Makalah Gadar Non Trauma Kel 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT NON-TRAUMA PADA


SEMUA USIA
“Kegawatdaruratan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)”

Disusun Oleh :

Kelompok 1
1. Ananda Yulian Ramadhani (P07220120005)
2. Al’Ainaa Almardhiyah (P07220120003)
3. Darmilakasi (P07220120009)
4. Elsa Puspita Rahayu (P07220120015)
5. Khairun Nissa (P07220120024)
6. Laksamana Bima Sakti (P07220120026)
7. Putri Zaneta Aprilita (P07220120035)
8. Rossi Arsetya Fatiqa Dewi (P07220120038)

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur


Jurusan Keperawatan
Program Studi D-III Keperawatan Samarinda
Samarinda, Kalimantan Timur
2023
MAKALAH
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT NON-TRAUMA PADA
SEMUA USIA
“Kegawatdaruratan Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK)”

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Dosen Pebimbing :

Ns. Diah Setiani, SST., M.Kes


NIDN:

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur


Jurusan Keperawatan
Program Studi D-III Keperawatan Samarinda
Samarinda, Kalimantan Timur
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Januari Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kegawatdaruratan Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mempelajari mengenai “Kegawatdaruratan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK)” dan memperoleh nilai pada tugas mata kuliah
Kegawatdaruratan non-trauma pada semua tingkat usia.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil khususnya dosen pembimbing mata
kuliah sehingga makalah ini dapat selesai.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan makalah ini sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala
kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan pihak-
pihak lain yang berkepentingan. Terimakasih.

Samarinda, Januari 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................................... 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

A. Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronik ...................................................... 3

B. Manajemen Kegawatdaruratan Penyakit Paru Obstruktif Kronik ........................ 6

BAB III .................................................................................................................................... 10

PENUTUP................................................................................................................................ 10

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh keterbatasan aliran udara persisten, bersifat progresif,
dan disertai dengan respons inflamasi kronik pada saluran napas paru akibat gas atau
partikel berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap perburukan
penyakit. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan proses inflamasi paru kronik,
termasuk bronkitis kronis dengan fibrosis disertai obstruksi saluran napas kecil, dan
emfisema dengan pelebaran rongga udara disertai destruksi parenkim paru, penurunan
elastisitas paru, dan obstruksi saluran napas kecil (Suradi et al., 2015). PPOK adalah
sekelompok penyakit paru menahun yang berlangsung lama dan disertai dengan
peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Padila, 2012). PPOK adalah penyakit
yang umum, dapat dicegah dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan
persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran napas dan / atau
kelainan alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan terhadap partikel atau gas
yang berbahaya (GOLD, 2020).
Penyakit paru obstruktif kronik masih menjadi ancaman bagi masyarakat dunia
(Quaderi, S. A., & Hurst, 2018). PPOK akan berdampak negatif terhadap kesehatan
penderita. Penyakit ini memiliki prognosis yang akan terus memburuk seiring dengan
bertambahnya waktu, salah satu dampak yang akan dirasakan oleh pasien adalah
adanya batuk produktif yang terjadi terus menerus. Salah satu faktor risiko PPOK
adalah pajanan asap rokok (Kedokteran, 2018).
PPOK berhubungan dengan prevalensi tinggi adanya kondisi komorbid yang
selanjutnya akan berdampak negatif pada prognosis dan kualitas hidup. Eksaserbasi
merupakan penyebab morbiditas paling penting pada PPOK. Sekali pasien datang ke
instalasi rawat darurat atau menjalani perawatan di rumah sakit karena perburukan atau
eksaserbasi maka akan berisiko tinggi untuk perawatan kembali dan terjadinya
mortalitas. Mortalitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena eksaserbasi
dengan hiperkapnia dan asidosis diperkirakan sebesar 10%. Mortalitas sebesar 40%
pada pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik 1 tahun setelah perawatan dan

1
mortalitas sebesar 49% oleh karena berbagai sebab 3 tahun setelah pasien pulang dari
perawatan sebelumnya (Suradi et al., 2015).
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan penyakit paru obstruktif kronik?
b. Bagaimana penatalaksanaan kegawatdaruratan pada penyakit paru obstruktif
kronik?
C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar kegawatdaruratan pada
penyakit paru obstruktif kronik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronik


a. Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh keterbatasan aliran udara persisten, bersifat
progresif, dan disertai dengan respons inflamasi kronik pada saluran napas paru
akibat gas atau partikel berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi
terhadap perburukan penyakit. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan proses
inflamasi paru kronik, termasuk bronkitis kronis dengan fibrosis disertai obstruksi
saluran napas kecil, dan emfisema dengan pelebaran rongga udara disertai destruksi
parenkim paru, penurunan elastisitas paru, dan obstruksi saluran napas kecil (Suradi
et al., 2015).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan gangguan paru yang
menyebabkan kelainan ventilasi berupa obstruksi saluran pernapasan yang
bersifatprogresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan
respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya
(Abidin et al., 2016). PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan
ketika duapenyakit paru terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan
emfisema. Asma kronis yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis
juga dapat menyebabkan PPOK (Hurst, 2016).

