Untitled

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 98

MATERI AKUNTANSI BIAYA

1. Ruang Lingkup Akuntansi Biaya , minggu 2


2. Manfaat Akuntansi Biaya, minggu3
3. Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing ) ,minggu 4
4. Harga Pokok Proses ( Proses Cost Method ),minngg4
5. Harga pokok Proses ( Variable Costing ), minggu 5
6. Biaya Overhead Pabrik ( BOP ),minggu5
7. Departementalisasi BOP,minggu 6
8. Biaya Bahan Baku,minggu 6

1. Ruang Lingkup Akuntansi Biaya

1. Akuntansi Biaya : proses pencatatan untuk menentukan /menafsirkan berapa nilai harga produksi/jasa ,
dengan cara tertetu dengan cara yang ditentukan . ( mis : dlm industry manufacturing dan jasa pelayanan )

Biaya : adalah suatu pengorbanan sumber ekonomi yang diukur/dinilai karena telah terjadi maupun yang
akan terjadi dan merupakan bagian daripada harga pokok produk /jasa untuk memperoleh
pendapatan/penghasilan.

Tujuan Akuntansi Biaya : untuk penyajian informasi biaya bagi manajemen dalam pengelolaan
perusahaan ,organisasi tertentu.

2. Metode Perhitungan Harga Pokok Persediaan :


a. Perpectual
b. Periodik

a. Perpectual : ….

a.1 konsep : harga pokok persediaan secara langsung sesuai metode yg dipergunakan

a.2 kasus perhitungan harga pokok penjualan :

a.2.1 perdagangan : persediaan awal+pembelian persediaan+ biaya pembantu- persediaan ahkir.


( fifo/lifo/average)

b. Periodik
b.1 konsep : harga pokok persediaan yg hrs dihitung dgn melakukan perhitungan persediaan secara
periodik

b.2. kasus perhitungan


3. Metode Pengumpulan Biaya Produksi :
a. Pesanan ( Job Order )
b. Massa ( Proses Cost Method )

a. Pesanan ( Job Order ) : harga pokok menggunanakan harga pokok pesanan


b. Massa ( Proses Cost Method ) : menggunakan proses secara bertahap

4. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi


a. Full Costing
b. Variabel Costing

a. Full Costing : metode harga pokok produksi yang memperhitungkan semua komponen produksi kedlm
harga pokok produksi baik variabel maupun tetap

a.1 konsep :

harga pokok produksi :

1. Bahan Baku xxxxxx


2. Tenaga Kerja Langsung xxxxxx
3. Biaya Tidak Langsung Pabrik Tetap xxxxxx
4. Biaya Tidak Langsung Pabrik Variabel xxxxxx

Harga Pokok Produk xxxxxxx

a.2 kasus perhitungannya

Penjualan 500.000,--

Harga Pokok Penjualan 300.000,--

Laba Bruto ……………………………………200.000,--

Biaya Umum dan Adm. 50.000,--

Biaya Pemasaran 60.000,--


Laba Usaha ……………………………………..90.000,--

b. Variabel Costing : metode harga pokok produksi yang bersifat variabel untuk memperhitungkan kedlm
harga pokok produksi

b.1 konsep :

harga pokok produksi :


1. Bahan Baku xxxxxx
2. Tenaga Kerja Langsung xxxxxx
3. Biaya Tidak Langsung Pabrik Variabel xxxxxx

Harga Pokok Produk xxxxxxx

b.2 kasus perhitungannya

Penjualan 500.000

Dikurangi :

Biaya Variabel :

Biaya Produksi Variabel 200.000

Biaya Pemasaran Variabel 35.000

Biaya Umum dan Adm.Variabel 30.000

Total Biaya Variabel 265.000

Laba Kontribusi …………………………. ……..235.000

Biaya Tetap :

Biaya Produksi Tetap 100.000

Biaya Pemasaran Tetap 25.000

Biaya Umum dan Adm Tetap 20.000

Total Biaya Tetap 145.000

Laba Usaha ……………………………………………90.000

Catatan :

Harga Pokok Penjualan 300.000,-- ………var : 200 dan ttp : 100

Laba Bruto ……………………………………200.000,--

Biaya Umum dan Adm. 50.000,-- …….var : 30 dan ttp : 20

Biaya Pemasaran 60.000,-- …….var : 35 dan ttp : 25

Laba Usaha ……………………………………..90.000,--


Biaya Overhead Pabrik antara lain :

1. Bahan Penolong
2. Tenaga Kerja Tidak Langsung
3. Penyusutan Aktiva Tetap
4. Pemeliharaan
5. Listrik & Air
6. Umum
7. Asuransi
8. Biaya Departemen Pembantu

Tarif Biaya Overhead Pabrik :

Biaya overhead pabrik ( BOP) dibebankan ke harga pokok produk berasarkan tarif dimuka

1. PerSatuan Produk ………> Tarif BOP = Taksiran BOP / Taksiran Jumlah Produk Yang Dihasilkan
2. Biaya Bahan Baku ……….> Tarif BOP = Taksiran BOP/ Taksiran BBB Yang Diperunakan x 100 %
3. Biaya Tenaga Kerja ……..> Tarif BOP = Taksiran BOP / Taksiran Biaya Tenaga Kerja Langsung x 100%
4. Jam Tenaga Kerja Langsung>Tarif BOP= Taksiran BOP/ Taksiran Jam Kerja Langsung x 100%
5. Jam Mesin ………………..> Tarif BOP = Taksiran BOP / Taksiran Jam Mesin x 100%

Analisis Selisih Biaya Overhead Pabrik :

1. Perhitungan Selisih Biaya Overhead Pabrik ……biaya sesungguhnya > tarif bop, rugi …………> underapplied
Biaya sesungguhnya < tarif bop, laba ………..>overapplied
2. Selisih Anggaran

Nilai Perolehan Mesin:

Mesin 500 jt

Angkut 5jt
Asuransi ijt

Angkut 2 jt

Total 508 jt

Penjst 508/ 10 =50,8jt/th ….50,8 /12 =4,9jt/bln ….> grs lurus

Perusahaan Industri.

Komponen Harga Pokok Produksi ( CGM )

- Bahan Baku Utama xxxxx ( 500.000.000,-)


- Bahan Baku Pembantu xxxxx ( 100.000.000,-)
- Upah Langsung xxxxx ( 25.000.000,-)
- Biaya Produksi Tidak Langsung xxxxx ( 75.000.000,-)
- Totak CGM xxxxxx ( 700.000.000,- )

Bila jumlah yang diproduksi sejumlah 1.000 unit ,


Maka nilai harga pokok per unit 700.000.000 : 1.000 = Rp. 700.000,--

Dan dijual per unit Rp. 1.000.000,-

Maka perhitungan laba kotor sebagai berikut :

Perhitungan Laba Rugi ( …… s/d ……)

Bila yang diproduksi habis terjual :

- Penjualan xxxxxx 1.000.000,--


- Harga Pokok Penjulan
- Bahan Baku Utama
- Persediaan Awal xxxxx 200.000/ 500mt
- Pembelian xxxxx 600.000 / 1000 mt
- Persediaan Ahkir (xxxxx) (300.000)/500 mt
- Pemakaiam Bahan Baku xxxxxx /1.000mt 500.000,-
-
- Bahan Baku Pembantu
- Persediaan Awal xxxxx
- Pembelian xxxxx
- Persediaan Ahkir (xxxxx)
- Pemakaiam Bahan Baku Pbt xxxxxx 100.000,-

Upah Langsung xxxxxx 75.000,-

Biaya Prod.Tdk Langsung

- Penyusutan Mesin xxxxx


- Pemakaian Listrik xxxxx
- Alokasi Upah Supervisor xxxxx
- Total BPTL xxxxxx 25.000,-

Harga Pokok Produksi ………………………….xxxxxx 700.000,-

Laba Kotor 300.000,-

Siklus HPP

Metode Harga Pokok Pesanan

1. Pembelian Persediaan ……> Bhn Baku


2. Pengolahan
Bahan Baku …………………….> …………..> Dr. WIP
Upah …………………………… > Cr. Bahan Baku
BPTL ………………………… …….> Cr. Upah
Cr. BPTL
Produk Dlm Prose XXXXX
3. WIP Awal ……………XXXXX

WIP Ahkir ( XXXXX )

4. CGM …………………………> XXXXX


5. FG Awal ………………………..> XXXXX
6. FG Ahkir ………………. ………………..>(XXXXX)
7. Harga Pokok Barang Jadi ……..> XXXXXX

Perhitungan Laba Rugi ( 1 Desember 2020 s/d 31 Desember 2020……)

Persediaan awal lampu sejumlah 200 unit dengan harga pokok 650.000,- 30 Nopember 2020

sisa ahkir periode Desember 2020 yang belum terjual 300 unit , bila jumlah produksi pada bln

desember 1.000 unit lampu , dan metode perhitungan persediaan dengan metode fifo maka

berapa laba kotor pada ahkir desember 2020


Jawaban :

Persediaan awal 200 unit = Rp. 130.000.000,- ( 200 x 650.000 )

Produksi desember 1.000 unit = Rp. 700.000.000,- (1.000x 700.000 )

Barang Siap Dijual 1.200 unit = Rp. 830.000.000,-

Terjual 900 unit = Rp. 900.000.000,--

Barang belum terjual 300 unit = Rp. 210.000.000,-( 300 x 700.000 )metode fifo

Barang belum terjual 300 unit = Rp. 200.000.000,- metode lifo

200 x 650.000 = 130.000.000

100x 700.000 = 70.000.000

Barang belum terjual 300 unit =Rp. 207.500.000 ( metode average )

Harga Pokok per unit = (700.000+ 650.000) / 2 = Rp. 675.000,-

(700.000.000+ 130.000.000)/ 1200 = Rp. 691.666,-

Metode Fifo

Penjualan 900 x 1.000.000/unit = Rp. 900.000.000,- a/

Harga Pokok Penjualan

Persediaan Awal 200 x 650.000/unit = Rp. 130.000.000,-

Produksi Desember 700x 700.000/ unit= Rp. 560.000.000,-

Harga Pokok Penjualan = Rp. 790.000.000,-b/

Laba Kotor = Rp. 110.000.000,- ( a-b ).

Metode Lifo

Penjualan 900 x 1.000.000/unit = Rp. 900.000.000,- a/

Harga Pokok Penjualan

Produksi Desember 900x 700.000/ unit= Rp. 630.000.000,- b/

Laba Kotor = Rp. 170.000.000,- ( a- b)

Metode Average

Penjualan 900 x 1.000.000/unit = Rp. 900.000.000,-a/

Harga Pokok Penjualan

Periode Desember 900x 691.666/ unit= Rp. 622.500.000,- b/

Laba Kotor = Rp. 179.500.000,- ( a-b )


Perusahaan Dagang

Bila barang yang dijual habis terjual :

- Penjualan xxxxxx 1.000.000,--


- Harga Pokok Penjulan
- Persediaan Awal xxxxx
- Pembelian xxxxx
- Persediaan Ahkir (xxxxx)
- Barang Terjual xxxxxx 500.000,-

Laba Kotor 500.000,-


- Biaya Umum dan Administrasi
- Honor xxxxx
- Listrik xxxxx
- Transportasi xxxxx
- Telepon xxxxx 300.000,-
Laba Sebelum Pajak 200.000,-

PT ABC

Laporan Laba Rugi

Per 31 Desember 2019

Penjualan …………………………………Rp. 2.000.000,-

Harga Pokok Penjualan :

Persediaa awal barang dagangan Rp. 300.000,-

Pembelian Bln Desember Rp. 1.600.000,-

Persediaan Ahkir (Rp. 500.000,-)

Harga Pokok Penjualan Rp. 1.400.000,-

Laba Kotor Rp. 600.000,-

Biaya Usaha :

Umum dan Adm 200.000,-

Pemasaran 150.000,-

Laba Sebelum Pajak Rp. 250.000,-

 
Berikut adalah 4 jenis perusahaan beserta persediaannya:

a. Bahan Baku
b. Bahan Pembantu
c. Barang Dalam Proses
d. Barang Jadi

Perbedaan Paling Fundamental Antara Sistim


Periodik dan Perpetual
Perbedaan paling mencolok antara sistim periodik dengan sistim perpetual ada pada 2 hal:

1. Penentuan Nilai Saldo Akhir Persediaan di Neraca:


(a) Sistim Periodik – Jika perusahaan menerapkan sistim periodik, nilai saldo akhir persediaan
di Neraca ditentukan dengan cara melakukan penghitungan fisik persediaan yang lumrah
dikenal dengan istilah “stok opname” —sederhananya; di akhir periode, fisik barang bersediaan
(bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses dan barang jadi) dihitung jumlahnya.
Jumlah fisik barang lalu dikalikan dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) satuan barang.
(b) Sistim Perpetual – Jika yang diterapkan adalah sistim perpetual, perusahan tidak perlu
melakukan penghitungan fisik untuk menentukan nilai saldo akhir persediaan., karena setiap
transaksi terkait dengan persediaan—baik kenaikan maupun penurunan—telah dicatat melalui
penjurnalan. Meskipun demikian, penghitungan fisik tetap dilakukan untuk kemudian
dibandigkan dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku persediaan. Jika terjadi perbedaan
antara saldo akhir hasil penghitungan fisik dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku
persediaan, maka dibuatkan rekonsiliasi persediaan dengan memasukan jurnal penyesuaian
persediaan (inventory adjustment entry).
2. Penentuan Persediaan Digunakan (atau Terjual) dalam Harga Pokok Penjualan:
(a) Sistim Periodik – Jika perusahaan menggunakan sistim periodik, maka nilai persediaan yang
digunakan (dan terjual)—untuk dibebankan sebagai “Harga Pokok Penjualan”, dihitung dengan
cara menjumlahkan saldo awal persediaan dengan total pembeliaan (atau persediaan masuk)
lalu dikurangi dengan saldo akhir persediaan yang diperoleh melalui penghitungan fisik.
Misalnya: Data persediaan JAK Mart (perusahaan dagang) untuk tahun 2012 adalah sbb:
 Saldo awal = Rp 20,000,000
 Pembelian Bersih Jan s/d Des 2012 = Rp 150,000,000
 Saldo akhir 31 Desember 2012 (diketahui setelah penghitungan fisik) = Rp 22,000,000
Harga Pokok Penjualan = 20,000,000 + 150,000,000 – 22,000,000 = 148,000,000. Selanjutnya harga
pokok ini dimasukan dengan journal penyesuaian (sebentar lagi kita bahas di perbandingan
jurnal.)
(b) Sistim Perpetual – Dengan sistim perpetual, perusahaan tidak perlu lagi membuat
perhitungan seperti pada sistim periodik karena penggunaan persediaan langsung diakui setiap
kali ada penjualan dengan mendebit akun “Harga Pokok Penjualan” dan mengkredit
“Persediaan” di sisi lainnya,
seperti jurnal di bawah ini:
[Debit]. Harga Pokok Penjualan = xxx
[Kredit]. Persediaan = xxx

“Oke. Dengan sistim perpetual setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau
penurunan volume persediaan selalu dicatat dengan memasukan jurnal begitu transaksi
terjadi. Apakah dengan sistim periodik transaksi-transaksi yang terjadi tidak dicatat
samasekali?” Mungkin ada yang berpikir seperti itu.
Tentu saja dicatat. Hanya saja, biasanya, menggunakan nama akun berbeda dibandingkan jika
menggunakan sistim perpetual. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat transaksi-per-transaksi.
Lanjut…

Perbandingan Sistim Periodik Vs Perpetual


Transaksi-Per-Transaksi
Ada banyak transaksi yang mengakibatkan volume persediaan menjadi meningkat atau
menurun selama satu periode. Di sini kita lihat perbandingan sistim periodik dan perpetual
transaksi-per-transaksi, jurnal-per-jurnal.

1. Pembelian dan Penjualan Barang


Dalam sistim perpetual, pembelian dan penjualan barang persediaan dicatat langsung ke akun
“Persediaan,” dengan kata lain: perubahan nilai nominal dan volume persediaan langsung
terlihat dalam buku besar (ledger) persediaan setiap kali ada transaksi pembelian dan
penjualan. Sedangkan dalam sistim periodik yang dicatat hanya kenaikan nilai dan volume
persediaan melalui akun yang disebut dengan “Pembelian”, sementara tidak mencatat adanya
penurunan pada setiap transaksi penjualan yang terjadi (penurunan persediaan diakui sekaligus
di akhir periode dengan melakukan pemeriksaan fisik). Untuk lebih jelasnyanya, kita lihat contoh
berikut ini:

JAK Mart, Perusahaan Grossir, menunjukan data sbb:

(a) Saldo Awal Persediaan = 100 units @ Rp 60,000 = Rp 6,000,000


(b) Pembelian = 900 units @ Rp 60,000 = Rp 54,000,000
(c) Penjualan = 600 units @ Rp 120,000 = Rp 72,000,000
(d) Saldo Akhir = 400 units @Rp 60,000 = Rp 24,000,000

(Note: Untuk menghindari penggunaan cost flow—yang bisa membingungkan,


kita asumsikan cost per unit persediaan konstan dari awal hingga akhir periode)

Jika JAK Mart menggunakan sistim perpetual, maka alur transaksi dan jurnalnya akan
nampak sbb:
(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000

(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Persediaan = Rp 54,000,000


[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000

(c) Penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000 per unit dicatat dengan sepasang jurnal:

[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000


[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)

Dan;

[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000


[Kredit]. Persediaan = Rp 36,000,000
(Untuk mengakui harga pokok penjualan sekaligus penurunan nilai inventory, 60,000 x 600 = Rp
36,000,000.)

(d) Kecuali ada perbedaan antara hasil penghitungan fisik dengan buku, maka tidak ada jurnal
penyesuaian yang perlu dimasukan. Saldo akhir persediaan otomatis menunjukan nilai Rp
24,000,000.

Bagaimana jika JAK Mart menggunakan sistim periodik? Jurnalnya akan nampak sebagai
berikut:
(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000

(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Pembelian = Rp 54,000,000 (menggunakan akun pembelian)


[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000

(c) Pada sistim periodik, penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000/unit dicatat hanya
dengan satu jurnal saja—untuk mengakui penjualan dan piutang dagang (Note: penurunan
persediaan dan pengakuan harga pokok penjualan dilakukan sekaligus di akhir periode):

[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000


[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)

(d) Di akhir periode, setalah dilakukan penghitungan fisik, JAK memasukan jurnal penyesuaian—
untuk mengakui persediaan, harga pokok penjualan, sekaligus ‘menghapus’ saldo akun
“Pembelian”—sebagai berikut:

[Debit]. Persediaan = Rp 18,000,000


[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000
[Kredit]. Pembelian = Rp 54,000,000

Note: Dengan jurnal penyesuaian yang dimasukan di akhir periode ini, maka saldo akun
“Pembelian” menjadi nol, saldo akhir persediaan di Neraca menjadi Rp 24,000,000 (=saldo awal
6,000,000 + adjustment kenaikan 18,000,000), dan muncul Harga Pokok Penjualan di Laporan
Laba-Rugi sebesar Rp 54,000,000 (=6,000,000 + 54,000,000 – 24,000,000).

