374 Full Text

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 92

SKRIPSI

FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN


PERDANOMOR 50 TAHUN 2001 TENTANG PENGAWASAN DAN
PENERTIBAN MINUMAN KERAS(MIRAS)
DI KABUPATEN GOWA.

Hanjaya

Nomor Stambuk : 1056401784 13

PROGRAM STUDI ILMUPEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018

i
FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENEGAKKAN
PERDANOMOR 50 TAHUN 2001 TENTANG PENGAWASAN DAN
PENERTIBAN MINUMAN KERAS(MIRAS)
DI KABUPATEN GOWA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat UntukMemperolehGelar

SarjanaIlmuPemerintahan

DisusundanDiajukanOleh

Hanjaya

NomorStambuk :105640 1784 13

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2018

ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertandatangandibawahini :

Nama : Hanjaya

NomorStambuk : 105640178413

Program Studi : IlmuPemerintahan

Menyatakanbahwabenarkaryailmiahiniadalahpenelitiansayatanpabantu

andaripihak lain atautelahditulis/dipublikasikan orang lain

ataumelakukanplagiat.

Pernyataaninisayabuatdengansesungguhnyadanapabila di

kemudianharipernyataaninitidakbenar,

makasayabersediamenerimasanksiakademiksesuaiaturan yang berlaku,

sekalipunitupencabutangelarakademik.

Makassar, ,Januari 2018

Hanjaya

v
Abstrak

HANJAYA: 2017. Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan


Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Minuman
Kersa (Miras) di Kabupaten Gowa. (dibimbing oleh Abdul Kadir Adys, dan
Rudi Hardi).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Fungsi Satuan


Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang
Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya. Tipe penelitian ini adalah penelitian studi kasus dimana teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif
dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi
kepustakaan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa
Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50 Tahun
2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa. Dapat
disimpulkan bahwa meskipun pemerintah Kabupaten Gowa Telah mengeluarkan
Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di
Kabupaten Gowa demi mengurangi tingginya angka perederaan minuman
keras/beralkohol yang banyak merugikan masyarakat akibat ulah para pengguna
minuman keras tersebut, masih belum memberikan efek jera terhadap sanksi yang
diberikan kepada para tersangka.
Terbukti dengan masih banyaknya laporan yang diterima oleh Satuan
Polisi Pamong Praja dari masyarakat dan tercatat ada 16 kasus peredaran
minuman keras/beralkohol dalam 1 (satu) tahun terakhir ini, sehigga membuat
satuan polisi pamong praja melakukan, (1) penyelidikan jika masih ada kios/cafe
yang menjual minuman keras/beralkohol. (2) dan dari hasil pemeriksaan
Pemanggilan dilakukan setelah menerima laporan dari masyarakat terdapat
beberapa kios yang menjual minuman beralkohol yang tidak mengantongi surat
izin menjual minuman keras, (3) melakukan penangkapan dan pemanggilan serta
penyitaan barang bukti terhadap para tersangka penjual minuman. (4)
penangkapan dilakukan apabila tersangka terbukti bersalah dan akan
ditindaklanjuti berdasarkan dengan Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang
Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa. Adapun faktor
menghamabat dalam penelitian ini yaitu (1) fasilitas/alat yang masih kurang
dimiliki oleh satuan polisi pamong praja demi menunjangnya kinerja pasukan
dalam menjalankan Perda Nomor 50 Tahun 2001, (2) Tindak pidana yang
diberikan kepada para pelaku belum bisa memberikan efek jera, (3) pemberian
hukuman/efek jera belum bisa memberikan kesadaran kepada tersangka, padahal
mereka sendiri tahu efek dari peredaran miras itu sendiri dapat menyebabkan
tingginya angka kejahatan.
Kata Kunci : Satuan Pamong Praja, Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Keras

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji hanya milik Allah SWT yang

menentukan setiap makhlukNya dan memberikan bimbinganNya. Dengan segala

nikmat dan kesempatan yang tercurahkan sehingga menjadi sempurnalah segala

amal saleh yang kita lakukan. Shalawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi

Muhammad SAW, pemimpin para rasul dan imam dari orang-orang yang

bertaqwa, karena dengan perjuangannyalah kita bisa mengenal agama yang

sempurna, mulia dan penuh cahaya ini, Islam. Dengan segala waktu dan kesehatan

yang diberikan olehNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini

dan menuliskan hasil penelitian ini dalam suatu karya ilmiah, yaitu skripsi.

Skripsi yang berjudul “Fungsi Satuan Polisi Pamong

PrajadalammenegakkanPerdaNomor 50 Tahun 2001

TentangPengawasandanPenertibanMinuman Kersa (Miras) di

KabupatenGowa.”Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Selama penulisan skripsi ini,

penulis mengalami berbagai rintangan dan hambatan yang datang silih berganti.

Namun, berkat motivasi dan bantuan dari berbagai pihak baik dalam bentuk moril

maupun materil sehingga semua rintangan dan hambatan dapat diatasi.

Oleh karena itu, pada kesempatan yang berharga inipenulis secara khusus

menyampaikan terima kasih yang tak berhingga kepada yang terhormatAyahanda

dan Ibunda tersayang atas segala pengorbanan yang telah diberikan kepada

penulis sejak dalam kandungan sampai sekarang ini. Atas segala didikan, tenaga,

vii
materi, kasih sayang yang berlimpah dan doa restunya serta ucapan terima kasih

kepada Bapak Abdul KadirAdys, SH, MMselaku Pembimbing I dan BapakRudi

Hardi, S.Sos, M.Siselaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya

membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

1. Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim,SE.,MM selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar.

2. Ibu Dr. Hj.Ihyani Malik,S.Sos,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak A.Luhur Prianto S.Ip, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Suluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas

Muhammadiyah Makassar yang senantiasa meluangkan waktunya untuk

memberi ilmu kepada penulis selama menempuh perkuliahan dan

atasilmuserta nasehat-nasehatnya.

5. Sahabat-sahabatku angkatan 2013 dan semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan skripsi.

6. Seluruh rekan-rekan seperjuangan dan kawan-kawan angkatan 2013 yang

selalu menemani, merasakan suka duka penyusunan skripsi dan membantu

serta kawan-kawan yang sama-sama berjuang dalam meraih cita-cita untuk

sama-sama meraih kesuksesan serta semua pihak yang telah membantu dan

mendukung terselesaikannya skripsi ini.

7. Kepala Kantor Dinas Satuan Polisi Pamon Praja, beserta staff kantor terima

kasih telahmemberikankemudahandalammencari data.

viii
Dan seluruh rekan serta pihak yang penulis tidak sebutkan namanya satu

persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga atas bantuan dan

doanya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan semaksimal mungkin

Dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan saran

dan kritikan yang sifatnya membangun karna penulis yakin bahwa suatu persoalan

tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Semoga karya skripsi ini

dapat bermanfaat serta memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang

membutuhkan. Amin.

Makassar, Januari 2017

Hanjaya

ix
DAFTAR ISI

HalamanPengajuanSkripsi............................................................................... ii
Halaman Penerimaan Tim ............................................................................... iii
HalamanPersetujuan ........................................................................................ iii
HalamanPernyataanKeaslianKaryaIlmiah .................................................... iv
Abstrak ............................................................................................................... v
Kata Pengantar.................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Satuan Polisi Pamong Praja ............................................ 8


B. Konsep Pengertian Pengawasan dan Pengendalian ...................... 20
C. KonsepKetertiban dan Ketentraman .............................................. 26
D. Kerangka Pikir ............................................................................... 29
E. Fokus Penelitian ............................................................................ 30
F. Deskripsi Fokus Penelitian ........................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi .......................................................................... 32


B. Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................... 32
C. Sumber Data .................................................................................. 32
D. Informan Penelitian........................................................................ 33
E. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 34
F. Teknik analisis Data ...................................................................... 35
G. Pengabsahan Data ......................................................................... 37

x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambar Umum Hasil Penelitian ................................................... 38


B. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa ................................ 42
C. Hasil Pembahasan .......................................................................... 49
D. Faktor yang mempengaruhi ........................................................... 68
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 74
B. Saran ............................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik, pada

dasarnya penyelenggaraan urusan pemerintahan berada pada kekuasaan

pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah hanyalah melaksanakan urusan-

urusan pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui desentralisasi,

dekonsentrasi maupun tugas pembantuan. Penerapan desentralisasi dan

dekonsentrasi pada negara kesatuan merupakan perwujudan dari distribution of

power antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebagai konsekuensinya

terjadi penyerahan atau pelimpahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah. Asas Desentralisasi mengandung konsekuensi bahwa Otonomi Daerah

bukanlah sebuah egoisme suatu Daerah atau Pemerintahan Daerah tertentu yang

berarti Daerah Otonom tidak mungkin hidup terlepas dari kerjasama baik dari

Pemerintah Pusat maupun daerah-daerah otonom lainnya.

Pemerintah Pusat telah memberikan legalitas hukum kepada Pemerintah

Daerah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014

tentang Otonomi Daerah sebagai landasan berpijak penyelenggaraan pemerintah

daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab sesuai situasi dan kondisi

objektif daerah. Hal ini sejalan dengan semangat otonomi dimana diharapkan

dapat membantu mensosialisasikan berbagai kebijakan pemerintah. Dalam

melakukan pengawasan dan penertiban penjualan minuman beralkohol yang

beredar di daerah Kabupaten Gowa dibantu oleh tim yang beranggotakan

1
2

instansi-instansi yang terkait di daerah. Adapun instansi-instansi yang ditunjuk

seperti Satpol PP dan dibantu oleh pihak Kepolisian untuk melakukan razia

secara rutin dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu terhadap tempat

penjualan minuman beralkohol ilegal, agar razia yang dilakukan dapat berjalan

secara efektif dan tepat mengenai sasaran yang dituju. Selain itu, penertiban yang

dilakukan Satpol PP yaitu dengan melakukan penyitaan terhadap penjualan

minuman beralkohol ilegal. Hal ini dilakukan dalam rangka penegakan hukum.

Adapun sanksi yang diberikan terhadap penjualan minuman beralkohol secara

ilegal yaitu dapat berupa sanksi administrasi yang meliputi peringatan, penjara

atau kurungan yang dikenakan kepada pihak yang masih menjual minuman

beralkohol secara ilegal.

Pemerintah Kabupaten Gowa selaku pihak pemberi izin tempat penjualan

minuman beralkohol haruslah berperan aktif dalam mengawasi tempat penjualan

minuman beralkohol ilegal yang melakukan kegiatannya. Satuan Polisi Pamong

Praja salah satu aparat pemerintah yang merupakan unsur lini yang selalu

terdepan dalam menjaga amanat dari Peraturan Daerah dan secara langsung

selalu bersentuhan dengan masyarakat. Selain itu Satuan Polisi Pamong Praja

mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan

penyelenggaraan pemerintah daerah yang menjadi tanggung jawabannya

berdasarkan kewenangannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku. Salah satu yang harus diketahui bahwa ketertiban dan ketentraman yang

dilaksanakan dewasa ini bertujuan untuk mencapai ketentraman serta membina

kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala


3

bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat

meresahkan masyarakat. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, berbagai upaya

telah dilakukan oleh pemerintah. Termasuk di dalamnya pembentukan aparat

pemerintah baik sebagai abdi Negara maupun abdi masyarakat demi menjaga

ketertiban dan keamanan masyarakat.

Ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat hal yang sangat

didambakan, baik oleh penyelenggara Negara yang dalam hal ini pemerintah,

maupun masyarakat itu sendiri dan untuk terciptanya ketertiban dan ketentraman

ini tentunya tidak terlepas dari peran Satuan Polisi Pamong Praja bekerja sama

dengan instansi penegak hukum lainnya. Oleh karena itu, maka urusan ketertiban

dan ketentraman juga diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja guna

memaksimalkan sosialisasi produk hukum, terutama Peraturan Daerah, Peraturan

Bupati, Keputusan Bupati dan produk hukum perundangan lainnya dalam

menjalankan roda Pemerintahan di daerah kepada masyarakat. Hal tersebut tidak

dapat dilaksanakan sekaligus akan tetapi bertahap dan berkesinambungan,

sehingga masyarakat akan memahami arti pentingnya ketaatan dan kepatuhan

terhadap produk hukum daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut Satuan Polisi

Pamong Praja dimungkinkan untuk melaksanakan ketentuan tersebut, mengingat

tugas pokok merupakan pengembang ketertiban dan ketentraman serta

perlindungan masyaakat, sehingga berhak untuk mengadakan penyidikan terhadap

pelanggaran yang ada terhadap peraturan daerah. Pelaksanaan ketertiban dan

ketentraman khususnya di Kabupaten Gowa dalam hal ini sudah diterapkan.

Selama ini Satuan Polisi Pamong Praja juga kurang diberikan tugas sebagaimana
4

yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010, mengingat

bahwa pelanggaran atas pelaksanaan Peraturan Daerah selama ini jarang terjadi

yang bersifat serius, kalaupun ada maka efektifnya ditangani oleh pihak kejaksaan

dan pihak kepolisian yang selama ini dianggap sebagai pihak yang berhak

menangani pelanggaran hukum yang ada

Gambar 01 : tugas satuan polisi pamong praja dalam menertibkan miras

Salah satu kasus yang menjadi pelanggaran perda yaitu maraknya

peredaran penjualan minuman keras atau miras di warung, pasar, café dan di

rumah penduduk. Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 50 Tahun

2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras Peredaran, penjualan dan

mengkonsumsi minuman beralkohol di Kabupaten Gowa. Masalah minuman

keras/alkohol sendiri, sudah tidak dapat dipungkiri sangat meresahkan kehidupan

sosial masyarakat. Minuman keras diyakini tidak saja membahayakan

pemakainya, tetapi juga membawa dampak buruk bagi lingkungan masyarakat.

