Tugas Kelompok 3 Kep - Menjelang Ajal Dan Paliatif..
Tugas Kelompok 3 Kep - Menjelang Ajal Dan Paliatif..
Tugas Kelompok 3 Kep - Menjelang Ajal Dan Paliatif..
Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
1. Nurahmawati
2. Marno
3. Muswiansyah Putra
4. Sunardin
5. Eva Wardhani putri
6. Nanang Mulya Azhari
7. Azizah mutmainnah
8. Hj. Rostianti A
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini adalah untuk memenuh itugas ibu Elly
Mawaddah,.M.Kep.Sp.Kep.An pada mata kuliah Keperawatan menjelang ajal dan
paliatif. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
pertolongan pertama pada patah tulang terbuka bagi pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Elly Mawaddah,.M.Kep.Sp.Kep.An
selaku dosen keperawatan paliatif dan menjelang ajal yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
penulis tekuni.
Penulis menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangunakan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis
kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif
kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial
reversibel, sekalipun empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan
dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai
tanda dan gejala kedua penyakit tersebut.( Amin, Hardhi, 2013).
Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang
menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000
kematian dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK
meningkat cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Angka
penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi.
Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah
lanjut. Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif
untuk mendeteksi PPOK. Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia
menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian.
Sementara data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada
tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan ke-4 sebagai
penyebab kematian. "Pada dekade mendatang akan meningkat ke peringkat
ketiga. Dan kondisi ini tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin
meningkat.
penyakit PPOK selayaknya mendapatkan pengobatan yang baik dan
terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan sampai dengan
perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah perawatan untuk
memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang
perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di ruma
1
Hal ini diperlukan perawatan yang komprehensif dan paripurna saat di Rumah
Sakit.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) pada Tn.T di ruang boegenvil Rumah Sakit Dr.Soedjono Magelang ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
memberikan Asuhan Keperawatan secara optimal pada klien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melaksanakan dan memperoleh dalam
penatalaksanaan asuhan keperawatan PPOK pada pasien.
b. Mengidentifikasi faktor pendukung penghambat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan penyakit paru obstruktif
kronik ( PPOK).
D. Manfaat
1. Masyarakat
Membudayakan pengelolaan pasien penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) dalam pemberian asuhan keperawatan.
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Menambah keluasan ilmu terapan bidang keperawatan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK)
2
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien penyakit obstruktif kronik (PPOK
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan
dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang
sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang
menumpuk pada paru-paru. (Lyndon Saputra, 2010).
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu
menurut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan
persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok
ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun,
bronkiektasis. Arita Murwani (2011)
2. Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru
Obstruksi Kronis menurut Brashers (2007) adalah :
a) Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan
telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko
penyakit paru obstruksi pada anak.
b) Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok.
Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu
antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisemal
4
c) Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan
dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan
peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis
seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya
PPOK.
d) Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan
resiko morbiditas PPOK.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
adalah Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat
pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk
menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin
banya. Reeves (2001).
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah
tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah
sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan
sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI)
gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori
karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
5
4. Patofisiolog
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang
dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
6
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar,
2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan
dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan
hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik
pada arteriol (Chojnowski, 2003).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Mansjoer (2002) adalah :
Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada
pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam
7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau
tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
7
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fizioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik.
Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide
250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-
0,5 g iv secara perlahan.
1. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4
x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas
tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
1) Fisioterapi.
2) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
3) Mukolitik dan ekspektoran.
4) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II
dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
5) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari
depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis
adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah Penatalaksanaan medis untuk asma
adalah penyingkiran agen penyebab dan edukasi atau penyuluhan kesehatan.
Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi
normal individu, mencegah gejala kekambuhan, mencegah serangan hebat,
dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang
diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai relaksasi
8
inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering
diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai
lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang
berkaitan dengan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua
adrenergik diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian
inhalasi steroid Akan menjadi lebih berguna.
Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada
pemeriksaan fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas
darah. Pemeriksaan ini mencerminkan sifat progresif dari penyakit.
Pengobatan terbaik untuk bronkitis kronis adalah pencegahan, karena
perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini bersifat tidak dapat
pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis untuk mengatasi
gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika
merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat
menurun dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok.
Bronkodilator, ekspektoran, dan terapi fisik dada diterapkan sesuai yang
dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk individu termasuk konseling
nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini infeksi, dan teknik
yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir dimonyongkan,
beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama selama
musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap
lanjut.
Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik,
drainase postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah
batuk, dan bronkoskopi untuk mengeluarkan sekresi yang mengental.
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Terkadang
diperlukan tindakan pembedahan bagi klien yang terus mengalami tanda dan
gejala meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama dari pembedahan ini
adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru. Biasanya dilakukan
segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami penyakit dikedua
9
sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan pembedahan pertama-tama
dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa jauh
perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.
Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas
untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003)
mencakup tindakan pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan
menurunkan upaya bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi
fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonal, memelihara
kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernafasan dan dukungan
psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang berkesinambungan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PPOK
1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK
ialah :
1) Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise.
- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
- Keletihan.
- Gelisah, insomnia.
- Kelemahan umum atau kehilangan masa otot
10
2) Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstrimitas bawah
Tanda :
- Peningkatan tekanan darah.
- Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
- Distensi vena leher atau penyakit berat.
- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
- Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis,
kuku tabuh dan sianosis perifer.
- Pucat dapat menunjukkan anemia.
3) Integritas Ego
Gejala :
- Peningkatan faktor resiko.
- Perubahan pola hidup.
Tanda
4) Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
Gejala :
- Mual atau muntah.
- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan
- berat badan
- menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
- Mual atau muntah.
- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat bada
menunjukkan edema (bronchitis).
5) Hygiene
Gejala :
Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehai-hari.
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan.
6) Pernafasan
Gejala :
- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode
11
berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan
untuk bernafas (asma).
- Lapar udara kronis.
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat
bangun selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2
tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali
(bronkhitis kronis).
- Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
- Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan
pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu
atau asap misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
- Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin
(emfisema).
- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
7) Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus
Tanda :
- Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang
dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
- Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan
eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
- Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi
fosa supraklavikula, melebarkan hidung.
- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk
barrel chest), gerakan diafragma minimal.
- Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema),
menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi,
sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi
berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
- Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara
dengan emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi,
cairan, mukosa.
- Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
- Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan
keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung).
Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna
kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasan cepat.
12
- Tabuh pada jari-jari (emfisema).
8) Keamanan
Gejala :
- Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
- Adanya atau berulangnya infeksi.
- Kemerahan atau berkeringan (asma)
9) Seksual Gejala :
Penurunan libido.
10) Interaksi Sosial
Gejala :
- Hubungan ketergantungan.
- Kurang sistem pendukung.
- Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
- Penyakit lama atau kemampuan membaik.
Tanda :
13
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih
atau jelas dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk
memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.
Intervensi :
Mandiri :
1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels,
ronkhi.
R/ mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi manifestasi
adanya bunyi nafas adventisius.
Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
R/ takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah,
ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
14
R/ mengetahui disfungsi pernapasan.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R/ mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R/ mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti
makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran.
Kolaborasi :
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
- Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier
aerosol ruangan.
- Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.
R/ merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal menurunkan
spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara),
kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan
dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi :
Mandiri :
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
15
R/ berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses
penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan
atau toleransi individu.
R/ posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan napas,
dispnea, dan kerja napas. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran
mukos.
R/ Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
R/ banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan
atau bunyi tambahan.
R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Palpasi fremitus.
R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya
perubahan.
R/ gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.
Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama
fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi individu.
R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan
tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung.
R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
R/ PaCO 2 biasanya meningkat dan PaCO 2 secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
16
R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia
Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
R/ digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan
ke ICU sesuai instruksi untuk pasien.
R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.
C. Gangguan rasa nyaman “nyeri” Berhubungan Dengan penumpukan gas di
lambung.
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 2x24 jam gangguan rasa nyaman
“nyeri’ berkurang dengan kriteria hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang.
- Skala nyeri 2
- klien tidak meringgis
- TTV
TD 120/80-140/100 mmhg
Nadi 60-100X/ menit
Suhu: 36,5-37,5 derajat
R/ lakukan pendekatan pada klien dan keluarga jelaskan tentang penyebab sakit
yang di alami.
Respon klien dan keluarga lebih terbuka dan menerima baik penjelasan dari
perawat.
R/ Ajarkan pada keluarga klien agar memberi kompres hangat pada daerah perut
yang sakit.
Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
R/ Berikan posisi senyaman mungkin.
Mengetahui perkembangan setiap hasilnya
D. Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif
yang tidaka dekuat terhadap pengetahuan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan klien dan
keluarga bertambah.Penulis memprioritaskan diagnosa ini pada urutan ketiga
karena pada saat klien bertanya perawat menjelaskan terkait penyakitnya, Respon
klien merasa puasa atas apa yang diinformasikan terhadap perawat.
