Tugas Proposal Metodologi Penelitian

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP

TRANSAKSI JUAL BELI SUKU CADANG KENDARAAN


BEKAS DI DAERAH PASAR KAHAYAN

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh

Ahmad Fajar
NIM. 2212130021

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH(MU’AMALAH)
TAHUN 2024 M / 1445 H

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Waata’ala


Karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta salam tim penulis curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, Semoga kita bisa bersama dengan beliau di akhirat
kelak.
Ungkapan terima kasih juga penulis hanturkan kepada dosen pengajar
khususnya Bapak/Ibu selaku dosen yang telah membimbing memperluas wawasan
pengetahuan tim penulis sehingga dapat terselesaikannya makalah ini meskipun jika
ditinjau lebih jauh makalah ini masih belum sempurna untuk dikatakan sebagai
makalah yang baik, dan tim penulis menyadari bahwa tim penulis bukanlah bukanlah
manusia yang tercipta dalam kesempurnaan, namun tim penulis akan tetap berusaha
untuk menjadi lebih baik dengan terus belajar.
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu tim penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca
yang dapat membangun agar makalah selanjutnya bisa lebih baik.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh

Palangka Raya, 29 Maret 2024

Peneliti

Ahmad Fajar

i
DAFTAR ISI

BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................1
C. Tujuan Penelitian................................................................................................1
D. Kegunaan Penelitian...........................................................................................1
E. Sistematika penulisan.........................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................1
KAJIAN PUSTAKA....................................................................................................1
A. Penelitian Terdahulu...........................................................................................1
B. Kerangka Teoritik...............................................................................................1
C. Deskripsi Teoretik..............................................................................................1
BAB III.........................................................................................................................1
METODE PENELITIAN............................................................................................1
A. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................................1
B. Jenis Penelitian...................................................................................................1
C. Pendekatan Penelitian.........................................................................................1
D. Objek dan Subjek Penelitian...............................................................................1
E. Teknik Penentuan Subjek Penelitian..................................................................1
F. Teknik Pengumpulan Data.................................................................................1
Daftar Pustaka.............................................................................................................1

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada prinsipnya perdagangan atau jual beli merupakan suatu aktivitas
bisnis yang melibatkan hubungan antara produsen dan konsumen.
Kepentingan produsen adalah memperoleh laba dari transaksi dengan
konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan
dari segi harga dan mutu barang yang diberikan oleh pelaku usaha. Allah
SWT. telah mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan
keleluasaan-Nya bagi manusia. Hal ini disebabkan secara pribadi manusia
memiliki kebutuhan berupa sandang, pangan, papan dan lain sebagainya.
Kebutuhan seperti ini tidak pernah terputus dan tidak henti-hentinya selama
manusia masih hidup. Tidak seorangpun dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain, maka dari itu manusia dituntut
untuk berhubungan dengan manusia lainnya salah satunya dengan cara jual
beli tersebut.
Kegiatan jual beli merupakan aktivitas yang menjadi sarana untuk
memenuhi kebutuhan manusia, baik itu kebutuhan sandang, pangan dan
papan. Jual beli adalah dua kata yang saling berlawanan, tetapi masing-
masing sering digunakan untuk arti kata yang lain secara bergantian. Oleh
sebab itu, masingmasing dalam akad transaksi tersebut sebagai pembeli dan
penjual. Penjual adalah yang mengeluarkan barang miliknya. Sementara
pembeli adalah orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan
kompensasi pembayaran.1

Islam merupakan suatu sistem dan pedoman hidup ( way of life ).


Sebagai suatu pedoman hidup, ajaran Islam terdiri atas aturan-aturan yang
mencakup keseluruhan sisi kehidupan manusia. Secara garis besar, aturan-
aturan tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu aqidah, ahklaq dan

1
Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Bandung: PT.Refika Aditama, 2011), 168.

1
syari’ah. Aqidah dan ahklaq bersifat konstan, sedangkan syari’ah selalu
berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kehidupan manusia.2

Islam adalah agama yang paling sempurna, didalamnya terdapat suatu


ajaran yang berisikan tentang aturan tingkah laku setiap manusia dalam
menjalani kehidupannya dengan berpedoman pada al-Qur‟an dan sunnah
Rasulullah SAW agar mendapatkan suatu kebaikan baik di dunia maupun di
akhirat nanti. Secara kodrati manusia merupakan mahluk Individu dan juga
mahluk sosial. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga tidak bisa hidup
seorang diri. Oleh karena manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya
seorang diri, maka manusia memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi
segala kebutuhan hidupnya. Dalam proses pemenuhan kebutuhan hidup
manusia, biasanya dilakukan dengan cara saling membantu atau tolong
menolong, seperti halnya dalam Islam sendiri biasa disebut dengan istilah
fiqih muamalah.3

