LP Resiko Perilaku Kekerasan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Muhith, 2015). Perilaku
kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana
seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan atau mencederai diri
sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2014). Perilaku kekerasan
adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu
lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku kekerasan ini
dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut dan perilaku yang kasar disertai
kekerasan (Saragih,dkk, 2014).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
yang timbul sebagai kecemasan dan ancaman (Hadiyanto, 2016)
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan hilangnya kendali perilaku
seseorang yang diarahkan pada diri sendiri (dapat berupa melukai diri sendiri atau
membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri), orang lain (dengan melakukan tindakan
agresif pada orang lain) atau lingkungan seperti perilaku lingkungan (Yusuf, dkk, 2015).
B. Etiologi
Faktor terjadinya Perilaku Kekerasan Proses terjadinya perilaku kekerasan itu
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. a. Faktor
Predisposisi Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu adalah:
1. Faktor Predisposisi Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu adalah:

a. Faktor Biologis

1
Dalam otak sistem limbik berfungsi sebagai regulator atau pengatur
perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi dan
meningkatkan perilaku agresif. Perangsangan pada sistem neurofisiologis dapat
menimbulkan respon-respon emosional dan ledakan agresif. Penurunan
norepinefrin dapat menstimulasi perilaku agresif misalnya pada peningkatan
kadar hormon testosteron atau progesteron. Pengaturan perilaku agresif adalah
dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik amino- norepinefrin (Dalami,
dkk, 2014).
b. Faktor Psikologis Psychoanalitytical Theory
Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua insting. Pertama, insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan
kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas. Frustation-
agression theory; teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari
asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan, maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan
memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agresif
mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan psikologi lainnya mengenai
perilaku agresif, mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi
atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu
memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak (Muhith, 2015).
c. Faktor Sosial Budaya
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut
Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-respons yang lain. Faktor
ini dapat dipelajari melalui observasi dan semakin sering mendapatkan penguatan
maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi
perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Kontrol masyarakat

2
yang rendah dan kecendrungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan akan mengeluarkan respon marah apabila dirinya
merasa terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara psikis. Ancaman dapat
berupa internal dan eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara psikis,
kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain.
Sedangkan contoh dari stressor internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita
(Muhith, 2015).
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi yang proaktif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014). Menurut Dalami,dkk tahun
2014 stressor presipitasi yang muncul pada pasien perilaku kekerasan yaitu :
a. Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik
b. Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah
c. Ancaman eksternal : serangan fisik, kehilangan orang atau benda berarti
d. Ancaman internal : Kegagalan,kehilangan perhatian
C. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari indivuidu. Rentang respons kemarahan
individu dimulai dari respons normal (asertif) sampai pada respons sangat tidak normal
(maladaptif) . Berikut rentang respon marah menurut (Direja, Ade Herman Surya, 2011).\

3
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Sumber: Direja, 2011

Keterangan :
a. Asertif Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberi ketenangan.
b. Frustasi Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.
c. Pasif Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkonrol.
e. Kekerasan Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
D. Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
steress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang
timbul karena adanya ancaman.Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain (Afnuhazi, 2015):
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukaran atau keinginan yang tidak baik.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
4. Reaksi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
4
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya.
E. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
1. Tanda dan gejala, marah, suka marah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi berdebat, selalu memaksakan kehendak dan memukul bila tidak sengaja
ditandai dengan: Fisik, Mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, seta postur tubuh kaku. Verbal, mengancam,
mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus
(Keliat, 2013)
2. Perilaku, menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk atau agresif. Emosi, tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa
terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut. Intelektual, mendominasi, cerewet, kasar berdebat,
meremehakan dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. Spiritual,
merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreativitas
terhambat. Social, menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran. Perhatian, bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
(Keliat, 2013).
F. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan
Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi
pengobatan dengan farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi
modalitas yang sesuai dengan gejala pada perilaku kekerasan. Pada terapi ini juga perlu
dukungan keluarga dan sosial akan memberikan peningkatan kesembuhan klien.
Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan terbagi dua yaitu :
1. Penatalaksanaan medik
a. Farmakoterapi
Salah satu farmakoterapi yang digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan
biasanya diberikan antipsikotik. Obat antipsikotik pertama yaitu klorpromazin,
diperkenalkan tahun 1951 sebagai pramedikasi anestesi. Kemudian setelah itu,
obat itu diuji coba sebagai obat skizofrenia dan terbukti dapat mengurangi