Penyimpangan perilaku negatif khususnya kebiasaan mengkomsumsi minuman

keras/beralkohol secara berlebihan menyebabkan hilangnya kontrol pada diri

sendiri, yang pada akhirnya akan menimbulkan pelanggaran atau bahkan tindak

pidana yang meresahkan masyarakat. Sehingga minuman keras/ alkohol dapat


5

disimpulkan sebagai salah satu penyebab atau sumber dari tindakan-tindakan yang

melanggar aturan hukum yang berlaku baik itu kecelakaan lalu lintas, pencurian,

pemerkosaan, penganiyayaan, tindak kekerasan dalam keluarga bahkan

pembunuhan. Dari penjelasan tersebut, dapat di ketahui bahwa peredaran

minumman keras/atau beralkohol Kabupaten Gowa sampai saat ini masih tinggi

dan di perlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk

sama-sama memberantas peredaran minuman beralkohol. Akan tetapi dengan

adanya peraturan yang mengatur mengenai minuman beralkohol diharapkan

dapat meminimalisir peredaran minuman beralkohol dan dapat mengurangi angka

kejahatan yang diakibatkan oleh mengkomsumsi minuman beralkohol khusunya

di Kabupaten Gowa.

Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas menegakkan peraturan

daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat terhadap maraknya peredaran minuman

keras/beralkohol. Tercatat mulai dari bulan Januari sampai Desember 2016 satuan

polisi pamong praja telah menyita ratusan liter minuman keras berjenis Ballo dan

ratusan jenis minuman beralkohol jenis (Bir) Angker

Memahami pentingnya ketertiban dan ketentraman serta pentingnya

peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya,

maka penulis tertarik untuk memilih judul “Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja

dalam menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001Tentang Pengawasan dan

Penertiban Minuman Keras di Kabupaten Gowa”.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan diatas, maka rumusan

masalah yaang dikemukakan adalah:

1. Bagaimana Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan

Perda Nomor 50 Tahun 2001Tentang Pengawasan dan Penertiban

Miras di Kabupaten Gowa?

2. Apa faktor yang mempengaruhi dalam menegakkan Perda Nomor 50

Tahun 2001Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten

Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Dalam setiap penelitian pada dasarnya memiliki beberapa tujuan yang

hendak dicapai, adapun tujuan yang dicapai dalam penyusunan proposal ini

adalah :

1. Untuk mengetahui Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam

menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001Tentang Pengawasan dan

Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.

2. Untuk mengetahui apa faktor yang mempengaruhi dalam

menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001Tentang Pengawasan dan

Penertiban Miras di Kabupaten Gowa?

D. Kegunaan Penelitian.

1. Secara teoritis,dapat memberi wawasan keilmuan bagi penulis baik secara

langsung maupun tidak langsung, memberi sumbangan pemikiran dalam

rangka penertiban minuman beralkohol di Kabupaten Gowa. b. Secara


7

praktis, dapat memberi masukan bagi pemerintah, legislatif, praktisi

hukum dan masyarakat sebagai acuan dalam mengatasi serta

memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan Fungsi Satuan

Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50 Tahun

2001Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.

2. Bagi penulis dapat diharapkan menjadi tambahan ilmu pengetahuan

dibidang ilmu pemerintahan, khususnya hasil penelitian ini diharapkan

dapat mengungkapkan tentang manfaat dari dicapai dalam penyusunan

skripsi ini adalah : Untuk mengetahui Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja

dalam menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001Tentang Pengawasan

dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.

3. Merupakan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu

pengetahuan yaitu ilmu pemerintahan Khususnya dicapai dalam

penyusunan proposal ini adalah : Untuk mengetahui Fungsi Satuan Polisi

Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001Tentang

Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian di lakukan dari tanggal 03 Oktober sampai 30

Desember 2017. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa terkait

dengan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50

Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.

B. Tipe dan Jenis Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu data

yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan sesuai dengan keadaan

mengenai Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50

Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif kualitatif yaitu

penelitian yang menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada objek

penelitian selama penelitian berlangsung.

C. Sumber Data

Ada dua sumber data dalam penelitian ini yaitu :

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan

penelitian tentang Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan

Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras

di Kabupaten Gowa. Melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

32
33

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber asli atau

pertama tetapi bersumber dari bahan bacaan atau dokumentasi yang

berhubungan dengan objek penelitian.

D. Informan Penelitian

Informan penelitian dipilih secara purposive. Informan penelitian pada

tahap awal dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial

atau obyek yang diteliti, sehingga dapat memberikan informasi selengkap-

lengkapnya serta relevan dengan tujuan penelitian. Adapun informan kunci

dalam penelitian ini adalah Kepala Satuan Pamon Praja dan Stafnya di

Kabupaten Gowa.

Tabel 01: Informan Penelitian

No Nama Inisial Jabatan Jumlah

1. Alimuddin Tiro, A.T Kasat satpol pp Kabupaten Gowa 1


SE.MM
2. Hasrum Salim, H.S KasubUndang-undangan Kab. Gowa 1
SH,MM
3. Wahyuningsi, W.Y Pembinaan pengawasan Kab Gowa 1
S.Sos
4. Muh. Syarif S.S Penyelidikan Kab Gowa 1
Syam,M.Si
5. Bakri Wahid B.W Penjual Miras Kabupaten Gowa 1

6. Basri dg Toang B.T Penjual Miras (Ballo) Kabupaten 1


Gowa
7. Rustam dg R.L Warga Somba Opu Kabupaten Gowa 1
Lurang
8. Syukri S.Y Warga Somba Opu Kabupaten Gowa 1

TOTAL INFORMAN 8
34

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Adapun

teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data tentang

Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50

Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten

Gowa dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian. Fokus observasi

dilakukan terhadap tiga komponen utama yaitu space (ruang tempat), aktor

(pelaku), dan aktivitas (kegiatan). Pada penelitian ini dilakukan

pengamatan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda

Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di

Kabupaten Gowa

2. Wawancara

Teknik wawancara ini digunakan untuk memperoleh data secara

mendalam. Pedoman wawancara atau interview guide dengan tujuan agar

wawancara tidak menyimpang dari permasalahan. Pertanyaan penelitian

ditujukan untuk Kepala Satuan Pamong Praja berserta anggotanya di

Kabupaten Gowa.

Teknik wawancara memungkinkan responden atau subyek yang

diteliti berhadapan muka secara langsung (face to face), kemudian

menanyakan sesuatu yang telah direncanakan dalam pedoman wawancara


35

kepada rinforman. Hasilnya dicatat sebagai informasi penting dalam

penelitian.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

digunakan memperoleh data yang telah tersedia dalam bentuk arsip atau

buku yang mendukung penelitian dan kemudian dibandingkan dengan

wawancara dan observasi. Menggunakan metode dokumentasi bias melihat

dokumen yang sudah ada dalam bentuk arsip atau buku seperti struktur

organisasi, sejarah, visi dan misi Satuan Polisi Pamong Praja dan

informasi-informasi tercatat dalam bentuk lainnya yang berhubungan

dengan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda

Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di

Kabupaten Gowa.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan melalui beberapa tahap dengan langkah

sebagai berikut :

1. Reduksi data

Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak jumlahnya, oleh

karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Perlu dilakukan analisis data

melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok menfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya

dan membuang yang tidak perlu. Data yang telah direduksi akan
36

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam

pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan rakitan organisasi informasi, gambaran

dalam bentuk narasi lengkap yang untuk selanjutnya memungkinkan

simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data disusun berdasarkan

pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data dan disajikan dengan

menggunakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupakan rakitan kalimat

yang disusun secara logis dan sistematis sehingga mudah dipahami. Sajian

data dalam penelitian ini selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat

meliputi gambar/skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan serta tabel sebagai

pendukung narasinya. Semuanya itu dirancang guna merakit informasi

secara teratur agar mudah dilihat dan dapat dipahami.

3. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat semantara

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada awal, didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten pada saat ke lapangan untuk mengumpulkan data,

maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel. Sehingga dengan kesimpulan ini diharapkan dapat menemukan

temuan baru yang sebelumnya belum ada. Temuan dapat berupa deskripsi

atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga
37

setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan dapat berupa hubungan kausal

atau interaktif, hipotesis atau teori.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai dari data

yang sudah ada atau terkumpul kemudian melakukan pemilihan,

penyederhananaan, menggolongkan data dan membuang data yang tidak

perlu. Sehingga daapat ditarik kesimpulan data apa saja yang mau diambil.

Setelah itu dilakukan penyajian data dengan cara penyusunan sekumpulan

data atau informasi agar lebih mudah dipahami. Selanjutnya

menghubungkan dan membandingkan antara teori yang ada dengan hasil

praktek di lapangan kemudian mencari hubungan antara satu komponen

yang lain sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari

permasalahan yang diteliti di Kantor Satuan Pamong Praja.

G. Keabsahan Data

Menurut Sugiyono (2009:366), teknik pengumpulan data triangulasi

diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Menurut

Sugiyono (2009:368), ada 3 macam triangulasi yaitu :

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber berarti membandingkan dengan cara

mengecekulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui sumber yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil

pengamatan dengan wawancara, membandingkan antara apa yang


38

dikatakan secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi dan

membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara, lalu di cek

dengan observasi dan dokumentasi.

3. TriangulasiWaktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpul dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber

masih segar, belum banyak masalahakan memberikan data yang lebih

valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian

kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan

dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi

yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka

dilakukan secara berulang-ulang sehingga ditemukan kepastian datanya.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengertian Satuan Pamong Praja

1. Pengertian Satuan Pamong Praja.

Menurut Hasan (2005) Pamong Praja berasal dari kata Pamong

dan Praja, Pamong artinya pengasuh yang berasal dari kata Among yang

juga mempunyai arti sendiri yaitu mengasuh. Mengasuh anak kecil misalnya

itu biasanya dinamakan mengemong anak kecil, sedangkan Praja adalah

pegawai negeri. Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Hasan : 2005)

Pamong Praja adalah Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara.

Definisi lain Polisi adalah Badan Pemerintah yang bertugas memelihara

keamanan dan ketertiban umum atau pegawai Negara yang bertugas menjaga

keamanan. Berdasarkan definisi-definisi yang tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa Polisi Pamong Praja adalah Polisi yang mengawasi dan

mengamankan keputusan pemerintah di wilayah kerjanya.

Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun

20014 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan “Polisi

Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas

Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan

ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala

Daerah”. “Keberadaan Polisi Pamong Praja dalam jajaran Pemerintah Daerah

mempunyai arti khusus yang cukup strategis, karena tugas-tugasnya

8
9

membantu Kepala Daerah dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban

serta penegakan Peraturan Daerah sehinga dapat berdampak pada upaya

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”.

Ruang lingkup tugas Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang

Nomor 32 tahun 2014 diperluas selain menyelenggarakan pembinaan

ketentraman dan ketertiban umum juga ketenteraman masyarakat dalam

penegakan Peraturan Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Untuk menumbuhkan kesadaran

masyarakat maka dalam melaksanakan tugasnya Polisi Pamong Praja

melakukan berbagai cara seperti memberikan penyuluhan, kegiatan patroli

dan penertiban terhadap pelanggaran Peraturan Daerah, keputusan kepala

daerah yang didahului dengan langkah-langkah peringatan baik lisan maupun

tertulis.

Lingkup fungsi dan tugas Polisi Pamong Praja dalam pembinaan

ketentraman dan ketertiban umum pada dasarnya cukup luas, sehingga

dituntut kesiapan aparat baik jumlah anggota, kualitas personil termasuk

kejujuran dalam melaksanakan tugastugasnya. Polisi Pamong Praja sebagai

lembaga dalam pemerintahan sipil harus tampil sebagai pamong masyarakat

yang mampu menggalang dan dapat meningkatkan partisipasi aktif

masyarakat dalam menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban

sehingga dapat menciptakan iklim yang lebih kondusif di daerah. Penampilan

Polisi Pamong Praja dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban harus

berbeda dengan aparat kepolisian (Polisi Negara), karena kinerja Polisi


10

Pamong Praja akan bertumpu pada kegiatan yang lebih bersifat penyuluhan

dan pengurusan, bukan lagi berupa kegiatan yang mengarah pada pemberian

sanksi atau pidana.

Tugas Polisi Pamong Praja adalah selain melakukan penegakan

Peraturan Daerah, juga membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan

pembinaan ketentraman dan ketertiban (Pasal 148 ayat (1) Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

Mengingat luasnya daerah dan menjamin tindakan yang cepat serta

tepat pada waktunya Kepala Daerah dalam “keadaan biasa” diberikan

wewenang pembinaan ketentraman dan ketertiban di daerahnya yang meliputi

(Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi

Sebagai Daerah Otonomi) :

1. Wewenang pengaturan untuk dapat mendorong terciptanya ketentraman

dan ketertiban masyarakat.

2. Wewenang pengaturan-pengaturan kegiatan penanggulangan bencana

alam maupun bencana akibat perbuatan manusia.

3. Wewenang pengaturan kegiatan-kegiatan dibidang politik, ekonomi dan

sosial budaya.

Tujuan dari pembinaan kentraman dan ketertiban adalah untuk

menghilangkan atau mengurangi segala bentuk ancaman dan gangguan

terhadap ketentraman dan ketertiban didalam masyarakat, serta menjaga agar

roda pemerintahan dan peraturan pemerintah serta peraturan perundang-

undangan di daerah dapat berjalan lancar, sehingga pemerintah dan rakyat


11

dapat melakukan kegiatan secara umum, tertib dan teratur dalam rangka

memantapkan ketahanan nasional (Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2

Pasal 2 Tahun 1993 tentang pembinaan ketentraman dan ketertiban di

daerah).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6

tahun 2010 tentang satuan polisi pamong praja, dalam Bab I (1) mengenai

ketentuan umum disebutkan: Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya

disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan

Peraturan daerah (Perda) dan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP

sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) adalah:

1. Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan

perda.

2. Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

3. Satpol PP merupakan aparatur pemerintah daerah yang melaksanakan

tugas bupati dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan

ketertiban umum.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja Bab IV (4) pasal 10 dan
12

pasal 11 menjelaskan tentang Satuan Polisi Pamong Praja terbagi atas dua

bagian yaitu:

1. Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi.