Manusia adalah mahkluk sosial, istilah itu menggambarkan bagaimana


eratnya hubungan antara seseorang manusia dengan manusia lainnya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu bentuk hubungan antara sesama
manusia (muamalah) kegiatan ekonomi yaitu jual beli. Dalam kegiatan
seharihari manusia tidak mungkin lepas dari kegiatan jual beli. Jual beli
merupakan transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yakni penjual
atau pun pembeli dalam pemindahan hak pemilikan suatu benda yang di
dahului oleh akad dengan penyerahan sejumlah uang yang telah di tentukan.
Pada hakikatnya semua kegiatan bermuamalah dalam Islam diperbolehkan
asalkan tidak bertentangan dengan syara‟.4

2
Abdul Zaki al-Kaaf, Ekonomi Dalam Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 336
3
Misno,”Teori Urf Dalam Sistem Hukum Islam Studi Jual Beli Ijon Pada Masyarakat
Kabupaten Cilacap Jawa Tengah”, Al Maslahah: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, Vol. 1, no. 2,
2013, 1.
4
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah (Bandung: PT al-Ma‟arif,1987), 45

2
Jual beli merupakan kegiatan ekonomi dan salah satu bentuk usaha
yang di halalkan Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
SWT dalam AlQur‟an surat An-Nisa‟ ayat 29 yang berbunyi sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”

Berdasarkan ayat di atas agama Islam melarang memakan harta


dengan jalan yang batil. Karena jual beli merupakan perwujudan dari
hubungan antar sesama manusia sehari-hari. Sebagaimana telah diketahui
bahwa Islam telah mensyariatkan jual beli dengan baik tanpa ada unsur
gharar, tadlis, riba dan sebagainya. Dan jual beli didasarkan atas suka sama
suka diantara kedua belah pihak. Menurut madzab Hanafiyah, rukun yang
terdapat dalam jual beli hanyalah sighāt, yakni pernyataan ijab dan qabul yang
merefleksikan keinginan masing-masing pihak melakukan transaksi. Jadi
pelafalan akad dalam melakukan transaksi ini adalah sangat diperlukan guna
untuk menghindari rasa kerugian diantara kedua belah pihak. Selain itu jual
beli yang mengandung unsur resiko yang akan menjadi beban salah satu pihak
dan mendatangkan kerugian finansial adalah tidak diperbolehkan.

Dalam melakukan akad transaksi jual beli yang terindikasi unsur


gharar dan tadlis dipandang sebagai transaksi yang tidak benar, dan karenanya
haram untuk dilaksanakan. Gharar dan tadlis hampir memiliki sebuah
kesamaan di dalam transaksi jual beli, dikatakan gharar jika penjual dan
pembeli samasama tidak memiliki informasi yang lengkap tentang kualitas
objek transaksi. Sedangkan tadlis, informasi hanya diketahui oleh sebelah
pihak saja dan sengaja disembunyikan atau tidak diinformasikan kepada pihak
kedua.5

5
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), 33.

3
Pada dasarnya, ghar̵ar terjadi ketika kedua belah pihak saling tidak
mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, apakah
besok, lusa, minggu depan dan sebagainya, yang merupakan hasil dari suatu
transaksi yang telah dibuat oleh penjual atau pelaku usaha dan pembeli.
Ketidakjelasan ini kemudian disebut ghar̵ar yang dilarang dalam Islam. Islam
melarang ghar̵ar hadir dalam kegiatan perekonomian, karena ghar̵ar
menghasilkan ketidakadilan.6

Dalam sistem jual beli, hal yang paling utama adalah untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan pelaku usaha.
Aplikasi untuk mendapatkan keseimbangan tersebut adalah dengan saling
bertindak jujur sehingga terciptanya keridhaan kedua belah pihak. Dari uraian
di atas, penulis mengangkat permasalahan ini menjadi sebuah penelitian
skripsi yang berjudul: “TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI SUKU CADANG KENDARAAN
BEKAS DI DAERAH PASAR KAHAYAN”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka agar
pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah dan sistematis, peneliti
merumuskan pertanyaan penelitian: Bagaimana tinjauan hukum ekonomi
syari’ah terhadap transaksi jual beli suku cadang kendaraan bekas di pasar.
1. Bagaimanakah gharar yang terjadi pada jual beli suku cadang sepeda
motor bekas.
2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap praktek jual beli suku
cadang sepeda motor bekas.
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami Sejauh manakah ghar̵ar yang terjadi
pada jual beli suku cadang sepeda motor bekas.