Penyakit paru obstruktif kronik adalah suatu penyakit yang bisa dicegah
dan diatasi, yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang
biasanya bersifat progresif dan terkait dengan adanya respon inflamasi kronis
saluran nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya seperti asap
rokok, debu industri, polusi udara baik dari dalam maupun luar ruangan (Ikawati,
2016)
b. Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Menurut Ikawati (2016), beberapa faktor risiko utama yang
mempengaruhiberkembangnya penyakit PPOK, yang dibedakan menjadi faktor
paparan lingkungan dan faktor host/penderitanya. Adapun faktor yang disebabkan
karena paparan lingkungan antara lain yaitu:

3
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK pada perokok dengan
risiko 30 kali lebih besar dibandingkan dengan yang bukan perokok.Kematian
akibat PPOK terkait dengan usia mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap,
dan status merokok yang terakhir saat PPOK mulai berkembang. Namun, bukan
berarti semua penderita PPOK merupakan perokok karena kurang lebih 10%
orang yang tidak merokok mungkin juga menderita PPOK karena secara tidak
langsung terpapar asap rokok sehingga menjadi perokok pasif.
2. Pekerjaan
Pekerjaan juga dapat menjadi penyebab terkena penyakit PPOK
karena beberapa pekerjaan berisiko menjadi pemicu terkena penyakit ini.
Pada pekerja industri keramik yang terpapar debu, pekerja tambang emas dan
batu bara, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu gandum, dan asbes,
mempunyai risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit PPOK.
3. Polusi udara

Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan menjadi memburuk

gejalanyadengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar

rumah maupun dari dalam rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan

bermotor, asap dapur, dan lain-lain.

4. Infeksi

Adanya peningkatan kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan

inflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan

frekuensi eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang mana

semuaitu dapat meningkatkan risiko kejadian PPOK.

Sedangkan untuk faktor risiko yang berasal dari host/pasiennya sebagai berikut:

1. Usia
Semakin bertambahnya usia maka risiko penderita PPOK semakin besar.

2. Jenis kelamin

4
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK dari pada wanita hal ini terkait dengan

kebiasaan merokok pada laki-laki. prevalensinya pada laki-laki sebesar 4,2%

dan perempuan 3,3% (Riskesdas, 2013).

3. Adanya gangguan fungsi paru yang memang sudah ada

Gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK,

misalnya infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis atau

defisiensi Immunoglobin A (IgA/Hypogammaglobulin).

c. Manifestasi Klinis

Menurut Padila (2012), manifestasi Klinik Penyakit Paru Obstruktif


Kronis adalah sebagai berikut:
a. Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan-
iritaninhalan, udara dingin, atau infeksi.
b. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan
dadamengembang.
c. Dispnea atau sesak napas.

d. Takipnea adalah pernapasan lebih cepat dari keadaan normal dengan


frekuensilebih dari 24 kali permenit.
e. Hipoksia, hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan
atautidak adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat
defisiensi
d. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Tabrani (2017), pemeriksaan penunjang pada pasien PPOK,


yaitu sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada paru-paru tergantung pada penyebab dari
COPD.Pada emfisema gambaran yang paling dominan adalah radiolusen paru
yang bertambah, sedangkan gambaran pembuluh darah paru mengalami
penipisan atau menghilang. Bronkovaskular dan pelebaran dari arteri

5
pulmonalis, ukuran jantung juga mengalami pembesaran. Dengan
pemeriksaan fluoroskopi dinali kecepatan aliran udara pada waktu ekspirasi.
Infeksi pada bronkiolus ditandai dengan adanya bercak-bercak pada bagian
tengah paru.
2. Pemeriksaan faal paru
Pemeriksaan faal paru dengan spirometer sederhana, akan tampak
jelas penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dibandingkan dengan
orang normal, dengan umur dan potongan badan yang sama. Pada kasus
ringan, VEP1 hanya mencapai 80% atau kurang, dibanding orang normal pada
kasus beratVEP1 mungkin hanya 40% atau malah kurang.
3. Pemeriksaaan analisa gas darah (arteri)
Perjalanan bronchitis kronis berlangsung lambat dan memerlukan
waktu bertahun-tahun untuk membuat keadaan penderita betul-betul buruk.
Penurunan PAO2 serta peningkatan PACO2 dan semua akibat sekundernya
(asidosis, dan lainlain) akan terjadi perlahan-lahan dengan adaptasi secara
maksimal dari tubuh

B. Manajemen Kegawatdaruratan Penyakit Paru Obstruktif Kronik


a. Manajemen Kegawatdaruratan
Pengkajian pada pasien PPOK dilakukan dengan menggunakan

pengkajian mendalam mengenai bersihan jalan napas tidak efektif, dengan

kategori fisiologis dan subkategori respirasi. Pengkajian dilakukan sesuai

dengan tanda dan gejala mayor dan minor bersihan jalan napas tidak efektif

dimana data mayornya yaitu subjektif tidak tersedia dan data objektifnya batuk

tidak efektif, sputum berlebih, tidak mampu batuk, mengi, wheezing dan/atau

ronkhi kering, sedangkan tandadan gejala minor, data subjektif dyspnea, sulit

bicara, ortopnea. Data objektif yaitu gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,

frekuensi napas berubah, pola napas berubah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2017).