2. Satuan Polisi pamong Praja Kabupaten/Kota.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010

Tentang Satuan Polisi Pamong Praja di bagian bab IV (empat) Bagian

Kesatu, Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi pasal 10 tentang susunan

organisasi Satuan polisi Pamong Praja Provinsi terdiri atas:

a) Kepala.

b) 1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian.

c) Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing bidang terdiri atas

2 (dua) seksi; dan

d) Kelompok jabatan fungsional.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010

Tentang Satuan Polisi Pamong Praja di bagian bab IV (empat) Bagian

kedua, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kota, Paragraf 1 klasifikasi,

pasal 11.

a) Satpol PP Kabupaten/kota terdiri atas Tipe A dan Tipe B.

b) Besaran organisasi Tipe A dan/atau Tipe B ditetapkan berdasarkan

klasifikasi besaran organisasi perangkat daerah.

c) Satpol PP Tipe A apabila variabel besaran organisasi perangkat daerah

mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 60 (enam puluh).


13

d) Satpol PP tipe B apabila variabel besaran organisasi perangkat daerah

mencapai nilai kurang dari 60 (enam puluh).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010

Tentang Satuan Polisi Pamong Praja di bagian bab IV (empat) Bagian

kedua, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten/Kota, Paragraf 2 klasifikasi,

Susunan Organisasi, pasal 12.

a. Organisasi Satpol PP Tipe A terdiri atas:

a. Kepala;

b. 1 (satu) sekretariat yang terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian;

c. Bidang paling banyak 4 (empat) dan masing-masing bidang terdiri atas

2 (dua) seksi dan Kelompok jabatan fungsional.

b. Organisasi Satpol PP tipe B terdiri atas:

a. Kepala;

b. 1 (satu) Subbagian Tata Usaha;

c. Seksi paling banyak 5 (lima); dan

d. Kelompok jabatan fungsional.

Pasal 5 PP Nomor 6 Tahun 2010 menjelaskan beberapa fungsi Satpol

PP sebagai berikut:

1. Penyusunan program pelaksanaan perda, menyelenggarakan

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan

masyarakat,

2. Pelaksanaan kebijakan penegakkan Perda dan peraturan kepala

Daerah.
14

3. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat di daerah,

4. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat,

5. Pelaksanaan koordinasi penegakkan Perda dan Peraturan kepala

daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,

penyelidik Negeri Sipil daerah dan atau aparatur lainnya.

6. Pengawas terhadap masyarakat, aparatur atau badan hukum agar

mematuhi dan menaati Perda dan Peraturan kepala daerah, dan

7. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

2. Sejarah Satuan Pamong Praja.

Keberadaan Polisi Pamong Praja dimulai pada era Kolonial sejak

VOC menduduki Batavia di bawah pimpinan Walikota Jenderal Pieter Both,

bahwa kebutuhan memelihara ketentraman dan ketertiban penduduk sangat

diperlukan karena pada waktu itu Kota Batavia sedang mendapat serangan

secara sporadis baik dari penduduk lokal maupun tentara Inggris sehingga

terjadi peningkatan terhadap gangguan ketenteraman dan keamanan. Untuk

menyikapi hal tersebut maka dibentuklah BAILLUW, semacam Polisi yang

merangkap Jaksa dan Hakim yang bertugas menangani perselisihan hukum

yang terjadi antara VOC dengan warga serta menjaga ketertiban dan

ketenteraman warga. Kemudian pada masa kepemimpinan Raaffles,

dikembangkanlah Bailluw dengan dibentuk Satuan lainnya yang disebut

Besturrs Politie atau Polisi Pamong Praja yang bertugas membantu


15

Pemerintah di Tingkat Kawedanan yang bertugas menjaga ketertiban dan

ketenteraman serta keamanan warga.

Menjelang akhir era Kolonial khususnya pada masa pendudukan

Jepang Organisasi polisi Pamong Praja mengalami perubahan besar dan

dalam prakteknya menjadi tidak jelas, dimana secara struktural Satuan

Kepolisian dan peran dan fungsinya bercampur baur dengan Kemiliteran.

Pada masa Kemerdekaan tepatnya sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia Polisi Pamong Praja tetap menjadi bagian Organisasi

dari Kepolisian karena belum ada Dasar Hukum yang mendukung

keberadaan Polisi Pamong Praja sampai dengan diterbitkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 1948. Secara definitif Polisi Pamong

Praja mengalami beberapa kali pergantian nama namun tugas dan fungsinya

sama, adapun secara rinci perubahan nama dari Polisi Pamong Praja dapat

dikemukakan sebagai berikut Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1

Tahun 1948 pada tanggal 30 Oktober 1948 didrikanlah Detasemen Polisi

Pamong Praja Keamanan Kapanewon yang pada :

a) Tanggal 10 Nopember 1948 diubah namanya menjadi Detasemen Polisi

Pamong Praja.

b) Tanggal 3 Maret 1950 berdasarkan Keputusan Mendagri No.UP.32/2/21

disebut dengan nama Kesatuan Polisi Pamong Praja.

c) Pada Tahun 1962 sesuai dengan Peraturan Menteri Pemerintahan Umum

dan Otonomi Daerah No. 10 Tahun 1962 nama Kesatuan Polisi Pamong

Praja diubah menjadi Pagar Baya.


16

d) Berdasarkan Surat Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah

No.1 Tahun 1963 Pagar Baya dubah menjadi Pagar Praja.

e) Setelah diterbitkannnya UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan di Daerah, maka Kesatuan Pagar Praja diubah menjadi

Polisi Pamong Praja, sebagai Perangkat daerah.

f) Dengan Diterbitkannya UU No.22 Tahun 1999 nama Polisi Pamong

Praja diubah kembali dengan nama Satuan Polisi Pamong Praja, sebagai

Perangkat Daerah.

g) Terakhir dengan diterbitkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, lebih memperkuat keberadaan Satuan Polisi

Pamong Praja sebagai pembantu Kepala Daerah dalam menegakkan

Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban umum dan

ketenteraman Masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong.

Meskipun keberadaan kelembagaan Polisi Pamong Praja dan

Perlindungan Masyarakat telah beberapa kali mengalami perubahan baik

struktur organisasi maupun Nomenklatur, yang kemungkinan dikemudian

hari masih berpeluang untuk berubah, namun secara substansi tugas pokok

Satuan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat tidak mengalami

perubahan yang berarti. “Keberadaan Polisi Pamong Praja dalam jajaran

Pemerintah Daerah mempunyai arti khusus yang cukup strategis, karena

tugas-tugasnya membantu Kepala Daerah dalam pembinaan ketentraman dan

ketertiban serta penegakan Peraturan Daerah sehinga dapat berdampak pada

upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”.


17

3. Dasar Hukum Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja.

Satuan Polisi Pamong Praja telah berusia lebihdari setengah abad,

tetapi sebenarnya keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja makin penting

dan menonjol setelah era reformasi. Tepatnya setelah penerapan UU

Otonomi Daerah. Setelah otonomi daerah, Sat Pol PP menjadi lembaga yang

independen yang melaporkan langsung tugas dan kewajibannya kepada

pemerintah daerah dan memiliki kantor sendiri. Sebagai lembaga yang

mandiri dan memiliki tugas dan tanggungjawab yang besar, mereka juga

merasa perlu meningkatkan kemampuan mereka baik secara fisik maupun

non-fisik untuk anggota-anggotanya.

Peraturan daerah hanya dapat dibentuk apabila ada kesatuan

pendapat antara Bupati/Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, termasuk mengenai keberadaan Sat Pol PP yang pada dasarnya

mempunyai peranan membantu Bupati/Kepala Daerah di dalam

menyelenggarakan pemerintahan umum.

Menurut Misdayanti (1993), peraturan daerah tersebut harus

memenuhi batas-batas kewenangan yang telah ditentukan dengan

keterikatan dalam hubungannya dengan Pemerintah Pusat yang diwujudkan

dalam bentuk pengawasan pencegahan, pengawasan penanggulangan dan

pengawasan umum.

Dasar hukum keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja merupakan

kekuatan yang mengikat dan mengatur segala hal tentang kedudukan.


18

Satuan Polisi Pamong Praja. Dasar atau sumber hukum keberadaan Satuan

Polisi Pamong Praja sendiri terdiri dari:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah.

3. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 tahun 2009 Tentang

pembentukan dan susunan organisasi perangkat daerah kota Makassar.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang tentang Satuan

Polisi Pamong Praja,

5. Peranturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2010 tentang

Pedoman Penyelanggaraan Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi

Pamong Praja.

4. Kedudukan dan Status Satuan Polisi Pamong Praja

Menurut Dewi (2007) Kedudukan dan status Sat Pol PP, yaitu:

a. Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai kedudukan sebagai

perangkat satuan dekonsentrasi (pelimpahan wewenang dari

pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal

tingkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya di daerah), dan merupakan

unsur pelaksana wilayah (desentralisasi).

b. Anggota Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai status sebagai

Pegawai Negeri Sipil.


19

5. Tugas dan Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan

Polisi Pamong Praja Tugas Sat Pol PP yaitu menegakkan peraturan daerah

dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4, Sat Pol PP mempunyai fungsi:

a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat; pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan

peraturan kepala daerah;

b. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah;

c. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

d. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat

dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai

Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;

e. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar

mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan

f. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.

SatPol PP memiliki kewenangan dalam penegakan hukum Perda

karena SatPol PP adalah pejabat Pemerintah Pusat yang ada di daerah yang
20

melaksanakan urusan pemerintahan umum. Dengan adanya kedudukan di

atas maka dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong Praja berwenang:

a. melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga

masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran

atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah,

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,

c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan

masyarakat,

d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda

dan/atau peraturan kepala daerah; dan

e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau

peraturan kepala daerah.

B. Konsep Pengertian Pengawasan dan Pengendalian Minuman Keras.

1. Pengertian Minuman Keras/Beralkohol.

Menurut Peraturan Presiden Indonesia nomor 74 tahun 2013

tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol, dijelaskan

bahwa minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung etil atau

etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung

karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa

destilasi. Minuman beralkohol Tradisional adalah MinumanBeralkohol yang


21

dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana

dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk

kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.

Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan. (3) Pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) meliputi pengawasan terhadap pengadaan Minuman

beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor serta

peredaran dan penjualannya.

2. Pengertian Pengawasan

Secara istilah pengawasan berasal dari kata Memecahkan masalah

yang peneliti kemukakan diperlukan suatu anggapan dasar, yaitu berupa teori

dan pendapat dari para ahli yang kebenaran pernyatannya tidak diragukan

lagi. Peneliti bermaksud untuk mengemukakan definisi dari para ahli sebagai

pengarah penelitian ini. Ada banyak pendapat para ahli pengawasan menurut

LANRI (2015), yaitu: “suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah

pelaksanaan pekerjaan/kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana

semula”. Jelaslah bahwa dilakukan pengawasan untuk memastikan pekerjaan

dilakukan sesuai dengan rencana sebelum pelaksanaan dikerjakan.

Menurut Siagian (2011:258) mengatakan bahwa pengawasan ialah

keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna

menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan sebelumnya. Jadi, maksudnya pengawasaan dilakukan dengan

mengamati kegiatan pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan, hal tersebut


22

dilakukan agar setiap kegiatan yang dikerjakan dapat sesuai dengan yang

sudah dirancang sebelumnya.

Menurut Noor (2013:283), mengatakan mengenai pengawasan

ialah: Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi

untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Jelaslah

bahwasannya pengawasan perlu dilakukan proses pengamatan pada setiap

pekerjaan yang dilaksanakan. Hal tersebut agar seluruh proses pekerjaaan

dapat terlihat kesesuaiannya dengan program-program kerja yang sudah

ditentukan.

Sukmadi (2012) dalam bukunya Dasar-dasar Manjemen,

menyatakan pengawasan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

suatu manajemen untuk membandingkan kinerja yang telah diberi standar,

rencana, atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sejalan dengan standar

tersebut serta untuk mengambil tindakan apa yang diperlukan untuk bahwa

sumber daya manusia digunakan seefektif dan seefisien mungkin untuk

mencapai tujuan manajemen tersebut. Menurutnya, bahwa pengawasan

bagian dari usaha atasan untuk melihat hasil kerja atau kemampuan

karyawan, sudahkah sesuai dengan standar kerja, rencana kerja, serta tujuan

organisasi yang sudah ditetapkan. Selain itu, memberikan tugas pada

pimpinan agar melakukan pengambilan keputusan dalam memberdayakan

pegawai secara efektif dan efisien. Berdasarkan beberapa definisi diatas,

dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan merupakan proses pengamatan


23

yang dilakukan dengan terperinci, efisien dan efektif agar proses pekerjaan

dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Menurut Putra (2014:133) pengawasan dapat didefiniskan sebagai

proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen dapat

tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai

yang direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang

sangat erat antara perencanaan dan pengawasan. Kontrol atau pegawasan

adalah fungsi di dalam manajemen fungsional yang harus dilaksanakan oleh

setiap pimpinan semua unit/satuan kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan atau

pegawai yang melaksanakan sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing.

Dengan demikian, pengawasan oleh pimpinan khusunya yang berupa

pengawasan melekat (built in control), merupakan kegiatan manajerial yang

dilakukan dengan maksud agar tidak terjadi penyimpangan dalam

melaksanakan pekerjaan. Suatu penyimpangan atau kesalahan terjadi atau

tidak selama dalam pelaksanaan pekerjaan tergantung pada tingkat

kemampuan dan keterampilan pegawai.

Pengawasan menurut Oteng Sutisna (1983) adalah sebagai suatu

proses fungsi administrasi untuk melihat apa yang terjadi sesuai dengan apa

yang semetinya terjadi. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi

administratif untuk memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan

rencana yang telah dibuat sebelumnya. Pengawasan adalah suatu pemeriksaan

yang dilakukan secara menyeluruh dengan mengadakan perbandingan yang

seharusnya (das sollen) dan yang adanya (das sein).


