,Swasta
Seluruh Kota Magelang Hibah,
Bantuan
Dinas Pendidikan dan
SMA APBD
- Pengembangan dan peningkatan sarana Pendidikan SMA Kebudayaan Provinsi Jawa
Seluruh Kota Magelang Provinsi
Tengah
APBN, APBD
Sarana Pendidikan PAUD, Provinsi
- Pengelolaan, pemeliharaan, dan optimalisasi sarana
TK, SD, SMP, Seluruh Kota APBD Kota, DISDIKBUD,Swasta
pendidikan dan sarana pendukungnya
Magelang Hibah,
Bantuan
Dinas Pendidikan dan
- Pengelolaan, pemeliharaan, dan optimalisasi sarana SMA APBD
Kebudayaan Provinsi Jawa
pendidikan dan sarana pendukungnya tingkat SMA Seluruh Kota Magelang Provinsi
Tengah
21

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Dinas Pendidikan dan


- Pengembangan, pengelolaan dan optimalisasi sarana APBN, APBD
SLB Seluruh Kota Magelang Kebudayaan Provinsi Jawa
pendidikan luar biasa Provinsi
Tengah
APBN, APBD
- Penataan, Pengembangan, pengelolaan dan optimalisasi Provinsi
sarana pendidikan kejuruan/lembaga kursus/pelatihan Kota MAgelang APBD Kota, DISDIKBUD, Swasta, DPMPTSP
kerja Hibah,
Bantuan
APBN, APBD
Provinsi
- Penataan kualitas lingkungan kawasan pendidikan dan
Seluruh Kota Magelang APBD Kota, DISDIKBUD, Swasta
sekitarnya
Hibah,
Bantuan
APBD Kota,
- Pengelolaan, optimalisasi dan pengembangan Perpustakaan Daerah Kota DISDIKBUD, UPTD Perpustakaan
Hibah,
perpustakaan daerah Magelang Daerah
Bantuan
- Penataan Lokasi Lembaga Penunjang Jasa Pendidikan DISDIKBUD, Swasta, DPUPR,
Seluruh Kota Magelang APBD Kota
dan Bimbingan Belajar DPMPTSP
APBN, APBD
- Perencanaan dan penataan Kawasan Pendidikan BAPPEDA, DPUPR, Universitas
Kawasan Sidotopo Kota
Sidotopo Tidar

6. Perwujudan Kawasan Transportasi


Terminal penumpang Tipe A
APBN, dan
- Pemeliharaan dan pengelolaan terminal penumpang Tidar dan Seluruh terminal DISHUB
APBD Kota
penumpang Tipe C
Terminal penumpang Tipe A
- Revitalisasi, Pengembangan dan peningkatan terminal APBN dan
Tidar dan Seluruh terminal DISHUB
penumpang APBD Kota
penumpang Tipe C
- Pengadaan dan pembebasan lahan pengembangan
Terminal penumpang Tipe C APBD Kota DISHUB
terminal penumpang tipe C
APBD
- Pengelolaan, pemeliharaan sarana pendukung kawasan Seluruh Wilayah Tersebar
Provinsi dan DISHUB
transportasi (halte, dan sejenisnya) Kota Magelang
APBD Kota
- Pengembangan Kawasan transportasi yang saling APBD
Seluruh Wilayah Tersebar
terintegrasi dan terintegrasi dengan angkutan umum Provinsi dan DISHUB
Kota Magelang
skala regional hingga perkotaan APBD Kota
- Pengembangan kawasan transportasi yang terintegrasi
dengan angkutan umum skala regional hingga perkotaan
- Pengembangan dan peningkatan terminal barang dan Terminal Barang Jalan DISHUB, Kementerian
sarana pendukungnya APBN
Sukarno-Hatta Perhubungan
- Pengelolaan, pemeliharaan dan optimalisasi terminal Terminal Barang Jalan DISHUB, Kementerian
barang dan sarana pendukungya APBN
Sukarno-Hatta Perhubungan
7. Perwujudan Kawasan Kesehatan
APBN, APBD
- Pengelolaan, pemeliharaan dan Pengembangan rumah sakit RSUD Tidar Provinsi, RSUD, DKK
APBD Kota,
22

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Hibah,
Bantuan
APBN, APBD
Provinsi,
Seluruh Puskesmas Kota
- Pengelolaan, pemeliharaan dan Pengembangan Puskesmas APBD Kota, DKK
Magelang
Hibah,
Bantuan
APBN, APBD
Provinsi,
- Pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan Puskesmas Seluruh PUSTU Kota
APBD Kota, DKK
Pembantu (PUSTU) Magelang
Hibah,
Bantuan
APBD Kota,
- Perencanaan dan Pembangunan RSUD Tipe C Kota Magelang DKK
KPBU
DKK, Dinas Kesehatan Provinsi
- Perencanaan dan Pembangunan RSUD Rujukan Kanker Kota Magelang KPBU
Jawa Tengah
APBN, APBD
Provinsi,
- Pengelolaan, pemeliharaan, pengembangan dan - Sarana Kesehatan Kota
APBD Kota, DKK
pembangunan sarana kesehatan lainnya Magelang
Hibah,
Bantuan
APBN, APBD
- Pengembangan Teknologi Pengelolaan Limbah Cair dan Provinsi,
Seluruh kawasan kesehatan
Padat di Pusat Pelayanan Kesehatan (Sampah Spesifik) APBD Kota, DLH
di Kota Magelang
dan/atau melalui landfill atau incenerator Hibah,
Bantuan
Seluruh Kota Magelang APBN, APBD
Provinsi,
- Pengelolaan, pemeliharaan dan peningkatan sarana
APBD Kota, DKK
prasarana penunjang kesehatan
Hibah,
Bantuan
Seluruh Kota Magelang APBD Kota,
- Peningkatan akses menuju fasilitas kesehatan dan
Hibah, DKK
jangkauan pelayanan fasilitas kesehatan
Bantuan
Kota Magelang APBN, APBD
Provinsi,
- Penyediaan laboratorium klinis APBD Kota, DKK
Hibah,
Bantuan
8. Perwujudan Kawasan Peribadatan
APBD Kota,
- Pengelolaan, pemeliharaan dan revitalisasi sarana Kantor Kementerian Agama
Seluruh Kota Magelang Swasta,
peribadatan Magelang, Swasta, Masyarakat
Hibah
APBD Kota,
Kantor Kementerian Agama
- Peningkatan dan pengembangan sarana peribadatan Seluruh Kota Magelang Swasta,
Magelang, Swasta, Masyarakat
Hibah
- Perijinan dan pengendalian kawasan peribadatan Seluruh Kota Magelang APBD Kota DPUPR, DPMPTSP
9. Perwujudan Kawasan Olah raga
23

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Sport Center/ GOR


- Perencanaan Sport Center APBD Kota DISPORAPAR,BAPPEDA
Samapta
Sport Center/ GOR
- Pengadaan Lahan Sport Center APBD Kota DISPORAPAR, DIPERKIM, BPN
Samapta
Sport Center/ GOR APBN, APBD
- Pembangunan Sport Center DPUPR, DISPORAPAR
Samapta Kota
APBD
Tersebar di Seluruh
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana olah raga Provinsi dan DISPORAPAR
Wilayah Kota Magelang
APBD Kota
APBD
Tersebar di Seluruh
- Peningkatan dan pengembangan sarana olah raga Provinsi dan DISPORAPAR
Wilayah Kota Magelang
APBD Kota
APBD
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana prasarana Tersebar di Seluruh
Provinsi dan DISPORAPAR
pendukung kawasan olahraga Wilayah Kota Magelang
APBD Kota
b. Perwujudan Kawasan Peruntukkan Industri
- Studi identifikasi dan inventarisasi jenis industri beserta Tersebar di Seluruh
APBD Kota DISPERINDAG
sarana penunjangnya Wilayah Kota Magelang
Tersebar di Seluruh
- Penataan, Peningkatan dan Pengembangan Sentra Industri APBD Kota DISPERINDAG
Wilayah Kota Magelang
Tersebar di Seluruh
- Penataan perusahaan-perusahaan industri APBD Kota DISPERINDAG, DPUPR
Wilayah Kota Magelang
Tersebar di Seluruh
- Pengembangan sarana prasarana pendukung APBD Kota DISPERINDAG
Wilayah Kota Magelang
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana prasarana Tersebar di Seluruh
APBD Kota DISPERINDAG
pendukung Wilayah Kota Magelang
- Pemantauan, pengendalian dan pengelolaan kegiatan Tersebar di Seluruh
APBD Kota DISPERINDAG, DLH, DPUPR
industri dan dampak yang ditimbulkan Wilayah Kota Magelang
Tersebar di Seluruh
- Pengembangan arahan insentif dan disinsentif APBD Kota DISPERINDAG
Wilayah Kota Magelang
Tersebar di Seluruh APBN, APBD
- Pembangunan dan Pengembangan Sentra IKM DISPERINDAG, DPUPR
Wilayah Kota Magelang Kota
c. Perwujudan Kawasan Pariwisata
Seluruh Kota Magelang APBD Kota,
- Pengembangan destinasi wisata baru/ daya tarik objek Swasta DISPORAPAR, Swasta
wisata baru BUMD

