HADITS Larangan Korupsi Dan Kolusi
HADITS Larangan Korupsi Dan Kolusi
HADITS Larangan Korupsi Dan Kolusi
Oleh :
Muhammad In’amul Muttaqin
NIM : 2213079
Makalah ini menjelaskan tentang “Larangan korupsi dan kolusi”. Makalah ini
dikerjakan dengan tujuan sebagai tugas mata kuliah Al-Qur’an dan tentunya untuk
menambah wawasan kita,tentang Munasabah Al-Quran itu sendiri.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah referensi baru bagi seluruh
pembaca. Makalah yang masih jauh dari kesempurnaan. Jika ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini, kami mohon maaf. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca guna menyempurnakan tugas makalah untuk selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan Makalah.........................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
1. Pengertian korupsi.....................................................................................................................3
2. Penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.......................................................................3
3. Macam-macam korupsi..............................................................................................................4
4. Dampak adanya korupsi.............................................................................................................5
5. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi........................................5
6. Pengertian kolusi.......................................................................................................................8
7. Alasan kenapa terjadi kolusi......................................................................................................9
8. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam memberantas kolusi..............................................11
CONTOH KASUS KOLUSI.............................................................................................................12
Kasus Kolusi Citibank Akui Ada Kolusi di Kasus Malinda.....................................................12
Implikasi Kasus Kolusi “Citibank Akui Ada Kolusi di Kasus Malinda”.................................13
DAMPAK DARI KOLUSI............................................................................................................14
PERMASALAHAN DAN TANTANGAN...................................................................................15
UPAYA PENANGGULANGAN KOLUSI..................................................................................16
BAB III...............................................................................................................................................18
PENUTUP..........................................................................................................................................18
1. Kesimpulan..............................................................................................................................18
2. Saran........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................0
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi
social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil
keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan
anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar
batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi
hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan
rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya
adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah
korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan
mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara
yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.
iv
Kolusi terjadi di dalam satu bidang industri di saat beberapa perusahaan saingan bekerja
sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu
bentuk pasar oligopoli, di mana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat
secara signifikan memengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari
kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
Dalam era reformasi sekarang ini, banyak terjadi kejahatan politik yang bahkan
melibatkan pemimpin-pemimpin bangsa ini. Korupsi, kolusi, dan nepositisme atau sering
disebut KKN telah merusak moral bangsa kita, banyak pihak masyarakat yang merasa
dirugikan atau terkena dampak dari kejahatan tersebut. Kolusi merupakan salah satu kejahatan
politik yang pelakunya sering disebut sebagai koruptor yang mementingkan kepentingannya
sendiri tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain. Dampak kolusi itu sendiri juga merusak
martabat dan moral bangsa Indonesia sebagai Negara kesatuan yang berpegang teguh pada
ajaran Pancasila sebagai dasar Negara. Dalam artikel berikut akan dijelaskan pengertian KKN
khususnya kolusi ,apa penyababnya dan juga upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan
untuk memberantasnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian korupsi?
2. Apa penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi?
3. Apa saja macam-macam dari korupsi?
4. Apa saja dampak adanya korupsi?
5. Apa saja langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?
6. Penjelasan tentang pengertian
7. Alasan kenapa terjadi kolusi.
8. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam memberantas kolusi.
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui apa pengertian korupsi?
2. Mengetahui apa penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi?
3. Mengetahui apa saja macam-macam dari korupsi?
4. Mengetahui apa saja dampak adanya korupsi?
5. Mengetahui apa saja langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
memberantas korupsi?
6. Mengetahui Penjelasan tentang pengertian kolusi dan contoh dari kasus kolusi.
7. Mengetahui alasan kenapa terjadi kolusi.
v
8. Mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan dalam memberantas kolusi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian korupsi
Korupsi ialah merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi
merusak mental dan akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidana sebagai
hukumannya.
