Makalah Kel 5

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN AUDITORY PROBLEMS


EXTERNAL EAR DAN CANAL

Kelompok V:
Zaharia (2022082024015)
Asniati .S (2022082024010)
Yulius Magai (2022082024035)
Helena Oktavia Modouw (2022082024003)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNCEN
JAYAPURA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya


sehingga kami dapat menyelesaikan makalah guna memenuhi tugas kelompok
dengan judul : Makalah tentang Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Auditory
Problems External Ear dan Canal. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangsi baik
pikiran maupun materinya.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan
pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan serta keterbatasan ilmu yang kami miliki. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dari para
pembaca serta dosen pembimbing, demi kemajuan serta kemampuan dalam
penyusunan makalah selanjutnya.

Jayapura, 03 Oktober 2022

Penyusun

Kelompok V

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………..……….i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................3
D. Manfaat Penulisan......................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
A. Konsep Teori Penyakit...............................................................................4
1. Definisi..............................................................................................................4
2. Anatomi Fisiologi Telinga............................................................................5
3. Etiologi..............................................................................................................9
4. Manifestasi Klinis.........................................................................................11
5. Patofisiologi...................................................................................................12
6. Pathway..........................................................................................................14
7. Klasifikasi......................................................................................................17
8. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................19
9. Penatalaksanaan...........................................................................................20
10. Komplikasi.....................................................................................................22
B. Konsep Keperawatan................................................................................23
1. Pengkajian.....................................................................................................23
2. Diagnosa Keperawatan...............................................................................25
3. Intervensi Keperawatan.............................................................................27
4. Implementasi.................................................................................................34
5. Evaluasi..........................................................................................................34
BAB III..................................................................................................................35

iii
PENUTUP.............................................................................................................35
A. Kesimpulan................................................................................................35
Daftar Pustaka......................................................................................................37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Telinga merupakan panca indera yang paling sensitif sensitif dan mudah
terserang penyakit. Memiliki struktur dan fungsi yang luar biasa. Yaitu
mampu menerima dan memproses bunyi/ suara sebelum masuk ke dalam
memori otak. Selain proses menghantarkan bunyi sehingga kita bisa
mendengar, di dalam telinga juga terdapat proses untuk mengurangi paparan
bising. Telinga memiliki tiga 3 bagian. Ada bagian luar, tengah, dan dalam.
Mereka mempunyai peran masing-masing dalam memproses/ menghantar/
mengirim suara sebelum masuk ke otak (Budiarsa, 2019).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2019, gangguan
pendengaran terjadi pada lebih dari 5% masyarakat di dunia yaitu sebanyak
466 juta jiwa yang diantaranya 432 juta orang dewasa dan 34 juta anak-anak.
4 Penelitian Calkoen dkk, di Amsterdam-Belanda tahun 2019, gangguan
pendengaran terjadi sebesar 67% yang diantaranya diakibatkan faktor genetik
sebesar 31%, karena penyakit infeksi (infeksi citomegalovirus) 21%.
Trauma telinga adalah trauma atau luka pada telinga yang mengenai
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam dan struktur yang berdekatan.
Anamnesi harus dilakukan seperti anamnesis dari pasien, gejala-gejala yang
ada, stimulus iatotropik, penyakit lain yang berhubungan, interprestasi pasien
terhadap gejala, dampak gangguan, informasi demografi, dan riwayat yang
terkait Trauma telinga dapat terjadi pada 3 bagian telinga. Trauma pada bagian
luar telinga umumnya akan mengenai daun telinga sampai dengan liang
telinga. Trauma bagian telinga tengah umumnya akan mengenai bagian
membran tympani dan osikula. Trauma yang mengenai telinga bagian dalam
akan menimbulkan kerusakan pada koklea sampai dengan saraf (Budiarsa,
2019).
Otitis Eksterna (OE) adalah peradangan pada liang telinga luar (lubang
telinga luar hingga gendang telinga) dengan gejala utama sakit telinga

1
(otalgia), bengkak, kemerahan, dan telinga terasa penuh atau ada tekanan dari
telinga (Lesmana, 2020).
Faktor risiko yang menyederhanakan otitis eksterna adalah perubahan
pH di saluran telinga, yang biasanya normal atau asam. Ketika pH menjadi
basa, perlindungan terhadap infeksi menurun. Pada umumnya bakteri atau
jamur ini menginfeksi bagian kulit lembut liang telinga luar yang teriritasi air.
Saluran telinga juga dapat teriritasi oleh atau karena remah-remah luar
(misalnya pasir), terlalu sering membersihkan telinga, efek samping alat bantu
dengar, komplikasi penyakit telinga lainnya (misalnya eksim saluran telinga)
(Lesmana, 2020).
Cerumen adalah produksi dari kelenjar lemak dan kelenjar keringat yang
ada di liang telinga. Serumen biasanya memiliki konsistensi lunak, lengket,
dan berwarna kuning hingga kecoklatan (Machfoed et al., 2019).
Penyebab terjadinya infeksi serumen diantaranya dermatitis kronik pada
telinga luar, liang telinga sempi, produksi serumen terlalu banyak dan kental,
terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek
telinga) (Machfoed et al., 2019)

2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari trauma telinga, external otitis, cerumen?
2. Bagaimana etiologi trauma telinga, external otitis, cerumen?
3. Apa manifestasi klinis dari trauma telinga, external otitis, cerumen?
4. Bagaimana patofisiologi trauma telinga, external otitis, cerumen?
5. Bagaimana pathway trauma teltinga, external otitis, cerumen?
6. Apa pemeriksaan penunjang pada trauma telinga, external otitis, cerumen?
7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit trauma telinga, external otitis,
cerumen?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita trauma telinga, external
otitis, cerumen?