Selutuh Kota Magelang APBD Kota,


Swasta
- Pengembangan wisata yang saling terintegrasi DISPORAPAR, Swasta
BUMD

Seluruh Kota Magelang APBD Kota,


- Pengembangan sarana sistem informasi/ promosi Swasta DISPORAPAR
pariwisata BUMD

- Peningkatan peran serta masyarakat Seluruh Kota Magelang APBD Kota DISPORAPAR
24

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Seluruh Kota Magelang APBD Kota,


- Pengembangan dan pembangunan sarana prasarana Swasta DISPORAPAR, DISHUB, DPUPR,
pendukung kawasan wisata BUMD Swasta

Seluruh Kota Magelang APBD Kota,


- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana prasarana Swasta DISPORAPAR,Swasta
pendukung kawasan wisata BUMD

- Pengelolaan dan pemeliharaan aset /kawasan pariwisata Seluruh Kota Magelang APBD Kota,
Swasta
DISPORAPAR. Swasta
BUMD

d. Perwujudan Kawasan Pertanian


Seluruh Kawasan pertanian APBD Kota
- Inventarisasi kepemilikan lahan pertanian Kota Magelang Dinas Pertanian dan Pangan

- Penyusunan regulasi/ peraturan daerah terkait Seluruh Kawasan pertanian APBD Kota
pengendalian dan perlindungan lahan pertanian pangan Kota Magelang Dinas Pertanian dan Pangan
berkelanjutan (LP2B)
Seluruh Kawasan pertanian APBD Kota
- Penyusunan arahan insentif disinsentif Kota Magelang Dinas Pertanian dan Pangan

KP2B Kota Magelang APBD Kota Dinas Pertanian dan Pangan,


- Pembebasan lahan KP2B
BPKAD, DISPERKIM, BPN
Seluruh Kawasan pertanian APBD
- Pengendalian, Perlindungan terhadap lahan pertanian
Kota Magelang Provinsi dan BAPPEDA, Dinas Pertanian dan
pangan berkelanjutan dan kawasan pertanian pangan
Kota Pangan, DPUPR
berkelanjutan (pengendalian alih fungsi lahan)
Seluruh Kawasan pertanian APBN,
Kota Magelang
- Optimalisasi, peningkatan dan pengembangan hasil APBD Kota, Dinas Pertanian dan Pangan,
pertanian Hibah, Litbang, Perguruan Tinggi
Bantuan

Seluruh Kawasan pertanian APBD


- Pengendalian dan penertiban bangunan dan/atau Kota Magelang Provinsi dan DPUPR, Dinas Pertanian dan
aktivitas yang mengganggu fungsi pertanian Kota Pangan, BPN,

Seluruh Kawasan pertanian APBN, APBD


- Pengembangan dan pembangunan sarana dan Kota Magelang Provinsi dan
Kota, Hibah, Dinas Pertanian dan Pangan
prasarana pendukung/penunjang
Bantuan

Seluruh Kawasan pertanian APBN, APBD


Kota Magelang Provinsi dan
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
Kota, Hibah, Dinas Pertanian dan Pangan
pendukung/penunjang
Bantuan

Seluruh Kawasan pertanian APBN, APBD


BAPPEDA, DPUPR, DLH, Dinas
Kota Magelang Provinsi dan
- Pengembangan teknologi pertanian tepat guna dan Pertanian dan Pangan, Kantor
ramah lingkungan Kota, Hibah, Litbang, Perguruan Tinggi,
Bantuan Swasta, Lembaga, Donatur
25

