Fulltext BK Yusdiansyah Ip
Fulltext BK Yusdiansyah Ip
Fulltext BK Yusdiansyah Ip
BAB I
PENDAHULUAN
1
Mereka tokoh-tokoh ilmu perundang-undangan di Jerman, Lihat lebih
lanjut Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan dasar-dasar dan
Pembentukannya, Sekretariat Konsorsium Ilmu Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta, 1996.
1
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
GESETZGEBUNGSWISSENSENSCHAFT
(ILMU PENGETAHUAN PER-UU-AN DLM ARTI LUAS)
GESETZGEBUNGSTHEORIE GESETZGEBUNGSLEHRE
(TEORI PERUNDANG- (ILMU PERUNDANG-
UNDANGAN) UNDANGAN DLM ARTI
menjelaskan dan menjernihkan SEMPIT)
pemahaman dan yang bersifat Cabang atau sisi yang berorientasi
kognitif pada melakukan perbuatan
pelaksanaan dan bersifat
normatif. (MEMBENTUK
PERATURAN)
GESETZGEBUNGS
VERFAHRENSLE
HRE GESETZGEBUNGS GESETZGEB
(ILMU TENTANG METHODENLEHRE UNGS
PROSES PER-UU- (METODA PER-UU-AN) TECHNIK
AN) LEHRE
Ilmu pengetahuan per-uu-an dlm arti luas (ILMU
adalah ilmu
pengetahuan interdisipliner (menyatu titikkan TENTANG
pemahaman,
paradigma, dan metoda berbagai disiplin ilmu) TEKNIK mengenai
PER-
pembentukan peraturan hukum oleh negara. Terbagi UU-AN)
menjadi dua
2
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
2. Peristilahan
Istilah Gesetzgebung atau perundang-undangan
mempunyai dua pengertian yaitu proses pembentukan/proses
membentuk peraturan perundang-undangan dan yang kedua berarti
3
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
4
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
Kesimpulan :
Istilah yang akan digunakan dalam perkuliahan ini adalah
perundang-undangan untuk menunjukan proses pembuatan dan
peraturan perundang-undangan untuk memberi arti peraturan yang
lahir karena perundang-undangan.
BAB II
HUKUM NASIONAL INDONESIA
5
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
2
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Terjemah oleh Somardi,
Rimdi Press, Bandung, 1995, hlm. 304.
3 Bagir Manan, Pembangunan Hukum untuk mewujudkan Keadilan dan
Kebenaran, Makalah, Bandung, 2000, hlm.2.
6
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
4
Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia (satu kajian teoritik), Makalah,
Jakarta, 2000, hlm 10.
7
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
8
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
8
O. Notohamidjojo, dalam Bintan R. Saragih, Peranan … Op.cit. , hlm. 15-
16.
9
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), liberty,
Yogyakarta, 1991, hlm. 58.
9
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
10
Ibid. Lihat juga C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1979, hlm. 38-44.
11
Sudikno Mertokusumo, Mengenal … op.cit..
12
Lihat Qur’an Surat Al-A’raf ayat 29
13
Lihat Qur’an Surat An- Nisa Ayat 135.
14
Lihat Qur’an Surat Al Maidah Ayat 8.
15
Salah seorang tokoh yang menggagasnya di Indonesia adalah Mochtar
Kusumaatmadja.
10
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
16
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam
Pembangunan Nasional, Bandung, Bina Cipta, tanpa tahun, hlm. 2.
11
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
12
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
21
Sjachran Basah, Perlindungan hukum terhadap sikap tindak administrasi
negara,Alumni, Bandung, 1992, hlm. 13-14. Lihat juga Sjachran Basah, Tiga
tulisan tentang Hukum, Armico, Bandung 1986, hlm. 24-25.
22
Frans Magnes Suseno, Etika Politik – Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern-, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hlm. 114.
13
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
14
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
E.M. MEYERS
hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa
dalam melakukan tugasnya.
15
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
LEON DUGUIT
hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan
yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang
jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang
mel7akukan pelanggaran itu.
IMMANUEL KANT
hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak
bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan
kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum
tentang kemerdekaan.
S.M. AMIN
hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang
terdiri dari norma dan sanksi-sanksi dengan tujuan mengadakan
ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan
ketertiban terpelihara.
