LP Stase Persalinan Dan BBL Atas Nama Samini

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN DAN BBL

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Klinik Asuhan Kebidanan Persalinan
Program Studi Profesi Bidan

DISUSUN OLEH :
Samini
NIM : 22390179

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEBIDAN PADA PERSALINAN DAN BBL

Disusun Oleh:

Nama : Samini
NIM : 22390179

Tanggal Pemberian Asuhan :

Disetujui

Pembimbing Lapangan
Tanggal :
Di : (Sri Apriani,S.ST)

Pembimbing Institusi
Tanggal :
Di : (Ana Mariza, S.ST., M.Kes)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Laporan Pendahuluan “ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN
DAN BBL”

Terwujudnya laporan pendahuluan ini adalah berkat bantuan, bimbingan


dan arahan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada :

1. Ibu Vida Wira Utami,S.ST,Bdn,M.Kes, ketua Program Studi Pendidikan


Bidan Universitas Malahayati Bandar Lampung, yang telah memberikan
kesempatan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan tugas
laporan pendahuluan Pra klinik
2. Ibu Ana Mariza, S.ST., M.Kes, pembimbing institusi pra klinik
3. PMB Sri Apriani,S.ST.
4. Rekan-rekan mahasiswa profesi bidan dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari


sempurna, dan penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan
ini.

Lampung, Januari 2023


DAFTAR ISI

COVER................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................. ii
KATA PENGANTAR.......................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan............................................................................. 2
C. Manfaat Penulisan........................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN TEORI................................................................ 3


1. Konsep Dasar Persalinan ................................................................. 3
a. Definisi Kehamilan................................................................... 7
b. Tahapan Persalinan
2. Perubahan Fisiologi dan Psikologi Dalam Persalinan .................... 18
a. Perubahan Fisiologi.................................................................. 18
b. Perubahan Psikologi.................................................................. 20
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a. Power........................................................................................... 22
b. Passanger..................................................................................... 24
c. Passege........................................................................................ 26
d. Psikologi...................................................................................... 28
e. Penolong...................................................................................... 30
4. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin......................................................... 32
a. Kebutuhan Fisiologis Ibu Bersalin.............................................. 34
b. Kebutuhan psikologis Ibu Bersalian............................................ 36
5. Asuhan Pada Bayi Baru Lahir.......................................................... 38
BAB III. PENUTUP............................................................................. 40
A. Kesimpulan................................................................................... 41
B. Saran............................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam
kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu
dan keluarga. Peranan ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peranan
keluarga adalah memberikan bantuan dan dukungan pada ibu ketika terjadi
proses persalinan. Dalam hal ini peranan petugas kesehatan tidak kalah penting
dalam memberikan bantuan dan dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian
proses persalinan berlangsung dengan aman baik bagi ibu maupun bagi bayi
yang dilahirkan. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18-24 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sumarah, dkk, 2009) .
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar yang terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan (37–42 minggu) dengan ditandai adanya
kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya penipisan, dilatasi serviks, dan
mendorong janin keluar melalui jalan lahir dengan presentase belakang kepala
tanpa alat atau bantuan (lahir spontan) serta tidak ada komplikasi pada ibu dan
janin (Puspita, 2014).
Proses persalinan pada dasarnya merupakan suatu hal fisiologis yang
dialami oleh setiap ibu bersalin, sekaligus merupakan suatu hal yang
menakjubkan bagi ibu dan keluarga. Namun, rasa khawatir, takut maupun
cemas akan muncul pada saat memasuki proses persalinan. Perasaan takut
dapat meningkatkan respon fisiologis dan psikologis, seperti: nyeri, otot-otot
menjadi tegang dan ibu menjadi cepat lelah, yang pada akhirnya akan
menghambat proses persalinan.
Indonesia masih tergolong tinggi pada Negara-negara di ASEAN
(Association South East Asian Nation) dan menjadi salah satu Negara yang
menjalankan program Sustainable Development Goals (SDG’s), yang memiliki
target menurunkan AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2030 (Ermalena, 2017).
AKI menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan
masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu
penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya
selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas tanpa memperhitungkan
lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2012).
Bidan sebagai pemberi asuhan dan pendamping persalinan diharapkan
dapat memberikan pertolongan, bimbingan dan dukungan selama proses
persalinan berlangsung. Asuhan yang mendukung selama persalinan
merupakan standar pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dengan asuhan
mendukung adalah bersifat aktif dan ikut serta selama proses asuhan
berlangsung. Kebutuhan dasar ibu selama persalinan
2. Tujuan
a. Tujuan umum
khusus Mahasiswa mampu menerapkan teori dan keterampilan yang telah
didapatkan dalam melakukan Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL
b. Tujuan khusus
1) Mampu menjelaskan mengenai konsep dasar persalinan
2) Mampu mengidentifikasi perubahan fisiologis dan psikologis dalam
persalinan
3) Mampu Menjelasakn mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
persalian
4) Mampu mengidentifikasi kebutuhan dasar ibu bersalin
5) Mampu menerapkan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
3. Manfaat
1) Bagi Institusi Pendidikan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan keterampilan
mahasiswa.
2) Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mengetahui tentang perawatan atau asuhan yang
diberikan pada ibu bersalian dan bayi baru lahir.
b. Mahasiswa dapat menerapkan teori yang didapatkan dari institusi
dan menuangkannya dalam dokumentasi asuhan kebidanan.
3) Bagi Klien (ibu)
Dapat dijadikan masukan untuk pasien (ibu) agar lebih mengerti
tentang persalinan dan perawatan bayi baru lahir
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Persalinan

a. Definisi Persalinan

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat


hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar yang terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan (37–42 minggu) dengan ditandai adanya
kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya penipisan, dilatasi serviks,
dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir dengan presentase belakang
kepala tanpa alat atau bantuan (lahir spontan) serta tidak ada komplikasi
pada ibu dan janin (Eka Puspita, 2014).
Persalinan yang aman yaitu memastikan bahwa semua penolong
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan
pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas
kepada ibu dan bayi. (Wiknjosastro, 2006). Persalinan dan kelahiran normal
adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin (Saifudin Abdul, 2013).
Persalinan menurut IBI adalah persalinan dengan presentasi belakang
kepala yang langsung secara spontan dengan lama persalinan dalam batas
normal, tanpa intervensi (penggunaaan narkotik, epidural, oksitosin,
percepatan persalinan, memecahkan ketuban dan episiotomi), beresiko
rendah sejak awal persalinan hingga partus dengan masa gestasi 37-42
minggu (Indriyani & Djami, 2013).
b. Tahapan Persalinan
Menurut (Sofian, 2012), proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu:
a) Kala I (Kala Pembukaan)
Waktu pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm.
Partus dimulai dengan keluarnya lendir bercampur darah (boody show)
karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement).
Kala pembukaan dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1) Fase Laten: pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai
pembukaan 3cm, lamanya 7-8 jam.
2) Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase yakni :
a. Fase Akselerasi: berlangsung 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4
cm
b. Fase Dilatasi Maksimal: berlangsung 2 jam pembukaan serviks
berlangsung sangat cepat menjadi 9 cm.
c. Fase Deselerasi: pembukaan serviks berlangsung menjadi lambat,
dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap).

Pada serviks wanita nulipara seharusnya berdilatasi sekurang-


kurangnya 1,2 cm/jam, dan serviks wanita multipara seharusnya
berdilatasi sekurang-kurangnya 1,5 cm/jam (Reeder, 2014).
Dalam fase aktif ini frekuensi lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap, biasanya terjadi tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih. Biasanya
dari pembukaan 4 cm, hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10
cm, akan terjadi kecepatan rata-rata yaiu 1 cm perjam untuk
primigravida dan 2 cm untuk multigravida (APN, 2008). Fase- fase
tersebut dijumpai pada primigravida. Pada primigravida ostium uteri
internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar
dan menipis, baru kemudian ostium uteri ekternum membuka. Pada
primigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium
uteri intrenum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks
terjadi pada saat yang sama. Kala I selesai apabila pembukaan serviks
telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam,
sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam (Sarwono, 2009). Dalam
bebeapa buku, proses membukanya serviks disebut dengan istilah:
melembek (softening), menipis (thinned out), oblitrasi (oblitrated)
mendatar dan tertarik keatas (effaced and taken up) dan membuka
(dilatation). Faktor yang mempengaruhi membukanya serviks:
1. Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya
2. Waktu kontraksi, segmen bawah rahim dan serviks diregang
oleh isi rahim terutama oleh air ketuban dan ini menyebabkan
terikan pada serviks
3. Waktu kontraksi, bagian dari selaput yang terdapat diatas
kanalis servikalis adalah yang disebut ketuban, menonjol ke
dalam kanalis servikalis dan membukanya (Marmi, 2016).
Perbedaan fase yang dilalui antara primigravida dan multigravida

Primigravida Multigravida

Serviks mendatar Serviks mendatar dan


(effacement) dulu baru membuka bisa bersamaan
dilatasi

Berlangsung 13-14 jam Berlangsung 6-7 jam

b) Kala II (Kala Pengeluaran)


Kala II adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan
lengkap sampai bayi lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah
kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya
berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
Diagnosis persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janin
sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.
Gejala utama kala II adalah sebagai berikut:
1) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100
detik
2) Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak.
3) Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti
keinginan meneran karena tertekannya fleksus frankenhouser
4) Dan kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi
sehingga kepala membuka pintu: suboksiput bertindak sebagai
hipomochlion, berturut turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung dan
muka, serta kepala seluruhnya.
5) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung.
6) Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi
ditolong dengan jalan berikut:

a) Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu,


kemudian ditarik curam keatas untuk melahirkan bahu belakang.
b) Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk melahirkan
sisa badan bayi.
c) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigarvida 30 menit
(Sulistyawati A, 2010).
c) Kala III ( Pengeluaran Plasenta)
Kala III adalah waktu umtuk pelepasan dan pengeluaran plasenta.
Setelah kala II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit, kontraksi
uterus berhenti sekitar 5-10 menit, dengan lahirnya bayi dan proses
retraksi uterus, maka plasenta lepas dari lapisan Nitabusch. Lepasnya
plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Uterus menjadi berbentuk bundar
2. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah
rahim
3. Tali pusat bertambah panajang
4. Terjadi perdarahan.
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara
crede pada fundus uteri. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15
menit setelah bayi lahir (Manuaba, 2013). Lepasnya plasenta secara
Schultze yang biasanya tidak ada perdarahan sebelum plasenta lahir dan
banyak mengeluarakan darah setelah plasenta lahir. Sedangkan
pengeluaran plasenta cara Dincan yaitu plasenta lepas dari pinggir,
biasanya darah mengalir keluar antara selaput ketuban (Mochtar, 1994
dalam Marmi, 2016).
d) Kala IV Persaliann
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV
dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan, paling sering
terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tingkat kesadaran pasian
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernafasan
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila
jumlahnya tidak melebihi 400-500cc (Sulistyawati A, 2010).