5
skizofrenia. Antipsikotik terbagi atas dua yaitu antipsikotik tipikal dan
antipsikotik atipikal dengan perbedaan pada efek sampingnya. Antipsikotik tipikal
terdiri dari (butirofenon, Haloperidol/haldol, Fenotiazine,Chlorpromazine,
perphenazine (Trilafon), trifluoperazin (stelazine), sedangkan untuk antipsikotik
atipikal terdiri dari (clozapine (clozaril), risperidone (Risperidal). Efek samping
yang ditimbulkan berupa rigiditas otot kaku, lidah kaku atau tebal disertai
kesulitan menelan. Biasanya sering digunakan klien untuk mengatasi gejala-gejala
psikotik (Perilaku kekersan, Halusinasi, Waham), Skizofrenia, psikosis organik,
psikotik akut dan memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak
(Katona, dkk, 2012).
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik
klien. Walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi
adalah perilaku klien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT,
isolasi dan fototerapi (Kusumawati & Yudi, 2010).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan dapat dilakukan berupa
komunikasi terapeutik kepada pasien perilaku kekerasan maupun pada keluarga.
Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat mengontrol dan
mengendalikan perilaku kekerasan. Pada masingmasing pertemuan dilakukan
tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut
(Pusdiklatnakes, 2012) :
1) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas dalam dan
memukul kasur atau bantal.
2) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat
3) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau verbal
4) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual
Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut :

6
1) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan
melatih latihan fisik
2) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum obat
3) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih keluarga cara
mengontrol marah dengan cara sosial atau verbal.
4) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol rasa marah
dengan cara spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke puskesmas,
tanda kambuh.
b. Terapi modalitas
Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan
mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan
lingkungan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap
berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang ada ketika
menjalani terapi (Nasir & Muhits dalam Direja, 2011). Jenis-jenis terapi modalitas
adalah :
1) Psikoterapi
Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional terhadap
pasien yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih dan sukarela. Psikoterapi
dilakukan agar klien mengalami tingkah lakunya dan mengganti tingkah laku
yang lebih konstruktif melalui pamhaman- pemahaman selama ini kurang baik
dan cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain maupun lingkungan
sekitar.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan jiwa,
bahkan merupakan hal yang terpenting dari keterampilan terapeutik dalam
ilmu keperawatan. Pemimpin atau leader kelompok dapat menggunakan
keunikan individu untuk mendorong anggota kelompok untuk
mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya
dari kelompok, perawat juga adapatif menilai respon klien selamaberada
dalam kelompok. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok yang digunakan pada klien
dengan perilaku kekerasan adalah Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi

7
Persepsi atau Kognitif. Terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang
mengalami kemunduran orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya
memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptif.
Karakteristiknya yaitu pada penderita gangguan persepsi yang berhubungan
dengan nilainilai, menarik diri dari realitas dan inisiasi atau ide-ide negatif.
3) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian : a) Bina hubungan saling percaya (BHSP) b)
Jangan memancing emosi klien c) Libatkan klien dalam kegiatan yang
berhubungan dengan keluarga d) Memberikan kesempatanpada klien dalam
mengemukakan pendapat e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan
maslah yang dialami f) Mendengarkan keluhan klien g) Membantu
memecahkan masalah yang dialami oleh klien h) Hindari penggunaan kata-
kata yang menyinggung perasaan klien i) Jika klien melakukan kesalahan
jangan langsung memvonis j) Jika terjadi perilaku kekerasan yang dilakukan
adalah : bawa klien ketempat yang tenang dan aman, hindari benda tajam,
lakukan fiksasi sementara, rujuk ke pelayanan kesehatan (Afnuhazi, 2015).

