Aqidah Akhlak

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

AQIDAH AKHLAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi


tugas individu
Mata Kuliah: AQIDAH AKHLAK

Disusun Oleh:
Kelompok: 1

Asri Ova Nola (1222073)


Riska Putri Hanif (1222076)

Dosen Pembimbing:
Afrizon, SHI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)


SJECH M.DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah pemakalah sampaikan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada pemakalah sehingga dapat
menyelesaikan makalah Ilmu Tafsir II yang berjudul “TAKWIL AL-QUR‟AN”
Shalawat beriringan salam pemakalah mohon kepada Allah SWT agar
dilimpahkan kepada arwah Nabi Muhammad SAW , yang telah menyampaikan
risalah kebenaran dan juga beliau pelita penerang jalan dicelah-celah kegelapan
dalam kehidupan manusia.
Makalah ini tidak akan dapat pemakalah selesaikan tanpa bantuan dan
bimbingan dengan penuh keikhlasan dari berbagai pihak,maka pada penulisan
makalah kali ini pemakalah mengucapkan terimakasih yang tak terhingga, kepada
pihak yang ikut berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Ucapan terimakasih ini juga pemakalah sampaikan kepada dosen yang
mengajar mata kuliah Ilmu Tafsir II, bapak Rahmad Sani, S. Th. I, M. Ag yang
telah membekali pemakalah dengan ilmu.

Secara jujur, pemakalah mengakui masih banyak kekurangan dan


kesalahan dalam menulis makalah ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati,
pemakalah mengharapkan perbaikan-perbaikan baik berupa saran maupun kritik
dari pembaca yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah ini
kedepan. Akhir kata pemakalah berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca untuk membuka wawasan berfikir dan dapat menambah ilmu
pengetahuan terutama bagi pemakalah sendiri.

Bukittinggi, 13 Maret 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Pengertian Aqidah ........................................................................................ 3
B. Pengertian Akhlak ........................................................................................ 4
C. Ruang Lingkup dari Aqidah ......................................................................... 7
D. Ruang Lingkup dan Metode Pembinaan Akhlak ......................................... 7
1. Ruang Lingkup Akhlak ............................................................................ 7
2. Metode Pembinaan Akhlak .................................................................... 10
E. Sumber-Sumber Aqidah ............................................................................. 11
F. Sumber-Sumber Akhlak dalam Islam ........................................................ 12
G. Kedudukan Akhlak dalam Islam ................................................................ 13
H. Hubungan Akhlak dengan Aqidah ............................................................. 14
I. Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan Masyarakat .................................... 16
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20
A. Kesimpulan ................................................................................................ 20
B. Saran ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia hidup dalam setiap kurun waktu zamannya,


setiap zaman punya ciri khas godaan dalam berbagai aspek,
sampai sejauh mana setiap orang memeluk Islam dengan
usaha untuk beriman kepada Allah swt. dengan semurni-
murninya dan beramal seikhlas-ikhlasnya. Namun hal itu
tentu tidak mudah, melainkan harus diiringi dengan usaha
dan doa agar senantiasa dijaga oleh Allah agar dapat selamat
dalam finah dunia.

Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


saw. memiliki tiga pilar utama, yang antara satu dan yang
lainya saling berkaitan dan saling melengkapi. Ketiga pilar
itu adalah Aqidah, Syari‟ah, dan Akhlak. Untuk pintu securiti
terakhir dari penilaian segala niat dan i‟tikatd serta perbuatan
manusia tergabung dalam pintu Aqidah. Yakni sejauh mana
kemampuan dan keberhasilan manusia selama hidupnya dapat menjalani segala
ujian dan lulus dalam keyakinan
bahwa segalanya adalah milik dan ditentukan atas ke-Maha
Kuasaan dalam Keesaan Allah swt.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Aqidah?


