Agama Adalah Nasihat
Agama Adalah Nasihat
Agama Adalah Nasihat
َّ َوال، َونَ َّو َر قُلُوْ بَنَا بِ ْالقُرْ آ ِن، َوَأ ْك َر َمنَا بِاِإْل ْي َما ِن، الَّ ِذي َأ َع َّزنَا بِاِإْل ْساَل ِم،ال َح ْم ُد هللِ ِذي ال َجاَل ِل َواِإل ْك َر ِام
صاَل ةُ َوال َّساَل ُم َعلَى َسيِّ ِدنَا
َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل إلهَ ِإاَّل،س ِدي ِْن اِإْل ْساَل ِم
ِ ْ بُ ُدوْ ِر التَّ َم ِام َو ُش ُمو، َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه ْال ِك َر ِام،ب ْال ِعظَا َم َ ُم َح َّم ِد ِن الَّ ِذي َعاَل النُّجُوْ َم َو ْال َك َوا ِك
ص ْي ُك ْم ُأ َأ
ِ ْ فَإنِّي و، ِعبَا َد الرَّحْ مٰ ِن،ُ َّما بَ ْعد.ُي بَ ْع َده َأ َأ
َّ ِ َو ْشهَ ُد َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ الَّ ِذي اَل نَب،ُك لَهُ َواَل َمثِ ْي َل لَه َ هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي
صوْ اَ ت َوت ََوا ِ صلِ ٰح ٰ ٰ َّ
ّ ْر اِاَّل ال ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا َو َع ِملُوا ال ْ ْ ْ
ٍ ۙ َوال َعصْ ۙ ِر اِ َّن ااْل ِ ْن َسانَ لَفِ ْي ُخس: القَاِئ ِل فِي ِكتَابِ ِه القُرْ آ ِن،َونَ ْف ِسي بِتَ ْق َوى هللاِ ال َمنَّا ِن
َّ صوْ ا بِال
صب ِْر َ ق ەۙ َوتَ َواِّ بِ ْال َح
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh
keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk
senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah
subhanahu wata’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang
diharamkan. Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Hendaklah diketahui bahwa Allah
subhanahu wata’ala sah bersumpah dengan apapun yang Ia kehendaki di antara makhluk-Nya.
Dalam surat al-‘Ashr, Allah ta’ala bersumpah dengan al ‘Ashr yang artinya masa sebagaimana
ditafsirkan sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu. Jadi Allah bersumpah demi masa bahwa
setiap manusia itu merugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Inilah sifat para
hamba Allah yang saleh yang mengamalkan pesan-pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan melaksanakan perintah-perintahnya. Mereka giat mempelajari ilmu agama dan sungguh-
sungguh dalam mengamalkannya. Terutama para sahabat yang awal-awal masuk Islam (as-
sabiqun al-awwalun) yang dipuji oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:
Maknanya: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada Allah” (QS. at-Taubah: 100) Allah subhanahu
wata’ala memberitahukan kepada kita bahwa Ia ridla kepada mereka, karena mereka telah
percaya dan beriman, belajar dan beramal, memberi dan menerima nasihat. Oleh karenanya,
sudah selayaknya kita meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sudah sepantasnya
kita meneladani para sahabat yang mulia, yang saling menasihati karena Allah. Sahabat yang
satu menjadi cermin bagi saudara Muslim lainnya. Ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia
cintai untuk dirinya. Jika ia melihat aib atau kekurangan pada saudaranya, ia bersegera
memberikan nasihat kepadanya dalam rangka mencari ridla Allah. Di pihak lain, sahabat yang
dinasihati juga tidak enggan menerima nasihat, karena ia tahu bahwa nasihat itu sangat
bermanfaat bagi dirinya. Salah seorang ulama salaf berkata:
Artinya: “Jika engkau mengetahui ada orang yang menunjukkan kepadamu aib-aib dan
kekurangan-kekuranganmu, maka berpeganglah dengannya”
Artinya: “Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan kepadaku aib-aib dan kekurangan-
kekuranganku”. Para sahabat yang mulia ketika salah seorang di antara mereka bertemu dengan
yang lain, mereka berjabat tangan dengan muka yang ceria dan tersenyum. Lalu mereka
membaca surat al-‘Ashr karena nilai-nilai agung nan mulia yang terkandung dalam surat ini:
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran” (QS al-‘Ashr: 1-3)
) هللِ َولِ ِكتَابِ ِه َولِ َرسُوْ لِ ِه َوَأِلِئ َّم ِة ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َوعَا َّمتِ ِه ْم (رواه مسلم:ال صلى هللا عليه وسلم
َ َ ق، قُ ْلنَا لِ َم ْن؟،ُص ْي َحة
ِ َّال ِّديْنُ الن
Al-Hafizh Abu ‘Amr ibn ash-Shalah memberikan penjelasan mengenai hadits ini
sebagaimana dikutip oleh Ibnu Rajab sebagai berikut: “Nasihat adalah kata yang padat makna,
mencakup tindakan penasihat terkait yang dinasihati dengan berbagai macam kebaikan, dalam
kehendak dan perbuatan. Nasihat terkait dengan Allah adalah dengan mentauhidkan-Nya,
menyifati-Nya dengan sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan yang layak bagi-Nya,
menyucikan-Nya dari hal-hal yang tidak layak bagi-Nya, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat
kepada-Nya, melakukan berbagai ketaatan kepada-Nya dan perkara-perkara yang Ia cintai
dengan penuh keikhlasan, mencintai dan membenci karena-Nya, mengajak serta mendorong
orang lain kepada ini semua. Nasihat terkait dengan Kitab Allah adalah mengimaninya,
mengagungkannya, menyucikannya, membacanya dengan benar, tunduk kepada perintah-
perintah dan larangan-larangannya, memahami ilmu-ilmu dan hikmah-hikmahnya, merenungkan
ayat-ayatnya, mengajak orang kepadanya, menjaganya dengan menolak upaya penyelewengan
orang-orang yang ekstrem dan upaya penistaan orang-orang kafir atau ateis terhadapnya.