2. Perubahan Fisiologis Dan Psikologis Dalam Persalinan


a. Perubahan Fisiologis
1) Perubahan Fisiologis Kala I
Perubahan fisiologis ibu bersalin kala I menurut Varney (Varney, 2008)
yaitu
1. Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan
kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg dan kenaikan
diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Diantara kontraksi uterus, tekanan
darah akan turun seperti sebelum masuk persalinan dan akan naik
lagi bila terjadi kontraksi. Jika seorang ibu dalam keadaan sangat
takut, cemas atau khawatir pertimbankan kemungkinan rasa takut,
cemas atau khawatirnyalah yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lainnya untuk
mengesampingkan preeklampsia. Oleh karena itu diperlukan asuhan
yang dapat menyebabkan ibu rileks. Arti penting dan kejadian ini
adalah untuk memastikan tekanan darah sesungguhnya, sehingga
diperlukan pengukuran diantara kontraksi atau diluar kontraksi
(Varney, 2008 dalam buku Marmi, 2016).
Selain karena faktor kontraksi dan faktor psikis, posisi tidur
terlentang selama bersalin akan menyebabkan uterus dan isinya
(janin, cairan ketuban, plasenta, dan lain-lain) menekan vena cava
inferior hal ini menyebabkan turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu
ke plasenta. Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia janin.
Posisi terlentang juga akan menghambat kemajuan persalinan. Oleh
karena itu posisi tidur selama persalinan yang baik adalah
menghindari posisi tidur terlentang (Marmi, 2016).
2. Perubahan Metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerob maupun
anaerob akan naik secara perlahan. Kenaikan ini sebagian
disebabkan oleh karena kecemasan serta kegiatan otot kerangka
tubuh. Kegiatan metabolisme yang meningkat tercermin dengan
kenaikan suhu badan, denyut nadi, pernapasan, kardiak output dan
kehilangan cairan. Hal ini bermakna bahwa peningkatan curah
jantung dan cairan yang hilang mempengaruhi fungsi ginjal dan
perlu mendapatkan perhatian serta ditindaklanjuti guna mencegah
terjadinya dehidrasi.
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan
minum air) selama persalinan dan klahiran bayi, sebagian ibu masih
ingin makan selama fase laten, tetapi setelah memasuki fase aktif,
biasanya mereka hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota
keluarga menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makanan
ringan selama persalinan (Puskdiknakes, 2004 dalam buku
Marmi,2016). Hal ini dikarenakan makanan dan cairan yang cukup
selama persalinan akan memberikan lebih banyak energi dan
mencegah dehidrasi, perlu diingat bahwa dehidrasi bisa
memperlambat kontraksi atau membuat kontraksi menjadi tidak
teratur dan kurang efektif (Puskdiknakes, 2004 dalam Marmi,2016).
3. Perubahan Suhu Badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan, suhu
mencapai tertinggi selama perslainan dan segera setelah kelahiran.
Kenaikan ini dianggap normal asal tidak melebihi 0,5-10C, karena
hal ini mencerminkan terjadinya peningkatan metabolisme. Suhu
badan yang naik sedikit merupakan keadaan yang wajar, namun bila
keadaan ini berlangsung lama, merupakan indikasi adanya dehidrasi.
Pemantauan parameter lainnya harus dilakukan antara lain selaput
ketuban sudah pecah atau belum, karena suhu meningkat yang
disertai ketuban pecah merupakan indikasi infeksi (Marmi, 2016).
4. Denyut Jantung
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan
selama fase peningkatan, penurunan selama titik pucak sampai
frekuensi diantara kontraksi, dan peningkatan selama fase penurunan
hingga mencapai frekuensi lazim diantara kontraksi. Penurunan yang
mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita
berada pada posisi miring bukan terlentang. Pada setiap kontraksi,
400 ml darah dikeluarkan dari uterus dan masuk dalam sistem
vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%
sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% sampai
50% pada tahap kedua persalinan.
Ibu harus diberitahu bahwa ia tidak boleh melakukan manuver
valsava (menahan napas dan menegakkan otot abdomen) untuk
mendorong selama tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan tekanan
intratoraks, mengurangi aliran balik vena dan meningkatkan tekanan
vena. Curah jantung dan tekanan darah meningkat, sedangkan nadi
melambat untuk sementara. Selama ibu melakukan manuver valsava,
janin dapat mengalami hipoksia. Proses ini pulih kembali saat wanita
menarik napas.
Frekuensi denyut jantung nadi diantara kontraksi sdikit lebih
tinggi dibandingkan selama periode menjelang persalinan. Hal ini
bermakna bahwa sedikit peningkatan frekuensi nadi dianggap
normal. Hal ini mencerminkan kenaikan dalam metabolisme yang
terjadi selama persalinan. Denyut jantung yang sedikit naik
merupakan keadaan yang normal, meskipun normal perlu dikontrol
secara periode untuk mengidentifikasi adanya infeksi (Marmi, 2016).
5. Pernafasan
Pada respirasi atau pernapasan terjadi kenaikan sedikit
dibandingkan sebelum persalinan., hal ini disebabkan adanya rasa
nyeri, kekhawatiran serta penggunaan teknik pernapasan yang tidak
benar (Nurasiah, 2012). Untuk itu diperlukan tindakan untuk
mengendalikan pernapasan (menghindari hiperventilasi) yang
ditandai oleh adanya perasaan pusing. Hiperventilasi dapat
menyebabkan alkalosis respiratorik (Ph meningkat) hipoksia dan
hipokapnea (karbondioksida menurun), pada tahap kedua persalinan.
Jika ibu tidak diberi obat-obatan maka ia akan mengkonsumsi
oksigen hampir dua kali lipat (Marmi, 2016).
6. Perubahan Renal
Polyuri sering terjadi selama persalinan, yang dikarenakan oleh
kardiak output yang meningkat serta disebabkan oleh glomerulus
serta aliran plasma ke renal. Polyuri tidak begitu kelihatan dalam
posisi terlentang yang mengurangi aliran urine selama kehamilan.
Kandung kencing harus sering dikontrol setiap 2 jam yang bertujuan
tidak menghambat bagian terendah janin dan trauma pada kandung
kemih serta menghindari retensi urine setelah melahirkan (Nurasiah,
2012). Protein dalam urine (+1) selama persalinan merupakan hal
yang wajar, umum ditemukan pada sepertiga sampai setengah
jumlah wanita bersalin. Tetapi proteinurine (+2) merupakan hal yang
tidak wajar, keadaan ini lebih sering pada ibu primipara anemia,
persalinan lama, atau pada kasus preeclamsia (Varney, 2008
dalamMarmi, 2016).
Dalam hal ini, anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung
kemih secara rutin selama persalinan. Ibu harus berkemih, paling
sedikit selama 2 jam atau lebih sering jika terasa ingin berkemih atau
mengetahui apakah kandung kemih penuh. Anjurkan dan antarkan
ibu untuk berkemih dikamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke
kamar mandi berikan wadah penampung urine. Hal ini dikarenakan
kandung kemih yang penuh akan : Memperlambat turunnya bagian
terbawah janin dan mungkin menyebabkan resiko perdarahan pasca
persalinan yang disebabkan atonia uteri, mengganggu
pentalaksanaan distosia bahu dan meningkatkan resiko infeksi
kandung kemih pasca persalinan (Marmi, 2016).
7. Perubahan Gastrointestinal
Motilitas lambung dan absorpsi makan padat secara substansial
berkurang banyak sekali selama persalina. Selain, pengeluaran getah
lambung berkurang, menyebabkan aktivitas pencernaan hampir
berhenti, dan pengosongan lambung menjadi sangat lamban. Cairan
tidak berpengaruh dan meninggalkan perut dalam tempo yang biasa.
Mual atau muntah biasa terjadi sampai ibu mencapai kala I.
perubahan motilitas lambung ini juga disebabkan oleh peningkatan
hormon progesteron selama persalinan sehingga gerak peristaltik
usus berkurang (Eniyati & Putri, 2012).
8. Perubahan Hematologis
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama
persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari
pertama pasca partum jika tidak ada kehilangan darah yang
abnormal. Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat
peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut selama persalinan.
Hitung sel darah putih selama progresif meningkat selama kala I
persalinan sebesar kurang lebih 5.000 hingga peningkatan lebih
lanjut setelah ini. Gula darah menurun selama kemungkinan besar
akibat peningkatan aktifitas otot dan rangka.
Hal ini bermakna bahwa jangan terburu-buru yakin bahwa
seorang wanita tidak anemia jika tes darah menunjukkan kadar darah
berada diatas normal, yang membuat terkecoh sehingga
mengakibatkan resiko yang meningkat pada wanita anemia selama
periode intrapartum. Perubahan ini menurunkan resiko perdarahan
pasca partum pada wanita normal. Peningkatan sel darah putih tidak
selalu mengidentifikasi infeksi ketika jumlah ini dicapai. Apabila
jumlahnya jauh diatas nilai ini, cek parameter lain untuk mengetahui
adanya infeksi. Penggunaan uji laboratorium untuk menapis seorang
wanita terhadap kemungkinan diabetes selama periode intrapartum
akan menghasilkan data yang tidak akurat dan tidak dapat dipercaya
(Marmi, 2016).
9. Perubahan Pada Uterus dan Jalan Lahir dalam Persalinan Kontraksi
Uterus
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian
yang berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi
lebih tebal ketika persalinan berlangsung. Bagian bawah relatif pasif
dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi
jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus
analog dengan ismus uterus yang melebar dan menipis pada
perempuan yang tidak hamil. Segmen bawah secara bertahap
terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis
sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua segmen
dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekali pun selaput ketuban
belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras,
sedangkan konsistenai segmen bawah uterus jauh kurang kencang.
Segmen atas uterus merupakan bagian uterus yang berkontraksi
secara aktif, segmen bawah adalah bagian yang diregangkan,
normalnya jauh lebih pasif.
Kontraksi uterus dimulai pada fundus uteri menjalar ke bawah.
Fundus uteri bekerja kuat dan lama untuk mendorong janin ke
bawah, sedangkan uterus bagian bawah pasif hanya mengikuti
tarikan dan segmen atas rahim, akhirnya menyebabkan servik
menjadi lembek dan membuka. Kerja sama antara uterus bagian atas
dan uterus bagian bawah disebut polaritas (Marmi, 2016).
10. Perubahan Pada Vagina dan Dasar Panggul
Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah
lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul.
Struktur yang paling penting adalah levator ani dan fasia yang
membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi praktisnya
dapat dianggap sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan
permukaan atas yang cekung dan bagian bawah cembung. Disisi lain
m.levator ani terdiri atas bagian pubokoksogeus dan iliokoksigeus.
Bagian posterior dan lateral dasar panggul, yang tidak diisi oleh
m.levator ani diisi oleh m.piriformis dan m.koksigeus pada sisi lain.
Ketebalan m.levator ani bervariasi 3 sampai 5 mm meskipun
tepi-tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal. Selama
kehamilan, m.levator ini biasanya mengalami hipertrofi. Pada
pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali
tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan melingkari
vagina sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi m.levator ani
menarik rektum dan vagina ke atas sesuai arah simfisis pubis
sehingga bekerja menutup vagina. Otot-otot perenium yang lebih
supervisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekedar sebagai
penyokong.
Pada kala I persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah
janin memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina.
Namun setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar panggul
seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian
terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan
serabut-serabut m.levatores ani dan penapisan bagian tengah
perineum yang berubah bentuk dari masa jaringan berbentuk baji
setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan episiotomi) struktur
membran tipis yang hampir transparan dengan tebal kurang dari 1
cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas
membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2 sampai 3 cm dan
di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar
pembuluh darah yang luar biasa yang memelihara vagina dan dasar
panggul menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau
jaingan ini robek (Marmi, 2016).
11. Perubahan Ligamentum Rotundum
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos dan kalau
uterus berkontraksi, otot-otot ligamentum rotundum ikut
berkontraksi hingga ligamnetum rotundum menjadi pendek. Faal
ligamentum rotundum dalam persalinan :
a) Fundus uteri pada saat kehamilan bersandar pada tulang
belakang, ketika persalinan berlangsung berpindah kedepan
mendesak dinding perut bagian depan pada setiap kontraksi.
Perubahan ini menjadikan sumbu rahim searah dengan sumbu
jalan lahir.
b) Fundus uteri terlambat karena adanya kontraksi ligamentum
rotundum pada saat kontraksi uterus, hal ini menyebabkan
fundus tidak dapat naik keatas. Bila pada waktu kontraksi
fundus naik ke atas maka kontraksi itu tidak dapat mendorong
anak ke bawah (Marmi, 2016).
2) Perubahan Fisiologis Kala II
1. Kontraksi Uterus
Dimana kontraksi uterus ini bersifat nyeri yang disebabkan oleh
anoxia dari sel-sel otot tekanan pada ganglia dalam serviks dan
Segmen Bawah Rahim (SBR), regangan dari serviks, regangan dan
tarikan pada peritoneum, itu semua terjadi pada saat kontraksi.
Adapun kontraksi yang bersifat berkala dan yang harus diperhatikan
adalah lamanya kontraksi berlangsung 60-90 detik, kekuatan
kontraksi, kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan dengan
mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim kedalam,
interval antara kedua kontraksi pada kala pengeluaran sekali dalam 2
menit (Marmi, 2016).
2. Perubahan - perubahan uterus
Keadaan Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah
Rahim(SBR). Dalam persalinan perbedaan SAR dan SBR akan
tampak lebih jelas. Dimana SAR dibentuk oleh korpus uteri dan
bersifat memegang peranan aktif (berkontraksi) dan dindingnya
bertambah tebal dengan majunya persalinan, dengan kata lain SAR
mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan mendorong anak
keluar. sedangkan SBR dibentuk oleh isthimus uteri yang sifatnya
memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya persalinan
(disebabkan karena regangan), dengan kata lain SBR dan serviks
mengadakan relaksasi dan dilatasi (Marmi, 2016).
3. Perubaha pada Serviks
Perubahan pada serviks pada kala II ditandai dengan pembukaan
lengkap, pada pemeriksaan dalam tidak teraba lagi bibir portio,
Segmen Bawah Rahim (SBR) dan serviks (Marmi, 2016).
4. Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban telah pecah terjadi
perubahan –perubahan terutama pada dasar panggul yang diregangkan
oleh bagian depan janin sehingga menjadi saluran yang dinding-
dindingnya tipis karena suatu regangan dan kepala sampai vulva,
lubang vulva menghadap ke depan atas dan anus menjadi terbuka,
perineum menonjol dan tidak lama kemudian kepala janin tampak
pada vulva (Marmi, 2016).
5. Perubahan sistem Reproduksi
Kontraksi uterus pada persalinan bersifat unik mengingat
kontraksi ini merupakan kontraksi otot fisiologis yang menimbulkan
nyeri pada tubuh. Selama kehamilan terjadi keseimbangan antara
kadar progesteron dan estrogen didalam darah, tetapi pada akhir
kehamilan kadar estrogen progesteron menurun kira-kira 1-2 minggu
sebelum partus dimulai sehingga menimbulkan kontraksi uterus.
Kontraksi uterus mula-mula jarang dan tidak teratur dengan
intensitasnya ringan kemudian menjadi lebih sering, lebih lama dan
intensitasnya semakin kuat seiiring kemajuan persalinan (Marmi,
2016).