2
3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengimplementasikan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami trauma telinga, external otitis,
dan cerumen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari trauma telinga, external otitis, cerumen?
b. Mengetahui etiologi trauma telinga, external otitis, cerumen?
c. Mengetahui dari trauma telinga, external otitis, cerumen?
d. Mengetahui patofisiologi trauma telinga, external otitis, cerumen?
e. Mengetahui pathway trauma teltinga, external otitis, cerumen?
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada trauma telinga, external
otitis, cerumen?
g. Mengetahui penatalaksanaan penyakit trauma telinga, external otitis,
cerumen?
h. Mengetahui asuhan keperawatan pada penderita trauma telinga,
external otitis, cerumen?

4. Manfaat Penulisan
Sebagai bahan informasi, gambaran, referensi serta menegakkan teori
para ahli untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang optimal serta
memecahkan masalah keperawatan pasien pada pada pendeita trauma telinga,
external otitis, dan cerumen.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Penyakit

5. Definisi
a. Trauma Ear
Trauma telinga adalah trauma atau luka pada telinga yang
mengenai telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam dan struktur
yang berdekatan. Anamnesi harus dilakukan seperti anamnesis dari
pasien, gejala-gejala yang ada, stimulus iatotropik, penyakit lain yang
berhubungan, interprestasi pasien terhadap gejala, dampak gangguan,
informasi demografi, dan riwayat yang terkait (Budiarsa, 2019).
Trauma telinga dapat terjadi pada 3 bagian telinga. Trauma pada
bagian luar telinga umumnya akan mengenai daun telinga sampai
dengan liang telinga. Trauma bagian telinga tengah umumnya akan
mengenai bagian membran tympani dan osikula. Trauma yang
mengenai telinga bagian dalam akan menimbulkan kerusakan pada
koklea sampai dengan saraf (Budiarsa, 2019).
b. External Otitis
Otitis Eksterna (OE) adalah peradangan pada liang telinga luar
(lubang telinga luar hingga gendang telinga) dengan gejala utama sakit
telinga (otalgia), bengkak, kemerahan, dan telinga terasa penuh atau
ada tekanan dari telinga (Lesmana, 2020).
Selain gejala tersebut, otitis eksternal juga dapat menyebabkan
telinga gatal (terutama pada OE karena jamur dan OE kronis), berair,

4
kulit di sekitar saluran tampak bersisik dan terkadang disertai
pengelupasan, pendengaran berkurang karena stenosis atau
pembentukan. kulit tebal dan kering di liang telinga, munculnya
tekstur seperti jerawat saat infeksi mengenai folikel rambut di telinga.
Otitis eksterna biasanya hanya mengenai satu telinga (Lesmana, 2020).

c. Cerumen
Cerumen adalah produksi dari kelenjar lemak dan kelenjar
keringat yang ada di liang telinga. Serumen biasanya memiliki
konsistensi lunak, lengket, dan berwarna kuning hingga kecoklatan
(Machfoed et al., 2019).

6. Anatomi Fisiologi Telinga


a. Anatomi Telinga
Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau
gelombang udara kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi
impuls pulsa listrik dan diteruskan ke korteks pendengaran melalui
saraf pendengaran. Telinga merupakan organ pendengaran dan
keseimbangan. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan
gelombang bunyi ke otak di mana bunyi tersebut akan dianalisa dan
diintrepetasikan. Telinga dibagi menjadi 3 bagian seperti berikut:

5
(Saladin,2014).

1) Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga
(meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.
Daun telinga dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh
kulit. Kearah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong
menutupi hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga
dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan
berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan
berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus
dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya
resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. Sepertiga bagian luar terdiri dari
tulang rawan yang banyak mengandung kelenjar serumen dan rambut,
sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang dengan sedikit
serumen (Pearce, 2016).
2) Telingah Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari membrana
timpani, cavum timpani, tuba eustachius, dan tulang pendengaran.

6
Bagian atas membran timpani disebut pars flaksida (membran
Shrapnell) yang terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan luar merupakan
lanjutan epitel kulit liang telinga dan lapisan dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia. Bagian bawah membran timpani disebut pars tensa
(membran propria) yang memiliki satu lapisan di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
(Saladin, 2014).
Tulang pendengaran terdiri atas maleus (martil), inkus
(landasan), dan stapes (sanggurdi) yang tersusun dari luar kedalam
seperti rantai yang bersambung dari membrana timpani menuju
rongga telinga dalam. Prosesus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. Tuba eustachius menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah (Saladin, 2014).
Prosessus mastoideus merupakan bagian tulang temporalis yang
terletak di belakang telinga. Ruang udara yang berada pada bagian
atasnya disebut antrum mastoideus yang berhubungan dengan rongga
telinga tengah. Infeksi dapat menjalar dari rongga telinga tengah
sampai ke antrum mastoideus yang dapat menyebabkan mastoiditis
(Saladin, 2014)
3) Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari dua bagian, yaitu labirin tulang dan
labirin membranosa. Labirin tulang terdiri dari koklea, vestibulum,
dan kanalis semi sirkularis, sedangkan labirin membranosa terdiri dari
utrikulus, sakulus, duktus koklearis, dan duktus semi sirkularis.
Rongga labirin tulang dilapisi oleh lapisan tipis periosteum internal
atau endosteum, dan sebagian besar diisi oleh trabekula (susunannya
menyerupai spons) (Pearce, 2016).