M.H. TIRTAATMIDJAJA
hukum adalah semua aturan atau norma yang harus diturut dalam
tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan
itu akan membahayakan diri sendiri, atau harta, umpamanya orang
akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
16
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
17
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
23
Suwoto, Kekuasaan Dan Tanggung Jawab Presiden Republic Indonesia,
Disertasi, Universitas Airlangga, Surabaya, 1990, Hlm. 75-77. Untuk
pembentukan peraturan perundang-undangan tidak ada kewenangan yang
asalnya dari mandat.
18
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
24
N.E. Negra, (et al), Kamus Istilah …, Jakarta : Binacipta, 1983, Hlm. 36.
25
Ibid., Hlm. 91.
26
Ibid, hlm. 286.
19
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
27
De Haan P. Th. G. Drupsteen en R. Fernhout, Bestuurrechts in de sociale
Rechtsstaat, p.207, dalam Philipus H. hadjon, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1993, Hlm 57.
20
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
28
Lihat Suwoto, Kekuasaan dan…. , Op. Cit. , Hlm. 82-83. Lihat juga
R.J.H.M. Huisman, Algemeen bestuursrecht, een inleiding, kobra, Amsterdam,
tanpa tahun, Hlm. 7.
29
Van Wijk/Konijnembelt, Hoofdstukken Van Administratief Recht, Vijfde
druk, Vuga S’Gravenhage, 1948, Hlm. 52 ditambahkan dari Moh. Hatta
Akhmad Kompetensi…, Op. Cit. , Hlm. 29.
21
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
22
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
23
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
30
Laporan Akhir Hasil Penelitian Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Tentang Pengaturan Tata Ruang Indonesia , Desember 1989, Hlm. 82.
24
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
25
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
26
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
BAB III
HUBUNGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DENGAN NEGARA HUKUM
27
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
28
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
29
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
30
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
31
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
32
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
33
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
31
Bagir Manan, Fungsi dan Materi peraturan Perundang-
undangan,Makalah pada penataran dosen Pendidikan dan Latihan Kemahiran
Hukum BKS-PTN bidang hukum sewilayah barat, Fakultas Hukum Universitas
Lampung, Bandar Lampung, 1994, hlm. 16.
34
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
32
Untuk pembaharuan hukum peraturan perundang-undangan merupakan
instrumen yang efektif dibandingkan dengan hukum kebiasaan atau
yuirsprudensi, hal ini terjadi karena pembentukan peraturan perundang-
undangan dapat direncanakan sehingga pembaharuan hukumpun dapat
direncanakan. Pembaharuan hukum disini bukan hanya pembaharuan terhadap
peraturan perundang-undangan tetapi termasuk di dalamnya pembaharuan
terhadap yurisprudensi, hukum kebiasaan, dan hukum adat.
33
Seperti uraian pada sub B dikatakan bahwa di Indonesia masih berlaku
berbagai sistem hukum, dan pembangunan sistem hukum melalui pembentukan
peraturan perundang-undangan dalam rangka menintegrasikan berbagai sistem
hukum tersebut sehingga tersusun dalam satu tatanan yang harmonis satu sama
lain.
34
Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih
tinggi dibandingkan dengan hukum tidak terlulis (hukum adat, hukum
kebiasaan, hukum yurisprudensi) dan kepastian hukum dari peraturan
perundang-undangan tidak hanya terletak pada bentuknya yang tertulis,
melainkan juga pada teknik perumusannya. Hal ini membawa konsekwensi
dalam merumuskan kaidah-kaidahnya harus memperhatikan kejelasan dalam
perumusan, konsisten dalam perumusan, dan penggunaan bahasa yang tepat dan
mudah dimengerti.
35
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
35
Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak
Administrasi negara, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 13-14. Lihat juga Sjachran
Basah, Tiga Tulisan Tentang Hukum, Alumni, Bandung, 1990, hlm. 23-24.
36
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
37
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
38
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
39
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
40
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
41
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
42
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
BAB IV
ASAS-ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
43
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
36
The Liang Gie, Teori-teori Keadilan,, Penerbit Super, Jakarta, 1977,
hlm.9.
37
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu Pengantar), Liberty,
Yogyakarta, 1991, hlm. 33.
38
Moh Koesnoe, Perumusan dan Pembinaan cita Hukum dan Asas-Asas
Hukum Nasional, dalam Majalah Hukum Nasional Edisi Khusus 50 Tahun
Pembangunan Nasional, Pusat Dokumentasi hukum Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Jakarta, hlm. 75.