6. Perubahan Tekanan Darah


Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi disertai
peningkatan sistolik rata-rata 10-20 mmHg. Pada waktu-waktu
diantara kontraksi tekanan darah kembali ke tingkat sebelum
persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari telentang ke posisi
miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi dapat dihindari.
Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan
tekanan darah (Marmi, 2016).
7. Perubahan Metabolisme
Selama persalinan metabolisme karbohidrat meningkat dengan
kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh aktivitas
otot. Peningkatan aktivitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu
tubuh, denyut nadi, pernapasan, denut jantung dan cairan yang hilang
(Marmi, 2016).
8. Perubahan suhu
Perubahan suhu sedikit meningkat selama persalinan dan
tertinggi selama dan segera setelah melahirkan. Perubahan suhu
dianggap normal bila peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-10C
yang mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan
(Marmi, 2016).
9. Perubahan Denyut Nadi
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan
selama fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai
frekuensi yang lebih rendah dari pada frekuensi diantara kontraksi dan
peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi lazim
diantara kontraksi. Penurunan yang mencolok selama kontraksi uterus
tidak terjadi jika wanita berada pada posisi miring bukan telentang.
Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih meningkat
dibanding selama periode menjelang perslainan. Hal ini
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi selama
persalinan (Marmi, 2016).