24

Menurut Nawawi (2003 : 115) pengawasan atau control diartikan

sebagai proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat

efektivitas dan tingkat efisieni penggunaan sarana kerja dalam memberikan

kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Jadi, Pengawasan merupakan

suatu proses pemeriksaan berdasarkan gejala-gejala yang terjadi yakni

dilakukan dengan meneliti, mengukur atau menilai sejauh mana sumber daya

yang ada berjalan secara efektif dan efisien baik kinerja SDM maupun

penggunaan non SDM agar dapat dikendalikan sesuai dengan rancangan

program atau perencanaan yang telah ditetapkan. Pengawasan yang dilakukan

dapat memberikan umpan balik, artinya apabila yang dilakukan tidak sesuai

dengan rencana atau terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan perbaikan

atau diadakan penyesuaian kembali.

a. Tujuan Pengawasan

1) Untuk mengetahui apakah sesuatu kegiatan berjalan sesuai dengan

rencana yang digariskan.

2) Mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan dengan instruksi

serta asas-asas yang telah ditentukan.

3) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam

bekerja.

4) Untuk mengetahui apakah kegiatan berjalan efisien.

5) Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai kesulitan-

kesulitan dan kegagalan ke arah perbaikan.

b. Tipe / Macam-Macam Pengawasan


25

Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang

diungkapkan Winardi (2000, hal. 589). Fungsi pengawasan dapat dibagi

dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas pengawasan, antara lain:

1) Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).

2) Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)

3) Pengawasan Feed Back (feed back control)

3. Pengertian Pengendalian

Menurut George terry (1968) Pengendalian dapat didefinisikan

sebagai suatu proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa

yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bila perlu

melakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana

yaitu selaras dan standar

Menurut Koonz Pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan

terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat

mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat diselenggarakan. Menurut Strong

Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu

perusahaan, agar pelaksanaan sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam

rencana

4. Jenis Pengendalian

a. Pengendalian umpan balik (feedback control) memperoleh informasi

mengenai aktivitas-aktivitas yang telah selesai dijalankan. Pengendalian

ini memungkinkan perbaikan di masa mendatang dengan mempelajari apa


26

yang terjadi di masa lampau. Oleh karena itu, tindakan perbaikan terjadi

setelah kejadian.

b. Pengendalian simultan (concurrent control) menyesuaikan proses yang

sedang berjalan. Pengendalian real-time ini mengendalian aktivitas

pemantauan yang terjadi saat ini untuk mencegah terjadinya

penyimpangan yang terlalu jauh dari standarnya.

c. Pengendalian ke depan (feedforward control) mengantisipasi dan

mencegah masalah masalah. Pengendalian ini memerlukan perspektif

jangka panjang.

C. Konsep Pengertian Ketertiban dan Ketentraman

Ketentraman dan ketertiban, berasal dari kata dasar “tentram” dan

“tertib” yang pengertiannya menurut W.J.S Poerwadarminta (2006) Tentram ialah

aman atau ( tidak rusuh, tidak dalam kekacauan) misalnya didaerah yang aman,

orang-orang bekerja dengan senang, tenang (tidak gelisah, tenang hati, pikiran).

Misalnya sekarang barulah ia merasa tentram, tiada tentram hatinya ketentraman

artinya keamanan, ketenangan, (pikiran). Selanjutnya Tertib ialah aturan,

peraturan yang baik, misalnya tertib acara aturan dalam sidang (rapat dan

sebagainya), acara program, tertib hukum yaitu aturan yang bertalian hukum.

ketertiban artinya aturan peraturan, kesopanan, peri kelakuan yang baik dalam

pergaulan, keadaan serta teratur baik.

Berdasarkan kedua pengertian diatas terdapat keterkaitan yang erat

dimana dengan adanya rasa aman, masyarakat merasa tenang maka timbullah

masyarakat yang tertib hukum dengan segala peraturan yang berlaku dan begitu
27

pula sebaliknya dengan adanya sikap tertib terhadap sesuatu dimana saling

menghormati peraturan yang ada, saling mengerti posisi masing-masing, maka

masyarakat dapat merasa bahwa di dalam kondisi yang ia hadapi masyarakat

dapat merasa aman secara jasmani dan psikologis, damai dan tenang tanpa adanya

gangguan apapun dan itulah yang disebut terciptanya suasana tentram.

Menurut J.S Badudu dan Z.M Zain (2003) Ketentraman adalah

keamanan, kesentosaan, kedamaian, ketenangan dan ketertiban adalah keteraturan,

keadaan teratur misalnya ketertiban harus selalu dijaga demi kelancaran

pekerjaan. Berdasarkan definisi diatas pada dasarnya ketentraman dan ketertiban

adalah suatu keadaan yang aman dan teratur, tidak datang kerusuhan dan

kekacauan sehingga daerah-daerah aman dan orang-orang didaerah tersebut

bekerja dengan tenang dan teratur sesuai peraturan yang berlaku, menyebabkan

terciptanya kelancaran pekerjaan.

Selanjutnya, menurut Ermaya (1997) Ketentraman dan ketertiban adalah

suatu keadaan agar pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara aman,

tertib dan teratur.Ketentraman dan ketertiban ini dapat terganggu oleh berbagai

sebab dan keadaan. Ketentraman dan ketertiban adalah suatu keadaan agar

pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib dan teratur.

Ketentraman dan ketertiban ini dapat terganggu oleh berbagai sebab dan keadaan.

Sebab dan keadaan yang dimaksud diantaranya:

a. Pelanggaran Hukum yang berlaku, yang menyebabkan terganggunya

ketentraman dan ketertiban masyarakat,


28

b. Bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh manusia atau

organisasi lainnya, dan

c. Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Selanjutnya yang dimaksud dengan ketentraman dan ketertiban umum di

dalam undang-undang No.12 Tahun 2008 pasal 13 Ayat (1) huruf C menyebutkan

bahwa : Yang dimaksud dengan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

pada ketentuan ini termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

Sebab dan keadaan yang dimaksud diantaranya:

a. Pelanggaran Hukum yang berlaku, yang menyebabkan terganggunya

ketentraman dan ketertiban masyarakat,

b. Bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh manusia atau

organisasi lainnya, dan

c. Bidang Ekonomi dan Keuangan.

Selanjutnya yang dimaksud dengan ketentraman dan ketertiban umum di

dalam undang-undang No.12 Tahun 2008 pasal 13 Ayat (1) huruf C

menyebutkan bahwa : Yang dimaksud dengan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat pada ketentuan ini termasuk penyelenggaraan perlindungan

masyarakat. Definisi tersebut diatas, menunjukkan bahwa ketentraman dan

ketertiban itu, menunjukkan suatu keadaan yang mendukung bagi kegiatan

pemerintah dan rakyatnya dalam melaksanakan pembangunan. Dari rangkaian

analisis berbagai teori mengenai ketertiban dan ketentraman yang dikemukakan

oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: Ketentraman dan

ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi yang dinamis, aman dan tenang yang
29

berjalan secara teratur sesuai aturan hukum dan norma yang berlaku. Dengan kata

lain adalah suatu keadaan yang aman, tenang dan bebas dari gangguan /

kekacauan yang menimbulkan kesibukan dalam bekerja untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat seluruhnya yang berjalan secara teratur sesuai hukum

dan norma-norma yang ada.

Hal ini menunjukkan pula bahwa ketentraman ketertiban masyarakat

sangat penting dan menentukan dalam kelancaran jalannya pemerintahan,

pelaksanaan pembangunan serta pembinaan kemasyarakatan dalam suatu

wilayah/daerah sehingga tercapainya tujuan pembangunan yang diharapkan untuk

kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka penulis

cenderung menggunakan pedekatan ketertiban dan ketentraman yang

dikemukakakn oleh J.S Badudu dan Z.M Zain sebagai rujukan untuk menjelaskan

ketentraman dan keteriban dalam Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja.

D. Kerangka Pikir

Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas menegakkan peraturan

daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat terhadap maraknya peredaran minuman

keras/beralkohol. Tercatat mulai dari bulan Januari sampai Desember 2016 satuan

polisi pamong praja telah menyita ratusan liter minuman keras berjenis Ballo dan

ratusan jenis minuman beralkohol jenis (Bir) Angker . Dalam kaitannya dengan

penelitian ini, maka penulis cenderung menggunakan pedekatan ketertiban dan

ketentraman yang dikemukakakn oleh J.S Badudu dan Z.M Zain saerta Undang-

undang Nomor 6 Tahun 2010 sebagai rujukan untuk menjelaskan ketentraman dan
30

keteriban masyarakat terkait Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam

menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban

Miras di Kabupaten Gowa.

Gambar : Bagang Kerang Pikir

Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan


Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan
Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.

. 1. Penyelidikan
Faktor yang
2. Pemeriksaan mempengaruhi
3. Pemanggila
1. Fasilitas/alat
4. Penangkapan 2. Tindak pidana
5. Penyegelan 3. Pemberian
efekjera
/penyelesaian

Meningkatkan Pengawasan
dan Penertiban Miras di
Kabupaten Gowa.

E. Fokus Penelitin

Fokus penelitian dalam skripsi penelitian ini adalah Bagaimana Fungsi

Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001

Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.


31

F. Deskriptif Fokus Penelitian

1. Penyelidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bentuk penyajian

fakta baik secara lisan ataupun secara tertulis tentang pengawasan dan

penertiban minuan keras/beralkohol di Kabupaten Gowa.

2. Penyelidikan yang dimaksud adalam penelitian ini adalah Proses

pemeriksaan merupakan bentuk tindak lanjutan dari upaya penyelidikan

yang telah dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja selaku aparat penegak

perda terkait dengan penegakan perda tentang penyebaran minuman

beralkohol di Kabupaten Gowa.

3. Pemanggilan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Setelah

menerima laporan, mencari kebenaran, mengumpulkan dan meneliti

keterangan atau melakukan penyelidikan serta melakukan pemeriksaan

tahap selanjutnya yang harus dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja

di Kabupaten Gowa.

4. Penangkapan yangdimaksud dalam penelitian ini adalah setelah melalui

proses pemanggilan dan terdapat tersangka yang melakukan pelanggaran

terhadap Perda maka dilakukan penangkapan namun pada prinsipnya

Satuan Polisi Pamong Praja tidak memiliki kewenangan melakukan

penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap tangan di Kabupaten Gowa

5. Penyitaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minuman

keras/beralkohol yang ditemukan disita oleh Satuan Polisi Pamong Praja

sebagai barang bukti di Kabupaten Gowa.


39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi atau Karaekteristik Objek Penelitian

1. Kondisi Geografis

Kabupaten Gowa berada pada 12° 38.16' Bujur Timur dan 5 °33.6'

Bujur Timur dari Kutub Utara. Sedangkan letak wilayah administrasinya

antara 12 °33.19' hingga 13 °15.17' Bujur Timur dan 5 °5' hingga 5 °34.7'

Lintang Selatan. Kabupaten yang berada pada bagian selatan Provinsi

Sulawesi Selatan ini berbatasan dengan 7 kabupaten/kota lain dengan

batas wilayahnya sebagai berikut:

a) Di sebelah Utara berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten

Maros.

b) Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba,

dan Bantaeng.

c) Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan

Jeneponto sedangkan

d) Di bagian Barat berbatasan dengan Kota Makassar dan Takalar.

39
40

2. Topografi

Wilayah terluas berada di dataran tinggi (72,26 %) dan sisanya

(27,74 %) berada di dataran rendah. Kabupaten ini memiliki enam gunung

dan yang tertinggi adalah Gunung Bawakaraeng. Daerah ini juga dilalui 15

sungai dimana Sungai Jeneberang adalah sungai yang paling panjang

dengan luas daerah aliran sungainya yaitu 881 Km2, dan pada daerah

pertemuannya dengan Sungai Jenelata dibangun Waduk Bili-bili.

Keuntungan alam ini menjadikan Gowa kaya akan bahan galian, di

samping tanahnya yang subur.

Kecamatan yang memiliki luas wilayah paling luas yaitu

Kecamatan Tombolo Pao yang berada di dataran tinggi, dengan luas

251,82 Km2 (13,37 % dari luas wilayah Kabupaten Gowa). Sedangkan

kecamatan yang luas wilayahnya paling kecil yaitu Kecamatan Bajeng

Barat, dimana luasnya hanya 19,04 Km2 (1,01 %). Dari total luas

Kabupaten Gowa, 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat,

yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya,

Bontolempangan dan Tompobulu. Dengan bentuk topografi wilayah yang

sebahagian besar berupa dataran tinggi, wilayah Kabupaten Gowa dilalui

oleh 15 sungai besar dan kecil yang sangat potensial sebagai sumber

tenaga listrik dan untuk pengairan. Salah satu diantaranya sungai terbesar

di Sulawesi Selatan adalah sungai Jeneberang dengan luas 881 Km2 dan

panjang 90 Km. Di atas aliran sungai Jeneberang oleh Pemerintah

Kabupaten Gowa yang bekerja sama dengan Pemerintah Jepang, telah


41

membangun proyek multifungsi DAM Bili-Bili dengan luas ± 2.415 Km2

yang dapat menyediakan air irigasi seluas ± 24.600 Ha, komsumsi air

bersih (PAM) untuk masyarakat Kabupaten Gowa dan Makassar sebanyak

35.000.000 m3 dan untuk pembangkit tenaga listrik tenaga air yang

berkekuatan 16,30 Mega Watt.

3. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Dilihat dari jumlah penduduk, Kabupaten Gowa termasuk

kabupaten terbesar ketiga di Sulawesi Selatan setelah Kota Makassar dan

Kabupaten Bone. Berdasarkan hasil Susenas 2007, penduduk Kabupaten

Gowa tercatat sebesar 594.423 jiwa. Pada Tahun 2006 jumlah penduduk

mencapai 586.069 jiwa, sehingga penduduk pada Tahun 2007 bertambah

sebesar 1,43%. Persebaran penduduk di Kabupaten Gowa pada 18

kecamatan bervariasi. Hal ini terlihat dari kepadatan penduduk per

kecamatan yang masih sangat timpang. Untuk wilayah Somba Opu,

Pallangga, Bontonompo, Bontonompo Selatan , Bajeng dan Bajeng Barat,

yang wilayahnya hanya 11,42% dari seluruh wilayah Kabupaten Gowa,

dihuni oleh sekitar 54,45% penduduk Gowa. Sedangkan wilayah

Kecamatan Bontomarannu, Pattallassang, Parangloe, Manuju, Barombong,

Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan,

Tompobulu dan Biringbulu, yang meliputi sekitar 88,58% wilayah Gowa

hanya dihuni oleh sekitar 45,55% penduduk Gowa. Keadaan ini

tampaknya sangat dipengaruhi oleh faktor keadaan geografis daerah

tersebut. Bila dilihat dari kelompok umur, penduduk anak-anak (usia 0-14
42

tahun) jumlahnya mencapai 31,12%, sedangkan penduduk usia produktif

mencapai 63,18% dan penduduk usia lanjut terdapat 5,70% dari jumlah

penduduk di Kabupaten Gowa.