17
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Engram (2000) adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
18
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
FORMAT PENGKAJIAN
Metode : Wawancara
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Tn T
2) Tempat Tgl Lahir : Yogja 10-mei-1950
3) Jenis Kelamin : Laki
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : Wiraswasta ( Tambal ban )
7) Status Perkawinan : Menikah
8) Suku / Bangsa : Jawa
9) Alamat : Saragan,mertoyudan,magelang
10) Diagnosa Medis : PPOK
11) No. RM : 170509
12) Tanggal Masuk RS : 02-07-2018
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian Tn T mengeluh batuk berdahak, dan
sesak napas sejak 2 hari yang lalu.di sertai sakit perut Kembung
19
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS :
Tn T sudah 2 hari batuk berdahak dan sesak disertai perut sakit dan
kembung sudah berobat ke puskesma,tidak ada perubahan,
b) Riwayat Kesehatan Pasien ;
Tn T,mengeluh batuk dahak susah keluar,di sertai sesak napas,dan
perut terasa sakit dan kembung
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tn T sebelumnya sering mengalami sakit perut ,di sertai kembung,dan
sering sesak bila kecapekan
20
3. Kesehatan Fungsional
a. Aspek Fisik – Biologis
1) Nutrisi
Sebelum Sakit
Tn T makan 3x1 sehari porsi sedang habis dan minum air putih 8 gelas
/hari
Selama Sakit
Tn T makan diet yang tersedia habis 1/2 porsi
2) Pola Eliminasi
Sebelum Sakit
BAB 2 x/hari ,BAK 3 s/d 4 x/hari
Selama Sakit
BAB 1X sehari, BAK 4-5X sehari
3) Pola aktivitas
Keadaan aktivitas sehari – hari aktivitas sehari- hari,sebagai tukang
tambal ban
4) Keadaan pernafasan
Spontan tidak mengunakan alat ban
5) Kardiovaskuler
merasakan berdebar-debar,bila kecapekan melakukan kegiatan tambal
ban. Selama Sakit Keadaan aktivitas sehari – hari ktivitas di bantu
keluarga.
6) Keadaan pernafasan
Napas terasa sesak,26x/menit tidak memakai alat bantu
7) Keadaan kardiovaskuler Masih terasa berdebar-debar Skala
ketergantungan.
2 Mandiri
21
3. Membersihkandir 0 Butuh pertolongan orang
i (cuci muka,sisir Lain
rambut, sikat gigi) 1 Mandiri
4.. Penggunaan 0 Tergantung pertolongan
jamban, masuk orang lain
dan keluar 1 Perlu pertolongan pada
(melepaskan , beberapa kegiatan tetapi
memakai celana, dapat mengerjakan sendiri
membersihkan, kegiatan yang lain
2 Mandiri
5. menyiram)
Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong
makanan
2 Mandiri
6. Berubah sikap 0 Tidak mampu
dari berbaring ke 1 Perlu banyak bantuan untuk
duduk bisa duduk ( > 2 orang)
2 Bantuan (2 orang)
3 Mandiri
7. Berpindah / 0 Tidak mampu
berjalan 1 Bisa (pindah) dengan kursi
roda
2 Berjalan dengan bantuan 1
orang
3 Mandiri
8. Memakai Baju 0 Tidak mampu
1 Sebagian dibantu (misal
mengancingkan baju)
2 Mandiri
22
Tabel Pengkajian Resiko Jatuh
Pasien Tn T di Ruang bougenvil.. Rumah Sakit dr soejono
Tanggal 02-07-2018
Ya 15
Penopang/tongkat/walker 15
23
Furniture 30
Ya 25
5. Cara berjalan/berpindah:
0
Normal/bed rest/imobilisasi
Lemah 15
Terganggu 30
6. Status mental:
Lupa keterbatasan 15
Jumlah skor 15 15 15
24
Tabel 3.3 Tabel Resiko Luka Dekubitus (Skala Norton) PasienTn T . di
Ruang BOUGENVIL .Rumah Sakit dr soejono .Tanggal 02-07-2018
Tangal PENILAIAN 4 3 2 1
B
a
Kondisi fisik Sedang Buruk Sangat buruk
i
02-07-
k
2018 Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Jalan Jalan dengan