7
Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa
skala vestibuli (sebelah atas) dan skala timpani (sebelah bawah).
Diantara skala vestibuli dan skala timpani terdapat skala media
(duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa
dengan 139 mEq/l, sedangkan skala media berisi endolimfa dengan
144 mEq/l mEq/l. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut membrana vestibularis (Reissner’s Membrane)
sedangkan dasar skala media adalah membrana basilaris. Pada
membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti
terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi 3.000 sel dan tiga
baris sel rambut luar yang berisi 12.000 sel. Ujung saraf aferen dan
eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-
sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di
atasnya yang cenderung datar, dikenal sebagai membran tektoria.
Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang
terletak di medial disebut sebagai limbus (Pearce, 2016)
Pada membran basilaris terletak organ Corti yang mempunyai
lebar 0.12 mm di bagian basal dan 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk
seperti spiral. Organ Corti mempunyai komponen penting seperti sel
rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensen’s,
Claudiu’s, membran tektoria dan lamina retikularis.
Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris
sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang
terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang
terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang
berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12000
berperan dalam mengubah hantaran bunyi dalam bentuk energi
mekanik menjadi energi listrik
b. Fisiologi Pendengaran

8
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui
udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran
timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong
sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan
melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis (Sherwood, 2014)
Suara berfrekuensi rendah menyebabkan aktifasi maksimal pada
membran basiliar di dekat apeks koklea, dan suara berfrekuensi tinggi
mengaktifasi membran basiliar di dekat basis koklea. Suara dengan
frekuensi diantaranya akan mengaktivasi membran pada jarak di
antara kedua keadaan yang berbeda ini. Selanjutnya, ada pengaturan
spasial pada serabut saraf di jaras koklearis, yang berasal dari koklea
ke korteks serebri. Perekaman sinyal di traktus auditorius pada batang
otak dan di area penerima pendengaran korteks serebri
memperlihatkan neuron-neuron otak yang spesifik diaktifasi oleh
frekuensi suara tertentu. Oleh karena itu, metode utama yang
digunakan oleh sistem saraf untuk mendeteksi perbedaan suara adalah

9
dengan menentukan posisi di sepanjang membran basiliar yang paling
terangsang.

7. Etiologi
a. Trauma Ear
Infeksi telinga tengah atau otitis media. Infeksi telinga luar atau
otitis eksterna. Gendang telinga robek atau perforasi membran timpani.
Tumor atau pertumbuhan jaringan yang tidak normal di telinga bagian
luar dan telinga bagian tengah, seperti kolesteatoma (Budiarsa, 2019).
Etiologi trauma aurikula adalah cedera fisik eksternal, seperti
cakaran, benturan, sayatan, atau gigitan. Setiap orang dapat mengalami
trauma aurikula, tetapi lebih banyak pada laki-laki, usia muda, dan
aktif, misalnya karena kecelakaan berkendaraan atau olahraga kontak
(Budiarsa, 2019).

b. External Otitis
1) Otitis eksterna difus adalah peradangan difus pada kulit liang
telinga yang meluas ke daun telinga dan lapisan epidermis gendang
telinga. Penyakit ini paling sering terjadi pada kondisi dengan
kelembaban dan panas yang tinggi serta pada perenang. Keringat
yang berlebihan mengubah pH kulit liang telinga dari asam
menjadi basa, menyebabkan pertumbuhan kuman patogen. Dua
faktor yang paling responsif terhadap kondisi ini, yaitu trauma
saluran telinga dan invasi kuman patogen. Trauma dapat terjadi
karena kerokan telinga yang radikal, dan saat membersihkan
telinga setelah berenang dimana kulit kotoran telinga terjadi
maserasi. Kerusakan yang terus menerus pada kulit kotoran telinga
menyebabkan masuknya kuman penyakit. Penyakit ini ditandai
dengan keluhan gatal, bisa juga disertai nyeri pada infeksi akut.

10
2) Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bakteri akut pada
saluran telinga berupa furunkel pada saluran telinga. Gejalanya
adalah nyeri hebat, tidak sesuai dengan ukuran furunkel. Rasa sakit
juga bisa timbul saat membuka mulut.
3) Otitis eksterna maligna adalah infeksi telinga luar yang berpotensi
mengancam jiwa. Terjadi pada pasien lanjut usia dengan diabetes
dan immunocompromised.
4) Otomikosis adalah infeksi jamur di saluran telinga, biasanya
bersamaan dengan infeksi bakteri kronis pada saluran telinga.
Gejala utamanya adalah rasa gatal di liang telinga (Lesmana,
2020).
c. Cerumen
1) Dermatitis kronik pada telinga luar
2) Liang telinga sempit
3) Produksi serumen terlalu banyak dan kental
4) Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan
mengorek telinga) (Machfoed et al., 2019)