6
Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi Dan Etika Bisnis Dalam
Islam, (Ter. Saptono Budi Satryo Dan Fauziah R.,), (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005), 142

4
2. Untuk mengetahui dan Memahami pandangan hukum Islam terhadap
praktek jual beli suku cadang sepeda motor bekas.

D. Kegunaan Penelitian
Sebagai suatu karya ilmiah yang dibuat secara sistematis, tentu
memiliki manfaat baik itu berguna untuk penelitian khususnya maupun
berguna bagi pembaca pada umumnya. Adapun hasil yang diharapkan dalam
penelitian ini ada 2 manfaat, yaitu manfaat secara teoritik dan manfaat secara
praktis ialah:

1. Kegunaan Secara Teoritis

a. Dapat memberikan informasi serta wawasan terhadap penulis dan


pembaca mengenai praktik jual beli.

b. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangsih


pemikiran terhadap mesyarakat mengenai praktik jual beli suku
cadang sepeda motor bekas

2. Kegunaan Secara Praktis

a. Memberikan masukan pemikiran serta pemahaman kepada para


pelaku usaha sebagai salah satu acuan.

b. memberikan masukan pemikiran dan pemahaman kepada


masyarakat untuk melaksanakan keuntungan yang sesuai dengan
syariat Islam agar tidak menimbulkan dampak negatif.

E. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari bagian awal,
bagian utama dan bagian akhir yang akan dijabarkan.

1. BAB I : Pada bab ini ialah pendahuluan yang memuat paparan


mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika
penulisan.

5
2. BAB II : Pada bab ini ialah kajian pustaka yang memuat
penelitian terdahulu yang telah dilakukan para peneliti
sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian
yang akan diteliti. Adapun memuat kerangka teoretik
dan deskripsi teoretik yang menjelaskan ringkas
tentang satu atau beberapa teori, teori-teori umum
yang berkaitan dengan Praktik Jual Beli Suku Cadang
Bekas.
3. BAB III : Pada bab ini ialah metode penelitian yang dipaparkan
adalahberkaitan dengan prosedur penelitian atau
langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan
penelitian. Prosedur tersebut di antaranya yaitu, waktu
dan tempat penelitian, jenis penelitian, pendekatan
penelitian, objek dan subjek penelitian, teknik
penentuan subjek penelitian, teknik pengumpulan data.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan
dan selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk penelitian selanjutnya
di samping itu kajian terdahulu membantu penelitian dalam memposisikan

penelitian serta menunjukkan orisinalitas dari penelitian.


1. Penelitian yang dilakukan oleh Yustiana Oktaviani dengan judul “Jual
Beli Mobil Bekas di Oto Bursa Maospati” tahun 2011 Didalam skripsi ini
membahas tentang bagaimana tinjauan hukum islam terhadap akad
makelar dalam jual beli mobil bekas di Oto Busa Maospati dan
bagaimana keuntungan yang diperoleh makelar dalam jual beli tersebut.
Kesimpulan hasil penelitian ini, tata cara akad dalam jual beli mobil
bekas di oto busa mobil maospati sudah sesuai dengan akad ijarah, karena
sudah terpenuhi syarat dan rukunya, Sedangkan akad samsarah, tidak
diperbolehkan karena adanya dua akad dalam satu transaksi. Dan
penentuan keuntungan dalam jual beli mobil bekas di Oto Busa Maospati
sudah sesuai dengan Hukum Islam.7
2. Penelitian yang dilakukan oleh Irvan Kendik Wahyu Santoso dengan
judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mesin Mobil Copotan
(Studi kasus Di Pasar Comboran Klojen Kota Malang)” Tahun 2019,
Dalam skripsi ini membahas tentang jual beli mesin mobil copotan yang
dimana pembeli tidak secara langsung melihat barang yang akan dibeli.
Disamping itu juga membahas terkait adanya perantara antara penjual dan
pembeli dimana makelar tersebutlah yang akan memasarkan barang
mesin mobil tersebut kepada pembeli. Selain itu pembeli tidak boleh
mengetahui langsung barang yang akan dibeli kecuali jika ada
kesepakatan harga. Disini pembeli tidak bisa mengembalikan atau pun
menukar barang yang sudah dibeli dan tidak ada jaminan ketika mesin
7
Anggun Fatmayanti ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Makelar Pada Jual Beli
Mobil Bekas Di Oto Busa Maospati‛.(Skripsi : STAIN PONOROGO,2011)

7
tersebut terjadi kerusakan. Sementara para makelar tersebut akan
mendapatka fee dari pembeli maupun penjual. Dan apabila pembeli yang
menggunakan jasa makelar harus membayar terlebih dahulu kepada
makelar, jika barang yang dicari tidak ada maka uang tidak dapat
kembali.8

