Pers Yeni Wulandari

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Makalah

TEORI PERS DAN HUBUNGANNYA DENGAN


SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA.

Disusun oleh :

Yeni Wulandari (51120165)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS FISIPKUM UNIVERSITAS SERANG
RAYA
2022
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pers merupakan sebuah media dalam menyampaikan informasi, dalam

suatu negara Indonesia sistem pemerintahan dan sistem Pers berjalan seiringan.

Dimana sistem pers menjadi media komunikasi antara pemerintahan dan juga

masyarakat atau publik. Dalam menyampaikan informasinya Pers harus mampu

mempertanggungjawabkan atas opininyang terbentuk oleh Publik.

Oleh kana itu dibutuhkan peran Pers yang mampu menjalankan tugas dan

fungsinya sebagai media komunikasi antara pemerintahan dan juga masyarakat

sekaligus sebagai media pengawas kinerja pemerintah oleh masyarakat.

Perkembangan pers yang menyesuaikan sistem pemerintahan juga membuat pers

berjalan sebagai partisipan jaannya suatu prose pemerintahan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Pers ?

2. Apa yang dimaksud sistem Pers Indonesia?

3. Apa yang dimaksud hubungan sistem Pers dengan Sistem Pemerintahan

Indonesia?

2.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui Apa itu Pers

2. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud sistem Pers Indonesia

3. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud hubungan sistem Pers dengan

Sistem Pemerintahan Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PERS
2.1.1 Definis Pers
Pengertian Pers Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara

harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak

atau publikasi secara dicetak. Pengertian pers menurut Rachmadi (1990), dibatasi

pada pengertian luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers

mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang

berfungsi memancarkan atau menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran,

atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Berdasarkan

pengertian itu kemudian dikenal dengan istilah jurnalistik radio, jurnalistik

televisi, jurnalistik pers.

Dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pers dalam arti

sempit, Pers digolongkan dalam produk-produk penerbitan yang melewati proses

percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan

dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. Pers atau media massa lahir

untuk menjembatani komunikasi antar massa. Massa adalah masyarakat luas yang

heterogen, tetapi saling bergantungan satu sama lain. Ketergantungan antar massa

menjadi penyebab lahirnya media yang mampu menyalurkan hasrat, gagasan, dan

kepentingan antar individu agar diketahui dan dipahami oleh orang lain. Pers juga

berperan untuk menghubungkan pesan antara masyarakat dan pemerintah.


2.1.2 Teori -Teori Pers

Terdapat empat teori Pers jika dilihat dari buku Fred Siebert, Theodore

Peterson, danWilbur Schramm yang berjudul Four Theories of the Press. Yaitu

Teori Otoriter, Teori Liberal, Teori Tanggung Jawab Sosial, dan Teori Otoriter

Sosialis Komunis. Pada setiap teori terdapat perbedaan. Diantaranya adalah

sumber setting masyarakat, tujuan pokok, pengguna media, pengendali media,

larangan di medi kepimilikan media, dan perbedaan utama. Berikut ini adalah

penejlasa mengenai empat teori menurut Fred Siebert, Theodore Peterson,

danWilbur Schramm yaitu:

1. Teori Pers Otoriter (Authoritarian Theory)

Teori ini lahir pada abad ke-16 di Inggris disaat masih banyaknya negara

otoriter pada masa itu. Pada teori Pers seperti ini, Pers tidak boleh mengkritik alat-

alat negara dan penguasa. Rakyat tidak memiliki hak penuh dalam

mengaspirasikan pendapatnya dan tidak bisa menyampaikan opini melalui pers.

Dalam teori Pers ini, fungsi pers hanya sekadar menyampaikan apa yang

diinginkan penguasa untuk diketahui oleh rakyat.

Pada Teori Otoriter, Pers menjadi kepanjangan tangan kebijakan

pemerintayangsedang berkuasa dan melayani negara. Meskipun kepemilikannya

bukan dari pemerintah, namun pemerintahlah yang menguasai sistem ini.

