Mata Kuliah Ulumul Hadits &cabang2 Final

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGERTIAN SEJARAH PERKEMBANGAN DAN CABANG-


CABANGNYA

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata Ulumul Hadist

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

DOSEN :

Roimun, S.Ud, M.Ag

Disusun oleh :

Purwanto

Ali Umardani

Kusyadi

INSTITUT AGAMA ISLAM BANTEN (IAIB)

SERANG - BANTEN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah semesta alam. Shalawat dan salam tidak lupa

kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami

bersyukur kepada Allah SWT yan telah memberikan hidayah serta taufik-

Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang Pengertian dan perkembangan Hadist

beserta cabang-cabangnya. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada

Dosen Mata Kuliah Ulumul Hadist , Bapak Roimun, S.Ud, M.Ag, yang

telah memberikan tugas pembuatan makalah ini untuk melengkapi nilai

selama di semester ganjil. Semoga ilmu yang telah Bapak berikan

bemanfaat untuk bekal kehidupan kami di kemudian hari.

Kami menyadari makalah yang di buat ini tidak sempurna. Oleh karena

itu,kami mengharapkan ada kritik dan saran yang bersifat membangun

terhadap makalah ini, kami sangat berterimakasih.

Demikian makalah ini kami susun, semoga dapat berguna untuk kita

semua. Amin.

i
Serang, 16 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1.    Latar Belakang........................................................................................1

1.2.    Rumusan Masalah..................................................................................1

1.3.    Tujuan.....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2

2.1. Pengertian Ulumul Hadits.......................................................................2

2.2. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits........................................................3

2.3. Cabang-Cabang Ilmu Hadits...................................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................13

3.1. Kesimpulan..............................................................................................13

3.2. Saran........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah

Pada masa permulaan Islam, umat Islam belum mengenal adanya Ulumul

Hadits atau ilmu hadits. Hal ini mungkin dikarenakan fokus perhatian umat Islam

pada waktu itu masih terpecah antar dakwah, jihad dan pendalaman Al-Qur’an,

sehingga perhatian terhadap hadits walaupun sudah cukup intens namun belum

segencar pada masa-masa berikutnya.

Sepeninggalnya nabi, terutama setelah bermunculan hadits-hadits palsu

barulah perhatian umat Islam terhadap nadist nabi meningkat pesat. Ini ditandai

dengan munculnya beberapa ulama yang mulai melakukan penghimpunan hadits

serta mulai merintis ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hadits. Ilmu ini kemudian

terus berkembang dari masa ke masa sampai zaman sekarang.

1.2.       Rumusan Masalah

a.       Apa pengertian Ilmu Hadits?

b.      Bagaimana perkembangan Ilmu Hadits?

c.       Apa saja cabang-cabang Ilmu Hadits?

1.3.       Tujuan Penulisan

Ada dua tujuan kami menulis makalah ini, yang pertama yaitu untuk

memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hadits, yang kedua yaitu untuk menambah

pengetahuan dan pemahaman kita semua tentang Ilmu Hadits.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Ulumul Hadits

Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits yang

bahasa Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits. ‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua kata,

yaitu ‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak

dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits

berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. dari perkataan,

perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu

yang membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW.

Sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriyah sebagian Muhadditsin mulai

merintis ilmu ini dalam garis-garis besarnya saja dan masih berserakan dalam

beberapa mushafnya. Diantara mereka adalah Ali bin Almadani (238 H), Imam

Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Turmudzi dan lain-lain.

Adapun perintis pertama yang menyusun ilmu ini secara fak (spesialis)

dalam satu kitab khusus ialah Al-Qandi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy (360

H) yang diberi nama dengan Al-Muhaddisul Fasil Bainar Wari Was Sami’.

Kemudian bangkitlah Al-Hakim Abu Abdilah an-Naisaburi (321-405 H)

menyusun kitabnya yang bernama Makrifatu Ulumil Hadits. Usaha beliau ini

diikuti oleh Abu Nadim al-Asfahani (336-430 H) yang menyusun kitab kaidah

periwayatan hadits yang diberi nama Al-Kifayah dan Al-Jam’u Liadabis Syaikhi

Was Sami’ yang berisi tentang tata cara meriwayatkan hadits.