Dalam Al-qur’an surat al-baqarah ayat 188 Allah SWT. Berfirman:
َاس بِاِإْل ْث ِم َوَأ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون ِ بِهَا ِإلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوا فَ ِريقًا ِم ْن َأ ْم َوhَواَل تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوا
ِ َّال الن
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, Padahal kamu mengetahui”.(al-baqarah:188)
َدh َذ بَ ْعhَا َأخhhا فَ َمhhًال َم ْن ا ْستَ ْع َم ْلنَاهُ َعلَى َع َم ٍل فَ َرزَ ْقنَاهُ ِر ْزق َ ع َْن بُ َر ْي َدةَ ع َْن َأبِي ِه ع َْن النَّبِ ِّي
َ َم قhَ َّصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل
] [رواه أبو داود.ٌَذلِكَ فَه َُو ُغلُول
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Buraidah dari ayahnya dari Nabi saw, beliau
bersabda: Barangsiapa yang telah kami angkat sebagai pegawai dalam suatu jabatan kemudian
kami berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gaji itu adalah korupsi.” [HR. Abu
Daud] [Nailul Author 4: 232].
2. Penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau
keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa
seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan sipemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterimaatau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau
partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya,
juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang
vi
paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan
pribadi dengan masyarakat.
3. Macam-macam korupsi
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan
Korupsi Pasif.
1. Korupsi Aktif
adalah sebagai berikut :
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999) dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat
merugikan keuangan Negara, atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999)
2. Korupsi Pasif
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
karena
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau
pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia,
atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
vii
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun
2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
4. Dampak adanya korupsi
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas
korupsi yang tepat yaitu:
a. Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat
viii
upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan
banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
b. Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga
sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan
sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai
disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
c. Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan
secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi. Bagi
pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak
dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara
lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat
anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain
perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya
koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi
hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada
realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk
menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah
bangkit memberantas korupsi.
ix
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian,
Kejaksaan,Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa
memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan
prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang
sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya
masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia.
Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang
sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima,
mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat
dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun
peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang
yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai
yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang
telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah
kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti
melanggar harkat dan martabat kehidupan
x
pelakunya tidakakan bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga
beberapa strategi.
Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk
korupsi, anatara lain;
6. Pengertian kolusi
Sedangkan kolusi ialah persekongkolan antara dua pihak untuk suatu perbuatan melanggar
hukum dan merugikan orang lain. Umpamanya seorang pejabat yang berwenang memutuskan
pemenang sebuah tender bersepakat dengan salah seorang pengaju tender agar tendernya yang
dimenangkan, maka kesepakatan itu disebut “kolusi”. Begitu juga hakim di pengadilan yang
berkolusi dengan pihak-pihak yang berperkara, agar perkaranya dimenangkan.
Salah satu kasus dari kolusi yang dilakukan secara berlebihan adalah kartel (istilah
untuk kolusi tersembunyi), pada dasarnya kartel merupakan kelompok produsen independen
yang bertujuan untuk menetapkan harga untuk membatasi suplai dan kompetisi, praktek kartel
ini dilarang hampir diseluruh Negara. Akan tetapi, sebenarnya kartel ini tetap ada, baik
dilingkungan nasional maupun internasional, formal atau informal.
Indonesia sebagai Negara yang berpancasila adalah salah satu Negara yang banyak
terjadi kecurangan atau kejahatan politik seperti kolusi dalam system pemerintahannya yang
paling hebat lagi adalah para pemimpinnya juga terlibat didalam kejahatan tersebut. Dalam
hal ini kolusi dapat merusak moral bangsa dan martabat Negara.
Dalam ruang lingkup yang luas ada beberapa pengertian tentang kolusi, diantaranya
adalah sebagai berikut:
· Kolusi adalah suatu kerja sama melawan hukum antar penyelenggara Negara atau antara
penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau
Negara.
xi
· Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang
atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar.
· Sedangkan pengertian kolusi berdasarkan UU No. 20 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan
negara-negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, kolusi adalah
pemufakatan kerjasama melawan hukum antar penyelenggara negara dan pihak lain,
masyarakat ataupun negara.
Jadi secara garis besar, Kolusi adalah pemufakatan secara bersama untuk melawan
hukum antar penyelenggara Negara atau antara penyelenggara dengan pihak lain yang
merugikan orang lain, masyarakat dan Negara.
Di Indonesia sendiri , kondisi tersebut sering terjadi dalam proyek pengadaan barang
atau jasa tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh pemerintah.