Aktifitas Kursi roda Ditempat tidur
sendiri bantuan
Bebas Agak Tidak mampu
Mobilitas Sangat terbatas
bergerak terbatas brgerak
Kadang-kadang Selalu Inkontinensia
Inkontensia Kontine
intkontinensia inkontinensia urin urin & Alvi
n
Skor 4 1 0 0
Total Skor 5
Paraf & Nama Perawat ....... Cornelis ym
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk
03-07- Sa
Status mental Apatis Bingung Stupor
2018 dar
Jalan Jalan dengan
Aktifitas Kursi roda Di tempat tidur
sendiri bantuan
Bebas Tidak mampu
Mobilitas Agak terbatas Sangat terbatas
bergerak brgerak
Selalu
Kadang-kadang Inkontinensia
Inkontensia Kontinen inkontinensia
intkontinensia urin & Alvi
urine
Skor 4 0 0 0
Total Skor 4
Paraf & Nama Perawat Cornelis ym
B
a
Kondisi fisik Sedang Buruk Sangat buruk
i
k
S
04-07-
a
2018 Status mental Apatis Bingung Stupor
d
a
r
Jalan Jalan dengan
Aktifitas Kursi roda Di tempat tidur
sendiri bantuan
Selalu
Inkontinensia Kontinen Kadang – inkontinensia urine Inkontinensia urin
& Alvi
kadang int/
Skor 5 kontinensia
0 0 0
Total Skor 5
25
Paraf & Nama Perawat
Cornelis ym
b. Harga Diri
Tn T mengatakan sakitnya kambuh bila kecapekan,sebagai tukang tambal
ban mobil.
c. Peran Diri
Tn T menyadari bahwa dia sekarang sebagi seorang pasien
d. Ideal Diri
e. Tn T mengatakan harus sembuh dari sakitnya
f. Identitas Diri
26
Tn T seorang kepala keluarga
5) Seksual dan menstruasi
Tidak dikaji
6) Nilai
Tidak diketahui
a. Aspek Lingkungan Fisik
Pasien di bantu oleh perawat,sekali kali jalan dengan sendirinya.
7) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi :TB = 167 cm
BB = 75 Kg
IMT= BB : TB2 = 75 : 1,67 = 44,91
Tanda Vital : TD = 130/100 mmHg
Nadi = 88 x/mnt
Suhu = 36 °C
RR = 25 x/mnt
SkalaNyeri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
27
4. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)
a. Kulit
Turgor kulit elastis warna coklat,luka tidak ada
b. Kepala
Bentuk kepala bulat,rambut sebagian putih.
c. Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kalenjer getah bening Tengkuk : bentuk
semetris ,dalam batas normal.
d. Dada
Inspeksi
Bentuk dada normal : diameter anterior posterior-transversal=1:2
Auskultas
Terdengan bunyi ronchi +
Perkusi : di temukan sonor tympani di sisi kiri
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
e. Jantung
Inspeksi :bentuk dada normal semetris
Auskultasi :Bj 1 (S1): Penutup katup mitral dan triku
Bj II(S2); Penutup katup aorta dan pulmonal=DUB
S1-SII 1 detik SI lebih kera dari SII
Perkusi : di temukan sonor tympani di sisi kiri
Palpasi: letak ictus cordis nomal.tidak ada pembengkakan.
f. Punggung
Tidak ada kelaianan
g. Abdomen
Inspeksi
Acetes tidak ada
Auskultasi
Terdengar bising usus + 18 x/mnt
Perkusi
Tidak ada suara thimpani
28
Palpasi
nyeri tekan ( - )
h. Panggul
Dalam batas normal
j. Genetalia
Pada Wanita
Tidak terkaji
Pada Pria
Tidak terkaji
k. Ekstremitas
Atas
Dalam batas normal 5/5 tangan kanan terpasang infus asering 12 tpm
Bawah
Dalam batas normal 5/5
29
Table 3.5 Pemeriksaan Radiologi
30
B. ANALISA DATA
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS Produksi sputum Bersihan jalan
Tn T mengeluh batuk dahak susah yang produktif napas tidak efektif
keluar,sesak napas.
DO
-TD : 130/100
-SUHU ; 36
-NADI : 88X/MNT
-RR : 25X/MNT
-Terpasang infus asering 12 Tpm
2
DS Penumpukan gas Gangguan rasa
Tn T mengeluhkan perutnya sakit di lambung nyaman “nyeri”
dan terasa kembung.
