LAPORAN Akhir MINIPRO MP-ASI PKM BATU 10 Edit Revisi Fix - AB VIRA
LAPORAN Akhir MINIPRO MP-ASI PKM BATU 10 Edit Revisi Fix - AB VIRA
LAPORAN Akhir MINIPRO MP-ASI PKM BATU 10 Edit Revisi Fix - AB VIRA
Disusun Oleh:
dr. Auliya Bintan Nuriana
dr. Novira Jasmin
Pendamping:
dr. Trisni Noviana
NIP. 19771122 2005022004
Oleh:
Demi kebaikan mini project ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca.
Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..i
LEMBAR PENGESAHAN………………….............................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI…………….…………………………………………………...…….iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
iv
3.2 Lokasi dan Waktu………………………………………………...……..23
4.1 Hasil...........................................................................................................27
4.2 Pembahasan...............................................................................................30
5.1 Simpulan..............................................................................................33
5.2 Saran...................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………………………........34
LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah harus diterapkan sejak dini,
terutama sejak masa kehamilan dan bayi. Salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yaitu dengan cara memberikan asupan gizi dan nutrisi
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), pilihan nutrisi
yang tepat bagi bayi adalah dengan cara memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.
mineral dan nutrisi yang diperlukan oleh bayi untuk pertumbuhan. Dalam 6 bulan
pertama kehidupan, bayi disarankan untuk mendapatkan asupan nutrisi dari ASI tanpa
dalam ASI juga terdapat zat kekebalan seperti IgA, IgM, IgG, IgE, laktoferin, lisosom
dan zat imun lainnya yang melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi (Septiani,
2017).
ASI eksklusif pada tahun 2009 yaitu sebanyak 34,3%, menjadi 33,6% tahun 2010,
kemudian turun menjadi 30,2% pada tahun 2013. Hal tersebut tentu sangat
memprihatinkan, mengingat ASI eksklusif merupakan salah satu faktor yang berperan
penting dalam kesehatan dan tumbuh kembang bayi. 80% perkembangan otak anak
1
dimulai sejak dalam kandungan sampai usia 2 tahun yang dikenal dengan periode
emas.
sering dijumpai di negera berkembang, termasuk Indonesia (Asare, 2018). Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya pengetahuan ibu, sikap ibu
terharap pemberian ASI eksklusif, ibu yang sibuk bekerja, pendidikan ibu yang
sekresi ASI. Faktor-faktor ini seharusnya dapat diminamilisir dengan cara pemberian
Berdasarkan penelitian Lancet, sekitar 823.000 kasus kematian pada anak <5
tahun seharusnya dapat dicegah setiap tahun nya dengan cara mengoptimalkan
pemberian ASI eksklusif. Selain itu, pemberian ASI eksklusif juga dapat mengurangi
prevalensi kasus-kasus rawat inap seperti diare, infeksi pernapasan dan otitis media
dan air raja, menunjukkan jumlah balita yang memiliki status gizi kurang berjumlah
3.5%, gizi pendek 9.4%, dan gizi kurus 1,8%. Selain itu yang mendapatkan ASI
makanan pelengkap yang memadai (Qasem W, dkk, 2015). Akan tetapi, banyak ibu
2
yang telah memberikan makanan dan minuman lain selain ASI sebelum anak
berumur 6 bulan. Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memberikan MPASI dini,
antara lain pengetahuan ibu yang rendah tentang ASI eksklusif dan MPASI, serta ibu
tidak mengetahui tahapan pemberian MPASI yang tepat (Zogara, dkk, 2014). Faktor
budaya dan peran nenek turut mempengaruhi ibu dalam memberikan MPASI dini
kematian bayi (Inayati, dkk, 2012). Pemberian MPASI dini meningkatkan resiko
dan berlemak. Ibu yang memberikan MPASI tepat waktu memiliki balita yang status
gizi lebih baik menurut indikator BB/TB dibandingkan ibu yang lebih awal
memberikan MPASI kepada balita (Udoh, dkk, 2016). Anak yang mendapatkan
MPASI tepat waktu kurang berisiko mengalami malnutrisi kronis sebesar 25%
3
1.3 Tujuan Penelitian
asi eksklusif terhadap status gizi balita Puskesmas Batu 10 Kota Tanjungpinang.
mengenai tingkat pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI eksklusif pada balita dan
hubungan terhadap status gizi balita di Puskesmas Batu 10, Kota Tanjungpinang.