Dilihat dari jenis kelamin, maka dari total jumlah penduduk

Kabupaten Gowa, terdapat 293.956 atau 49,45% laki-laki dan 300.467

atau 50,55% perempuan. Dengan demikian, secara keseluruhan penduduk

laki-laki di Kabupaten Gowa jumlahnya lebih sedikit dari jumlah

penduduk perempuan seperti yang tampak pada rasio jenis kelamin

penduduk yang mencapai 98 artinya ada sejumlah 98 penduduk laki-laki di

antara 100 penduduk perempuan.

B. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa

Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa merupakan Satuan Polisi

Pamong Praja Kabupaten/Kota bertipe B yang memiliki variabel besaran

organisasi perangkat daerah mencapai nilai kurang dari 60 (enam puluh). Satuan

Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa memiliki 368 anggota yang terdiri dari

223 tenaga honorer dan 145 yang berstatus PNS. Adapun perlengkapan dan

peralatan yang dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa yaitu:

a. Surat Perintah Tugas.

b. Kelengkapan Pakaian yang digunakan.

c. Kendaraan Operasional (mobil patroli dan mobil penerangan) yang

dilengkap dengan pengeras suara dan lampu sirine.


43

d. Kendaraan roda dua guna memberikan pembinaan dan penertiban

terhadap anggota anggota masyarakat yang ditetapkan sebagai sasaran

yang lokasinya sulit ditempuh oleh kendaraan roda empat.

e. Perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

f. Alat-alat pelindung diri seperti topi lapangan/helm dan pentungan.

g. Alat-alat perlengkapan lain yang mendukung kelancaran pembinaan dan

penegakan ketertiban,seperti : 3 unit kendaraan operasional; 1 unit

kendaraan dinas Kepala Satuan; 1 unit kendaraan patrol wilayah; 1 unit

mobil dalmas; 45 buah pakaian anti huru hara; 1 buah senjata gas air

mata; 40 buah handy talky; dan 1 central komunikasi.

Susunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja

Kabupaten Gowa, sesuai Keputusan Bupati Gowa No. 50 Tahun 2001 tentang

Organisasi dan tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Gowa, terdiri dari :

a. Kepala Satuan;

b. Sub Bagian Tata Usaha;

c. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum;

d. Seksi Pengembangan dan Kapasitas Satuan Polisi Pamong Praja;

e. Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

1. Kepala Satuan

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas

mengkoordinasikan penyusunan, mengarahkan dan mengevaluasi


44

kegiatan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan Peratuan

Perundang-undangan yang berlaku sebagai Pedoman Kerja.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Kepala Satuan

Polisi Pamong Praja mempunyai fungsi :

a. Penyusunan perumusan kebijaksanaan dibidang ketentraman dan

penertiban umum;

b. Penyusunan rencana pelaksanaan penyelidikan dan penertiban

pelanggaraan Peraturan Daerah;

c. Penyusunan rencana pelaksanaan umum dan penegakan Peraturan

Daerah;

d. Pembinaan terhadap kelompok jabatan Fungsional;

e. Pembinaan pengelolaan ketatausahaan.

2. Subag Tata Usaha

Subag Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan surat-

menyurat, pendistribusian, perlengkapan Kantor, kepegawaian, keuangan

dan urusan umum. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,

Subag Tata Usaha mempunyai fungsi :

a. Melaksanakan pengelolaan surat menyurat, perlengkapan rumah

tangga dan pemeliharaan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja;

b. Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian;

c. Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan;

d. Mengumpulkan hasil penyusunan rencana, program kerja dan

pelaporan serta pembinaan organisasi dan tata laksana.


45

3. Seksi Ketentraman dan Ketertiban

Seksi Ketentraman dan Ketertiban mempunyai tugas menyusun

perencanaan /program, prosedur dan melaksanakan penyusunan pedoman

teknis kegiatan pengendalian ketentraman dan ketertiban umum serta

pencegahan, penanggulangan tumbuhnya penyakit masayarakat dan

kerawanan sosial, terutama pada penegakan Peraturan Daerah;

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Seksi

Ketentraman dan Ketertiban mempunyai Fungsi:

a. Penyusunan rencana kegiatan pengendalian ketentraman dan

ketertiban umum serta penegakan Peraturan Daerah, Peraturan

Bupati dan Keputusan Bupati.

b. Pelaksanaan kegiatan pengendalian ketentraman dan ketertiban

umum serta penegakan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan

keputusan Bupati;

c. Penyelenggaraan dan pemeliharaan ketentraman dan ketertiban

umum serta penegakan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan

Keputusan Bupati.

4. Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS )

Seksi Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai tugas pokok

menyusun rencana dan persiapan tenaga teknis penyidikan dengan

berkoordinasi dengan seksi serta melaksanakan pemeriksaan dan

penyidikan terhadap pelanggaran terhadap terjadinya suatu peristiwa yang


46

patut diduga, merupakan pelanggaran salah satu perda, peraturan Bupati

dan keputusan Bupati.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Kepala

Seksi PPNS mempunyai fungsi :

a. Menyusun perencanaan penyiapan tenaga teknis;

b. Merencanakan bentuk dan model tanda pengenal;

c. Mengkoordinasikan terhadap pihak terkait tentang rencana

mengadakan penyidikan terhadap setiap pelanggaran Perda;

d. Sebelum mengadakan penyidikan wajib memperoleh informasi

yang akurat yang terkait dengan persiapan yang akan disidik;

e. Setelah menerima Laporan atau Pengaduan serta tertangkap

tangan terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan

pelanggaran, wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang

diperlukan;

f. Setelah mengadakan penyidikan, penyidik wajib melapor

membuat Berita Acara;

g. Laporan atau pengaduan secara tertulis harus ditandatangani

oleh pelapor atau pengadu;

h. Laporan atau pengaduan secara lisan harus dicatat oleh

penyidik dan ditandatangai oleh Pelapor atau pengadu atau

penyidik;

i. Setiap pelapor atau pengadu harus diberikan tanda terima

Laporan atau pengaduan;


47

j. Menyusun prosedur pedoman, penyidik atau penyelidikan

pelanggaran peraturan daerah, peraturan Bupati dan keputusan

Bupati;

k. Menyiapkan bahan perumusan kebijaksanaan teknis

pemerikasaan dan pengusutan terhadap setiap pelanggaran

Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati;

l. Menyiapkan bahan bimbingan dan pengendalian teknis

terhadap pemeriksaan dan pengusutan setiap pelanggaran

Peraturan Daerah;

m. Menyiapkan bahan penyusunan rencana dan program

penyidikan dan penindakan pelanggaran Peraturan Daerah,

peraturan Bupati dan Keputusan Bupati;

n. Mengadakan adminstrasi urusan tertentu.

5. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan fungsional mempunyai tugas pokok

melaksanakan sebagaian tugas Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan

keahlian dan kebutuhan. Kelompok Jabatan fungsional dimaksud diatas,

terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang fungsional yang terbagi dalam

kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.

a. Setiap kelompok tersebut pada ayat (1), dipimpin oleh seorang

tenaga fungsional sesuai yang ditunjuk oleh Bupati.

b. Jumlah jabatan fungsional tersebut pada ayat (1), ditentukan

berdasarkan kebutuhan beban kerja.


48

c. jenis kegiatan jabatan fungsional tersebut pada ayat (1),

ditentukan berdasarkan kebutuhan kerja.

VISI :

“Terwujudnya Kabupaten Gowa yang aman, tertibdan Taat Aturan”.

MISI :

1. Optimalisasi pengawasan, pengamanan dan sosialisasi pelaksanaan

Peraturan Daerah dan Perundang-undangan lainnya.

2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan

latihan dalam upaya peningkatan wibawa, keterampilan dan

profesionalisme Polisi Pamong Praja.

3. Pemantapan pelaksanaan koordinasi, integritas, implementasi dan

sinkronisasi (KIIS).
49

C. Fungsi Satuan Pamong Praja dalam Penegakkan Perda Nomor 50

Tahun 2001 Tentang Pengawasan Dan Penertiban Miras di

Kabupaten Gowa.

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan

Polisi Pamong Praja Tugas Sat Pol PP yaitu menegakkan peraturan daerah

dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4, Sat Pol PP mempunyai fungsi:

a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat; pelaksanaan kebijakan penegakan Perda

dan peraturan kepala daerah;

b. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah;

c. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

d. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala

daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik

Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;

e. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar

mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan

f. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.


50

SatPol PP memiliki kewenangan dalam penegakan hukum Perda

karena SatPol PP adalah pejabat Pemerintah Pusat yang ada di daerah yang

melaksanakan urusan pemerintahan umum. Dengan adanya kedudukan di

atas maka dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong Praja berwenang:

a. melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga

masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran

atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah,

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat,

c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan

masyarakat,

d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas

Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan

e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda

dan/atau peraturan kepala daerah.

1. Penyelidikan (Laporan)

Pengertian laporan adalah bentuk penyajian fakta baik secara lisan

ataupun secara tertulis tentang suatu keadaan atau suatu kegiatan, pada

dasarnya fakta yang disajikan itu berkenaan dengan tanggung jawab yang

ditugaskan kepada si pelapor. Fakta yang disajikan merupakan bahan atau

keterangan berdasarkan keadaan objektif yang dialami sendiri oleh si


51

pelapor (dilihat, didengar, atau dirasakan sendiri) ketika si pelapor

melakukan suatu kegiatan.

Menurut W.J.S Poerwadarminta (2006) dengan adanya rasa aman,

masyarakat merasa tenang maka timbullah masyarakat yang tertib hukum

dengan segala peraturan yang berlaku dan begitu pula sebaliknya dengan

adanya sikap tertib terhadap sesuatu dimana saling menghormati peraturan

yang ada, saling mengerti posisi masing-masing, maka masyarakat dapat

merasa bahwa di dalam kondisi yang ia hadapi masyarakat dapat merasa

aman secara jasmani dan psikis, damai dan tenang tanpa adanya gangguan

apapun dan itulah yang disebut terciptanya suasana tentram.

Dalam kasus penertiban Perda terkait pelarangan minuman

beralkohol yang terjadi di Kabupaten Gowa, laporan ini sering kali datang

dari masyarakat yang ada disekitar kios atau warung penjualan minuman

berakohol tersebut. Dari data yang diperoleh selama 1 (tahun) terakhir

tingkat pelaporan atas pelanggaran Perda terkait larangan peredaran

minuman beralkohol di Kabupaten Gowa semakin meningkat. Pada tahun

2016 terdapat 52 tangkapan hasil dari penjualan miras yang dilakukan oleh

satpol pp dan juga polisi.

Berdasarkan hasi penyelidikan yang dilakukan oleh pegawai negeri

sipil (PPNS ) satuan polisi pamong praja terkait tingkat peredaran

minuman keras/beralkohol. Maka diperoleh hasil wawancara terhadap nara

sumber yaitu kepada selaku Penegakkan Perundang-undangan Daerah

Kabupaten Gowa yang menngatakan bahwa:


52

“....Menjelang perayaan dan hari-hari tertentu,seperti memasuki


tahun baru,dan menjelang bulan suci ramadhan ,peningkatan
pelaporan terkait dengan peredaran minuman berkohol semakin
meningkat, hal ini membuat masyarakat mulai diresahkan dengan
kelakuan dan keberadaan minuman beralkohol tersebut yang
dimanapara pelakunya kebanyakan dari anak remaja”.
(Wawanncara dengan H. S, Tanggal, 11 Oktober 2017).
Pelaporan yang terjadi karena adanya keresahan yang terjadi dari

masyarakat dan pelaporan ini juga sebagai bentuk partisipasi yang

dilakukan masyarakat dalam pengawasan penanganan dan penertiban

minuman beralkohol, hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang

dilakukan oleh salah satu warga Kecamatan Somba Opu yang mengatakan

bahwa:

“…Masalah pelaporan, kami sebagai warga juga melaporkan


tentang adanya kios/toko yang menjual minuman beralkohol di
Kabupaten Gowa khusunya di toko Wimart yang berada di jalan
KH. Wahid Hasyim”. (Wawancara dengan R.L, Tanggal, 29
November 2017).
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu warga Kabupaten

gowa yang mengatakan bahwa:

“ …Kios yang berada tidak jauh dari rumah saya awalnya hanya
menjual dagangan layaknya kios pada umumnya namun tidak lama
kemudian kios tersebut hampir tiap malam didatangi oleh beberapa
remaja laki-laki dan beberapa orang juga secara terang-terangan
mengkonsumsi miras hampir tiap malam di kios tersebut, kami
sebagai warga yang berada disekitar kios tersebut tentunya merasa
terganggu dan mulai ketakutan jika ada keributan yang terjadi
maka beberapa warga sekitar meminta kepada saya agar
melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib dalam hal ini
adalah satpol pp” (Wawancara dengan S.Y Tanggal, 29 November
2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Kios yang menjual

minuman beralkohol yang berada di Kecamatan Somba Opu, beliau

mengatakan:
53

“…Pelaporan terjadi ini dari warga yang melihat aktivitas yang


saya lalukan, dan sering mereka melihat banyak anak muda yang
membeli minuman oplosan dikios saya”. (Wawancara dengan B.W,
Tanggal 30 Oktober 2017)

Hal senada juga disampaikan oleh penjual minuman

keras/beralkohol di Kabupaten Gowa yang menyatakan bahwa:

“…Saya pernah di laporkan oleh warga , waktu itu beberapa warga


sering berkumpul di rumah saya pada siang hari maupun pada
malam hari, hingga akhirnya sering terjadi perkelahian antar warga
sini hanya karena kesalahpahaman yang juga diakibatkan pengaruh
minuman keran. Akibat hal ini maka warga seempat melaporkan
kejadian tersebut kepada pihak berwajid dan melakukan
pemeriksaan” (Wawancara dengan B.T, Tanggal 30 Oktober2017)

Dalam hal penyelidikan penulis melakukan wawancara kepada

Kepala Penyidik Pegawai Negeri Sipil, beliau mengatakan:

“…Pada saat ada laporan yang masuk dari warga dan setelah
dicatat laporan pengaduannya maka kami Satpol pp membentuk
tim untuk melakukan penyelidikan untuk membuktikan laporan
dari warga tersebut, namun jika ada warga yang terdapat atau
tertangkap tangan oleh satpol pp maka satpol pp berhak melakukan
penindakan berupa penangkapan di tempat kejadian tapi tentunya
harus melalui bantuan dan sepengetahuan polisi setempat”.
(Wawancara dengan, S.S, Tanggal 11 Oktober 2017).
Pernyataan lain diperkuat oleh bagian bidan Seksi Pembinaan

Pengawasan dan Penyuluhan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:

“…Kami mendapatkan laporan dari warga kemudian baru setelah


itu dilakukan pemeriksaan terhadap laporan warga, tidak langsung
terjung kelokasi kejadiaan. Kami melakukan terlebih dahulu
pemantauan baru kemudaian membuat sebuah TIM untuk di
terjungkan kelokasi kejadian ”. (Wawancara dengan W. Tanggal 9
Oktober 2017).

