Landasan Teori Yang 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kerukunan

1. Pengertian Kerukunan

Kerukunan menurut Paulus Wirutomo yaitu upaya mempersatukan

makhluk sosial dengan memberikan rasa kenyamanan dan ketentraman

baik individu maupun kelompok dengan menggunakan konsep-kosep

tertentu agar tercipta integrasi sosial dalam masyarakat.1 Sedangkan

menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kerukunan merupakan

kesepakatan masyarakat yang dilaksanakan berdasarkan keragaman dalam

kehidupan sosial, baik budaya,etnis maupun agama untuk mencapai tujuan

bersama.

Kerukunan menurut Menurut Franz Magnis Suseno yaitu berada

dalam keselarasan, tanpa perselisihan, tentram yang bermaksud untuk

saling membantu. Keadaan yang harmonis dalam masyarakat merupakan

tujuan dari konsep kerukunan. Dalam hal ini yang dimaksud keadaan

harmonis yaitu ketika semua umat berada dalam kondisi yang damai antara

satu dengan yang lainnya, saling menerima, saling bekerja sama, dan

dalam kondisi yang tenang. Konsep kerukukun diharapkan dapat

diwujudkan dalam interaksi sosial terutama dalam kehidupan

1
Paulus Wirutomo, dkk, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: UI-Press,2012), 58.

19
20

masyarakat.2 Sedangkan Durkheim berpendapat bahwa kerukunan

merupakan proses interaksi antar umat beragama, yang membentuk ikatan

sosial dan tidak individualis untuk menciptakan sebuah keutuhan dalam

masyarakat yang berada dibawah peran tokoh masyarakat, tokoh agama

ataupun masyarakat itu sendiri yang memiliki peran tersendiri dalam

lingkungan tersebut. Durkheim menyimpulkan untuk mewujudkan

kerukunan maka harus menghapus diskriminasi dengan cara adanya

pengakuan dan penghormatan atas dasar pluralisme.3

Berdasarkan definisi secara umum maka kerukunan adalah suatu

sikap seseorang untuk menghargai kebebasan orang lain dan memberikan

kebenaran atas keberagaman untuk mendapatkan pengakuan HAM yang

bersifat harmonis dan damai meskipun mereka berbeda secara budaya,

suku, agama, ras dan golongan.

2. Trilogi Kerukunan

Pemerintah secara resmi menetapkan konsep kerukunan antar umat

beragama menjadi tiga kerukunan yang disebut dengan istilah “Trilogi

Kerukunan” yaitu:

a. Kerukunan dari dalam tiap-tiap individu umat dalam satu agama.

Yaitu kerukunan yang terjadi diantara agama-agama atau paham

madzhab-madzhab yang berada dalam suatu umat atau kelompok

agama.

2
Frans Magnis Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafah Tentang Kebijaksanaan Hidup,
(Jakrata: PT. Gramedia Pustaka Utama 1996),39.
3
Musahadi HAM, Mediasi dan Konflik di Indonesia, (Semarang: WMC 2007), 57.
21

b. Kerukunan antar umat atau kelompok keanekaragaman agama.

Yaitu kerukunan yang terjadi antara para pemeluk

keanekaragaman agama, seperti pemeluk agama Islam dengan

pemeluk agama Hindu, Budha, Kristen Protestan dan Katolik.

c. Kerukunan antar umat atau kelompok agama dengan pemerintah.

Yaitu agar diusahakan keharmonisan yang terjadi diantara para

penganut atau tokoh agama dengan para pejabat pemerintah untuk

saling toleransi dan tenggang rasa terhadap tugas masing-masing

dalam hal menciptakan masyarakat dan bangsa Indonesia yang

beragama4.

Dengan demikian kerukunan adalah proses kehidupan manusia

yang mempunyai peran dan tujuan tertentu yang harus diwujudkan secara

bersama-sama dengan cara saling tolong menolong, saling menghormati

dan menghargai dan saling menjaga antar sesama.