Pemberian uang pelicin kepada perusahaan tertentu oleh oknum pejabat atau pegawai
pemerintahan agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa
tertentu.
Penggunaan broker (perantara) dalam pengadaan barang dan jasa tertentu. Padahal,
seharusnya dapat dilaksanakan melalui mekanisme G 2 G (pemerintah ke pemerintah)
atau G 2 P (pemerintah ke produsen), atau dengan kata lain secara langsung.
xii
7. Alasan kenapa terjadi kolusi
Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan kolusi adalah karena ketergodaannya
akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk
menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui
cara berkolusi, maka jadilah seseorang akan melakukan kolusi. Jadi, jika menggunakan cara
pandang penyebab kolusi seperti ini, maka salah satu penyebab kolusi adalah cara pandang
terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang
salah dalam mengakses kekayaan tersebut dan semakin banyak orang melakukan kesalahan
dalam mengakses kekayaan maka semakin banyak pula orang yang melakukan kolusi.
Dalam masyarakat: Himpitan ekonomi, seperti gaji lebih kecil dari kebutuhan yang
makin meningkat, latar belakang kebudayaan atau kultur kerja atau lingkungan
tempat tinggal.
Dalam pemerintahan: Monopoli Kekuasaan dengan wewenang pejabat yang
absolut tanpa adanya mekanisme pertanggungjawaban, hubungan personal antara
pemimpin dan bawahan yang tidak berdasarkan asas persamaan, tidak ada sistem
kontrol yang baik, korupsi bagian budaya pejabat local.
Dalam pendidikan: Tradisi memberi disalahgunakan, sistem pendidikan
mempraktekkan sistem gaya bank mengakibatkan pembodohan anak didik,
kurikulum tidak kontekstual, gaji dan apresiasi terhadap pelaku pendidikan rendah.
4) Apatis masyarakat.
Setelah melihat dari beberapa penyebab kolusi diatas, dapat dikatakan bahwa masih perlu
adanya peninjauan kembali terhadap system pemerintahan itu sendiri agar pancasila sebagai
dasar Negara tidak terkontiminasi terhadap kejahatan kolusi.
xiii
Kondisi-kondisi yang mendorong adanya kolusi
Kolusi tentunya tidak diinginkan oleh sebagian besar masyarakat tenrunya para
konsumen. Lain halnya dengan produsen, mereka berharap dengan adanya kolusi mereka
dapat menambah keutungan. Walaupun tidak disukai masyarakat, kolusi dapat saja terjadi jika
terbentuk suatu kondisi yang mendukung terjadinya kolusi. Kondisi pasar yang harus
diwaspadai yang dapat menimmbulkan adanya kolusi adalah terjadinya pemusatan kekuatan
pangsa pasar. Hal lain adalah adanya kesamaan biaya dalam produksi dan kesamaan
permintaan dari masyarakat.
Dengan adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative, maka yang
diharapkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat yang bisa menjaga eksistensi
pancasila sebagai dasar Negara artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan
berbagai kebijakan pemberantasan tindak KKN terutama kolusi dan mempunyai kesamaan
pandangan terhadap KKN sebagai musuh bersama, sama dengan apa yang diharapkan oleh
rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social
terhadap Pemerintahan.
Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator
terhadap makna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap
pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, Perbaikan
Gaji Pegawai, Sanksi Efek Jera, Pemberhentian Jabatan yang diduga secara nyata
melakukan tindak korupsi dsb.
Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan
melaksanakan penegakkan hukum tanpa pilih bulu terhadap setiap pelanggaran KKN
dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
xiv
Melaksanakan Evaluasi , Pengendalian dan Pengawasan dengan memberikan atau
membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan
pengawasan fungsional lebih independent. Sehingga tujuan yang diharapkan akan
tercapai yaitu Pemerintahan yang bersih dan Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik
dengan melaksanakan seluruh langkah dengan KOMITMEN DAN INTEGRITAS
terutama dimulai dari Kepemimpinan dalam Pemerintahan sehingga apabila belum
tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang
telah ditentukan dimana kelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
Jakarta, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang kasus
pembobolan dana nasabah Citibank dengaan terdakwa Inong Malinda Dee. Pengadilan
mendengarkan kesaksiaan dari empat orang saksi dari Citibank Salah satu saksi yang diajukan
ke pengadilan adalah Vice President Retail Bank Head Citibank Indonesia Meliana Sutikno.