8. Manifestasi Klinis
a. Trauma Ear
1) Edema
2) Laserasi
3) Luka robek
4) Hilangnya sebagian atau seluruh daun telinga
5) Perdarahan
6) Hematoma
7) Hematoma subdural/epidural/ kontusi
8) Nyeri kepala
9) Nyeri tekan
10) Fraktur tulang temporal

11
11) Secret berdarah dari telinga
12) Gangguan pendengaran (Budiarsa, 2019)
b. External Otitis
1) Cairan kuning atau kehijauan berbau tidak sedap yang keluar dari
telinga
2) Nyeri telinga yang semakin parah terutama jika kepala digerakkan
3) Hilangnya pendengaran
4) Rasa gatal pada kanal telinga
5) Demam
6) Kesulitan menelan
7) Otot muka melemah
8) Hilangnya suara atau laryngitis (Lesmana, 2020).
c. Cerumen
1) Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di telinga
menyebabkan rasa penuh
2) Penurunan pendengaran (ruli konduktif)
3) serumen terdapat gejala berupa otalgia, tinnitus, vertigo, batuk, rasa
gatal dan penuh pada telinga serta terdapatnya gangguan
pendengaran, atau terdapat akumulasi serumen berlebih saat
pemeriksaan telinga (Abadie et al., 2019).

9. Patofisiologi
a. Trauma Ear
Patofisiologi trauma ear melibatkan gangguan pada telinga dalam yang
menyebabkan tuli sensorineural. Trauma trauma ear juga dapat
menyebabkan acoustic shock injury (cedera syok akustik). Apabila
trauma trauma ear dibarengi dengan cedera ledakan atau aural blast
injury, juga dapat terjadi kerusakan pada membran timpani yang
berujung pada tuli konduktif. Jika terjadi ledakan, terdapat cedera
suara dan cedera akibat ledakan itu sendiri pada telinga. Membran

12
timpani merupakan organ yang paling sensitif terhadap cedera ledakan
(Marni, 2018).
b. External Otitis
Patofisiologi otitis eksterna didahului dengan adanya trauma,
peningkatan pH, hilangnya fungsi serumen, atau adanya obstruksi yang
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri atau jamur. Kondisi Normal
Kanalis Auditori Eksterna Otitis eksterna merupakan infeksi pada kulit
kanal auditori eksterna. Kanal ini bersifat hangat, gelap, dan lembap
sehingga rentan untuk menjadi tempat pertumbuhan bakteri ataupun
jamur. Dalam keadaan normal, kanalis auditori eksterna memiliki
beberapa mekanisme pertahanan dalam melawan mikroba, seperti
adanya serumen yang mengandung lisosom yang menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen juga kaya akan lemak yang
bersifat hidrofobik sehingga air tidak mudah terserap ke dalam kulit
dan menyebabkan maserasi. Selain itu, terdapat pula sistem migrasi
epitelial yang terjadi dari membran timpani ke arah luar yang
membawa debris-debris (Lesmana, 2020).

c. Cerumen
Patofisiologi serumen prop/impaksi serumen dapat disebabkan akibat
dua proses yaitu akumulasi serumen dan/atau deformitas anatomi kanal
telinga. Fisiologi serumen merupakan hasil dari produksi kelenjar
sebasea dan seruminosa di lapisan luar kulit telinga. Lapisan dermis
kulit kanal pada rawan telinga mengandung dua kelenjar eksokrin yang
terlibat dalam produksi serumen. Dua kelenjar eksokrin di saluran
telinga adalah kelenjar sebasea (minyak) dan kelenjar apokrin
(keringat) (Abadie et al., 2019).

13
10. Pathway
a. Trauma Ear

Faktor kecelakaan Faktor ketidaksengajaan


Mis: benturan atau benda tajam Mis: benda asing, serumen, atau hewan

TRAUMA

Telinga Luar Telinga Dalam


Telinga Tengah

Benda asing Rupture


Rupture Terjadi kerusakan Terjadi kerusakan pada labirin,
membrane
auricular atau pada koklea/N.VII diskontinuitas, oskular,
tympani
hematoma Masuk pada perforasi, tympani, oklusi, liang
meatus telinga luar atau cairan
Perdarahan Perdarahan Ketidak seimbangan
akustikus serebrosipinalis
diluar/didalam dalam meneruskan
eksternus energy pada saraf koklea
Tuli konduksi Didalam telingah tengan
ke otak
MK: Tuli induksi
Nyeri Akut Resiko komplikasi Resiko komplikasi seperti tuli
MK:
Gangguan presepsi seperti vertigo
MK: sensori pendengaran
Gangguan presepsi Otology dan Neurologi
sensori pendengaran

14
15
b. Eksterna Otitis

16
c. Cerumen

17
11. Klasifikasi
a. Trauma Ear
1) Telinga Luar
a) Laserasi yaitu trauma benda tajam
b) Hematoma yaitu trauma benda tumpul
c) Trauma suhu
d) Trauma karena benda asing yang masuk kedalam telinga
2) Teinga Tengah
a) Perforasi membrane tympani
b) Trauma oksikula
3) Telinga Dalam
a) Faktur tulang temporal
b) Paralis Fasial pasca trauma
c) Vertigo pasca trauma
d) Tuli pasca taruma
b. External otitis
Diklasifikasi sebagai berikut
1) Otitis eksterna akut dapat bersifat difus yaitu mengenai seluruh
kulit meatus eksternus atau hanya setempat sebagai furunkel
(Ludman, 2012).
a) Otitis externa difusi
Otitis eksterna difus merupakan otitis eksterna yang
mengenai kulit telinga dua pertiga dalam dengan kulit liang
telinga tampak hiperemis dan edema yang tidak jelas
batasnya. Kuman penyebabnya biasanya golongan
Pseudomonas sp. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab
ialah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya
(Soepardi et al., 2012).
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat
sempit, kadang kelenjar getah bening regional membesar dan

