Makalah Pengantar Hukum Ekonomi Syariah
Makalah Pengantar Hukum Ekonomi Syariah
Makalah Pengantar Hukum Ekonomi Syariah
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
JALALUDDIN FA,S.H.,M.H.
FAKULTAS SYARIAH
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allat SWT, karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Dalam
makalah ini kami akan membahas mengenai “Prinsip Dasar Dalam Transaksi ekonomi Islam”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Hukum Ekonomi Syariah. Dan
berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan
tugas makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama dosen
pengampu kami yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengajak pembaca untuk memberikan saran serta kritik atau sanggahan bila ada
kekurangan yang dapat membangun kami. Kritik konsruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata dari kami semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
24 November 2022
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER...........................................................................................................................................
BAB 1 : PENDAHULUAN...........................................................................................................
BAB 11 : PEMBAHASAN............................................................................................................
3.1 : Kesimpulan........................................................................................................................
3.2 : Saran..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara umum transaksi diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan paling sedikit dua
belah pihak, pembeli dan penjual, yang saling melakukan pertukaran. Adapun yang
dimaksud dengan transaksi pertukaran (mu‘awadat) adalah suatu transaksi yang diperoleh
melalui proses atau perbuatan memperoleh suatu dengan memberikan sesuatu,
melibatkan diri dalam perikatan usaha, pinjam-meminjam atas dasar suka sama suka
ataupun atas dasar ketetapan hukum dan syariah yang berlaku.
Transaksi dalam Islam harus dilandasi oleh aturan hukum-hukum Islam karena
transaksi adalah manisfestasi amal manusia yang bernilai ibadah dihadapan Allah, yang
dapat dikategorikan menjadi transaksi yang halal dan haram. Dalam transaksi terdapat
akad yang saling mempertemukan antara ijab dan qabul yang berakibat timbulnya akibat
hukum. Akad merupakan tindakan hukum dua belah pihak yang melaksanakan
pertemuan ijab dan qabul yang menyatakan kehendak pihak lain. Tujuan akad itu adalah
untuk melahirkan suatu akibat hukum dalam transaksi jual beli
.
BAB II
PEMBAHASAN
An taradhin terdiri dari dua suku kata; „an dan taradhin. Taradhin berasal dari
taradhaya, yataradhayu, taradhuyan setimbang dengan tafa‟ala, yatafa‟alu, tafa‟ulan.
yang berarti suka. Dengan menggunakan bina musyarakah menunjukkan arti saling suka
menyukai ( mutual consent or agreement ). Penambahan huruf “ „an “ menunjukkan
bahwa prinsip suka sama suka tersebut haruslah muncul dari keinginan hati masing-
masing pihak yang dibuktikan dengan adanya ijab dan qabul, bukan suka sama suka
dalam arti formal. Oleh karena itu al-Syafi‟iy berpendapat;
Artinya: Tidak sah jual beli melainkan dengan serah terima karena itulah yang secara
nash menunjukkan suka sama suka.
Juahaya, S. Praja, menjelaskan bahwa „an taradhin termasuk salah satu prinsip
mu‟amalat yang berlaku bagi setiap bentuk mu‟amalat antar individu atau antar pihak,
karenanya dalam menjalankan kegiatan mu‟amalat harus berdasarkan kerelaan masing-
masing. Kerelaan di sini dapat berarti kerelaan melakukan sesuatu bentuk mu‟amalat,
maupun kerelaan dalam arti menerima dan atau menyerahkan harta yang dijadikan objek
perikatan dan bentuk muamalat lainnya.
Menurut golongan Syafi‟iyah sifat suka (ridha) adalah sifat yang tersembunyi di
dalam hati (amran khafiyan wa dhamiiran qalbiyan). Oleh karena itu ketika hakikat ridha
itu merupakan sesuatu yang tersembunyi di dalam hati. maka dia menghendaki kebijakan
moral untuk menjelaskan seluruh apa yang dimaksudkan serta jelas mempunyai
hubungan yang dapat dipandang sebagai dalil untuk menunjukkan kerelaan dari pihak-
pihak yang melakukan transaksi jual beli itu sendiri. Dalam kaitan ini tidak lain adalah
Ijab dan Qabul. Imam al-Syafi‟iy tidak membenarkan ijab dan qabul itu dihubung-
hubungkan dengan yang lainnya seperti dihubungkan dengan kerelaan dalam hal
memberi.