Ia mengatakan, tindakan yang dilakukan Malinda Dee tersebut merupakan kolusi yang
dilakukan oleh banyak pihak. Meliana menceritakan, dalam sistem Citibank untuk
melakaukan transaksi diatas Rp 300 juta harus melalui verifiaksi yang ketat. Nasabah harus
mengisi formulir penarikan sendiri. Setelah itu, formulir tersebut juga harus melawati
pemerikasaan teller. “Teller bertugas untuk memastikan aakah data yang berasa di formulir
itu benar atau tidak.” Kata Meliana. Setelah dinyatakan benar dan lengkap, permohonan
transfer itu akan ditindak lanajuti oleh bagian back office. Bagian back office inilah yang akan
memindahbukukan dari rekening nasabah ke rekening tujuan yang tercatat diformulir.
Menurut Meliana, sistem itu merupakan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di
Citibank. Toh, Malinda berhasil menjebol sistem yang diterapkan bank asal Amerika Serikat
tersebut. Bahkan, aksi yang dilakukan oleh Malinda tersebut sudah beralangsung selama
empat tahun sejak tahun 2007. Padahal, “Kami sellu ada audit internal secara berkala, tapi
tidak pernah bias mendeteksi hal tersebut.” Kata Meliana
Makanya Meliana meminta agar pengadilan bisa membongkar konspirasi yang dilakukan
oleh banyak pihak tersebut. Meliana juga mengaku Citibank telah dirugikan hingga sebesar
Rp 44 miliar dari kasus ini. Meski begitu pihak Citibank membantah jika dikatakan sistem
xv
engawasan bank atau internal kontrol disebut lemah. Kepala tim audit investigasi Citibank S.
Pandiary Akbar dalam kesaksiannya mengatakan, berlarut-larutnya pembobolan dana
Citibank itu terjadi karena tidak ada laporan dari nasabah. Padahal, nasabah selalu menerima
laporan rekening yang diberikan Citibank secara rutin. Namun, para nasabah tidak ada
komplain. Mendengar kesaksian tersebut, kuasa hukum Malinda, Batara Simbolon yakin jika
kasus ini melibatkan banyak orang. Ia menduga ada keterlibatan atasan Malinda atau pejabat
diatas teller Citibank yang harus ikut bertanggung jawab. Ia menambahkan dari kesaksian
Meliana menyebutkan ada sistem back office yang ikut dalam pencairan dana nasabah
Citibank. Makanya Batara akan meminta kepada majelis hakim agar menghadirkan petugas
back office tersebut ke persidangan untuk memberi kesaksian. Dalam kasus ini, selain
Malinda ada tiga orang teller Citibank yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Mereka
adalah Dwi Haryanti, Novianty Iriane serta Batheria Panjaitan. Malinda sendiri didakwa telah
memindahbukukan dana nasabah secara ilegal sebanyak 117 kali sejak tahun 2007 dari 34
rekening nasabah Citibank.
xvi
service, karena keduanya saling melakukan fungsinya dual control. Tak aneh, kalau dalam
pengucuran kredit muncul istilah komite kredit cabang (KKC) yang menggambarkan proses
dual control itu.
Dalam transaksi real time gross setlement (RTGS) untuk pengiriman uang di atas Rp 100
juta, misalnya, selama ini sudah dibangun sistem kontrol ganda yang melibatkan tiga pihak
yang berbeda, yakni bagian construct (pelaksana penginputan data), kemudian supervisor I
bagian pre-approval dan supervisor ke II final-approval (pejabat bank yang berbeda). Dengan
demikian, apabila ada kesalahan yang menuju ke tindak kejahatan, sebenarnya bisa dicegah
sejak dini. Oleh sebab itu, apabila fungsi semacam ini belum ada di sebuah cabang, perlu
dilakukan dan kalau sudah ada perlu dipertajam lagi. Kedua, seiring dengan terbentuknya
sistem kontrol tersebut, perlu dibentuk tim audit internal, yang senantiasa mampu mengawasi
setiap transaksi harian yang dilakukan petugas bank. Dalam kalangan perbankan dikenal
dengan sebutan satuan kerja audit internal (SKAI). Ke depan, setiap kantor cabang sebuah
bank, idealnya dilengkapi dengan petugas SKAI, sehingga setiap bentuk kejahatan akan dapat
tercium dan terdeteksi secara dini, tanpa harus berlangsung berhari-hari, bahkan berbulan-
bulan, sehingga akumulasinya akan semakin membesar. Tim ini langsung di bawah kantor
pusat, sehingga tidak memiliki kepentingan dengan target-target cabang dan obyektif. Tugas
utama SKAI adalah mengecek kebenaran dan keakuratan transaksi yang terjadi pada hari itu.