3. Dimensi Kerukunan Umat Beragama

Kerukunan umat beragama memberikan pemahaman kepada

masyarakat Indonesia bahwa konsep kerukunan beragama tidak hanya

menciptakan suasana batin yang penuh penuh rasa saling menghormati,

akan tetapi mewujudkan masyarakat Indonesia agar bisa saling bergotong

royong dalam kehidupan umat beragama yang harmonis itu jauh lebih

penting. Keadaan ini harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian

karena agama cenderung melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagian


4
Depag RI, Bingkai Teologi Kerukanan Hidup Umat Beragama Di Indonesia, (Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Agama Proyek Peningkatan Keukunan Umat Beragama Di
Indonesia 1997), 8-10.
22

dari mereka lebih fokus kepada kebenaran dari pada mencari kebenaran.5

Adapun dimensi kerukunan umat beragama yaitu:

a. Kulitas kerukunan umat beragama

Masyarakat perlu mengembangkan kualitas kerukunan umat

beragama ke dalam lima hal, yaitu: nilai religiusitas, keharmonisan,

kedinamisan, kreativitas, dan produktivitas.

Pertama: Setiap umat beragama harus menunjukkan kualitas

kerukunan dengan sikap religiusitasnya yang berlandaskan pada nilai

kesucian, kebaikan, kebenaran demi mencapai keselamatan dan

kesejahteraan umat. Kedua: Setiap umat beragama harus menerapkan

pola interaksi antas sesama agar tercipta hubungan yang harmonis,

yakni hubungan yang baik, tanpa konflik, sling menghormati, peduli,

saling menyayangi yang dilandaskan pada nilai persaudaraan,

kekeluargaan, dan persahabatan. Ketiga: Setiap umat beragama harus

menunjukkan pengembangan nilai nilai dinamik yang diwujudkan

dengan suasana yang menarik, bersemangat dan bergairah dalam

menunjukkan nilai kearifan, kepedulian dan kebajikan bersama.

Keempat: Setiap umat beragama harus pada pengembangan gagasan,

kekreatifan, usaha dan kreativitas bersama dalam berbagai sudut

pandang demi kemajuan bersama. Kelima: Setiap umat beragama

harus menunjukkan pengembangan nilai produktivitas yang terjadi

dalam masyarakat. Oleh karena itu, nilai kerukunan difokuskan pada

5
Drs. H. Hasbullah Mursyid, Dkk, Komplikasi Kebijakan Peraturan Perundang-Undangan
Kerukunan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama 2008), 5.
23

pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai

sosial praktis demi usaha mengentaskan kebodohan, ketertinggalan,

kemiskinan dengan cara melakukan baksos, mengembangkan amal

kebajikan, UMKM dan berbagai macam kerjasama sosial ekonomi

yang mensejahterakan masyarakat.6

b. Pedoman yang digunakan untuk menjalin kerukunan antar umat

beragama.

Adapun pedoman yang harus digunakan untuk menjalin

kerukunan antar umat beragama yaitu:

1) Toleransi

Setiap umat beragama harus meningkatkan, memupuk dan

menjaga keyakinannya masing-masing, dengan memperkuat

keyakinannya maka setiap umat beragama memiliki rasa toleransi

antar sesama. Jiwa toleransi tersebut dapat menghindari masalah

yang terjadi antara umat beragama.

2) Kebebasan Beragama.

Setiap manusia memiliki kebebasan untuk memeluk agama

apapun yang disukai. Dalam hal ini kebebasan beragama perlu

adanya pertimbangan psikologis dan sosilogis yang berarti bahwa

proses sosialisasi berdasarkan lingkungan, pendidikan dan

keterunan berpengaruh pada agama yang dianut oleh seseorang.

6
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, ( Jakarta: Puslitbang 2005), 12-13.
24

3) Menerima orang lain apa adanya.

Setiap individu harus bisa menerima kelebihan dan

kekurangan masing masing setiap umat, dengan cara memandang

agama lain tidak seperti agama yang dianut.

4) Berfikir positif.

Setiap umat beragama diharuskan memiliki sifat husnudzon.