Untuk itu, satu-satunya dalil yang dapat menunjukkan kerelaan tersebut adalah lafadz
yang diucapkan oleh pihak penjual dan pembeli. Lafadz tersebut harus dapat dinilai
secara transparan, karenanya harus dituturkan dengan lafadz yang sharih. Seorang
pembeli misalnya berkata kepada sang penjual “juallah barang daganganmu itu kepada
saya dengan harga sekian…”, lalu penjual itu menjawab, “saya menjualnya…”.
Ungkapan seperti ini menurut al-Syafi‟iy belum menjadikan transaksi jual beli itu
sempurna sampai sang pembeli itu mengucapkan saya membelinya. Akan tetapi menurut
Imam Malik, ucapan seperti itu sudah dapat dipandang sebagai jual beli yang sah karena
yang dituntut adalah pemahaman dari lafadz tersebut, kecuali kalau memang lafadz itu
bukan dimaksudkan untuk jual beli. Akan tetapi berbeda dengan apabila seorang pembeli
menanyakan kepada penjual “berapa harga barang dagangmu ini ?”. Lalu penjual
menyebutkan harga barang tersebut dan pembeli mengatakan “saya membelinya dengan
harga sekian…”. Keadaan seperti ini menurut al-Syafi‟iy jual beli sudah sah terjadi
karena penuturan lafadz itu bisa diucapkan dengan lafadz yang sharih dan bisa pula
dituturkan dengan lafadz kinayah.
Sistem perdagangan dewasa ini telah melaju pesat baik dalam produk yang
dipasarkan maupun dalam sistem bisnis, mulai dari perdagangan pasar sampai pada bisnis
lewat internet (e-commerce) yang dapat melayani business to business atau business to
consumer. Dengan perkembangan sistem seperti ini, sudah jelas mengundang perubahan
hukum yang diterapkan pada masa sebelumnya. Oleh karena itu, prinsip an taradhin yang
dikenal dalam dunia bisnis masa silam perlu direkonstruksi dengan menyesuaikan diri
pada perkembangan zaman sekarang, karena nampaknya pola „an taradhin yang
dikemukakan ulama salaf seperti dikemukakan di atas tadi sudah tidak mampu lagi
menampung layanan perdagangan modern yang semakin canggih dewasa ini.
Dalam perdagangan lewat media elektronik seperti Telephon, TV dan Internet, telah
memasyarakat dalam dunia bisnis. Bukan suatu hal yang mustahil di masa depan
perdagangan lewat internet dapat mengungguli perdagangan pasar, meskipun
perdagangan pasar tidak mungkin dihilangkan. Banyak orang yang tidak pernah
membayangkan, dapat membuka usaha 24 jam sehari selama tujuh hari sepekan, nonstop,
tanpa libur, tanpa lembur dengan memberdayakan internet. Cara seperti ini sangat praktis
karena tidak memerlukan tempat yang lapang dan stok barang yang perlu dipanjangkan
layaknya sebuah toko.
D. Ketiadaan Qimar (Judi)
Judi dalam hukum syar’i disebut maysir dan qimar adalah transaksi yang dilakukan
oleh dua belah untuk pemilikan suatu barang atau jasa yang menguntungkan satu pihak
dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu aksi
atau peristiwa.
Hai orang orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan maka jauhilah perbuatan perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran arak dan berjudi itu menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan shalat maka berhentilah kamu.(Qs AL –Maidah: 90-91).
Dengan kita ikut bermain maka kita juga ikut berperan aktif dalam meramaikan
perjudian itu sendiri dan Sarat suatu hal dikatakan sebagai sebuah judi menurut agama
adalah 1. adanya harta yang dipertaruhkan. 2. adanya suatu permainan yang digunakan
untuk menentukan pihak yang menang dan pihak yang kalah. 3. pihak yang menang
akan mengambilharta (yang menjadi taruhan) dari pihak yang kalah (kehilangan
hartanya).
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi (Al-Maisir) katakanlah bahwa
padakeduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya” (Al-Baqarah: 219).