Menurut HIPGABI BALI (2018) dan Hamarno dkk (2016), pengkajian

6
kegawatdaruratan pada pasien PPOK adalah sebagai berikut:

1. Primary survey

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian

dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang

mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk

mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam

kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey pasien dengan PPOK

antara lain:

1) Kaji jalan nafas (Airway)

Pengkajian pada airway meliputi lakukan observasi pada gerakan

dada, kaji adanya sumbatan atau penumpukan secret serta wheezing pada

pasien serta lakukan penilaian tingkat kesadaran, pernafasan, upaya

bernapas, benda asing di jalan nafas, bunyi napas, dan hembusan napas.

2) Kaji fungsi paru (breathing)

Pengkajian pada breathing meliputi kaji/observasi kemampuan

mengembang paru, adakah pengembangan paru spontan atau tidak,

apabila tidak bisa mengembang spontan maka dimungkinkan terjadi

gangguan fungsi paru sehingga akan dilakukan tindakan untuk bantuan

napas, kaji apakah pasien mengalami sesak dengan aktifitas ringan atau

istirahat, kaji RR lebih dari 24 kali/menit, irama regular dangkal, ronchi,

krekles, ekspansi dada penuh/tidak, danpenggunaan otot bantu napas serta

kaji kelainan dinding thorax

3) Kaji sirkulasi (circulation)

Pengkajian pada circulation meliputi pemeriksaan denyut nadi,

nadi lemah/tidak teratur dengan melakukan palpasi pada nadi radialis,

7
apabila tidak teraba gunakan nadi brachialis, apabila tidak teraba gunakan

nadi carotis, apabila tidak teraba adanya denyutan menunjukkan gangguan

fungsi jantung, apakah akral teraba dingin, adanya sianosis perifer,

tekanan darah meningkat/menurun, adanya edema, gelisah dan melakukan

pengecekan CRT.

4) Kaji disability

Pengkajian pada disability dilakukan pemeriksaan neurologis

meliputi tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS, reflex

fisiologis, reflex patologis, dan kekuatan otot.

2. Secondary Asessment

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang

dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang tubuh pasien.

Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil,

dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai

membaik dan pasien diobservasi lebih dari2 jam saat di IGD.

b. Manajemen Farmakoterapi

1. Bronkodilator

Bronkodilator merupakan pengobatan simtomatik utama pada

PPOK. Obat ini biasannya digunakan sesuai kebutuhan untuk

melonggarkan jalan napas ketika terjadi serangan, atau secara regular

untuk mencegah kekambuhan atau mengurangi gejala.

2. Antibiotik

Sebagian besar eksaserbasi akut PPOK disebabkan oleh infeksi,

baik infeksi virus atau bakteri. Data menunjukan bahwa sedikitnya 80 %

eksaserbasi akut PPOK disebabkan oleh infeksi. Dari infeksi ini 40-50%

8
disebabkan oleh bakteri, 30 % disebabkan oleh virus, dan 5-10 % tidak

diketahui bakteri penyebabnya. Karena itu, antibiotik merupakan salah

satu obat yang sering digunkan dalam penatalaksanaan PPOK. Contoh

antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin (Ikawati, 2016).

3. Mukolitik

Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan

simtomatikbila tedapat dahak yang lengket dan kental. Contohnya:

glycerylguaiacolate, acetylcysteine (Saftarina et al, 2017).

4. Anti inflamasi

Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk

penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila ujisteroid positif.

Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik

(Saftarina et al., 2017).

9
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit paru
kronik berupa obstruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversible yang diasosiasikan dengan respon inflamsi abnormal paru
terhadap gas berbahaya ataupun partikel asing.
Faktor resiko yang berkaitan dengan PPOK adalah factor herediter yaitu

defisiensi alpha – 1 antitripsin, kebiasaan merokok, riwayat terpapar polusi udara di

lingkungan dan tempat kerja, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran napas

bawah berulang. Manifestasi klinis pasien PPOK adalah batuk kronis, berdahak

kronis, dan sesak napas. Diagnosis pada pasien PPOK dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

PPOK eksaserbasi akut adalah bila kondisi pasien PPOK mengalami

perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil yang ditandai

dengan sesak napas yang bertambah berat, produksi sputum yang meningkat dan

perubahan warna sputum menjadi lebih purulent.

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah

eksaserbasi berulang memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru dan

meningkatkan kualitas hidup penderita.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dwi S, D. R. (2015). Makalah Farmakoterapi Lanjutan Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK). 6 - 46.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis kesehatan
paru di indonesia. Jakarta: Jenderal Penvgendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan .

Luh Putu L, T. D. (2017). Penyakit Paru Obstruktifv Kronis (PPOK). 3-69.

Putra TR, S. K. (2013). Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam . Denpasar:
SMF Penyakit Dalam FK Unud .

11

Anda mungkin juga menyukai