44
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
45
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
46
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
47
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
39
Bandingkan Konijnbelt 1984, hlm. 62; P.J.J. van Buuren dalam :
Bestuurswetenschappen (1979), hlm. 146 dst.; N.H.M. Roos, Enkele
rechtstheoretische kanttekeningen bij een belastingstheoretishche discussie,
dalam : NJB (1980), hlm. 225.
48
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
49
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
50
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
51
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
40
Selain literature yang sudah disebut, dapat disebut pula : Van Angeren,
dalam : Kracht van Wet, 1985. Mok, dalam : Problemen van Wetgeving, 1982.
52
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
53
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
54
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
41
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, Penerbit CV. Eko Jaya, Jakarta, 2004.
55
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
56
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
57
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
sama lain. Dengan cara ini akan jelas dengan cara bagaimana
pembuat peraturan akan melayani kepentingan umum.
Dengan demikian sebelum suatu peraturan dirancang,
tujuan-tujuan yang mendasarinya yaitu apa yang ingin dicapai oleh
pembuat undang-undang dengan peraturan itu harus dikemukakan
secara lengkap serta dirumuskan secara teliti.’ Perumusan ini
sangat bersifat instrumental. Tidaklah cukup jika orang ingin
mewujudkan suatu tujuan yang dirumuskan secara umum,
misalnya terwujudnya suatu pemerintahan yang demokratis
dengan sifat yang lebih terbuka. Pembuat peraturan harus
menyatakan tujuan itu secara lebih rinci, misalnya pemerintah
hendaknya atas prakarsanya sendiri mulai lebih banyak
mengumumkan dokumen-dokumen untuk partisifasi masyarakat,
dan dalam bentuk apa partisifasi itu dapat diberikan, dan
seterusnya. Masalahnya, tentu saja, ialah apakah pada setiap jenis
peraturan perundang-undangan hal ini dimungkinkan.
Seperti telah dikatakan di atas, tujuan harus diberikan di
ketiga tingkatan,yaitu kerangka umum kebijakan bagi peraturan
yang akan dikeluarkan. Kerangka ini dapat dirumuskan di dalam
penjelasan pemerintah, di dalam pidato kenegaraan, di dalam
penjelasan APBN atau di dalam nota kepada DPR mengenai
berbagai peraturan perundang-undangan yang diinginkan. Dengan
demikian, semua peraturan yang berkaitan dengan penghasilan
harus ditempatkan dalam kerangka kebijakan umum penghasilan.
Hubungan antara meta-tingkat dan peraturan yang bersangkutan
harus selalu dinyatakan dengan jelas. Hanya dengan inilah tujuan
suatu peraturan tertentu dapat terlihat relief-nya.
Pada beberapa peraturan, tujuan yang resmi itu bukan
tujuan yang sebenarnya. Dalam hal demikian, orang berbicara
mengenai peraturan perundang-undangan simbol. Peraturan
perundang-undangan simbol itu digunakan untuk tujuan politik.
Orang mendapat kesan adanya pengaturan atas hal-hal tertentu,
yang dalam kenyataannya tidak. Untuk memuaskan pressure-group
58
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
59
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
60
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
61
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
62
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
42
Bdk. L.G. van Reijnen, Algemene beginselen van decentrale regelgeving,
dalam : Regel Maat (1986), hlm. 3 dst.
43
TK 18 710, B-C, hlm. 2
63
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
3. Asas Kemendesakan
Jika tujuan sudah terumus dengan jelas, masalah berikutnya
ialah apakah tujuan itu memang harus dicapai dengan suatu
peraturan. Asas ini lahir dari kenyataan dalam masyarakat,
dimana bila timbul sesuatu yang dirasakan tak adil, hampir
otomatis akan langsung meminta bantuan pembuat peraturan
perundang-undangan.
Masalah yang dirasakan tak adil diminta untuk diatur
kembali dengan baik dalam undang-undang atau, jika kepercayaan
pada pembuat undang-undang agak berkurang, harus dibuat suatu
rencana yang menjelaskan bagaimana situasi yang akan terjadi
dalam beberapa tahun ke depan. Dalam rangka deregulasi orang
ingin memperkecil reaksi positif terhadap permintaan masyarakat
ini dan setiap kali mengajukan pertanyaan terhadap suatu peraturan
: apakah peraturan itu memang mendesak untuk dibuat dan, kalau
ya, dalam bentuk apa peraturan itu harus dituangkan.
Terhadap hal tersebut pemerintah diharapkan oleh
masyarakat untuk (jika halnya menyangkut pembuatan peraturan
perundang-undangan) mengajukan berbagai alternatif kepada
64
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
44
J. Nicaise, Het eindbericht van de comissie-Geehoed, 1984, hlm. 33.
65
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
45
Laporan Tahunan Raad van State, 1984 dan 1985
46
Lihat Van der Vlies, dalam : Regel Maat (1986), hlm. 23 dan 24.
66
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
67
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
68
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
5. Asas konsensus
Asas ini berisi bahwa perlu diusahakan adanya konsensus
antara pihak-pihak yang bersangkutan dan pemerintah mengenai
pembuatan suatu peraturan serta isinya. Cara konsensus akan
dicapai harus diuraikan dalam suatu laporan.
Dalam asas ini tampak prinsip penting demokrasi : orang
atau badan hukum tidak boleh dibebani suatu kewajiban tanpa
persetujuan sebelumnya dari mereka atau wakil-wakil mereka
69
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
70
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
47
Bandingkan Sebus, 1984
48
Noll, 1973
71
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
49
J.M. Polak, Enkele opmerkingen over de relative tussen recht en taal,
dalam : WPNR (1979), hlm. 471 dst.
72
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
50
Hirsch Ballin, dalam : Kracht van wet, 1984.
73
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
51
Hartkamp, 1982
74
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
52
HR 4 November 1975, NJ 1976, 173 khus. W.F. Prins.
75
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
76
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
77
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
53
Bdk. De Lange
78
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
79
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
54
HR 3 Maret 1972, NJ (1972), 339
80
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
55
Donner, 1974, hlm. 1
56
Laporan akhir penyederhanaan, hlm. 80-85
57
Bdk. Saran Raad van State atas perubahan peraturan perundang-
undangan akuntan, TK 19 150.
58
Saran atas UU Pemotongan (gaji), TK 18 164
81
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
59
HR 7 Maret 1979, AB 1979, 218 khus. St; NJ (1979), 3/9 khus. M.S.
(pajak-benda-takbergerak Rotterdam).
82
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
60
I.C. Kleijs-Wijnnobel, Regel Maat (1986), 2
83
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
84
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
85
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
61
Van der Burg, dalam : Regel Maat, 1986, 1
86
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
umum tidak boleh disimpangi, sekalipun atas hal ini, toh, pernah
dilakukan pengecualian.
Perlindungan hukum oleh hakim dimaksudkan khususnya
untuk melindungi kepentingan perorangan. Perlindungan hukum
oleh hakim memberikan kepada pihak yang bersangkutan
kemungkinan untuk mengajukan kepentingan khusus mereka ke
muka hakim. Jadi, pada dasarnya setiap keputusan pemerintah
dapat dibanding ke hakim administrasi. Karena itu hal tidak
diberikannya hak banding demikian di dalam suatu peraturan wajib
diberi alasan yang tepat.
Asas ini di dalam praktek hukum dilaksanakan dengan
berbagai cara. Perlindungan hukum terhadap keputusan dalam
kasus khusus banyak terjadi. Banding terhadap suatu peraturan
agaknya tidak ada, tetapi, sebaliknya, dimungkinkan adanya upaya
hukum atas dasar ‘perbuatan melanggar hukum’ (onrechtmatige
daad) ke pengadilan perdata.
Beberapa undang-undang memuat kemungkinan untuk
melakukan penyimpangan atas undang-undang; banyak undang-
undang memberikan kepada pemerintah suatu kewenangan bebas
yang memungkinkan pemerintah pemerintah mampu untuk
melakukan pembandingan kepentingan dalam beberapa keadaan
khusus. Pada aturan-kebijakan, pemerintah bahkan dikehendaki
agar membuat pengecualian jika keadaan khusus membenarkan hal
itu.