Selain itu, dapat memberikan bahan evaluasi bagi Puskesmas Batu 10 dan Dinas
pemberian ASI eksklusif yang baik pada balita, sehingga secara tidak langsung dapat
hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan informasi tambahan
4
untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian ASI
eksklusif.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam anorganik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara dari ibu yang
berguna sebagai makanan bagi bayinya (Muchtadi, 1990). Selain itu, Roesli (2000)
juga mendefinisikan ASI sebagai suatu komponen zat-zat yang spesifik dan berbagai
enzim yang disekresi oleh kedua payudara dari ibu berguna sebagai nutrisi bagi bayi.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ASI adalah suatu komponen
zat-zat yang terdiri dari lemak, laktosa, garam-garam organic dan berbagai enzim
yang disekresi oleh kelenjar payudara ibu sebagai makanan yang baik untuk bayi.
Council Washington tahun 1980 diperoleh data perbandingan komposisi zat-zat yang
terdapat pada kolostrum, ASI, dan susu sapi seperti tertera pada tabel 1:
Tabel 1. Komposisi Kolostrum, ASI dan Susu sapi (untuk setiap 100 ml).
Komponen Kolostrum ASI Susu Sapi/formula
Energy (K Cal) 58 70 65
Protein (g) 2,3 0,9 3,4
- Kasein/Whey 1:1,5 1:1,2
- Kasein (mg) 140 187 -
- Laktamil Bumil (mg) 218 161 -
- Laktoferin (mg) 330 167 -
6
Komponen Kolostrum ASI Susu Sapi/formula
- Ig A(mg) 364 142 -
Laktosa (g) 5,3 7,3 4,8
Lemak 2,9 4,2 3,9
Vitamin
- Vit A (mg) 151 74 41
- Vit B1 (mg) 1,9 14 43
- Vit B2 (mg) 30 40 145
- Asam Nikotinmik (mg) 75 160 82
- 12- 64
- Vit B6 (mg) 183 15 340
- Asam Pantotenik 0,06 246 2,8
- Biotin 0,05 0,6 0,13
- Asam Folat 0,05 0,1 0,16
- Vit B12 5,9 0,1 1,1
- Vit C - 5 0,02
- Vit D (mg) 1,5 0,04 0,07
- Vit Z - 0,25 6
- Vit K (mg) 1,5
Mineral 39 130
- Kalsium (mg) 85 35 108
- Klorin (mg) 40 40 14
- Tembaga (mg) 70 40 70
- Zat besi (ferrum)(mg) 4 100 12
- Magnesium (mg) 14 4 120
- Fosfor (mg) 74 15 57
- Potassium (mg) 48 57 15
- Sodium (mg) 22 15 14
- Sulfur (mg) 14
Data tabel 1 menggambarkan bahwa susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih
banyak protein daripada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan
sisanya berupa kasein yang larut, bila bayi diberi susu sapi yang mengandung kasein
7
yang tinggi, akan terbentuk gumpalan yang relatif besar dalam lambung bayi.
Sedangkan ASI walaupun mengandung lebih sedikit total protein, namun bagian
protein kaseinnya lebih banyak, sehingga akan membentuk gumpalan yang lunak dan
lebih mudah dicerna serta diserap oleh usus bayi dibandingkan dengan lemak susu
Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia
enam bulan. Memberikan ASI saja hingga bayi berusia enam bulan tanpa
lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif (Roesli, 2000). Istilah lain menyebutkan
tambahan makanan padat dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai enam
bulan, kecuali vitamin, mineral, dan obat dalam bentuk sirup (Depkes RI, 2005).
Pemberian ASI eksklusif akan memenuhi kebutuhan awal bayi untuk tumbuh
sosialnya. Itu sebabnya sangat mudah dimengerti mengapa bayi ASI eksklusif akan
tumbuh menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas. Banyak
manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dapat dirasakan bayi seperti
yang disebut Yuliarti (2010), manfaat pemberian ASI adalah bayi mendapat nutrisi
dan enzim terbaik yang dibutuhkan, bayi mendapat imun sehingga akan lebih jarang
8
sakit.
kecerdasan anak. Hal ini karena selain nutrien yang ideal, dengan
komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga
mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal.
Hasil penelitian Lucas (1993) terhadap 300 bayi yang menunjukkan bahwa bayi
prematur yang diberi ASI eksklusif mempunyai IQ lebih tinggi secara bermakna (8,3
point lebih tinggi ) dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI. Pada penelitian
Riva (1997) ditemukan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif, ketika berusia 9,5
tahun mempunyai tingkat IQ 12,9 point lebih tinggi dibanding anak yang ketika bayi
kontribusi dalam menjaga kesehatan anak seumur hidupnya seperti yang dikatakan
Yuliarti (2009) bahwa orang dewasa yang mendapatkan ASI eksklusif semasa bayi
Namun demikian data-data menunjukan bahwa pemberian ASI secara eksklusif masih
berbagai faktor.
9
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif terdiri dari faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pemberian ASI
1. Umur
Ibu yang umurnya lebih muda lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan
dengan ibu-ibu yang sudah tua. Hal ini terjadi karena adanya pembesaran payudara
pada setiap siklus ovulasi mulai dari permulaan tahun menstruasi sampai umur 30
tahun (Suraatmadja, 1997, Lawrence, 1994). Diatas umur 30 tahun terjadi degenerasi
payudara dan kelenjar alveoli secara keseluruhan, sehingga ASI yang diproduksi
Volume ASI yang dihasilkan ditentukan oleh umur ibu pada saat hamil, ibu
yang berumur 19-23 tahun pada umumnya dapat menghasilkan cukup ASI
atau lebih biasanya tidak akan dapat menyusui bayinya dengan jumlah ASI yang
cukup (Pudjiadi, 2000). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Tilaili
(2000) yang menyatakan bahwa responden yang berusia 20-35 tahun lebih baik pola
menyusui bayinya dibanding dengan responden yang berumur lebih dari 35 tahun.
2. Pekerjaan
Bekerja di luar rumah membuat ibu tidak berhubungan penuh dengan anaknya,
(Roesli, 2000). Pada ibu-ibu yang bekerja di luar rumah tidak ada waktu untuk
menyusui bayinya selama masa jam kerja. Oleh karena itu, banyak yang
10
menghentikan pemberian ASI kepada bayinya (Soetjiningsih,1997 dalam Astiah,
2005). Proporsi ibu yang tidak patuh memberikan ASI eksklusif pada ibu yang
bekerja adalah 60%, dengan risiko 1.5 kali dibandingkan ibu yang tidak bekerja
(Mardeyanti, 2007).
3. Pendidikan
berfikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat
perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih
rendah (Depkes RI, 2002). Pendidikan juga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah
laku manusia dalam memberikan inisiasi dini serta memberikan ASI secara
4. Pengetahuan
ternyata perilaku yang didasari pengetahuan lebih baik dari pada perilaku yang tidak
adanya pengetahuan mengenai ASI eksklusif, ibu mempunyai sikap positif dalam
memberikan ASI secara eksklusif pada bayinya. Mardiana (2001) dalam penelitianya
11
mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu
dengan pemberian ASI, dimana ibu yang berpengetahuan baik berpeluang untuk
5. Pengalaman Menyusui
oleh jumlah persalinan yang pernah dialami ibu. Masalah yang paling sering terjadi
pada ibu dengan 1-2 anak adalah puting susu yang lecet akibat kurangnya
pengalaman yang dimiliki atau belum siap menyusui secara fisiologis (Neil, 1996
jumlah anak, dimana prevalensi anak ketiga atau lebih, lebih banyak yang disusui
antara lain:
pemberian ASI. Hal ini didukung oleh pernyataan Soetjiningsih (1997) bahwa faktor
eksklusif kepada bayinya salah satunya disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan
12
pendidikan, sehingga hal ini mengakibatkan para petugas kesehatan kurang
terarah dan tidak mendukung adalah salah satu penyebab utama masih rendahnya
penggunaan ASI eksklusif. Depkes (2007) juga mengatakan hal yang demikian,
promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti ASI (PASI). Jika hal
ini terus terjadi akibatnya semakin banyak ibu yang tidak menyusui bayinya secara
eksklusif .
2. Dukungan Suami
pemberian ASI. ketika istrinya harus menyusui suami dapat mengambil alih tugas
– tugas domestik ibu. Dari hasil penelitian oleh Ariani (2002) di Rumah Sakit Islam
Jakarta didapatkan bahwa ibu yang mendapat dukungan keluarga memberikan ASI
eksklusif sebanyak 35,7% sedangkan pada ibu yang tidak mendapat dukungan dari
13
3. Dukungan Orang Tua
Ibu yang sedang menyusui sangat membutuhkan dukungan baik dari suami,
orang tua, dan kerabat dekatnya. Peranan keluarga terhadap berhasil atau tidaknya
seorang ibu memberikan ASI eksklusif sangat besar. Hasil pengamatan menunjukan
bahwa ibu menyusui yang tinggal serumah dengan orang tuanya (nenek) mempunyai
peluang sangat besar untuk memberikan makanan pendamping (MP-ASI) secara dini
pada bayi. Hal tersebut berkaitan dengan budaya yang dianut sebagian besar
masyarakat jaman dahulu. Kebiasaaan dan praktek yang sering ditemukan selama
penelitian Afifah (2007) adalah pemberian prelaktal berupa madu dan susu formula
dengan menggunakan dot kepada bayi baru lahir serta memberikan MP-ASI yang
sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI (Prasetyono, 2009). Manajemen
laktasi adalah suatu upaya dari ibu, ayah, dan keluarga untuk mendukung
keberhasilan menyusui. Laktasi dimulai dari masa kehamilan, setelah melahirkan, dan
masa menyusui selanjutnya (Prasetyono, 2009), upaya – upaya yang perlu dilakukan
Selama masa kehamilan, Ibu dapat mencari informasi tentang keunggulan ASI,
manfaat menyusui bagi ibu dan bayi, serta dampak negatif pemberian susu formula
14
bagi bayi. Ibu memeriksakan kesehatan tubuh, kehamilan dan kondisi putting
payudara, melakukan perawatan payudara sejak kehamilan umur 6 bulan hingga siap
menyusui, ibu senantiasa mencari informasi tentang gizi dalam makanan tambahan
dalam keluarga, termasuk mendapatkan dukungan suami yang dapat memberikan rasa
posisi yang baik dan benar mulai dari melekatkan bayi di payudara ibu, sehingga
membantu terjadi kontak langsung antara bayi dan ibu selama 24 jam agar menyusui
Setelah bayi mendapat ASI pada minggu pertama kelahiran, ibu diwajibkan
memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi. ASI eksklusif berarti
hanya memberikan ASI saja tanpa disertai makanan dan minuman lainnya. Ibu harus
memiliki istirahat yang cukup, dapat menjaga diri agar tidak stress, serta
tetap lancar. Keberhasilan dalam menyusui juga didukung oleh pengertian dan
15
2.4 Masalah – Masalah Dalam Menyusui ( gambaran pemberian ASI eksklusif)
Berbagai kendala dapat timbul dalam upaya memberikan ASI eksklusif selama
enam bulan pertama kehidupan bayi . Masalah yang timbul dalam menyusui dapat
(posnatal). Pada masa pasca persalinan dini (masa nifas / laktasi), dan masa pasca
diantaranya adalah puting susu yang terbenam atau datar. Puting susu yang normal
akan menonjol. Akan tetapi ibu dengan puting susu datar tidak selalu mengalami
kesulitan dalam menyusui, dibuktikan dari banyak pengalaman ibu yang masih bisa
puting susu yang lecet. Puting susu yang lecet dapat disebabkan karena trauma pada
puting susu karena puting susu yang kering, tergigit bayi, terkena gesekan, sehingga
putting dapat retak dan terbentuk celah- celah. Masalah lain yang sering ditemui
adalah payudara yang bengkak, abses payudara, dan saluran susu yang tersumbat.
Payudara bengkak disebabkan karena edema ringan oleh hambatan vena atau saluran
limfe dikarenakan ASI yang menumpuk didalam payudara. Hal ini dapat dicegah
dengan memberikan ASI tepat jadwal yaitu 2-3 jam sekali (Prasetyono, D. 2009).
Masalah menyusui pada pasca persalinan lanjut yang dapat ditemui diantaranya
ibu merasa bahwa ASI kurang dengan berbagai alasan seperti payudara kecil dan bayi
yang sering menangis. Banyak ibu menduga bayi yang sering menangis artinya
16
kekurangan ASI, tapi bisa karena berbagai penyebab misalnya karena bayi
diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan.
Jadi selain Makanan Pendamping ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi,
paling tidak sampai usia 24 bulan, peranan makanan pendamping ASI sama sekali
bukan untuk menggantikan ASI melainkan hanya untuk melengkapi ASI, jadi
dalam hal ini makanan pendamping ASI berbeda dengan makanan sapihan
diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi ASI (Diah Krisnatuti, 2008).
asupan susu menuju makanan semi padat. Hal ini dilakukan karena bayi
membutuhkan lebih banyak gizi. Bayi juga ingin berkembang dari refleks
menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk cairan semi padat dengan
memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke belakang (Indiarti and Eka
dengan pemberian ASI. Makanan Pendamping ASI diberikan pada bayi yang telah
berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi gizi bayi. Pemberian
makanan pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk sari
17
buah, buah segar, bubur kental, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya
makanan padat. Alasan pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan karena umumnya
bayi telah siap dengan makanan padat pada usia ini (Chomaria, 2013).
hanya memenuhi kebutuhan gizi bayi sebanyak 60% pada bayi usia 6-12 bulan.
Sisanya harus dipenuhi dengan makanan lain yang cukup jumlahnya dan baik
gizinya . Oleh sebab itu pada usia enam bulan keatas bayi membutuhkan tambahan
gizi lain yang berasal dari MP-ASI (Mufida, Widyaningsih and Maligan, 2015).
menjadi 2 macam yaitu tujuan mikro dan tujuan makro. Tujuan mikro berkaitan
menghilangkan rasa tidak enak karena lapar dan haus. Disamping itu
kesehatan masyarakat.
18
Pemberian makanan pendamping ASI bagi bayi bertujuan untuk menambah
energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI sudah tidak dapat
memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus (Diah Krisnatuti, 2008) selain
itu pemberian makanan pendamping ASI membantu bayi dalam proses belajar
makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik serta
Menurut (Chomaria, 2013) MP-ASI harus diberikan pada saat bayi usia 6
bulan karena:
bulan, bayi mengalami peningkatan nafsu makan, tetapi bukan berarti pada
b. 0-6 bulan, kebutuhan bayi bisa dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi ASI.
c. Umumnya bayi telah siap dengan makanan padat pada usia 6 bulan karena
pada usia ini, ASI hanya memenuhi 60-70% kebutuhan gizi bayi.
pada bayi berusia 4-6 bulan karena sistem pencernaan mereka belum siap
19
f. Masih aktifnya reflex extrusion yaitu bayi akan mengeluarkan makanan
Ada dua kategori pemberian MP-ASI yang salah menurut Monika, 2014, yaitu:
ada perasaan bangga dan bahagia telah membuat pencapaian besar. Hal ini
20
b. Menunda Pemberian MP-ASI
bayi lebih dari 6 bulan dengan alasan agar bayi terhindar dari risiko
menderita alergi makanan serta meberikan kekebalan pada bayi lebih lama.
menunda pemberian MP- ASI hingga usia bayi melewati 6 bulan tidak
pemberian MP-ASI :
defisiensi besi)
21
2.6 Kerangka Teori
22
2.7 Kerangka Konsep
1. Karakteristik usia
2. Karakteristik
pendidikan
Pemberian ASI
3. Karakteristik
Eksklusif
pekerjaan
4. Pengetahuan ibu
1. Terdapat hubungan antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan ibu mengenai
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Desember 2022.