18
nyeri tekan, serta terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak
mengandung lendir (musin) seperti sekret yang keluar dari
kavum timpani pada otitis media (Soepardi et al., 2012)
b) Otitis eksterna sirkumkripta (furunkel)
Furunkel merupakan suatu pembengkakan yang sangat
sakit (seperti bisul) yang terjadi di sepertiga luar liang telinga
(Ludman, 2012). Hal ini karena kulit di sepertiga luar liang
telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea, dan kelenjar serumen, maka di tempat itu
dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus. Kuman penyebab
biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus
(Soepardi et al., 2012).
Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai besar
bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak
mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa
nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat
juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi
temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan
pendengaran, bila furunkel besar dan menyumbat telinga
(Soepardi et al., 2012).
2) Otitis eksterna kronik adalah otitis eksterna yang tidak kunjung
sembuh atau terjadi inflamasi yang berlangsung lama yaitu lebih
dari 3 bulan (Lalwani, 2008) dan ditandai dengan terbentuknya
jaringan parut (sikatriks) yang menyebabkan liang telinga
menyempit (Soepardi et al., 2012).
c. Cerumen
Terdapat dua tipe dasar serumen yaitu serumen tipe basah dan tipe
kering.
1) Tipe basah
Bersifat lengket dan berwarna seperti madu yang akan berubah
menjadi gelap jika terpapar udara.

19
2) Tipe kering
Serumen gelap/hitam, sifatnya keras, biasanya menempel pada
dinding telinga bahkan menutup liang sehingga menimbulkan
ganguan pendengaran.

12. Pemeriksaan Penunjang


a. Trauma Ear
1) Tes garputala
Tes ini bertindak menguatkan evaluasi audiometri dan bermanfaat
dalam merumuskan diagnosis klinis.
2) Tes weber
Dilakukan dengan menempatkan secara erat batang garpu tala pada
struktur garis tengah yang padat seperti vertex tengkorak atau gigi
incicivisus pertama.
3) Tes fistula
Dilakukan pada pasien yang mengeluh vertigo. Tes ini memeriksa
fistula labyrinthus.
4) Rontgenogram tengkorak
Untuk memperlihatkan fraktura os temporale, tetapi sering
ditemukan.
5) Rontgenogram stereo
Diperlukan untuk mengidentifikasi adanya fraktur.
6) Tes kalori
Dapat membantu menentukan apakah ada lesi perifer dan apakah
lesi ini terbatas pada telinga kanan dan kiri.
b. External Otitis
1) Pemeriksaan neurologis
2) CT scan kepala
3) MRI kepala
4) Radionuclide scan
c. Cerumen

20
Pemeriksaan penunjang pada serumen prop biasanya dilakukan
pada pasien dengan gangguan pendengaran yang hasil pemeriksaan
fisiknya meragukan apakah murni karena serumen prop atau terdapat
gangguan pendengaran akibat penyakit lain yang akan menetap setelah
pengobatan serumen prop. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
berupa audiometri.
Tes audiometri dilakukan untuk menguji seberapa baik fungsi
pendengaran. Tes ini menguji intensitas dan nada suara, serta masalah
keseimbangan dan masalah lain yang terkait dengan fungsi telinga
bagian dalam. Terdapat beberapa tes dalam audiometri di antaranya
adalah tes nada murni untuk mengukur suara paling pelan yang dapat
pasien dengar di nada yang berbeda dan tes pada latar belakang suara
keras. Pasien akan mendapatkan instruksi untuk mengangkat tangan
ketika mereka mendengar suara

13. Penatalaksanaan
a. Trauma Ear
1) Pasien mengeluh gatal didalam telinga, lakukan pemeriksaan
otoskopi
2) Bila pasien mengeluh disertai vertigo dan tuli, diperlukan
pemeriksaan lengkap pada telinga, hidung, tenggorokan, evaluasi
fungsi saraf otak dan serebelum serta jumlah tes khusus.
3) Apabila dilakukan percobaan dengan menekan tragus ke dalam
atau penarikan aurikula dengan hati-hati menimbulkan nyeri pada
pasien yang mengeluh telinga, mungkin ia menderita otitis eksterna
4) Untuk pasien yang menderita autitis media, jika digerakkan
aurikulanya tidak menimbulkan nyeri.
5) Kemudian jika pasien dengan nyeri telinga dan otore menderita
nyeri tekan pada prosesus mastiodeus,biasanya terjadi mastoiditis
(Marni, 2018).