10. Perubahan pernapasan


Peningkatan frekuensi pernapaan normal selama persalinan dan
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi. Hiperventilasi
yang menunjang adalah temuan abnormal dan dapat menyebabkan
alkalosis (rasa kesemutan pada ektremitas dan perasaan pusing)
(Marmi, 2016).
11. Perubahan pada Saluran Cerna
Absorpsi lambung terhadap makanan padat lebih berkurang.
Abaikan kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi
asam lambung selama perslainan, maka saluran cerna bekerja dengan
lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama.
Cairan tidak dipengaruhi dan wkatu dibutuhkan untuk pencernaan di
lambung tetap seperi biasa. Lambung yang penuh dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan penderitaan umum selama masa transisi. Oleh
karena itu wanita harus dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi
besar atau minum berlebihan. Tetapi makan dan minum ketika
keinginan timbul guna mempertahankan energi dan hidrasi. Mual dan
muntah umum terjadi selama fase transisi yang menandai akhir fase
pertama persalinan (Marmi, 2016).
12. Perubahan Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama
persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama
pasca partum jika tidak ada lagi kehilangan darah yang abnormal.
Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen
plasma lebih lanjut selama persalinan (Varney,2008 dalam buku
Marmi, 2016).
3) Perubahan Fisiologis Kala III
Penyebabnya plasenta terpisah dari dinding uterus adalah
kontraksi uterus(spontan atau dengan stimulus) setelah kala II selesai.
Tempat perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan
metode ekspulsi plasenta. Selama kala III, kavum uteri secara progresif
semakin mengecil sehingga memungkinkan proses retraksi semakin
meningkat. Dengan demikian sisi plasenta akan jauh lebih kecil.
Plasenta menjadi tertekan dan darah yang ada pada vili-vili plasenta
akan mengalir kedalam lapisan spongiosum dari desidua. Terjadinya
retraksi dari otot-otot uterus yang menyilang menekan pembuluh-
pembuluh darah sehingga darah tidak masuk kembali kedalam system
maternal. Pembuluh darah selanjutnya menjadi tegang dan padat.
Pada kala III otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusunan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan plasenta menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, plasenta terlipat, menebal,
kemudian terlepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun kebagian bawah uterus atau ke dalam vagina (Depkes, 2008
dalam Nurasiah, dkk 2012).
4) Perubahan Fisiologis Kala IV
1. Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah-
tengah abdomen kurang lebih dua pertiga sampai tiga perempat
antara simpisis pubis dan umbilikus. Jika uterus ditemukan ditengah,
di atas simpisis maka hal ini menandakan adanya darah di kavum
uteri dan butuh untuk ditekan dan dikeluarkan. Uterus yang berada di
atas umbilikus dan bergeser paling umum ke kanan menandakan
adanya kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh menyebabkan
uterus sedikit bergeser ke kanan, mengganggu kontraksi uterus dan
memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika pada saat ini ibu tidak
dapat berkemih secara spontan, maka sebaiknya dilakukan
kateterisasi untuk mencegah terjadinya perdarahan.
Uterus yang berkontraksi normal harus terasa keras ketika
disentuh atau diraba. Jika segmen atas uterus terasa keras saat
disentuh, tetapi terjadi perdarahan maka pengkajian segmen bawah
uterus perlu dilakukan. Uterus yang teraba lunak, longgar tidak
berkontraksi dengan baik, hipotonik, atonia uteri adalah penyebab
utama perdarahan postpartum segera. Hemostasis uterus yang efektif
dipengaruhi oleh kontraksi jalinan serat-serat otot miometrium.
Serat-serat ini bertindak mengikat pembuluh darah yang terbuka
pada sisi plasenta. Pada umumnya trombus terbentuk pembuluh
darah distal pada desidua, bukan dalam pembuluh miometrium.
Mekanisme ini yaitu ligasi terjadi dalam miometrium dan trombosis
dalam desidua penting karena dapat mencegah pengeluaran trombus
ke sirkulasi sistemik (Marmi, 2016).
2. Serviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah kelahiran serviks bersifat patolous, terkulai dan
tebal. Tapi anterior selama persalinan, atau setiap bagian serviks
yang terperangkap akibat penurunan kepala janin selama periode
yang memanjang, tercermin pada peningkatan edema dan memar
pada area tersebut. Perineum yang menjadi kendur dan tonus vagina
juga tampil jaringan tersebut, dipengaruhi oleh peregangan yang
terjadi selama kala II persalinan. Segera setelah bayi lahir tangan
bisa masuk, tetapi setelah dua jam introitus vagina hanya bisa
dimasuki dua atau tiga jari. Edema atau memar pada introitus atau
pada aera perineum sebaiknya dicatat (Marmi, 2016).
3. Tanda Vital
Tekanan darah, nadi, dan pernafasan harus kembali stabil pada
level pra-persalinan selama jam pertama pascapartum. Pemantauan
tekanan darah dan nadi yang rutin selama interval ini adalah satu
sarana mendeteksi syok akibat kehilangan darah berlebihan.
Sedangkan suhu tubuh ibu berlanjut meningkat, tetapi biasanya
dibawah 380C. Namun jika intake cairan baik, suhu tubuh dapat
kembali normal dalam 2 jam pascapartus (Marmi, 2016).
4. Gemetar
Umum bagi seorang wanita mengalami tremor atau gemetar
selama kala empet persalinan, gemetar seperti itu dianggap normal
selama tidak disertai dengan demam lebih dari 380C, atau tanda-
tanda infeksi lainnya. Respon ini dapat diakibatkan karena hilangnya
ketegangan dan sejumlah energi melahirkan, respon fisiologi
terhadap penurunan volume intra-abdomen dan pergeseran
hematologik juga memainkan peranan (Marmi, 2016).
5. Sistem Gastrointestinal
Mual dan muntah, jika ada selama masa persalinan harus
ditandai. Haus umumnya banyak dialami, dan ibu melaporkan rasa
lapar setelah melahirkan (Marmi, 2016).
6. Sistem Renal
Kandung kemih yang hipotonik, disertai dengan retensi urine
bermakna dan pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi
pada kandung kemih selama persalinan dan pelahiran adalah
penyebabnya. Mempertahankan kandung kemih wanita agar tetap
kosong selama persalinan dapat menurunkan trauma. Setelah
melahirkan kandung kemih harus tetap kosong guna mencegah
uterus berubah posisi dan atonia. Uterus yang berkontraksi dengan
buruk dan meningkatkan resiko perdarahan dan keparahan nyeri
(Marmi, 2016).
b. Perubahan Psikologis
1) Perubahan Psikologis Kala I
Perubahan psikologis dan perilaku ibu, terutama yang terjadi
selama fase laten, aktif dan transisi pada kala I persalinan, berbagai
perubahan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kemajuan
persalinan pada wanita dan bagaimana ia mengatasi tuntutan terhadap
dirinya yang muncul dari persalinan dan lingkungan. Selain perubahan
yang spesifik, kondisi psikologi dan keselurahan seorang wanita yang
sedang menjalani persalinan sangat bervariasi, tergantung pada
persiapan dan bimbingan antisipai yang ia terima selama persiapan
menghadapi persalinan. Dukungan yang diterima dari pasangannya,
orang terdekat lain, keluarga dan pemberi perawatan lingkungan tempat
wanita tersebut berada. Dan apakah bayi yang dikandungnya
merupakan bayi yang diinginksn. Banyak bayi tidak direncanaka, tetapi
sebagian besar bayi pada akhirnya diinginkan menjelang akhir
kehamilan.

Aspek psikologi ibu akan mempengaruhi perjalanan persalinan.