Tujuanya sendiri adalah kekuatan absolutraja. Sedangkan hak penggunaan media

dipegang oleh kerajaan. Intinya, setiap hal yang berkaitan dengan Teori Otoriter

merupakan kekuasaan pemerintahan


2. Teori Pers Bebas (Libertarian Theory)

Pada teori seperti ini, Pers menuntut kebebasan yang seluas-luasnya. Hal

ini bertujuan untuk membantu manusia dalam mencari kebenaran tanpa harus

dikekang oleh pihak yang berkuasa. Teori pers ini berpandangan bahwa

manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak secara alamiah untuk mengejar

kebenaran dan mengembangkan potensi bila diberikan kebebasan menyatakan

pendapat.

Dalam Teori Liberal, terjadi penentangan kepada sistem otoriter. Pers

tidak tunduk kepada negara karena kepemilikan berada di tangan individu atau

swasta yang memiliki uang.Media menjadi alat untuk mengawasi pemerintah

dan memenuhi kebutuhan lain. Teori ini dikendalikan melalui proses

pembuktian, pembenaran, dan pengadilan. Tetap ada pelarangandalam Teori

Liberal. Diantaranya tidak boleh memfitnah, tindakan senonoh,

ketidaksopanan,hasutan, dalam masa peperangan.

3. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responbility)

Pada teori ini, pers menjadi forum yang dijadikan sebagai tempat untuk

memusyawarahkan berbagai masalah dalam rangka tanggung jawab terhadap

masyarakat/orang banyak (sosial). Teori tanggung jawab sosial berasumsi

bahwa media massa khususnya televisi dan radio merupakan milik publik. Jadi,

apabila media massa dijadikan kendaraan politik suatu partai atau orang maka

sudah melanggar aturan dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Pers

harus bertanggung jawab kepada masyarakat untuk melaksanakan tugas pokok


komunikasi massa. Pemerintah juga memiliki hak untuk mengatur jika

kepentingan publik dirasa sudah mulai terancam.

Teori Tanggung Jawab Sosial menyatakan bahwa kebebasan

individuyang diberikan haruslah tidak terbatas. Batasanya adalah tanggung

jwab sosial individu berikut institusi pers dalam menyatakan pendapat. Media

harus mengemban tugas tanggung jawab sosial, bila tidak suatu pihak harus

memaksanya. Tujuan pokok teori ini terletak pada W.E Hocking tentang

komisi kebebasan pers, para praktisi & UUD Media.

Siapapun berhak memiliki pendapat atau mengungkapkan pendapat

selama bertanggung jawab. Karena peran sosial yang besar, maka teori ini

dikendalikan melalui pendapat masyarakat, tindakankonsumen, dan etika

profesional. Adanya larangan ketika terdapat gangguan serius dalam hak

pribadi, kepentingan sosial yang vital. Kepemilikannya adalah swasta, kecuali

pemerintahharus ambil alih.

4. Teori Pers Komunis (Marxist)

Pada teori ini, pers merupakan alat pemerintah dan harus tunduk serta

melakukan yang terbaik terhadap pemerintah. Upaya yang dilakukan pers akan

dianggap sebagai bentuk perlawanan apabila tidak tunduk terhadap pemerintah.

Pada teori ini, pers bukan merupakan milik pribadi sehingga masyarakat

memiliki hak untuk mencegah dan menghukum pers apabila dinilai tidak sesuai

atau melanggar ketentuan yang telah menjadi komitmen nilai bersama dalam

komunitas masyarakat tersebut.


Dalam sistem komunis yang sosial, tidak ada hak individu karena yang

diutamakan adalah hakmasyarakat. Media yang dimiliki pemerintah

dikendalikan dengan yang murni membelakepentingan negara. Teori ini

mempunyai tujuan dengan paham Maxist Leninist, Stalinstdengan campuran

Hegel dan Rusia abad 19. Pengendalian dilakukan melalui pengawasan

dannilai ekonomi tindakan politis pemerintah. Karena itu pula teori ini

melarang mengkritiktujuan partai yang berbeda dengan taktik

2.2 Sistem Pers Indonesia

Sebagaimana telah dijelaskan pada awal, sistem pers senantiasa tunduk dan

mengikuti sistem politik dimana ia berada, maka perkembangan sistem pers di

Indonesia dapat dilihat dari masa perjuangan hingga era reformasi saat ini

1. Masa Perjuangan

Pers di Indonesia mulai berkembang jauh hari sebelum negara Indonesia

diproklamasikan. Pers telah dipergunakan oleh para pendiri bangsa sebagai

alat perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Sejak pertengahan abad ke

18, orang-orang Belanda mulai memperkenalkan penerbitan surat kabar di

Indonesia.