21
b. External Otitis
Pengobatan pasien otitis eksternal didasarkan pada penyebabnya.
Misalnya, jika infeksi disebabkan oleh jamur, maka dokter akan
memberikan obat tetes telinga yang mengandung anti jamur. Demikian
pula jika otitis eksterna disebabkan oleh bakteri, obat dengan
kandungan antibiotik akan diberikan kepada pasien. Untuk meredakan
peradangan, biasanya dokter akan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung steroid. Pada kasus otitis eksterna yang disertai nyeri,
dokter juga akan memberikan obat pereda nyeri sesuai tingkat
keparahan nyeri seperti ibuprofen, acetaminophen (parasetamol), dan
naproxen (Lesmana, 2020).
Agar penyembuhan berjalan lebih cepat, disarankan untuk
melindungi telinga dari air selama pengobatan otitis eksterna, seperti
dengan menyumbat telinga saat mandi dan menghindari berenang atau
menyelam. Selain itu, hindari penggunaan alat bantu dengar atau alat
elektronik lainnya yang terpasang di telinga sebelum rasa sakitnya
mereda dan jangan bepergian dengan pesawat sampai kondisi otitis
eksternal dinyatakan sembuh oleh dokter (Lesmana, 2020).
c. Cerumen
1) Pengangkatan Serumen
Pengangkatan serumen secara manual dapat dilakukan pada anak-
anak ataupun orang dewasa menggunakan instrumen khusus.
Pasien yang kooperatif yang tidak bergerak selama prosedur
dilakukan sangat membantu operator melakukan pembersihan.
Namun, beberapa pasien anak kecil perlu ditahan atau dipegang
oleh orang tuanya maupun dengan bantuan orang lain.
2) Irigasi Saluran Telinga
Irigasi saluran telinga dengan menggunakan jarum suntik atau
irigasi mekanis adalah metode yang banyak digunakan untuk
menghilangkan serumen. Metode ini aman jika menggunakan
aliran tekanan rendah yang tidak diarahkan langsung ke membran

22
timpani untuk mencegah terjadinya perforasi membran. Irigasi ini
harus dihindari pada pasien dengan perforasi membran timpani
atau adanya riwayat operasi telinga. Beberapa pasien dengan atrofi
pada membran timpani juga perlu diperhatikan karena cenderung
akan mengalami perforasi saat irigasi.
3) Agen Serumenolitik
Berbagai agen kimia telah diterapkan pada serumen untuk
melunakkan dan mempercepat pengangkatannya baik secara
manual ataupun irigasi. Agen-agen ini dapat dilakukan oleh dokter
atau digunakan oleh pasien sendiri di rumah mereka. Cara
pemberiannya agen ini adalah dengan meneteskan agen
serumenolitik ini ke dalam telinga selama 15-20 menit sebelum
pembersihan telinga. Cara ini meningkatkan tingkat keberhasilan
pembersihan telinga mencapai 97% dan membutuhkan volume air
yang lebih kecil untuk membersihkan serumen.

14. Komplikasi
a. Trauma ear
1) Tuli Konduktif: Terjadi karena adanya perforasi membran
timpani dengan atau tanpa dislokasi tulang-tulang pendengaran.
2) Paralisis Wajah Unilateral: Terjadi karena trauma yang mengenai
nervus fasialis di sepanjang perjalanannya melalui os temporale
sehingga dapat menyebabkan paralisis wajah unilateral.
3) Vertigo Hebat: Disebabkan oleh berbagai jenis trauma yang dapat
menyebabkan depresi mendadak pada fungsi vestibular, sehingga
terjadilah vertigo yang mendadak, hebat dan berlarut-larut.
4) Kehilangan Kesadaran: Terjadi karena kehilangan fungsi
vestibular unilateral mendadak dan biasanya cideranya cukup
hebat sehingga pasien akan mengalami periode kehilangan
kesadaran.

23
5) Nistagmus: Nistagmus merupakan sesuatu yang khas bagi
kehilangan fungsi vestibular unilateral mendadak

b. Otitis Externa
Jika otitis eksterna tidak diobati, infeksi akan meluas secara
progresif ke lapisan subkutis, tulang rawan dan ke tulang di
sekitarnya, sehingga timbul kondritis, osteitis dan osteomielitis yang
menghancurkan tulang temporal. Keadaan inilah yang terjadi pada
otitis eksterna maligna, terutama bila terdapat faktor
immunocompromize dan mikroangiopati. Gejala otitis eksterna
maligna adalah rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikut
oleh nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan liang telinga.
Kemudian rasa nyeri terebut akan semakin hebat, liang telinga tertutup
oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasial dapat
terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial (Soepardi
et al., 2012).
c. Cerumen
Jika serumen dibiarkan tanpa dalam waktu lama, gejala-gejala di atas
dapat memburuk. Gangguan pendengaran juga bisa semakin parah
seiring waktu dan telinga bisa mengalami kehilangan pendengaran,
iritasi telinga, infeksi telinga, telinga berdengung (tinnitus), serta
gangguan lainnya.