2
2.2.    Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits

a.        Periode Pertama (Zaman Rasul)

Para sahabat bergaul dan berinteraksi langsung dengan Nabi, sehingga

setiap permasalahan atau hukum dapat ditanyakan langsung kepada Nabi. Para

sahabat lebih fokus dengan menghapal dan mempelajari Al-Qur’an. Rasul pada

masa itu secara umum melarang menuliskan hadits karena takut tercampur baur

dengan ayat Al-Qur’an karena wahyu sedang / masih diturunkan.

Secara umum sahabat masih banyak yang buta huruf sehingga tidak

menuliskan hadits, mereka meriwayatkan hadits mengandalkan hafalan secara

lisan. Sebagian kecil sahabat –yang pandai baca tulis- menuliskan hadits seperti:

Abdullah Bin Amr Bin Ash yang mempunyai catatan hadits dan dikenal sebagai

“Shahifah Ash Shadiqah” juga Jabir Bin Abdullah Al Anshary mempunyai catatan

hadits yang dikenal sebagai “Shahifah Jabir”. Pada event tertentu orang Arab

badui ingin fatwa Nabi dituliskan, maka Nabi meluluskan permintaannya untuk

menuliskan haditsnya.

b.        Periode Kedua (Masa Kulafaur Rasyidin)

Sebagian sahabat tersebar keluar jazirah Arab karena ikut serta dalam jihad

penaklukan ke daerah Syam, Iraq, Mesir, Persia. Pada daerah taklukan yang baru

masuk Islam, Khalifah Umar menekankan agar mengajarkan Al-Qur’an terlebih

dahulu kepada mereka. Khalifah Abu Bakar meminta kesaksian minimal satu

orang bila ada yang meriwayatkan hadits kepadanya. Khalifah Ali meminta

bersumpah orang yang meriwayatkan hadits. Khalifah Umar melarang sahabat

besar keluar dari kota Madinah dan melarang memperbanyak periwayatan hadits.

3
Setelah Khalifah Umar wafat, sahabat besar keluar kota Madinah tersebar

kedaerah taklukkan untuk mengajarkan agama.

c.         Periode Ketiga (Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar)

Para sahabat besar telah terpencar keluar dari Madinah. Jabir pergi ke Syam

menanyakan hadits kepada sahabat Abdullah Bin Unais Al Anshary. Abu Ayyub

Al Anshary pergi ke Mesir menemui sahabat Utbah Bin Amir untuk menanyakan

hadits. Masa ini sahabat besar tidak lagi membatasi diri dalam periwayatan hadits,

yang banyak meriwayatkan hadits antara lain :

1.         Abu Hurairah (5347 hadits)

2.         Abdullah Bin Umar (2360 hadits)

3.         Anas Bin Malik (2236 hadits)

4.         Aisyah, Ummul Mukminin (2210 hadits)

5.         Abdullah Bin Abbas (1660 hadits)

6.         Jabir Bin Abdullah (1540 hadits)

7.         Abu Sa’id Al Kudri (1170 hadits)

8.         Ibnu Mas’ud

9.         Abdullah Bin Amr Bin Ash

Setelah Khalifah Ali terbunuh, muncul sekte Syiah yang mendukung Ali

dan keturunannya sementara kelompok jumhur (mayoritas) tetap mengakui

pemerintahan Bani Umayah. Sejak saat itu mulai bermunculan hadits palsu yang

bertujuan mendukung masing-masing kelompoknya. Kelompok yang terbanyak

membuat hadits palsu adalah Syiah Rafidah.

4
d.        Periode Ke Empat (Masa pembukuan Hadits)

Pada waktu Umar Bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah) yang naik

tahta pada tahun 99 H berkuasa, beliau dikenal sebagai orang yang adil dan wara’,

tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits dengan motif :

1.         Beliau khawatir ilmu hadits akan hilang karena belum dibukukan dengan baik.

2.         Kemauan beliau untuk menyaring hadits palsu yang sudah mulai banyak

beredar.