P : di perut
Q : terasa di remas
R : Nyeri terlokalisir
S ; Skala 2
T : hilang timbul
DO
-Perut tampak kembung
3
-klien tampak gelisah
Kurangnya Kurang
DS informasi tentang pengetahuan
Tn T tidak mengerti tentang penyakitnya tentang
penyakit yang di alaminya sekarang penyakitnya
ini.
DO
-Klien sering bertanya tentang
. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi sputum yang masi
produktif
2. Gangguan rasa nyaman “nyeri” b.d penumpukan gas di lambung
3. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya b.d kurangnya infomasi tentang
penyakitnya.
31
D. PERENCANAAN
Hari/tgl/ DIAGNOSA PERENCANAAN RASIONAL
jam INTERVENSI TUJUAN
Senin Bersihan jalan napas tidak Setelah di lakukan 1.kaji ulang fungsi 1.mengetahui keadaan
02-07- efektif b.d produksi tindakan keperawatan pernapasan,irama, umum dan mengetahui
2018 sputum yang masih 2x24 jam di harapkan kecepatan, bunyi napas. adanya abnormal pada
produktif bersihan jalan napsa 2 catat kemampuan pernapasan
sebagian teratasi dengan mengeluarkan secret dan 2.mengoptimalkan
kriteria hasil : batuk efektif. keseimbangan cairan
-klien mengatakan sudah 3.beri posisi semi fowler untuk membantu
sudah dapat 4.lakukan teraphi dada mengencerkan dahak.
mengeluarkan dahak. 5.ajarkan batuk efektif 3.fisiteraphi dada dapat
-klien mengatakan batuk 6.berikan obat pengencer memaksimalkan
berkurang dahak menjatuhkan secret yang
-batuk efektif dan ada di jalan napas.
mengeluarkan secret
-TTV :
TD :120/80-140/100
NADI :60-100x/mnt
SUHU : 36,5-37,5
32
Hari/tgl/ DIAGNOSA PERENCANAAN RASIONAL
jam INTERVENSI TUJUAN
Senin Gangguan rasa nyaman Setelah di lakukan 1. lakukan pendekatan 1. Respon klien dan
02-07- “nyeri” b.d penumpukan tindakan keperawatan pada klien dan keluarga keluarga lebih terbuka
2018 gas di lambung 2x24 jam gangguan rasa jelaskan tentang penyebab dan menerima baik
nyaman “nyeri’ sakit yang di alami. penjelasan dari perawat.
berkurang dengan kriteria 2. ajarkan pada keluarga 2. mengurangi rasa nyeri
hasil : klien agar ,memberi yang di rasakan klien.
Klien mengatakan nyeri kompres hangat pada 3. mengetahui
berkurang. daerah perut yang sakit. perkembangan setiap
-Skala nyeri 2 3. berikan posisi harinya.
- klien tidak meringgis senyaman mungkin.
TTV
TD 120/80-140/100
NADI 60-100X/MNT
SUHU: 36,5-37,5
33
Hari/tgl/ DIAGNOSA PERENCANAAN RASIONAL
Jam INTERVENSI TUJUAN
34
E. PELAKSANAAN dan EVALUASI
Nama Pasien/No.C.M : Tn T /170509 Ruang ; Bougenvil Rs dr soejono
Diagnosa Keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi sputum
masih produktif
Hari/tgl PELAKSANAAN EVALUASI
35
NADI 88x/mnt,
RR 20x/mnt
Terpasang infus asering 16
Tpm.
A :Masalah teratasi sebagian
P : Kolaburasi dengan pemberian
nebul combuvent 2.1/2 ml/ 8 jam
dan pemberian vextrim syrup
3x300 ml
36
Hari/tgl PELAKSANAAN EVALUASI
37
Rabu 1.mengajarkan keluarga klien S : Tn T Mengatakan tidak nyeri di
04-07-18 ,memberi kompres hangat di daerah perut dan tidak merasa
daerah perut yang sakit. kembung lagi.
2. mengajarkan tehnik napas dalam O :Exspresi wajah rileks,tidak
,untuk mengurangi nyeri perut meringi
A :Masalah teratasi
P : Kolaburasi dengan dokter
38
Rabu menjelaskan kepada klien dan S : Tn T dan keluarga mengatakan
04-07- keluarga tentang penyakit yang di sudah lebih mengerti tentang
18 deritanya sekarang,serta penyakit yang di deritanya sekarang
menjelaskan akibat dari merokok dan paham akan penyakitnya.
dengan penyakitnya saat ini. O : Klien dan keluarga merasa
berterima kasih dengan info yang di
berikan.
A :Masalah teratasi
P : Berikan pamplet lembar balik
pada klien dan keluarga agar di baca.
Discharge Planning
1. Pantau tanda tanda vital
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
3. Anjurkan minum 5.000 cc per hari
4. Ajarkan hidup sehat.
5. Konsultasi dengan dokter.
2. PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas masalah yang muncul dalam Asuhan
Keperawatan pada Tn. T dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis di Ruang boegenvill rumah sakit dr.soejono Magelang. Adapun
yang menjadi lingkup pembahasan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Penulis mengelola Tn. T selama 3 hari
mulai tanggal 02-07-2018 – 04-07-2018 .
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Dalam pengkajian ini penulis menggunakan beberapa cara untuk memperoleh
data menurut, yang digunakan sebagai berikut :
Dari hasil pengkajian pada tanggal 02-07-2018 dengan metode wawancara
penulis mendapatkan kesulitan karena pasien sulit bicara, sulit mengeluarkan kata
atau kalimat, sehingga penulis tidak hanya melakukan wawancara terhadap pasien,
tetapi juga ke anggota keluarga pasien seperti ke adik dan kakaknya, dan anggota
keluarga kooperatif. Saat ditanya diperoleh data yaitu keluhan utama saat dilakukan
pengkajian adalah pasien mengeluh batuk disertai sesak nafas. Keluhan tambahan
39
yang dikeluhkan pasien adalah pasien merasakan nyeri perut, pasien mengatakan
riwayat merokok, serta bekerja sebegai tukang tambal ban.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus.
Menurut teori Doenges (2000) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami batuk
disertai sesak, ketidakmampuan untuk bernafas, batuk yang menetap, adanya
produksi sputum (hijau, putih, kuning), Engram (2000) juga menambahkan
pengkajian pada pasien dengan penderita dengan penyakit paru obstruksi kronis
meliputi riwayat merokok produk tembakau, riwayat atau adanya faktor-faktor yang
dapat mencetuskan eksasebrasi seperti alergen (serbuk).
Pada pola fungsional Gordon pada pola akivitas-latihan pasien mengatakan
letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan bernafas,
sesak nafas saat istirahat setelah beraktivitas. Menurut teori Doenges (2000) pada
pengkajian aktivitas atau latihan pasien mengalami keletihan, kelemahan,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
Pada pola fungsional Gordon pada pola istirahat-tidur pasien mengatakan
kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari, pasien mengatakan
tidak dapat beristirahat dengan baik.
Dari pengkajian pada pola istirahat-tidur terdapat kesamaan antara teori
dengan kasus. Menurut teori Engram (2000) pasien mengalami batuk yang menetap
dan bertambah saat malam hari, batuk selama waktu tidur, keluhan ketidakmampuan
untuk tidur karena batuk.
Pengertian observasi menurut Nursalam (2001) adalah mengamati perilaku
dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan
keperawatan pasien. Kegiatan masalah kesehatan dan keperawatan pasien, kegiatan
tersebut mencangkup aspek fisik mental, sosial dan spiritual. Pedoman observasi ini
penulis mengembangkan dari pola fungsional Gordon.
Dari hasil observasi pada tanggal 02-07-2018 penulis mendapatkan data yaitu
pasien terlihat kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, Pasien juga
terlihat letih, pasien terlihat mandiri tapi terkadang di bantu oleh keluarga.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus.
Menurut teori Doenges (2000) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami batuk
dengan produksi sputum, pada pengkajian aktivitas atau istirahat pasien mengalami
keletihan dan kelemahan umum.
40
Dari hasil observasi yang penulis lakukan penulis menemukan pasien sering
terbangun saat tidur di malam hari, pasien terbangun 4 kali di malam hari, pasien
tidur selama 5 jam sehari. Berdasarkan data tersebut terdapat kesamaan antara teori
dengan kasus. Menurut teori Engram (2000) pasien mengalami batuk yang menetap
selama waktu tidur.
Dari hasil observasi pada tanggal 02-07-2018 penulis juga mendapatkan data
yaitu tidak ditemukannya tanda-tanda anoreksia seperti mual muntah, , nafsu makan
lumayan baik, penurunan berat badan menetap, berat badan menurun bertahap.
Berdasarkan data diatas terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus.