Persiapan dan bimbingan antisipasi sangat beragam, beberapa
pendidikan tentang kelahiran menyusun rencana kelahiran dirumah
bersalin atau dirumah. Masing-masing tipe pendidikan tentang
kelahiran sangat mempengaruhi kejiwaan wanita: gambaran diri,
ekspektasi, dan percaya diri yang dimiliki wanita. Perubahan psikologi
dan perilaku ibu, terutama yang terjadi pada fase laten dan transisi pada
kala satu persalinan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Fase Laten
Pada fase ini wanita mengalami emosi yang bercampur
aduk, wanita merasa gembira, bahagia dan bebas karena
kehamilan dan penantian yang panjang akan segera berakhir,
tetapi ia mempersiapkan diri sekaligus memiliki kekhawatiran
tentang apa yang akan terjadi. Secara umum, dia tidak terlalu
merasa tidak nyaman dan mampu menghadapi situasi tersebut
dengan baik. Namun untuk wanita yang tidak pernah
mempersiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi, fase laten
persalinan akan menjadi waktu ketika ia banyak berteriak dalam
ketakutan bahkan pada kontraksi yang paling ringan sekalipun
dan tampak tidak mampu mengatasinya sampai sering frekuensi
dan intensitas kontraksi meningkat, semakin jelas baginya
bahwa ia akan segera bersalin. Bagi wanita yang telah banyak
menderita menjelang akhir kehamilan dan pada persalinan palsu,
respons emosionalnya terhadap fase laten persalinan kadang-
kadang dramatis, perasaan lega, relaksasi dan peningkatan
kemampuan koping tanpa memperhatikan lokasi persalinan.
Walaupun rasa letih, wanita itu tahu bahwa pada akhirnya ia
benar-benar bersalin dan apa yang ia alami saat ini produktif
(Marmi, 2016).
2. Fase Aktif
Pada fase ini kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap dan ketakutan wnaita pun meningkat. Pada saat
kontraksi semakin kuat, lebih lama, dan terjadi lebih sering,
semakin jelas baginya bahwa semua itu berada di luar
kendalinya. Dengan kenyataan ini ia menjadi lebih serius.
Wanita ingin seseorang mendampinginya karena ia takut
ditinggal sendiri dan tidak mampu mengatasi kontraksi yang
diatasi. Ia mengalami sejumlah kemampuan dan ketakutan yang
tidak dapat dijelaskan. Ia dapat mengatakan kepada anda bahwa
ia merasa takut, tetapi tidak menjelaskan dengan pasti apa yang
ditakutinya(Marmi, 2016).
3. Fase Transisi
Pada fase ini biasanya ibu merasakan perasaan gelisah yang
mencolok, rasa nyaman menyeluruh, bingung, frustasi, emosi
meledak-ledak akibat keparahan kontraksi, kesadaran terhadap
martabat diri menurun drastis, mudah marah, menolak hal-hal
yang ditawaran kepadanya, rasa takut cukup besar. Berbeda dari
proses fisiologi yang umum terjadi pada kala I persalinan, tetapi
seperti perubahan fisik, seperti kontraksi dan perubahan serviks,
perubahan psikologis dan perilaku ini cukup spesifik seiring
kemajuan persalinan. Berbagai perubahan ini dapat digunakan
sebagai evaluasi kemajuan persalinan pada wanita dan
bagaimana mengatasi tuntutan terhadap dirinya yang muncul
dari persalinan dan lingkungan tempat ia bersalin.
Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu dalam
persalinan,terutama pada ibu yang pertama kali bersalin:
a) Perasaan tidak enak dan kecemasan
Biasanya perasaan cemas pada ibu saat akan bersalin
berkaitan dengan keadaan yang mungkin terjadi saat
persalinan, disertai rasa gugup
b) Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang dihadapi
Ibu merasa ragu apakah dapat melalui proses persalinan
secara normal dan lancar
c) Menganggap Persalianan sebagai Cobaan
Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana
dalam menolongnya. Kadang kala ibu berfikir apakah
tenaga kesehatan akan bersabar apabila persalinan yang
dijalani berjalan lama dan apakah tindakan yang akan
dilakukan tenaga kesehatan jika tiba-tiba terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan, misalnya tali pusat melilit bayi
d) Apakah Bayi Normal atau Tidak
Biasanya ibu akan merasa cemas dan ingin segera
mengetahui keadaan bayinya apakah terlahir dengan
sempurna atau tidak, setelah mengetahui bahwa bayinya
sempurna ibu biasanya akan merasa lebih lega
e) Apakah Ibu Sanggup Merawat Bayinya.
Sebagai ibu atau ibu muda biasanya ada fikiran yang
melintas apakah ia mampu merawat dan bisa menjadi
seorang ibu yang baik untuk anaknya (Marmi, 2016).
2) Perubahan psikologis Kal II
Perubahan psikologis keseluruhan seorang wanita yang sedang
mengalami persalinan sangat bervariasi, tergantung pada persiapan dan
bimbingan antisipasi yang ia terima selama persiapan mengahadapi
persalinan, dukungan yang diterima wanita dari pasangannya, orang
terdekat lain, keluarga dan pemberi perawatan, lingkungan tempat
wanita tersebut berada dan apakah bayi yang dikandungnya merupakan
bayi yang diinginkan atau tidak.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang wanita di
lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka yang
mendampinginya, sangat mempengaruhi aspek psikologis pada saat
kondisinya sangat rentan setiap kali kontraksi timbul juga pada saat
nyerinya timbul secara berkelanjutan (Marmi, 2016).
3) Perubahan Psikologis Kala III
Ibu merasa lega, bahagia, namun sangat lelah karena sudah
melewati peristiwa yang sangat berkesan. Sebagian besar wanita akan
segera ingin melihat dan memeluk bayinya. Namun kembali
memikirkan keadaan dirinya yaitu pengeluaran plasenta dan keadaan
vagina, apakah perlu dijahit atau tidak (Eniyati & Putri, 2012).
4) Perubahan Psikologis Kal IV
Setelah yakin dirinya aman, maka kala IV ini perhatian wanita
tercurah pada bayinya. Wanita ingin selalu berada dekat dengan
bayinya terkadang sambil memeriksa apakah keadaan tubuh bayinya
normal. Sehingga bonding attachment sangat diperlukan saat ini.
Sehingga dihindarkan pemberian susu formula (Eniyati & Putri, 2012).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a. Power (Kekuatan)
Kekuatan his yang adekuat dan tambahan kekuatan mengejan Manuaba
(2007). Kontraksi uterus involunter yang dibantu oleh daya dorong ibu
selama kala dua, harus memiliki kekuatan yang adekuatdengan koordinasi
aktivitas otot (Reeder, 2014)
b. Passage (Jalan lahir)
Jalan lahir harus memiliki ukuran dan konfigurasi yang sesuai, tidak
memberikan rintangan yang tidak semestinya pada penurunan, rotasi, dan
pengeluaran bayi baru lahir (Reeder, 2014)
c. Passenger (janin)
Janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa
faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin
d. Psikologi
Respon psikologis ibu dapat mempengaruhi kemajuan persalinan dan
mungkin memperlemah tenaga. Misalnya ketakolamin maternal
disekresikan jika wanita yang tengah bersalin mengalami cemas. Pelepasan
hormon stress ini menghambat kontraksi uterus dan mengganggu aliran
darah plasenta (Reeder, 2014).
Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat akan membantu
memperlancar proses persalinan yang sedang berlangsung. Tindakan
mengupayakan rasa nyaman dengan menciptakan suasana yang nyaman
dalam kamar bersalin, memberi sentuhan, memberi penenangan nyari non
farmakologi, memberi analgesia jika diperlukan dan yang paling penting
berada disisi pasien adalah bentuk-bentuk dukungan psikologis. Dengan
kondisi psikologis yang positif proses persalinan akan berjalan lebih mudah
(Sumarah, 2009).
e. Penolong
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu atau janin. Pertemuan konsultasi
dan menyampaikan keluhan, menciptakan hubungan saling mengenal antar
calon ibu dengan bidan atau dokter yang akan menolongnya.
Kedatangannya sudah mencerminkan adanya “informed consent” artinya
telah menerima informasi dan dapat menyetujui bahwa bidan atau dokter
itulah yang akan menolong persalinannya. Pembinaan hubungan antara
penolong dan ibu saling mendukung dengan penuh kesabaran sehingga
persalinan dapat berjalan dengan lancar.
Keberadaan bidan atau dokter sangat penting untuk memberikan
semangat sehingga persalinan dapat berjalan baik. Untuk menambah
kepercayaan ibu, sebaiknya setiap kemajuan diterangkan sehingga
semangat dan kemampuannya untuk mengkoordinasikan kekuatan
persalinan dapat dilakukan. Pemindahan penderita keruangan dimana
anaknya telah menunggu, masih merupakan tanggung jawab bidan atau
dokter paling sedikit selama 2 jam pertama (Bandiyah, 2009)
4. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin
Menurut Abraham Maslow, kebutuhan dasarmanusia adalah suatu
kebutuhan manusia yangpaling dasar/pokok/utama yang apabila
tidakterpenuhi akan terjadiketidakseimbangan di dalamdiri manusia.
Kebutuhan dasar manusia terdiri dari: kebutuhan siologis (tingkatan yang
paling rendah/dasar), kebutuhan rasa aman dan perlindungan,kebutuhan akan
dicintai dan mencintai, kebutuhanharga diri, dan kebutuhan akan aktualisasi
diri. Kebutuhan siologis diantaranya seperti:kebutuhan akan oksigen, cairan
(minuman), nutrisi(makanan), keseimbangan suhu tubuh, eliminasi,tempat
tinggal, personal hygiene, istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual.
a. Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin
1) Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan kebutuhan oksigen selama proses persalinan perlu
diperhatikan oleh bidan,terutama pada kala I dan kala II, dimana
oksigen yang ibu hirup sangat penting artinya untukoksigenasi janin
melalui plasenta. Suply oksigen yang tidak adekuat, dapat
menghambatkemajuan persalinan dan dapat mengganggu kesejahteraan
janin. Oksigen yang adekuatdapat diupayakan dengan pengaturan
sirkulasi udara yang baik selama persalinan.Ventilasi udara perlu
diperhatikan, apabila ruangan tertutup karena menggunakan AC,maka
pastikan bahwa dalam ruangan tersebut tidak terdapat banyak orang.
Hindarimenggunakan pakaian yang ketat, sebaiknya penopang
payudara/BH dapat dilepas/dikurangi kekencangannya. Indikasi
pemenuhan kebutuhan oksigen adekuat adalah Denyut Jantung Janin
(DJJ) baik dan stabil.( Endang S, (2020)
2) Kebutuhan Cairan Dan Nutrisi
Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum) merupakan
kebutuhan yang harusdipenuhi dengan baik oleh ibu selama proses
persalinan. Pastikan bahwa pada setiaptahapan persalinan (kala I, II, III,
maupun IV), ibu mendapatkan asupan makan dan minumyang cukup.
Asupan makanan yang cukup (makanan utama maupun
makananringan), merupakan sumber dari glukosa darah. Glukosa darah
merupakan sumberutama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar gula darah
yang rendah akan mengakibatkanhipoglikemia. Sedangkan asupan
cairan yang kurang, akan mengakibatkan dehidrasipada ibi
bersalin.Pada ibu bersalin, hipoglikemia dapat mengakibatkan
komplikasi persalinan baik ibumaupun janin. Pada ibu, akan
mempengaruhi kontraksi/his, sehingga akan menghambatkemajuan
persalinan dan meningkatkan insiden persalinan dengan tindakan,
sertadapat meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Pada janin,
akan mempengaruhikesejahteraan janin, sehingga dapat mengakibatkan
komplikasi persalinan seperti asfiksia.
Dehidrasi pada ibu bersalin dapat mengakibatkan melambatnya
kontraksi/his, danmengakibatkan kontraksi menjadi tidak teratur. Ibu
yang mengalami dehidrasi dapatdiamati dari bibir yang kering,
peningkatan suhu tubuh, dan eliminasi yang sedikit
Dalam memberikan asuhan, bidan dapat dibantu oleh anggota
keluarga yang mendampingiibu. Selama kala I, anjurkan ibu untuk
cukup makan dan minum, untuk mendukungkemajuan persalinan. Pada
kala II, ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi, karenaterjadi
peningkatan suhu tubuh dan terjadinya kelelahan karena proses
mengejan. Untukitu disela-sela kontraksi, pastikan ibu mencukupi
kebutuhan cairannya (minum). Pada kalaIII dan IV, setelah ibu
berjuang melahirkan bayi, maka bidan juga harus memastikan
bahwaibu mencukupi kebutuhan nutrisi dan cairannya, untuk mencegah
hilangnya energi setelahmengeluarkan banyak tenaga selama kelahiran
bayi pada kala II. ( Endang S, (2020)
3) Kebutuhan Eliminasi
Pemenuhan kebutuhan eliminai selama persalinan perlu difasilitasi
oleh bidan, untukmembantu kemajuan persalinan dan meningkatkan
kenyamanan pasien. Anjurkan ibuuntuk berkemih secara spontan
sesering mungkin atau minimal setiap 2 jam sekali selamapersalinan.
Kandung kemih yang penuh, dapat mengakibatkan:
a. Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke dalam
rongga panggul,terutama apabila berada di atas spina isciadika
b. Menurunkan efisiensi kontraksi uterus/his
c. Meningkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu karena
bersama dengan munculnya kontraksi uterus
d. Memperlambat kelahiran jani
e. Memperlambat kelahiran plasenta
f. Mencetuskan perdarahan pasca persalinan, karena kandung kemih
yang penuh menghambat kontraksi uterus