2. Retur Pembelian, Diskon Pembelian dan Cadangan


Apa yang terjadi jika ada retur pembelian atau diskon? Perusahaan yang menerapkan sistim
periodik, disamping menggunakan akun “Pembelian”—yang bersaldo debit mereka juga
menggunakan 2 kontra-akun pembelian (bersaldo kredit) yang diberi nama “Retur Pembelian”
dan “Diskon Pembelian.” Jika ada pembelian yang dikembalikan (retur pembelian) atau
memeperoleh potongan, maka kontra akun ini menjadi pengurang nilai “Pembelian”. Hasil silang
saldo “Pembelian” dan kedua kontra-akun ini menghasilkan apa yang disebut dengan
“Pembelian Bersih”. Bagaimanapun juga, semua slado akun ini (Pembelian, Diskon Pembelian
dan Retur Pembelian) bersifat sementara saja, nantinya akan dihapus degan jurnal penyesuaian
di akhir periode (seperti terlihat pada contoh jurnal penyesuaian sebelumnya). Untuk lebih
konkoretnya, kita buat satu contoh transaksi:

Karena adanya kerusakan, JAK Mart mengembalikan pembelian barang sebesar


Rp 7,000,000.

Jika JAK Mart menerapkan sistim perpetual, maka JAK akan mengakui penurunan nilai utang
sekaligus langsung mengakui penurunan nilai persediaan, dengan jurnal:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000
[Kredit]. Persediaan = Rp 7,000,000
(Note: Pengembalian barang mengurangi nilai persediaan sebesar Rp 7,000,000)

Jika JAK Mart menerapkan sistim periodik, maka jurnalnya adalah sbb:
[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000
[Kredit]. Retur Pembelian = Rp 7,000,000
(Note: pembelian megurangi nilai pembelian)

Lanjut dengan diskon…


Di lain kesempatan JAK Mart membeli barang sebesar Rp 10,000,000 dengan
termin kredit 2/10, n/30. Karena JAK Mart bisa melakukan pelunasan seminggu
setelah pembelian, maka JAK Mart memperoleh diskon 2%. Bagimana
jurnalnya?

Jika menerapkan sistim perpetual, maka saat pembelian JAK Mart memasukan jurnal:
[Debit]. Persediaan = Rp 10,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000

Saat pelunasan, diskon Rp 200,000 tersebut sekaligus diakui sebagai pengurang nilai
persediaan, dengan jurnal:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000


[Credit]. Persediaan = Rp 200,000
[Credit]. Kas = Rp 9,800,000

Jika menggunakan sistim periodik, maka saat pembelian jurnal yang dimasukan adalah:
[Debit]. Pembelian = Rp 10,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000

Diskon yang diperoleh tidak diakui sebagai pengurang nilai persediaan (ingat: sistim periodik
tidak mencatat persediaan tetapi “pembelian”), melainkan dicatat sebagai “Diskon Pembelian.”
Sehingga jurnal yang dimasukan ketika melakukan pelunasan adalah sbb:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000


[Credit]. Diskon Pembelian = Rp 200,000
[Kredit]. Kas = Rp 9,800,000

3. Retur Penjualan dan Diskon Penjualan


Transkasi lainnya yang terkait dengan persediaan adalah retur penjualan dan diskon penjualan.
Pada transaksi ini, baik sistim perpetual maupun sistim periodik sama-sama meggunakan akun
yang diberi nama “Retur Penjualan” dan “Diskon Penjualan”—yang kedua-duanya merupakan
kontra-akun penjualan (bersaldo debit), bedanya hanya di pengakuan “Harga Pokok Penjualan”.
Pada sistim perpetual return penjualan, disamping mengakui penurunan piutang dagang dan
penurunan penjualan (dengan akun “retur penjualan”) juga mengakui penurunan harga pokok
penjualan dan persediaan. Sedangkan pada sistim periodik, tidak. Misalnya:
JAK Mart menerima barang kembali dari pelanggan (karena cacat) senilai Rp
6,000,000. Harga Pokok Penjualan barang yang diretur tersebut adalah Rp
3,000,000. (Kita asumsikan pengakuan penjualan menggunakan metode
bruto/gross method)

Jika menggunakan perpetual, maka JAK Mart akan mencatat retur tersebut dengan sepasang
jurnal:
[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit)
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)

Dan;

[Debit]. Persediaan = Rp 3,000,000


[Kredit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 3,000,000
(Untuk mengakui barang persediaan yang telah dikembalikan sekaligus menguragi harga pokok
penjualan).

Sedangkan jika menggunakan sistim periodik, JAK Mart hanya akan memasukan satu jurnal
saja, yaitu:
[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)

Catatan: Sistim periodik baru akan menghitung saldo persediaan dan mengakui harga pokok
penjualan di akhir periode—setelah penghitungan fisik dilakukan.
Selanjutnya, diskon penjualan. Bagaimana pencatatanya?
Oke. Anggap JAK Mart memberikan diskon Rp 200,000 atas pelunasan
pembelian sebesar Rp 10,000,000 dari pelanggan (masih menggunakan metode
pengakuan penjualan bruto/gross method)

Sistim perpetual dan sistim periodik memasukan jurnal yang sama persisuntuk pelunasan
yang mengandung diskon penjualan. Dalam contoh ini:
[Debit]. Kas = Rp 9,800,000
[Debit]. Diskon Penjualan = Rp 200,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit).
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 10,000,000

Secara keseluruhan, dari pebandingan jurnal—antara sistim periodik dan perpetual, jelas
terlihat bahwa:
Terhadap laporan keuangan yang disajikan di setiap akhir periode, menggunakan sistim
perpetual atau periodik tidak berpengaruh apa-apa, dalam pengertian: nilai saldo akhir
persediaan (yang disajikan di neraca) dan harga pokok penjualan (yang disajikan di laporan laba-
rugi), akan menunjukan hasil yang sama.

Bedanya, hanya terjadi pada teknis pengakuan dan nama akun yang digunakan pada setiap
pengakuan transaksi. Sistim perpetual selalu mendebit/mengkredit akun “Persediaan” untuk
setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan persediaan. Sedangkan sistim
periodik—untuk sementara—menggunakan akun “Pembelian” untuk setiap penambahan
persediaan dan baru memperhitungkan penurunan persediaan di akhir periode—sertelah
penghitungan fisik dilakukan.

Bagaimana jika perusahaan yang menerapkan sistim periodic—terpaksa harus menyajikan


laporan padahal periode belum berakhir—misalnya: untuk pengajuan kredit? Perusahaan bisa
(a) menggunakan laporan periode sebelumnya, atau (b) melakukan penghitungan fisik saat itu
juga lalu menjalankan prosedur seperti yang dilakukan di akhir periode.
Oke. Penerapan sistim periodik atau perpetual tidak ada pengaruhnya terhadap laporan
keuangan. Bagaimana dengan pengelolaan persediaan dan keuangan secara
keseluruhan? Mari kita lihat implikasinya… Lanjut…
 

2. Manfaat Akuntansi Biaya

Fungsi dan Manfaat Akuntansi Biaya


e. Manfaat akuntansi biaya karena memiliki fungsi untuk melakukan
pengecekan maupun mencatat beragam pembiayaan yang dikeluarkan oleh
perusahaan. Hal ini karena adanya aktivitas usaha untuk mengeluarkan
barang atau jasa perusahaan.
f. Biaya merupakan waktu dan sumber daya yang telah dikerahkan untuk
menghasilkan produk. Namun biaya memiliki perbedaan dengan beban. Hal
ini dikarenakan pembebanan dilakukan setelah biaya telah terpakai.
g. Manfaat akuntansi biaya juga sangat penting bagi manajemen perusahaan.
Proses ini berguna untuk pelacakan dan pengecekan mengenai informasi
transaksi biaya yang dikeluarkan. Nantinya akan dijadikan laporan untuk
menentukan kebijakan maupun keputusan.
h. Ada beberapa jenis laporan pembiayaan dalam akuntansi ini. Termasuk
sandar perhitungan biaya yang dilakukan. Ini berguna membantu
manajemen untuk melakukan analisa dan memberikan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
i. Laporan pembiayaan ini juga sangat diperlukan manajemen untuk
merencanakan, menetapkan, hingga mengendalikan laba yang diharapkan.
Penetapan harga pokok produk dan jasa juga menggunakan dasar laporan
ini.

3. Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing )

Karakteristik Biaya Pesanan


a. Sifat produksinya terputus-putus tergantung pada pesanan yang    diterima.
b. Bentuk produk tergantung dari spesifikasi pemesan.
c. Pengumpulan biaya produksi dilakukan pada kartu biaya pesanan,    yang memuat
rincian untuk masing-masing pesanan.
d. Total biaya produksi dikalkulasi setelah pesanan selesai.
e. Biaya produksi per unit dihitung, dengan membagi total biaya   produksi dengan total
unit yang dipesan.
f. Akumulasi biaya umumnya menggunakan biaya normal.
g. Produk yang sudah selesai langsung diserahkan pada pemesan.

Syarat Penentuan Harga Pokok Pesanan


Menurut Mulyadi dalam buku Akuntansi Biaya, terdapat beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam menentukan harga pokok pesanan, yaitu:

a. Setiap pesanan produk harus dapat dipisahkan identitasnya dengan jelas dan harus
dilakukan penentuan harga pokok pesanan secara individu.

b. Biaya produksi dibagi menjadi dua golongan, yaitu biaya produksi langsung yang
terdiri dari biaya bahan baku dan tenaga kerja, serta biaya produksi tidak langsung yang
terdiri dari biaya-biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.

c. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung dibebankan langsung pada pesanan,
sedangkan biaya produksi tidak langsung dibebankan pada pesanan tertentu atas dasar
tarif yang ditentukan di muka.

d. Harga pokok setiap pesanan ditentukan saat selesai pengerjaan.

e. Harga pokok persatuan produk dihitung dengan membagi jumlah biaya produksi yang
dibebankan pada pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk dalam pesanan terkait.

Penjualan............................................................................. Rp.1.000,-
Harga Pokok Penjualan:
Persediaan awal produk jadi ……………… Rp. 200,-

Pembelian ……………………………………… Rp. 600,- +


Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Rp. 800,-
Persediaan akhir produk jadi …………… Rp. 75,- –
Rp. 725,- –
Laba Bruto Rp. 275,-
Biaya Usaha
Biaya administrasi & Umum Rp. 100,-
Biaya Pemasaran Rp. 150,- +
Rp. 250,- –

Laba Bersih Usaha Rp. 25,-


PT. AKSA
SEJAHTERA
LAPORAN LABA-
RUGI
Per 31 Desember 2017

Penjualan Rp.1.000,-
Harga Pokok Penjualan:
Persediaan awal produk jadi Rp. 200,-

Harga Pokok Produksi:


Persediaan awal barang dalam proses Rp. 150
Biaya Produksi:
Biaya bahan baku Rp. 200,-
Biaya tenaga kerja langsung Biaya Rp. 200,-
overhead pabrik Rp. 150,- +
Rp. 550,- +
Rp. 700,-
Persediaan akhir barang dalam Rp. 100,- –
proses
Harga pokok produksi Rp. 600,-

Pembelian Rp. 600,-

Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Rp. 800,-


Persediaan akhir produk jadi Rp. 275,- –

Harga Pokok Penjualan Rp. 525,-


Laba Bruto Rp. 275,-

Biaya Usaha
Biaya administrasi & Umum Rp. 100,-
Biaya Pemasaran Rp. 150,-
Rp. 250,-
Laba Bersih Usaha Rp. 25,-
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN
METODE HARGA POKOK PESANAN
DAN METODE HARGA POKOK PROSES
Akuntansi Biaya dalam perusahaan manufaktur bertujuan untuk menentukan harga pokok
per satuan produk yang dihasilkan. Siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur harus
mengikuti proses pengolahan produk, sejak dari bahan baku dimasukkan dalam proses sampai
menjadi produk jadi, seperti dalam skema berikut ini:

Siklus Pembuatan Siklus Akuntansi


Produk Biaya

Pembelian dan
Harga Pokok
Penyimpanan
Persediaan Bahan Baku
Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya
Overhea
d Pabrik
Pengolahan Bahan Harga Pokok
Baku Menjadi Bahan Baku yang
Produk Jadi Dipakai

Persediaan Produk Harga Pokok


Jadi Produk Jadi

METODE PENGUMPULAN BIAYA PRODUKSI

 Metode pengumpulan biaya produksi tergantung dari sifat pengolahan produk. Pengolahan
produk dibedakan menjadi 2 golongan,: pengolahan produk berdasarkan pesanan dan
pengolahan produk yang merupakan produksi massa.
 Oleh karena itu metode pengumpulan biaya produksi dibedakan menjadi dua,
yi: (1). Metode Harga Pokok Pesanan (Job order cost method)
(2). Metode Harga Pokok Proses (Process cost method)

PERBEDAAN KARAKTERISTIK METODE HARGA POKOK PROSES DAN METODE HARGA


POKOK PESANAN

Karakteristik kedua metode tersebut berkaitan dengan karakteristik proses pengolahan


produknya, yaitu:

Perusahaan yang Perusahaan yang


berproduksi massa berproduksi atas dasar
pesanan
Proses pengolahan produk Terus menerus (kontinyu) Terputus-putus (intermitten)

Produk yang dihasilkan Produk standar Tergantung spesifikasi


pemesan

Produksi ditujukan untuk Mengisi persediaan Memenuhi pesanan

Contoh perusahaan Perusahaan kertas, semen, Perusahaan percetakan,


tekstil, dll mebel, kontraktor, dll

PERBEDAAN KARAKTERISTIK PROSES PRODUKSI METODE HARGA POKOK PROSES


DAN METODE HARGA POKOK PESANAN

Metode Harga Pokok Metode Harga Pokok


Proses Pesanan
Biaya produksi dikumpulkan Setiap bulan atau periode Untuk setiap pesanan
penentuan harga pokok
produk

Harga pokok per satuan Pada akhir bulan/periode Apabila pesanan telah
produk dihitung penentuan harga pokok selesai diproduksi
produk

Rumus perhitungan harga Jumlah biaya produksi yang Jumlah biaya produksi yang
pokok per satuan telah dikeluarkan selama telah dikeluarkan untuk
bulan/periode tertentu dibagi pesanan tertentu dibagi
dengan jumlah satuan dengan jumlah satuan
produk yang dihasilkan produk yang diproduksi
selama bulan/periode ybs. dalam pesanan ybs.
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN METODE HARGA POKOK PESANAN

 Perusahaan yang berproduksi atas dasar pesanan, memulai kegiatan produksinya setelah
menerima order dari pembeli, tetapi sering juga terjadi, perusahaan mengeluarkan order
produksi untuk mengisi persediaan di gudang.

 Syarat penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan:


 Masing-masing pesanan, pekerjaan, atau produk dapat dipisahkan identitasnya
secara jelas dan perlu dilakukan penentuan harga pokok pesanan secara
individual.
 Biaya produksi harus dipisahkan ke dalam dua golongan, yaitu: biaya langsung
(BBB & BTKL) dan biaya tak langsung (selain BBB & BTKL).
 BBB dan BTKL dibebankan/diperhitungkan secara langsung terhadap pesanan
ybs., sedangkan BOP dibebankan kepada pesanan atas dasar tarif yang
ditentukan di muka.
 Harga pokok setiap pesanan ditentukan pada saat pesanan selesai.
 Harga pokok per satuan produk dihitung dengan cara membagi jumlah biaya
produksi yang dibebankan pada pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk
dalam pesanan ybs.

 Untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan digunakan Kartu Harga Pokok (Job Cost
Sheet), yang merupakan rekening/buku pembantu bagi rekening kontrol Barang Dalam
Proses.

Pengumpulan Biaya Produksi dalam Metode Harga Pokok Pesanan


Pencatatan Biaya Bahan Baku (BBB)

Dibagi dua prosedur, yaitu:

1. Prosedur pencatatan pembelian bahan baku,

jurnalnya: Persediaan Bahan Baku xxx


Utang Dagang/Kas xxx

2. Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku, menggunakan metode mutasi persediaan


(perpetual). Dalam setiap pemakaian bahan baku harus diketahui pesanan mana yang
memerlukannya. Jurnalnya:
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx
Persediaan Bahan Baku xxx

Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)

3. Diperlukan pengumpulan dua macam jam kerja, yaitu:


a. Jam kerja total selama periode kerja tertentu.
b. Jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan setiap pesanan.
4. Perusahaan harus menyelenggarakan kartu hadir masing2 karyawan, untuk mengumpulkan
informasi jam kerja total selama periode kerja tertentu, untuk pembuatan Daftar Upah.
Disamping itu, perusahaan harus mencatat penggunaan jam kerja masing2 karyawan untuk
mengerjakan pesanan. (Masing2 karyawan dibuatkan Kartu Jam Kerja/Job Time Ticket)

5. Jurnal untuk pembagian upah:


Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx
Gaji dan Upah xxx

Pencatatan Biaya Overhead Pabrik (BOP)

6. BOP dikelompokkan menjadi bbrp golongan, yi:


a. Biaya Bahan Penolong
b. Biaya reparasi dan pemeliharaan, berupa pemakaian persediaan spareparts dan
persediaan supplies pabrik
c. Biaya tenaga kerja tak langsung
d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap (contoh: biaya
penyusutan aktiva tetap)
e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu (contoh: terpakainya
asuransi dibayar di muka)
f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran
tunai (contoh: biaya reparasi mesain pabrik, biaya listrik)

7. BOP dalam metode harga pokok pesanan harus dibebankan kepada setiap pesanan
berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.

8. Tarif BOP ditentukan pada awal tahun/periode dengan cara

sbb: Tarif BOP = Taksiran jumlah BOP selama 1 periode


Jumlah Dasar pembebanan*

Dasar Pembebanan BOP:


a. Satuan produk
b. Biaya Bahan Baku
c. Biaya Tenaga Kerja Langsung
d. Jam Tenaga Kerja Langsung
e. Jam Mesin

9. BOP yang sesungguhnya terjadi dikumpulkan selama satu tahun yang sama, kemudian
pada akhir tahun dibandingkan dengan yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif

10. Pencatatan BOP yang Dibebankan kepada produk:


Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx
11. Jurnal penutupan rekening Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan (untuk
mempertemukan BOP Dibebankan dengan BOP Sesungguhnya)
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx

12. Pencatatan BOP yang Sesungguhnya:

Misal: 1. Pemakaian Bahan Penolong:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx


Persediaan Bahan Penolong xxx

2. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Tak langsung:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx


Gaji dan Upah xxx

Pencatatan Produk Selesai

13. Biaya produksi yang telah dikumpulkan dalam Kartu Harga Pokok dijumlah dan dikeluarkan
dari rekening Barang Dalam Proses dengan jurnal sbb:
Persediaan Produk Jadi xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx

14. Harga Pokok Produk jadi dicatat dalam Kartu Persediaan (Finish Goods Ledger Card) dan
Kartu Harga Pokok Pesanan tersebut dipindahkan ke dalam arsip Kartu Harga Pokok
Pesanan yang telah selesai.