Berdasarkan penelusuran hasil penelitian di atas, memang sudah


terdapat pembahasan mengenai tinjauan Hukum Ekonomi Syariah yang
membahas tentang jual beli. Penelitian ini akan membahas ketidak jelasan
terhadap akan jual beli suku cadang dan akad transaksi dalam jual beli
suku cadang dalam Kajian Islam. Terdapat perbedaan dalam penelitian
diatas baik dari segi objek dan tempat, Fokus penelitian ini terkait
tinjauan Hukum Ekonomi Syariah terhadap jual beli suku cadang
kendaraan bekas di Pasar.

B. Kerangka Teoritik
1. Jual Beli
Sebelum membahas mengenai jual beli yang lebih mendalam,
maka terlebih dahulu saya akan memberikan penjelasan tentang jual beli
itu sendiri. Jual beli didalam bahasa Arab disebut juga dengan al-bai,
yang berarti tukar menukar atau saling menukar. Secara etimologi, jual
beli memiliki arti tukar menukar harta atas dasar suka sama suka. 9 Dan
secara terminologi terdapat beberapa pengertian jual beli, antara lain
yaitu:
a. Menurut Sayyid Sabiq, jual beli yaitu pertukaran benda dengan benda
lain dengan jalan saling meridhai atau memindahkan hak milik
disertai penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
b. Menurut Taqiyuddin, jual beli yaitu saling menukar harta (barang)
oleh dua orang untuk dikelola dengan cara ijab dan qabul sesuai
dengan syara.
8
Irvan Kendik Wahyu Santoso ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mesin Mobil
Copotan (Studi kasus Di Pasar Comboran Klojen Kota Malang)‛.(Skripsi : IAIN Ponorogo,2018)
9
Siti Mujiatun, “Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna”, Jurnal Riset
Akuntansi Dan Bisnis, Vol. 13, no. 2, 2013, hlm. 204, http://jurnal.umsu.ac.id diakses 30 Maret 2023.

8
c. Menurut Wahbah az-Zuhayli, jual beli merupakan saling tukar
menukar harta dengan cara tertentu.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli


adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda (barang) yang mempunyai
nilai, atas dasar kerelaan (kesepakatan) antara dua belah pihak sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara.10

2. Landasan jual beli


Jual beli sebagai bagian dari muamalah memiliki dasar hukum yang
jelas. Adapun dasar hukum jual beli terdapat dalam Firman Allah dalam
Q.S. al-Baqarah (2): 275:

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”11

Seperti yang telah disebutkan ayat diatas, pada prinsipnya, dasar


hukum jual beli (al-bai) adalah boleh. Para Ulama dari kalangan mazhab
telah bersepakat akan disyariatkannya dan dihalalkannya jual beli. Hal ini
dikarenakan umat manusia sangat membutuhkan jual beli untuk memenuhi
kebutuhan sandang, pangan, maupun papan atau tempat tinggal. Akan
tetapi dalam situasi tertentu hukum asal dapat berubah seperti dalam jual
beli yang didalamnya mengandung unsur gharar. 12 Menurut madzhab
Syafi‟i, gharar yaitu sesuatu yang tersembunyi yang dapat menutupi suatu
pandangan agar tidak diketahui karena apabila terlihat maka akan berakibat
pada sesuatu yang tidak diharapkan seperti kekecewaan atau penolakan.
Sedang Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa gharar merupakan sesuatu yang
tidak dapat diterima keadaannya baik barang itu ada atau tidak. Begitu juga
Ibnu Taimiyah mengatakan gharar adalah ketidakpastian suatu akibat yang
dapat ditimbulkan dari sebuah akad. Sementara Ibnu Hazm mengartikan
gharar sebagai suatu ketidaktahuan dari salah satu pihak yang melakukan
akad tentang objek atau benda yang diakadkan.
10
Qamarul Huda, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), 51-52
11
Tim Penterjemah al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 78.
12
Ihsan Ghufron, Fiqih Muamalat, 27.

9
C. Deskripsi Teoretik
1. Pengertian Jual Beli

Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba’i yang
menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily
mengartikannya secara bahasa dengan “menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain”. Kata al-ba’i dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk
pengertian lawannya, yaitu kata al-syira (beli). Dengan demikian, kata
al-ba’i berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli. 13 Sedangkan
menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah
menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.14

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli ialah suatu
perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-
benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan Syara‟n dan disepakati. Sesuai dengan
ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan,
rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli
sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak
sesuai dengan kehendak Syara.15

Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli
yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam
arti umum ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua
belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti
penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu

13
Abdul Rahman Ghazaly, et.al, Fiqh Muamalah, Cet-2, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2012), 67
14
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), 67.
15
Ibid., 69

10
yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat
(berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan
manfaatnya atau bukan hasilnya.