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian
a. Data Demografi
Data demografi berupa nama, tempat tanggal lahir, agam, suku,
pekerjaan, tempat tinggal, jenis kelamin, nomer rekam medis, jaminan
kesehatan yang dimiliki.
b. Riwayat Kesehatan

24
Riwayat kesehatan berupa riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan yang pernah dialami, serta riwayat kesehatan keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi Telinga Luar
Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi telinga bagian luar sebelum
melakukan pemeriksaan dalam dengan menggunakan otoskop.
Bersihkan kotoran yang ada di telinga bagian luar dan carilah
tanda-tanda kelainan yang jelas. Penilaian dimulai dengan:
2. Melakukan pengukuran dan bentuk pinna
Pemeriksaan terhadap tulang rawan / sinus atau lubang
praaurikular. Adakah tanda-tanda trauma pada pinna dan lesi kulit
yang mengarah pada dugaan neoplasia pada pinna. Kondisi kulit
pinna dan kanal eksterna, apakah terdapat infeksi atau radang
saluran telinga luar dengan ada atau tidaknya cairan serta tanda
atau bekas luka dari operasi sebelumnya.
3. Inspeksi Saluran dan Gendang Telinga
Pemeriksaan dilanjutkan dengan menggunakan otoskop. Sebuah
otoskop dapat memiliki visualisasi yang lebih baik untuk melihat
membran timpani (MT). Baterai otoskop harus beroperasi penuh
untuk memberikan cahaya optimal selama pemeriksaan. Teknik
pemeriksaan meliputi menggenggam pinna dan menariknya ke
bagian atas dan belakang untuk membantu meluruskan saluran
telinga sehingga dapat dilakukan pemeriksaan pada membran
timpani. Cara memegang otoskop yang benar adalah seperti
memegang pensil. Kemudian perhatikanlah:
a) Kondisi kulit saluran apakah adanya kotoran atau tidak,
jaringan asing atau keluarnya cairan
b) Menilai mobilitas gendang telinga menggunakan spekulum
pneumatik. Normalnya gendang akan bergerak jika diberikan
suara atau tekanan
4. Inspeksi Membran Timpani

25
Pemeriksaan dilanjutkan lebih dalam sampai menilai membran
timpani. Gerakkan otoskop untuk melihat keseluruhan membran
timpani. Membran timpani berbentuk lingkaran dengan diameter 1
cm. Hal yang dapat dinilai berupa refleks cahaya, pars tensa dan
pars flaccida serta penyangga malleus lateral. Namun terkadang,
pada membran timpani yang sehat dan tipis mungkin pula
dilakukan pemeriksaan untuk melihat panjang incus, korda
timpani, pembukaan tuba eustachius serta koklea (Marni, 2018).

2. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Subjektif Objektif
1 Nyeri akut berhubungan  Mengeluh Nyeri  Tampak
dengan inflamasi telinga meringis
eksternal atau iritasi local,  Bersikap
benda asing, atau infeksi protektif
telinga media.  Gelisah
 Frekuensi nadi
meningkat
 Sulit tidur
 Tekanan darah
meningkat
2 Ansietas berhubungan dengan  Merasa  Tampak gelisah
kehilangan pendengaran khawatir dengan  Tampak tegang
akibat dari  Sulit tidur
kondisi yang  Frekuensi napas
dihadapi meningkat
 Frekuensi nadi
meningkat
 Tekanan darah

26
meningkat
 Tremor
 Muka tampak
pucat
 Suara bergetar
 Kontak mata
buruk
3 Gangguan persepsi sensori  Merasakan  Distorsi sensori
auditorius berhubungan sesuatu melalui  Bersikap seolah
dengan kerusakan nervus atau indera mendengar
kehilangan pendengaran. pendengaran  Respon tidak
sesuai
4 Defisit pengetahuan  Menanyakan  Menunjukkan
berhubungan dengan kurang masalah yang perilaku tidak
terpapar inforfasi tentang dihadapi sesuai anjuran
penyakit  Menunjukkan
persepsi yang
keliru terhadap
masalah

27
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
inflamasi telinga tingkat nyeri menurun, dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
eksternal atau iritasi kriteria hasil: 2. Indentifikasi skala nyeri
local, benda asing, 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
atau infeksi telinga 2. Meringis menurun 4. Identifikasi factor yang memperberat dan
media. 3. Gelisah menurun meringankan nyeri
4. Frekuensi nadi membaik 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Tekanan darah membaik tentang nyeri
6. Pola tidur membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan

28
9. Monitor efek samping penggunaan anlgetik
Terapeutik
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
11. Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
12. Fasilitasi istirahat tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan stategi meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
15. Jelaskan stategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
18. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

29
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan kehilangan keperawatan 1x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
pendengaran tingkat ansietas menurun, dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
kriteria hasil: lain yang mengganggu kemampuan
1. Perilaku gelisah menurun kognitif.
2. Perilaku tegang menurun 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
3. Pola tidur membaik efektif digunakan
4. Konsentrasi membaik 3. Identifikasi kesediaan, kemampuan dan
penggunaan teknik sebelumnya.
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi.
Terapeutik
6. Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa
gangguan dan pencahayaan dan suhu ruang
yang nyaman, jika memungkinkan
7. Berikan informasi tertulis tentang persiapan

30
dan prosedur terapi relaksasi
8. Gunakan pakaian longgar
9. Gunakan nada suara lembut dengan nada
lembut dan berirama
10. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis yang sesuai
Edukasi
11. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
12. Jelaskan secara rinci intevensi relaksasi
yang dipilih
13. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
14. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
15. Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
16. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
3 Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan Observasi