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

e. Perwujudan Kawasan Perikanan


- Studi kawasan budidaya dan jangkauan pemasaran ikan Wilayah Kota Magelang
APBD Kota Dinas Pertanian dan Pangan
air tawar tersebar
- Pengembangan kegiatan perikanan yang terintegrasi
Wilayah Kota Magelang
dengan sungai dan sistem irigasi sebagai sumber APBD Kota Dinas Pertanian dan Pangan
tersebar
pengairan
- Pengembangan sarana prasarana penunjang perikanan Wilayah Kota Magelang
APBD Kota Dinas Pertanian dan Pangan
budidaya tersebar
APBN, APBD
- Pengembangan dan peningkatan hasil perikanan Wilayah Kota Magelang Dinas Pertanian, Litbang, Swasta,
Kota, hibah,
budidaya tersebar Perguruan Tinggi
swasta
- Pengembangan arahan insentif dan disinsentif kawasan Wilayah Kota Magelang
APBD Kota Dinas Pertanian dan Pangan
perikanan budidaya tersebar
- Pengelolaan dan pemeliharaan sarana prasarana Wilayah Kota Magelang
APBD Kota Dinas Pertanian dan Pangan
penunjang Perikanan tersebar
f. Perwujudan Kawasan Hutan Rakyat
Wilayah Kota Magelang
- Pengelolaan dan pengendalian kawasan hutan rakyat APBD Kota DPUPR
tersebar
- Rehabilitasi hutan, rehabilitasi lahan , dan aktivitas Wilayah Kota Magelang
APBD Kota DLH
penghijauan tersebar
Wilayah Kota Magelang Dinas Pertanian dan Pangan,
- Peningkatan produktivitas hutan APBD Kota
tersebar APBD
g. Perwujudan Kawasan Pertahanan dan Keamanan
APBN, APBD
- Pengembangan sarana prasarana disesuaikan dengan Wilayah Kota Magelang
Kota TNI, BAPPEDA, DPUPR
kebutuhan kawasan pertahanan dana keamanan tersebar
- Pengelolaan, penataan dan pengendalian kawasan APBD Kota,
Wilayah Kota Magelang
pertahanan dan keamanan yang sinergis dengan APBN BAPPEDA, TNI, DPUPR
tersebar
kawasan sekitar
- Peningkatan koordinasi sebagai upaya pengendalian dan Wilayah Kota Magelang
APBD Kota BAPPEDA, TNI, DPUPR
pemanfaatan kawasan pertahanan dan keamanan tersebar

D PERWUJUDAN KAWASAN STRATEGIS

Kawasan Strategis Kota


- Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis APBD Kota DPUPR
Magelang
- Penyusunan Masterplan/Rencana Tata Bangun dan Kawasan Strategis Kota
APBD Kota DPUPR, BAPPEDA
Lingkungan (RTBL) Magelang
a. Kawasan Strategis Kota Pertumbuhan Ekonomi
1. Kawasan Alun-alun dan sekitarnya
- Perencanaan rencana detail/RTBL/masterplan kawasan
Kawasan Alun – alun Kota APBD Kota BAPPEDA, DPUPR
alun-alun
APBN, APBD
Kawasan Alun – alun Kota Kota, Hibah, DPUPR,BAPPEDA
- Pelaksanaan rencana Swasta
26