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya
tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat
direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang
baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang
sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu. 16
Oleh sebab itu jual beli terjadi apabila ada hubungan timbal balik antara
pembeli dan penjual.

2. Dasar Hukum Jual Beli

Pada hakikatnya, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli


apapun selama tidak merugikan salah satu pihak dan selama tidak
melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dan diserukan agar tetap
memelihara ukhwah Islamiyah. Jual beli sebagai sarana tolong-
menolong antara sesama umat manusia juga mempunyai landasan yang
sangat kuat.17

Jual beli disyariatkan oleh Allah berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:

a. Al-Qur’an
Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 275:
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
16
Ibid., 70.
17
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), 309

11
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghunipenghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Dari ayat di atas menyatakan bahwa Allah SWT telah
menghalalkan praktik jual beli dan mengharamkan riba yang sesuai
dengan ketentuan syariatnya. Oleh karena itu seseorang yang
melaksanakan transaksi jual beli sebaiknya mengetahui syarat-syarat
praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al-Qur’an dan hadits, agar
dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak
terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan
diharamkan.18
Jual beli yang sah itu adalah jual beli yang tidak ada unsur
dusta dan khianat, sedangkan dusta adalah penyamaran dalam barang
yang dijual dan penyamaran itu adalah menyembunyikan aib barang
dari penglihatan pembeli.

b. Al-Sunnah

Adapun dasar hukum jual beli berdasarkan al-sunnah


Rasulullah adalah:
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ ra. Ia berkata, bahwasannya
Rasulullah SAW pernah ditanya: Usaha apakah yang paling halal
itu (ya Rasulullah) ? Maka beliau menjawab, “Yaitu pekerjaan
seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli itu baik.”
(HR. Imam Bazzar. Imam Hakim menyatakan shahihnya hadits
ini).”19
“Diterima dari Abdullah bin umar ra., berkata, ‚seorang
lakilaki bercerita kepada Rasulullah SAW. Bahawa dia ditipu orang

18
Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir 1, diterjemahkan oleh Salim Bahreisy dan
Said Bahreisy, dari judul asli Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2005), 538.
19
Indri, Hadis Ekonomi (Jakarta: Kencana, 2015), 156.

12
dalam hal jual beli. Maka beliau bersabda‚ Apabila engkau berjual
beli, maka katakanlah,‛tidak boleh ada tipuan.”20
Dalam jual beli Rasulullah melarang adanya jual beli dengan
cara menipu. Jual beli dapat dikatakan sah apabila transaksi jual beli
tersebut sesuai dengan syariat. Salah satunya adalah berlaku jujur
dalam jual beli dan tidak melakukan penipuan dalam jual beli.21
Islam sangatlah melarang jual beli hal seperti ini karena hal
tersebut dapat merugikan salah satu pihak yang terlibat dalam jual
beli tersebut yakni pembeli.
c. Ijma Ulama
Para ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan
alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuahan
dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau
barang milik orang yang dibutuhkan itu, harus diganti dengan
barang lainnya yang sesuai. Mereka juga sepakat bahwa jual beli itu
sudah berlaku (dibenarkan) sejak zaman Rasulullah Saw hingga
sekarang.22

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

a. Rukun Jual Beli


Rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu sebagai
berikut :23

1) Aqidain (penjual dan pembeli)


Aqidain merupakan kedua subyek atau pelaku transaksi yang
meliputi penjual (ba’i) dan pembeli (musytari). Transaksi jual

20
Al-Imam Al-Bukhari, Hadits Shahih Bukhary (Surabaya: Gitamedia Press, 2009), 440.
21
Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, cet. Ke-1, alih bahasa H. Khamaluddin dan A. Marzuki
(Bandung: Alma’arif. 1987), 50.
22
Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004), 48.
23
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat) (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), 118.