Menurut teori Doenges (2000) pasien dapat mengalami penurunan berat badan,
mengeluh gangguan sensasi pengecap dan keengganan untuk makan atau kurang
tertarik pada makanan. Pada saat dilakukan pengkajian penulis tidak mendapatkan
tanda-tanda tersebut karena pasien mengatakan nafsu makan baik, makan 3 kali
sehari, habis 1 porsi, dan tidak mengalami mual dan muntah, pasien juga diberikan
terapi cairan berupa Asering dan dilakukan terapi neboliser berupa nebul combivent
2.1/2 ml/8 jam.
41
d. Perkusi yaitu pemeriksaan fisik dengan jalan mengetuk untuk membandingkan
kiri kanan pada setiap daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara.
Dari hasil pengkajian pada tanggal 02-07-2018 dengan teknik perkusi penulis
mendapatkan data yaitu pada perkusi ditemukan bunyi pekak pada paru.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus yaitu pada
teori Doenges (2000) pada pemeriksaan perkusi : bunyi pekak pada area paru
misalnya cairan, mukosa.
e. Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara yang dihasilkan
oleh tubuh dengan menggunakan stetoskop. Dari hasil pengkajian pada tanggal 02-
07-2018 dengan teknik auskultasi penulis mendapatkan data yaitu terdengar
auskultasi : bunyi nafas mengi, ronkhi pada paru bagian kanan.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus.
Menurut teori Doenges (2000) bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi
mengi, menyebar, lembut atau krekels lembab kasar, ronkhi sebelah kanan paru.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2000) yaitu cara
mengidentifikasikan, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta
respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi serta untuk mengekspresikan bagian
identifikasi masalah dari proses keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori Doenges (2000) untuk kasus penyakit paru
obstruksi kronis ada 4 diagnosa keperawatan yaitu bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan gangguan suplly oksigen, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama. Dan teori Engram (2000)
ada 2 diagnosa keperawatan yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan supply O 2 dan gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk
menetap. Untuk itu penulis menjelaskan mengapa hal ini terjadi dan diagnosa
keperawatan tersebut diidentfikasi sebagai masalah yang perlu dipecahkan.
Diagnosa keperawatan yang tercantum pada teori dan ditemukan pada kasus,
yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
42
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan
kebersihan jalan nafas (Amin, 2013). Batasan karakteristiknya antara lain pernyataan
kesulitan bernafas, perubahan kedalaman atau kecepatan pernafasan, pengunaan otot
aksesori, bunyi nafas tak normal misalnya mengi, ronkhi, krekels, batuk (menetap)
dengan atau tanpa produksi sputum (Doenges, 2000).
Diagnosa ini muncul karena adanya data pendukung yaitu pasien mengeluh
sesak nafas disertai batuk , pasien mengatakan riwayat merokok, serta bekerja tukang
tambal ban, pasien terlihat kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, ,
terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, pada perkusi ditemukan bunyi pekak pada
paru, auskultasi :, ronkhi pada paru bagian kanan, respirasi 26 x/menit.
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan peningkatan produksi sekret pada diagnosa pertama karena
pasien membutuhkan oksigen dan salah satu kebutuhan fisiologis manusia
menurut Hidayat (2008) adalah oksigen atau bernafas. Dan apabila diagnosa ini tidak
diatasi maka dapat mengancam nyawa pasien.
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Doenges (2000) adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan
kriteria hasil menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan misalnya batuk
efektif dan mengeluarkan sekret
Intervensi yang di implementasikan oleh penulis pada tanggal 02-07- 2018
antara lain melakukan auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya
mengi, krekels, ronkhi, rasional : obstruksi jalan nafas ditandai dengan bunyi nafas
krekels, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi. Mengkaji frekuensi nafas,
rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat obstruksi jalan nafas,
pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Mencatat adanya penggunaan otot bantu pernafasan, rasional menandakan adanya
infeksi atau reaksi alergi. Memberikan posisi semifowler, rasional pasien merasa
nyaman dan memudahkan pengembangan paru untuk bernafas. Membantu latihan
nafas dengan bibir dimonyongkan, rasional mengatasi sesak nafas. Mengobservasi
karakteristik batuk dan mengajarkan batuk efektif, rasional membantu mengeluarkan
sekret. Memberikan air matang hangat, rasional mengencerkan sekret dan
43
mempermudah pengeluaran sekret. Memberikan terapi combivent, rasional
melonggarkan jalan nafas dan menurunkan produksi mukosa.
Kekuatan dalam pelaksanaan tindakan adalah pasien dan keluarga sangat
kooperatif terhadap semua tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
sesak nafasnya. Kelemahannya adalah penulis membutuhkan ketelatenan, ketelitian
dan kesabaran untuk mengatasi sesak nafas yang dialami pasien.