Terakhir, ada kecenderungan pada hakim untuk
menganggap penyimpangan dari peraturan-yang-mengikat-umum
dibolehkan atau dibenarkan jika timbul keadaan-keadaan khusus.62
Uraian diatas membicarakan 5 asas materiil pembuatan
peraturan yang baik. Dalam bahasa yang lebih singkat ke lima
asas tersebut meliputi :
62
Bdk. AR 4 Juni 1984, AB (1985), 557 khus. J.H.v.d.V.
87
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
88
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
63
Lihat lebih lanjut Penjelasan Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004.
89
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
90
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
64
Lihat lebih lanjut penjelasan Pasal 6 UU No. 10 Tahun 2004.
91
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
65
Lihat lebih lanjut Pasal 7 Ayat (1) dan (2) UU No. 10 Tahun 2004.
92
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
66
Lihat lebih lanjut Pasal 7 Ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004.
67
Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan, dasar, jenis dan teknik
membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm.58.
93
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
b. UU darurat,
c. Peraturan pemerintah, dan
d. peraturan pelaksana lainnya.
Di Negara bagian Republik Indonesia bentuk peraturannya
adalah :
a. UU,
b. Perpu,
c. PP, dan
d. Peraturan pelaksana lainnya.
Sedangkan di negara bagian lainnya berlaku peraturan
perundang-undangan zaman Hindia Belanda.
3. Periode 15 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 (UUDS 1950) .
Pada periode ini bentuk peraturan perundang-undangan yang
berlaku adalah :
a. UU,
b. UU darurat,
c. PP, dan
d. Peraturan pelaksana lainnya seperti Kep.Pres, Permen, dan
Kepmen.
e. Peraturan Daerah.
4. Periode 5 Juli 1959 sampai 5 Juli 1966 (UUD 1945 ORLA).
Kurun waktu ini kembali berlaku UUD 1945 sehingga bentuk
peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah :
a. UUD,
b. UU,
c. Perpu, dan
d. PP
Namun berdasarkan Surat Presiden Nomor 2262/HK/1959
tentang bentuk peraturan-peraturan negara, maka dikenal
bentuk- bentuk :
a. Penetapan Presiden,
b. Peraturan Presiden,
c. Peraturan Pemerintah,
94
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
d. Keputusan Presiden,
e. Peraturan Menteri, dan
f. Keputusan Menteri.
5. Periode 1966 sampai dengan Tahun 2000
Bentuk-bentuk peraturan perundang-undangannya diatur dalam
Ketetapan MPRS Nomor XX Tahun 1966 tentang
Memorandum DPRGR yang di dalamnya memuat bentuk-
bentuk peraturan perundang – undangan, terdiri dari :
a. UUD 1945,
b. TAP MPR
c. Undang-undang/Perpu
d. PP
e. Keputusan Presiden, dan
f. Peraturan-peraturan Pelaksana lainnya, antara lain Permen,
Inmen,dll.
6. Periode Tahun 2000 sampai 2004
Bentuk-bentuk peraturan perundanng-undangan yang berlaku
diatur dalam Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan,
terdiri dari:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat Republik
Indonesia,
c. Undang-Undang,
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
e. Peraturan Pemerintah,
f. Keputusan Presiden, dan
g. Peraturan Daerah.
95
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
68
Lihat lebih lanjut Pasal 3 Ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan.
96
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
69
Sri Soemantri M., Undang-Undang Dasar 1945 Kedudukan dan aspek-
aspek Perubahannya, Unpad Press, Bandung, 2002, hlm. 9
97
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
2. Undang-undang
Undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dan disahkan oleh
Presiden. Hal ini memperlihatkan bahwa DPR merupakan
lembaga negara yang mempunyai fungsi legislasi. Sebagai
perwakilan rakyat tentu dalam melaksanakan fungsinya harus
sejalan dengan keinginan dari rakyat. Perubahan kedua UUD 1945
mempertegas fungsi legislasi DPR sebagaimana rumusan
perubahan Pasal 20 menjadi:
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang.
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama.
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat
persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
98
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
99
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
100
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
72
Bagir Manan,Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind Hill.Co,
Jakarta, 1992, hlm.51.
101
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
4. Peraturan Pemerintah
Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU
sebagaimana mestinya.” Ketentuan Pasal 5 Ayat (2) menyiratkan
bahwa Presiden mempunyai kewenangan membentuk Peraturan
perundang-undangan, dan materi muatan yang diaturnya
merupakan materi delegasian dari UU.