3.         Al-Qur’an sudah dibukukan dalam mushaf, sehingga tidak ada lagi

kekhawatiran tercampur  dengan hadits bila hadits dibukukan.

4.         Peperangan dalam penaklukan negeri negeri yang belum Islam dan peperangan

antar sesama kaum Muslimin banyak terjadi, dikhawatirkan ulama hadits

berkurang karena wafat dalam peperangan-peperangan tersebut.

Khalifah Umar menginstruksikan kepada Gubernur Madinah Abu Bakar Bin

Muhammad Bin ‘Amr Bin Hazm (Ibnu Hazm) untuk mengumpulkan hadits yang

ada padanya dan pada tabi’in wanita ‘Amrah Binti ‘Abdur Rahman Bin Sa’ad Bin

Zurarah Bin ‘Ades, murid Aisyah-Ummul Mukminin.

Berdasarkan instruksi resmi Khalifah itu, Ibnu Hazm minta bantuan dan

menginstruksikan kepada Abu Bakar Muhammad Bin Muslim Bin Ubaidillah Bin

Syihab az Zuhry (Ibnu Syihab Az Zuhry) seorang ulama besar dan mufti Hijaz

dan Syam untuk turut membukukan hadits Rasulullah SAW.

Setelah itu penulisan hadits pun marak dan dilakukan oleh banyak ulama

abad ke-2 H, yang terkenal diantaranya :

1.         Al-Muwaththa’, karya Imam Malik Bin Anas (95 H – 179 H).

5
2.         Al Masghazy wal Siyar, hadits sirah nabawiyah karya Muhammad Ibn Ishaq

(150 H).

3.         Al Mushannaf, karya Sufyan Ibn ‘Uyainah (198 H)

4.         Al Musnad, karya imam Abu Hanifah (150 H)

5.         Al Musnad, karya imam Syafi’i (204 H)

e.         Periode Kelima (Masa Kodefikasi Hadits)

1.         Periode penyaringan hadits dari fatwa para sahabat (abad ke-III H)

a)        Menyaring hadits nabi dari fatwa-fatwa sahabat Nabi

b)        Masih tercampur baur hadits sahih, dhaif dan maudlu’ (palsu).

c)        Pertengahan abad tiga baru disusun kaidah-kaidah penelitihan kesahihan hadits.

d)       Penyaringan hadits sahih oleh imam ahli hadits Ishaq Bin Rahawaih (guru Imam

Bukhari).

e)        Penyempurnaan kodifikasi ilmu hadits dan kaidah-kaidah pen sahihan suatu

hadits.

f)         Penyusunan kitab Sahih Bukhori.

g)        Penyusunan enam kitab induk hadits (kutubus sittah), yaitu kitab-kitab hadits

yang diakui oleh jumhur ulama sebagai kitab-kitab hadits yang paling tinggi

mutunya, sebagian masih mengandung hadits dhaif tapi ada yang dijelaskan oleh

penulisnya dan dhaifnya pun yang tidak keterlaluan dhaifnya, ke enam kuttubus

shittah itu adalah :

1)        Sahih Bukhori

2)        Sahih Muslim

3)        Sunan Abu Dawud

6
4)        Sunan An Nasa’i

5)        Sunan At-Turmudzy

6)        Sunan Ibnu Majah

2.         Periode menghafal dan mengisnadkan hadits (abad ke-IV H)

a)        Para ulama hadits berlomba-lomba menghafalkan hadits yang sudah

tersusun pada kitab-kitab hadits.

b)        Para ulama hadits mengadakan penelitian hadits-hadits yang tercantum

pada kitab-kitab hadits.

c)        Ulama hadits menyusun kitab-kitab hadits yang bukan termasuk kuttubus

shittah.