Apabila masih memungkinkan, anjurkan ibu untuk berkemih di
kamar mandi, namunapabila sudah tidak memungkinkan, bidan
dapat membantu ibu untuk berkemih denganwadah penampung
urin. Bidan tidak dianjurkan untuk melakukan kateterisasi
kandungkemih secara rutin sebelum ataupun setelah kelahiran bayi
dan placenta. Kateterisasikandung kemih hanya dilakukan apabila
terjadi retensi urin, dan ibu tidak mampu untukberkemih secara
mandiri. Kateterisasi akan meningkatkan resiko infeksi dan trauma
atauperlukaan pada saluran kemih ibu ( Endang S, 2020)
4) Kebutuhan Hygiene (kebersihan Personal)
Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu bersalin perlu diperhatikan
bidan dalam memberikanasuhan pada ibu bersalin, karena personal
hygiene yang baik dapat membuat ibu merasaaman dan relax,
mengurangi kelelahan, mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi
darah, mempertahankan integritas pada jaringan dan memelihara
kesejahteraan fsik dan psikis.
Tindakan personal hygiene pada ibu bersalin yang dapat dilakukan
bidan diantaranya:membersihkan daerah genetalia (vulva-vagina, anus),
dan memfasilitasi ibu untukmenjaga kebersihan badan dengan mandi.
Mandi pada saat persalinan tidak dilarang.Pada sebagian budaya, mandi
sebelum proses kelahiran bayi merupakan suatu hal yangharus
dilakukan untuk mensucikan badan, karena proses kelahiran bayi
merupakan suatu proses yang suci dan mengandung makna spiritual
yang dalam. Secara ilmiah, selain dapatmembersihkan seluruh bagian
tubuh, mandi juga dapat meningkatkan sirkulasi darah,sehingga
meningkatkan kenyamanan pada ibu, dan dapat mengurangi rasa sakit.
Selama proses persalinan apabila memungkinkan ibu dapat diijinkan
mandi di kamar mandi denganpengawasan dari bidan.
Pada kala I fase aktif, dimana terjadi peningkatan bloodyshow dan
ibu sudah tidak mampu untukmobilisasi, maka bidan harus membantu
ibuuntuk menjaga kebersihan genetalianya untukmenghindari terjadinya
infeksi intrapartumdan untuk meningkatkan kenyamanan ibubersalin.
Membersihkan daerah genetaliadapat dilakukan dengan melakukan
vulvahygiene menggunakan kapas bersih yang telahdibasahi dengan air
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), hindari penggunaan air yang
bercampurantiseptik maupun lissol. Bersihkan dari atas(vestibulum), ke
bawah (arah anus). Tindakan ini dilakukan apabila diperlukan, misal
setelahibu BAK, setelah ibu BAB, maupun setelah ketuban pecah
spontan.Pada kala II dan kala III, untuk membantu menjaga kebersihan
diri ibu bersalin, maka ibudapat diberikan alas bersalin (under pad)
yang dapat menyerap cairan tubuh (lendir darah darah, air ketuban)
dengan baik. Apabila saat mengejan diikuti dengan faeses, maka
bidanharus segera membersihkannya, dan meletakkannya di wadah
yang seharusnya. Sebaiknyahindari menutupi bagian tinja dengan tisyu
atau kapas ataupun melipat undarpad ( Endang S, 2020).
5) Kebutuhan Istirahat
Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu
bersalin tetap harusdipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I,
II, III maupun IV) yang dimaksud adalahbidan memberikan kesempatan
pada ibu untuk mencoba relax tanpa adanya tekanan emosional dan
fsik. Hal ini dilakukan selama tidak ada his (disela-sela his). Ibu bisa
berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat his, makan atau
minum, atau melakukan halmenyenangkan yang lain untuk melepas
lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat tidur.Namun pada kala II,
sebaiknya ibu diusahakan untuk tidak mengantuk.Setelah proses
persalinan selesai (pada kala IV), sambil melakukan observasi, bidan
dapatmengizinkan ibu untuk tidur apabila sangat kelelahan. Namun
sebagai bidan, memotivasiibu untuk memberikan ASI dini harus tetap
dilakukan. Istirahat yang cukup setelah prosespersalinan dapat
membantu ibu untuk memulihkan fungsi alat-alat reproduksi
danmeminimalisasi trauma pada saat persalinan ( Endang S, 2020).
6) Kebutuhan Ambulasi
Posisi persalinan yang akan dibahas adalah posisi persalinan pada
kala I dan posisi meneranpada kala II. Ambulasi yang dimaksud adalah
mobilisasi ibu yang dilakukan pada kala I.
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan
terus berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap
tenang dan rileks, maka bidan sebaiknyatidak mengatur posisi
persalinan dan posisi meneran ibu. Bidan harus memfasilitasi ibu dalam
memilih sendiri posisi persalinan dan posisimeneran, serta menjelaskan
alternatif-alternatifposisi persalinan dan posisi meneran bila posisi
yangdipilih ibu tidak efektif.Bidan harus memahami posisi-posisi
melahirkan,bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiranbayi dapat
berjalan senormal mungkin. Denganmemahami posisi persalinan yang
tepat, makadiharapkan dapat menghindari intervensi yang tidakperlu,
sehingga meningkatkan persalinan normal.Semakin normal proses
kelahiran, semakin amankelahiran bayi itu sendiri ( Endang S, 2020).
7) Kebutuhan pengurangan Rasa Nyeri
Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi
fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan
serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis
terhadap nyeri meliputi: peningkatan tekanan darah, denyut nadi,
pernafasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot. Rasa nyeri
ini apabila tidak diatasi dengan tepat, dapat meningkatkan rasa
khawatir, tegang, takut dan stres, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya persalinan lama.
Rasa nyeri selama persalinan akan berbeda antara satu dengan
lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri,
diantaranya: jumlah kelahiran sebelumnya (pengalaman persalinan),
budaya melahirkan, emosi, dukungan keluarga, persiapan persalinan,
posisi saat melahirkan, presentasi janin, tingkat beta-endorphin,
kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang nyeri alami.
Beberapa ibu melaporkan sensasi nyeri sebagai sesuatu yang
menyakitkan. Meskipun tingkat nyeri bervariasi bagi setiap ibu
bersalin, diperlukan teknik yang dapat membuat ibu merasa nyaman
saat melahirkan ( Endang S, 2020).
8) Penjaitan Perinum Bila Diperlukan
Proses kelahiran bayi dan placenta dapat menyebabkan berubahnya
bentuk jalan lahir,terutama adalah perineum. Pada ibu yang memiliki
perineum yang tidak elastis, makarobekan perineum seringkali terjadi.
Robekan perineum yang tidak diperbaiki, akanmempengaruhi fungsi
dan estetika. Oleh karena itu, penjahitan perineum merupakansalah satu
kebutuhan fisiologis ibu bersalin. Dalam melakukan penjahitan
perineum, bidan perlu memperhatikan prinsip sterilitas dan asuhan
sayang ibu. Berikanlah selalu anastesisebelum dilakukan penjahitan.
Perhatikan juga posisi bidan saat melakukan penjahitanperineum.
Posisikan badan ibu dengan posisi litotomi/dorsal recumbent, tepat
berada didepan bidan. Hindari posisi bidan yang berada di sisi ibu saat
menjahit, karena hal ini dapatmengganggu kelancaran dan kenyamanan
tindakan.Kebutuhan Akan Proses Persalinan Yang Tersatandar
Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan persalinan yang
terstandar merupakan hak setiap ibu. Hal ini merupakan salah satu
kebutuhan fsiologis ibu bersalin, karena dengan pertolongan persalinan
yang terstandar dapat meningkatkan proses persalinan yang
alami/normal.Hal yang perlu disiapkan bidan dalam memberikan
pertolongan persalinan terstandardimulai dari penerapan upaya
pencegahan infeksi. Cuci tangan sebelum dan sesudahmelakukan
tindakan dengan menggunakan sabun dan air mengalir dapat
mengurangirisiko penularan infeksi pada ibu maupun bayi. Dilanjutkan
dengan penggunaan APD(alat perlindungan diri) yang telah disepakati.
Tempat persalinan perlu disiapkan denganbaik dan sesuai standar,
dilengkapi dengan alat dan bahan yang telah direkomendasikan
Kemenkes dan IBI. Ruang persalinan harus memiliki sistim
pencahayaan yang cukup dansirkulasi udara yang baik. Dalam
melakukan pertolongan persalinan, bidan sebaiknya tetap menerapkan
APN (asuhanpersalinan normal) pada setiap kasus yang dihadapi ibu.
Lakukan penapisan awal sebelummelakukan APN agar asuhan yang
diberikan sesuai. Segera lakukan rujukan apabila ditemukan
ketidaknormalan ( Endang S, 2020).
b. Kebutuhan Psikologi Ibu Bersalin
1) Pemberian Sugesti
Pemberian sugesti bertujuan untuk memberikan pengaruh pada ibu
dengan pemikiran yangdapat diterima secara logis. Sugesti yang
diberikan berupa sugesti positif yang mengarahpada tindakan
memotivasi ibu untuk melalui proses persalinan sebagaimana
mestinya.Menurut psikologis sosial individu, orang yang mempunyai
keadaan psikis labil akan lebihmudah dipengaruhi/mendapatkan sugesti.
Demikian juga pada wanita bersalin yang manakeadaan psikisnya
dalam keadaan kurang stabil, mudah sekali menerima
sugesti/pengaruh.Sugesti positif yang dapat diberikan bidan pada ibu
bersalin diantaranya adalah denganmengatakan pada ibu bahwa proses
persalinan yang ibu hadapi akan berjalan lancar dannormal, ucapkan hal
tersebut berulang kali untuk memberikan keyakinan pada ibu
bahwasegalanya akan baik-baik saja. Contoh yang lain, misal saat
terjadi his/kontraksi, bidanmembimbing ibu untuk melakukan teknik
relaksasi dan memberikan sugesti bahwa denganmenarik dan
menghembuskan nafas, seiring dengan proses pengeluaran nafas, rasa
sakitibu akan berkurang.Sebaiknya bidan selalu mengucapkan kata-kata
positif yang dapat memotivasi ibu ( Endang S, 2020)
2) Mengalihkan Perhatian
Mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang dihadapi selama proses
persalinan berlangsungdapat mengurangi rasa sakit yang sebenarnya.
Secara psikologis, apabila ibu merasakansakit, dan bidan tetap fokus
pada rasa sakit itu dengan menaruh rasa empati/belas kasihanyang
berlebihan, maka rasa sakit justru akan bertambah.Upaya yang dapat
dilakukan bidan dan pendamping persalinan untuk mengalihkan
perhatianibu dari rasa sakit selama persalinan misalnya adalah dengan
mengajaknya berbicara,sedikit bersenda gurau, mendengarkan musik
kesukaannya atau menonton televisi
Saat kontraksi berlangsung dan ibu masih tetap merasakan nyeri
pada ambang yang tinggi,maka upaya-upaya mengurangi rasa nyeri
misal dengan teknik relaksasi, pengeluaran suara,dan atau pijatan harus
tetap dilakukan ( Endang S, 2020).
3) Membangun Kepercayaan
Kepercayaan merupakan salah satu poin yang penting dalam
membangun citra diri positifibu dan membangun sugesti positif dari
bidan. Ibu bersalin yang memiliki kepercayaan diriyang baik, bahwa dia
mampu melahirkan secara normal, dan dia percaya bahwa
prosespersalinan yang dihadapi akan berjalan dengan lancar, maka
secara psikologis telah mengaaffirmasi alam bawah sadar ibu untuk
bersikap dan berperilaku positif selama proses persalinan berlangsung
sehingga hasil akhir persalinan sesuai dengan harapan ibu. Untuk
membangun sugesti yang baik, ibu harus mempunyai kepercayaan pada
bidansebagai penolongnya, bahwa bidan mampu melakukan
pertolongan persalinan dengan baiksesuai standar, didasari pengetahuan
dasar dan keterampilan yang baik serta mempunyaipengalaman yang
cukup. Dengan kepercayaan tersebut, maka dengan sendirinya
ibubersalin akan merasa aman dan nyaman selama proses persalinan
berlangsung ( Endang S, 2020).
5. Asuhan Pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan Modul Pelatihan Midwifery Update (MU) IBI tahun 2021
dijabarkan mengenai penatalaksaan asuhan pada neonatus atau bayi baru lahir
yang meliputi diantaranya :
a. Persiapan Penanganan BBL
1) Persiapan Diri
Bertujuan agar penolong persalinan berada dalam kondisi bersih
dan terlindungi antara lain : melakukan kebersihan tangan dan
menggunakan alat pelindung diri (APD) secara lengkap
2) Persiapan Alat
Persiapan alat dan bahan bertujuan untuk memastikan semua
peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam menangani
BBL dalam keadaan siap pakai, besrih dan lengkap
3) Persiapan Tempat
a. Ruangan hangat dan terang
b. Tempat resusitasi bersih, kering, hangat, datar, rata dan
cukup keras
c. Nyalakan infant radian warmer 20 menit sebelum persalinan
d. Jika tidak ada infatnt radian warmer , gunakan meja resusitasi
dengan lampu pijar 60 watt yang berjarak 60 cm dari bayi
4) Persiapan Keluarga
a. Memberikan komunikasi informasi edukasi (KIE) serta
dukungan kepada ibu dan keluarga selamaproses persalinan
b. Persiapan laktasi dan perawatan bayi sehar- hari
c. Mengenal tanda – tanda bahaya pada ibu dan bayi
e. Penilaian Awal BBL
Tujuan penilaian awal BBL untuk memastikan apakah bayi
memerlukan ventilasi atau tidak. Langkah – langkah penilaian awal
sebagai berikut :
Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial ,
Kemenkes RI, 2010