Penyimpulan bahwa materi muatan PP merupakan materi
delegasian ini dapat diambil dari kata menjalankan UU
sebagaimana mestinya. Ketentuan tersebut memperlihatkan bahwa
aturan dari PP hanya berisi ketentuan lebih lanjut atau rincian dari
ketentuan UU. Dengan kata lain setiap ketentuan yang ada dalam
PP harus ada keterkaitan dengan satu atau beberapa ketentuan
dalam UU. Keterkaitan ini mungkin secara langsung dapat dilihat
dengan melihat apakah ada delegasi dari UU kepada PP atau
mungkin pula kita harus melihat apakah isi PP ini ada keterkaitan
dengan suatu UU.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa pada dasarnya materi
muatan PP adalah materi delegasian dari UU dalam rangka
melaksanakan lebih lanjut UU.
5. Peraturan Presiden
Bentuk Peraturan Presiden adalah bentuk baru dari jenis
peraturan perundang-undangan. Peraturan Presiden ini dikenal
sejak keluarnya UU No. 10 tahun 2004 walaupun dalam sejarah
sebetulnya Indonesia pernah mengenal bentuk Peraturan Presiden
ini yaitu pada Indonesia menggunakan dasar penggunaan jenis-
102
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
6. Peraturan Daerah
Peraturan daerah sebagai subsistem dari sistem hukum
nasional Indonesia merupakan salah satu jenis peraturan
perundang-undangan. Untuk itu sebelum membicarakan materi
muatannya terlebih dahulu akan dibicarakan fungsi peraturan
daerah.
Bagir manan menyatakan bahwa fungsi peraturan
perundang-undangan dapat dibedakan menjadi dua kelompok
utama, yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal.73 Yang
103
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
104
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
74
A. Hamid S. Attamimi, Peranan … op.cit., hlm. 194. Lihat juga A.
Hamid S. Attamimi, Materi Muatan Undang-undang Indonesia, Makalah,
Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Surabaya, 1993, hlm. 1-2.
75
Lebih lanjut lihat Pasal 7 UU No. 5 Tahun 1974
76
Lebih lanjut lihat Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1974
105
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
77
Lebih lanjut lihat Pasal 39 UU No. 5 Tahun 1974
78
Lihat Pasal 9 Ayat (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 1999.
79
Lihat Pasal 3 dan Pasal 10 UU No. 22 Tahun 1999.
80
Lihat Pasal 77 UU No. 22 Tahun 1999.
106
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
81
Lihat Pasal 7 UU No. 22 Tahun 1999.
82
Lihat Pasal 11 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999.
83
Lihat Pasal 10 UU No. 22 Tahun 1999.
84
Lihat Pasal 10 Ayat (3) UU No. 22 Tahun 1999.
85
Lihat Pasal 76 UU No. 22 Tahun 1999.
107
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
86
Lihat Pasal 70 UU No. 22 Tahun 1999.
87
Lihat Pasal 71 UU No. 22 Tahun 1999.
88
Lihat Pasal 2 PP 25 Tahun 2000.
89
Lihat Pasal 2 PP 25 Tahun 2000.
90
Lihat Pasal 1 angka 3 UU No. 32 Tahun 2004 yang isi lengkapnya
adalah “Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
108
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
91
Lihat Penjelasan Pasal 11 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004.
109
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
110
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
BAB VI
KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
111
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
A. JUDUL
112
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
113
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
114
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
115
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
B. PEMBUKAAN
Pembukaan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
1. Frase Dengan Rahmat TuhanYang Maha Esa;
2. Jabatan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
3. Konsiderans;
4. Dasar Hukumnya; dan
5. Diktum
B.1.FraseDengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Pada Pembukaan tiap jenis Peraturan Perundang-undangan
sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan
dicantumkan frase DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakan
di tengah marjin.
B.3. Konsiderans
Konsiderans diawali dengan kata Menimbang. Konsiderans
memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang
menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan
Perundang-undangan. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans
Undang-Undang atau peraturan daerah memuat unsur filosofis,
yuridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.
Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa peraturan
Perundang-undangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang
tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan
dibuatnya peratuarn perundang-undangan tersebut.