3.         Periode Klasifikasi dan Sistimasi Susunan Kitab-Kitab Hadits (abad ke-V H

s.d 656 H, jatuhnya Baghdad)

a)      Mengklasifikasikan hadits dan menghimpun hadits-hadits yang sejenis.

b)      Menguraikan dengan luas (mensyarah) kitab-kitab hadits.

c)      Memberikan komentar (takhrij) kitab-kitab hadits.

d)      Meringkas (ikhtisar) kitab-kitab hadits.

e)      Menciptakan kamus hadits.

f)      Mengumpulkan (jami’) hadits-hadits bukhori-Muslim

g)     Mengumpulkan hadits targhib dan tarhib.

h)     Menyusun kitab athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits

kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari

beberapa kitab.

7
i)          Menyusun kitab istikhraj, yaitu mengambil sesuatu hadits dari sahih Bukhori

Muslim umpamanya, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri, yang lain dari

sanad Bukhari atau Muslim karena tidak memperoleh sanad sendiri.

j)          Menyusun kitab istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki

syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan

tidak diriwayatkan atau di sahihkan oleh keduanya.

f.         Periode Ke Enam (dari tahun 656 H sampai sekarang)

Mulai dari jatuhnya Baghdad oleh Hulagu Khan dari Mongol tahun 656 H –

sekarang ini.

1.         Menertibkan, menyaring dan menyusun kitab kitab takhrij.

2.         Membuat kitab-kitab jami’

3.         Menyusun kitab-kitab athraf

4.         Menyusun kitab-kitab zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak

terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu.

2.3.    Cabang-Cabang Ilmu Hadits

Secara garis besarnya, ilmu hadits terbagi dua, yaitu:

a.        Ilmu Dirayatul Hadits

Menurut sebagian ulama Tahqiq, Ilmu Dirayatul Hadits adalah ilmu yang

membahas cara kelakuan persambungan hadits kepada nabi Muhammad SAW

dari sikap perawinya, mengenai kekuatan hafalan dan keadilan mereka, dan dari

segi keadaan sanad, putus dan bersambungnya, serta yang sepertinya.

8
Adapun obyek Ilmu Hadits Dirayah ialah meneliti kelakuan para rawi dan

keadaan marwinya (sanad dan matannya). Dari aspek sanadnya, diteliti tentang

ke'adilan dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan

haditsnya serta sanadnya bersambung atau tidak. Sedang dari aspek matannya

diteliti tentang kejanggalan atau tidaknya, sehubungan dengan adanya nash-nash

lain yang berkaitan dengannya.

b.        Ilmu Riwayatul Hadits

Ilmu Riwayatul Hadits ialah ilmu yang memuat segala penukilan yang

disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, kehendak,

taqrir ataupun berupa sifatnya.

Adapun yang menjadi obyek Ilmu Hadits Riwayah, ialah membicarakan

bagaimana cara menerima, menyampaikan pada orang lain dan memindahkan atau

membukukan dalam suatu Kitab Hadits. Dalam menyampaikan dan membukukan

Hadits, hanya dinukilkan dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan

maupun sanadnya.

Kegunaan mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya

kemungkinan yang salah dari sumbernya, yaitu Nabi Muhammad Saw. Sebab

berita yang beredar pada umat Islam bisa jadi bukan hadits, melainkan juga ada

berita-berita lain yang sumbernya bukan dari Nabi, atau bahkan sumbernya tidak

jelas sama sekali.

Dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah di atas kemudian berkembang pula

beberapa cabang ilmu, yakni:

a.        Ilmu Rijalul Hadits

9
Ialah ilmu yang membahas para perawi hadits, dari sahabat, dari tabi’in,

maupun dari angkatan sesudahnya. dengan ilmu ini kita dapat mengetahui,

keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan perawi

yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya.

Dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi,

madzhab yang dipegangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu

saat menerima hadits.

b.        Ilmu Jarhi wat Ta’dil

Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada

para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan

memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat kata-kata itu. Ilmu Jarhi wat

Ta’dil dibutuhkan oleh para ulama hadits karena dengan ilmu ini akan dapat

dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang

bukan.

c.         Ilmu Fannil Mubhammat

Ilmu fannil Mubhamat adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang

yang tidak disebut dalam matan, atau di dalam sanad.

