LP Pendahuluan Diabetes Militus
LP Pendahuluan Diabetes Militus
LP Pendahuluan Diabetes Militus
PENDAHULUAN
peningkatan mutu kesehatan terutama dalam hal mendeteksi secara dini tentang
Jantung, Hipertensi, Gagal Ginjal dan Diabetes Melitus. Yang merupakan faktor
pencetus penyakit diabetes melitus, antara lain : pola makan yang saat ini menjadi
trend seperti mengkonsumsi makanan siap saji, minuman ringan dengan kadar
glukosa tinggi dan kurang olahraga. Selain itu karena kesibukan kerja, kebiasaan di
depan TV dan komputer dalam waktu yang lama sambil mengkonsumsi makanan
ringan menyebabkan orang dewasa malas untuk bergerak sehingga orang dewasa
diabetes melitus baik pada anak – anak maupun orang dewasa. Selama ini dikenal
ada dua tipe diabetes melitus yaitu tipe I (IDDM) diabetes tergantung dengan
insulin dan tipe II (NIDDM) diabetes yang tidak tergantung dengan insulin. Tipe II
mencakup 80 – 90% dari seluruh kasus diabetes melitus dan umumnya penderita
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yangdisebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, S.C.,
2015).
B. Etiologi
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagaicontoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel β pancreas.
C. Patofisiologi
1. Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasienakan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapatmengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjutakan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apa bila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
2. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulindan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yangnormal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karenaitu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awal nya diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
E. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa
darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan membedakan DM
tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan C-Peptide. Berikut adalah
pemeriksaan penunjang untuk diabetes :
1. Permeriksaan glukosa darah
Pemeriksaan gula darah sewaktu pada pasien DM dilakukan pada
pasien DM tipe II dengan gejala klasik seperti poliuria, polidipsia dan
polifagia. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma
vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM.
6. Pemeriksaan HbA1c
G. Penatalaksanaan
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
2. Prinsip diet DM adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
3. Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
b. Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage
of Relative Body Weight ( BBR = berat badan normal) dengan rumus :
BB( Kg)
BBR¿ ×100 %
TB ( Cm )−100
4. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
5. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya :
leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
6. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) / Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1. Mekanisme kerja sulfani lurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bias dipakai pada pasien
yang berat badannya sedikit lebih.
b. Insulin
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM kehamilan
4. DM dengan gangguan faal hati yang berat
5. DM dangan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6. DM dan TBC paru akut
7. DM dan koma lain pada DM
8. DM operasi
9. DM patah tulang
10. DM dan under weight
11. DM dan penyakit graves
Beberpa cara pemberian insulin :
ASKEP
H. Konsep Keperawatan
NO SDKI SLKI
1. Nyeri akut b/d agen injuri Tujuan Setelah dilakuakan tindakan
biologis (penurunan perfusi keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
jaringan perifer) (D.007) nyeri dengan kriteria hasil :
Tingkat Nyeri (L.08066)
• Keluhan nyeri (5)
• Anoreksia (5)
• Tekanan darah (5)
• Frekuensi nadi (5)
• Pola nafas (5)
• Fungsi berkemih (5)
• Diaforesis (5)
• Kesulitan tidur (5)
• Nafsu makan (5)
Demam (5)
Kultur urine (5)
5. Defisit Pengetahuan b/d kurang Tujuan Setelah dilakuakan tindakan
informasi (D0111) keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat
Pengetahuan membaik dengan kriteria hasil:
Tingkat pengetahuan membaik (12111)
Perilaku sesuai dengan anjuran (5)
Verbalisasi minat dalam belajar (5)
Kemampuan dalam menjelaskan
penyakitnya (5)
Kemampuan dalam
menggambarkan penyakitnya (5)
Perilaku sesuai dengan
pengetahuannya meningkat (5)
Pertanyaan tentang masalahnya (5)
Persepsi yang keliru (5)
Perilaku pasien (5)
I. DIAGNOS
PENUTUP
J. Kesimpulan
Carpenito, LJ. 2019. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S.C., 2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Potter & Perry, 2015, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
danPraktik, Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Rab, T. 2018. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1 Cetakan ). Jakarta: DPP PPNI.