2. Apa Pengertian dariAkhlak?
3. Apa saja Ruang Lingkup dari Aqidah?
4. Apa saja Ruang Lingkup dan Metode Pembinaan Akhlak?
5. Apa saja Sumber-Sumber Aqidah?
6. Apa saja Sumber-Sumber Akhlak dalam Islam?
7. Apa Kedudukan Akhlak dalam Islam?

1
8. Apa Hubungan Akhlak dengan Aqidah?
9. Apa Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan Masyarakat?

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian dari Aqidah;


2. Mengetahui Pengertian dariAkhlak;
3. Mengetahui Ruang Lingkup dari Aqidah;
4. Mengetahui Ruang Lingkup dan Metode Pembinaan Akhlak;
5. Mengetahui Sumber-Sumber Aqidah;
6. Mengetahui Sumber-Sumber Akhlak dalam Islam;
7. Mengetahui Kedudukan Akhlak dalam Islam;
8. Mengetahui Hubungan Akhlak dengan Aqidah;
9. Mengetahui Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan Masyarakat;

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah

Pengertian aqidah Secara etimologis aqidah berakar dari kata „aqida-ya‟qidu


‟aqdan-aqidatan. Kaitan antara arti kata “aqdan” dan “aqidah” adalah keyakinan
itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung
perjanjian. Jadi aqidah adalah sesuatu yang diyakini oleh seseorang. Makna
aqidah secara bahasa akan lebih jelas jika dikaitkan dengan pengertian secara
terminologis.

Secara terminologis terdapat beberapa defenisi aqidah, antara lain:

1. Menurut Hasan Al-Banna, „Aqaid (bentuk plural dari aqidah) adalah


beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikitpun dengan keragu-raguan.
2. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Aqidah adalah sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu,
dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta
diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak
segalasesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.1

Dari kedua definisi tersebut dapat dijelaskan point penting berikut :

1. Sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia.


Ilmu (kebenaran) dibagi menjadi dua yaitu ilmu dlarury dan ilmu nazhariy.
Ilmu yang dihasilkan oleh indera dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu
dlarury. Sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut
ilmu nazhariy.

1
Muhammad Amri, La Ode Ismail Ahmad dan Muhammad Rusmin. Aqidah Akhlak. Makassar.
2016. Hlm 2

3
2. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran.
Indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan
wahyu untuk menjadi pedoman dalam menentukan mana yang benar dan
mana yang tidak.
3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikit pun dengan keraguan.
4. Aqidah harus mendatangkan ketentraman jiwa.
Artinya sesuatu keyakinan yang belum dapat menentramkan jiwa berarti
bukanlah aqidah.
5. Menolak segala sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran itu.
Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang
bertentangan.
6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat
pemahamannya terhadap dalil.2

B. Pengertian Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa arab “akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari
khuluqun, yang artinya penciptaan yang esensinya adalah dorongan halus untuk
selalu mencintai kebajikan dan kebenaran atau kepribadian. Secara bahasa, terma
khuluqun bermakna budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkatan khalqun yang berarti
kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk
yang berarti diciptakan. Persesuaian kata di atas mengindikasikan bahwa dalam
akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq
[pencipta] dengan perilaku makhluq [manusia]. Perumusan pengertian akhlak
timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq
dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.3

2
Ibid,. hlm 3 dan 4
3
Ibid,. hlm 97

4
Secara terminologi, para pakar berbeda-beda mendefinisikannya, di antaranya
adalah;

1. Imam al-Ghazali menyebut akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam
jiwa yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
melakukan pertimbangan fikiran.
2. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan.
Maksudnya, sesuatu yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang
dibiasakan, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Ahmad Amin
menjelaskan arti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa keinginan
manusia, sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang
sehingga mudah melakukannya. Gabungan dari kehendak dan kebiasaan
inilah yang melahirkan kekuatan pada diri manusia untuk melakukan
perbuatan.
3. Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau
jiwa yang mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan
dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran karena sudah menjadi
kebiasaan.
4. Abdul Hamid Yusuf mengatakan akhlak adalah ilmu yang memberikan
keterangan tentang perbuatan yang mulia dan memberikan cara-cara untuk
melakukannya.
5. Ja‟ad Maulana menjelaskan akhlak adalah ilmu yang menyelidiki gerak
jiwa manusia, apa yang dibiasakan mereka dari perbuatan dan perkatan
dan menyingkap hakikat-hakikat baik dan buruk”.

Menurut M. Abdullah Darraz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap


sebagai akhlak apabila memenuhi dua indikator, yakni;

1. Pertama, perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali sehingga


perbuatan-perbuatan itu menjadi kebiasaan
2. Kedua, perbuatan-perbuatan itu dilakukan dengan kehendak sendiri, bukan
karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari eksternal seperti ancaman
dan paksaan atau sebaliknya melalui bujukan dan rayuan.

5
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita
dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:

1. Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam


jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan,
yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan
gila.
3. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam
diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan,
pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu
yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau
buruk.
4. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya
akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan
semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian.

Dari pengertian akidah dan akhlak di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran akidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
siswa untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani Allah dan
merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan
pembiasaan.

6
C. Ruang Lingkup dari Aqidah

Menurut Hasan al-Banna, ruang lingkup aqidah Islam meliputi:

1. Ilahiyyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah,
seperti wujud Allah, sifat Allah, nama dan perbuatan Allah dan
sebagainya.
2. Nubuwwat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi
dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang dibawa para
Rasul, mu‟jizat, Rasul dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyyat
Yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
seperti jin, iblis,syaitan,roh, malaikat dan lain sebagainya.
4. Sam‟iyyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sam‟i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam
barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga Neraka dan
lainnya.

D. Ruang Lingkup dan Metode Pembinaan Akhlak

1. Ruang Lingkup Akhlak

Ruang lingkup ilmu akhlak adalah pembahasan tentang perbuatan-perbuatan


manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan itu tergolong baik atau
tergolong buruk. Ilmu Akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi
pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, objek pembahasan
ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakana baik atau buruk, maka ukuran yang
harus digunakan adalah ukuran normatif.

7
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah
perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk sebagai individu maupun
sosial.Tapi sebagian orang juga menyebutkan ilmu akhlak adalah tingkah laku
manusia, namun perlu ditegaskan bahwa yang dijadikan obyek kajian ilmu akhlak
adalah perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya
mendarah daging dan telah dilakukan secara continue atau terus menerus sehingga
mentradisi dalam kehidupannya.

Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-akhlaq
al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/ qabihah).
Akhlak mulia adalah yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan akhlak tercela adalah akhlak yang harus kita jauhi jangan sampai kita
praktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dilihat dari ruang lingkupnya akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu
akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluq (selain Allah).
Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti
akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia
(seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati.

1) Akhlak terhadap Allah swt.


Allah swt. adalah Al-Khaliq (Maha pencipta) dan manusia adalah
makhluk (yang diciptakan). Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar
dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak baik kepada Allah Swt. Dengan
cara menjaga kemauan dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid,
menaati perintah Allah atau bertakwa, ikhlas dalam semua amal, cinta
kepada Allah, takut kepada Allah, berdoa dan penuh harapan (raja‟)
kepada Allah swt., berdzikir, bertawakal setelah memiliki kemauan dan
ketetapan hati, bersyukur, bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan,
rido atas semua ketetapan Allah, dan berbaik sangka pada setiap ketentuan
Allah.
2) Akhlak terhadap Sesama Manusia
Akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak
terhadap Rasulullah saw., sebab Rasullah yang paling berhak dicintai, baru