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas menunjukan bahwa

proses penyelidikan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja


54

dalam menjalankan tugas dan fungsinya hanya bisa dilakukan setelah

mendapat laporan dari masyarakat sebagai bentuk tindak lanjut hal.

Dengan merujuk pada peraturan daerah nomor 50 Tahun 2001 tersebut

Satuan Polisi Pamong Praja harus dengan cepat menindak lanjuti hasil

penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap pemilik toko atau

kios yang diduga melaukan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah No 50

Tahun 2001 tentang larangan, pengawasan dan penertiban, penjualan dan

mengkonsumsi minuman beralkohol di kabupaten Gowa.

Tabel: Jumlah kejadian Penertiban Miras oleh Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Gowa

No Waktu kejadian Tepat kejadian perkara Barang bukti


1. Tanggal,03-01-2016 Jl. Nuri Kec.Somba Opu Kab.Gowa 15 Liter Ballo
2. Tanggal,03-01-2016 Jl. Nuri Kec.Somba Opu Kab.Gowa 15 Liter Ballo
3. Tanggal,05-01-2016 Jl.Desa Pangentungang Kab.Gowa 40 Liter Ballo
4. Tanggal 04-02-2016 Jl.Tinggi Mae Kab. Gowa 25 Liter Ballo
5. Tanggal.07-03-2016 Jl.Mustafa gd Narang Kab. Gowa 8 Botol Bir Angker
6. Tanggal,04-03-2016 Jl.Andi Tonro Kab.Gowa 4 Botol Bir Angker
7. Tanggal,03-04-2016 Jl.Poros Malino Kab.Gowa 35 Liter Ballo
8. Tanggal,15-04-2016 Jl.Manggarupi Kab.Gowa 500 Liter Ballo
9. Tanggal,27-05-2016 Jl.Poros Malino Kab. Gowa 35 Liter allo
10. Tanggal,18-07-2016 Jl.KH.Wahid Hasyim Kab.Gowa 400 Liter Ballo
11. Tanggal,18-07-2016 Jl.PDAM Poros Malino Kab.Gowa 42 Botol Bir Angker
12. Tanggal,08-08-2016 Pasar Sentral Sungguinasa Gowa 50 Liter Ballo
13. Tanggal,18-09-2016 Jl.Poros Malino Kab.Gowa 50 Liter Ballo
14. Tanggal,16-11-2016 Jl.Poros Malino Kab.Gowa 18 Botol Bir Angker
15 Tanggal,16-11-2016 Tokoh W-Mart Kab. Gowa 52 Botol Bir Angker
16. Tanggal,03-12-2016 Tokoh Rezki jl. Lammbaselo 18 Botol Bir Angker
Sumber: Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Gowa, 2016

Berdasarkan hasil kesimpulan kejadian yang telah terjadi diatas

telah tercatat 16 kasus penyitaan minuan keras/beralkohol dalam 1 (satu)

tahun terakhir ini diantaranya ada 9 kasus penyitaan minuman keras

(ballo) dengan jumlah 1.164 liter dan 7 kasus penyitaan beralkohol (Bir)
55

dengan jumlah 108 botol. Penyitaan dilakukan setelah adanya

penyelidikan/laporan yang diterima oleh satuan polisi pamong praja

Kabupaten Gowa. Semua jenis minuman keras/beralkohol tersebut tidak

mengantongi izin menjual minuman keras.

2. Pemeriksaan

Menurut Purta (2014) proses pemeriksaan merupakan bentuk

tindak lanjutan dari upaya penyelidikan yang telah dilakukan Satuan Polisi

Pamong Praja selaku aparat penegak perda terkait dengan penegakan perda

tentang penyebaran minuman beralkohol. Adapun proses pemeriksaan

yang dimaksud disini sesuai dengan Perda No 50 Tahun 2001 tentang

tugas dan fungsi dari Satuan Polisi Pamong Praja adalah proses tindak

lanjut dalam menggali informasi dari beberapa orang yang dianggap

mengetahui atau memiliki informasi terhadap kasus yang ditangani dalam

hal ini kasus pelarangan dan penyebar luasan penjualan minuman

beralkohol di Kabupaten Gowa. Yang menjadi objek pemeriksaan lebih

difokuskan ke pemilik kios dan juga masyarakat sekitar sebagai tindak

lanjut dari proses penyelidikan yang telah berlangsung.

Menurut Nawawi (2000 : 115) pengawasan atau control diartikan

sebagai proses mengukur (measurement) dan menilai (evaluation) tingkat

efektivitas dan tingkat efisieni penggunaan sarana kerja dalam

memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Jadi,

Pengawasan merupakan suatu proses pemeriksaan berdasarkan gejala-

gejala yang terjadi yakni dilakukan dengan meneliti, mengukur atau


56

menilai sejauh mana sumber daya yang ada berjalan secara efektif dan

efisien baik kinerja SDM maupun penggunaan non SDM agar dapat

dikendalikan sesuai dengan rancangan program atau perencanaan yang

telah ditetapkan. Ini berarti bahwa dalam pelaksanaan peraturan daerah

nomor 50 tahun 2001 masih kurang efektif untuk bisa mengurangi

tingginya pengguna minuman keras.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada selaku Kepala

Penyidik Pegawai Negeri Sipil terkait pemeriksaan terhadap pemilik kios

beliau mengatakan:

“…Dalam hal pemeriksaan Satpol PP tidak pernah melakukan


secara langsung, hanya berdasarkan laporan dari warga maka
Satpol PP langsung melakukan pemanggilan bahkan terkadang
langsung melakukan penyitaan pada barang bukti yang terdapat”
(Wawancara dengan, S.S, Tanggal 11 Oktober 2017)

Gambar 02 : saat peeriksaan

Pernyataan lain diperkuat oleh bagian bidan Seksi Pembinaan

Pengawasan dan Penyuluhan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:

“…Pemilik kios atau pemilik warung yang telah dilaporkan oleh


warga dan terbukti mengedarkan atau memproduksi minuman
57

beralkohol (Ballo) mendapatkan tindakan dari Satuan Polisi


Pamong Praja dengan memanggil pemilik kios atau pemilik warung
untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka, jika
sudah 2 (dua) kali panggilan tidak dipenuhi tanpa alasan yang jelas
maka PPNS meminta bantuan kepada POLRI untuk melakukan
penangkapan”. (Wawancara dengan W. Tanggal 9 Oktober
2017).

Hal senada juga di sampaikan oleh narasumber selaku Penegakkan

Perundang-undangan Daerah Kabupaten Gowa yang menngatakan bahwa:

“....Terkait mengenai pemeriksaan terhadap para tersangka yang


terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan daerah
nomor 05 tahun 2001, maka akan dilakukan pemeriksaan terhadap
para tersangka”. (Wawanncara dengan H. S, Tanggal, 11 Oktober
2017)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Kios yang menjual

minuman beralkohol yang berada di Kecamatan Somba Opu, beliau

mengatakan:

“…Pernah suatu hari saya mendapat panggilan dari satpol pp tanpa


ada pemberitahuan sebelumnya, entah siapa yang melaporkan tiba-
tiba beberapa satpol pp datang memberi surat pemanggilan dan
beberapa dari mereka menyita minuman keras yang jumlahnya
hanya sedikit”. (Wawancara dengan B.W, Tanggal 30 Oktober
2017)

Hal senada juga disampaikan oleh penjual minuman

keras/beralkohol di Kabupaten Gowa yang menyatakan bahwa:

“…Setelah melakukan laporan atas penjualan minuman beralkohol


di beberapa kios, hanya berselang beberapa hari satpol pp menyita
beberapa barang bukti yang terdapat di kios tersebut” (Wawancara
dengan B.T, Tanggal 30 September 2017)

Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh salah satu

warga Kecamatan Somba Opu yang mengatakan bahwa:


58

“…Masalah pelaporan, adanya kios/tokoh yang menjual minuman


keras saya dan juga warga lain berinisiatif melaporkan oknum yang
telah menjual miras tersebut karena sangat meresahkan warga
sekitar akibat ulah para anak muda yang sering tauran hanya
karena masalah sepeleh ”. (Wawancara dengan R.L, Tanggal, 29
November 2017).
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu warga Kabupaten

gowa yang mengatakan bahwa:

“ …Saya sangat resah dengan ulah warga yang sering


mengkomsumsi minuman keras yang kerap membuat keributan .
dengan adanya warga yang melaporkan adanya peredaran miras di
daerah ini maka satuan pamong praja melakukan pemeriksaan di
lokasi tersebut yang menjual minuman keras” (Wawancara dengan
S.Y Tanggal, 29 November 2017).

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka terdapat informasi

bahwa, semakin memperkuat adanya indikator dari penyelewengan dari

tugas dan fungsi satuan pamong praja terkait dengan pemeriksaan yang

dilakukan hanya saja disatu sisi tugas dan tanggung jawab yang lain dalam

arti kata selain dari pemeriksaan bisa berjalan dengan baik dalam hal ini

dua tahap sebelumnya yaitu tahap penerimaan laporan dan penyelidikan.

3. Pemanggilan

Sesuai dengan pasal 148 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun

2014 tentang pemerintah daerah maka satuan polisi pamong praja

memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menciptakan keamanan dan

ketentraman masyarakat. Maka satuan polisi pamong praja melakukan alur

mekanisme dari proses pemeriksaan terkait pelanggaran perda nomor 50

tahun 2001. Setelah menerima laporan, mencari kebenaran,

mengumpulkan dan meneliti keterangan atau melakukan penyelidikan


59

serta melakukan pemeriksaan tahap selanjutnya yang harus dilakukan oleh

Satuan Polisi Pamong Praja yaitu melakukan pemanggilan terhadap warga

atau pemilik kios dan warung yang terbukti memproduksi atau

mengkonsumsi minuman beralkohol.

Berdasarkan hasi penyelidikan yang dilakukan oleh pegawai negeri

sipil (PPNS ) satuan polisi pamong praja terkait pemanggilan terhadap

pelaku peredaran minuman keras/beralkohol. Maka diperoleh hasil

wawancara terhadap nara sumber yaitu Seksi Penyelidikan dan Penyidikan

Kabupaten Gowa , yang mengatakan bahwa:

“...Seingat saya ada beberapa orang pemilik kios yang mendapat


panggilan untuk didengarkan keterangannya bebrapa tahun
terakhir, diantaranya adalah Bapak Kamaruddin, Bapak Awal dan
Bapak dg Limpo serta lainnya. Mereka dilaporkan oleh warga
karena menjual minuman keras (ballo) setelah kami melakukan
penyelidikan dan terbukti atas pelanggarannya maka kami
melakukan pemanggilan kepada mereka. Sampai saat ini belum
terdapat pemilik kios yang tidak memenuhi panggilan sebanyak 2
(dua) kali atau penangkapan langsung oleh POLRI” (Wawancara
dengan, S.S. Tanggal 11 Oktober 2017).

Hal senada juga di sampaikan oleh narasumber lain yaitu selaku

Penegakkan Perundang-undangan Daerah Kabupaten Gowa yang

menngatakan bahwa:

“....Ada beberapa orang telah di panggil untuk dimintai keterangan


terkait pelanggaran yang telah dilakukannya terhadap peraturan
daerah nomor 05 tahun 2001 tentang pengawasan dan penertiban
miras di Kabupaten Gowa dan itu atas adanya laporan dari warga”.
(Wawanncara dengan H. S, Tanggal, 11 Oktober 2017)

Kasus pemanggilan yang terdapat dari 1 (tsatu) tahun terakhir

menunjukkan bahwa benar adanya penjualan minuman beralkohol yang


60

beredar di beberapa kios di Kabupaten Gowa. Pada tahun 2016 terdapat 52

(lima puluh dua) orang yang mengedarkan dan membuat minuman keras

seperti ballo. pemilik kios yang mendapat panggilan dari Satuan Polisi

Pamong Praja.