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

APBN, APBD
Kawasan Alun – alun Kota Provinsi dan DISHUB
- Pengaturan lalu lintas di sekitar Kawasan Alun-Alun Kota
APBN, APBD
- Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana Kawasan Alun – alun Kota Provinsi dan DPUPR, DISHUB, BAPPEDA, DLH
pendukung Kota
APBN, APBD
DPUPR, BAPPEDA,DLH, Investor,
- Peningkatan dan pengembangan pemanfaatan kawasan Kawasan Alun – alun Kota Provinsi dan
Swasta
alun-alun dan sekitarnya Kota
- Penyediaan dan penataan lokasi untuk kegiatan sektor DPUPR, BAPPEDA,
Kawasan Alun – alun Kota APBD Kota
informal DISPERINDAG, DLH
DPUPR, DISHUB, BAPPEDA,
Kawasan Alun – alun Kota APBD Kota
- Pengelolaan dan pengendalian kawasan sekitar alun-alun DISPERINDAG, DLH
APBN, APBD
DPUPR, DISHUB, BAPPEDA,
2. Kawasan Sentra Perekonomian Lembah Tidar Provinsi dan
DISPERINDAG
Kota
- Perencanaan rencana detail/RTBL/masterplan kawasan Kawasan Perekonomian
APBD Kota DPUPR
lembah tidar Lembah Tidar
APBN, APBD
- Revitalisasi dan/atau Pengembangan Kawasan Pasar Kawasan Perekonomian Provinsi, DPUPR, DISPERINDAG, DISHUB,
Rejowinangun, Pasar Gotong Royong dan Shopping Center Lembah Tidar APBD Kota, DLH, DISPORAPAR, swasta
(kawasan perekonomian lembah tidar) swasta, CSR
APBN, APBD
Kawasan Perekonomian
Provinsi dan DPUPR, DISHUB, DLH
Lembah Tidar
- Penyediaan sarana dan prasarana pendukung Kota
APBN, APBD
Kawasan Perekonomian DISPERINDAG, DISHUB, DPUPR,
Provinsi dan
Lembah Tidar BAPPEDA, SATPOL PP
- Penertiban dan Penataan sektor informal/PKL Kota
Kawasan Perekonomian
APBD Kota DISHUB
- Penataan lalu lintas sekitar kawasan Lembah Tidar
- Pengelolaan dan pengendalian Kawasan Ekonomi Lembah Kawasan Perekonomian
APBD Kota DPUPR
Tidar Lembah Tidar
3. Kawasan Kebonpolo
- Revitalisasi dan pengembangan kawasan Kebonpolo Kawasan Kebonpolo DPUPR, BAPPEDA, BPN, DISHUB,
APBD Kota
PT KAI, DLH
- Penataan PKL Terminal Kebonpolo dan sekitarnya Kawasan Kebonpolo DISHUB, DISPERINDAG, SATPOL
APBD Kota
PP
- Pengembangan sarana prasarana pendukung Kawasan Kebonpolo APBD Kota DPUPR, DISHUB, DLH
- Pengelolaan dan pengendalian kawasan Terminal Kawasan Kebonpolo APBD Kota DPUPR
Kebonpolo
4. Kawasan Prioritas Taman Kyai Langgeng
DLH,BAPPEDA, DPUPR,
- Pengembangan dan Peningkatan Kawasan Taman Kyai Kawasan Taman Kyai APBD Kota,
DISPORAPAR,BUMD Kyiai
Langgeng Langgeng BUMD
Langgeng
- Pengembangan event/kegiatan dan promosi wisata di Kawasan Taman Kyai APBD Kota, DISPORAPAR, BUMD Kyiai
Kawasan Taman Kyai Langgeng Langgeng BUMD Langgeng
Kawasan Taman Kyai APBD Kota, DLH, DISHUB, DPUPR, BUMD
- Pengembangan sarana prasarana pendukung
Langgeng BUMD Kyai cagarLanggeng
27

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

Kawasan Taman Kyai APBD Kota,


- Penertiban dan penataan sektor informal Satpol PP, DISPERINDAG
Langgeng BUMD
Kawasan Taman Kyai APBD Kota,
- Pengelolaan dan pengendalian kawasan DPUPR
Langgeng BUMD
5. Rencana Pengembangan Kawasan Sukarno Hatta
APBN, APBD
- Penataan kawasan simpang canguk Simpang Canguk Provinsi, DPUPR, DISHUB
APBD Kota
DISPERINDAG, DPUPR,
- Perencanaan Masterplan Kawasan Pasar Induk Kawasan Pasar Induk APBD Kota
BAPPEDA,BPN,DISHUB, DLH
APBN, APBD
- Penataan dan Pembangunan Kawasan Pasar Induk Kawasan Pasar Induk Provinsi, DISPERINDAG, DISHUB, DPUPR
APBD Kota
Perdagangan jasa lapis
- Penataan kawasan perdagangan jasa pertama Jalan Sukarno- APBD Kota DPUPR
Hatta
APBN, APBD
Terminal Angkutan Barang DISHUB, DPUPR, BPN, BAPPEDA,
- Penataan dan Pengembangan Terminal Angkutan Barang Provinsi,
Kawasan Pasar Induk DLH, Kementerian Perhubungan
APBD Kota
APBN, APBD
- Penataan dan Pengembangan Terminal Angkutan Terminal A Tidar; Terminal DISHUB, DISPERINDAG,
Provinsi,
Penumpang C Kawasan Pasar Induk Kementerian Perhubungan
APBD Kota
APBN, APBD
DPUPR, DISPERINDAG, DISHUB,
- Pengembangan sarana prasarana pendukung Kawasan Sukarno Hatta Provinsi,
DLH
APBD Kota
DPUPR, DISHUB, DISPERINDAG,
- Pengelolaan dan Pengendalian kawasan Kawasan Sukarno Hatta APBD Kota
DPMPTSP
6. Pengembangan Kawasan Sidotopo
APBN, APBD
- Penyusunan DED dan Masterplan Kawasan Sidotopo Kawasan Sidotopo BAPPEDA, DPUPR, UN Tidar
Kota
APBN, APBD
Provinsi,
- Penataan dan Pembangunan Kawasan Sidotopo Kawasan Sidotopo DPUPR, UN Tidar, DLH,
APBD Kota,
Universitas
- Penataan sirkulasi Kawasan Sidotopo dan sekitarnya Kawasan Sidotopo APBD Kota DISHUB
APBN, APBD
Provinsi,
- Pengembangan sarana prasarana pendukung kawasan Kawasan Sidotopo DPUPR, UN Tidar, DLH, DISHUB
APBD Kota,
Universitas
- Pengelolaan dan pengendalian kawasan Sidotopo Kawasan Sidotopo APBD Kota DPUPR,UN Tidar
7. Rencana Pengembangan Kawasan GOR Samapta
APBN, APBD
DPUPR, BAPPEDA, DISPORAPAR,
- Penataan dan Pengembangan Kawasan GOR Samapta Kawasan GOR Samapta Provinsi,
DISHUB
APBD Kota
APBN, APBD
- Pengembangan sarana prasarana pendukung Kawasan GOR Samapta Provinsi, DPUPR
APBD Kota
28