8
dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta
kepada Rasul dan memuliakannya, taat kepadanya, serta mengucapkan
shalawat dan salam kepadanya.
Untuk berakhlak kepada dirinya sendiri, manusia yang telah
diciptakan dalam sibghah Allah swt. dan dalam potensi fitriahnya
berkewajiban menjaganya dengan cara memelihara kesucian lahir dan
batin, memelihara kerapihan, tenang, menambah pengetahuan sebagai
modal amal, membina disiplin diri dan lain-lainnya.
Selanjutnya yang terpenting adalah akhlak dalam lingkungan
keluarga. Akhlak terhadap keluarga dapat dilakukan misalnya dengan
berbakti kepada kedua orang tua, bergaul dengan ma‟ruf, memberi nafkah
dengan sebaik mungkin, saling mendoakan, bertutur kata lemah lembut,
dan lain sebagainya.
Setelah pembinaan akhlak dalam lingkungan keluarga, yang juga
harus kita bina adalah akhlak terhadap tetangga. Membina hubungan baik
dengan tetangga sangat penting, sebab tetangga adalah sahabat yang paling
dekat.
Setelah selesai membina hubungan dengan tetangga, tentu saja kita
bisa memperluas pembinaan akhlak kita dengan orang-orang yang lebih
umum dalam kapasitas kita masing-masing. Dalam pergaulan kita di
masyarakat bisa saja kita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
mereka, entah sebagai anggota biasa maupun sebagai pemimpin. Sebagai
pemimpin, kita perlu menghiasi dengan akhlak yang mulia. Karena itu,
pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti berikut:
a. Beriman dan bertakwa,
b. Berilmu pengetahuan agar urusan ditangani secara profesional
tidak salah urus,
c. Memiliki keberanian dan kejujuran,
d. Lapang dada,
e. Penyantun,
f. Tekun dan sabar.

9
Dari bekal sikap inilah pemimpin akan dapat melaksanakan tugas
dengan cara mahmudah, yakni memelihara amanah, adil, melayani dan
melindungi rakyat, Sedangkan kewajiban rakyat adalah patuh.

Selain itu, adapun akhlak dalam bernegara meliputi kepatuhan


terhadap Ulil Amri selama tidak bermaksiat kepada agama, ikut serta
dalam membangun Negara dalam bentuk lisan maupun fikiran.

3) Akhlak kepada Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yangberada di


sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlak yang
dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni
untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai
dengan fungsi ciptaan-Nya. Dalam al-Quran dijelaskan bahwa binatang
melata dan burung burung adalah seperti manusia yang menurut Qurtubi
tidak boleh dianiaya. Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak
Islam menganjurkan agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan
kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi
penciptaan.

2. Metode Pembinaan Akhlak

Pertama, metode keteladanan, yakni suatu cara pembinaan akhlak


yang dilakukan dengan melakukan pemberian contoh yang baik kepada
orang lain, baik dalam bentuk ucapan maupun dalam bentuk perbuatan.
Al Maghribi menjelaskan bahwa apabila seorang pendidik benar dalam
perkatannya, dan dibuktikan dalam perbuatannya, maka peserta didik akan
tumbuh dengan semua prinsip prinsip pendidikan yang tertancap dalam
pikirannya, dan mereka meneladani perbuatan-perbuatan yang telah
dicontohkn kepadanya.
Kedua, metode pembiasaan, yakni merupakan salah satu metode
pembinaan akhlak yang sangat esensi dalam upaya membentuk akhlak
manusia. Metode ini adalah upaya praktis dalam pembentukan akhlak
yang berintikan pada pengalaman apa yang dibiasakan yang pada dasarnya

10
mengandung nilai-nilai kebaikan. Olehnya itu, penjelasan tentang
pembiasaan selalu sejalan dengan uraian tentang perlunya mengamalkan
kebaikan yang telah diketahui. maka dapat dipahami bahwa metode
pembiasaan adalah suatu metode atau cara yang dilakukan dengan
membina akhlak seseorang dengan melalui pengulangan-pengulangan.
Dalam kaitannya dengan pembinaan akhlak, metode pembiasaan
merupakan salah satu metode yang efektif untuk diterapkan. Apalagi
mengingat bahwa manusia memiliki sifat pelupa sehingga harus
diingatkan dengan cara melalui pembiasaan.
Ketiga, metode pemberian nasehat, yang merupakan salah satu
metode yang diterapkan oleh Luqman al-Hakim dalam mendidik anaknya.
Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam QS. Luqman/31:13;