f. Asuhan Pada BBL


1) Menjaga Bayi Tetap Hangat

Mekanisme pengaturan suhu tubuh bayi saat lahir belum


berfungsi sempurna, sehingga jika tidak segera dilakukan
pencegahan kehilangan panas tubuh bayi akan mengalami
hipotermia. Bayi dengan hipotermi beresiko mengalami
penyakit berat bahkan kematian. Mekanisme kehilangan panas
tubuh bayi baru lahir (BBL) dapat melalui berbagai cara yaitu
dengan evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi.
a. Evaporasi adalah kehilangan panas akibat penguapan cairan ketuban
pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri. Hal ini
merupakan jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas
juga terjadi jika saat lahir tubuh bayi tidak segera dikeringkan atau
terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan
diselimuti.
b. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur
atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi
akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi
apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.
c. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau
ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami
kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika ada aliran udara
dingin dari kipas angin, hembusan udara dingin melalui
ventilasi/pendingin ruangan.
d. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi
ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih
rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi dapat kehilangan panas dengan
cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh
bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
2) Inisisai Menyusui Dini
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah proses menyusui dini segera
setelah lahir dengan cara kontak kulit ke kulit antara bayi dengan
ibu, minimal 1 jam IMD dilakukan pada semua bayi dalam kondisi
bugar tanpa memandang jenis persalinan.
1. Lakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayu selama paling
sedikit satu jam
a. Setelah tali pusat dipotong dan diikat , letakkan bayi
tengkurap diatas perut ibu tapa pakaian /bedong , kulit
bayi melekat pada kulit ibu, kepala bayi harus berada di
antara payudara tetapi lebih rendah dari puting
b. Selimuti bayi dan ibu dengan kain hangat dan pasang
topi dikepala bayi
c. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Jika
perlu letakan bantal di bawah kepala ibu untuk
mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi
2. Pemantauan Bayi Saat IMD
Pementauan dengan memperhatikan hal – hal sebagai
berikut:
a. Posisi mulut, hidung diposissikan dalam keadaan
yang terlihat dan tidak terhalang
b. Warna kulit warna pink
c. Pernafasan nafas normal (tidak ada retraksi atau
pernafasan cuping hidung, laju pernafasan normal 40-
60 x / menit
d. Suhu tubuh bayi pada 60 dan 120 menit setelah
kelahiran (kisaran normal 36,5˚C – 37,5 ˚C)
e. Ibu dan bayi tidak pernah ditinggal sendirian
f. Sebaiknya pemantauan dilakukan setiap 15 menit
sampai 2 jam post partum
3) Pemberian Identitas
Semua BBL harus segera mendapatkan tanda berupa gelang
pengenal minimala besisi tentang nama ibu, ayah, tanggal ,
jamlahir dan jenis kelamin. Kemudian melengkapi rekam medis
dan cap sidik telapak kaki.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
menyatakan bahwa setiap anak berhak atas identitas diri. Tenaga
kesehatan sebagai penolong persalinan menuliskan keterangan
lahir untuk digunakan orang tua dalam memperoleh akte
kelahiran bayi, lembar keterangan lahir terdapat di dalam Buku
KIA
4) Pemberian Vit K
Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum
sempurna, maka semua bayi akan berisiko untuk mengalami
perdarahan tidak tergantung apakah bayi mendapat ASI atau susu
formula atau usia kehamilan dan berat badan pada saat lahir.
Perdarahan bisa ringan atau menjadi sangat berat, berupa
perdarahan pada Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ataupun
perdarahan intrakranial.
Untuk mencegah kejadian diatas, maka pada semua bayi baru
lahir, apalagi Bayi Berat Lahir Rendah diberikan suntikan
vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal,
intra muskular pada antero lateral paha kiri. Untuk bayi lahir
sangat rendah (≤ 1500 gram) atau lahir di gestasi ≤ 32 minggu
maka dosis vitamin K yang diberikan adalah 0,5 mg ( Pedoman
kesehatan Neonatal Esensial, 2018)
5) Pemeberian salep / Tetes Mata Antibiotik
Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi mata
Pencegahan infeksi mata dianjurkan menggunakan salep mata
antibiotik tetrasiklin 1% sebaiknya diberikan sebaiknya 1 jam
setelah lahir ( setelah IMD dan bayi selesai menyusu)
6) Pemeriksaan Fisik
Prinsip :
a. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang dan
kondisi telanjang
b. Pemeriksaan tidak harus dilakukan berurutan dahulukan
menilai pernafasan, tarikan dinding dada kedalam, denyut
jantung dan kondisi perut
c. Pemeriksaan fisik memperhatikan hal- hal sebagai
berikut:

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial ,


Kemenkes RI, 2010
Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial ,
Kemenkes RI, 2010