G. Pohon Masalah Resiko perilaku kekerasan


Resiko perilaku kekerasan terhadap
diri sendiri dan orang lain Effect

Core problem
Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah Causa

Sumber: Prabowo, 201


8
BAB II
KONSEP ASKEP

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan
merupsksn proses yang sistematis dala pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Iyer et.al dalam Muhith
2015). Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah pasien.
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan status mental,
suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat dan alamat.
2. Alasan Masuk
Alasan yang menyebabkan pasien atau keluarga datang atau dirawat di rumah sakit.
Faktor pencetus perilaku kekerasan meliputi ancaman terhadap fisik, ancaman
internal dan ancaman eksternal.
3. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan saat ini pada pasien perilaku kekerasan, faktor yang memperberat kejadian
seperti putus pengobatan, melukai orang lain, diri sendiri maupun lingkungan.
4. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah faktor
biologi (biasanya klien mempunyai keluarga yang mempunyai riwayat perilaku
kekerasan, klien pernah mengalami gangguan jiwa) , psikologis ( harapan yang tidak
sesuai, sering melihat perilaku kekerasan atau mengalami perilaku kekerasan dan
sosiokultural (Dermawan, 2013).
Faktor Presipitasi Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu yang bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan
fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan
orang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik dan lain-lain).
Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mencegah pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.

9
5. Pemeriksaan Fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan dan tanyakan apakah ada
keluhan fisik yang dirasakan pasien.
6. Pengkajian Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan pasien dengan tiga generasi keluarga dilihat dari pola
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri : menggambarkan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian
tubuh yang tidak disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang tidak
disukai dan bagian yang disukai.
2) Identitas diri : Status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan
pasien terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai laki-laki atau
perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan
posisinya.
3) Fungsi peran : Tugas atau peran pasien dalam keluarga atau kelompok
masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau perannya,
perubahan yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan
pasien akibat perubahan tersebut.
4) Ideal diri : Harapan pasien terhadap keadaan tubuh ideal, posisi, tugas, peran
dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
5) Harga diri : Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas
diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak
sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau penghargaan orang
lain.
6) Hubungan Sosial : Menggambarkan orang yang paling berarti dalam hidup
pasien, dan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, kelompok apa saja
yang diikuti dalam masyarakat, peran dalam kelompok, hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain.

10
7) Spiritual Nilai keyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
7. Status Mental
a. Penampilan
Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada yang
tidak rapi, penggunaan pakaian sesuai, cara berpakaian.
b. Pembicaraan
Biasanya pada klien perilaku kekerasan ketika bicara nada suara keras, tinggi,
menjerit atau berteriak.
c. Aktivitas motorik
Agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan), kompulsif (kegiatan
berulang-ulang), grimasem (otot-otot wajah yang berubah-ubah dan tidak
terkontrol). Seperti menggepalkan tangan, merusak barang atau benda, rahang
mengatup.
d. Afek dan Emosi
1) Afek Biasanya klien labil, emosi cepat berubah-rubah dan tidak sesuai, emosi
bertentangan dan berlawanan dengan stimulus
2) Emosi Biasanya klien memiliki emosi yang tidak adekuat, tidak aman dan
nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, bermusuhan, mengamuk serta
menuntut.
e. Interaksi selama wawancara
Kooperatif, berespon dengan baik terhadap pewawancara, Tidak kooperatif, tidak
dapat menjawab pertanyaan dengan spontan, Mudah tersinggung , Bermusuhan
Kontak kurang, tidak menantap lawan bicara dan Curiga
f. Persepsi sensori
Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penghidu.
g. Proses pikir
1) Sirkumtansial, pembicaraan yang berbelit tapi sampai pada tujuan.
2) Tangensial, pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan.