Contoh Kasus :

Metode harga pokok pesanan


Job Order Cost Method

SOAL 1

PT. Aksa Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan dengan
menggunakan metode harga pokok pesanan. Pada bulan September 2012 perusahaan mendapat
pesanan untuk mencetak kartu undangan sebanyak 2200 lembar dari PT. Raka dengan harga
yang dibebankan adalah Rp.2000,- per lembar. Pada bulan yang sama perusahaan juga menerima
pesanan sebanyak 200 spandoek dari PT. Mahendri dengan harga Rp.200.000,- per buah.
Pesanan dari PT. Raka diberi nomor KU-01 dan pesanan dari PT. Mahendri diberi nomor SP-02.
Data Kegiatan dan Produksi

1. Pada tanggal 2 September 2012 dibeli bahan baku dan penolong dengan cara kredit
yakni sebagai berikut :
Bahan baku
Kertas untuk undangan Rp.2.400.000
Kain putih 600 meter Rp.4.125.000

Bahan penolong
Bahan penolong X1 Rp. 200.000
Bahan penolong X2 Rp. 160.000

2. Dalam pemakaian bahan baku dan penolong untuk mem proses pesanan KU-01 dan SP-
02 diperoleh informasi sebagai berikut :
Bahan baku kertas dan bahan penolong X2 digunakan untuk memproses pesanan no KU-
01, sedangkan bahan baku kain dan bahan penolong X1 dipakai untuk memproses pesanan
no SP-02
3. Untuk penentuan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh departemen produksi
menggunakan dasar jam tenaga kerja langsung dengan perhitungan sbb :

Upah langsung untuk pesanan KU-01 180 jam a. Rp.5000 dan upah langsung
untuk pesanan SP-02 menghabiskan sebanyak 1000 jam a. Rp.5000,-. Sedangkan untuk
upah tidak langsung adalah Rp. 2,9 juta.
Untuk gaji karyawan Bagian pemasaran dikeluarkan sebesar Rp. 7.500.000,- dan gaji
karyawan administrasi dan umum Rp. 4.000.000,-

4. Pencatatan Biaya Overhead Pabrik. Perusahaan dalam hal ini menggunakan tarif BOP
sebesar 160 % dari biaya tenaga kerja langsung, baik pesanan KU-01 dan SP-02.

Biaya overhead pabrik sesungguhnya terjadi dalam kaitannya dengan pesanan di


atas, adalah sebagai berikut

Biaya pemeliharaan gedung Rp. 500.000


Biaya depresiasi gedung pabrik Rp.2.000.000
Biaya depresiasi mesin Rp.1.200.000
Biaya pemeliharaan mesin Rp.1.000.000
Biaya asuransi gedung pabrik dan mesin Rp. 600.000

5. Pencatatan harga pokok produk jadi. Berdasarkan informasi untuk pesanan no KU-01
telah selesai dikerja kan

2. Pencatatan harga pokok produk dalam proses. Berdasarkan informasi diketahui


bahwa untuk pesanan no SP-02 masih dalam proses penyelesaian.
3. Pencatatan harga pokok produk yang dijual. Pesanan no KU-01 telah diserahkan kepada
pemesan. Dan dari penyerahan tersebut pemesan akan membayar dengan cara kredit.

Diminta

Berdasarkan informasi di atas, buatlah jurnal yang diperlukan berdasarkan metode


harga pokok pesanan.

Penyelesaian :

Metode Harga Pokok


Pesanan Job Order Cost
Jurnal-Jurnal yang Diperlukan Method

1. Pencatatan Pembelian Bahan baku & penolong

Persediaan Bahan baku Rp.6.525.000


Hutang Dagang
Rp.6.525.000

Persediaan Bahan penolong Rp. 200.000


Hutang Dagang Rp. 200.000

2. Pencatatan Pemakaian Bahan baku & penolong

BDP – Biaya bahan baku Rp.6.525.000


Persediaan Bahan baku
Rp.6.525.000

BOP – Sesungguhnya Rp. 360.000


Persediaan Bahan penolong Rp. 360.000

3. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja


a. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang
Gaji dan Upah Rp. 20.300.000
Utang Gaji & Upah
Rp.20.300.000
b. Pencatatan Distribusi Biaya TK
Biaya TK Langsung Rp. 5.900.000
Biaya TK Tdk Langsung Rp. 2.900.000
Biaya Pemasaran Rp. 7.500.000
Biaya Administ & Umum Rp. 4.000.000
Gaji dan Upah Rp. 20.300.000

c. Pembayaran Gaji dan Upah


Utang Gaji dan Upah Rp. 20.300.000
Kas Rp.20.300.000

4. Pencatatan Biaya Overhead Pabrik.

BDP – Biaya Overhead Pabrik Rp. 9.440.000


BOP yg Dibebankan Rp. 9.440.000

BOP yang Sesungguhnya Rp. 5.300.000


Persediaan bhn bangunan Rp. 500.000
Akum. depresiasi gedung pabrik Rp. 2.000.000
Akum. depresiasi mesin Rp. 1.200.000
Persediaan suku cadang Rp. 1.000.000
Persekot Asuransi Rp. 600.000

BOP yg Dibebankan Rp. 9.440.000


BOP yg Sesungguhnya Rp.9.440.000

Selisih BOP :

Untuk menentukan selisih BOP dicari dengan cara memban- dingkan antara jumlah BOP yang
dibebankan dengan jml seluruh BOP yang sesungguhnya terjadi.

Berdasarkan soal di atas, selisih BOP dapat ditentukan dengan cara :


BOP yang Sesungguhnya:

Jurnal no #2 Rp. 360.000


Jurnal no Rp. 2.900.000
#3b Jurnal Rp. 5.300.000
no #5 Rp. 8.560.000
Jml BOP yang Sesungguhnya

BOP yang Dibebankan Rp. 9.440.000


(Selisih pembebanan lebih)

Jurnal Selisih BOP

BOP yang Rp. 880.000


Sesungguhnya Rp. 880.000
Selisih BOP

5. Pencatatan Harga Pokok produk jadi (KU-01)


Persediaan produk jadi Rp. 4.740.000
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 2.400.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 900.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 1.440.000

6. Pencatatan Harga Pokok produk dlm proses (SP-02)


Persediaan produk dalam proses Rp. 17.125.000
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 4.125.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 5.000.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 8.000.000

7. Pencatatan Harga pokok produk yang dijual


Harga Pokok Penjualan Rp. 4.740.000
Persediaan Produk jadi Rp. 4.740.000

Piutang Dagang Rp. 4.800.000


Harga Pokok Penjualan Rp. 4.800.000
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN METODE HARGA POKOK PROSES

Pengumpulan Biaya Produksi dalam Metode Harga Pokok Proses

4. Biaya Bahan
Pencatatan pemakaian Bahan Baku di Departemen A:

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen A xxx


Persediaan Bahan Baku xxx

Pencatatan pemakaian Bahan Penolong pada Bagian Produksi:


Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen A xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen B xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen C xxx
Persediaan Bahan Penolong xxx

5. Biaya Tenaga Kerja (Langsung & Tak Langsung):


Pencatatan biaya tenaga kerja (langsung & tak langsung) di Departemen Produksi:

Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen A xxx


Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen B xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen C xxx
Gaji dan Upah xxx

6. Biaya Overhead Pabrik

a. BOP pada Metode Harga Pokok Proses adalah biaya produksi selain biaya bahan
baku, biaya bahan penolong, dan biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tak
langsung yang terjadi di departemen produksi.
b. BOP dapat dibebankan kepada produk atas dasar tarif dan dapat juga dibebankan
atas dasar BOP yang sesungguhnya terjadi dalam satu periode.
c. Pembebanan BOP sesungguhnya kepada produk dapat dilakukan jika:
i. Produksi relatif stabil dari periode ke periode
ii. BOP, terutama yang tetap, bukan merupakan bagian yang berarti
dibandingkan dengan jumlah seluruh biaya produksi
iii. Hanya diproduksi satu macam produk.
d. Pencatatan berbagai jenis BOP di Departemen Produksi

. Definisi Biaya Overhead Pabrik

 Kategori Biaya Overhead Pabrik


 Contoh Biaya Overhead Pabrik 
 Cara Menentukan Biaya Overhead Pabrik
 Menghitung Biaya Overhead Pabrik Berdasarkan Jenis Satuannya
 Kesimpulan

Definisi Biaya Overhead Pabrik


Biaya overhead pabrik adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, tapi tidak berhubungan langsung dengan
aktivitas proses produksi suatu produk maupun jasa. Meskipun begitu, biaya ini termasuk ke dalam biaya
pengeluaran perusahaan. 

Terlepas dari biaya produksi, biaya ini sangat penting untuk dihitung dan merupakan overhead cost, yang artinya
biaya yang menjamin lancarnya sebuah operasional bisnis secara keseluruhan. 

Pada intinya, pengertian dari biaya overhead pabrik ini adalah biaya pengeluaran lain-lain diluar dari biaya produksi
dan upah. Terkadang, biaya diluar produksi ini masuk ke dalam laporan laba-rugi perusahaan diluar dari aktivitas
produksi perusahaan. 

Kategori Biaya Overhead Pabrik


Sebelum menghitung biaya BOP, Anda harus menggolongkan biaya tersebut sesuai dengan kategori yang tepat. Hal
ini untuk mempermudah proses perhitungan besarnya anggaran dana perusahaan sesuai dengan kebutuhannya.
Berikut tiga kategori BOP: 

Menurut sifatnya meliputi tiga bagian: 


 Biaya bahan penolong yaitu bagian dari biaya yang tidak menjadi bagian dari hasil produksi ataupun
bahan yang bernilai lebih kecil dibandingkan dengan harga keseluruhan produk. 
 Tenaga kerja tak langsung yaitu biaya overhead pabrik (BOP) yang nilainya tidak dapat dihitungkan
secara langsung kepada produk.
 Reparasi pemeliharaan yakni biaya BOP suku cadang (sparepart), biaya bahan habis pakai, dan harga jasa
yang dipergunakan untuk keperluan perbaikan pemeliharaan mesin produksi, kendaraan, dan alat-alat
lainnya. 

Menurut perilaku perubahan volume produksi: 


 BOP tetap yaitu biaya ini tidak berubah meski volume produk mengalami perubahan. Seperti,
pembayaran sewa dan hipotek, depresiasi aset tetap, biaya tenaga kerja, hingga biaya jasa hukum dan
konsultan akuntansi
 BOP variabel yaitu biaya berubah tetapi sebanding dengan perubahan dari volume produksi. Seperti,
biaya pemasaran dan biaya telepon masuk ke dalam biaya tersebut. 
 BOP semi-variabel yaitu biaya berubah tetapi tidak sebanding dengan perubahan volume produksi. Salah
satu contohnya adalah biaya tinta printer.
Baca juga : Ini Cara Ampuh Tingkatkan Brand Awareness Bisnis Anda [2021]
Contoh Biaya Overhead Pabrik 
Untuk memahami Biaya Overhead Pabrik (BOP) secara lebih jelas simaklah beberapa contoh biaya BOP berikut ini: 

Biaya asuransi
Asuransi pegawai seperti BPJS atau bahkan aset perusahaan termasuk ke dalam biaya overhead tetap. Hal ini karena
biaya asuransi jumlahnya tidak berubah-ubah, 

Perlengkapan kantor
Perlengkapan kantor seperti ATK, kertas dan mesin fotokopi serta kursi, meja dan perlengkapan lainnya termasuk ke
dalam biaya overhead pabrik karena tidak berhubungan langsung dengan aktivitas  produksi.

Biaya Pemasaran
Suatu perusahaan pasti memerlukan biaya pemasaran yang tujuannya untuk memasarkan produk atau jasanya.
Memasang banner, ikut pameran, iklan berbayar termasuk kedalam biaya overhead karena tidak berkaitan langsung
dengan produksi 

Cara Menentukan Biaya Overhead Pabrik


Setelah semua biaya BOP sudah diklasifikasikan, maka Anda dapat mengetahui persentase dari BOP. Berikut ini
adalah rumusnya: 

Hal yang perlu Anda lakukan adalah menjumlahkan biaya overhead yang terbagi berdasarkan bulan, lalu membagi
semua biaya dengan total semua penjualan bulanan. 

Contohnya, perusahaan Anda memiliki Rp 120.000.000,- biaya overhead bulanan dengan penghasilan penjualan
bulanan sebesar Rp 800.000.000,-. Dalam hal ini persentasenya sebesar Rp 120.000.000,- dibagi dengan penghasilan
penjualan sebesar Rp 800.000.000,- yang memberi Anda 0,15 lalu kalikan dengan 100, total persentase overhead
Anda adalah sebesar 15% dari penjualan bisnis Anda. 

Menghitung Biaya Overhead Pabrik Berdasarkan Jenis


Satuannya
Terdapat berbagai jenis satuan yang berguna untuk menentukan BOP. Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk
menentukan BOP dari masing-masing jenis satuannya: 

Jumlah satuan produk


Perhitungan metode ini salah satu yang paling sederhana karena BOP langsung masuk pada produk. 
RUMUS BOP PER SATUAN = ANGGARAN BIAYA
OVERHEAD PABRIK : TAKSIRAN JUMLAH
PRODUK 
Contoh: 

Perusahaan Adit menafsirkan anggaran BOP sebesar Rp 1.000.000 dengan taksiran jumlah produk sebanyak 20.000
unit. Maka biaya satuan unit sebesar: 

BOP satuan = Rp 1.000.000 : 20.000 = Rp 50 per unit

Bila kedepannya terjadi pesanan sebanyak 300 unit maka BOP yang terbebani sebesar: 

= Rp 50 x 300 = Rp 15.000 

Harga bahan pokok


Metode dari perhitungan ini menggunakan biaya harga bahan pokok atau baku sebagai persentase dasar perhitungan
biaya overhead. 

RUMUS= (TAKSIRAN BOP : BAHAN BAKU YANG


TERPAKAI) X 100%
Contoh: 

Perusahaan Adit menaksirkan anggaran BOP sebesar Rp 1.000.000 dengan besaran biaya bahan pokok selama satu
tahun sebesar Rp 5.000.000. Maka cara hitungnya adalah (Rp 1.000.000 : Rp.5.000.000) x 100% = 20%. 

Bila terjadi pesanan dengan menggunakan bahan baku sebesar Rp. 100.000. BOPnya adalah 20% x Rp 100.000 = Rp
20.000

Tenaga kerja langsung


Metode ini menggunakan biaya tenaga kerja total sebagai dasar perhitungan biaya overhead. 

RUMUS= (TAKSIRAN BIAYA OVERHEAD PABRIK :


BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG) X 100% 
Contoh: 
Perusahaan Adit mempunyai taksiran anggaran BOP sebesar Rp. 1.000.000 dengan besaran biaya tenaga kerja
langsung Rp 2.500.000. Maka perhitungannya: 

= (Rp 1.000.000 : Rp 2.500.000) x 100% = 60%, 

maka apabila terdapat pesanan yang memerlukan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 100,000, BOP setara
dengan Rp 100.000 x 60% = Rp 60.000

Jam mesin
Perhitungan yang terakhir adalah metode perhitungan berdasarkan waktu penggunaan mesin. Tarif BOP dengan
metode ini terhitung dengan rumus: 

(TAKSIRAN BIAYA OVERHEAD PABRIK : JAM


KERJA MESIN)
Contoh: 

Dalam satu tahun taksiran overheadnya sebesar Rp 2.000.000 dengan waktu penggunaan mesin selama 5000
jam/tahun, maka Rp 2.000.000 : 5000 = Rp 400 per jam

Kemudian apabila terdapat pesanan yang memerlukan mesin untuk bekerja selama 400 jam, perhitungannya
sebesar: 

= Rp 400 x 400 = Rp 160.000

Baca juga : Piutang adalah: Ciri-Ciri dan Jenis yang Perlu Anda Ketahui!

Kesimpulan 
Sangat penting bagi Anda untuk menghitung biaya overhead pabrik bagi perusahaan bisnis Anda karena biaya ini
sangat penting untuk dihitung dan merupakan overhead cost, yang artinya biaya yang menjamin lancarnya sebuah
operasional bisnis secara keseluruhan. 

Untuk menghitung perkiraan overhead cost yang ingin Anda keluarkan untuk memperlancar operasional bisnis
perusahaan, pastinya Anda memerlukan sebuah sistem software sistematis untuk mengelola keuangan bisnis Anda
secara efektif terutama bagi perusahaan yang sudah berskala besar. 
Metode Harga Pokok Proses
Proces Cost Method

SOAL 1
A. Produk diolah melalui satu departemen. Dalam ketentuan ini anggapan yang digunakan ;

(1)Tidak terdapat persediaan produk dalam proses awal


(2) Tidak terdapat produk yang rusak atau hilang dalam proses pengolahan.
(3) Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk.

CV Aksa dalam pengolahan produknya dilakukan secara massal dan melalui satu departemen
produksi. Berikut ini disajikan data produksi dan kegiatan selama bulan September 2012, yakni
sbb ;
Produk yang dimasukkan dlm proses 5.000 unit
Produk jadi 3.800 unit
Produk dlm proses dengan
tkt penyelesaian Bhn baku dan
penolong 100 %; biaya
konversi 40 %. 1.200 unit

Jumlah produk yang diproses 5.000 unit

Data Biaya produksi


Berdasarkan informasi berikut ini adalah biaya produksi yang telah dikeluarkan yakni sebagai
berikut
Biaya bahan baku Rp. 200.000
Biaya bahan penolong Rp. 550.000
Biaya tenaga kerja Rp. 600.600
Biaya overhead pabrik Rp. 555.000

Total Biaya produksi Rp. 1.905.600

Berdasarkan data tersebut di atas, maka tentukan


1. Berapa biaya produksi per unit untuk mengolah produk tersebut
2. Tentukan berapa harga pokok produk jadi
3. Berapa harga pokok produk dalam proses akhir bulan September 2012.
4. Buatlah jurnal-2 yang diperlukan.
Penyelesaian Soal 1:

Metode Harga Pokok Proses


Proces Cost Method

1. Perhitungan Harga Pokok produksi per unit

No. Jenis Biaya Jml Biaya Unit Equivalen Biaya/Unit

1. Bia Bhn baku Rp. 300.000 3800+(1200 x 100%) Rp. 60

2. Bia Bhn Penolong Rp. 450.000 3800+(1200 x 100%) Rp. 90

3. Bia Tenaga Kerja Rp. 513.600 3800+(1200 x 40%) Rp. 120

4. Bia Overhead Pabrik Rp. 642.000 3800+(1200 x 40%) Rp. 150.

Biaya Produksi Per Unit Rp. 420

2. Harga Pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang yakni sebesar


: 3800 unit x Rp. 420 = Rp. 1.596.000

3. Harga Pokok produksi yang masih dalam proses akhir


Biaya bahan baku :
( 1200 x 100% ) x Rp. 60 = Rp. 72.000
Biaya bahan penolong
( 1200 x 100% ) x Rp. 90 = Rp. 108.000
Biaya Tenaga Kerja
( 1200 x 40% ) x Rp. 120 = Rp. 57.600
Biaya Overhead Pabrik
( 1200 x 40% ) x Rp. 150 = Rp. 72.000
Jumlah Harga Pokok produksi = Rp. 309.600
yg masih dlm proses akhir

Jurnal-Jurnal yang Diperlukan.