13
beli secara hukum sah jika melibatkan pelaku transaksi (penjual
dan pembeli) yang memiliki kriteria ahli at-tasharruf dan
mukhtar.
Ahli At-Tasharruf adalah orang yang memiliki kriteria sah atau
kompetensi dalam tasharruf tertentu. Di antara orang yang
memiliki kriteria ahli at-tasharruf adalah wali anak kecil, wakil
(orang yang diizinkan untuk mewakilkan), dan penerima pesan
wasiat (washi). Sedangkan Mukhtar adalah seseorang yang
melakukan transaksi atas dasar inisiatif pribadi, tanpa tekanan
atau paksaan dari pihak lain. Dalil kriteria mukhtar ini adalah al-
Qur’an dan hadits yang menjadi dalil legislasi dalam transaksi
jual beli, di mana jual beli yang dilakukan harus atas dasar saling
rela (taradlin).24
2) Shighat ( Ijab dan Qabul)
Ijabadalah pernyataan yang disampaikan oleh pihak pertama
yang menunjukkan kerelaan, baik dinyatakan oleh penjual dan
pembeli. Sedangkan pengertian qabul adalah pernyataan yang
disebutkan kedua dari pembicaraan salah satu pihak yang
melakukan akad. Dalam konteks jual beli, yang memiliki barang
adalah penjual, sedangkan yang akan memilikinya adalah
pembeli. Maka pernyataan yang dikeluarkan oleh penjual adalah
ijab, meskipun dinyatakan belakangan. Sedangkan pernyataan
yang dikeluarkan oleh pembeli adalah qabul, meskipun
dinyatakan pertama kali. Ucapan pertama disebut ijāb karena
merupakan dasar untuk mengukuhkan kelaziman akad dan
sebagai tiangnya kelaziman akad, sedangkan ucapan kedua
disebut qabul, karena dibangun berdasarkan ucapan pertama dan
menunjukkan keridhaannya.25
Shighat akad adalah bentuk ungkapan dari ijab dan qabul
apabila akadnya berupa akad iltizam yang dilakukan oleh kedua
24
Tim Laskar Pelangi, Metode Fiqh Mu’amalah (Kediri: Lirboyo Press, 2015),4-10
25
Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli, 22.

14
belah pihak, atau ijab saja apabila akadnya berupa akad iltizam
yang dilakukan oleh satu pihak. Jumhur ulama sepakat bahwa
untuk terwujudnya akad adalah timbulnya sikap saling rela atau
setuju antara kedua belah pihak untuk merealisasikan kewajiban
diantara mereka. Dalam shighāt akad disyaratkan harus timbul
dari pihak-pihak yang melakukan akad menurut cara yang
dianggap sah oleh syara’. Cara tersebut adalah bahwa akad harus
menggunakan lafal yang menunjukkan kerelaan dari masing-
masing pihak untuk saling tukar menukar kepemilikan dalam
harta, sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku.
4. Gharar dan Tadlis
a. Pengertian gharar dan tadlis
Menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida (penipuan), al-
khathr (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan), yaitu suatu
tindakan yang di dalamnya terdapat unsur pertaruhan dan judi. 59
Dengan demikian, jual beli ghrar adalah semua jual beli yang
mengandung ketidakjelasan, seperti pertaruhan atau perjuadian
karena tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya atau tidak
mungkin diserah terimakan.26
Sedangkan Pengertian Tadlis artinya penipuan. tadlis pada jual
beli dalam hukum Islam itu di haramkan. Karena tadlis
merupakanpenipuan yang dilakukan dalam transaksi jual beli oleh
pihak penjual terhadap barang atau objek yang dijualnya kepada
pembeli. Aspek tadlis dalam transaksi jual beli sebenarnya
tergolong kedalam jual-beli gharar. Dimana jual beli gharar
merupakan jual beli yang mengandung unsurunsur penipuan dan
penghianatan, baik karena ketidakjelasan dalam objek jual beli atau
ketidakpastian dalam cara pelaksanaanya. Sehingga hukum dari jual
beli semacam ini dilarang (haram).27

26
Ghufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002) 133.
27
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh....,201.

15
b. Unsur-unsur Gharar
Dalam hukum perjanjian Islam objek akad dimaksudkan
sebagai suatu hal yang karenanya akad dibuat dan berlaku akibat-
akibat hukum akad. Objek akad dapat berupa benda, manfaat benda,
jasa atau pekerjaan, atau suatu yang lain yang tidak bertentangan
dengan Syariah.28
Kedudukan objek akad adalah sangat penting karena ia
termasuk bagian yang harus ada (rukun) dalam suatu perjanjian
Islam. Oleh karena keberadaannya sangat menentukan sah tidaknya
suatu perjanjian yang akan dilakukan, maka obyek akad harus
memenuhi syarat-syarat sahnya seperti terbebas dari unsur ghārar
yang dapat terjadi dalam objek akad dan akan mempengaruhi sah
tidaknya perjanjian:
1) Ketidak jelasan dalam jenis objek akad.
2) Ketidak jelasan dalam macam objek akad.
3) Ketidak jelasan sifat dan karakter objek.
c. Unsur-unsur Tadlis
Dimana tadlis yang terjadi dalam jual beli dapat terbagi
kedalam beberapa hal yaitu: tadlis dalam hal kualitas, tadlis dalam

