Makalah Sumber Ajaran Islam Kelompok 2
Makalah Sumber Ajaran Islam Kelompok 2
Makalah Sumber Ajaran Islam Kelompok 2
DOSEN
DISUSUN OLEH:
WIWIT SANTOSO (22.13021.4166)
STUDY MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MOCH.SROEDJI
JEMBER
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Pengantar Studi Islam yang berjudul “Sebagai Sumber Ajaran Islam (Al-Qur’an )“.
Penulisan makalah ini disusun sebagai tugas Kelompok dalam proses pembelajaran mata
kuliah Pengantar Studi Pengantar Agama Islam di Universitas Moch Sroedji Jember. Makalah ini
terdiri dari 3 bagian:
1. Pendahuluan
2. Pembahasan
3. Kesimpulan
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, khususnya kepada Bapak Zaenul Hadi S.ag,M.Pd. selaku dosen
Pengantar Studi Pengantar Agama Islam yang telah memberikan tugas ini pada kami. Kami
memperoleh banyak manfaat setelah menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan
makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Setelah pembaca mempelajari bab ini diharapkan mampu menerangkan dan mengemukakan
pendapat mengenai Al-Qur’an Sebagai Sumber Ajaran Islam. Sedangkan secara khusus pembaca
diharapkan agar:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis, kata al-qur’an merupakan mashdar dari kata qa-ra-a, berarti “bacaan,” dan “apa
yang tertulis padanya”. Berkaitan dengan asal Al-qur’an, terdapat beberapa pendapat. Pertama,
Al-Syafi’i [150-204H] berpendapat bahwa kata al-quran ditulis dan dibaca tanpa hamzah dan tidak
diambil dari kata lain. Ia adalah nama yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan kepada
nabi Muhammad, sebagaimana kitab injil dan taurat dipakai khusus untuk kitab-kitab Tuhan yang
diberikan kepada nabi Isa dan Musa.
Kedua, Al-Fara’ dalam kitabnya Ma’an Al-Quran berpendapat bahwa lafal al-quran tidak
memakai hamzah, dan diambil dari kata qara’in, jama’ dari qarinah, yang berarti indikator
(petunjuk). Hal ini disebabkan karena sebagian ayat-ayat al-qur’an itu serupa satu sama lain, maka
seolah-olah sebagian ayat-ayatnya merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain
yang serupa itu.
Ketiga, Al-Asy’ari berpendapat bahwa lafal al-qur’an tidak memakai hamzah dan diambil
dari kata qarana, yang berarti menggabungkan. Hal ini disebabkan karena surat-surat dan ayat-ayat
al-qur’an dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
Keempat, Al-Zajjaj berpendapat bahwa lafal al-quran itu berhamzah, mengikuti wazan
fu’lan dan diambil dari kata al-qar’u yang berarti menghimpun. Hal ini karena al-quran merupakan
kitab suci yang menghimpun inti sari ajaran-ajaran dari kitab-kitab suci sebelumnya.
Ditinjau dari aspek terminologis, ada beberapa definisi yang dikemukaan oleh para ulama.
Manna’ al-Qaththan menyatakan bahwa al-qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada
nabi Muhammad SAW, dan dinilai ibadah bagi yang membacanya. Sementara Al-Amidi
mendefinisikan al-qur’an sebagai kalam Allah, mengandung mukjizat, dan diturunkan kapada
Rasulullah Muhammad SAW, dalam bahasa arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya
secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah,terdapat dalam mushaf, dimulai dari surat al-
Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas. Menurut Khallaf, al-Qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan
lafadz bahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-
benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan
menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya.
Ia terhimpun dalam mushhaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas,
disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun
tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
Mengacu kepada definisi di atas, beberapa ulama kemudian menyimpulkan bahwa al-quran
itu memeiliki beberapa ciri: pertama, al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Kedua, al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab. Ketiga, al-qur’an itu
dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir(dituturkan oleh banyak orang
kepada banyak orang sekarang). Keempat, membaca setiap kata dalam al-Qur’an itu mendapat
pahala dari Allah, baik bacaan itu berasal dari hafalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushaf
Al-Qur’an. Kelima, Al-Qur’an itu dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas.