1. Jurnal untuk mencatat biaya bahan baku :

BDP – Biaya Bahan baku Rp. 200.000.


Persediaan Bahan Baku Rp. 200.000

2. Jurnal untuk mencatat biaya bahan penolong :

BDP – Biaya Bahan Penolong Rp. 550.000


Persediaan Bahan Penolong Rp. 550.000

3. Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja

BDP – Biaya Tenaga Kerja Rp. 600.600


Gaji dan Upah Rp. 600.600

4. Jurnal untuk mencatat biaya Overhead Pabrik

BDP – Biaya Overhead pabrik Rp. 555.000


Berbagai Rekening yang Di Rp. 555.000
kredit.

5. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang.

Persediaan produk jadi Rp. 1.596.000


BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 128.000
BDP- Biaya Bahan Penolong Rp. 442.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 543.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 483.000

6. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk yang masih dalam proses akhir :
Persediaan produk dlm proses Rp. 309.600
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 72.000
BDP- Biaya Bahan Penolong Rp. 108.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 57.600
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 72.000
PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
Metode Variable Costing & Full Costing

Perbandingan Metode Full Costing dengan Metode Variable Costing. Full

Costing
Yakni merupakan metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya
produksi baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Dikenal juga dengan
Absortion atau Conventional Costing.

Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan mempunyai
akibat pada :

7. Perhitungan harga pokok produksi dan


8. Penyajian laporan laba-rugi.

Metode Full Costing


Harga Pokok Produksi :
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik tetap Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx

Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx


Dengan menggunakan Metode Full Costing,

(3). Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk
atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya
overhead yang sesungguhnya.

(4). Selisih BOP akan timbul apabila BOP yang dibebankan berbeda dengan BOP yang
sesungguh- nya terjadi.

Catatan :

Pembebanan BOP lebih (overapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang
dibebankan lebih besar dari BOP yang sesungguhnya terjadi.

Pembebanan BOP kurang (underapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang
dibebankan lebih kecil dari BOP yang sesungguhnya terjadi.

Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka
pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tsb digunakan untuk mengurangi
atau menambah harga pokok yang masih dalam persediaan (baik produk dalam proses
maupun produk jadi)

Metode ini akan menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya
sampai saat produk yang bersangkutan dijual.
Variable Costing :
Merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya
produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah : direct costing

Harga Pokok Produksi :

Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx


Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx

Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx

Dengan menggunakan Metode Variable Costing,

Biaya Overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga
pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode
terjadinya.

Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada
persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.

Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut
diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama periode yang akan datang.

Penyajian Laporan Laba Rugi

Laporan Laba-Rugi
( Metode Full Costing )

Hasil penjualan Rp. 500.000


Harga pokok penjualan Rp. 250.000 -
Laba Bruto Rp. 250.000

Biaya administrasi dan umum Rp. 50.000 -


Biaya pemasaran Rp. 75.000 -
Laba Bersih Usaha Rp . 125.000

Ket :
Laporan Laba-rugi tsb menyajikan biaya-biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok
dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi
dan umum.
Laporan Laba-Rugi
( Metode Variable Costing )

Hasil penjualan Rp. 500.000


Dikurangi Biaya-biaya Variabel :
Biaya produksi variabel Rp. 150.000
Biaya pemasaran variabel Rp. 50.000
Biaya adm. & umum variabel Rp. 30.000
Rp. 230.000
Laba kontribusi Rp. 270.000

Dikurangi Biaya Tetap


Biaya produksi tetap Rp. 100.000
Biaya pemasaran tetap Rp. 25.000
Biaya Adm & umum tetap Rp. 20.000
Rp. 145.000
Laba Bersih Usaha Rp 125.000
Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Variable Costing
Laporan keuangan yang disusun berdasar metode Variable Costing bermanfaat bagi manajemen
untuk :

1. Perencanaan laba jangka pendek


2. Pengendalian biaya dan
3. Pembuatan keputusan.

(1) Perencanaan laba jangka pendek

Dalam jangka pendek, biaya tetap tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan,
sehingga hanya biaya variabel yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen
Laporan laba-rugi variable costing menyajikan dua ukuran penting : (1) laba kontribusi dan
(2) operating laverage.

Hasil Penjualan : Rp. 1000


Biaya Variabel : Rp. 600
Laba Kontribusi : Rp. 400
Biaya Tetap : Rp. 300
Laba Bersih : Rp. 100

Ratio Laba Kontribusi : Laba kontribusi = 400/1000


Hsl Penjualan

Operating Laverage : Laba kontribusi = 400/100


Laba bersih
Misal :
Dalam rencana anggaran diputuskan untuk menaikkan harga jual 12%. Maka dampak dari
kenaikan ini terhadap laba jangka pendek dapat ditentukan :
12% x 40% = 4,8%

Laporan laba rugi yang memisahkan biaya tetap dan variabel, memungkinkan juga
manajemen melakukan analisis hubungan biaya, volume dan laba.

(2) Pengendalian Biaya


Biaya tetap dalam variable costing dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yakni :
discretionary fixed cost dan committed fixed cost.

Discretionary fixed cost merupakan biaya yang berperila- ku tetap karena kebijakan
manajemen. Dalam jangka pendek biaya ini dapat dikendalikan oleh manajemen.

Sedangkan committed fixed cost merupakan biaya yang timbul dari pemilikan pabrik,
ekuipmen dan organisasis pokok. Dalam jangka pendek biaya tersebut tidak dapat
dikendalikan oleh manajemen.

(3) Pengambilan Keputusan


Pihak manajemen dengan menggunakan metode variable costing dapat menentukan
pengambilan keputusan misal dalam hal pesanan khusus.

1. Perbandingan metode Full Costing dengan Variabel Costing


2. Perhitungan Rugi/Laba menurut metode Variable Costing
3. Pengumpulan biaya dalam metode Variable Costing
4. Manfaat Informasi yang dihasilkan oleh metode Variabel Costing
5. Kelemahan metode Variable Costing
6. Variable Costing dengan metode Harga Pokok Pesanan
7. Variable Costing dengan metode Harga Pokok Proses
BIAYA OVERHEAD PABRIK I

I. Pengertian
Biaya-biaya produksi yang tidak dapat di kategorikan kedalam biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung atau yang wujud riilnya adalah biaya bahan baku tidak langsung dan
biaya tenaga kerja tidak langsung serta biaya pabrik lainnya dikelompokkan tersendiri yang
disebut biaya overhead pabrik.

Contoh konkrit dari biaya overhead pabrik adalah :


 Biaya bahan penolong
 Biaya tenaga kerja tidak langsung
 Biaya penyusutan aktiva tetap
 Biaya reparasi & pemeliharaan aktiva tetap pabrik
 Biaya listrik & air untuk pabrik
 Biaya asuransi pabrik
 Serta semua biaya pada departemen pembantu

Apabila perusahaan mempunyai lebih dari satu departemen produksi maka proses penentuan
tarip BOP adalah sebagai berikut :
1. Ditentukan anggaran BOP untuk masing-masing departemen produksi tersebut.
2. Ditentukan dasar pembebanan BOP tersebut, sesuai dengan sifat departemen produksi
yang bersangkutan.
3. Ditetapkan tarip BOP berdasarkan anggaran BOP dibagi dengan dasar pembebanan.

II. Analisis Selisih Biaya Overhead Pabrik


Pada akhir suatu periode diketahui besarnya BOP yang sesungguhnya dan jumlah BOP yang
dibebankan, langkah selanjutnya adalah menghiitung selisih BOP yang terdiri :
1. Perhitungan selisih biaya overhead pabrik.
Dalam menghitung selisih BOP, harus membandingkan antara BOP sesungguhnya
dengan BOP yang dibebankan, jika BOP sesungguhnya lebih besar dari BOP dibebankan
disebut underapplied factory overhead yang sifatnya tidak menguntungkan sebaliknya
bila biaya dibebankan lebih besar maka disebut overapplied factory overhead yang
sifatnya menguntungkan atau laba.
2. Analisis selisih BOP.
Selisih BOP yang timbul akan dianalisis kedalam 2 macam selisih yaitu :
a) Selisih Anggaran
Selisih anggaran adalah selisih yang disebabkan oleh perbedaan antara BOP
sesungguhnya dibandingkan budget BOP pada kapasitas sesungguhnya. Selisih
anggaran dapat pula dihitung dari perbedaan BOP variabel sesungguhnya
dibandingkan dengan budget BOP variabel pada kapasitas sesungguhnya.

SA = BOPsesg - FKSB
atau
SA = BOP sesg - [ Btb + (KS X TV) ]
= bop SESG - [ (KN x TT) + (KS x TV) ]
atau
SA = BOP sesg - (KN x TT) - (KS x TV)

SA = Selisih anggaran
FKBS = Fleksibel budget BOP pada kapasitas sesungguhnya
BTb = BOP tetap dibudgetkan
TV = Tarip BOP variabel
KN = Kapasitas nornal
KS = Kapasitas sesungguhnya
TT = Tarip BOP tetap

Apabila BOP sesungguhnya lebih besar dibandingkan dengan fleksibel budget pada
kapasitas sesungguhnya, maka selisih anggaran bersifat tidak menguntungkan.
Sebaliknya apabila biaya overhead paabrik sesungguhnya lebih kecil maka selisih
anggaran bersifat menguntungkan.

b) Selisih Kapasitas
Selisih kapasitas berhubungan dengan BOP tetap yang disebabkan kapasitas
sesungguhnya yang dicapai lebih kecil dibandingkan kapasitas yang dipakai untuk
menghitung tarip.

Cara menghitung tarip dapat digunakan rumus sebagai berikut :

SK = FBKS - BOPsesg
atau

3. Perlakuan selisih biaya overhead pabrik.


Ada dua cara perlakuan terhadap selisih BOP :
a) Selisih BOP disebabkan karena selisih anggaran.
Selisih BOP dibebankan kembali ke dalam rekening persediaan produk dalam proses
persediaan produk selesai dan harga pokok penjualan.

Jurnal yang dibuat apabila selisih menguntungkan adalah :

Selisih BOP xxx


Persediaan produk dalam proses xxx
Persediaan produk selesai xxx
Harga pokok penjualan xxx

Jurnal yang dibuat apabila sifatnya tidak menguntungkan :

Persediaan produk dalam proses xxx


Persediaan produk selesai Harga xxx
pokok penjualan xxx
Selish BOP xxx
b) Selisih BOP disebabkan karena selisih kapasitas
Selisih BOP diperlakukan langsung ke dalam elemen rugi laba.

Jurnal yang dibuat apabila selisih BOP menguntungkan :

Selisih BOP xxx


Rugi-laba xxx
Rugi-laba xxx
Laba yg ditahan xxx

Jurnal yang dibuat apabila BOP sifatnya tidak menguntungkan :

Rugi-laba xxx
Selisih BOP Laba yg xxx
ditahan xxx
Rugi-laba xxx

CONTOH SOAL

PT “AKSA SEJAHTERA” menentukan tarip BOP ditentukan dimuka bulan januari 2011,
perusahaan membuat angggaran BOP dengan kapasitas normal 30.000 jam mesin dengan data
produksi sebagai berikut :

Jenis Biaya Tetap/Variabel Jumlah

Biaya bahan baku Rp 5.000.000


Biaya tenaga kerja langsung Rp 2.500.000
Biaya bahan penolong V Rp 1.100.000
Biaya depresiasi pabrik T Rp 500.000
Biaya bahan bakar V Rp 750.000
Biaya listrik V Rp 1.600.000
Biaya reparsi & pemeliharaan V Rp 675.000
T Rp 400.000
Biaya asuransi bangunan T Rp 800.000
Biaya promosi V Rp 1.250.000
Biaya tenaga kerja tidak langsung V Rp 1.400.000
T Rp 1.850.000
Biaya kesejahteraan karyawan T Rp 1.050.000

Data-data lain yang berkaitan dengan produksi :


Jam kerja langsung 42.000 jam
Unit produksi 60.000 unit
Pada akhir bulan BOP sesungguhnya terjadi pada kapasitas sesungguhnya 27.500 jam
Jenis Biaya Tetap/Variabel Jumlah

Biaya bahan baku Rp 5.000.000


Biaya tenaga kerja langsung Rp 2.500.000
Biaya bahan penolong V Rp 1.000.000
Biaya depresiasi pabrik T Rp 500.000
Biaya bahan bakar V Rp 750.000
Biaya listrik V Rp 1.400.000
Biaya reparasi & pemeliharaan V Rp 600.000
T Rp 400.000
Biaya asuransi bangunan T Rp 800.000
Biaya promosi V Rp 1.050.000
Biaya tenaga kerja tidak langsung V Rp 1.200.000
T Rp 1.850.000
Biaya kesejahteraan karyawan T Rp 1.050.000

Diminta :

1. Berapakah BOP tetap & variabel yang dianggarkan.


2. Hitung tarip BOP bulan Januari berdasarkan:
a. Jam mesin (Rp)
b. Biaya bahan baku (%)
c. Biaya tenaga kerja langsung (Rp)
d. Jam kerja langsung (Rp)
e. Unit produksi (Rp)
3. Hitunglah pada BOP sesungguhnya ;
a. Tarip BOP variabel & tetap.
b. selisih BOP.
c. Selisih anggaran |& kapasitas.
4. Buatlah jurnal yang diperlukan.

PENYELESAIAN :

1. BOP Tetap = Rp 4.600.000.


BOP Variabel = Rp 6.775.000.

2. Rp 4.600.000
Tarif BOP tetap = = Rp 153,3 jam mesin.
30.000

Rp 6.775.000
Tarif BOP variabel = = Rp 225,8 jam mesin.
30.000

Tarif BOP = (153,3 + 225,8) = Rp 379,1 jam mesin.


b. Biaya bahan baku :
Tarif BOP = Rp 11.375.000 x 100% = 227,5%
5.000.000

c. Biaya tenaga kerja langsung :

Tarif BOP = Rp 11.375.000 x 100% = 455%


2.500.000

d. Jam kerja langsung :

Tarif BOP = Rp 11.375.000 = Rp 270.8


42.000

e. Unit produksi :
Tarif BOP = Rp 11.375.000 = Rp 189,6
60.000

3.a. BOP tetap = Rp 4.600.000 : 27.500 = Rp 167,3


BOP variabel = 6.000.000 : 27.500 = Rp 218,2
Tarif BOP = Rp 167,3 + Rp 218,2 = Rp 385,5
b. Selisih BOP :
BOP yang dibebankan (27.500 x 379,1) Rp10.425.250
BOPsesungguhnya 10.600.000
Selisih BOP (R) Rp 174.750.

c. Selisih Anggaran :
BOP sesungguhnya Rp 10.600.000.
BOP dianggarkan pada kapasitas :
BOP variabel (27.500 x Rp 218,2) = Rp 6.000.500
BOP tetap Rp 4.600.000
Rp 10.600.500.
Laba (Rp 500).

Selisih kapasitas :
(metode 1)
BOP tetap dianggarkan Rp 4.600.000.
BOP tetap dibebankan pd produk (27.500 x Rp 153,3) Rp 4.215.750.
Rugi Rp 384.250.
(metode 2)
Kapasitas dianggarkan 30.000 jam mesin.
Kapasitas dicapai 27.500
2.500 jam mesin.
Tarif BOP tetap : Rp 153,3
Selisih kapasitas : (Rp 153,3 x 2500) = Rp 383.250
4. Mencatat pembebanan BOP :
BDP – BOP Rp 10.425.250 -
BOP yang dibebankan - Rp 11.425.250
Mencatat BOP sesungguhnya :
BOP sesungguhnya Rp 10.600.500 -
Berbagai rekening di kredit - Rp 10.600.500

Mencatat penutupan rekening BOP dibebankan ke BOP sesungguhnya dan mencatat


selisih :
BOP dibebankan Rp 10.425.250 -
Selisih kurang BOP Rp 175.250 -
BOP sesungguhnya - Rp 10.600.500
DEPARTEMENTALISASI BIAYA OVERHEAD PABRIK
B. KONSEP
1). Departementalisasi
Adalah pembagian perusahaan ke dalam unit-unit yang disebut departemen.
Departementalisasi BOP adalah proses pengumpulan dan penentuan tarif BOP per
departemen. Departementalisasi BOP lebih tepat jika pabrik memproduksi berbagai produk
yang tidak melewati departemen yang sama. Tujuan departementalisasi BOP adalah
menentukan biaya produk dengan teliti. Produk yang diproses melalui lebih dari satu
departemen akan dibebani dengan tarif yang berlaku di masing-masing departemen.
Departemen diklasifikasikan menjadi departemen produksi dan departemen jasa.
Departemen produksi memproses bahan baku menjadi produk jadi, contoh: departemen
pemotongan dan departemen penjahitan pada perusahaan garment. Departemen jasa
memberikan dukungan kepada departemen produksi dan tidak melakukan pekerjaan
produksi, contoh: penerimaan, inspeksi dan penyimpanan bahan baku pada perusahaan
garment.

2). Biaya Langsung & Tidak Langsung Departemen


Biaya langsung departemen adalah semua biaya yang dapat ditelusur ke departemen tertentu
dan dibebankan pada departemen tersebut tanpa melalui proses alokasi. Contoh depresiasi
mesin dan biaya sewa gedung yang digunakan hanya oleh Departemen Perakitan merupakan
biaya langsung departemen tersebut. Biaya tidak langsung departemen adalah biaya yang
tidak dapat ditelusur ke departemen tertentu dan dibebankan kepada departemen tersebut
melalui proses alokasi. Contoh: depresiasi mesin dan biaya sewa gedung yang digunakan
oleh beberapa departemen, tidak dapat ditelusur pemakaiannya secara langsung merupakan
biaya tidak langsung departemen. Biaya ini dibebankan kepada departemen pemakai melalui
proses alokasi.

3). Penentuan Tarif BOP Departemen & Metode Alokasi Biaya Departemen Jasa Karakteristik
departemen menyebabkan pemicu biaya yang berbeda, yang digunakan sebagai dasar
pembebanan biaya, sehingga berpengaruh pada perhitungan tarif setiap departemen.
Contoh departemen produksi yang banyak menggunakan mesin, maka tarif BOP lebih
tepat menggunakan jam mesin. BOP departemen produksi terdiri atas BOP departemen
produksi dan alokasi biaya dari departemen jasa yang digunakan. Oleh karena itu, perlu
mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi terlebih dahulu
sebelum menghitung tarif BOP departemen.
Langkah-langkah penentuan tarif BOP departemen:
1). Menyusun anggaran BOP departemen produksi dan anggaran biaya
departemen jasa.
Anggaran BOP departemen produksi dan biaya departemen jasa terdiri atas anggaran biaya
langsung dan biaya tidak langsung, baik yang bersifat variabel maupun tetap. Contoh biaya
langsung adalah supervisor, bahan penolong, pemeliharaan, bahan bakar dan telepon, karena
pemakaiannya dapat ditelusuri langsung melalui alat pengukur. Contoh biaya tidak langsung
adalah depresiasi gedung yang dipakai bersama-sama oleh beberapa departemen. Depresiasi
gedung tersebut dialokasikan pada setiap departemen berdasarkan luas lantai.
Contoh: biaya depresiasi gedung Rp70.600. Data luas lantai masing-masing departemen
sebagai berikut:
Departemen Luas Lantai (m2)
Departemen A 150
Departemen B 100
Departemen 1 63
Departemen 2 40
Jumlah 353

Alokasi biaya depresiasi gedung untuk setiap departemen sebagai


berikut: Departemen A = (150 / 353) x Rp70.600 = Rp30.000
Departemen B = (100 / 353) x Rp70.600 = Rp20.000
Departemen 1 = (63 / 353) x Rp70.600 = Rp12.600
Departemen 2 = (40 / 353) x Rp70.600 = Rp8.000

2). Menetapkan dasar alokasi biaya departemen jasa


Dasar alokasi biaya departemen jasa tergantung pada pemicu biayanya. Contoh: departemen
listrik menggunakan dasar alokasi konsumsi kwh departemen pengguna, departemen
kafetaria yang banyak menggunakan tenaga karyawan dasar alokasi yang sesuai adalah
jumlah karyawan atau jam kerja karyawan.

3). Mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi


Biaya departemen produksi yang digunakan untuk menghitung tarif meliputi biaya yang
terjadi di departemen tersebut ditambah dengan biaya alokasi dari departemen jasa. Biaya
departemen jasa dapat dialokasikan dengan menggunakan metode langsung, bertahap dan
aljabar.
a). Metode langsung
Pada metode ini biaya departemen jasa hanya dialokasikan ke departemen produksi. Metode
ini dapat diterapkan jika selisih hasil perhitungan biaya produk dibandingkan dengan metode
lain tidak material atau suatu departemen jasa tidak menggunakan jasa departemen jasa
lainnya.

Contoh:

Keterangan
Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Rp72.600 Rp40.000
Jasa
Dasar alokasi:
Departemen 1 40 40 20
(jumlah karyawan) 200 500 300
Departemen 2 (jumlah kwh)
Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.300 Rp36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 11.429 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp224.871 0 0
*(40/80)xRp72.600 ke Dept A dan B
**(200/700)xRp40.000 ke Dept A, (500/700)xRp40.000 ke Dept B

b). Metode bertahap/bertingkat/sekuensial


Pada metode ini biaya departemen jasa dialokasikan secara bertahap ke departemen jasa
lainnya dan departemen produksi yang telah menerima jasa, dimulai dari biaya departemen
jasa yang terbesar. Setelah alokasi biaya departemen jasa pertama dilakukan, departemen
tersebut tidak akan mendapatkan alokasi dari departemen jasa lain.
Contoh:

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.00 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen 0 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp112.60
0
Rp392.60
0
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp29.040 Rp29.040 *(Rp72.600) Rp14.520
Departemen 2 15.577 38.943 **(Rp54.520)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp164.617 Rp227.983 0 0
*(40/100)xRp72.600 ke Dept A dan B, (20/100)xRp72.600 ke Dept 2
**(200/700)xRp54.520 ke Dept A, (500/700)xRp54.520 ke Dept B

c). Metode aljabar/resiprokal/matriks/simultan


Metode ini dapat diterapkan jika antar departemen jasa saling memberikan jasa. Pada metode
ini biaya departemen jasa dialokasikan secara simultan dengan menggunakan teknik aljabar.
Metode ini mengalokasikan biaya ke departemen produksi dan antar departemen jasa.
Contoh:
Misalkan biaya departemen 1 setelah alokasi adalah Y dan biaya departemen 2 setelah
alokasi adalah Z, maka persamaan aljabar dirumuskan sebagai berikut:

Y = 72.600 + 0,30Z
Z = 40.000 + 0,20Y

penyelesaian persamaan diatas:


Y = 72.600 + 0,30(40.000 + 0,20Y)
= 72.600 + 12.000 + 0,06Y
0,94Y = 84.600
Y = 90.000

Z = 40.000 + (0,20x90.000)
Z = 58.000

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1/Y 2/Z
BOP sebelum alokasi Rp280.00 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen 0 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp112.60
0
Rp392.60
0
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.000 Rp36.000 *(Rp90.000) Rp18.000
Departemen 2 11.600 29.000 Rp17.400 **(Rp58.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.600 Rp225.000 0 0
*(40/100)xRp90.000 ke Dept A dan Dept B, (20/100)xRp90.000 ke Dept 2
**(200/1000)xRp58.000 ke Dep A, (500/1000)xRp58.000 ke Dept
B, (300/1000)xRp58.000 ke Dept 1

4). Menghitung tarif BOP departemen produksi


dengan cara membagi BOP departemen setelah alokasi
dengan dasar pembebanan setiap departemen.
Contoh:
Perhitungan tarif BOP menggunakan metode langsung dalam mengalokasikan biaya
departemen jasa, jika diketahui estimasi jumlah jam mesin pada departemen produksi A
adalah 1000 jam dan estimasi jumlah jam kerja langsung pada departemen produksi B adalah
1500 jam.

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.00 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen 0 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp112.60
0
Rp392.60
0
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.300 Rp36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 11.429 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp224.871 0 0
Dasar pembebanan
1000 JM 1500 JKL
Tarif
Rp167,73 Rp224,88
JM (jam mesin), JKL (jam kerja langsung)
Soal-soal:
1. PT Sukses terdiri atas dua departemen produksi, pemotongan dan perakitan, dan dua
departemen jasa, pemeliharaan dan administrasi. Biaya departemen pemeliharaan
didistribusikan berdasarkan kaki persegi, dan biaya departemen administrasi didistribusikan
berdasarkan jumlah karyawan. Biaya departemen jasa hanya didistribusikan ke departemen
produksi. Tarif BOP departemen produksi dihitung berdasarkan jam mesin. Buat distribusi BOP
dan hitung tarif BOP berdasarkan data tahunan yang diestimasikan sebagai berikut:

Pemotongan Perakitan Pemeliharaan Administrasi


Jumlah karyawan 150 100 40 30
Kaki persegi 21.000 9.000 4.000 3.000
Jam mesin 25.000 20.000
Anggaran BOP Rp520.000 Rp420.000 Rp200.000 Rp150.000

2. PT Ikhtiar memiliki dua departemen produksi, pencampuran dan penyelesaian, serta dua
departemen jasa, kafetaria dan desain produk. Perusahaan membebankan biaya departemen
jasa ke departemen jasa lain, tetapi setelah biaya suatu departemen telah didistribusikan, tidak
ada biaya yang dibebankan kembali ke departemen tersebut. Kafetaria didistribusikan pertama
kali, berdasarkan jumlah karyawan, dan desain produk didistribusikan berdasarkan jumlah
pesanan produk. Dalam menghitung tarif BOP yang telah ditentukan sebelumnya, jam mesin
digunakan sebagai dasar di kedua departemen produksi. Hitung tarif BOP yang ditentukan
sebelumnya untuk departemen pencampuran dan departemen penyelesaian berdasarkan data
yang diestimasi sebagai berikut:
Kafetaria Desain Produk Pencampuran Penyelesaian
Anggaran BOP Rp10.000 Rp50.000 Rp104.000 Rp200.000
Jumlah karyawan 10 5 65 130
Jumlah pesanan produk 100 200
Jam mesin 40.000 60.000

3. BOP departemen yang diestimasikan untuk departemen produksi S dan T, serta biaya yang
diestimasikan untuk departemen jasa E, F dan G (sebelum distribusi dari departemen jasa
manapun) adalah:

Departemen Produksi Departemen Jasa


S Rp60.000 E Rp20.000
T Rp90.000 F Rp20.000
G Rp10.000

Saling ketergantungan antar departemen adalah sebagai berikut:


Jasa Disediakan Oleh
Departemen E F G
Produksi – S - 30% 40%
Produksi – T 50% 40% 30%
Jasa – E - 20% -
Jasa – F 20% - -
Jasa – G 30% 10% -
Pemasaran - - 20%
Kantor Umum - - 10%
100% 100% 100%
Diminta:
a). Hitung jumlah BOP yang diestimasikan untuk setiap departemen jasa setelah transfer
biaya resiprokal dihitung secara aljabar.
b). Hitung total BOP setiap departemen produksi dan biaya departemen G yang dibebankan
ke departemen pemasaran dan kantor umum.
BIAYA BAHAN BAKU
( RAW MATERIAL COST )

1. Pengertian

Bahan baku (raw material) adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk dimana
bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya (atau merupakan bagian terbesar
dari bentuk barang ).
Biaya bahan baku (raw material cost) adalah seluruh biaya untuk memperoleh sampai dengan
bahan siap untuk digunakan yang meliputi harga bahan, ongklos angkut, penyimpanan dan lain-
lain.

2. Biaya yang diperhitungkan dalam harga pokok bahan yang dibeli

Unsur harga pokok bahan yang dibeli adalah semua biaya untuk memperoleh bahan
baku dan untuk menempatkan dalam keadaan siap pakai. Harga beli dan biaya angkut
merupakan unsur yang mudah diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku sedangkan biaya
pesan, biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, pergudangan dan biaya
akuntansi biaya merupakan unsur yang sulit diperhitungkan sehingga pada prakteknya harga
pokok bahan baku yang dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok sebagai
akibatnya biaya penyiapan bahan baku diperhitungkan dalam biaya overhead pabrik.

3. Penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi

 Metode pencatatan bahan baku :

A. Metode Fisik (Fhysical Inventory Method )


Dalam metode ini hanya tambahan persediaan bahan saja yang dicatat sedang mutasi
berkurangnya bahan tidak dicatat untuk mengetahui bahan baku yang diperoleh , harus
menghitung persediaan bahan baku digudang pada akhir periode akuntansi. Harga pokok
persediaan awal ditambah Harga pokok pembelian dikurang Harga pokok persediaan akhir
yang ada digudang merupakan biaya bahan baku yang dipakai selama periode akuntansi.

B. Metode Mutasi Persediaan ( Perpetual Inventory Method)


Dalam metode ini setiap mutasi dicatat dalam kartu persediaan . Pembelian
dicatat dalam kolom Beli di kartu persediaan ,pemakaian dicatat dalam kolom pakai di
kartu persediaan dan jumlah bahan yang tersedian digudang dapat dilihat dalam kolom
sisa di kartu persediaan.

 Metode Penilaian Bahan Baku


A. Pertama Masuk Pertama Keluar (Fifo)
Metode ini didasarkan anggapan bahwa bahan yang pertama kali dipakai
dibebani dengan harga perolehan persatuan dari bahan yang pertama kali masuk
kegudang bahan,atau harga perolehan bahan persatuan yang pertama kali masuk kegudang
bahan akan digunakan untuk menentukan harga perolehan persatuan bahan yang pertama
kali disusul harga perolehan per satuan bahan yang dipakai pertama kali ,disusul harga
perolehan persatuan yang masuk berikutnya.
B. Metode Rata-Rata (Weighted Average Method)
Pada metode ini dengan pencatatan fisik menghitung rata-rata harga perolehan
persatuan bahan sebagai berikut:

(X1 x P1) + (X2 x P2) +......+(Xn x Pn)


Harga perolehan Rata =
rata persatuan X1 + X2 + .......+ Xn
Didalam kartu kartu persediaan dengan metode ini setiap terjadi tambahan bahan dan ada
bahan yang dipakai memiliki harga perolehan persatuan bahan yang paling baru.

C. Metode Terakhir Masuk , Pertama Keluar (Lifo)


Metode ini berdasarkan anggapaan bahwa bahan yang pertama kali dipakai
dibebani dengan harga perolehan persatuan bahan dari yang terakhir masuk ,disusul
dengan harga perolehan bahan persatuan yang masuk sebelumnya dan seterusnya.

D. Metode Persediaan Dasar


Metode ini didasarkan atas anggapan bahwa persediaan minimum atas bahan
harus dimiliki perusahaan pada setiap saat agar kegiatan kontinyu. Pada umumnya metode
persediaan dasar menggunakan metode Lifo .

4. Analisis Selisih Bahan Baku ( Raw material variance)

Dalam memgendalikan dan mengawasi biaya banyak perusahaaan menggunakan Biaya


standar (standard cost) yaitu menetapkan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan per satuan
produk , jadi perusahaan akan membuat perencanaan biaya dan pada akhir periode akan
diketahui biaya yang sebenarnya terjadi dan biasanya jarang sekali pengeluaran sesungguhnya
sama dengan standar dan perbedaan ini disebut selisih (Variances).

Selisih Bahan Baku = Biaya Bahan Baku Sesungguhnya - Biaya Bahan Baku Standar

Selisih bahan baku ini dapat dianalisis dalam:

A) Selisih Harga Bahan (raw material price – variance)


Selisih harga bahan disebabkan karena pengeluaran untuk biaya bahan harga persatuannya
tidak sama dengan standar

Selisih Harga = - Harga Bahan Standar -Harga bahan- x Jumlah sesungguhnya per
satuan sesungguhny dibeli/
- a per satuan - digunakan
B) Selisih Pemakaian Bahan
Perbedaan yang disebabkan oleh karena pemakaian bahan menurut standar tidak sama
dengan sesungguhnya.

Selisih Pemakaian = Pemakaian bahan - Pemakaian bahan x Harga bahan standar


Bahan standar sesungguhnya persatuan bahan

*** CONTOH SOAL BIAYA BAHAN BAKU ***

PT. AKSA SEJAHTERA adalah perusahaan manufaktur yang berlokasi di Jakarta,


data persediaan bahan baku (raw material inventory) yang ada dalam catatan perusahaan adalah
sebagai berikut :

Persediaan Tanggal 1 September 2012 = 200 Kg @ Rp 200,00

Pembelian
Tanggal Jumlah Harga /
(Kg) Kg
2 Sep 2012 400 Rp 250
20 Sep 2012 600 Rp 300
30 Sep 2012 200 Rp 400

Pemakaian
Tanggal Jumlah
10 Sep 2012 400
25 Sep 2012 200
Catatan:
28 Sep 2012 Dikembalikan ke suplier sebanyak 100 Kg berasal dari pembelian tanggal 25
Sep 2012
29 Sep 2012 Diterima oleh gudang bahan sebanyak 50 Kg dari bahan yang diminta tanggal 28
September dan berasal dari persediaan awal
Perhitungan fisik 30 Sep 2012 sebanyak 750 Kg

Dari data diatas saudara diminta menghitung bahan baku yang dipakai (raw material used) bulan
Sep 2012 dengan metode pencatatan fisik maupun Perpetual serta metode penilaian persediaan :

a. Metode FIFO
b.Metode LIFO
c.Metode Average
JAWABAN : *** CONTOH SOAL BIAYA BAHAN BAKU ***

A. 1. Metode Fisik FIFO


Persediaan (inventory) Per 1 Sep 2012 (awal = 200 Kg x Rp 200 ) Rp 40. 000
Pembelian Bahan (raw material purchase) :
Tgl 02/09/2012 = 400 x Rp 250 = Rp 100.000
20/09/2012 = 600 x Rp 300 = Rp 180.000
30/09/2012 = 200 x Rp400 = Rp 80.000
Pembelian kotor (gross purchase) Rp 360.000
Pengembalian pembelian 100 x Rp 300 = 30.000
Pembelian bersih (net purchase) sebanyak 1100 Kg Rp 330.000

Harga perolehan Bahan siap pakai (raw material available to use)1.300 Kg Rp 370.000
Persediaan Bahan per 30 Sep 2012
200 x Rp 400 = Rp 80.000
550 x Rp 300 = Rp 165.000
Rp 245.000
Harga perolehan bahan baku yang dipakai 350 Kg Rp 125.000

A.2. Perpetual FIFO

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
400 250 100.000
10 Sep 12 200 200 40.000
200 250 50.000 200 250 50.000
20 Sep 12 600 300 180.000 200 250 50.000
600 300 180.000
25 Sep 12 200 250 50.000
600 300 180.000
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 500 300 150.000
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 550 300 165.000
30 Sep 12 200 400 40.000 550 300 165.000
200 400 40.000
B. 1. Fisik LIFO
Persediaan (inventory) Per 1 Sep 2012 (awal = 200 Kg x Rp 200 ) Rp 40. 000
Pembelian Bahan (raw material purchase) :
Tgl 02/09/2012 = 400 x Rp 250 = Rp 100.000
20/09/2012 = 600 x Rp 300 = Rp 180.000
30/09/2012 = 200 x Rp400 = Rp 80.000
Pembelian kotor (gross purchase) Rp 360.000
Pengembalian pembelian 100 x Rp 300 = Rp 30.000
Pembelian bersih (net purchase) sebanyak 1100 Kg Rp 330.000

Harga perolehan Bahan Baku siap pakai 1.300 Kg Rp 370.000


Persediaan Bahan per 30 Sep 2012
200 x Rp 200 = Rp 40.000
400 x Rp 250 = Rp 180.000
150 x Rp 300 = Rp 45.000
Rp 265.000
Harga perolehan bahan baku yang dipakai 350 Kg Rp 105.000

B. 2. Perpetual LIFO

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
400 250 100.000
10 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
20 Sep 12 600 300 180.000 200 250 50.000
600 300 180.000
25 Sep 12 200 300 60.000 200 250 50.000
400 300 120.000
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 200 250 50.000
300 300 90.000
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 200 250 50.000
350 300 105.000
30 Sep 12 200 400 40.000 200 250 165.000
350 300 40.000
200 400 40.000
C.1. Fisik Rata-rata (Average)
Persediaan bahan per 1 Sep 12 = 200 Kg x Rp 200 = Rp 40.000
Pembelian bahan per 02/09/12 = 400 Kg x Rp 250 = Rp 100.000
Pembelian bahan per 20/09/12 = 600 Kg x Rp 300 = Rp 180.000
Pembelian bahan per 30/09/12 = 200 Kg x Rp 400 = Rp 80.000
Pengembalian Pembelian 28/09/12 = (100Kg) x Rp 300 = Rp (30.000)
1.300 kg a)*Rp 284,615 Rp 370.000
Persediaan bahan per 31 jan. 2011 = 750 Kg x Rp 284,615 = Rp 213.461
Harga perolehan bahan yang dipakai = 550 Kg x Rp 284,615 = Rp 156.539
*) = Rp 370.000 : 1.300 Kg = Rp 284,615

C.2. Perpetual Rata-rata

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 600 233,333 140.000
10 Sep 12 400 233,333 93,333 200 699,535 139.907
20 Sep 12 600 300 180.000 800 399,884 180.140
25 Sep 12 200 300 60.000 600 200,233 120.140
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 500 180,28 90.140
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 550 191,164 105.140
30 Sep 12 200 400 40.000 750 193,52 145.140

vPenjualan...........................................................................Rp.1.000,-

Harga Pokok Penjualan:


Persediaan awal produk jadi ……………… Rp. 200,-

PT. ABC
LAPORAN LABA-
RUGI
Per 31 Desember 2017

Penjualan Rp.1.000,-
Harga Pokok Penjualan:
Persediaan awal produk jadi Rp. 200,-

Harga Pokok Produksi:


Persediaan awal barang dalam proses Rp. 150
Biaya Produksi:
Biaya bahan baku Rp. 200,-
Biaya tenaga kerja langsung Biaya Rp. 200,-
overhead pabrik Rp. 150,- +
Rp. 550,- +
Rp. 700,-
Persediaan akhir barang dalam Rp. 100,- –
proses
Harga pokok produksi Rp. 600,-