WAKTU PELAKSANAAN
PJM 1 PJM 2 PJM 3 PJM 4
NO 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 SUMBER
PROGRAM UTAMA LOKASI 2012 2027 INSTANSI PELAKSANA
. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DANA
S/D S/D
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
2016 2031
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6

APBN, APBD
- Pengelolaan dan pengendalian kawasan Kawasan GOR Samapta Provinsi, DPUPR
APBD Kota
b. Kawasan Strategis Kota Sosial dan Budaya

1. Kawasan Mantyasih
BAPPEDA, DISDIKBUD, DLH,
- Penyusunan DED dan Masterplan Kawasan Mantyasih Kawasan Mantyasih APBD Kota
DPUPR, DISPORAPAR, BPN
DISDIKBUD, DISPORAPAR,
- Revitalisasi dan Penataan Kawasan Mantyasih Kawasan Mantyasih APBD Kota
DPUPR, BPN
BAPPEDA, DISDIKBUD, DLH,
- Penataan perumahan di Kawasan Mantyasih Kawasan Mantyasih APBD Kota
DPUPR, DISPERKIM, BPN
DISDIKBUD, DISPORAPAR,
- Pengelolaan dan pengendalian di Kawasan Mantyasih Kawasan Mantyasih APBD Kota
DISDIKBUD
- Peningkatan promosi wisata Kawasan Mantyasih APBD Kota DISDIKBUD, DISPORAPAR,
2. Cagar Budaya
- Inventarisasi cagar budaya APBD Kota DISDIKBUD
- Revitalisasi dan adaptasi cagar budaya Kawasan Cagar Budaya APBD Kota BAPPEDA,DISDIKBUD, DPUPR
- Pengelolaan dan pengendalian cagar budaya Kawasan Cagar Budaya APBD Kota DISDIKBUD
- Peningkatan promosi wisata Kawasan Cagar Budaya APBD Kota DISDIKBUD, DISPORAPAR
c. Kawasan Strategis Kota Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan
Hidup
APBD Kota BAPPEDA, DPUPR, DLH, LIPI,
- Penyusunan masterplan Kebun Raya Gunung Tidar Kawasan Gunung Tidar
Kementerian PUPR
APBN, APBD BAPPEDA, DPUPR, DLH, UPTD
- Perencanaan dan Pengembangan kawasan Gunung Tidar
Kawasan Gunung Tidar Kota Gunung Tidar, DISHUB,
sebagai Kebun Raya
DISPORAPAR, LIPI
APBN, APBD
- Pengembangan dan peningkatan sarana prasarana
Kawasan Gunung Tidar Kota UPTD Gudung Tidar
pendukung
APBD Kota Satpol PP, UPTD Gunung Tidar,
- Penataan dan Penertiban PKL Kawasan Gunung Tidar
DISKOPERINDAG
- Peningkatan kegiatan promosi pariwisata tingkat regional Kawasan Gunung Tidar APBD Kota DISPORAPAR
- Pengelolaan, penataan, pemantauan rutin dan APBD Kota
Kawasan Gunung Tidar UPTD Gunung Tidar
pengendalian kawasan Gunung Tidar

Ditetapkan di Magelang
pada tanggal 17 Juli 2020

WALIKOTA MAGELANG,

SIGIT WIDYONINDITO

Anda mungkin juga menyukai