Karena sifat husnudzon dapat menghindarkan dari konflik yang

bisa menimbulkan perpecahan antar umat beragama.7

Dalam hal ini konsep kerukunan dapat diwujudkan dalam sebuah

perbedaan agama, dimana dalam perbedaan agama tersebut kita tetap bisa

hidup secara berdampingan tanpa menjatuhkan agama yang lain. Sebagai

contoh yaitu Konsep kerukunan Pada Aliran Kerohanian Sapta Darma di

sanggar Candi Busana. Dari wawancara dengan salah satu pemilik Sanggar

Candi Busana, kerukunan dalam beragama harus dipegang kuat-kuat,

karena dengan kita memegang konsep kerukunan maka dalam

melaksanakan ritual keagamaan masing masing tidak akan terganggu. Kita

mempunyai pedoman sendiri sendiri dalam beragama dan kitapun harus

menghormati agama yang lain. Apalagi kita hidup berdampingan antar

umat beragama, apabila kita tidak memegang konsep kerukunan mungkin

yang terjadi kita setiap hari akan bertengkar dengan penganut agama lain.

7
Hamzah Tualeka Zn, Sosiologi Agama, (Surabaya: IAIN SA Press 2011), 156-161.
25

Maka dari itu junjung tinggi konsep kerukunan agar kehidupan beragama

dapat berjalan dengan baik dan tentram.8

B. Sapta Darma

1. Pengertian Sapta Darma

Kerohanian Sapta Darma memiliki tujuh ajaran suci. Semua

penganut aliran ini wajib menjalankan isi dari tujuh ajaran suci tersebut.

Sapta Darma memiliki arti. Sapta yang berarti tujuh, sedangkan Darma

yang berarati landasan dari sebuah perilaku, perilaku yang baik dan nilai

nilai perilaku dalam hidup.9

Adapun makana yang terkandung dalam ajaran aliran kerohanian

Sapta Darma yaitu:

a. Setia tuhu marang Allah Hyang

Yaitu Allah Yang Maha Besar, Allah Yang Maha Pengasih dan

Penyayang, Allah Yang Maha Adil, Allah Yang Maha Abadi, Allah

Yang Maha Menguasai. Sifat sifat tersebut tidak ada seorangpun yang

bisa menyamai dan menyerupai, karena Allah memeiliki sifat yang

abadi.

8
Wawancara kepada Bapak Paidi Seorang pemilik sanggar Candi Busana pada tanggal 10
November 2019
9
Persada Pusat, Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma dan Perjalanan Panutan
Agung Sri Gutama, 26
26

b. Kanthi jujur lan sucining ati kudu setia anindakake undang-undang

ing Negarane

Setiap warga pengikut Sapta Darma wajib taat kepada undang-

undang yang dibuat oleh pemerintah demi terwujudnya

keselamatan,keamanan,kesejahteraan dan kebahagiaan bersama.

c. Melu cawe-cawe acancut tali wanda andjaga adeging Nusa lan

Bangsane

Setiap warga Sapta Darma tidak boleh ingkar dari tanggung

jawab dalam rangka berjuang untuk menjaga keutuhan Negaranya.

d. Tetulung marang sapa bae yen perlu, kanthi ora nduweni pamrih apa

bae kadjaba mung rasa welas lan asih.

Setiap warga Sapta Darma harus memeberikan bantuan kepada

sesama maupun orang lain, baik berupa bantuan jasmani ataupun

rohani tanpa harus mengharapakan imbalan. Kraena semua itu

dilandaskan pada rasa cinta kasih terhadap sesama.

e. Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatane dhewe

Allah SWT telah memberikan akal yang sempurna kepada

manusia, memiliki budi pekerti yang baik dan tubuh yang sehat

merupakan suatu anugarah yang telah diberikan oleh Allah SWT

supaya dimanfaatkan dengan sebaik baiknya untuk bekerja dan

berusaha meemnuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani

maupun kebutuhan rohani.


27

f. Tanduke marang warga bebrayan kudu susila kanthi alusing budi

pakarti tansah agawe pepadhang, lan mareming

Setiap warga sapta Darma harus mampu bersosialisasi dengan

lingkungannya tanpa membedakan jenis agama maupun jabatan yang

dimiliki dalam lingkungannya.

g. Yakin yen kahanan donya iku ora langgeng tansah owah gingsir

Kehidupan di dunia seperti roda yang terus berputar, terkadang

hidup kita berada di posisi atas kadang pula berada di posisi bawah. 10

2. Bentuk Nilai-Nilai Kerohanian Sapta Darma

Setiap pemeluk agama maupun aliran kerohanian pasti mempunyai

tata cara dalam melakukan peribadatan yang telah diajarkan. Kerohanian

Sapta Darma mempunyai tata cara tersendiri dalam menyembah Tuhan.