Pembelian Rp. 600,-

Harga pokok produk yang tersedia untuk dijual Rp. 800,-


Persediaan akhir produk jadi Rp. 275,- –

Harga Pokok Penjualan Rp. 525,-


Laba Bruto Rp. 275,-

Biaya Usaha
Biaya administrasi & Umum Rp. 100,-
Biaya Pemasaran Rp. 150,-
Rp. 250,-
Laba Bersih Usaha Rp. 25,-
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN
METODE HARGA POKOK PESANAN
DAN METODE HARGA POKOK PROSES
Akuntansi Biaya dalam perusahaan manufaktur bertujuan untuk menentukan harga pokok
per satuan produk yang dihasilkan. Siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur harus
mengikuti proses pengolahan produk, sejak dari bahan baku dimasukkan dalam proses sampai
menjadi produk jadi, seperti dalam skema berikut ini:

Siklus Pembuatan Siklus Akuntansi


Produk Biaya

Pembelian dan
Harga Pokok
Penyimpanan
Persediaan Bahan Baku
Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya
Overhea
d Pabrik
Pengolahan Bahan Harga Pokok
Baku Menjadi Bahan Baku yang
Produk Jadi Dipakai

Persediaan Produk Harga Pokok


Jadi Produk Jadi

METODE PENGUMPULAN BIAYA PRODUKSI

 Metode pengumpulan biaya produksi tergantung dari sifat pengolahan produk. Pengolahan
produk dibedakan menjadi 2 golongan,: pengolahan produk berdasarkan pesanan dan
pengolahan produk yang merupakan produksi massa.
 Oleh karena itu metode pengumpulan biaya produksi dibedakan menjadi dua,
yi: (1). Metode Harga Pokok Pesanan (Job order cost method)
(2). Metode Harga Pokok Proses (Process cost method)

PERBEDAAN KARAKTERISTIK METODE HARGA POKOK PROSES DAN METODE HARGA


POKOK PESANAN

Karakteristik kedua metode tersebut berkaitan dengan karakteristik proses pengolahan


produknya, yaitu:

Perusahaan yang Perusahaan yang


berproduksi massa berproduksi atas dasar
pesanan
Proses pengolahan produk Terus menerus (kontinyu) Terputus-putus (intermitten)

Produk yang dihasilkan Produk standar Tergantung spesifikasi


pemesan

Produksi ditujukan untuk Mengisi persediaan Memenuhi pesanan

Contoh perusahaan Perusahaan kertas, semen, Perusahaan percetakan,


tekstil, dll mebel, kontraktor, dll

PERBEDAAN KARAKTERISTIK PROSES PRODUKSI METODE HARGA POKOK PROSES


DAN METODE HARGA POKOK PESANAN

Metode Harga Pokok Metode Harga Pokok


Proses Pesanan
Biaya produksi dikumpulkan Setiap bulan atau periode Untuk setiap pesanan
penentuan harga pokok
produk

Harga pokok per satuan Pada akhir bulan/periode Apabila pesanan telah
produk dihitung penentuan harga pokok selesai diproduksi
produk

Rumus perhitungan harga Jumlah biaya produksi yang Jumlah biaya produksi yang
pokok per satuan telah dikeluarkan selama telah dikeluarkan untuk
bulan/periode tertentu dibagi pesanan tertentu dibagi
dengan jumlah satuan dengan jumlah satuan
produk yang dihasilkan produk yang diproduksi
selama bulan/periode ybs. dalam pesanan ybs.
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN METODE HARGA POKOK PESANAN

 Perusahaan yang berproduksi atas dasar pesanan, memulai kegiatan produksinya setelah
menerima order dari pembeli, tetapi sering juga terjadi, perusahaan mengeluarkan order
produksi untuk mengisi persediaan di gudang.

 Syarat penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan:


 Masing-masing pesanan, pekerjaan, atau produk dapat dipisahkan identitasnya
secara jelas dan perlu dilakukan penentuan harga pokok pesanan secara
individual.
 Biaya produksi harus dipisahkan ke dalam dua golongan, yaitu: biaya langsung
(BBB & BTKL) dan biaya tak langsung (selain BBB & BTKL).
 BBB dan BTKL dibebankan/diperhitungkan secara langsung terhadap pesanan
ybs., sedangkan BOP dibebankan kepada pesanan atas dasar tarif yang
ditentukan di muka.
 Harga pokok setiap pesanan ditentukan pada saat pesanan selesai.
 Harga pokok per satuan produk dihitung dengan cara membagi jumlah biaya
produksi yang dibebankan pada pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk
dalam pesanan ybs.

 Untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan digunakan Kartu Harga Pokok (Job Cost
Sheet), yang merupakan rekening/buku pembantu bagi rekening kontrol Barang Dalam
Proses.

Pengumpulan Biaya Produksi dalam Metode Harga Pokok Pesanan


Pencatatan Biaya Bahan Baku (BBB)

Dibagi dua prosedur, yaitu:

15. Prosedur pencatatan pembelian bahan baku,

jurnalnya: Persediaan Bahan Baku xxx


Utang Dagang/Kas xxx

16. Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku, menggunakan metode mutasi persediaan
(perpetual). Dalam setiap pemakaian bahan baku harus diketahui pesanan mana yang
memerlukannya. Jurnalnya:
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx
Persediaan Bahan Baku xxx

Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)

17. Diperlukan pengumpulan dua macam jam kerja, yaitu:


a. Jam kerja total selama periode kerja tertentu.
b. Jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan setiap pesanan.
18. Perusahaan harus menyelenggarakan kartu hadir masing2 karyawan, untuk mengumpulkan
informasi jam kerja total selama periode kerja tertentu, untuk pembuatan Daftar Upah.
Disamping itu, perusahaan harus mencatat penggunaan jam kerja masing2 karyawan untuk
mengerjakan pesanan. (Masing2 karyawan dibuatkan Kartu Jam Kerja/Job Time Ticket)

19. Jurnal untuk pembagian upah:


Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx
Gaji dan Upah xxx

Pencatatan Biaya Overhead Pabrik (BOP)

20. BOP dikelompokkan menjadi bbrp golongan, yi:


a. Biaya Bahan Penolong
b. Biaya reparasi dan pemeliharaan, berupa pemakaian persediaan spareparts dan
persediaan supplies pabrik
c. Biaya tenaga kerja tak langsung
d. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap (contoh: biaya
penyusutan aktiva tetap)
e. Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu (contoh: terpakainya
asuransi dibayar di muka)
f. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran
tunai (contoh: biaya reparasi mesain pabrik, biaya listrik)

21. BOP dalam metode harga pokok pesanan harus dibebankan kepada setiap pesanan
berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.

22. Tarif BOP ditentukan pada awal tahun/periode dengan cara

sbb: Tarif BOP = Taksiran jumlah BOP selama 1 periode


Jumlah Dasar pembebanan*

Dasar Pembebanan BOP:


a. Satuan produk
b. Biaya Bahan Baku
c. Biaya Tenaga Kerja Langsung
d. Jam Tenaga Kerja Langsung
e. Jam Mesin

23. BOP yang sesungguhnya terjadi dikumpulkan selama satu tahun yang sama, kemudian
pada akhir tahun dibandingkan dengan yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif

24. Pencatatan BOP yang Dibebankan kepada produk:


Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx
25. Jurnal penutupan rekening Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan (untuk
mempertemukan BOP Dibebankan dengan BOP Sesungguhnya)
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx

26. Pencatatan BOP yang Sesungguhnya:

Misal: 1. Pemakaian Bahan Penolong:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx


Persediaan Bahan Penolong xxx

2. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Tak langsung:

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx


Gaji dan Upah xxx

Pencatatan Produk Selesai

27. Biaya produksi yang telah dikumpulkan dalam Kartu Harga Pokok dijumlah dan dikeluarkan
dari rekening Barang Dalam Proses dengan jurnal sbb:
Persediaan Produk Jadi xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx

28. Harga Pokok Produk jadi dicatat dalam Kartu Persediaan (Finish Goods Ledger Card) dan
Kartu Harga Pokok Pesanan tersebut dipindahkan ke dalam arsip Kartu Harga Pokok
Pesanan yang telah selesai.

Contoh Kasus :

Metode harga pokok pesanan


Job Order Cost Method

SOAL 1

PT. Aksa Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan dengan
menggunakan metode harga pokok pesanan. Pada bulan September 2012 perusahaan mendapat
pesanan untuk mencetak kartu undangan sebanyak 2200 lembar dari PT. Raka dengan harga
yang dibebankan adalah Rp.2000,- per lembar. Pada bulan yang sama perusahaan juga menerima
pesanan sebanyak 200 spandoek dari PT. Mahendri dengan harga Rp.200.000,- per buah.
Pesanan dari PT. Raka diberi nomor KU-01 dan pesanan dari PT. Mahendri diberi nomor SP-02.
Data Kegiatan dan Produksi

6. Pada tanggal 2 September 2012 dibeli bahan baku dan penolong dengan cara kredit
yakni sebagai berikut :
Bahan baku
Kertas untuk undangan Rp.2.400.000
Kain putih 600 meter Rp.4.125.000

Bahan penolong
Bahan penolong X1 Rp. 200.000
Bahan penolong X2 Rp. 160.000

7. Dalam pemakaian bahan baku dan penolong untuk mem proses pesanan KU-01 dan SP-
02 diperoleh informasi sebagai berikut :
Bahan baku kertas dan bahan penolong X2 digunakan untuk memproses pesanan no KU-
01, sedangkan bahan baku kain dan bahan penolong X1 dipakai untuk memproses pesanan
no SP-02
8. Untuk penentuan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh departemen produksi
menggunakan dasar jam tenaga kerja langsung dengan perhitungan sbb :

Upah langsung untuk pesanan KU-01 180 jam a. Rp.5000 dan upah langsung
untuk pesanan SP-02 menghabiskan sebanyak 1000 jam a. Rp.5000,-. Sedangkan untuk
upah tidak langsung adalah Rp. 2,9 juta.
Untuk gaji karyawan Bagian pemasaran dikeluarkan sebesar Rp. 7.500.000,- dan gaji
karyawan administrasi dan umum Rp. 4.000.000,-

9. Pencatatan Biaya Overhead Pabrik. Perusahaan dalam hal ini menggunakan tarif BOP
sebesar 160 % dari biaya tenaga kerja langsung, baik pesanan KU-01 dan SP-02.

Biaya overhead pabrik sesungguhnya terjadi dalam kaitannya dengan pesanan di


atas, adalah sebagai berikut

Biaya pemeliharaan gedung Rp. 500.000


Biaya depresiasi gedung pabrik Rp.2.000.000
Biaya depresiasi mesin Rp.1.200.000
Biaya pemeliharaan mesin Rp.1.000.000
Biaya asuransi gedung pabrik dan mesin Rp. 600.000

10. Pencatatan harga pokok produk jadi. Berdasarkan informasi untuk pesanan no
KU-01 telah selesai dikerja kan

4. Pencatatan harga pokok produk dalam proses. Berdasarkan informasi diketahui


bahwa untuk pesanan no SP-02 masih dalam proses penyelesaian.
5. Pencatatan harga pokok produk yang dijual. Pesanan no KU-01 telah diserahkan kepada
pemesan. Dan dari penyerahan tersebut pemesan akan membayar dengan cara kredit.

Diminta

Berdasarkan informasi di atas, buatlah jurnal yang diperlukan berdasarkan metode


harga pokok pesanan.

Penyelesaian :

Metode Harga Pokok


Pesanan Job Order Cost
Jurnal-Jurnal yang Diperlukan Method

8. Pencatatan Pembelian Bahan baku & penolong

Persediaan Bahan baku Rp.6.525.000


Hutang Dagang
Rp.6.525.000

Persediaan Bahan penolong Rp. 200.000


Hutang Dagang Rp. 200.000

9. Pencatatan Pemakaian Bahan baku & penolong

BDP – Biaya bahan baku Rp.6.525.000


Persediaan Bahan baku
Rp.6.525.000

BOP – Sesungguhnya Rp. 360.000


Persediaan Bahan penolong Rp. 360.000

10. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja


a. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang
Gaji dan Upah Rp. 20.300.000
Utang Gaji & Upah
Rp.20.300.000
b. Pencatatan Distribusi Biaya TK
Biaya TK Langsung Rp. 5.900.000
Biaya TK Tdk Langsung Rp. 2.900.000
Biaya Pemasaran Rp. 7.500.000
Biaya Administ & Umum Rp. 4.000.000
Gaji dan Upah Rp. 20.300.000

c. Pembayaran Gaji dan Upah


Utang Gaji dan Upah Rp. 20.300.000
Kas Rp.20.300.000

11. Pencatatan Biaya Overhead Pabrik.

BDP – Biaya Overhead Pabrik Rp. 9.440.000


BOP yg Dibebankan Rp. 9.440.000

BOP yang Sesungguhnya Rp. 5.300.000


Persediaan bhn bangunan Rp. 500.000
Akum. depresiasi gedung pabrik Rp. 2.000.000
Akum. depresiasi mesin Rp. 1.200.000
Persediaan suku cadang Rp. 1.000.000
Persekot Asuransi Rp. 600.000

BOP yg Dibebankan Rp. 9.440.000


BOP yg Sesungguhnya Rp.9.440.000

Selisih BOP :

Untuk menentukan selisih BOP dicari dengan cara memban- dingkan antara jumlah BOP yang
dibebankan dengan jml seluruh BOP yang sesungguhnya terjadi.

Berdasarkan soal di atas, selisih BOP dapat ditentukan dengan cara :


BOP yang Sesungguhnya:

Jurnal no #2 Rp. 360.000


Jurnal no Rp. 2.900.000
#3b Jurnal Rp. 5.300.000
no #5 Rp. 8.560.000
Jml BOP yang Sesungguhnya

BOP yang Dibebankan Rp. 9.440.000


(Selisih pembebanan lebih)

Jurnal Selisih BOP

BOP yang Rp. 880.000


Sesungguhnya Rp. 880.000
Selisih BOP

12. Pencatatan Harga Pokok produk jadi (KU-01)


Persediaan produk jadi Rp. 4.740.000
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 2.400.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 900.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 1.440.000

13. Pencatatan Harga Pokok produk dlm proses (SP-02)


Persediaan produk dalam proses Rp. 17.125.000
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 4.125.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 5.000.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 8.000.000

14. Pencatatan Harga pokok produk yang dijual


Harga Pokok Penjualan Rp. 4.740.000
Persediaan Produk jadi Rp. 4.740.000

Piutang Dagang Rp. 4.800.000


Harga Pokok Penjualan Rp. 4.800.000
AKUNTANSI BIAYA BERDASARKAN METODE HARGA POKOK PROSES

Pengumpulan Biaya Produksi dalam Metode Harga Pokok Proses

7. Biaya Bahan
Pencatatan pemakaian Bahan Baku di Departemen A:

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen A xxx


Persediaan Bahan Baku xxx

Pencatatan pemakaian Bahan Penolong pada Bagian Produksi:


Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen A xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen B xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Penolong Departemen C xxx
Persediaan Bahan Penolong xxx

8. Biaya Tenaga Kerja (Langsung & Tak Langsung):


Pencatatan biaya tenaga kerja (langsung & tak langsung) di Departemen Produksi:

Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen A xxx


Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen B xxx
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Departemen C xxx
Gaji dan Upah xxx

9. Biaya Overhead Pabrik

a. BOP pada Metode Harga Pokok Proses adalah biaya produksi selain biaya bahan
baku, biaya bahan penolong, dan biaya tenaga kerja, baik langsung maupun tak
langsung yang terjadi di departemen produksi.
b. BOP dapat dibebankan kepada produk atas dasar tarif dan dapat juga dibebankan
atas dasar BOP yang sesungguhnya terjadi dalam satu periode.
c. Pembebanan BOP sesungguhnya kepada produk dapat dilakukan jika:
i. Produksi relatif stabil dari periode ke periode
ii. BOP, terutama yang tetap, bukan merupakan bagian yang berarti
dibandingkan dengan jumlah seluruh biaya produksi
iii. Hanya diproduksi satu macam produk.
d. Pencatatan berbagai jenis BOP di Departemen Produksi:
Metode Harga Pokok Proses
Proces Cost Method

SOAL 1
C. Produk diolah melalui satu departemen. Dalam ketentuan ini anggapan yang digunakan ;

(4)Tidak terdapat persediaan produk dalam proses awal


(5) Tidak terdapat produk yang rusak atau hilang dalam proses pengolahan.
(6) Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk.

CV Aksa dalam pengolahan produknya dilakukan secara massal dan melalui satu departemen
produksi. Berikut ini disajikan data produksi dan kegiatan selama bulan September 2012, yakni
sbb ;
Produk yang dimasukkan dlm proses 5.000 unit
Produk jadi 3.800 unit
Produk dlm proses dengan
tkt penyelesaian Bhn baku dan
penolong 100 %; biaya
konversi 40 %. 1.200 unit

Jumlah produk yang diproses 5.000 unit

Data Biaya produksi


Berdasarkan informasi berikut ini adalah biaya produksi yang telah dikeluarkan yakni sebagai
berikut
Biaya bahan baku Rp. 200.000
Biaya bahan penolong Rp. 550.000
Biaya tenaga kerja Rp. 600.600
Biaya overhead pabrik Rp. 555.000

Total Biaya produksi Rp. 1.905.600

Berdasarkan data tersebut di atas, maka tentukan


5. Berapa biaya produksi per unit untuk mengolah produk tersebut
6. Tentukan berapa harga pokok produk jadi
7. Berapa harga pokok produk dalam proses akhir bulan September 2012.
8. Buatlah jurnal-2 yang diperlukan.
Penyelesaian Soal 1:

Metode Harga Pokok Proses


Proces Cost Method

4. Perhitungan Harga Pokok produksi per unit

No. Jenis Biaya Jml Biaya Unit Equivalen Biaya/Unit

1. Bia Bhn baku Rp. 300.000 3800+(1200 x 100%) Rp. 60

2. Bia Bhn Penolong Rp. 450.000 3800+(1200 x 100%) Rp. 90

3. Bia Tenaga Kerja Rp. 513.600 3800+(1200 x 40%) Rp. 120

4. Bia Overhead Pabrik Rp. 642.000 3800+(1200 x 40%) Rp. 150.

Biaya Produksi Per Unit Rp. 420

5. Harga Pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang yakni sebesar


: 3800 unit x Rp. 420 = Rp. 1.596.000

6. Harga Pokok produksi yang masih dalam proses akhir


Biaya bahan baku :
( 1200 x 100% ) x Rp. 60 = Rp. 72.000
Biaya bahan penolong
( 1200 x 100% ) x Rp. 90 = Rp. 108.000
Biaya Tenaga Kerja
( 1200 x 40% ) x Rp. 120 = Rp. 57.600
Biaya Overhead Pabrik
( 1200 x 40% ) x Rp. 150 = Rp. 72.000
Jumlah Harga Pokok produksi = Rp. 309.600
yg masih dlm proses akhir

Jurnal-Jurnal yang Diperlukan.


9. Jurnal untuk mencatat biaya bahan baku :

BDP – Biaya Bahan baku Rp. 200.000.