44
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan peningkatan produksi sekret pada hari senin 02-07-2018 jam
05.30 adalah :
S :Pasien mengatakan sesak nafas berkurang, pasien mengatakan lega setelah
dilakukan nebulizer karena pasien dapat mengeluarkan dahak, pasien mengatakan
batuk berkurang setelah minum obat vextrim sirup, respirasi 21 x/menit.
O:Nebulizer combivent 2,5 masuk via inhalasi, sekret keluar berwarna putih purulen,
suara nafas mengi dan ronkhi pada paru kanan masih ada, wheezing sudah
menghilang, pasien dapat mempraktekkan batuk efektif.
A:Diagnosa keparawatan bersihan jalan nafas tidak efektif belum teratasi.
P :Lanjutkan intervensi :
Auskultasi suara nafas tambahan
Berikan terapi nebulizer
Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan dengan minum air matang hangat agar
sekret dapat keluar.
45
. c. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien
dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha
untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji
kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis
maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada
dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan
berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut:
a. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri
b. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman
c. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
d. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
e. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri
saat dirumah.
Kekuatan selama pelaksanaan rencana keperawatan ini adalah pasien
memiliki motivasi yang besar untuk melakukan aktivitas secara mandiri,
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan
dengan menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya, klien
melaporkan adanya penurunan r4asa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan
psikologis yang dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri.
S : Tn T Mengatakan nyeri di daerah perut sudah berkurang ,dan tidak merasa
kembung lagi.
O :Exspresi wajah rileks,tidak meringis
A :PMasalah teratasi
46
P : Pantau TTv
Anjurkan rileksasi
Ajarkan posisi semifowler
Kolaburasi dengan pemberian obat analgetik
3. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya.
Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif
yang tidaka dekuat terhadap pengetahuan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan klien dan
keluarga bertambah.Penulis memprioritaskan diagnosa ini pada urutan ketiga karena
pada saat klien bertanya perawat menjelaskan terkait penyakitnya, Respon klien merasa
puasa atas apa yang diinformasikan terhadap perawat.
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Engram (2000) adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pengetahuan
klien dan keluarga bertambah
Intervensi yang dilakukan ke pasien yakni kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga, jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat, gambarkan tanda dan gejalan
yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat, gambarkan proses penyakit
dengan cara yang tepat, sediakan bagi keluarga informasi tentang kemanjuan pasien
dengan cara yang tepat, diskusikan pilihan terapi atau penanganan.Kekuatan selama
pelaksanaan perencanaan keperawatan ini adalah pasien dan anggota keluarga pasien
kooperatif.
Evaluasi pada hari Jumat tanggal 02-07-2018 pukul 05.30 untuk diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
S :Tn T dan keluarga mengatakan sudah lebih mengerti tentang penyakit yang di
deritanya sekarang.
O :Klien dan keluarga merasa berterima kasih dengan info yang di berikan. A :
Masalah teratasi.
P : Berikan pamplet lembar balik pada klien dan keluarga agar di baca
47
Studi dokumentasi menurut Arikunto (2002) adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku dan sebagainya, sebagai data
penunjang.
Pada studi dokumentasi diperoleh identitas pasien, pemeriksaan sputum. Hasil
pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 02-07-2018 untuk pemeriksaan meliputi :
terapi cairan asering 12 Tpm, Injeksi cepotaksin 1 gram 2x1, Injeksi methi 125 gram
2x1, Vectrim syrup 300 ml 3x1, nebul combivent 2.1/2 ml/8 jam, injeksi lazix 2 ml
1x1, valsatram 80 ml 1x1.
Dalam melakukan pengkajian penulis memperoleh faktor pendukung dalam
melakukan pengkajian yaitu pasien dan keluarga kooperatif dan bersedia menjawab semua
pertanyaan penulis, adanya rekam medis atau status klien yang membantu penulis dalam
melengkapi data dan perawat ruangan yang membantu dalam proses pengumpulan data.
Sedangkan faktor penghambat dalam melakukan pengkajian karena pasien koperatif,
sehingga penulis melakukan wawancara terhadap pasien, tetapi juga ke anggota keluarga
pasien seperti ke istri dan anak.
48
BAB IV
A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif
Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan
COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga
penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan Chronic
Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa yang utama pada penderita PPOK yaitu
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum
B. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena
itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.
49
DAFTAR PUSTAKA
Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut B Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam
50