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-
tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang
116
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
117
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
Contoh :
Menimbang :a.bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap
Korban dan saksi dalam Pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang Berat;
118
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
119
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
120
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
C. BATANG TUBUH
Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua
subtansi Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam
pasal-pasal. Pada umumnya substansi dalam batang tubuh
dikelompokan ke dalam:
1. Ketentuan umum;
2. Materi Pokok yang Diatur;
121
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
122
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
123
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
124
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
125
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
Pasal 12
(1). .......
(2). .......
a.... :
b.... : (dan, atau, dan/atau)
c.... :
1. .. :
2. .. : (dan, atau, dan/atau)
3. .. :
c. Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian
yang mendetail, rincian itu di tandai dengan huruf
a), b), dan seterusnya.
Contoh:
Pasal 20
(1) ...
126
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
(2) ...
(3) ...
a. ...:
b. ... :(dan, atau, dan/atau)
c. ... :
1 .... :
2 .... : (dan, atau,
dan/atau)
3 .... :
a) ... :
b) ... : (dan,
atau,
dan/atau)
c) ... :
d. Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian
yang mendetail, rincian itu di tandai dengan angka
1), 2), dan seterusnya.
Contoh :
Pasal 22
(1) ...
(2) ...
a ... :
b ... :(dan, atau, dan/atau)
c ... :
1 ... :
2 ... :(dan, atau, dan/atau )
3 ... :
a) ... :
b) ... : (dan, atau, dan/atau)
c) .... :
1) ... :
2) ... : (dan, atau,
dan/atau)
127
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
3) ... :
4)
C.1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum diletakan dalam bab kesatu. Jika dalam
peraturan Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokan
bab, ketentuan umum diletakan dalam pasal-pasal awal. Ketentuan
umum dapat membuat lebih dari satu pasal. Ketentuan umum
berisi:
a. batasan pengertian atau definisi;
b. singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan;
c. hal-hal lain yang bersipat umum yang berlaku bagi pasal-
pasal berikutnya antaralain ketentuan yang
mencerminkan asas, maksud, tujuan.
Frase pembuka dalam peraturan umum undang-undang
berbunyi(Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan).
Frase pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Perundang-
undangan di bawah Undang-undang disesuaikan dengan jenis
peraturannya.
Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau
definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-
masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan di
awali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.
Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah
kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal-
pasal selanjutnya.
Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata
atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian
atau paragraf tertentu, dianjurkan agar kata atau istilah itu diberi
definisi. Jika suatu batasan Pengertian atau definisi perlu dikutip
kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan,
maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam
pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau
definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi dari yang
128
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
129
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
130
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
131
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
132
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
133
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
134
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
135
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
136
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
137
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
138
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
D. PENUTUP
Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-
undangan dan memuat:
a. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan
perturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara
139
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
140
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
Tanda tangan
NAMA
Contoh untuk penetapan :
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Tanda tangan
NAMA
141
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
NAMA
Jika dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh ) hari Presiden
tidak menandatangani rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama antara Dewan Perwakilan Raktyat dan Presiden,
maka dicantumkan kalimat setelah nama pejabat yang
mengundangkan berbunyi :
Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan
Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Jika dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
Gubernur/Bupati/Wlikota tidak menandatangani rancangan
peraturan daerah yang telah disetujui bersama antara Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur atau
Bupati/Walikota,maka dicantumkan kalimat pengesahan setelah
nama pejabat yang mengundangkan yang berbunyi : Peraturan
Daerah ini dinyataka sah.
Pada akhir bagian penutup dicantumkan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran
Daerah, dan Berita Daerah besreta tahun dan nomor dariLembaran
Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia,
142
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
E. PENJELASAN
Setiap Undang-Undang perlu diberi penjelasan. Peraturan
Perundang-undangan dibawah Undang-Undang dapat diberi
penjelasan, jika diperlukan. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran
resmi pembentuk Peraturan Perundang-uandangan atas norma
tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya
memuat ueraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang di atur
dalam batang tubuh . Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana
untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh
mengakibatkan terjadinya ketidak jelasan dari norma yang di
jelaskan.
Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk
membuat peraturan lebih lanjut . Oleh karena itu, hindari membuat
rumusan norma di dalam bagian penjelasan. Dalam penjelasan
harus di hindari rumusan yang isinya memuat perubahan
terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunnan
rancangan Peraturan Perundanga-undangan yang bersangkutan.
143
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
144
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
...