11
3) Kehilangan asosiasi, pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat
dengan kalimat yang lain.
h. Isi pikir
Biasanya klien memiliki ambang isi fikir yang wajar, dimana ia selalu
menanyakan kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan keluarga
dekatnya.
i. Tingkat kesadaran
Biasanya klien tampak bingung dan kacau (perilaku yang tidak mengarah pada
tujuan).
j. Memori
1) Gangguan mengingat jangka panjang, tidak dapat mengingat kejadian.
2) Gangguan mengingat jangka pendek, tidak dapat mengingat dalam minggu
terakhir.
k. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Menilai tingkat konsentrasi klien apakah mudah beralih atau tidak mampu
berkonsentrasi. Kemampuan penilaian Menggambarkan kemampuan pasien
dalam melakukan penilaian terhadap situasi, kemudian dibandingkan dengan yang
seharusnyah.
8. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat membantu
klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represi, dan
resaksi formasi.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Perlu dikaji tentang masalah dengan dukungan kelompok, maslah berhubungan
dengan lingkungan dan masalah pendidikan, pekerjaan, perumahan ekonomi,
pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Biasanya pasien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang
kurang tentang penyakit atau gangguan jiwa.

12
11. Aspek medis
Pada klien perilaku kekerasan biasanya mendapatkan obat untuk klien skizofrenia
seperti haloperidol, clorpromazine dan anti kolinergik.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan diterapkan sesuai dengan data yang didapat, walaupun
saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah melakukan atau mempunyai
riwayat perilaku kekerasan dan belum mempunyai kemampuan mencegah atau
mengontrol perilaku kekerasan tersebut. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
untuk masalah perilaku kekerasan adalah:
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan
3. Harga diri rendah
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk Pasien dengan resiko perilaku kekerasan
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah atau mengontrol perilaku kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah atau mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial dan dengan terapi psikofarmaka
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus
dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah : 1)
Mengucapkan salam terapeutik 2) Berjabat tangan 3) Menjelaskan tujuan
interaksi 4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan

13
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku pasien yang biasa dilakukan pada saat marah
secara : 1) Verbal 2) Terhadap orang lain 3) Terhadap diri sendiri 4) Terhadap
lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara : 1) Fisik :
Pukul bantal, tarik nafas dalam 2) Obat 3) Spiritual : Shalat, berdoa sesuai
kenyakinan pasien
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik 1) Latihan nafas dalam
dan pukul bantal-kasur 2) Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul bantal-
kasur
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial atau verbal 1) Latih
mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan
baik, mengungkapkan perasaan dengan baik. 2) Susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal
i. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual 1) Latih mengontrol
marah secara spiritual: shalat, berdoa. 2) Buat jadwal latihan shalat dan berdoa.
j. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat 1) Latih
pasien minum obat secara teratur dengan dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan
benar dosis obat) disertai dengan penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum
obat. 2) Susun jadwal minum obat secara teratur
k. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
mengontrol Perilaku Kekerasan.

14
Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat mengontrol dan
mengendalikan perilaku kekerasan. Pada masing-masing pertemuan dilakukan
tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut
(Kemenkes, 2012) :
1. Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : pengkajian dan latihan nafas dalam
dan memukul kasur atau bantal. Identifikasi penyebab, tanda dangejala perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibat perilaku kekerasan yang dilakukan, jelaskan
cara mengontrol perilaku kekerasan: fisik, obat, verbal dan spiritual. Latih cara
mengontrol perilaku kekerasan secara fisik (tarik nafas dalam dan pukul kasur
atau bantal, lalu masukan kedalam jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
2. Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat Evaluasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan tarik nafas dalam
dan pukul kasur atau bantal, tanyakan manfaatnya dan beri pujian, latih cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan obat ( jelaskan enam benar : benar nama,
benar jenis, benar obat, benar waktu, benar cara, kontiniutas minum obat),
masukan pada jadwal kegiatan latihan fisik dan minum obat.
3. Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau verbal
Evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan pasien
melakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal, mimun obat dengan
benar dan patuh, tanyakan manfaatnya dan beri pujian, latih cara mengontrol
perilaku kekerasan secara verbal ( tiga cara yaitu: mengungkapkan dengan baik,
meninta dengan baik dan menolak dengan baik), masukan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fisik, minum obat dan verbal.
4. Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual Evaluasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan pasien melakukan tarik nafas
dalam, pukul kasur atau bantal, minum obat dengan bear, bicara yang baik,
tanyakan manfaatnya, beri pujian, latih mengontrol marah dengan cara spiritual (
shalat dan berdoa), masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum
obat, verbal dan spiritual.