Pernyataan lain diperkuat oleh bagian bidan Seksi Pembinaan

Pengawasan dan Penyuluhan Kabupaten Gowa yang mengatakan bahwa:

“…Pemilik kios atau pemilik warung yang telah dilaporkan oleh


warga dan terbukti mengedarkan atau memproduksi minuman
beralkohol (Ballo) mendapatkan tindakan dari Satuan Polisi
Pamong Praja dengan memanggil pemilik kios atau pemilik warung
untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka, jika
sudah 2 (dua) kali panggilan tidak dipenuhi tanpa alasan yang jelas
maka PPNS meminta bantuan kepada POLRI untuk melakukan
penangkapan”. (Wawancara dengan W.Y Tanggal 9 Oktober
2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Kios yang menjual

minuman beralkohol yang berada di Kecamatan Somba Opu, beliau

mengatakan:

“…Saya mendapatkan panggilan dari satuan polisi pamong praja


terkait pelanggaran peraturan daerah dan kemudian itu saya
mendapatkan sanksi berupa surat peringatan dan juga denda yang
telah tercantum dalam peraturan daerah”. (Wawancara dengan
B.W, Tanggal 30 Oktober 2017)

Hal senada juga disampaikan oleh penjual minuman

keras/beralkohol di Kabupaten Gowa yang menyatakan bahwa:

“…Satuan Polisi Pamong Praja memberikan surat panggilan


kepada saya guna memberikan keterangan terkait minumam keras
yang sayajual” (Wawancara dengan B.T, Tanggal 30 September
2017)
61

Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa dalam hal proses

pemanggilan pemilik kios yang mengedarkan minuman beralkohol

berjalan dengan baik sesuai dengan tugas Satuan Polisi Pamong Praja

terkait Perda No 50 Tahun 2001. Semua tersangka memenuhi panggilan

dari satuan polisi pamong praja Kabupaten Gowa.

4. Penanggkapan

Setelah melalui proses pemanggilan dan terdapat tersangka yang

melakukan pelanggaran terhadap Perda maka dilakukan penangkapan

namun pada prinsipnya Satuan Polisi Pamong Praja tidak memiliki

kewenangan melakukan penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap

tangan. Dalam hal tertangkap tangan karena pelanggaran Perda dan bukan

oleh Satuan Polisi Pamong Praja yang bersangkutan tetapi terjadi dalam

tingkat wilayah kerja kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja, maka

kemudian diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan

yang bersangkutan segera melakukan pemeriksaan. Dalam hal

penangkapan terhadap tersangka yang terbukti terdapat mengedarkan,

memproduksi dan mengkonsumsi minuman beralkohol maka Satuan Polisi

Pamong Praja dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

memerlukan bantuan penangkapan dari penyidik POLRI dengan

mengirimkan surat permintaan bantuan penangkapan yang ditujukan

kepada Kepala Kesatuan Polri setempat.


62

Hal ini juga sesuai hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada

selaku Kepala Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kabupaten Gowa

mengatakan Bahwa:

“…Satuan Polisi Pamong Praja tidak memiliki kewenangan dalam


hal penangkapan kecuali dalam hal tertangkap tangan namun tidak
semua anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat langsung
bertindak tanpa sepengetahuan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil
dan jika Satuan Polisi Pamong Praja melakukan operasi miras
dalam hal ini operasi penegakan Perda No 50 tahun 2001 tentang
pelanggaran pengedaran dan mengkonsumsi miras, maka Satuan
Polisi Pamong Praja mengirimkan surat permintaan bantuan
penangkapan kepada Kepala Kesatuan Polri” ”. (Wawanncara
dengan S. S, Tanggal, 11 Oktober 2017).

Hal ini juga sesuai hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada

selaku Penegakkan Perundang-undangan Daerah Kabupaten Gowa yang

menngatakan bahwa:

“...Barang siapa yang melanggar ketentuan pasal 8 dalam peraturan


daerah ini, maka diancam pidana kurungan selama-lamanya 6
(Enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000
(Lima Juta Rupiah) dan juga pencabutan izin usaha” (Wawanncara
dengan H. S, Tanggal, 11 Oktober 2017).
Berdasarkan dari pasal tersebut terdapat ancaman pidana kurungan

selama 6 (Enam) bulan yang sudah termasuk tindak pidana umum padahal

kasus penjualan minuman beralkohol termasuk dalam tindak pidana ringan

dan jika kasus tersebut diserahkan kepada jaksa maka akan ditolak karena

belum termasuk dalam tindak pidana umum.

Pernyataan lain diperkuat oleh bagian bidan Seksi Pembinaan

Pengawasan dan Penyuluhan Kabupaten Gowa yang mengatakan

bahwa:
63

“…Jika ada warga yang telah dilaporkan dan setelah kami


melakukan pemantauan dan memang terbukti maka kami
melakukan pemanggilan kepada pemilik kios atau yang menjual
miras untuk didengarkan kesaksiannya setelah itu kami tetap
melakukan pemantauan jika pemilik kios atau yang menjual miras
tersebut masih melakukan pelanggaran maka kami melakukan
penangkapan, tentunya dengan bantuan polisi namun kami hanya
membawa tersangka ke kantor untuk diberikan pengarahan dan
pemahaman serta memberi sanksi berupa denda sesuai yang ada
pada Perda, sebagai efek jerah kepada tersangka maka kami
melakukan penyitaan barang bukti yang terdapat dan langsung
dimusnahkan di kantor Satuan Polisi Pamon Praja”. (Wawancara
dengan, W.Y Tanggal 29 Oktober 2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Kios yang menjual

minuman beralkohol yang berada di Kecamatan Somba Opu, beliau

mengatakan:

“…Saya memang terbukti melakukan pelanggaran terhadap Perda


Nomor 50 Tahun 2001 tentang pengawasan dan penertiban miras,
tetapi saya tidak dipidanakan karena belum termasuk tindak pidana
umum”. (Wawancara dengan B.W, Tanggal 30 Oktober 2017)

Hal senada juga disampaikan oleh penjual minuman

keras/beralkohol di Kabupaten Gowa yang menyatakan bahwa:

“…Saya mendapatkan surat panggilan dan karena saya terbukti


bersalah saya hanya dikenakan denda saja. Kalau soal
dipidanakanitu tidak sampai karena kata satpol pp belum termasuk
dalamtindak pidana ” (Wawancara dengan B.T, Tanggal 30
Oktober 2017)

Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat bahwa Satuan Polisi

Pamong Praja dalam hal penangkapan tersangka penjualan minuman

beralkohol tidak dapat menjalankan perannya sebagai penegak Perda, hal

ini dikarenakan dalam hal penangkapan Satuan Polisi Pamong Praja tidak
64

mempunyai kewenangan kecuali tertangkap tangan dan hal itu juga harus

ada bantuan dari pihak kepolisian dan juga ketidaksesuaian antara tindak

pidana ancaman kurungan yang ada pada Perda menjadikan Satuan Polisi

Pamong Praja tidak dapat berbuat apa-apa pada tahapan penangkapan

meskipun dalam proses penyelesaian dan penegakan Perda terdapat

tahapan penangkapan.

5. Penyitaan/Penyegelan

Berdasarkan Teori Nawawi (2000:115) Pengawasan yang

dilakukan dapat memberikan umpan balik, artinya apabila yang dilakukan

tidak sesuai dengan rencana atau terjadi penyimpangan dapat segera

dilakukan perbaikan atau diadakan penyesuaian kembali. Ini bertujuan

untuk mengetahui apakah sesuatu kegiatan berjalan sesuai dengan rencana

yang digariskan, serta untuk mengetahui apakah segala sesuatu

dilaksanakan dengan instruksi serta asas-asas yang telah ditentukan jika

tidak sesuai maka perlu dilakukan perbaikkan terhadap Perda yang telah

berjalan sebelumnya.

Dasar hukum penyitaan adalah undang-undang yang menjadi dasar

hukum Satuan Polisi Pamong Praja dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri

Sipil (PPNS) dan tata cara diatur dalam KUHA

a. Surat permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri dibuat oleh PPNS

dan disampaikan langsung kepada Ketua Pengadilan Negeri

setempat dengan tembusan kepada penyidik POLRI.


65

b. Dalam hal PPNS memerlukan bantuan penyidik POLRI untuk

melakukan penyitaan, maka PPNS meminta bantuan penyitaan

kepada Penyidik POLRI.

c. Penandatanganan Surat Perintah Penyitaan diatur sebagai berikut:

1. Dalam hal atasan anggota Polisi Pamong Praja seorang Penyidik

(PPNS) maka penandatanganan Surat Perintah penyitaan

dilakukan oleh atasan anggota Polisi Pamong Praja selaku

penyidik.

2. Dalam hal atasan anggota Polisi Pamong Praja bukan penyidik

(PPNS) maka penandatanganan Surat Penyitaan dilakukan oleh

anggota Polisi Pamong Praja yang PPNS dengan diketahui oleh

atasannya.

d. Sehubungan dengan pelaksanaan penyitaan tersebut PPNS

memberikan tanda penerimaan benda sebagai barang bukti atau

dikembalikan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri

Setelah terbukti adanya tersangka dan setelah mendapatkan

pengarahan dan denda atas pelanggaran Perda sebagai efek jerah kepada

tersangka yang melakukan pelanggaran Perda dalam hal ini tersangka

penjual dan pengkonsumsi minuman beralkohol maka Satuan Polisi

Pamong Praja melakukan penyitaan barang bukti terhadap tersangka yang

terbukti melakukan pelanggaran atas Perda No 50 Tahun 2001.

Dari data yang didapatkan oleh penulis terkait penyitaan barang

bukti berupa minuman beralkohol di Kabupaten Gowa, terdapat beberapa


66

kios atau café yang terjaring dalam operasi gabungan yang dilakukan oleh

Satuan Polisi Pamong Praja antara lain adalah Café Mama Nyonya di

Kelurahan Pandang-pandang, dan Café Bachkam di Kelurahan Palangga,

dan beberapa Kios yang terdapat dalam kota antara lain Kios Kamaruddin,

Kios Awal, Kios, dan Rima Melati.

Namun dalam hal operasi atau razia penyitaan barang bukti yang

dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja sering terdapat beberapa Café

ataupun Kios terelebih dahulu telah mengamankan minuman beralkohol

yang ada di kios ataupun café mereka, hal ini karena adanya bocoran

informasi terkait operasi atau razia yang akan dilakukan oleh Satuan Polisi

Pamong Praja.

Hal ini juga sesuai hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada

selaku Kepala Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) :

“…Satpol pp rutin melakukan operasi gabungan yang bersifat


rahasia yang dibantu oleh anggota POLRI demi menjaga
ketentraman masyarakat, namun dalam hal pemeriksaan kios atau
café seringkali kami tidak menemukan barang bukti di kios ataupun
café yang terjaring dalam razia, hal ini karena bocornya informasi
kepada pemilik café atau kios, boconya informasi mungkin karena
salah satu anggota satpol pp atau anggota kepolisian terlebih
dahulu menghubungi pemilik kios tersebut, sampai saat ini kami
juga tidak bisa menemukan dan mengetahui siapa yang
membocorkan informasi yang bersifat rahasia ini”. (Wawanncara
dengan S. S, Tanggal, 11 Oktober 2017).
Hal ini juga sesuai hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada

selaku Penegakkan Perundang-undangan Daerah Kabupaten Gowa yang

menngatakan bahwa:

“...Karena seringnya mendapat laporan dari warga terkait


banyaknya peredaran minuman keras di sekitar masyarakat maka
67

mmembuat Satuan Polisi Pamong Praja melakukan oprasi


gabungan bersama POLRI setiap bulannya demi menjaga
ketentraman masyarakat ” (Wawanncara dengan H. S, Tanggal, 11
Oktober 2017).
Pernyataan lain diperkuat oleh bagian bidan Seksi Pembinaan

Pengawasan dan Penyuluhan Kabupaten Gowa yang mengatakan

bahwa:

“…Jika ada warga yang telah dilaporkan dan setelah kami


melakukan pemantauan terhadap informasi yang di berikan. Dan
demi menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat kami
mmelakukan oprasi ruting juga di setiap-setiap kios, cafe dan juga
tepat karokean demi mengurangi maraknya peredaran minum
keras/beralkohol dikalangan remaja”. (Wawancara dengan, W.Y
Tanggal 29 Oktober 2017).

Dari hasil wawancara yang dikatakan oleh Kepala Penyidik

Pegawai Negeri Sipil menunjukkan bahwa dalam hal penyitaan barang

bukti masih sering terdapat kios atau café yang terhindar dari operasi atau

razia yang membuat para tersangka masih belum mendapatkan efek jerah

dari pelanggaran yang mereka lakukan dan hal ini membuat para tersangka

masih melakukan pelanggaran Perda dalam hal ini memroduksi ataupun

menjual minuman beralkohol di Kabuaten Gowa.


68

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Satuan Polisi Pamong Praja Dalam

Penegakan Perda Di Kabupaten Gowa

Pelaksanaan perannya sebagai penegak Perda dalam mewujudkan

ketentraman dan ketertiban adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang

dilaksanakan oleh aparat Satuan Polisi Pamong Praja dalam rangka membantu

masyarakat baik dalam hal ketentraman maupun ketertiban masyarakat, dalam

realitasnya kegiatan tersebut tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor yang

mempengaruhi.

Pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam suatu

unit kerja tidak selamanya berjalan dengan baik seperti yang diharapkan,

terkadang dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadi

kelemahannya dalam menegakkan Perda maupun faktor yang mendukung dalam

menegakkan Perda.

1. Faktor Penghambat

a. Fasilitas Atau Peralatan

Satuan polisi pamong praja daerah kabupaten Gowa sebagai salah

satu organisasi sudah seharusnya di tunjang dengan sarana dan prasana

dalam pelaksaan tugas dalam hal ini penegakan perda kabupaten Gowa.

Sarana dan prasana merupakan salah satu faktor yang akan menunjang

Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugasnya sebagai aparat

penegak perda Kabupaten Pinrang. Sarana dan prasarana yang dimaksud

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan alat yang nantinya akan

menunjang pelaksanaaan tugas satuan polisi pamong praja dalam


69

menjalankan tugasnya sebagai aparatur penegak perda, adapun sarana dan

prasarana yang dimaksud dalam lingkup kabupaten Gowa adalah sebagai

berikut :

Perlengkapan dan Peralata Satuan Polisi Pamong Praja:

a) Surat Perintah Tugas.

b) Kelengkapan Pakaian yang digunakan.

c) Kendaraan Operasional (mobil patroli dan mobil penerangan)

yang dilengkap dengan pengeras suara dan lampu sirine.

d) Kendaraan roda dua guna memberikan pembinaan dan penertiban

terhadap anggota anggota masyarakat yang ditetapkan sebagai

sasaran yang lokasinya sulit ditempuh oleh kendaraan roda empat.

e) Perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).

f) Alat-alat pelindung diri seperti topi lapangan/helm dan

pentungan.

g) Alat-alat perlengkapan lain yang mendukung kelancaran

pembinaan dan penegakan ketertiban, seperti :

1. 3 unit kendaraan operasional;

2. 1 unit kendaraan dinas Kepala Satuan;

3. 1 unit kendaraan patrol wilayah;

4. 1 unit mobil dalmas;

5. 45 buah pakaian anti huru hara;

6. 1 buah senjata gas air mata;

7. 40 buah handy talky; dan


70

8. 1 central komunikasi.