6. Pengawasan
Jika dalam penjelasan umum dimuat pengacuan ke peraturan
perundang-undangan lain atau dokumen lain, pengacuan itu
dilengkapi dengan keterangan mengenai sumbernya. Dalam
menyusun penjelasan pasal demi pasal harus diperhatikan agar
rumusannya :
a. Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur
dalam batang tubuh;
b. Tidak memperluas atau menambah norma yang ada
dalam tubuh;
c. Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang
diatur dala batang tubuh;
d. tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian
yang telah dimuat didalam ketentuan umum.
Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau
definisi dari kata atau istilah, tidak perlu diberikan penjelasan
karena itu batasan pengertian atau definisi harus dirumuskan
sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti tanpa memerlukan
penjelasan lebih lanjut. Pada pasal atau ayat yang tidak
memerlukan penjelasan ditulis frase cukup jelas yang diakhiri
dengan tanda baca titik, sesuai dengan makna frase penjelasan
pasal demi pasal tidak digabungkanwalaupun terdapat beberapa
pasal berurutan yang tidak memerlukan penjelasan.
Contoh yang kurang tepat :
Pasal 7,pasal 8 dan pasal 9 (pasal 7 s/d Pasal 9)
Cukup jelas.
Seharusnya :
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
145
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
Cukup jelas
Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak
memerlukan penjelasan, pasal yang bersangkutan cukup di beri
penjelsan cukup jelas.,tanpa merinci masing-masing ayat atau
butir. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir dan salah
satunya ayat atau butir tersebut memerlukan penjelasan, setiap ayat
atau butir perlu dicantumkan dan dilengkapi dengan penjelasan
yang sesuai.
Contoh :
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat ini dimaksudkan untuk memberi
kepatian hukum kepada hakim dan para pengguna
hukum.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Jika suatu istilah/kata/frase dalam suatu pasal atau ayat yang
memerlukan penjelesan, gunakan tanda baca petik (“...”) pada
istilah/kata/frase tersebut.
Contoh :
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Persidangan yang berikut”
adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat
yang hanya di antarai suatu masa reses
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
146
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
Ayat (4)
Cukup jelas
DAFTAR PUSTAKA
147
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
148
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
149
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
150
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
2. Peraturan Perundang-undangan
151
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
INDEK
—E—
Eropa Continental, 1
—A—
Aturan, 27 —G—
Ayat, 11, 35, 45, 56, 57, 104, Gesetzgebung swissen
109, 115, 119, 120, 121, senschaft, 2
122, 140, 165, 166
—H—
—B— Hukum, 1, 4, 6, 7, 8, 9, 11,
Bab, 13, 125, 138, 139 12, 13, 14, 16, 17, 22, 27,
Buku, 83, 139 34, 38, 39, 40, 50, 83, 102,
Burkhardt Krems, 1 107, 117, 118, 133, 135,
147, 148, 167, 168, 169,
170, 171
152
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
Hukum nasional, 8
—S—
—I— S.O. Van Poelje, 1
Ilmu, 1, 3, 4, 11, 168, 169 Sanksi, 138
Sanksi administratif, 138
—K—
Kedudukan, 109, 171 —T—
Teori, 3, 11, 12, 13, 50, 169,
—P— 171
Paragraf, 139
Pasal, 35, 45, 57, 69, 82, 87, —U—
101, 102, 104, 105, 109, Undang-undang, 9, 17, 35,
111, 113, 115, 119, 120, 62, 66, 76, 83, 107, 110,
121, 122, 133, 134, 139, 111, 113, 114, 118, 119,
140, 141, 142, 143, 144, 122, 145, 146, 148, 152,
148, 149, 154, 156, 157, 153, 155, 156, 167, 168,
161, 165, 166 171, 172
Peraturan perundang-
undangan, 29, 40, 42, 45,
46, 56, 66, 81, 104, 115,
151, 157, 158
Peristilahan, 4
Perundang-undangan, 1, 3, 4,
8, 9, 17, 20, 39, 51, 58, 62,
102, 105, 107, 114, 117,
126, 127, 128, 129, 130,
131, 132, 133, 134, 135,
136, 137, 138, 139, 144,
145, 158, 159, 160, 161,
162, 163, 166, 167, 168,
169, 171
Peter Noll, 1
153
:: repository.unisba.ac.id ::
Ilmu perundang-undangan Efik Y
154
:: repository.unisba.ac.id ::