Penguasa kolonial mengekang pertumbuhan pers (sistem pers otoriter),

meskipun penerbitnya terdiri dari orang-orang Belanda sendiri. Tetapi surat

kabar yang tumbuh pada akhir abad ke 19 hingga awal abad berikutnya, juga

merupakan sarana pendidikan dan latihan bagi orang-orang Indonesia yang

memperoleh pekerjaan di dalamnya. Dalam proses selanjutnya, terjadilah


pembauran antara pengasuh pers dan masyarakat yang mulai terorganisasi

dalam klub-klub studi, lembaga-lembaga sosial, badan-badan kebudayaan,

bahkan gerakangerakan politik. Wartawan menjadi tokoh pergerakan, atau

sebaliknya tokoh pergerakan menerbitkan pers. Sejak lahirnya Budi Utomo

pada bulan mei 1908, pers merupakan sarana komunikasi yang utama untuk

menumbuhkan kesadaran nasional dan meluaskan kebangkitan bangsa

Indonesia.

2. Masa Kemerdekaan

Antara awal kemerdekaan dan sepanjang masa Demokrasi Terpimpin,

hingga menjelang Orde Baru tahun 1966, kehidupan politik, terutama dunia

kepartaian, sangat berpengaruh terhadap perkembangan pers nasional. Pola

pertentangan antara kelompok pemerintah dan kelompok oposisi dalam

dunia kepartaian juga ditumbuhkan dalam dunia pers, sehingga timbul di

satu pihak pers pendukung pemerintah (tepatnya prokabinet) dan di lain

pihak pers oposisi.

Konfigurasi sikap dan kedudukan pers berubah seiring dengan terjadinya

perubahan konfigurasi politik kepartaian dan pemerintahan. Bahkan

sebagian pers memilih pola pers bebas seperti di negara liberal, dengan

kadar kebebasan dan persepsi tanggung jawab yang banyak ditentukan oleh

wartawan secara individualis. Sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959,

yang memberlakukan kembali UUD 1945, pola pertentangan partai masih

bertahan. Pada masa Demokrasi Terpimpin tersebut, wartawan Indonesia

umumnya, dan Persatuan Wartawan Indonesia (didirikan pada tanggal 9


Pebruari 1946) khususnya, tetap berpegang teguh pada dasar negara

Pancasila dan UUD 1945

3. Masa Orde Baru

Orde Baru bangkit sebagai puncak kemenangan atas rezim Demokrasi

Terpimpin yang pada hakikatnya telah dimulai sejak tahun 1964 tatkala

kekuatan Pancasila, termasuk pers, mengadakan perlawanan terbuka

terhadap ofensif golongan PKI melalui jalur Manipolisasi dan

Nasakomisasi. Kehancuran G30S/PKI merupakan awal ’pembenahan’

kehidupan nasional, pembinaan di bidang pers dilakukan secara sistematis

dan terarah.

Pada masa ini produk perundangan pertama tentang pers adalah UU no

11 tahun 1966. Pengembangan pers nasional lebih lanjut diwujudkan

dengan mengundangkan UU no 21 tahun 1982 sebagai penyempurnaan UU

no 11/1966. Penciptaan lembaga Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)

mencerminkan usaha nyata ke arah pelaksanaan kebebasan pers yang

dikendalikan oleh pemerintah atau kebebasan pers yang bertanggung jawab

pada pemerintah, suatu bentuk pengadopsian terhadap teori pers otoriter.

Tidak adanya kebebasan berpendapat dan kebebesan pers membuat

media di Indonesia pada rezim Orde Baru tidak pernah berhasil mengangkat

dirinya sebagai pilar keempat demokrasi. Satu hal lainnya adalah struktur

organisasi media itu sendiri – sebagai corong bagi kepentingan pemilik

modal dan kelompok usahanya – mau tidak mau membuat media harus
tunduk kepada aturan main di dalam perusahaan yang kerap mencerminkan

ketergantungan antara pemiliknya dan pemerintah. Pemerintah Orde Baru

menganggap pers yang bebas akan dapat mengganggu stabilitas negara,

keamanan dan kepentingan umum, sehingga laju kebebasannya harus

dikontrol dengan ketat

4. Era Reformasi

Pada tahun 1998, lahir gerakan reformasi terhadap rezim Orde Baru.