Al-Qur’an adalah kitab sarat dengan kandungan, mulai hukum, akidah, etika, hubungan
sosial dan sebagainya. Dari keseluruhan isi al-Qur’an, sebagaimana dikatakan oleh Kallaf, pada
dasarnya mengandung pesan-pesan; [1] masalah tauhid, termasuk di dalamnya masalah
kepercayaan terhadap yang gaib;[2] masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan-
perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di dalam hati dan jiwa; [3] masalah janji dan
ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa
bagi mereka yang berbuat jahat, janji akan memperoleh kebahagian dunia akherat, dan ancaman
akan mendapat kesengsaraan dunia akherat, janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan
neraka;[4] jalan menuju kebahagiaan dunia-akhirat, berupa ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan
yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhohan Allah; dan [5] riwayat dan cerita, yaitu
sejarah orang-orang terdahulu, baik sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan Rosul
Allah.
Ditinjau secara gari besar dari hukum-hukum yng terkandung di dalamnya, kandungan al-
Qur’an dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, hukum-hukum yang berkenaan dengan
i’tiqad(kenyakinan) yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan iman kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Kedua, hukum-hukum yang berkenaan dengan
akhlak(etika), yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan perilaku hati yang mengajak
manusia untuk berakhlak mulia dan berbudi luhur. Ketiga, hukum-hukum yang berkenaan dengan
amaliyyah (tindakan praktis), yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan semua tndakan yang
dilakukan oleh manusia secara nyata, meliputi ucapan serta perbuatan yang berhubungan dengan
perintah,larangan, dan penawaran yang terdapat al-Qur’an.
Pokok kandungan yang ketiga ini secara dimensional mencakup pola hubungan vertikal
dan horisontal. Amaliyyah yang berdimensi vertikal adalah amaliyyah yang berkanaan dengan
hubungan dengan hamba dengan Allah. Bentuknya adalah ibadah. Bentuk ibadah antara lain:
mahdlah, seperti sholat dan puasa. Ada berbentuk ghairu mahdlah yang juga mengandung
maliyyah-ijtima’iyyah (sosial-kebendaan) seperti zakat dan juga badaniyyah-ijtima’iyyah (sosial-
kejasmani) sebagaimana haji. Keempat jenis ibadah ini(shalat, puasa,zakat, dan haji) dijadikan
sebagai dasar Islam setelah iman.
Adapun amaliyyah yang berdimensi horizontal adalah amaliyyah yang berkenaan dengan
hubungan antar hamba satu dengan yang lainnya. Amaliyyah jenis ini dapta diklasifikasikan
menjadi empat macam; [1] aturan syari’at yang berorientasi perluasan dan pengamanan dakwah
Islam, yaitu jihad; [2] aturan syari’at yang berorientasi membangun tatanan rumah tangga
sebagaimana hal ihwal perkawinan, talak, nasab, pembagian harta pustaka dan lain sebagainya.[3
] aturan yang berorientasi pada regulasi hubungan antar manusia seperti jual beli, persewaan,dll
yang dikenal dengan mu’amalah(transaksi). [4] aturan atau undang-undang yang memuat sanksi
atas tindak kejahatan. Hal ini diterapkan dengan qishash dan had.
Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur’an turun dengan memiliki beberapa fungsi: [1] bukti
kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya;[2] petujuk akidah dan kepercayaan yang harus
dianut oleh manusia;[3] petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-
norma keagaman dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual
dan kolektif;[4] petunjuk syari’at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang
harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Atau dengan
kata lain, al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang harus ditempuh demi
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
C. Asbab al-Nuzul
Proses turunya wahyu adakalanya dilatarbelakangi oleh sebuah peristiwa, atau pertanyaan
sahabat, dan adakalanya tanpa sebab yang menjadi latar belakangnya. Artinya, ada ayat yang turun
tanpa ada preseden yang mandahulinya. Ayat dalam kategori semacam ini turun memang atas
kehendak Allah.
Asbab al-nuzul adalah hal-hal yang diungkapkan atau dijelaskan hukumnya oleh suatu ayat
atau beberapa ayat pada saat ayat tersebut diturunkan. Secara lebih jelas, yang dimaksud dengan
asbab al-nuzul adalh peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah atau pertanyaan-pertanyaan yang
dating dari kalangan sahabat yang mana pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi perhatian khusus
Rasulullah.
Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengetahui asbab al-nuzul. Pertama,
mengetahui hikmah pensyari’atan suatu hukum. Kedua, membantu pemahaman makna suatu ayat
serta menjelaskan isykal ( kejanggalan atau kesulitan makna). Ketiga, menepis persangkaan hasr
(ketentuan pada suatu hal semata). Sebagaiman firman Allah dalam surat al-An’am
[6]:145. Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa orang-orang kafir menganggap haram terhadap apa
yang dihalalkan oleh Allah, menganggap halal apa yang diharamkan oleh Allah, dan selalu
berseberangan dan bertentangan dengan syari’at-Nya, maka turunlah ayat ini dengan tujuan
menentang kehendak mereka.
Keempat, men-takhshish hukum dengan asbab al-nuzul ayat. Kelima, mengetahui bahwa
sebab turunnya ayat tidak keluar dari cakupan keumuman hukumnya, walaupun ada keterangan
yang men-takhshish keumuman ayat. Keenam, mengetahui tentang apa dan tentang siapa ayat
diturunkan. Ketujuh, secara psikologis dapat memudahkan penghafalan dan menancapkan
kefahaman bagi orang yang mendengarkan ayat ssekaligus mengetahui latar belakang turunnya.
Asbab al-nuzul bisa ditinjau dari berbagai aspek. Salah satunya ditinjau dari aspek
bentuknya. Pertama, berbentuk peristiwa. Kedua, berbentuk pertanyaan. Asbab al-nuzul
berbentuk peristiwa ada tiga macam, pertengkaran; kesalahan yang serius; dan cita-cita dan
harapan. Asbab al-nuzul yang bentuk pertanyaan dibagi menjadi tiga macam pula, yaitu
pertanyaan tentang masa lalu, masa yang sedang berlangsung, dan masa yang akan datang.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang menurun, asbab al-nuzul dapat dibagi menjadi
ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan inti persoalan yang
terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu) dan ta’addud al-nazil wa al-asbab
wahid (inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu
sedangkan sebab turunnya satu). Sebab turunnya ayat disebut ta’addud bila ditemukan dua riwayat
yang berbeda atau lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu. Sebaliknya,
sebab itu disebut wahid atau tunggal bila riwayatnya hanyu ayat satu. Suatu ayat atau sekelompok
ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil, bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang
turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu persoalan.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turunnya ayat dan masing-masing
menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebut lawannya, maka kedua riwayat
ini diteliti dan dianalisis. Permasalahannya ada empat bentuk. Pertama, salah satu dari keduanya
sahih dan yang lainnya tidak. Kedua, keduanya sahih. Akan tetapi salah satunya mempunyai
penguat (murajjih), dan yang lainnya tidak. Ketiga, keduanya sahih dan keduanya sama-sama
tidak mempunyai penguat (murajjih). Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus. Bentuk
keempat, keduanya sahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil
keduanya sekaligus.
Bentuk pertama diselesaikan dengan jalan memegangi riwayat yang sahih dan menolak
yang tidak sahih. Bentuk kedua penyelesainnya dengan mengambil yang kuat (rajihah). Penguat
(murajjih) itu adakalanya salah satunya lebih sahih dari yang lainnya atau periwayat salah satu dari
keduanya menyaksikan kisah itu berlangsung sedang periwayat lainnya tidak demikian. Bentuk
ketiga penyelesainnya dengan menganggap terjadinya beberapa sebab bagi turunnya ayat
tersebut. Adapun bentuk keempat penyelesainnya dengan menganggap berulang-ulangnya ayat
itu turun sebanyak asbab al-nuzul-nya.
BAB III
KESIMPULAN
1. Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin
Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan lafadz bahasa arab dan maknanya yang benar, agar
ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi
manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri
dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam mushhaf, dimulai dari surat
al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari
generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
2. Dari keseluruhan isi al-Qur’an, sebagaimana dikatakan oleh Kallaf, pada dasarnya mengandung
pesan-pesan; [1] masalah tauhid, termasuk di dalamnya masalah kepercayaan terhadap yang
gaib;[2] masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan
menghidupkan di dalam hati dan jiwa; [3] masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan
baik bagi mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat, janji
akan memperoleh kebahagian dunia akherat, dan ancaman akan mendapat kesengsaraan dunia
akherat, janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan neraka;[4] jalan menuju kebahagiaan
dunia-akhirat, berupa ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat
mencapai keridhohan Allah; dan [5] riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik
sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan Rosul Allah.
3. Asbab al-nuzul adalah hal-hal yang diungkapkan atau dijelaskan hukumnya oleh suatu ayat atau
beberapa ayat pada saat ayat tersebut diturunkan. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh
dengan mengetahui asbab al-nuzul:
DAFTAR PUSTAKA
Naim Ngainun . 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Tera