Di antara yang menyusun kitab ini, Al-Khatib Al Baghdady. Kitab Al

Khatib itu diringkas dan dibersihkan oleh An-Nawawy dalam kitab Al-Isyarat Ila

Bayani Asmail Mubhamat.

10
d.        Ilmu ‘Ilalil Hadits

Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata,

yang dapat merusakkan hadits. Yakni: menyambung

yang munqathi’, merafa’kan yang mauquf, memasukkan suatu hadits ke dalam

hadits yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini, bila diketahui dapat

merusakkan hadits.

e.         Ilmu Ghoribil Hadits

Yang dimaksudkan dalam ilmu hadits ini adalah bertujuan menjelaskan

suatu hadits yang dalam matannya terdapat lafadz yang pelik, dan yang susah

dipahami karena jarang dipakai, sehingga ilmu ini akan membantu dalam

memahami hadits tersebut.

f.         Ilmu Nasikh wal Mansukh

Adalah ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansukhkan dan

menasikhkannya.

Apabila didapati sesuatu hadits yang maqbul tak ada perlawanan,

dinamailah hadits tersebut muhkam. Dan jika dilawan oleh hadits yang sederajat,

tapi mungkin dikumpulkan dengan tidak sukar maka hadits itu dinamai muhtaliful

hadits. Jika tidak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka

yang terkemudian itu dinamai nasikh dan yang terdahulu dinamai mansukh.

g.        Ilmu Talfiqil hadits

Yaitu ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan antar hadits yang

berlawanan lahirnya. Dikumpulkan itu ada kalanya dengan mentahsikhkan

11
yang ‘amm, atau mentaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyak kali

terjadi.

h.        Ilmu Tashif wat Tahrif

Yaitu ilmu yang menerangkan tentang hadits-hadits yang sudah diubah

titiknya (dinamai mushohaf), dan bentuknya (dinamai muharraf).

i.          Ilmu Asbabi Wurudil Hadits

Yaitu ilmu yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi menuturkan

sabda beliau dan waktu beliau menuturkan itu.

j.          Ilmu Mukhtalaf dan Musykil Hadits

Yaitu ilmu yang menggabungkan dan memadukan antara hadits yang

zhahirnya bertentangan atau ilmu yang menerangkan ta’wil hadits yang musykil

meskipun tidak bertentangan dengan hadits lain.

12
BAB III

PENUTUP

3.1.       Kesimpulan

Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits yang

bahasa Arabnya yaitu ‘Ulum al-Hadits. ‘Ulum al-Hadits ini terdiri atas dua kata,

yaitu ‘Ulum dan al-Hadits. Kata ‘Ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak

dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-Hadits di kalangan Ulama Hadits

berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW.

Dalam sejarah, perkembangan hadits dibagi dalam beberapa periode, yaitu;

periode pertama (zaman Nabi SAW), periode kedua (masa khulafaurrasidin),

periode ketiga (masa sahabat kecil dan tabi’in besar), periode ke empat (masa

pembukuan hadits), periode kelima (masa kodefikasi hadits) dan periode ke enam

(dari tahun 656 H sampai sekarang).

Secara garis besarnya, ilmu hadits terbagi dua, yaitu; ilmu dirayatul hadits,

yakni ilmu yang membahas cara kelakuan persambungan hadits kepada junjungan

kita nabi Muhammad SAW, dan ilmu riwayatul hadits, yakni ilmu yang memuat

segala penukilan yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan,

perbuatan, kehendak, taqrir ataupun berupa sifatnya.

13
3.2.       Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena

itu kami menyarankan kepada teman-teman sesama mahasiswa untuk mencari

informasi lain sebagai tambahan dari apa yang telah kami uraikan di atas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ahmad & M. Mudzakir. 2000. Ilmu Hadits (Cet – 10). Bandung: Pustaka

Setia.

Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash. 1999.  Sejarah dan Pengantar Ilmu

Hadits. Semarang: PT Pustaka Riski Putra.

15

Anda mungkin juga menyukai