ٌٌ‫لْشكَ ل َ ُظ ْ ٌْل َع ِظمي‬ ِ ْ ُ ‫َوإ ْذ قَا َل لُ ْق َم ُان ِِلبْنِ ِه َوه َُو ي َ ِع ُظ ُه ََي ب ُ َ ََّن َِل ت‬
ْ ّ ِ ‫ْشكْ ِِب َّ َِّلل ۖ إ َّن إ‬
ِ ِ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar”

E. Sumber-Sumber Aqidah

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur‟an dan Sunnah artinya informasi apa
saja yang wajib diyakini hanya diperoleh melalui Al-Qur‟an dan Al-Sunnah. Al-
Qur‟an memberikan penjelasan kepada manusia tentang segala sesuatu. Firman
Allah SWT. (QS. Al- Nahl/16: 89):

‫ُْش ٰى ِللْ ُم ْس ِل ِم َي‬


َ ْ ‫َش ٍء َوهُداى َو َر ْ َْح اة َوب‬
َْ ‫ك‬ َ َ‫ونَ َّزلْنَا عَلَ ْي َك ْإل ِكت‬,….
ِّ ُ ‫اب ِتبْ َياًنا ِل‬ َ
...Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (AlQur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petun juk serta rahmat, bagi orang-
orang yang berserah diri (QS. Al- Nahl/16: 89)

11
Sumber aqidah Islam adalah al-Qur‟an dan as-sunnah. Artinya apa saja
yang disampaikan oleh Allah dalam alQur‟an dan Rasulullah dalam sunnah-nya
wajib diimani, diyakini, dan diamalkan. Akal fikiran sama sekali bukan sumber
aqidah Islam, tetapi merupakan instrumen yang berfungsi untuk memahami nash-
nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan–
membuktikan secara ilmiyah kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur‟an dan
Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan
akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemapuan semua makhluk Allah.
Akal tidak akan mampu menjangkau masa‟il ghaibiyah (masalah-masalah ghaib),
bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau sesuatu yang tidak terikat oleh ruang
dan waktu. Misalnya, akal tidak mampu menunjukan jawaban atas pertanyaan
kekekalan itu sampai kapan? Atau akal tidak sanggup menunjukan tempat yang
tidak ada di darat atau di laut, di udara dan tidak dimana-mana. Karena kedua hal
tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu. Oleh sebab itu akal tidak boleh
dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab pertanyaan segala
sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau
bisakah kejujuran si pembawa risalah tentang hal-hal ghaib itu bisa dibuktikan
secara ilmiyah oleh akal fikiran.

F. Sumber-Sumber Akhlak dalam Islam

Akhlak yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlak bagi
seorang muslim adalah al-Qur‟an dan as-Sunnah. Sehingga ukuran baik atau
buruk, patut atau tidak secara utuh diukur dengan al-Qur‟an dan as-Sunnah.
Sedangkan tradisi merupakan pelengkap selama hal itu tidak bertentangan dengan
apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Menjadikan al-Qur‟an dan
as-Sunnah sebagai sumber akhlak merupakan suatu kewajaran bahkan keharusan.
Sebab keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya manusia diciptakan. Pasti ada
kesesuaian antara manusia sebagai makhluk dengan sistem norma yang datang
dari Allah swt.

12
G. Kedudukan Akhlak dalam Islam

Akhlak atau karakter sangat penting dimiliki oleh setiap manusia, sehingga
ajaran Islam menempatkan akhlak dalam posisi yang sangat urgennya dengan
akidah. Oleh karena itu, akhlak perlu mendapatkan perhatian dan pembinaan yang
serius sebagai pondasi bangunan sebuah masyarakat. Apabila akhlaknya baik,
maka sejahterlah hidupnya lahir dan batin, namun jika akhlaknya rusak maka
rusaklah hidupnya lahir dan batin.

Akhlak memiliki kedudukan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-


hari sehingga pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan
melalui berbagai cara terus dikembangkan. Pembinaan akhlak dimaksudkan agar
terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah swt.
dan Rasul-Nya, hormat kepada kedua orang tua, sayang kepada sesama makhluk
Tuhan dan lain sebagainya. Sebaliknya, manusia yang tidak dibina akhlaknya atau
dibiarkan begitu saja tanpa diberi bimbingan, arahan dan pendidikan, ternyata
dampaknya menjadi manusia yang nakal dan tidak beretika, menganggu
masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan sebagainya. Sejarah
kehidupan manusia dari masa ke masa telah memberikan pelajaran berharga
tentang urgensi pembentukan akhlak.

Akhlak mempunyai kedudukan yang paling penting dalam agama Islam.


Antaranya akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara perutusan
utama Rasulullah saw. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Sesungguhnya
aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Pernyataan Rasulullah
itu menunjukkan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam.

Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat nanti yang mana akhlak


yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitulah juga
sebaliknya. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Tiada sesuatu yang lebih
berat dalam daun timbangan melainkan akhlak yang baik.”

Akhlak dapat menyempurnakan keimanan seseorang mukmin. Sabda


Rasulullah saw. yang bermaksud: “Orang mukmin yang paling sempurna
keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.”

13
Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk
boleh merosakkan pahala. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Akhlak yang
baik mencairkan dosa seperti air mencairkan ais (salji) dan akhlak merosakkan
amalan seperti cuka merosakkan madu.”

Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw di mana Allah swt telah memuji
Rasulullah kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran,
firman Allah swt yang bermaksud: “Sesungguhnya engkau seorang yang memiliki
peribadi yang agung mulia).” Pujian allah swt terhadap Rasul-Nya dengan akhlak
yang mulia menunjukkan betapa besar dan pentingnya kedudukan akhlak dalam
Islam. Banak lagi ayat-ayat dan hadith-hadith Rasulullah saw yang menunjukkan
ketinggian kedudukan akhlak dan menggalakkan kita supaya berusaha menghiasi
jiwa kita dengan akhlak yang mulia.

Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam, sebagaimana dalam sebuah hadis
diterangkan bahawa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai
Rasulullah, apakah itu agama?” Rasulullah menjawab: “Akhlak yang baik.”

H. Hubungan Akhlak dengan Aqidah

Aqidah merupakan akar atau pokok Agama, sedangkan Akhlak merupakan


sikap hidup atau kepribadian manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya
yang dilandasi oleh Aqidah yang kokoh. Dengan kata lain, Akhlak merupakan
manifestasi dari keimanan (Aqidah).

Aqidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran


diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak
yang luhur. Akhlak mendapatkan perhatian istimewa dalam aqidah Islam.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi). Islam menggabungkan antara
agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini, agama menganjurkan setiap
individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagai kewajiban (taklif) di
atas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar
ini agama tidak mengutarakan akhlak semata tanpa dibebani rasa tanggung jawab.

14
Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-ajarannya karena
agama tersusun dari keyakinan (aqidah) dan perilaku.

Oleh karena itu akhlak dalam pandangan Islam harus berpijak pada keimanan.
Iman tidak cukup hanya disimpan dalam hati, namun harus dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik. Dengan kata lain bahwa
untuk mempergunakan dan menjalankan bagian aqidah dan ibadah, perlu pula
berpegang kuat dan teguh dalam mewujudkan bagian lain yang disebut dengan
bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan dalam seluruh prosesnya telah
membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan kehidupan hanya diperoleh
dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia).

Aqidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat
dijadikan tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang
dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa aqidah hanya merupakan layang-layang
bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam
memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Rasulullah SAW
menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan
dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna
imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim).

Aqidah erat hubungannya dengan akhlak. Aqidah merupakan landasan dan


dasar pijakan untuk semua perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan baik dari
seorang mukalaf, baik hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun
lingkungan hidupnya. Berbagai amal perbuatan tersebut akan memiliki nilai
ibadah dan terkontrol dari berbagai penyimpangan jika diimbangi dengan
keyakinan aqidah yang kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan,
seperti halnya antara jiwa dan raga.4

4
R.A Rohman. Akidah dan Akhlak. Bengkulu. Tiga Serangkai. 2007

15
I. Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan Masyarakat

1. Akhlak terhadap Allah,


a. Mentauhidkan Allah
Tauhid adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan ke-Esaan
Allah dan beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah,
tidak ada sekutu bagi-Nya.
b. Banyak Berzikir pada Allah
Zikir (atau Dzikir) artinya mengingat Allah di antaranya dengan
menyebut dan memuji nama Allah. Zikir adalah satu kewajiban.
Dengan berzikir hati menjadi tenteram.
c. Berdo‟a kepada Allah swt.
Berdo‟a adalah inti dari ibadah. Orang-orang yang tidak mau berdo‟a
adalah orang-orang yang sombong karena tidak mau mengakui
kelemahan dirinya di hadapan Allah swt.
d. Bertawakal Hanya pada Allah
Tawakal kepada Allah swt. merupakan gambaran dari sikap sabar dan
kerja keras yang sungguh sungguh dalam pelaksanaanya yang
diharapkan gagal dari harapan semestinya, sehingga ia akan mampu
menerima dengan lapang dada tanpa ada penyesalan.
e. Berhusnudzhon kepada Allah
Yakni berbaik sangka kepada Allah swt. karena sesungguhnya apa saja
yang diberikan Allah merupakan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.
2. Akhlak terhadap Rasulullah
a. Mengikuti atau menjalankan sunnah Rosul
Mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah
menjalani hidupnya atau garis garis perjuangan/ tradisi yang
dilaksanakan oleh Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum
kedua dalam islam, setelah Al-Quran.
b. Bersholawat Kepada Rosul
Mengucapkan puji-pujian kepada Rosulullah saw. Sesungguhnya
Tuhan beserta para malaikatnya semua memberikan Sholawat kepada

16
Nabi (dari Allah berarti memberi rakhmat, dan dari malaikat berarti
memohonkan ampunan).
3. Akhlak Terhadap diri sendiri,
a. Sikap sabar
Sabar adalah menahan amarah dan nafsu yang pada dasarnya bersifat
negatif. Kemudian manusia harus sabar dalam menghadapi segala
cobaan.
b. Sikap Syukur
Dalam keseharian, kadang atau bahkan sering kali kita lupa untuk ber-
Syukur, atau men-Syukuri segala nikmat Allah yang telah diberikan
kepada kita. Ada 3 (tiga) cara yang mudah untuk men-Syukuri nikmat
Allah yaitu bersyukur dengan hati yang tulus, mensyukuri dengan lisan
yang dilakukan dengan memuji Allah melalui ucapan Alhamdulillah,
dan bersyukur dengan perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan
nikmat dan rahmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya.
c. Sikap Tawadlhu‟
Tawadlhu‟ atau Rendah hati merupakan salah satu bagian dari akhlak
mulia jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap
tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang
wajib dimiliki oleh setiap umat islam. Orang yang tawadhu‟ adalah
orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya
bersumber dari Allah swt.
d. Bertaubat
Apabila melakukan kesalahan, maka segera bertaubat dan tidak
mengulanginya lagi. Apabila ada dari kita yang merasa telah terlalu
banyak berbuat dosa dan maksiat sebaiknya kita jangan berputus asa
dari rahmat ampunan Allah, karena Allah swt. selalu memberikan
kesempatan pada kita untuk bertobat.
4. Akhlak Terhadap Sesama Manusia,
a. Merajut Ukhuwah atau Persaudaraan
Membina persaudaraan adalah perintah Allah yang diajarkan oleh
semua agama, termasuk agama islam. Oleh sebab itu, sudah

17
sewajarnya kalau semua elemen membangun ukhuwah dalam
komunitasnya. Apabila ada kelompok tertentu dengan mengatas-
namakan agama tetapi enggan memperjuangkan perdamaian dan
persaudaraan maka perlu dipertanyakan kembali komitmen
keagamaannya.
b. Ta‟awun atau saling tolong menolong
Dalam Islam, tolong-menolong adalah kewajiban setiap Muslim.
Sudah semestinya konsep tolong menolong tidak hanya dilakukan
dalam lingkup yang sempit. Tolong-menolong menjadi sebuah
keharusan karena apapun yang kita kerjakan membutuhkan
pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang pun di muka
bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
c. Suka memaafkan kesalahan orang lain
Islam mengajar umatnya untuk bersikap pemaaf dan suka memaafkan
kesalahan orang lain tanpa menunggu permohonan maaf daripada
orang yang berbuat salah kepadanya.Pemaaf adalah sikap suka
memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikit pun rasa
benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu perwujudan
daripada ketakwaan kepada Allah
d. Menepati Janji
Janji memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan.
Menepati janji adalah bagian dari iman. Maka seperti itu pula ingkar
janji, termasuk tanda kemunafikan.
5. Akhlak Terhadap sesama Makhluk,
a. Tafakur (Berfikir)
Salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang
lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan
kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan,
kemanfaatan, dan kebaikan.
b. Memanfaatkan Alam
Kedudukan manusia di bumi ini bukanlah sebagai penguasa yang
sewenang-wenang, tetapi sebagai khalifah yang mengemban amanat

18
Allah. Karena itu, segala pemanfaatan manusia atas bumi ini harus
dengan penuh tanggung jawab dan tidak menimbulkan kerusakan.
Sebab, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.5

5
Muhammad Amri, La Ode Ismail Ahmad dan Muhammad Rusmin. Op.cit. hlm 104-108

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang
hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka,
sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada Al-Quran dan Sunnah saja.
Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan
tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah
SAW. Namun, sebagian ulama menambahkan ijma‟ sebagai sumber ajaran Islam
ketiga setelah Al-Quran dan Sunnah.

akhlak adalah sifat tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-


perbuatan dengan mudah dilakukan tanpa perlu kepada pemikiran dan
pertimbangan. Dari pengertian akidah dan akhlak di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran akidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan siswa untuk mengenal, memahami, menghayati, dan mengimani
Allah dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan
sehari-hari melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan
pengalaman dan pembiasaan.

Aqidah erat hubungannya dengan akhlak. Aqidah merupakan landasan dan


dasar pijakan untuk semua perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan baik dari
seorang mukalaf, baik hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun
lingkungan hidupnya. Berbagai amal perbuatan tersebut akan memiliki nilai
ibadah dan terkontrol dari berbagai penyimpangan jika diimbangi dengan
keyakinan aqidah yang kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan,
seperti halnya antara jiwa dan raga.

20
B. Saran

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat
kekurangan, baik dalam penulisan maupun keefektifan kalimat. Oleh karena itu,
bagi pembaca harap memberi saran ataupun komentar yang membangun untuk
dapat memperbaiki kekurangan pada makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amri,Muhammad. Ode Ismail Ahmad,La dan Rusmin,Muhammad. 2016. Aqidah


Akhlak. Makassar.

Anwar, R. (2008). Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia

Rohman, R.A. (2007). Akidah dan Akhlak. Bengkulu: Tiga Serangkai.

22

Anda mungkin juga menyukai