hal kuantitas, tadlis dalam hal harga, dan waktu penyerahannya. 29


Hal-hal yang tergolongkedalam unsur tadlis tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1) Tadlis dalam hal kualitas adalah penipuan dalam transaksi jual
beli yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli terhadap
mutu atau kualitas barang yang dijual (mengatakan barang
yang sejatinya bermutuh buruk tetapi dikatakan kepada pembeli
barang tersebut bermutuh baik dan berkualitas tinggi.
2) Tadlis dalam hal kuantitas yaitu penipuan yang dilakukan oleh
pihak penjual terhadap jumlah yang akan diterima kepada pihak

28
Husain Syahatah Dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi Dan Etika Bisnis
Islam, (Terj. Sapto Budi Satryo Dan Fauziah R.), (Jakarta: Visi Insani Publishing, 2005), 162
29
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2006),31.

16
pembeli (penipuan atas jumlah barang yang diterima oleh
pembeli tidak sesuai dengan akad perjanjian atau kuantitas
barang atau objek jual beli bersifat gharar atau tidak pasti).
3) Tadlis dalam hal harga ialah penipuan harga jual yang
dilakukan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini seperti
penjual tidak memberitaukan secara jujur berapa harga pokok
dan keuntungan yang didapat atas barang tersebut, menjual
barang dengan keuntungan yang berlipat ganda atau melebihi
harga pokok.
4) Tadlis dalam hal waktu penyerahannya ialah penipuan yang
dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas waktu penyerahan
barang yang telah disepakati pada saat di awalakad(penyerahan
barang tidak sesuai waktu yang disepakati tanpa meng
informasikan alasan tertentu kepada pihak pembeli).

17
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Alokasi waktu dan tempat yang digunakan dalam penelitian ini selama
1 (satu) minggu dari penemuan judul penelitian, yaitu 25 Maret 2023
sampai 30 Maret 2023.

2. Tempat Penelitian
Tempat atau lokasi penelitian yang ingin penulis pilih untuk
dilaksanakan dalam penelitian ialah hanya meliputi satu wilayah dan satu

tempat pertokoan salah satunya ada di daerah Pasar Kahayan. Penulis


memilih tempat penelitian disini dikarenakan berdasarkan pada tema dan
permasalahan dalam penelitian yang terjadi dikalangan masyarakat.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah empiris dengan kata lain
adalah jenis penelitian dengan tipe sosiologi hukum. Penelitian empiris
terbagi kepada dua yaitu penelitian hukum yuridis sosiologis dan penelitian
sosiologi tentang hukum. Penelitian hukum yuridis sosiologis adalah berbasis
hukum normatif/peraturan untuk mengamati reaksi atau interaksi yang terjadi
ketika norma itu bekerja di masyarakat. Disebutkan dalam bahasa lain bahwa
penelitian hukum empiris yuridis sosiologis adalah meneliti bekerjanya
hukum di masyakarat terkait dengan aturan tersebut. Adapun penelitian
sosiologi tentang hukum adalah meneliti hukum yang hidup di masyarakat.
Jenis penelitian sosiologi hukum dapat disebut pula dengan penelitian
lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi
dalam kenyataan masyarakat. Metode penelitian hukum empiris yaitu
penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara
mendalam satu individu, kelompok, institusi atau masyarakat tertentu tentang
latar belakang, keadaan atau kondisi, faktor-faktor atau interaksi-interaksi
(sosial) yang terjadi di dalamnya. Karena sosiologi hukum mengkaji baik

18
secara teoritis analisis, maupun juga secara empiris terhadap fenomena hukum
yang senyatanya hidup di masyarakat, metode yang digunakan dalam
penelitian ini ialah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah jenis
penelitian yang relevan untuk memahami fenomena sosial (tindakan manusia)
di mana data hasil penelitian tidak simpulkan melalui prosedur statistik
melainkan analisis data dilakukan secara induktif. Di mana penulis mengkaji
ketentuan hukum yang terjadi dalam kenyataannya dalam masyarakat, dengan
kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan yang
sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud
untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan
(fact-finding), setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju
kepada identifikasi masalah (problemidentification) dan pada akhirnya
menuju pada penyelesaian masalah (problemsolution). Penelitian yang
bersifat deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
menerangkan fenomena sosial atau peristiwa. Hal ini sesuai dengan
pengertian penelitian kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang atau perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian deskriptif memandu
peneliti untuk mengeksplorasi dan memotret situasi sosial secara menyeluruh,
luas dan mendalam. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan
menggambarkan secara sistematik dan akurat serta fakta dalam karakteristik
bidang tertentu.
C. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini metode pendekatan yang digunakan dalam
memecahkan masalah adalah dengan menggunakan metode pendekatan
sociolegal. Socio-legal adalah sebuah studi yang melihat hukum melalui
penggabungan antara analisa normatif (norma-norma hukum, yuridis) dan
pendekatan ilmu non-hukum. Sifat dari socio-legal adalah preskriptif yaitu
memberikan solusi atas permasalahan hukum dengan menggabungkan analisa