15
Tindakan Keperawatan untuk keluarga pasien
1. Tujuan : Keluarga mampu
a. Mengenal masalah perilaku kekerasan
b. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien perilaku kekerasan
c. Merawat pasien perilaku kekerasan dengan mengajarkan dan mendampingi
pasien melakukan kegiatan fisik, minum obat, bicara dengan baik dan
spiritual.
d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampu mengontrol
perilaku kekerasan dan mengurangi stresor yang menimbulkan perilaku
kekerasan
e. Mengenal tanda kekambuhan dan mencari pelayanan kesehatan
2. Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut :
a. Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan
latihan fisik Diskusikan maslah yang dirasakan slam merawat pasien, jelaskan
pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya perilaku kekerasan
(gunakan booklet), jelaskan cara merawat perilaku kekerasan, latih satu cara
merawat pasien perilaku kekerasan: fisik 1,2, anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian.
b. Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk keluarga : Cara memberi minum obat.
Evaluasi kemapuan keluarga mengidentifikasi gejala perilaku kekerasan
pasien, validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih pasien cara
fisik 1 dan 2, beri pujian, jelaskan 6 benar minum obat, latih cara memberikan
bimbingan minum obat, anjurkan membantu pasien melakukan kegiatan atau
latihan sesuai jadwal dan memberi pujian.
c. Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Latih cara sosial atau verbal
Evaluasi kemapuan keluarga mengidentifikasi gejala perilaku kekerasan
pasien, validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih pasien cara
fisik 1 dan 2, memberikan obat, beri pujian, jelaskan cara mengontrol rasa
marah dengan cara verbal atau sosial ( meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan dengan baik), latih cara verbal atau sosial, anjurkan

16
membantu pasien melakukan kegiatan atau latihan sesuai jadwal dan memberi
pujian.
d. Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : Evaluasi kemapuan keluarga
mengidentifikasi gejala perilaku kekerasan pasien, validasi kemampuan
keluarga dalam merawat atau melatih pasien cara fisik 1 dan 2, memberikan
obat dan cara verbal, beri pujian, jelaskan cara mengontrol rasa marah dengan
cara spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke puskesmas, tanda
kambuh, identifikasi kendala atau kesulitan dalam melakukan kegiatan dan
jelaskan cara mengontrol rasa marah pasien jika sudah terjadi perilaku
merusak diri atau lingkungan, latih cara pengekangan dan proses rujukan,
anjurkan membantu pasien melakukan kegiatan atau latihan sesuai jadwal dan
memberi pujian.
D. Implementasi Keperawatan
Sebelum tindakan keperawatan dimanifestasikan perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai denagn kondisi pasien saat ini (here and
now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai denagn tindakan yang akan dilaksanakan.
Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa diimplementasikan
(Yusuf, dkk, 2015). Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat
harus membuat kontrak dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan
peran serta pasien yang diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan
standar tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa
yang telah dilaksanakan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam yaitu evaluasi proses atau evaluasi
formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan evaluasi hasil atau
sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai
berikut (Yusuf, dkk, 2015) :

17
S: Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O:Repons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A:Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontraindikasi terhadap
masalah yang ada.
P: Tindak lanjut berdasarkan analisis respons pasien.

18

Anda mungkin juga menyukai