Keberhasilan gerakan ini, melahirkan peraturan perundangan-perundangan

sebagai pengganti peraturan perundangan yang menyimpang dari nilai-nilai

Pancasila, UU no 40 tahun 1999 merupakan salah satu contoh. Sejak sistem

politik Indonesia mengundangkan UU no 40 tahun 1999, secara normatif,

pers Indonesia telah menganut teori pers tanggungjawab sosial (kebebasan

pers yang bertanggung jawab pada masyarakat/kepentingan umum).

Berbeda dengan UU no 11 tahun 1966 juncto UU no 21 tahun 1982

yang memberi kewenangan pada pemerintah untuk mengontrol sistem pers,

UU no 40 tahun 1999 memberi kewenangan kontrol kepada masyarakat.

Penanda itu terletak antara lainPenanda itu terletak antara lain pada pasal 15

dan 17 UU no 40 tahun 1999. sistem pers di Indonesia pada era reformasi

termasuk sistem pers bebas dan tidak bertanggung jawab, yaitubahwa sistem

pers di Indonesia benar-benar telah begitu bebas, sehingga gagal untuk

mengedepankan prinsip-prinsip dasar jurnalistik, dan tidak punya peran

positif dalam masyarakat. Banyak media yang melanggar prinsip dasar

jurnalistik, yaitu dalam menyampaikan kebenaran.


Sistem pers didikte oleh kekuatan pasar, isinya cenderung sensasional,

kurangisinya cenderung sensasional, kurang penghargaan pada etika,

banyak kekerasan dan pornografi, berita bohong dan provokatif,

pembunuhan karakter, wartawan amplop, maupun iklan yang

menyesatkan.Pers kerap dipakai sebagai kepentingan pers kerap dipakai

sebagai kepentingan politik pribadi ataupun kelompok tertentu. Hal ini

sebagai dampak pemusatan kepemilikan media pada segelintir orang

2.3 Hubungan Sistem Pers Dengan Sistem Pemerintahan Indonesia


Sistem Pemerintahan dan Sistem Pers dalam sebuah negara tentunya tidak

dapat dipisahkan, dimana sistem Pers yang digunakan dalam suatu negara

merupakan bagian atau subsistem dari sistem komunikasi, dimana dalam

menjalankan pemerintahan tentunya dibutuhkan komunikasi yang baik antara

masyarakat dengan pemerintah, oleh karna itu Pers lah yang menjadi jembatan

komunikasi antara pemerinta dan masyarakat.

Begitu pula diIndonesia, dimana Pers lah yang menjadi meda komunikasi

antara pemerintah dan masyarakat, pers berkewajiban memberikan informasi

kepada masyarakat mengingat di Indonesia Pers menjadi salah satu media

kontroling yang digunakan masyarakat mengenai jalannya pemerintahan yang

ada, oleh karna itu Pers harus menjadi media yang Netral dalam menyampaikan

informasi yang sebenar-benarnya.


Dengan demikian Pers setidaknya memiliki lia fungsi dalam menjalankan

tugasnya, yaitu :

a. Pers wajib bertindak dalam mengumpulkan fakta maupun peristiwa

yang terjadi yang kemudian di sampaikan kepada publik

b. Pers dalam menyampaikan informasi kepada publik tentunya harus serta

menjabarkan penyebab dan implikasi dari peristiwa tersebut dengan

lengkap dan tepat

c. Pers juga harus mampu menjadi media yang mampu bersikap

representative dalam mewakilkan publik dalam menyampaikan

perlawana kepada pemerintah.

d. Pers dituntut mampu bertanggung jawab terhadap opini yang

ditimbulkan masyarakat atas informasi yang diberikan kepada Publik

e. Pers juga harus mampu melihat dirinya seniri sebagai partisipan dalam

proses pemerintahan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sistem Pemerintahan dan Sistem Pers dalam sebuah negara

tentunya tidak dapat dipisahkan, karna pada dasarnya dalam menjalankan

pemerintahan tentunya dibutuhkan komunikasi yang baik antara

masyarakat dengan pemerintah, oleh karna itu Pers lah yang menjadi

jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Di Indonesia

sistem Sistem Pers tidak dapat luput dari sistem Pemerintahan. Mulai dari

masa perjuangan sampai era Reformasi, sistem pers terus berjalan

menyesuaikan sisem pemerintahan yang bereda-beda tersebut.

Anda mungkin juga menyukai