Adapun bentuk nilai-nilai dari kerohanian Sapta Darma dalam menyembah

Tuhan yaitu:

a. Sujud (sujudan)

Makna dari kata sujud memiliki arti patuh, tunduk, pasrah dan

berserah diri kepada Allah SWT. Ketika manusia menyerahkan

dirinya kepa Allah SWT maka akan menjadi lebih yakin dalam

menjalankan kehidupan sehari hari. Tata cara sujud dalam Sapta

darma dilakukan dengan cara duduk bersilang, badan bersikap tegak,

dengan tangan bersilang diantara dada serta perut. Posisi seperti itu

dapat diartikan sebagai mengembalikan manusia seperti bayi yang

10
Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepercayaan Di Indonesia, (Jakarta: CV Haji
Masagung 1990), 79.
28

baru lahir dalam keadaan masih suci. Posisi tersebut juga sama

dengan posisi bayi ketika masih dalam kandungan. Setelah itu posisi

kepala menyentuh tanah dan posisi badan tetap lurus.

b. Racut

Racut mempunyai arti memisahkan rasa dengan perasaan, yang

memiliki tujuan untuk menyatukan diri dengan Allah Swt. Sehingga

pada waktu melaksanakan racut yaitu keadaan berserah diri kepada

Allah Yang Maha Suci.

c. Ruwat

Ruwat berarti membersihkan tempat-tempat yang

dikeramatkan supaya tidak disalah gunakan oleh orang orang yang

tidak bertanggung jawab.

d. Ening

Ening atau semedi memiliki arti menenangkan jiwa dan pikiran

yang bermacam macam dari kehidupan dunia. Sehingga dapat

diartikan bahwa ketika tubuh bergerak tetapi fikiran tenang maka

sudah bisa dikatakan orang tersebut telah ening dan sebaliknya

ketika tubuh kelihatan tenang tapi fikiran masih kemana mana maka

orang tersebut belum bisa dikatakan telah ening.11

C. Teori Kohesivitas Kelompok

Menurut Walgito, mengemukakan kohesivitas kelompok adalah saling

tertariknya atau saling senangnya sesama antar anggota kelompok dan


11
Ajaran Kerohanian Sapta Darma, Keluarga Besar Kampus Alus, 2009.
29

bagaimana para anggota kelompok tersebut saling menyukai dan saling

menyayangi antar sesama.12 Mcshane & Glinow menyatakan bahwa

kohesivitas kelompok merupakan perasaan daya tarik individu terhadap

kelompok dan motivasi mereka untuk tetap bersama kelompok dimana hal

tersebut menjadi faktor penting dalam keberhasilan kelompok.13 Robbins

menyatakan bahwa kohesivitas kelompok adalah sejauh mana anggota merasa

tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap berada dalam kelompok

tersebut.14 Forsyth menyatakan bahwa kohesivitas kelompok merupakan

kesatuan yang terjalin dalam kelompok, saling berinteraksi antar satu sama

lain, dan memiliki waktu tertentu untuk bersama kelompoknya.15

1. Aspek-aspek kohesivitas kelompok ada empat dimensi yaitu:

a. Kekuatan sosial yaitu keinginan seseorag individu untuk tetap berada

dalam kelompoknya.

b. Kesatuan dalam kelompok yaitu sikap saling memiliki dan saling

berinteraksi dalam kelompoknya yang berupa perasaan moral dan

kesadaran akan keanggotaan yang berhubungan dengan anggota

kelompoknya.

c. Daya tarik yaitu sikap individu yang memiliki dampak positif

terhadap kelompoknya untuk mencapai tujuan kelompok tersebut.