Jadi, semua transaksi yang mulai dari start of day hingga end of day diperiksa kebenaran dan
keabsahannya. Jika ada yang mencurigakan dan aneh, petugas SKI bisa langsung
menelusurinya pada hari berikutnya tanpa harus menunggu beberapa hari. Petugas SKAI tidak
berada di bawah Kepala Cabang, namun bertanggung jawab langsung kepada direksi. Dengan
demikian, indepensinya tidak perlu diragukan lagi. SKAI pada dasarnya kepanjangan tangan
audit Kantor Pusat di kantor cabang. Dengan terbentuknya pengawasan yang built-in tersebut,
maka pengawasan eksternal (baik dari kantor pusat maupun dari BI) hanyalah sebagai kontrol
sekunder. Toh, pengawasan eksternal ini juga tidak bisa efektif dilakukan setiap hari, paling
dilakukan secara acak. Kendati demikian, BI sebagai otoritas pengawas perbankan tetap harus
lebih meningkatkan frekuensi pengawasannya terhadap bank-bank, baik kualitas maupun
kuantitasnya ke semua cabang. Sehingga, sistem pengawasan berlapis (ganda) akan tercipta
dengan sinergis. Kalau ini yang terjadi, berbagai tindakan nakal dan amoral (baik dari nasabah
maupun dari kalangan internal) akan bisa dikurangi secara drastis. Dengan adanya kasus
pembobolan dana yang sering terjadi di perbankan Indonesia di harapkan dapat segera teratasi
xvii
sehingga industri perbankan dapat selalu percaya oleh masyarakat dan mendukung
perkembangan perekonomian Indonesia.
xviii
PERMASALAHAN DAN TANTANGAN
Dalam pelaksanaan pencegahan Kolusi, beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi
antara lain :
xix
3) Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan
pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat
dan negara.
4) Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan.
5) menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol,
koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan.
6) hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense
ofbelongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka
merasaperuasahaan tersebut adalah milik sendiri dan selalu berusaha berbuat yang
terbaik.
xx
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi
dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan
dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur
ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan
tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi diberbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi,
ekonomi, dan kesejahteraan negara.
Perilaku perusahaan atau individu melakukan kolusi dengan beberapa alasan. Namun hal
yang paling utama adalah ingin mendapatkan keuntungan maksimal atas usaha yang
dilakukan. Contoh kasus kolusi yang diangkat pada makalah ini menggambarkan bahwa
kolusi terjadi untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan dapat dilakukan secara bersamaan.
Kolusi ini merupakan tindakan negatif yang seharusnya tidak dilakukan, dan dalam
pembuktiannya sulit dilakukan.
Jadi mari kita berpartisipasi secara progresif dalam pencegahan dan pemberantasan
kebiasaan atau tindakan merugikan rakyat itu. Apalagi lembaga-lembaga pengawasan,
termasuk internal pemerintahan seperti inspektorat, Irjen dan BPKP, tidak punya alasan
apapun tidak ikut memerangi korupsi. Jadikan Negara ini Negara yang bermoral Negara yang
xxi
tahu akan kepentingan bersama dan tetap menjaga eksisitensi dasar Negara Indonesia
(Pancasila).
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
http://ayatatc.blogspot.com/2014/05/tugas-makalah-pkn-tentang-dampak.html
https://www.academia.edu/9084556/KOLUSI_KARTEL_DAN_MERGER
http://lindajuwita.blogspot.com/2011/02/tugas-mandiri-kewarganegaraan-semester.html
xxii
xxiii