7) Pemeriksaan Refleks
Beberapa gerak reflek diantaranya :
a. Breathing Reflex yaitu refleksberupa menghirup dan
menghembuskan nafas secara berulang - ulang
b. Eyeblink Reflex yaitu refleks menutup mata dan
mengejapkan mata , yang bertujuan untu melindungi
mata , bertahan secraa permanen
c. Pupilary Reflex yaitu refleks berupa menyempitkan pupil
mata terhadap cahaya terang dan membesarkan pupil
mata pada lingkungan yang gelap.
d. Rooting reflex yaitu refleks berupa memalingkan pipi
kearah rangsangan sentuhan dan akan melemah setelah
usia 6 bulan
e. Sucking reflex yaitu refeleks menghisap benda yang
ditempatkan dimulutnya akan berubah setelah beberapa
bulan melalui pengalaman
f. Swallowing reflex yaitu refleks menelan yang
memungkinkan bayi memasukan makanan bersifat
permanen tetapi berubah melalui pengalaman
g. Babinski reflex yaitu berupa jari – jari kaki yang
mencekram ketika bagian bawah kaki diusap dan akan
menghilang dalam waktu 8 -12 bulan.
h. Grapsing reflex yaitu berupa jari –jari tangan mencekram
benda – benda disekitar yang disentuh kebayi dan akan
menghilang dalam waktu 3- 4 bulan.
8) Pemberian Imunisasi Hepatitis B (Hep -0)
Imunisasi Hepatitis B pertama (HB 0) diberikan 2-3 jam
setelah pemberian Vitamin K1 secara intramuskular .Imunisasi
Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B
terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Penularan
Hepatitis pada bayi baru lahir dapat terjadi secara vertikal
(penularan ibu ke bayinya pada waktu persalinan) dan horisontal
(penularan dari orang lain). Dengan demikian untuk mencegah
terjadinya infeksi vertikal, bayi harus diimunisasi Hepatitis B
sedini mungkin. Penderita Hepatitis B ada yang sembuh dan ada
yang tetap membawa virus Hepatitis B didalam tubuhnya sebagai
carrier (pembawa) hepatitis. Resiko penderita Hepatitis B untuk
menjadi carrier tergantung umur pada waktu terinfeksi. Jika
terinfeksi pada bayi baru lahir, maka risiko menjadi carrier 90%.
Sedangkan yang terinfeksi pada umur dewasa risiko menjadi
carrier 5-10%.
Imunisasi Hepatitis B (HB-0) harus diberikan pada bayi
umur 0 – 7 hari karena:
a. Sebagian ibu hamil merupakan carrier Hepatitis B.
b. Hampir separuh bayi dapat tertular Hepatitis B pada saat
lahir dari ibu pembawa virus.
c. Penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut
menjadi Hepatitis menahun, yang kemudian dapat
berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati primer
d. Imunisasi Hepatitis B sedini mungkin akan melindungi
sekitar 75% bayi dari penularan Hepatitis B.
9) Penilaian Skor New Ballard
Penilaian usia kehamilan tidak boleh dilakukan terburu –
buru tapi harus sistematis dan dilakukan saat bayi stabil dan
dalam keadaan tenang dan biasa. Maturitas fisik paling kaurat
dilakukan segera setalh bayi lahir. Jika bayi mengalami proses
yang sulit selama persalinan dan kelahiran atau terkena efek obat
persalinan maturitas neurologisnya tidak bisa dinilai secar akurat.
Pada waktu ini dan dengan demikian harus diulang setelah 24
jam.
Jika penilaian neurologis tidak dapat dilakukan , perkiraan usia
kehamilan bisa dilakukan berdasarkan skor ganda penilaian
fisik .prosedur penilaian harus dilakuakn dengan tepat dan
petugas pemeriksa berikutnya harus mempunyai kesempatan
untuk mengkaji prosedur dengan staff yang lebih berpengalaman.
1) Menilai maturitas fisik bayi dan diberi tanda “X” pada
kotak dalam formulir yang menjelaskan tentang bayi. Jika
pemeriksaan kedua dilakukan tuliskan “o” pada kotak
yang benar
2) Menilai maturitas neuromuskuler bayi dan tulisan “x”
pada kotak dalam formulir yang paling menjelaskan
tentang bayi . jika pemeriksaan kedua dilakuakn “o” pada
kotak yang benar
a. Postur: Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi
saat istirahat dan adanya tahanan saat otot diregangkan. Pada
bayi prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat
perlawanan, sedangkan pada bayi yang mendekati matur
menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.
b. Square window: pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan
menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan
lembut. Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan
terhadap peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi
pada pergelangan tangan.
c. Arm recoil: Dievaluasi pada saat bayi terlentang. Pegang
kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah sejauh
mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan
lepaskan. Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan.Skor 0:
tangan tetap terentang/gerakan acak.
a. Skor 1: fleksi parsial 140-180 derajat
b. Skor 2: felski parsial 110-140 derajat
c. Skor 3: fleksi parsial 90-100 derjat
d. Skor 4: kembali ke fleksi penuh.
d. Popliteal Angle: bayi berbaring terlentang, tanpa popok,
paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk
penuh. Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa
memegang kaki satu sisi dengan lembut dengan satu tangan
sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain.
Jangan memberikan tekanan pada paha belakang. Kaki bayi
diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap
ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk antara paha dan betis di
daerah popliteal. Pastikan pemeriksa harus menunggu
sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum
melakukan ekstensi kaki.
e. Scarf sign: Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang
bahu. Bayi berbaring terlentang, pemeriksa mengarahkan
kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan
bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu
jari dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku
bayi. Amati posisi siku pada dada bayi.
a. Skor -1: penuh pada tingkat leher
b. Skor 0: garis aksila kontralateral
c. Skor 1: kontralateral baris puting
d. Skor 2: prosesu xypohid
e. Skor 3: garis puting ipsilateral
f. Skor 4: garis aksila ipsilateral.
f. Heel to Ear: Manuver ini menilai tonus pasif ototo fleksor
pada gelang panggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu
pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik
sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa,
pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan
amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi
lutut. Resistensi tumit ketika berada pada atau dekat
telinga (-1), hidung (0), dagu (1), puting barus (2), daerah
pusar (3), dan lipatan femoralis (4).

a. Penilian  maturitas neuromuskular

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial ,


Kemenkes RI, 2010
b. Penilaian maturitas fisik

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial ,


Kemenkes RI, 2010

Gunakan perkiraan usia kehamilan dalam perkiraan usia kehamilan


menurut skor maturitas, dokumentasikan berat, panjang dan lingkar
kepala bayi
a) BMK (Besar Masa Kehamilan) di atas 90 persentil
b) SMK (Sesuai Masa Kehamilan ) 10-90 persentil
c) KMK (Kecil Masa Kehamilan ) dibawah 10 persentil
3) Pendokumentasian Asuhan BBL
Catat hasil pemeriksaan di formulir bayi baru lahir .formulir ini
merupakan catatan medik yang harus disimpan oleh petugas
kesehatan . tuliskan juga hasil pemeriksaan di buku kesehatan
ibu dan anak (KIA) beberapa informasi yang diperlukan sesuai
dengan petunjuk penulisan buku KIA.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Asuhan persalian yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai
derajat kesehtan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang
terinegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan
dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal. Dengan pendekatan
asuhan pelayanan kebidanan dalam asuhan persalianan dan BBL agar
intervensi yang diaplikasikan harus berdasarkan SOP dan bukti ilmiah yang
berdasarkan evidencebased. Agar asuhan kebidanan pada persaliann dan BBL
memberi manfaat bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
Praktik asuhan kebidanan pada persalianan dan BBL yang meliputi,
konsep persalianan, perubahan fisiologis dan psikologis dalam persalianan,
faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan, kebutuhan dasar ibu bersalain
yang meliputi kebutuhan fisiologis dan psikologis serta asuah pada bayi baru
lahir sesuai dengan padoman pelayanan kesehatan neonatal esensial, yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas serta derajat kesehatan masyarakat
khususnya ibu dan anak.
2. Saran
a. Bagi mahasiswa
Dapat memberikan atau menyarankan pemberian asuhan persalian dan BBL
yang sesuai dengan standar.
b. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan dapat melakukan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu
bersalin dan BBL sessui SOP secara mandiri maupun kolaboratif.
c. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat khususnya ibu bersalin agar dapat meningkatkan
pengetahuan berkaitan dengan kesehatan dalam masa persalina.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilian, Solechatin Venna, Wagiyo, dan Elisa (2016).Efektivitas Massase Fundus Uteri
Terhadap Volume Lochea Rubra pada Kala IV di Rumah Sakit Tugurejo Semarang.

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial , Kemenkes RI, 2010


Diana. Model Asuhan Kebidanan Continuity of Care; 2017

Diponegoro, AM dan S.F. Budi Hastuti (2009).Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Lama
Persalinan Kala II pada Ibu Primipara.Jurnal Humanitas. Vol (6) : 2.

Eniyati & Melisa (2012). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Endang S, Ari K. (2020) Modul Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir
Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin. Australia Indonesia Partnership For Health System
Strengthening (AIPHS)

Ermalena, M.H.S. and RI, W., 2017. Indikator Kesehatan SDGs di Indonesia. The 4th
ICTOH, Jakarta.

Happy dan Umu Hani.(2009).Hubungan Pendampingan Keluarga dengan Lamanya


Persalinan Kala II pada Ibu Multipara di Puskesmas Mergangasan. Yogyakarta
Tahun 2009.

Ika Pantiwati, dkk (2016). Efektivitas Posisi Persalinan Dengan Waktu Persalinan Kala II
Pada Ibu Bersalin Primipara Di RSKBD Panti Nugroho Purbalingga.

JNPK-KR. Pelatihan klinik asuhan persalinan normal. Jakarta: Depkes RI; 2014.

Kementerian Kesehatan RI (2013). Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir
di Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Jakarta: Kemenkes RI.

Manuaba, I. A. C. Manuaba, I. B. G. F dan Manuaba, I. B. G. (2013). Ilmu kebidanan,


Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2.EGC. Jakarta.
Marmi.(2011)Intranatal care asuhan kebidanan pada persalinan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Marmi (2016)Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta:Pustaka
Pelajar

Modul Pelatihan Midwifery Update (2021), Ikatan Bidan Indonesia

Nurasiah, A & Rukmawati, A. 2012. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan.Bandung: PT.
Refika Aditama

Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Prawirohardjo (2014). Ilmu Kebidanan; Jakarta; PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Puspita, E., 2014. Pemilihan penolong persalinan. Jurnal Health Quality, 5(1), pp.1-66.

Rafika.(2018).Waktu Penundaan Pengkleman Tali Pusat Berpengaruh Terhadap Kadar


Hemoglobin pada Bayi Baru Lahir. Window of Health:Jurnal Kesehatan.Vol (1):2

Reeder, S.J., Martin, L.L. & Koniak-Griffin, D. (2014). Keperawatan Maternitas: Kesehatan
Wanita, Bayi, & Keluarga, Volume 2, Edisi 18. Jakarta: EGC.

Rohani dkk (2013). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Salemba Medika

Rukiyah AY, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta: CV. TransInfoMedia

Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosastro S. (2014). Ilmu kebidanan sarwono


prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saifuddin, dkk. (2013). Determinan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini. Gorontalo.

Sarwono. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sulistyawati, A., Nugrahaeny (2013). Asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Salemba Medika

Sulisdian , Erfiani,Zulfa (2019) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Surkarta .CV OASE GRUP

Sumarah (2009). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya

Simkin, P. and Ancheta, R., 2005. Buku saku persalinan. Jakarta: EGC.

Varney, H., Kriebs JM., Gegor CL. (2008) Buku ajar asuhan kebidanan edisi 4. Jakarta:
EGC; 2008

Walyani ES, Purwoastuti TE. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press
Widiastini, Luh Putu. Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu bersalin dan bayi baru lahir. In
Media, 2018.

Yuliastanti, Triani, dan Novita Nurhidayati(2013). Pendampingan Suami dan Skala Nyeri
Pada Persalinan Kala 1 Fase Aktif. Jurnal Publikasi Kebidanan Akbid YLPP
Purwokerto. Vol (4).
LEMBAR KONSULTASI

Nama : Samini
Nim : 22390179
Pembimbing : Ana Mariza, S.ST., M.Kes
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Pada
Persalinan dan BBL

No Tanggal Catatan Pembimbing Paraf

1. 17 Januari 2023 - Konsultasi Jurnal Lanjutkan


pembuatan Lp dan Lk

2. 19 Januari 2023 - Revisi Lp dan Lk

3. 24 Januari 2023 - Revisi Lp dan Lk

4. 26 Januari 2023 - Acc Lp dan Lk

Anda mungkin juga menyukai