12
Walgito, Psikologi Kelompok, (Yogyakarta: Andi 2007), 47.
13
Mc Shane & Glinow, Organizational Behavior, (Amerca: Mc Graw-Hill, 2003), 47
14
Robbins, Stephen P, Perilaku Organisasi. Edisi 10,(Jakarta : Erlangga,2006), 50
15
Forsyth, D.R, Group dynamics. 3rd Ed,(California: Wadsworth Publishing company,1990), 149-
151.
30

d. Kerjasama kelompok yaitu sikap individu yang memiliki tujuan dan

saling berpartisipasi untuk memajukan kelompoknya secara

bersama-sama.16

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas menurut Mason, yaitu:

a. Aktivitas kelompok, yaitu dengan cara ikut terlibat dalam kegiatan-

kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok tersebut.

b. Simbol, simbol merupakan tanda pembenda antara kelompok satu

dengan kelompok lainnya.

c. Komunikasi, komunikasi yang terjadi pada kelompok yaitu suatu hal

yang sangat penting demi kelancaran berinteraksi untuk menuju

kohesivitas yang tinggi.

d. Ancaman luar, harus mampu bertahan dari ancaman luar yang dapat

merusak kelompok kita.

e. Homogenitas, semakin kompak sebuah kelompok, maka semakin

mudah untuk menciptakan kohesivitas kelompok tersebut.

f. Interaksi, setiap anggota harus saling bekerja sama agar mudah

untuk mewujudkan kohesivitas kelompok.

g. Pencitraan, ketika sebuah anggota mempunyai rasa bahwa

kelompoknya mampu meningkatkan status diri mereka maka

kohesivitas kelompok akan semakin meningkat.17

Dengan demikian, kesimpulannya adalah keterikatan interaksi antara

anggota kelompok dapat dipengaruhi oleh tingkatan kohesivitas kelompok.


16
Forsyth, D.R, Group dynamics. 3rd Ed,(California: Wadsworth Publishing company,1990), 75
17
Friedly, S, Building Team Cohession : Becoming We Instead Me. (George Mason University
2005), 126.
31

Teori kohesivitas kelompok dan dinamika kepribadiannya bisa disimpulkan

sebagai berikut, setiap individu selalu menginginkan kerukunan dalam

hidupnya dengan penuh kekuatan. Dimana kekuatan itu untuk menunjukkan

sebuah kekuatan demi menjaga kelompoknya supaya tetap utuh dengan cara

menjaga kekompakan anggota-aggotanya, saling tertariknya terhadap sesama

anggota kelompok dan bagaimana cara setiap anggota kelompok saling

menjaga dan mencintai antar sesama.18 Hal ini sangat diperlukan dalam

menjaga kerukunan antar umat beragama yang ada di dusun Gempolan.

Mereka berhasil menjaga kerukunan meskipun berbeda agama.

Keterkaitan Konsep kerukunan dengan teori kohesivitas kelompok

sangat diperlukan, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat dalam

keadaan yang harmonis. Keadaan yang harmonis yaitu dimana semua

individu berada dalam keadaan damai satu sama lain,saling menerima, suka

bergotong royong dan dalam keadaan tenang serta aman. Konsep kerukukun

diharapkan dapat diwujudakan dalam semua hubungan interaksi sosial

terutama dalam kehidupan masyarakat.19

Seseorang yang menjalani agamanya dengan sungguh sungguh

merupakan hal yang sudah diwajibkan di kehidupan manusia. Meskipun yang

dianutnya tidak sama dengan mayoritas di lingkungan mereka, itu merupakan

hak pribadi masing masing individu. Seperti halnya yang di anut oleh

masyarakaat Dusun Gempolan pada saat ini. Mereka menganut aliran Sapta

Darma yang mana termasuk agama minoritas di Dusun Gempolan. Tetapi


18
Walgito, Psikologi Kelompok, (Yogyakarta: Andi 2007), 47.
19
Frans Magnis Suseno, Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafah Tentang Kebijaksanaan Hidup,
(Jakrata: PT. Gramedia Pustaka Utama 1996), 39.
32

mereka tetap menghargai orang orang yang menganut agama lain, sehingga di

Dusun Gempolan tidak pernah terjadi permusuhan dan mereka selalu hidup

guyub rukun.

Anda mungkin juga menyukai