Berdasarkan hadits nabi barang siapa berkata kepada saudaranya marilah kita bermain
judi maka hendaklah dia bersedekah (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Arti dalam bahasa arab gharar adalah al-khathr; pertaruhan, majhul alaqibah;
tidak jelas hasilnya, ataupun dapat juga diartikan sebagai almukhatharah; pertaruhan dan
al-jahalah; ketidakjelasan. Gharar merupakan bentuk keraguan, tipuan, atau tindakan
yang bertujuan untuk merugikan orang lain.
Di lihat dari beberapa arti kata tersebut, yang dimaksud dengan gharar dapat diartikan
sebagai semua bentuk jual beli yang didalamnya mengandung unsur-unsur
ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Dari semuanya mengakibatkan atas hasil yang
tidak pasti terhadap hak dan kewajiban dalam suatu transaksi atau jual beli.
Secara istilah fiqh, gharar adalah hal ketidaktahuan terhadap akibat suatu
perkara, kejadian atau peristiwa dalam transaksi perdagangan atau jual beli, atau
ketidakjelasan antara baik dengan buruknya.
Imam al-Qarafi mengemukakan bahwa gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui
dengan tegas apakah efek akad terlaksana atau tidak. Begitu juga yang disampaikan
Imam as-Sarakhsi serta Ibnu Taimiyah yang memandang gharar dari segi adanya
ketidakpastian akibat yang timbul dari suatu akad. Sementara Ibnu Hazm melihat
gharar dari segi ketidaktahuan salah satu pihak yang berakad tentang apa yang menjadi
objek akad tersebut. Macam-Macam Gharar antara lain:
Maksudnya adalah bentuk akad yang disepakati oleh kedua belah pihak mengandung
unsur ketidakpastian, ada klausulklausul yang tidak jelas atau pasal karet, yang
berpotensi merugikan salah satu pihak atau berpotensi menimbulkan perselisihan
antara keduanya.
Gharar juga bisa terjadi pada barang atau jasa yang menjadi objek akad
yang diperjualbelikan. Maksudnya, barang atau jasa yang menjadi objek akadnya
tidak jelas. Ketidakjelasan itu bisa dalam ukurannya, kualitasnya, spesifikasinya,
keberadaannya dan lain-lain.
F. Ketiadaan Riba
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah tambahan. Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli
maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat
dalam Islam.
Mengenai hal ini Allah swt. mengingatkan dalam firman-Nya yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
jalan bathil." (Q.S. Al-Nisa: 29)
Dalam kaitannya dengan pengertian al bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al Arabi Al-
Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur’an, menjelaskan:
“Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam
ayat Quran yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti
atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis
atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil.
Sepertitransaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si
penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati,
termasukmenurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil
misalnya, sesudah dipakai nilai ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkan
sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli membayar harga atas imbalan barang
yangditerimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian
berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta
menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba
hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan
riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan
riba nasi’ah.
1. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh).
2.Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar
hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
3.Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan
barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
4.Riba Nasi’ah
PENTUP
A. Kesimpulan
Tukar menukar atau barter (Tabadul) adalah transaksi pertukaran kepemilikan
antara dua barang yang objeknya bisa sejenis dan bisa berbeda jenis dengan dasar saling
rela antara kedua belah pihak yang saling bertransaksi.
An taradhin terdiri dari dua suku kata; „an dan taradhin. Taradhin berasal dari
taradhaya, yataradhayu, taradhuyan setimbang dengan tafa‟ala, yatafa‟alu, tafa‟ulan.
yang berarti suka. Judi dalam hukum syar’i disebut maysir dan qimar adalah transaksi
yang dilakukan oleh dua belah untuk pemilikan suatu barang atau jasa yang
menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi
tersebut dengan suatu aksi atau peristiwa.
Arti dalam bahasa arab gharar adalah al-khathr; pertaruhan, majhul alaqibah;
tidak jelas hasilnya, ataupun dapat juga diartikan sebagai almukhatharah; pertaruhan dan
al-jahalah; ketidakjelasan. Gharar merupakan bentuk keraguan, tipuan, atau tindakan
yang bertujuan untuk merugikan orang lain.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah tambahan. Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil
DAFTAR PUSTAKA
Farhuhrrahman dkk, Viksi dan Aksi Ekonomi Islam, jakarta : sinar Grafika 2013
Siswandi, jual dan beli dalam perspektif Islam, (Jurnal umum Qura Vol III N. 2 Agustuss
2013.
2004.
Departemen agama RI, Al- Quran Dan Terjemahannya. Surabaya: Mahkoda. 1998.