Persediaan Bahan Baku Rp. 200.000

10. Jurnal untuk mencatat biaya bahan penolong :

BDP – Biaya Bahan Penolong Rp. 550.000


Persediaan Bahan Penolong Rp. 550.000

11. Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja

BDP – Biaya Tenaga Kerja Rp. 600.600


Gaji dan Upah Rp. 600.600

12. Jurnal untuk mencatat biaya Overhead Pabrik

BDP – Biaya Overhead pabrik Rp. 555.000


Berbagai Rekening yang Di Rp. 555.000
kredit.

13. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang.

Persediaan produk jadi Rp. 1.596.000


BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 128.000
BDP- Biaya Bahan Penolong Rp. 442.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 543.000
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 483.000

14. Jurnal untuk mencatat harga pokok produk yang masih dalam proses akhir :
Persediaan produk dlm proses Rp. 309.600
BDP- Biaya Bahan Baku Rp. 72.000
BDP- Biaya Bahan Penolong Rp. 108.000
BDP- Biaya Tenaga Kerja lgs Rp. 57.600
BDP- Biaya Overhead Pabrik Rp. 72.000
PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
Metode Variable Costing & Full Costing

Perbandingan Metode Full Costing dengan Metode Variable Costing. Full

Costing
Yakni merupakan metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya
produksi baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Dikenal juga dengan
Absortion atau Conventional Costing.

Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan mempunyai
akibat pada :

15. Perhitungan harga pokok produksi dan


16. Penyajian laporan laba-rugi.

Metode Full Costing


Harga Pokok Produksi :
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik tetap Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx

Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx


Dengan menggunakan Metode Full Costing,

(5). Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk
atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya
overhead yang sesungguhnya.

(6). Selisih BOP akan timbul apabila BOP yang dibebankan berbeda dengan BOP yang
sesungguh- nya terjadi.

Catatan :

Pembebanan BOP lebih (overapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang
dibebankan lebih besar dari BOP yang sesungguhnya terjadi.

Pembebanan BOP kurang (underapplied factory overhead), terjadi jika jml BOP yang
dibebankan lebih kecil dari BOP yang sesungguhnya terjadi.

Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka
pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tsb digunakan untuk mengurangi
atau menambah harga pokok yang masih dalam persediaan (baik produk dalam proses
maupun produk jadi)

Metode ini akan menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya
sampai saat produk yang bersangkutan dijual.
Variable Costing :
Merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya
produksi variabel saja. Dikenal juga dengan istilah : direct costing

Harga Pokok Produksi :

Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx


Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx

Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx

Dengan menggunakan Metode Variable Costing,

Biaya Overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga
pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode
terjadinya.

Dalam kaitannya dengan produk yang belum laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada
persediaan tersebut tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.

Penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat jika dengan penundaan tersebut
diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama periode yang akan datang.

Penyajian Laporan Laba Rugi

Laporan Laba-Rugi
( Metode Full Costing )

Hasil penjualan Rp. 500.000


Harga pokok penjualan Rp. 250.000 -
Laba Bruto Rp. 250.000

Biaya administrasi dan umum Rp. 50.000 -


Biaya pemasaran Rp. 75.000 -
Laba Bersih Usaha Rp . 125.000

Ket :
Laporan Laba-rugi tsb menyajikan biaya-biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok
dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi
dan umum.
Laporan Laba-Rugi
( Metode Variable Costing )

Hasil penjualan Rp. 500.000


Dikurangi Biaya-biaya Variabel :
Biaya produksi variabel Rp. 150.000
Biaya pemasaran variabel Rp. 50.000
Biaya adm. & umum variabel Rp. 30.000
Rp. 230.000
Laba kontribusi Rp. 270.000

Dikurangi Biaya Tetap


Biaya produksi tetap Rp. 100.000
Biaya pemasaran tetap Rp. 25.000
Biaya Adm & umum tetap Rp. 20.000
Rp. 145.000
Laba Bersih Usaha Rp 125.000
Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Variable Costing
Laporan keuangan yang disusun berdasar metode Variable Costing bermanfaat bagi manajemen
untuk :

4. Perencanaan laba jangka pendek


5. Pengendalian biaya dan
6. Pembuatan keputusan.

(3) Perencanaan laba jangka pendek

Dalam jangka pendek, biaya tetap tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan,
sehingga hanya biaya variabel yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen
Laporan laba-rugi variable costing menyajikan dua ukuran penting : (1) laba kontribusi dan
(4) operating laverage.

Hasil Penjualan : Rp. 1000


Biaya Variabel : Rp. 600
Laba Kontribusi : Rp. 400
Biaya Tetap : Rp. 300
Laba Bersih : Rp. 100

Ratio Laba Kontribusi : Laba kontribusi = 400/1000


Hsl Penjualan

Operating Laverage : Laba kontribusi = 400/100


Laba bersih
Misal :
Dalam rencana anggaran diputuskan untuk menaikkan harga jual 12%. Maka dampak dari
kenaikan ini terhadap laba jangka pendek dapat ditentukan :
12% x 40% = 4,8%

Laporan laba rugi yang memisahkan biaya tetap dan variabel, memungkinkan juga
manajemen melakukan analisis hubungan biaya, volume dan laba.

(4) Pengendalian Biaya


Biaya tetap dalam variable costing dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yakni :
discretionary fixed cost dan committed fixed cost.

Discretionary fixed cost merupakan biaya yang berperila- ku tetap karena kebijakan
manajemen. Dalam jangka pendek biaya ini dapat dikendalikan oleh manajemen.

Sedangkan committed fixed cost merupakan biaya yang timbul dari pemilikan pabrik,
ekuipmen dan organisasis pokok. Dalam jangka pendek biaya tersebut tidak dapat
dikendalikan oleh manajemen.

(5) Pengambilan Keputusan


Pihak manajemen dengan menggunakan metode variable costing dapat menentukan
pengambilan keputusan misal dalam hal pesanan khusus.

8. Perbandingan metode Full Costing dengan Variabel Costing


9. Perhitungan Rugi/Laba menurut metode Variable Costing
10. Pengumpulan biaya dalam metode Variable Costing
11. Manfaat Informasi yang dihasilkan oleh metode Variabel Costing
12. Kelemahan metode Variable Costing
13. Variable Costing dengan metode Harga Pokok Pesanan
14. Variable Costing dengan metode Harga Pokok Proses
BIAYA OVERHEAD PABRIK I

III. Pengertian
Biaya-biaya produksi yang tidak dapat di kategorikan kedalam biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung atau yang wujud riilnya adalah biaya bahan baku tidak langsung dan
biaya tenaga kerja tidak langsung serta biaya pabrik lainnya dikelompokkan tersendiri yang
disebut biaya overhead pabrik.

Contoh konkrit dari biaya overhead pabrik adalah :


 Biaya bahan penolong
 Biaya tenaga kerja tidak langsung
 Biaya penyusutan aktiva tetap
 Biaya reparasi & pemeliharaan aktiva tetap pabrik
 Biaya listrik & air untuk pabrik
 Biaya asuransi pabrik
 Serta semua biaya pada departemen pembantu

IV. Analisis Selisih Biaya Overhead Pabrik


Pada akhir suatu periode diketahui besarnya BOP yang sesungguhnya dan jumlah BOP yang
dibebankan, langkah selanjutnya adalah menghiitung selisih BOP yang terdiri :
4. Perhitungan selisih biaya overhead pabrik.
Dalam menghitung selisih BOP, harus membandingkan antara BOP sesungguhnya
dengan BOP yang dibebankan, jika BOP sesungguhnya lebih besar dari BOP dibebankan
disebut underapplied factory overhead yang sifatnya tidak menguntungkan sebaliknya
bila biaya dibebankan lebih besar maka disebut overapplied factory overhead yang
sifatnya menguntungkan atau laba.
5. Analisis selisih BOP.
Selisih BOP yang timbul akan dianalisis kedalam 2 macam selisih yaitu :
a) Selisih Anggaran
Selisih anggaran adalah selisih yang disebabkan oleh perbedaan antara BOP
sesungguhnya dibandingkan budget BOP pada kapasitas sesungguhnya. Selisih
anggaran dapat pula dihitung dari perbedaan BOP variabel sesungguhnya
dibandingkan dengan budget BOP variabel pada kapasitas sesungguhnya.

SA = BOPsesg - FKSB
atau
SA = BOP sesg - [ Btb + (KS X TV) ]
= bop SESG - [ (KN x TT) + (KS x TV) ]
atau
SA = BOP sesg - (KN x TT) - (KS x TV)

SA = Selisih anggaran
FKBS = Fleksibel budget BOP pada kapasitas sesungguhnya
BTb = BOP tetap dibudgetkan
TV = Tarip BOP variabel
KN = Kapasitas nornal
KS = Kapasitas sesungguhnya
TT = Tarip BOP tetap

Apabila BOP sesungguhnya lebih besar dibandingkan dengan fleksibel budget pada
kapasitas sesungguhnya, maka selisih anggaran bersifat tidak menguntungkan.
Sebaliknya apabila biaya overhead paabrik sesungguhnya lebih kecil maka selisih
anggaran bersifat menguntungkan.

b) Selisih Kapasitas
Selisih kapasitas berhubungan dengan BOP tetap yang disebabkan kapasitas
sesungguhnya yang dicapai lebih kecil dibandingkan kapasitas yang dipakai untuk
menghitung tarip.

Cara menghitung tarip dapat digunakan rumus sebagai berikut :

SK = FBKS - BOPsesg
atau

6. Perlakuan selisih biaya overhead pabrik.


Ada dua cara perlakuan terhadap selisih BOP :
a) Selisih BOP disebabkan karena selisih anggaran.
Selisih BOP dibebankan kembali ke dalam rekening persediaan produk dalam proses
persediaan produk selesai dan harga pokok penjualan.

Jurnal yang dibuat apabila selisih menguntungkan adalah :

Selisih BOP xxx


Persediaan produk dalam proses xxx
Persediaan produk selesai xxx
Harga pokok penjualan xxx

Jurnal yang dibuat apabila sifatnya tidak menguntungkan :

Persediaan produk dalam proses xxx


Persediaan produk selesai Harga xxx
pokok penjualan xxx
Selish BOP xxx
b) Selisih BOP disebabkan karena selisih kapasitas
Selisih BOP diperlakukan langsung ke dalam elemen rugi laba.

Jurnal yang dibuat apabila selisih BOP menguntungkan :

Selisih BOP xxx


Rugi-laba xxx
Rugi-laba xxx
Laba yg ditahan xxx

Jurnal yang dibuat apabila BOP sifatnya tidak menguntungkan :

Rugi-laba xxx
Selisih BOP Laba yg xxx
ditahan xxx
Rugi-laba xxx

CONTOH SOAL

PT “AKSA SEJAHTERA” menentukan tarip BOP ditentukan dimuka bulan januari 2011,
perusahaan membuat angggaran BOP dengan kapasitas normal 30.000 jam mesin dengan data
produksi sebagai berikut :

Jenis Biaya Tetap/Variabel Jumlah

Biaya bahan baku Rp 5.000.000


Biaya tenaga kerja langsung Rp 2.500.000
Biaya bahan penolong V Rp 1.100.000
Biaya depresiasi pabrik T Rp 500.000
Biaya bahan bakar V Rp 750.000
Biaya listrik V Rp 1.600.000
Biaya reparsi & pemeliharaan V Rp 675.000
T Rp 400.000
Biaya asuransi bangunan T Rp 800.000
Biaya promosi V Rp 1.250.000
Biaya tenaga kerja tidak langsung V Rp 1.400.000
T Rp 1.850.000
Biaya kesejahteraan karyawan T Rp 1.050.000

Data-data lain yang berkaitan dengan produksi :


Jam kerja langsung 42.000 jam
Unit produksi 60.000 unit
Pada akhir bulan BOP sesungguhnya terjadi pada kapasitas sesungguhnya 27.500 jam
Jenis Biaya Tetap/Variabel Jumlah

Biaya bahan baku Rp 5.000.000


Biaya tenaga kerja langsung Rp 2.500.000
Biaya bahan penolong V Rp 1.000.000
Biaya depresiasi pabrik T Rp 500.000
Biaya bahan bakar V Rp 750.000
Biaya listrik V Rp 1.400.000
Biaya reparasi & pemeliharaan V Rp 600.000
T Rp 400.000
Biaya asuransi bangunan T Rp 800.000
Biaya promosi V Rp 1.050.000
Biaya tenaga kerja tidak langsung V Rp 1.200.000
T Rp 1.850.000
Biaya kesejahteraan karyawan T Rp 1.050.000

Diminta :

5. Berapakah BOP tetap & variabel yang dianggarkan.


6. Hitung tarip BOP bulan Januari berdasarkan:
a. Jam mesin (Rp)
b. Biaya bahan baku (%)
c. Biaya tenaga kerja langsung (Rp)
d. Jam kerja langsung (Rp)
e. Unit produksi (Rp)
7. Hitunglah pada BOP sesungguhnya ;
a. Tarip BOP variabel & tetap.
b. selisih BOP.
c. Selisih anggaran |& kapasitas.
8. Buatlah jurnal yang diperlukan.

PENYELESAIAN :

1. BOP Tetap = Rp 4.600.000.


BOP Variabel = Rp 6.775.000.

2. Rp 4.600.000
Tarif BOP tetap = = Rp 153,3 jam mesin.
30.000

Rp 6.775.000
Tarif BOP variabel = = Rp 225,8 jam mesin.
30.000

Tarif BOP = (153,3 + 225,8) = Rp 379,1 jam mesin.


f. Biaya bahan baku :
Tarif BOP = Rp 11.375.000 x 100% = 227,5%
5.000.000

g. Biaya tenaga kerja langsung :

Tarif BOP = Rp 11.375.000 x 100% = 455%


2.500.000

h. Jam kerja langsung :

Tarif BOP = Rp 11.375.000 = Rp 270.8


42.000

i. Unit produksi :
Tarif BOP = Rp 11.375.000 = Rp 189,6
60.000

3.a. BOP tetap = Rp 4.600.000 : 27.500 = Rp 167,3


BOP variabel = 6.000.000 : 27.500 = Rp 218,2
Tarif BOP = Rp 167,3 + Rp 218,2 = Rp 385,5
b. Selisih BOP :
BOP yang dibebankan (27.500 x 379,1) Rp10.425.250
BOPsesungguhnya 10.600.000
Selisih BOP (R) Rp 174.750.

c. Selisih Anggaran :
BOP sesungguhnya Rp 10.600.000.
BOP dianggarkan pada kapasitas :
BOP variabel (27.500 x Rp 218,2) = Rp 6.000.500
BOP tetap Rp 4.600.000
Rp 10.600.500.
Laba (Rp 500).

Selisih kapasitas :
(metode 1)
BOP tetap dianggarkan Rp 4.600.000.
BOP tetap dibebankan pd produk (27.500 x Rp 153,3) Rp 4.215.750.
Rugi Rp 384.250.
(metode 2)
Kapasitas dianggarkan 30.000 jam mesin.
Kapasitas dicapai 27.500
2.500 jam mesin.
Tarif BOP tetap : Rp 153,3
Selisih kapasitas : (Rp 153,3 x 2500) = Rp 383.250
4. Mencatat pembebanan BOP :
BDP – BOP Rp 10.425.250 -
BOP yang dibebankan - Rp 11.425.250
Mencatat BOP sesungguhnya :
BOP sesungguhnya Rp 10.600.500 -
Berbagai rekening di kredit - Rp 10.600.500

Mencatat penutupan rekening BOP dibebankan ke BOP sesungguhnya dan mencatat


selisih :
BOP dibebankan Rp 10.425.250 -
Selisih kurang BOP Rp 175.250 -
BOP sesungguhnya - Rp 10.600.500
DEPARTEMENTALISASI BIAYA OVERHEAD PABRIK
D. KONSEP
4). Departementalisasi
Adalah pembagian perusahaan ke dalam unit-unit yang disebut departemen.
Departementalisasi BOP adalah proses pengumpulan dan penentuan tarif BOP per
departemen. Departementalisasi BOP lebih tepat jika pabrik memproduksi berbagai produk
yang tidak melewati departemen yang sama. Tujuan departementalisasi BOP adalah
menentukan biaya produk dengan teliti. Produk yang diproses melalui lebih dari satu
departemen akan dibebani dengan tarif yang berlaku di masing-masing departemen.
Departemen diklasifikasikan menjadi departemen produksi dan departemen jasa.
Departemen produksi memproses bahan baku menjadi produk jadi, contoh: departemen
pemotongan dan departemen penjahitan pada perusahaan garment. Departemen jasa
memberikan dukungan kepada departemen produksi dan tidak melakukan pekerjaan
produksi, contoh: penerimaan, inspeksi dan penyimpanan bahan baku pada perusahaan
garment.

5). Biaya Langsung & Tidak Langsung Departemen


Biaya langsung departemen adalah semua biaya yang dapat ditelusur ke departemen tertentu
dan dibebankan pada departemen tersebut tanpa melalui proses alokasi. Contoh depresiasi
mesin dan biaya sewa gedung yang digunakan hanya oleh Departemen Perakitan merupakan
biaya langsung departemen tersebut. Biaya tidak langsung departemen adalah biaya yang
tidak dapat ditelusur ke departemen tertentu dan dibebankan kepada departemen tersebut
melalui proses alokasi. Contoh: depresiasi mesin dan biaya sewa gedung yang digunakan
oleh beberapa departemen, tidak dapat ditelusur pemakaiannya secara langsung merupakan
biaya tidak langsung departemen. Biaya ini dibebankan kepada departemen pemakai melalui
proses alokasi.

6). Penentuan Tarif BOP Departemen & Metode Alokasi Biaya Departemen Jasa Karakteristik
departemen menyebabkan pemicu biaya yang berbeda, yang digunakan sebagai dasar
pembebanan biaya, sehingga berpengaruh pada perhitungan tarif setiap departemen.
Contoh departemen produksi yang banyak menggunakan mesin, maka tarif BOP lebih
tepat menggunakan jam mesin. BOP departemen produksi terdiri atas BOP departemen
produksi dan alokasi biaya dari departemen jasa yang digunakan. Oleh karena itu, perlu
mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi terlebih dahulu
sebelum menghitung tarif BOP departemen.
Langkah-langkah penentuan tarif BOP departemen:
1). Menyusun anggaran BOP departemen produksi dan anggaran biaya
departemen jasa.
Anggaran BOP departemen produksi dan biaya departemen jasa terdiri atas anggaran biaya
langsung dan biaya tidak langsung, baik yang bersifat variabel maupun tetap. Contoh biaya
langsung adalah supervisor, bahan penolong, pemeliharaan, bahan bakar dan telepon, karena
pemakaiannya dapat ditelusuri langsung melalui alat pengukur. Contoh biaya tidak langsung
adalah depresiasi gedung yang dipakai bersama-sama oleh beberapa departemen. Depresiasi
gedung tersebut dialokasikan pada setiap departemen berdasarkan luas lantai.
Contoh: biaya depresiasi gedung Rp70.600. Data luas lantai masing-masing departemen
sebagai berikut:
Departemen Luas Lantai (m2)
Departemen A 150
Departemen B 100
Departemen 1 63
Departemen 2 40
Jumlah 353

Alokasi biaya depresiasi gedung untuk setiap departemen sebagai


berikut: Departemen A = (150 / 353) x Rp70.600 = Rp30.000
Departemen B = (100 / 353) x Rp70.600 = Rp20.000
Departemen 1 = (63 / 353) x Rp70.600 = Rp12.600
Departemen 2 = (40 / 353) x Rp70.600 = Rp8.000

2). Menetapkan dasar alokasi biaya departemen jasa


Dasar alokasi biaya departemen jasa tergantung pada pemicu biayanya. Contoh: departemen
listrik menggunakan dasar alokasi konsumsi kwh departemen pengguna, departemen
kafetaria yang banyak menggunakan tenaga karyawan dasar alokasi yang sesuai adalah
jumlah karyawan atau jam kerja karyawan.

3). Mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi


Biaya departemen produksi yang digunakan untuk menghitung tarif meliputi biaya yang
terjadi di departemen tersebut ditambah dengan biaya alokasi dari departemen jasa. Biaya
departemen jasa dapat dialokasikan dengan menggunakan metode langsung, bertahap dan
aljabar.
a). Metode langsung
Pada metode ini biaya departemen jasa hanya dialokasikan ke departemen produksi. Metode
ini dapat diterapkan jika selisih hasil perhitungan biaya produk dibandingkan dengan metode
lain tidak material atau suatu departemen jasa tidak menggunakan jasa departemen jasa
lainnya.

Contoh:

Keterangan
Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Rp72.600 Rp40.000
Jasa
Dasar alokasi:
Departemen 1 40 40 20
(jumlah karyawan) 200 500 300
Departemen 2 (jumlah kwh)
Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.300 Rp36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 11.429 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp224.871 0 0
*(40/80)xRp72.600 ke Dept A dan B
**(200/700)xRp40.000 ke Dept A, (500/700)xRp40.000 ke Dept B

b). Metode bertahap/bertingkat/sekuensial


Pada metode ini biaya departemen jasa dialokasikan secara bertahap ke departemen jasa
lainnya dan departemen produksi yang telah menerima jasa, dimulai dari biaya departemen
jasa yang terbesar. Setelah alokasi biaya departemen jasa pertama dilakukan, departemen
tersebut tidak akan mendapatkan alokasi dari departemen jasa lain.
Contoh:

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.00 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen 0 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp112.60
0
Rp392.60
0
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp29.040 Rp29.040 *(Rp72.600) Rp14.520
Departemen 2 15.577 38.943 **(Rp54.520)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp164.617 Rp227.983 0 0
*(40/100)xRp72.600 ke Dept A dan B, (20/100)xRp72.600 ke Dept 2
**(200/700)xRp54.520 ke Dept A, (500/700)xRp54.520 ke Dept B

c). Metode aljabar/resiprokal/matriks/simultan


Metode ini dapat diterapkan jika antar departemen jasa saling memberikan jasa. Pada metode
ini biaya departemen jasa dialokasikan secara simultan dengan menggunakan teknik aljabar.
Metode ini mengalokasikan biaya ke departemen produksi dan antar departemen jasa.
Contoh:
Misalkan biaya departemen 1 setelah alokasi adalah Y dan biaya departemen 2 setelah
alokasi adalah Z, maka persamaan aljabar dirumuskan sebagai berikut:

Y = 72.600 + 0,30Z
Z = 40.000 + 0,20Y

penyelesaian persamaan diatas:


Y = 72.600 + 0,30(40.000 + 0,20Y)
= 72.600 + 12.000 + 0,06Y
0,94Y = 84.600
Y = 90.000

Z = 40.000 + (0,20x90.000)
Z = 58.000

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1/Y 2/Z
BOP sebelum alokasi Rp280.00 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen 0 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp112.60
0
Rp392.60
0
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.000 Rp36.000 *(Rp90.000) Rp18.000
Departemen 2 11.600 29.000 Rp17.400 **(Rp58.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.600 Rp225.000 0 0
*(40/100)xRp90.000 ke Dept A dan Dept B, (20/100)xRp90.000 ke Dept 2
**(200/1000)xRp58.000 ke Dep A, (500/1000)xRp58.000 ke Dept
B, (300/1000)xRp58.000 ke Dept 1

4). Menghitung tarif BOP departemen produksi


dengan cara membagi BOP departemen setelah alokasi
dengan dasar pembebanan setiap departemen.
Contoh:
Perhitungan tarif BOP menggunakan metode langsung dalam mengalokasikan biaya
departemen jasa, jika diketahui estimasi jumlah jam mesin pada departemen produksi A
adalah 1000 jam dan estimasi jumlah jam kerja langsung pada departemen produksi B adalah
1500 jam.

Keterangan
Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.00 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen 0 Rp72.600 Rp40.000
Jasa Rp112.60
0
Rp392.60
0
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.300 Rp36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 11.429 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp224.871 0 0
Dasar pembebanan
1000 JM 1500 JKL
Tarif
Rp167,73 Rp224,88
JM (jam mesin), JKL (jam kerja langsung)
Soal-soal:
4. PT Sukses terdiri atas dua departemen produksi, pemotongan dan perakitan, dan dua
departemen jasa, pemeliharaan dan administrasi. Biaya departemen pemeliharaan
didistribusikan berdasarkan kaki persegi, dan biaya departemen administrasi didistribusikan
berdasarkan jumlah karyawan. Biaya departemen jasa hanya didistribusikan ke departemen
produksi. Tarif BOP departemen produksi dihitung berdasarkan jam mesin. Buat distribusi BOP
dan hitung tarif BOP berdasarkan data tahunan yang diestimasikan sebagai berikut:

Pemotongan Perakitan Pemeliharaan Administrasi


Jumlah karyawan 150 100 40 30
Kaki persegi 21.000 9.000 4.000 3.000
Jam mesin 25.000 20.000
Anggaran BOP Rp520.000 Rp420.000 Rp200.000 Rp150.000

5. PT Ikhtiar memiliki dua departemen produksi, pencampuran dan penyelesaian, serta dua
departemen jasa, kafetaria dan desain produk. Perusahaan membebankan biaya departemen
jasa ke departemen jasa lain, tetapi setelah biaya suatu departemen telah didistribusikan, tidak
ada biaya yang dibebankan kembali ke departemen tersebut. Kafetaria didistribusikan pertama
kali, berdasarkan jumlah karyawan, dan desain produk didistribusikan berdasarkan jumlah
pesanan produk. Dalam menghitung tarif BOP yang telah ditentukan sebelumnya, jam mesin
digunakan sebagai dasar di kedua departemen produksi. Hitung tarif BOP yang ditentukan
sebelumnya untuk departemen pencampuran dan departemen penyelesaian berdasarkan data
yang diestimasi sebagai berikut:
Kafetaria Desain Produk Pencampuran Penyelesaian
Anggaran BOP Rp10.000 Rp50.000 Rp104.000 Rp200.000
Jumlah karyawan 10 5 65 130
Jumlah pesanan produk 100 200
Jam mesin 40.000 60.000

6. BOP departemen yang diestimasikan untuk departemen produksi S dan T, serta biaya yang
diestimasikan untuk departemen jasa E, F dan G (sebelum distribusi dari departemen jasa
manapun) adalah:

Departemen Produksi Departemen Jasa


S Rp60.000 E Rp20.000
T Rp90.000 F Rp20.000
G Rp10.000

Saling ketergantungan antar departemen adalah sebagai berikut:


Jasa Disediakan Oleh
Departemen E F G
Produksi – S - 30% 40%
Produksi – T 50% 40% 30%
Jasa – E - 20% -
Jasa – F 20% - -
Jasa – G 30% 10% -
Pemasaran - - 20%
Kantor Umum - - 10%
100% 100% 100%
Diminta:
c). Hitung jumlah BOP yang diestimasikan untuk setiap departemen jasa setelah transfer
biaya resiprokal dihitung secara aljabar.
d). Hitung total BOP setiap departemen produksi dan biaya departemen G yang dibebankan
ke departemen pemasaran dan kantor umum.
BIAYA BAHAN BAKU
( RAW MATERIAL COST )

1. Pengertian

Bahan baku (raw material) adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk dimana
bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya (atau merupakan bagian terbesar
dari bentuk barang ).
Biaya bahan baku (raw material cost) adalah seluruh biaya untuk memperoleh sampai dengan
bahan siap untuk digunakan yang meliputi harga bahan, ongklos angkut, penyimpanan dan lain-
lain.

2. Biaya yang diperhitungkan dalam harga pokok bahan yang dibeli

Unsur harga pokok bahan yang dibeli adalah semua biaya untuk memperoleh bahan
baku dan untuk menempatkan dalam keadaan siap pakai. Harga beli dan biaya angkut
merupakan unsur yang mudah diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku sedangkan biaya
pesan, biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, pergudangan dan biaya
akuntansi biaya merupakan unsur yang sulit diperhitungkan sehingga pada prakteknya harga
pokok bahan baku yang dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok sebagai
akibatnya biaya penyiapan bahan baku diperhitungkan dalam biaya overhead pabrik.

3. Penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi

 Metode pencatatan bahan baku :

C. Metode Fisik (Fhysical Inventory Method )


Dalam metode ini hanya tambahan persediaan bahan saja yang dicatat sedang mutasi
berkurangnya bahan tidak dicatat untuk mengetahui bahan baku yang diperoleh , harus
menghitung persediaan bahan baku digudang pada akhir periode akuntansi. Harga pokok
persediaan awal ditambah Harga pokok pembelian dikurang Harga pokok persediaan akhir
yang ada digudang merupakan biaya bahan baku yang dipakai selama periode akuntansi.

D. Metode Mutasi Persediaan ( Perpetual Inventory Method)


Dalam metode ini setiap mutasi dicatat dalam kartu persediaan . Pembelian
dicatat dalam kolom Beli di kartu persediaan ,pemakaian dicatat dalam kolom pakai di
kartu persediaan dan jumlah bahan yang tersedian digudang dapat dilihat dalam kolom
sisa di kartu persediaan.

 Metode Penilaian Bahan Baku


E. Pertama Masuk Pertama Keluar (Fifo)
Metode ini didasarkan anggapan bahwa bahan yang pertama kali dipakai
dibebani dengan harga perolehan persatuan dari bahan yang pertama kali masuk
kegudang bahan,atau harga perolehan bahan persatuan yang pertama kali masuk kegudang
bahan akan digunakan untuk menentukan harga perolehan persatuan bahan yang pertama
kali disusul harga perolehan per satuan bahan yang dipakai pertama kali ,disusul harga
perolehan persatuan yang masuk berikutnya.
F. Metode Rata-Rata (Weighted Average Method)
Pada metode ini dengan pencatatan fisik menghitung rata-rata harga perolehan
persatuan bahan sebagai berikut:

(X1 x P1) + (X2 x P2) +......+(Xn x Pn)


Harga perolehan Rata =
rata persatuan X1 + X2 + .......+ Xn
Didalam kartu kartu persediaan dengan metode ini setiap terjadi tambahan bahan dan ada
bahan yang dipakai memiliki harga perolehan persatuan bahan yang paling baru.

G. Metode Terakhir Masuk , Pertama Keluar (Lifo)


Metode ini berdasarkan anggapaan bahwa bahan yang pertama kali dipakai
dibebani dengan harga perolehan persatuan bahan dari yang terakhir masuk ,disusul
dengan harga perolehan bahan persatuan yang masuk sebelumnya dan seterusnya.

H. Metode Persediaan Dasar


Metode ini didasarkan atas anggapan bahwa persediaan minimum atas bahan
harus dimiliki perusahaan pada setiap saat agar kegiatan kontinyu. Pada umumnya metode
persediaan dasar menggunakan metode Lifo .

4. Analisis Selisih Bahan Baku ( Raw material variance)

Dalam memgendalikan dan mengawasi biaya banyak perusahaaan menggunakan Biaya


standar (standard cost) yaitu menetapkan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan per satuan
produk , jadi perusahaan akan membuat perencanaan biaya dan pada akhir periode akan
diketahui biaya yang sebenarnya terjadi dan biasanya jarang sekali pengeluaran sesungguhnya
sama dengan standar dan perbedaan ini disebut selisih (Variances).

Selisih Bahan Baku = Biaya Bahan Baku Sesungguhnya - Biaya Bahan Baku Standar

Selisih bahan baku ini dapat dianalisis dalam:

C) Selisih Harga Bahan (raw material price – variance)


Selisih harga bahan disebabkan karena pengeluaran untuk biaya bahan harga persatuannya
tidak sama dengan standar

Selisih Harga = - Harga Bahan Standar -Harga bahan- x Jumlah sesungguhnya per
satuan sesungguhny dibeli/
- a per satuan - digunakan
D) Selisih Pemakaian Bahan
Perbedaan yang disebabkan oleh karena pemakaian bahan menurut standar tidak sama
dengan sesungguhnya.

Selisih Pemakaian = Pemakaian bahan - Pemakaian bahan x Harga bahan standar


Bahan standar sesungguhnya persatuan bahan

*** CONTOH SOAL BIAYA BAHAN BAKU ***

PT. AKSA SEJAHTERA adalah perusahaan manufaktur yang berlokasi di Jakarta,


data persediaan bahan baku (raw material inventory) yang ada dalam catatan perusahaan adalah
sebagai berikut :

Persediaan Tanggal 1 September 2012 = 200 Kg @ Rp 200,00

Pembelian
Tanggal Jumlah Harga /
(Kg) Kg
2 Sep 2012 400 Rp 250
20 Sep 2012 600 Rp 300
30 Sep 2012 200 Rp 400

Pemakaian
Tanggal Jumlah
10 Sep 2012 400
25 Sep 2012 200
Catatan:
30 Sep 2012 Dikembalikan ke suplier sebanyak 100 Kg berasal dari pembelian tanggal 25
Sep 2012
31 Sep 2012 Diterima oleh gudang bahan sebanyak 50 Kg dari bahan yang diminta tanggal 28
September dan berasal dari persediaan awal
Perhitungan fisik 30 Sep 2012 sebanyak 750 Kg

Dari data diatas saudara diminta menghitung bahan baku yang dipakai (raw material used) bulan
Sep 2012 dengan metode pencatatan fisik maupun Perpetual serta metode penilaian persediaan :

a. Metode FIFO
b.Metode LIFO
c.Metode Average
JAWABAN : *** CONTOH SOAL BIAYA BAHAN BAKU ***

C. 1. Metode Fisik FIFO


Persediaan (inventory) Per 1 Sep 2012 (awal = 200 Kg x Rp 200 ) Rp 40. 000
Pembelian Bahan (raw material purchase) :
Tgl 02/09/2012 = 400 x Rp 250 = Rp 100.000
20/09/2012 = 600 x Rp 300 = Rp 180.000
30/09/2012 = 200 x Rp400 = Rp 80.000
Pembelian kotor (gross purchase) Rp 360.000
Pengembalian pembelian 100 x Rp 300 = 30.000
Pembelian bersih (net purchase) sebanyak 1100 Kg Rp 330.000

Harga perolehan Bahan siap pakai (raw material available to use)1.300 Kg Rp 370.000
Persediaan Bahan per 30 Sep 2012
200 x Rp 400 = Rp 80.000
550 x Rp 300 = Rp 165.000
Rp 245.000
Harga perolehan bahan baku yang dipakai 350 Kg Rp 125.000

A.2. Perpetual FIFO

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
400 250 100.000
10 Sep 12 200 200 40.000
200 250 50.000 200 250 50.000
20 Sep 12 600 300 180.000 200 250 50.000
600 300 180.000
25 Sep 12 200 250 50.000
600 300 180.000
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 500 300 150.000
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 550 300 165.000
30 Sep 12 200 400 40.000 550 300 165.000
200 400 40.000
D. 1. Fisik LIFO
Persediaan (inventory) Per 1 Sep 2012 (awal = 200 Kg x Rp 200 ) Rp 40. 000
Pembelian Bahan (raw material purchase) :
Tgl 02/09/2012 = 400 x Rp 250 = Rp 100.000
20/09/2012 = 600 x Rp 300 = Rp 180.000
30/09/2012 = 200 x Rp400 = Rp 80.000
Pembelian kotor (gross purchase) Rp 360.000
Pengembalian pembelian 100 x Rp 300 = Rp 30.000
Pembelian bersih (net purchase) sebanyak 1100 Kg Rp 330.000

Harga perolehan Bahan Baku siap pakai 1.300 Kg Rp 370.000


Persediaan Bahan per 30 Sep 2012
200 x Rp 200 = Rp 40.000
400 x Rp 250 = Rp 180.000
150 x Rp 300 = Rp 45.000
Rp 265.000
Harga perolehan bahan baku yang dipakai 350 Kg Rp 105.000

B. 2. Perpetual LIFO

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
400 250 100.000
10 Sep 12 400 250 100.000 200 200 40.000
20 Sep 12 600 300 180.000 200 250 50.000
600 300 180.000
25 Sep 12 200 300 60.000 200 250 50.000
400 300 120.000
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 200 250 50.000
300 300 90.000
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 200 250 50.000
350 300 105.000
30 Sep 12 200 400 40.000 200 250 165.000
350 300 40.000
200 400 40.000
C.1. Fisik Rata-rata (Average)
Persediaan bahan per 1 Sep 12 = 200 Kg x Rp 200 = Rp 40.000
Pembelian bahan per 02/09/12 = 400 Kg x Rp 250 = Rp 100.000
Pembelian bahan per 20/09/12 = 600 Kg x Rp 300 = Rp 180.000
Pembelian bahan per 30/09/12 = 200 Kg x Rp 400 = Rp 80.000
Pengembalian Pembelian 28/09/12 = (100Kg) x Rp 300 = Rp (30.000)
1.300 kg a)*Rp 284,615 Rp 370.000
Persediaan bahan per 31 jan. 2011 = 750 Kg x Rp 284,615 =

Rp 213.461
Harga perolehan bahan yang dipakai = 550 Kg x Rp 284,615 = Rp 156.539
*) = Rp 370.000 : 1.300 Kg = Rp 284,615

C.2. Perpetual Rata-rata

KARTU PERSEDIAAN BAHAN

PT. Aksa Sejahtera


Satuan : Nama Bahan : Minimum :
EOQ : Kode : Maksimum :
Nomor : Pesan :
Tanggal Masuk / Beli Keluar / Pakai Sisa
Kuanti biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah Kuan Biaya Jumlah
tas satuan (Rp) titas Satuan (Rp) titas satuan (Rp)
1 Sep 12 200 200 40.000
2 Sep 12 400 250 100.000 600 233,333 140.000
10 Sep 12 400 233,333 93,333 200 699,535 139.907
20 Sep 12 600 300 180.000 800 399,884 180.140
25 Sep 12 200 300 60.000 600 200,233 120.140
28 Sep 12 (100) 300 (30.000) 500 180,28 90.140
29 Sep 12 (50) 300 (15.000) 550 191,164 105.140
30 Sep 12 200 400 40.000 750 193,52 145.140

v
4. Harga Pokok Proses ( Proses Cost Method )
5. Harga pokok Proses ( Variable Costing )
6. Biaya Overhead Pabrik ( BOP )
7. Departementalisasi BOP
8. Biaya Bahan Baku

Anda mungkin juga menyukai