Populasi target penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita berusia 0
hingga 59 bulan yang datang membawa bayi imunisasi ke Puskesmas Batu 10.
memenuhi kriteria inklusi dan dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.
2. Ibu yang memiliki anak balita berusia 0-59 bulan pada saat periode penelitian
24
1. Bayi lahir prematur
kuesioner kepada ibu yang memiliki balita berusia 0 hingga 59 bulan. Kuesioner ini
digunakan untuk menilai tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif serta berizi
status gizi balita pada saat penelitian. Kuesioner yang digunakan merupakan
kuesioner yang diadaptasi dari kuesioner Siti Fatimah (2017) yang sudah tervalidasi
sebelumnya. Setiap jawaban benar pada kuisioner Pengetahuan ASI Eksklusif diberi
skor 1 untuk jawaban yang salah diberi skor 0 yang disesuaikan dengan kunci
Data yang telah diperoleh akan dilakukan skoring dengan ketentuan untuk
setiap jawaban benar pada kuisioner diberi skor 1 dan untuk jawaban yang salah
univariat dan bivariat menggunakan perangkat lunak Statisical Package for the Social
Science (SPSS).
25
3.6 Definisi Operasional
3.6.1. Pengetahuan
dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti informasi. Hal yang diteliti dalam penelitian
ini adalah pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI Ekslusif. Penilaian terhadap
26
BAB IV
4.1. Hasil
Total sampel yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini
sebanyak 34 sampel, dimana jumlah tersebut didapatkan dari jumlah ibu yang
membawa balita beruisa 0 -59 bulan datang dalam kegiatan imunisasi dan
pengukuran tumbuh kembang bulanan ke Poli Imunisasi Puskesmas Batu 10
pada bulan Desember 2022.
27
Dalam penelitian ini juga dilakukan penghitungan terkait jumlah ibu
yang memberikan ASI Ekslusif kepada balitanya. Dari 34 Ibu yang mengikuti
penelitan, sebanyak 76,5% (26/34) ibu memberikan ASI Ekslusif dan 23,5%
(8/34) ibu tidak memberikan ASI ekslusif. (Tabel 4.2)
28
Berdasarkan pengukuran status gizi balita dari ibu yang mengikuti
penelitian pada hari pengembalian sampel didapatkan sebanyak 55.9% (19/34)
balita berada pada garis hijau, 29,4% (10/34) balita berada pada garis kuning
dan 14,7% (5/34) balita masih berada di garis merah. (Tabel 4.4)
Hubungan Pengetahuan Ibu Mengenai Pemberian ASI Ekslusif dan Status Gizi
Balita
29
4.2. Pembahasan
Pada Tabel 4.1 dapat diamati bahwa mayoritas pendidikan terkahir Ibu
dalah Tamat SMA/Sederajat sebanyak 41,2% (14/34), diikuti dengan Tamat
Diploma/Sarjana sebanyak 38,2% (13/34), Tamat SMP sebanyak 17,6% (6/34)
dan Tamat SD sebanyak 2,9% (1/34). Latar belakang pendidikan ibu pada satu
sisi mempunyai dampak positif yaitu ibu semakin mengerti akan pentingnya
pemeliharaan kesehatan, tetapi di sisi lain pendidikan yang semakin tinggi juga
akan berdampak adanya perubahan nilai sosial seperti anggapan bahwa menyusui
dianggap tidak modern dan dapat mempengaruhi bentuk payudara ibu (Sarbini.D
dan Hidayati L, 2008)
Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar akan berbeda pengetahuan
gizinya dibanding dengan yang pendidikannya lebih tinggi. Namun, belum berarti
seseorang yang hanya tamat sekolah dasar kurang mampu menyusun makanan
yang memenuhi persyaratan gizi. Hal ini dikarenakan jika orang tersebut rajin
membaca informasi tentang gizi atau turut serta dalam penyuluhan gizi bukan
mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Hanya saja perlu dipertimbangkan,
seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam
menerima pesan dan informasi gizi (Soetjiningsih, 1995).