normatif dan pendekatan non-hukum atau aspek sosial. Metode penelitian


socio-legal yaitu metode penelitian yang mendekati suatu permasalahan

19
melalui penggabungan antara analisa normatif dengan pendekatan ilmu
nonhukum dalam melihat hukum dengan memasukkan faktor sosial dengan
tetap dalam batasan penulisan hukum.
D. Objek dan Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat objek dan subjek yang diperlukan dalam
penelitian. Adapun objek dalam penelitian ini adalah Bengkel. Subjek
penelitian adalah orang yang dijadikan sebagai sumber data atau sumber
informasi oleh peneliti untuk riset yang dilakukannya. Dalam penelitian
sosial, subjek penelitian adalah manusia. Subjek penelitian ditentukan untuk
menggali sumber data dan mengumpulkan data guna mengungkap fakta-fakta
yang ada di lapangan.
E. Teknik Penentuan Subjek Penelitian
Subjek penelitian atau responden adalah orang yang diminta untuk
memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Adapun penentuan
subjek penelitian dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan secara jelas dan mendalam.
Teknik penentuan subjek dilakukan dengan menentukan ciri-ciri atau
karakteristik tertentu yang harus disebutkan peneliti sesuai dengan keinginan
dan kemampuan peneliti. Teknik penentuan subjek dalam pengambilan
sampel sumber data memiliki pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut
dianggap paling tahu tentang informasi yang sedang diteliti dalam penelitian
ini.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian
ini adalah dengan cara:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Pengabsahan data
4. Analisis data

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghazaly, et.al, Fiqh Muamalah, Cet-2, Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2012.

Abdul Zaki al-Kaaf, Ekonomi Dalam Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007.

Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2006

Al-Imam Al-Bukhari, Hadits Shahih Bukhary. Surabaya: Gitamedia Press, 2009

Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, cet. Ke-1, alih bahasa H. Khamaluddin dan A.
Marzuki, Bandung: Alma’arif. 1987

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh

Anggun Fatmayanti ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Makelar Pada Jual
Beli Mobil Bekas Di Oto Busa Maospati‛. Skripsi : STAIN PONOROGO,
2011

Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli

Ghufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2002.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014.

Husain Syahatah dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi Dan Etika Bisnis
Dalam Islam, (Ter. Saptono Budi Satryo Dan Fauziah R.,), Jakarta: Visi
Insani Publishing, 2005

Husain Syahatah Dan Siddiq Muh. Al-Amin Adh-Dhahir, Transaksi Dan Etika Bisnis
Islam, (Terj. Sapto Budi Satryo Dan Fauziah R.), Jakarta: Visi Insani
Publishing, 2005.

Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir 1, diterjemahkan oleh Salim
Bahreisy dan Said Bahreisy, dari judul asli Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir.
Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2005.

Ihsan Ghufron, Fiqih Muamalat

Indri, Hadis Ekonomi Jakarta: Kencana, 2015.

22
Irvan Kendik Wahyu Santoso ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Mesin
Mobil Copotan (Studi kasus Di Pasar Comboran Klojen Kota Malang)‛.
(Skripsi : IAIN Ponorogo,2018)

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat). Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2012.

Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung: PT.Refika Aditama, 2011.

Misno,”Teori Urf Dalam Sistem Hukum Islam Studi Jual Beli Ijon Pada Masyarakat
Kabupaten Cilacap Jawa Tengah”, Al Maslahah: Jurnal Hukum dan Pranata
Sosial Islam, Vol. 1, no. 2, 2013.

Qamarul Huda, Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras, 2011

Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah. Bandung: PT al-Ma‟arif,1987.

Siti Mujiatun, “Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna”, Jurnal Riset
Akuntansi Dan Bisnis, Vol. 13, no. 2, 2013, hlm. 204, http://jurnal.umsu.ac.id
diakses 30 Maret 2023.

Tim Laskar Pelangi, Metode Fiqh Mu’amalah. Kediri: Lirboyo Press, 2015.

Tim Penterjemah al-Qur‟an Kemenag RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya.

23

Anda mungkin juga menyukai