31
sensori auditorius keperawatan 1x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi harapan untuk mengendalikan
berhubungan dengan persepsi sensori membaik, dengan perilaku
kerusakan nervus atau kriteria hasil : Terapeutik
kehilangan 1. Respon sesuai stimulus 2. Diskusikan tanggung jawab, terhadap
pendengaran. membaik perilaku
2. Konsentrasi membaik 3. Jadwalkan kegiatan terstruktur
3. Orientasi membaik 4. Ciptakan dan pertahankan lingkungan dan
kegiatan perawatan konsisten setiap dinas
5. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai kebutuhan
6. Batasi jumlah pengunjung
7. Bicara dengan nada rendah dan tenang
8. Lakukan kegiatan pengalihan terhadap
sumber agitasi
9. Cegah perilaku pasif dan agresif
10. Beri penguatan positif terhadap keberhasilan
pengendalian perilaku
11. Lakukan pengekangan fisik sesuai indikasi
12. Hindari bersifat menyudutkan dan
menghentikan pembicaraan

32
13. Hindari sikap mengancam dan berdebat
14. Hindari berdebat dan menawar batas
perilaku yang telah ditetapkan
Edukasi
15. Informasikan kepada keluarga bahwa
keluarga sebagai dasar pembentukan
kognitif
4 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
kurang terpapar tingkat pengetahuan meningkat, menerima informasi
inforfasi tentang dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi factor- factor yang dapat
penyakit 1. Perilaku sesuai anjuran meningkatkan dan menurunkan motivasi
meningkat perilaku hidup bersih dan sehat
2. Perilaku sesuai dengan Terapeutik
pengetahuan meningkat 3. Sediakan materi dan media pendidkan
3. Pertanyaan tentang masalah kesehatan
yang dihadapi menurun 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
4. Persepsi yang keliru terhadap dengan kesepakatan
masalah menurun. 5. Berikan kesempatan untuk bertanya

33
Edukasi
6. Jelaskan factor ririsiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
7. Ajrkan perilaku hidup bersih dan sehat
8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat

(PPNI, 2018)

34
4. Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan.Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana

tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini. Semua

tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons pasien

didokumentasikan (Prabowo, 2014).

5. Evaluasi
Menurut (Farida, Yudi, 2012) evaluasi merupakan proses yang

berkelanjutan dan dilakukan terus-menerus untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan evaluasi dapat dibagi

menjadi dua yaitu sebagai berikut:

a. Evaluasi proses yang dilakukan setiap selesai melaksakan tindakan

keperawatan, disebut evaluasi formatif.

b. Evaluasi hasil dilakukan dengan cara membandingkan respons pasien

dengan tujuan yang telah ditentukan, disebut evaluasi sumatif.

35
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma telinga adalah trauma atau luka pada telinga yang mengenai
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam dan struktur yang berdekatan.
Anamnesi harus dilakukan seperti anamnesis dari pasien, gejala-gejala yang
ada, stimulus iatotropik, penyakit lain yang berhubungan, interprestasi pasien
terhadap gejala, dampak gangguan, informasi demografi, dan riwayat yang
terkait Trauma telinga dapat terjadi pada 3 bagian telinga. Trauma pada bagian
luar telinga umumnya akan mengenai daun telinga sampai dengan liang
telinga. Trauma bagian telinga tengah umumnya akan mengenai bagian
membran tympani dan osikula. Trauma yang mengenai telinga bagian dalam
akan menimbulkan kerusakan pada koklea sampai dengan saraf (Budiarsa,
2019).
Otitis Eksterna (OE) adalah peradangan pada liang telinga luar (lubang
telinga luar hingga gendang telinga) dengan gejala utama sakit telinga
(otalgia), bengkak, kemerahan, dan telinga terasa penuh atau ada tekanan dari
telinga (Lesmana, 2020).
Faktor risiko yang menyederhanakan otitis eksterna adalah perubahan
pH di saluran telinga, yang biasanya normal atau asam. Ketika pH menjadi
basa, perlindungan terhadap infeksi menurun. Pada umumnya bakteri atau
jamur ini menginfeksi bagian kulit lembut liang telinga luar yang teriritasi air.
Saluran telinga juga dapat teriritasi oleh atau karena remah-remah luar
(misalnya pasir), terlalu sering membersihkan telinga, efek samping alat bantu
dengar, komplikasi penyakit telinga lainnya (misalnya eksim saluran telinga)
(Lesmana, 2020).
Cerumen adalah produksi dari kelenjar lemak dan kelenjar keringat yang
ada di liang telinga. Serumen biasanya memiliki konsistensi lunak, lengket,
dan berwarna kuning hingga kecoklatan (Machfoed et al., 2019).

36
Penyebab terjadinya infeksi serumen diantaranya dermatitis kronik pada
telinga luar, liang telinga sempi, produksi serumen terlalu banyak dan kental,
terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek
telinga) (Machfoed et al., 2019)

37
Daftar Pustaka

Abadie, A., Angrist, J., & IMBENS, G. (2019). Asuhan Keperawatan Pada

Penderita Serumen.

Budiarsa, I. (2019). Jurnal RLS dr. IGN.pdf.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/288e15b319008b6bd

1d399d7f717e379.pdf

Lesmana, W. L. (2020). Inflammation Of The Ear Canal (External Otitis).

Universitas Udayana Bali.

Machfoed, H., Partoatmodjo, L. R., Susilo, H., Suharjanti, I., & Machin, A.

(2019). Joint Scientific Meeting on Neurology Continuing Medical

Education and Pain 2019.

Marni. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Gosyen Publishing.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Cetakan II). Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

38

Anda mungkin juga menyukai