Pada penelitian ini sebagian besar balita mendapatkan ASI Ekslusif yaitu
sebesar 76,5% (26/34) dan 23,5% (8/34) tidak mendapatkan ASI ekslusif.
Pemberian ASI ekslusif dipengaruhi banyak faktor, diantaranya sosial budaya,
pengaruh promosi susu formula, dukungan petugas kesehatan, kesehatan ibu,
kesehatan bayi, status pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan
serta sikap ibu. Pengetahuan dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan
penyuluhan tentang ASI sangat berpengaruh pada keberhasilan menyusui. Bayi
yang sehat, tidak menderita kelainan atau penyakit tertentu lebih mudah untuk
menyusu. Kondisi ibu yang tidak dianjurkan untuk menyusui bayi seacara
permanen adalah ibu yang terinfeksi HIV. Hal ini untuk mencegah penularan ibu-
30
anak melalui ASI. Tekanan ekonomi memaksa ibu bekerja untuk mencari
penghasilan sehingga tidak mempunyai kesempatan memberikan ASI secara
ekslusif (Syarif, dkk, 2011)
Hasil penelitian menggunakan uji statistik Spearman Rho terkait
Hubangan Pengetahuan Ibu mengenai ASI Ekslusif terhadap Status Gizi Balita
didapatkan nilai p-Value = 0,008 < 0,05. Besar korelasi koefisien (r) antara kedua
variabel tersebut adalah 0,244 dengan arah positif, maka dapat disimpukan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang ASI Ekslusif
dengan status gizi balita usia 0 - 59 bulan di Puskesmas Batu 10 Kota
Tanjungpinang.
Tingkat pengetahuan seseorang akan mempengaruhi tingkah laku, Green
menyatakan bahwa pengetahuan seseorang merupakan faktor penentu untuk
bertindak dan merupakan awal persepsi yang menentukan sikap dan perbuatan
juga tindakan. Dengan adanya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Ekslusif
akan meningkatkan pemahaman yang mendalam pada ibu tentang manfaat
pemberian ASI Ekslusif. Pemahaman ini akan menjadi dasar bagi ibu untuk
berperilaku memberikan ASI Eksulif kepada bayinya. Perilaku ibu dalam
pemberian ASI secara eksklusif dapat mempengaruhi status gizi bayi
(Marwiyah. N & Khaerawati, 2020).
ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan
sudah tersedia bagi bayi. ASI menjadi satu-satunya makanan yang dibutuhkan
bayi selama 6 bulan pertama hidupnya agar menjadi bayi yang sehat.
Komposisinya yang dinamis dan sesuai dengan kebutuhan bayi menjadikan ASI
sebagai asupan gizi yang optimal bagi bayi. ASI dan plasma memiliki konsentrasi
ion yang sama sehingga bayi tidak memerlukan cairan atau makanan tambahan.
ASI memiliki semua unsur-unsur yang memenuhi kebutuhan bayi akan gizi
selama periode sekitar 6 bulan, kecuali jika ibu megalami keadaan gizi kurang
yang berat atau gangguan kesehatan lain (Dahliansyah, dkk, 2018)
31
Balita yang diberikan ASI secara eksklusif memiliki berat badan yang
normal, dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif dimana
cenderung kurus dan gemuk. Penelitian lain juga menyebutkan bayi yang tidak
diberi ASI eksklusif memiliki resiko dua kali lebih besar untuk mengalami
stunting pada usia 6-12 bulan dibandingkan dengan balita yang mendapat ASI
eksklusif (Larasati, 2018).
32
BAB V
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan sumber ide
untuk keberjalanan kegiatan promotifn dan preventif di Puskesmas Batu 10. Hal yang
dapat dilakukan seperti:
33
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, D. N. 2007. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian ASI
Eksklusif. UNDIP. Tesis. Diakses 9 Mei 2012
Ariani A.2002. Peningkatan Berat Badan pada Bayi Prematur yang Mendapat ASI,
PASI, dan Kombinasi ASI-PASI. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40
No. 2 p : 81-85.