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong

Praja dalam penegakan perda di atas dapat dikategorikan belum terlalu

memadai untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsinya. Hal ini bisa

terlihat dari jumlah kendaraan operasional yang hanya berjumlah 3 unit

,hal ini tidak sesuai dengan jumlah anggota satuan polisi pamong praja

dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak perda kabupaten Pinrang.

Dalam pelaksanaa tugas,satuan polisi pamong praja akan sangat perlu

ditunjang oleh keberadaan sarana dan prasana sehingga dapat dikatakan

bahwa kinerja satuan polisi pamong praja dalam penegakan perda di

pengaruhi oleh faktor sarana dan prasarana diatas.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada selaku Kepala

Penyidik Pegawai Negeri Sipil terkait dengan fasilitas atau peralatan

satual polisi pamong praja maka beliau mengatakan:

“…Masih banyak lagi fasilitas yang perlu ditambahkan mulai dari


mobil patroli, senjata gas air mata dan lain-lainnyakai hanya
mmemiliki masing-masing 1 unit saja. ” (Wawancara dengan, S.S,
Tanggal 11 Oktober 2017)

Pernyataan lain diperkuat oleh bagian bidan Seksi Pembinaan

Pengawasan dan Penyuluhan Kabupaten Gowa yang mengatakan

bahwa:

“…Memang benar kami masih kekurangan fasilitas, terutama


mobil patroli perlu ditambah melihat seringnya satpol pp terjung
kelokasi penertiban terutama di Kabupaten Gowa ini banyak daerah
yang perlu ditertibkan dan tentunya akan menerjungkan personil
satpol pp yang banyak. Tentu saja memerlukan mobil patroli lebih
dari 1 unit ”. (Wawancara dengan, W.Y Tanggal 29 Oktober 2017).
71

b. Tindak Pidana

Dalam penegakan Perda tentu tidak terlepas dari tindak pidana

terhadap tersangka yang terbukti melakukan pelanggaran namun dalam

penegakan Perda No 9 Tahun 2002 terdapat ketidaksesuaian antara tindak

pidana yang terdapat pada Perda dengan tindak pidana yang diterima oleh

jaksa di pengadilan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada

selaku Penegakkan Perundang-undangan Daerah Kabupaten Gowa yang

menngatakan bahwa:

“...Di dalam Perda No 9 Tahun 2002 pada pasal 21 ayat 1 (satu)


menyebutkan: “Barang siapa yang melanggar ketentuan pasal 2,
pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10,
pasal 11 dan pasal 12 Peraturan Daerah ini diancam pidana
kurungan selama-lamanya 6 (Enam) bulan dan/atau denda setinggi-
tingginya Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah)” Ketidaksesuaian
tindak pidana yang terdapat pada Perda dikarenakan pidana
kurungan selama 6 (Enam) bulan” (Wawanncara dengan H. S,
Tanggal, 11 Oktober 2017).

Berdasarkan pasal tersebut sudah termasuk tindak pidana umum

dan kasus pengedaran minuman beralkohol masih dalam tindak pidana

ringan yang kasusnya hanya dipidanakan selama 3 (Tiga) bulan, hal ini

yang membuat jaksa menolak mengatasi atau mempidanakan tersangka

yang menjual atau memproduksi ataupun yang mengkonsumsi minuman

beralkohol karena ketidaksesuaian antara tindak pidana dengan Perda yang

berlaku.
72

c. Pemberian Hukuman/Efek Jerah

Dalam pemberian hukuman kepada warga yang melakukan

pelanggaran Perda dalam hal ini adalah tersangka penjual minuman

beralkohol menjadi faktor yang berpengaruh dalam penegkan Perda, hal

ini dikarenakan belum bisa membuat tersangka jerah atas apa yang telah

diperbuat.

Dalam pemberian hukuman tersangka hanya memberi denda,

menyita dan memusnahkan barang bukti berupa minuman beralkohol yang

terdapat dilokasi penjualan Kios ataupun Café. Hal tersebut tidak memberi

efek jerah kepada tersangka karena jika hanya memberi denda maka

dengan keuntungan yang diperoleh dapat dengan mudah untuk membayar

denda dan jika hanya menyita dan memusnahkan maka dengan mudah

tersangka dapat membeli kembali minuman beralkohol dan kembali

mengeluarkan minuman beralkohol yang sebelumnya telah

disembunyikan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh bagian bidang

Seksi Pembinaan Pengawasan dan Penyuluhan Kabupaten Gowa yang

mengatakan bahwa:

“…Dengan adanya perda no 50 tahun 2001 ini di harapkan mampu


memberikan efek jera bagi para oknum-oknum yang menjual
minuman beralkohol maupun tuak (ballo) sehingga dapat
mengurangi angka kejahatan di kalangan anak remaja dan
menciptakan suasana yang aman dan tertip ”. (Wawancara dengan,
W.Y Tanggal 29 Oktober 2017).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Satuan Polisi

Pamong Praja tidak dapat memberantas para penjual minuman beralkohol


73

jika hanya memberi hukuman berupa menyita dan memusnahkan barang

bukti dan juga di dalam proses alur penyitaan seharusnya memberi

hukuman yang membuat tersangka menjadi jerah atas kesalahan yang

mereka lakukan agar Satuan Polisi Pamong Praja dapat melaksanakan

penegakan Perda dengan baik.


L
A
M
P
I
R
A
N
MATRIKS HASIL PERBAIKAN

Nama : Hanjaya
Stambuk : 105640 1784 13
Program Study : Ilmu Pemerintahan
Jenis Penelitian : Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam
menegakkan Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang
Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten
Gowa.

No Nama Penguji Saran Hasil Halaman


Perbaikkan
1. Dr .H.Muhlis Madani, Perhatikan saran Sudah di -
M.Si (Ketua) semua dari hasil perbaikki
penguji
2. Hj. St. Nurmaeta, MM 1. Tinjauan 1. teori sudah Halaman
pustaka ada dimasukkan 17
beberapa tidak di daftar
ada di daftar pustaka
pustaka 2. tabel Halaman
2. Daftar tabel informan 32
informan di ketik sudah di
1 spasi perbaikki
3. Penggunaan 3. tabel daftar Halaman
margin minuman 53
menggunakan keras
ukuran 4:4, 3:3
3. Dr. H.Amir 1. Rumusan 1. Rumusan Halaman
Muhiddin,M.Si masalah dilatar masalah 5-6
belakan perlu di dilatar
tambahkan lagi belakan
satu pokok perlu di
permasalahan tambahkan
lagi satu
pokok
permasalaha
n

2. Tinjauan pustaka 2. Teori sudah Halaman


perlu di masukan di masukkan 18-19
teori siapa yang yaitu Pasal 4
bisa memperkuat Peraturan
hasil wawancara Pemerintah
Nomor 6
Tahun 2010
tentang
Satuan Polisi
Pamong
Praja Tugas
Sat Pol PP
4. Rudi Hardi,S.Sos,M.Si 1. Perbaikki latar 1. Sudah di Halaman
belakang perbaikki 4-5
tambahkan latar
kasus/fakta belakang
tentang miras tambahkan
kasus/fakta
tentang
miras

2. Tabahkan 2. Sudah Halaman


informan satpol ditambahka 67-72
pp n informan

3. Rumusan 3. Sudah Halaman


masalah perlu diperbaikki 5-6
diperbaikki rumusan
sesuai dengan masalahnya
fungsinya
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
A. Oktami Dewi, 2013. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Objek
Wisata Bahari di Pulau Kapoposang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulaua. Skripsi pada program Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin. Hal 1.
Badudu, J.S. 2003. Kamus Kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Kompas
Dewi Muthmainnah, “Tinjauan Hukum terhadap Tindakan Satuan Polisi Pamong
Praja dalam Penertiban Bangunan yang Disertai dengan Pengrusakan
Barang”. Skripsi pada program Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Hal 1.
George terry 1968 Principles of Management. Saduran Drs. Sujai. Bandung:
Penerbit Grafika
Guswan, 2015 Strategi Pengembangan Kawasan Pariwisata Tanjung Bira Pada Dinas
Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Bulukumba. Skripsi pada program
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Hal 1.
Hadari Nawawi, 2003, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Juliansyah, Noor. 2013, Penelitian Ilmu Manajemen, Tinjauan Filosofis Dan
Praktiks. cetakan pratama, jakarta: kencana.
Muhammad Rifad Putra. 2014. Analisis Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Polisi
Pamong Praja Dalam Penegakan Perda Di Kabupaten Pinrang. Skripsi
pada program Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas
Hasanuddin. Hal 1.
Ni’Matul, Huda. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia edisi revisi Rajawali Pers.
Makassar.
Kartasapoetra Misdayanti.1993. Fungsi pemerintahan daerah dalam pembuatan
peraturan daerah. Bumi Aksara. Jakarta.
Oteng Sutisna. 1993 administrasi pendidikan. Bandung Angkasa.
Siagian 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Bumi Aksara, Jakarta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta
Bandung.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Cetakan
ke-23, Alfabeta. Bandung.
Sukmadi. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Edisi Kepemimpinan , Lintas Agama
Bandung : Himoniora.
Soekanto, S. 2002. Sosiologi suatu pengantar. Edisi 4. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Suradinata, Ermaya. 1997. Pemimpin dan kepemimpinan Pemerintahan,
Pendekatan Budaya, Moral dan Etika. Jakarta: Gramedia.
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Dokumen-dokummen

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor. 2 Pasal 2 Tahun 1993 tentang


pembinaan ketentraman dan ketertiban di daerah.

Pedoman dan Petunjuk Polisi Pamong Praja, 1995, Jakarta, Dirjen Pemerintahan
Umum dan Otonomi Daerah (PUOD).

Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di


Kabupaten Gowa.

Peraturan Pemerintah Nomor. 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013Tentang Pengendalian Dan Pengawasan


Minuman Beralkohol.

Peraturan menteri perdagangan Tentang Minuman Beralkohol Nomor 53/MDAG/


PER/12/2010.

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71/M-IND/PER/7/2012 Tentang


Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol
74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan Perda Nomor 50

Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa.

Dapat disimpulkan bahwa meskipun pemerintah Kabupaten Gowa Telah

mengeluarkan Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan dan Penertiban

Miras di Kabupaten Gowa demi mengurangi tingginya angka perederaan

minuman keras/beralkohol yang banyak merugikan masyarakat akibat ulah para

pengguna minuman keras tersebut, masih belum memberikan efek jera terhadap

sanksi yang diberikan kepada para tersangka.

Terbukti dengan masih banyaknya laporan yang diterima oleh Satuan

Polisi Pamong Praja dari masyarakat dan tercatat ada 16 kasus peradaran

minuman keras/beralkohol dalam 1 (satu) tahun terakhir ini, sehigga membuat

satuan polisi pamong praja melakukan, (1) penyelidikan jika masih ada kios/cafe

yang menjual minuman keras/beralkohol. (2) dan dari hasil pemeriksaan

Pemanggilan dilakukan setelah menerima laporan dari masyarakat terdapat

beberapa kios yang menjual minuman beralkohol yang tidak mengantongi surat

izin menjual minuman keras, (3) melakukan penagkapan dan pemanggilan serta

penyitaan barang bukti terhadap para tersangka penjual minuman. (4)

penangkapan dilakukan apabila tersangka terbukti bersalah dan akan ditindaki

lanjuti berdasarkan dengan Perda Nomor 50 Tahun 2001 Tentang Pengawasan

dan Penertiban Miras di Kabupaten Gowa. Adapun faktor menghamabat dalam

74
75

penelitian ini yaitu (1) fasilitas/alat yang masih kurang dimiliki oleh satuan polisi

pamong praja demi menunjangnya kinerja pasukan dalam menjalankan Perda

Nomor 50 Tahun 2001, (2) Tindak pidana yang diberikan kepada para pelaku

belum bisa mmemberikan efek jera, (3) pemberian hukuman/efekjera belum bisa

memberikan kesadaran kepada tersangka, padahal mereka sendiri tahu efek dari

peredaran miras itu sendiri dapat menyebabkan tingginya angka kejahatan.

B. Saran

Dengan memperhatikan hasil penelitian terhadap peranan Satuan Polisi

Pamong Praja menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya dalam penegakan Perda

di Kabupaten Gowa, maka disarankan kepada pihak pemerintah Kabupaten Gowa:

1. Medorong lebih aktifnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan

ketertiban dan ketentraman di Kabupaten Gowa.

2. Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Perda seharusnya

menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan alur tahapan-

tahapan mekanisme yang telah ditetapkan.

3. Diharapkan pemerintah Kabupaten Gowa agar Perda No 50 Tahun 2001 di

perbaharui agar Satuan Polisi Pamong Praja dapat menjalankan tugasnya

dengan baik.

4. Satuan Polisi Pamong Praja tetap harus melakukan pengawasan dan

pengendalian dan wajib mensosialisasikan dan memberikan bimbingan

teknis secara intensif kepada masyarakat agar masyarakat tidak melanggar

Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, dan Keputusan Bupati.


76

5. Diharapkan agar tujuan utama dari penegakan Peraturan Daerah adalah

untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban yang tujuan akhirnya

adalah menentramkan kehidupan masyarakat agar senantiasa dipegang

teguh oleh aparat pemerintah khususnya Satuan Polisi Pamong Praja untuk

memberikan pelayanan yang lebih baik

Anda mungkin juga menyukai