Program Kerja Tim Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting Edit
Program Kerja Tim Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting Edit
Program Kerja Tim Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting Edit
Citra Keluarga
Jl. Urip Sumoharjo 189 Kediri (0354) 686428 / Fax (0354) 686589
[email protected]
M E M U T U S K AN
Ditetapkan : di Kediri
Pada tanggal :
Direktur RSIA Citra Keluarga
Citra Keluarga
Lampiran 1 Jl. Urip Sumoharjo 189 Kediri (0354) 686428 / Fax (0354) 686427
[email protected]
Jenis Surat : Keputusan Direktur RSIA
Citra Keluarga
Nomor :
Tentang : Tim Penurunan Prevalensi dan Wasting RSIA Citra Keluarga
PROGRAM KERJA
TIM PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING (PPSW)
TAHUN 2023
I. PENDAHULUAN
Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
wajar, mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Mereka juga berhak
memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,
mental, spiritualdan sosial, sepertitercantum dalam Undang-undang Perlindungan Anak
Nomor 23 Tahun 2002. Semua pihak berperan dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif agar anak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan menjadi
generasi berkualitas.
Anak bebas gizi buruk termasuk komitmen bersama dunia, termasuk Indonesia.
Komitmen dunia internasional, tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development Goals) butir kedua yang menegaskan pentingnya'Mengakhiri
kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan gizi, serta menggalakkan
pertanian yang berkelanjutan". Ditingkat nasional, hal ini sejalan dengan Nawacita dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Untuk mencapaitujuan tersebut,
penanggulangan masalah kekurangan gizi, termasuk gizi buruk, perlu ditingkatkan.Balita
dengan gizi buruk mempunyai dampak jangka pendek dan panjang, berupa gangguan
tumbuh kembang, termasuk gangguan fungsi kognitif, kesakitan, risiko penyakit
degeneratif di kemudian hari dan kematian. Situasi status gizi kurang (wasting) dan
stunting pada balita di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik pada tahun 2014 masih jauh
dari harapan. Indonesia menempati urutan kedua tertinggi untuk prevalensi wasting di
antara 17 negara di wilayah tersebut, yaitu 12,1o/o. Selain itu, cakupan penanganan kasus
secara rerata di 9 negara diwilayah tersebut hanya mencapai 2%.
Komitmen Pemerintah dalam penanggulangan gizi buruk pada balita telah lama
didengungkan ditingkat nasional dan ditindal(-lanjuti melalui berbagai upaya. Misalnya,
melalui upaya penyuluhan gizi, peningkatan cakupan penimbangan balita, pemberian
makanan tambahan (PMT) pemulihan bagi balita dengan gizi kurang, peningkatan
kapasitas petugas dalam tata laksana balita gizi buruk, pembentukan Therapeutic
Feeding Centrc (TFC) dan Community Feeding Centre (CFC) sebagai pusat- pusat
pemulihan gizi di faskes. Selain itu, pada tahun 2016 dikembangkan perangkat lunak
yang menghasilkan data elektronik status gizi balita menurut nama dan alamat, walaupun
cakupannya masih terbatas. Namun, berbagai upaya tersebut belum optimal dalam
menanggulangimasalah balita gizi buruk. Perbaikan kualitas pelayanan dan peningkatan
kerjasama lintas sektor/program, serta keterlibatan masyarakat diperlukan untuk
menanggulangi masalah kekurangan gizi pada balita untuk mencegas stunting dan
wasting.
Upaya lntegrated Management of Acute Malnutrition (IMAM) atau Pengelolaan
Gizi Buruk Terintegrasitelah dianjurkan oleh WHO, UNICEF, WFP dan UNSSCN sejak
lama. Upaya ini menekankan pentingnya peran serta aktif keluarga/masyarakat dan
lintas sektor terkait dalam penanggulangan gizi buruk pada balita. Upaya ini telah
dilaksanakan paling sedikit di70 negara, antara lain Timor-Leste, Kambodia, Korea Utara
dan Vietnam. Di lndonesia, sejak tahun 2015, upaya tersebut dilaksanakan dalam
tahapan ujicoba di6 kecamatan di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur,
dengan bantuan UNICEF. Dari sekitar 6000 balita yang dipantau setiap bulan, ditemukan
719 balita dengan gizi buruk, yang kemudian dengan tatalaksana kasus yang baik,
tingkat kesembuhannya dapat mencapai 79% pada tahun 2017.Sementara diketahui,
sesuai data dinkes, tahun 2018 jumlah kasus stunting dikota bojonegoro sebesar 8,76%
(6.941 balita), menurun ditahun 2019 menjadi 7,45 % (5.868 balita) Dan februari tahun
2020 turun 6.87% (5.192 balita).
Dengan jumlah penduduk lndonesia sekitar 260 juta pada tahun 2017 dan
propolsi balita (0-59 bulan) sekitar 8,8%, maka jumlah balita total sekitar 23 juta.
Perkiraan jumlah balita dengan gizi buruk adalah: 3,5% x 23 juta = 805.000 balita.
Dengan cakupan penanganan balita gizi buruk yang diperkirakan mencapai sekitar
20.000 balita pada tahun 2017, maka cakupan penanganan kasus balita dengan gizi
buruk baru mencapai sekitar 2,5 % dari perkiraan jumlah total balita gizi buruk.
Rendahnya cakupan pelayanan gizi buruk pada balita ini merupakan tantangan yang
sangat besar dalam upaya menurunkan prevalensigizi buruk pada balita.
Upaya Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi tersebut perlu diperluas untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas layanan penanganan balita dengan gizi buruk di
lndonesia. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan menjadi
rujukan penanganan balita giziburuk. Oleh karena itu, RSIA Citra Keluarga Kediri
menyusun Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita untuk
PENURUNAN PREVALENSI STUNTING DAN WASTING.