Asare, BY, Preko, JV, Baafi D. Int Breastfeed J 13. Breastfeeding practices and
determinants of exclusive breastfeeding in a cross-sectional study at a child
welfare clinic in Tema Manhean, Ghana. 2018; 12.
Dahliansyah, D., Hanim, D., & Salimo, H. (2018). Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif, Status Gizi, dan Kejadian Diare dengan Perkembangan Motorik pada
1000 Hari Pertama Kehidupan. Sari Pediatri, 20(2), 70.
https://doi.org/10.14238/sp20.2.2018.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan Konseling Laktasi: Panduan Peserta dari
http://gizi.depkes.go.id
34
Green, L. W and Kreuter, M. W. 2000. Health Promotion Planing: An Education and
Environment Aprroach. United States: Mayfield Publishing Company
Indiarti, M. dan Eka Sukaca Bertiani. 2015. Nutrisi Janin dan Bayi. Yogyakarta:
Parama Ilmu.
Larasati, A. D., Nindya, S. T., & Arief, S. Y. (2018). Hubungan antara Kehamilan
Remaja dan Riwayat Pemberian ASI Dengan Kejadian Stunting pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pujon Kabupaten Malang The Correlation Between
Adolescent Pregnancy , Breastfeeeding Practice and Stunted Children at
Puskesmas Pujo. Research Study, 2(4), 392–401.
https://doi.org/10.2473/amnt.v2i4.2018.3 92-401
Lucas J., Spence, K., & Halliday, R. (1993). Parent’s perseption of nursing support in
the neonatal intensive care unit (NICU). Neonatal, Pediatric and child health
nursing, 10 .
35
Marwiyah, N., & Khaerawati, T. (2020). Faktor–Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja di Kelurahan Cipare
Kota Serang. Faletehan Health Journal, 7(1), 18-29
Muchtadi, Deddy. 1996, Gizi untuk bayi ;air susu ibu, susu formula dan makanan
tambahan. Penerbit : pustaka sinar harapan.
Notoatmodjo, S. (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Edisi kedua. PT. Rineka cipta.
Jakarta
Oktora, R. 2013. Gambaran Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Desa Serua
Indah, Kecamatan Jombang, Tangerang Selatan. Jurnal Kesehatan Reproduksi,
4(1).
36
Riva, S.J.,et al. (1997). Maternity Nursing: Family, Newborn, and Women’s Health
Care (18thed). (Afiyanti, Y.,et.al. Penerjemah) USA: Lippincott William &
Wilkins Inc.
Syarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS. Buku ajar nutrisi pediatrik dan
penyakit metabolik. Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2011
Tilaili, Ibrahim. 2000. Analisis Pola Menyusui Bayi di Kecamatan Peukan Bada
Kabupaten Aceh Besar provinsi DI Aceh. Tesis FKM UI. Depok.
Udoh EE, Amodu OK. Complementary feeding practices among mothers and
nutritional status of infants in Akpabuyo Area, Cross River State Nigeria.
Springerplus. 2016;5(2073): 1–19.
37
Victoria CG, Bahl R, Barros AJD. Lancet. Breastfeeding in 21 st century:
epidemiology, mechanisms, and lifelong effect. 2016; 387:475-90.
Widodo Y, dkk. 2003. Strategi Peningkatan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Panel
Gizi Makan 26(1):31-36.
Yuyum. 2012. Gambaran Pemebrian ASI Ekslusif Di Puskesmas Jati Rahayu Bekasi.
Fakultas Ilmu Keperawatan Depok.Skripsi
Zogara AU, Hadi H, Arjuna T. Riwayat pemberian ASI eksklusif dan MPASI dini
sebagai prediktor terjadinya stunting pada baduta di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur. J Gizi dan Diet Indonesia. 2014; 2(1): 41–50.
38
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
No. Responden :
Tanggal pengisian :
Identitas Ibu
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Umur Anak :
Alamat :
Petunjuk Pengisian
2.8.1.1 Berilah tanda (√ ) jawaban yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan
2.8.1.2 Sebelum selesai wawancara periksa kembali dan pastikan semua pernyataan
sudah terjawab.
39
Pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif
40
Kunci jawaban
41