Nasihat terkait dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan beriman
kepadanya dan ajaran yang dibawanya, memuliakan dan mengagungkannya, berpegang teguh
dengan ketaatan kepadanya, menghidupkan dan menyebarkan sunnahnya, memusuhi orang yang
memusuhinya dan memusuhi sunnahnya, mencintai dan berpihak kepada orang yang
mencintainya dan mencintai sunnahnya, berakhlak dan beradab dengan akhlak dan adabnya,
serta mencintai keluarga, keturunan dan para sahabatnya, dan semacamnya. Nasihat terkait
dengan para pemimpin kaum muslimin adalah membantu mereka dan menaati mereka dalam
kebenaran, memperingatkan dan mengingatkan mereka dengan lemah lembut, tidak
memberontak kepada mereka, mendoakan mereka agar diberi taufiq oleh Allah serta mengajak
orang lain melakukan ini semua. Nasihat terkait dengan kaum muslimin secara umum (yang
bukan pemimpin) adalah membimbing mereka kepada hal-hal yang membawa kemaslahatan dan
kebaikan bagi mereka, mengajarkan kepada mereka urusan agama dan dunia, menutupi
keburukan-keburukan mereka dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan mereka, membela
dan melindungi mereka dari musuh, tidak dengki dan iri terhadap mereka, mencintai untuk
mereka apa yang dicintai untuk diri sendiri dan membenci untuk mereka apa yang dibenci untuk
diri sendiri, dan hal-hal semacamnya.”
Kaum Muslimin rahimakumullah, Di antara contoh nasihat adalah apa yang dilakukan
oleh Imam Syafi’i seperti yang diceritakan dalam Siyar A’lam an-Nubala’ dan lainnya berikut
ini. Imam Syafi’i menjadikan Muhammad bin ‘Abdul Hakam seperti layaknya saudaranya
sendiri. Imam Syafi’i begitu mencintainya, dekat dengannya dan penuh perhatian terhadapnya.
Muhammad ini juga mulazamah kepada Syafi’i, mendalami ilmu fiqh dan berbagai ilmu
kepadanya, bermadzhab dengan madzhabnya dan banyak berbuat baik kepadanya. Melihat
kesungguhan mahabbah dan persaudaraan antara keduanya, banyak orang mengira bahwa Imam
Syafi’i akan menyerahkan halaqah ilmunya di Masjid Jami’ ‘Amr bin ‘Ash setelah ia wafat
kepada Muhammad bin ‘Abdul Hakam.
Pada saat Imam Syafi’i sedang sakit menjelang wafatnya -dan waktu itu Muhammad bin
‘Abdul Hakam tengah berada di dekat kepala Imam Syafi’i sehingga mudah untuk
menunjuknya-, dikatakan kepadanya: Kepada siapakah kami belajar setelah anda, wahai Abu
’Abdillah?. Imam Syafi’i rahimahullah menjawab: “Belajarlah kalian kepada Abu Ya’qub al-
Buwaithi.” Al-Buwaithi adalah murid terbesar Imam Syafi’i dan dinilai oleh Imam Syafi’i lebih
alim dan lebih utama. Karenanya, Imam Syafi’i melakukan nasihat dan berbuat baik terkait
dengan Allah ‘azza wa jalla dan kaum muslimin, dan tidak melakukan mudahanah (melakukan
kesalahan untuk menjaga hubungan dengan orang tertentu).
Imam Syafi’i tidak lebih mementingkan ridla makhluk daripada ridla Allah. Ia
mengarahkan orang-orang untuk belajar kepada al-Buwaithi dan lebih memilihnya daripada
Muhammad bin ‘Abdul Hakam. Hal itu dikarenakan dalam penilaian Imam Syafi’i, al Buwaithi
lebih layak mengajar, lebih dekat kepada sikap zuhud dan wara’, cepat meneteskan air mata,
kebanyakan hari-harinya diisi dengan dzikir dan mengajarkan ilmu, dan malamnya kebanyakan
diisi dengan tahajjud dan membaca al-Qur’an. Imam Syafi’i juga mempercayai al-Buwaithi
untuk berfatwa dan mengarahkan orang yang meminta fatwa kepadanya. Ma’asyiral Muslimin
rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga
bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin