Laporan Kasus Strabismus Vasha
Laporan Kasus Strabismus Vasha
Laporan Kasus Strabismus Vasha
23 Agustus 2022
Pembimbing:
dr. Linda Trisna, SpM ( K), Subsp.POS
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 67
ii
BAB I
PENDAHULUAN
paling umum, terhitung lebih dari 50% dari deviasi okular pada populasi anak.1-4
terjadi dengan frekuensi yang sama pada pria dan wanita dan lebih sering
terjadi pada orang Afrika-Amerika dan kelompok etnis kulit putih daripada
(sekitar 50% kasus), dan deprivasi visual seperti kekeruhan lensa dan ptosis.
Nistagmus adalah osilasi ritmik mata yang tidak disengaja. Prevalensi
1
2
Pemeriksaan yang tepat pada pasien strabismus merupakan suatu
mengganggu penglihatan binokular yang normal. Oleh karena itu, tujuan utama
penglihatan binokular normal baik dengan tindakan bedah maupun tidakan non
bedah.1,2,6
1.2 Tujuan
Rectus Medial Okuli Dekstra dan Faden Rectus Lateral Okuli Sinistra.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Seorang anak laki-laki An. Z berusia 10 tahun alamat dalam kota, datang
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Menurut ibu pasien sejak lahir kedua mata tampak juling ke dalam. Juling
semakin lama semakin bertambah besar. Juling terlihat jelas saat pasien
melamun dan lelah. Juling tampak bergantian pada kedua mata ada. Keluhan
pandangan kabur tidak ada, mata merah tidak ada, nyeri tidak ada, mata berair
tidak ada.
3
4
Status generalis
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Temperatur : 36.4° C
Status Oftalmologikus
Acies Visus 6 / 21 6 / 60
Fiksasi jauh 30 PD ET
Fiksasi dekat 45 PD ET
7
Duksi-versi
normal, ø 3 mm normal, ø 3 mm
2.4 Diagnosis
2.5. Penatalaksanaan
Informed consent
2.6 Prognosis
bolong steril.
superior dan inferior dengan benang silk 4.0 pada Okuli dekstra
kali.
sebanyak 7 kali
Acies Visus 6 / 21 6 / 60
Duksi-versi
Segmen Anterior
15
(+) (+)
Diagnosis
Rectus Oculi Sinistra hari ke-1 a.i Esotropia Convergence Excess Alternan +
Penatalaksanaan
Kacamata goggle
Acies Visus 6 / 21 6 / 60
Duksi-versi
Segmen Anterior
berkurang Berkurang
Diagnosis
Ortoforia Post Recess Medial Rectus Oculi Dextra + Faden Lateral Rectus Oculi
Penatalaksanaan
Kacamata goggle
jam ODS
Acies Visus 6 / 21 6 / 60
Duksi-versi
23
Segmen Anterior
minimal minimal
Diagnosis
Rectus Oculi Sinistra hari ke-12 a.i Esotropia Convergence Excess Alternan +
Penatalaksanaan
Kacamata goggle
Duksi-versi
29
Segmen Anterior
Diagnosis
Penatalaksanaan
Kacamata goggle
Acies Visus 6 / 21 6 / 60
Duksi-versi
Segmen Anterior
Diagnosis
Ortoforia Post Recess Medial Rectus Oculi Dextra + Faden Lateral Rectus Oculi
Dextra Sinistra
34
Penatalaksanaan
Kacamata goggle
2 jam ODS
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Strabismus
3.1.1 Definisi
pada gerakan bola mata. Pada kondisi ini, sumbu penglihatan kedua mata
tidak bersamaan menuju benda yang menjadi pusat perhatiannya. Satu mata
bisa berfokus pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir ke
3.1.2. Penyebab1-3
dan yang lainnya tidak. Fisiologi motilitas okuler tidak hanya melibatkan otot
ekstraokuler tetapi juga saraf kranial, jalur supranuklear, nuklear, dan semua
fungsi ini terlibat dalam terjadinya strabismus yang dikatakan oleh berbagai
peneliti.
memperbaiki ini.
status sensorik yang buruk, jika tidak dikoreksi. Dengan demikian, pemulihan
yang cepat dari keselarasan normal dapat mengarah pada peningkatan yang
disukai oleh banyak ahli dan sebagai pembenaran untuk melakukan tindakan
26
27
semua arah pandangan. Ini terjadi ketika deviasi bervariasi dalam tatapan yang
sekitarnya). Deviasi primer adalah deviasi saat mata normal terfiksasi, dan
deviasi sekunder adalah deviasi saat mata paretik atau mata yang dibatasi
Springer, 2019.
1. Anamnesis1,7,8
Anamnesis yang jelas dan terperinci merupakan hal yang vital pada seluruh
3. Tes Hirschberg
derajat deviasi bola mata abnormal dengan melihat refleks cahaya pada
sebagai fiksasi, refleks cahaya pada mata fiksasi diletakkan di tengah pupil
kemudian dilihat letak refleks cahaya pada kornea mata yang lain.1,2,10
sekitar 7°, atau 15Δ. Pada keadaan normal refleks cahaya akan terletak pada
tengah pupil kedua mata. Bila terletak pada tepi pupil maka terdapat deviasi
sebesar 15° (30Δ). Refleks cahaya di pertengahan iris menunjukkan deviasi 30°
(60Δ). Bila terletak pada pinggir limbus maka terdapat deviasi sebesar 45°
(90Δ). 1,2,10
30
4. Tes Krimsky
dihasilkan saat fiksasi dekat. Caranya adalah sentolop disinarkan dari jarak 30
cm setinggi mata pasien sebagai fiksasi, prisma diletakkan di depan mata yang
berdeviasi. Prisma diubah- ubah kekuatannya sampai letak refleks cahaya mata
prisma yang dipakai sehingga letak kedua refleks cahaya pada kornea sama
(sentral).1,7,9,10
31
Alternate Cover Test (ACT) mengukur deviasi total saat fusi diganggu.
Tes ini harus dilakukan pada fiksasi dekat dan jauh. Caranya adalah
menutup salah satu mata, lalu mata yang berdeviasi akan bergerak untuk
hingga tidak ada lagi pergerakan pada mata yang berdeviasi saat penutup mata
dipindahkan bergantian.1,10
32
a. Duksi
Duksi adalah pergerakan satu mata. Duksi terdiri dari abduksi (gerakan
(gerakan mata ke atas), depresi (gerakan mata ke bawah), intorsi dan ekstorsi.
b. Versi
Versi dalah pergerakan bola mata binokular, simultan pada arah yang
kedua mata pasien mengikuti suatu target pada setiap arah lirikan. Pada duksi
dan versi, yang dinilai adalah ada tidaknya under- atau over-action. 1,10,11
33
3.2 Esodeviasi
1. Definisi
esodeviasi yaitu :
terus menerus.1,3,9
34
3.2.2 Epidemiologi
Frekuensi laki-laki dan perempuan sama dan sering pada ras Kaukasia
dan Afrika Amerika dibanding ras Asia. Faktor resiko munculnya esotropia
gangguan akomodasi.1
3.2.3 Klasifikasi
1. Pseudoesotropia
Pada bayi sering ditemukan celah hidung yang datar dan lebar
disertai lipatan epikantus yang menonjol dan jarak interpupil yang sempit.
Kondisi ini membuat tampak seperti esotropia saat mata memandang lurus ke
depan. Tetapi kadang anak tersebut dapat juga timbul kondisi esodeviasi,
A. Definisi
hal wajar, pada 2-3 bulan pertama kehidupan, sering ditemukan strabismus
yang berubah-ubah, sementara, dan intermiten. Kondisi ini akan hilang pada
usia 3 bulan. Jika esotropia muncul setelah usia 2 bulan, konstan, dan
terukur 30 prisma dioptri atau lebih, maka hal ini memerlukan intervensi
bedah.1
B. Faktor Risiko
C. Patogenesis
Terdapat 2 teori yang diperdebatkan, yaitu konsep "sensorik". Dalam teori ini,
esotropia infantil dihasilkan dari defisit bawaan di "pusat fusi" di otak. Menurut
adalah teori Chavasse. Menurut teori ini, masalah utama esotropia infantil
D. Manifestasi Klinis
adalah fiksasi silang dimana terjadi penggunaan mata adduksi untuk fiksasi
Selain itu, dapat timbul defisit abduksi yang jelas karena fiksasi silang. Jika ada
ambliopia, mata yang lebih baik akan berfiksasi di semua bidang pandangan,
membuat mata amblyopia tampak memiliki defisit abduksi. Versi dan duksi
seringkali pada awalnya normal. Elevasi berlebihan pada adduksi dan disosiasi
kompleks strabismus terjadi pada lebih dari 50% pasien, biasanya setelah
usia 1-2 tahun. Manifestasi klinis yang juga dapat muncul ialah asymmetry of
hiperopia rendah (+1,00 hingga +2,00 dioptri [D]), hyperopia lebih besar dari
Ciancia merupakan bentuk esotropia infantil yang parah, terdiri dari esotropia
E. Tatalaksana
koreksi dengan refraksi siklopegik penuh dan terapi pembedahan. Pada koreksi
dengan refraksi sikloplegik penuh, sudut kecil esotropia yang bervariasi dalam
resesi kedua otot rektus medial, resesi otot rektus medial dikombinasikan
dengan reseksi otot rektus lateral ipsilateral. Pembedahan dua otot menyisihkan
otot rektus horizontal lainnya untuk operasi selanjutnya. Selain itu, terdapat juga
injeksi toksin botulinum ke otot rektus medial. Hal ini dikaitkan dengan tingkat
operasi ulang yang lebih tinggi daripada operasi strabismus, dan tingkat
3. Esotropia Akomodatif
tidak terkait dengan aktivasi refleks akomodatif. Dapat berkembang pada masa bayi
>6 bulan), masa kanak-kanak, atau bahkan dewasa. Penyebab esotropia non
akomodatif didapat ini bervariasi. Terdapat beberapa tipe esotropia non akomodatif
consecutive esotropia.
40
5. Incomitant Esotropia
pemeriksaan okular yang tepat. Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam
anamnesis adalah onset mulai terjadinya strabismus apakah tiba- tiba atau
gerakan mata, apakah ada perubahan deviasi saat melihat jauh dan dekat,
ada tidaknya penglihatan kabur, ada tidaknya penglihatan kembar, ada tidaknya
riwayat strabismus dalam keluarga dan ada tidaknya terapi sebelumnya yang
1,2,6,11,12
sudah didapat.
duksi-versi, alternate cover test (ACT), burian krimsky test. 13 Pemeriksaan visus
refraksi pada mata yang mengalami strabismus. Hirschberg tes dilakukan untuk
bersamaan, apakah ada hambatan atau tidak. ACT dilakukan untuk mengetahui
astenopia dan untuk kepentingan kosmetik. 2,13,14 Dalam menentukan terapi ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah: umur penderita,
dengan terapi, kekhawatiran pasien dan orang tua pasien, gejala dan tanda
tindakan bedah dilakukan apabila sudut deviasi ≥ 25∆ atau bila pada tindakan
untuk dilakukan tindakan operatif, tetapi pada penderita dengan deviasi yang
lebih kecil tetapi tidak respon terhadap penatalaksanaan non operatif dapat
Adapun jenis operasi yang dilakukan pada esotropia yaitu reses otot
rektus medial dan resek otot rektus lateral. Reses adalah memperpendek jarak
Diplopia, infeksi post operatif, dan skar konjungtiva dapat terjadi paska
operasi strabismus. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada pasien
dilakukan kompres dingin, anitibiotik tetes mata dan salep mata, mencegah
mata, dan tidak melakukan aktifitas berenang atau olahraga yang cenderung
3.3 Nistagmus9,10,11
(jumlah pergerakan osilasi per unit per waktu) dan amplitude (jarak angular
dapat berubah sesuai arah gerakan bola mata. Contohnya, nistagmus pendular
dapat berubah menjadi jerk nistagmus dengan perubahan gerakan mata yang
ekstrim.
memiliki null point (arah gerakan bola mata dimana pergerakan nystagmus
pemeriksaan.
45
jenis ini tidak berhubungan dengan abnormalitas system saraf pusat. Pasien
seringnya horizontal, dan tetap sama pada saat melihat kebawah atau keatas
(uniplanar).
CMN biasanya berkurang dengan konvergen dan oleh karena itu sering
blockage syndrome memiliki ciri yaitu nistagmus timbul dengan esotropia yang
jaras visual sudah terjadi sejak lahir, nistagmus akan tampak di usia 3 bulan.
penglihatan. Bentuk nistagmus yang terjadi dapat berupa pendular atau jerk
retina dan tampak atenuasi ringan dari pembuluh darah, papil optik pucat, atau
elektroretinagram.
nystagmus) merupakan bentuk tidak biasa dari jerk nystagmus yang dapat
masih belum diketahui, tapi beberapa literatur menyebutkan bahwa hal ini dapat
jenis ini dapat berubah arah. Gerakan biasanya dimulai dengan jerk nystagmus
satu arah; lalu nistagmus berkurang secara perlahan dan mencapai periode
4. Nistagmus laten
infantile) atau penurunan fungsi penglihatan pada satu atau kedua mata.
Karena nistagmus laten disebabkan saat salah satu mata tertutup, tajam
penglihatan binokuler lebih baik dibanding monokuler, dan oklusi tidak boeh
pada fusi (contohnya yang terjadi jika dilakukan oklusi). Nistagmus laten dapat
menjadi manifes (nystagmus laten manifes) jika kedua mata terbuka tetapi
hanya 1 mata yang digunakan untuk melihat (misalnya pada keadaan mata
B. Faden Procedure
untuk melemahkan gerakan rotasi dari otot rektus saat mata berotasi terhadap
Faden procedure dilakukan dengan menjahit otot rektus ke sklera. Hal tersebut
bertujuan untuk memfiksasi otot rektus di sklera, sehingga saat bola mata
48
berotasi, otot yang sudah difiksasi tidak ikut bergerak. Jahitan faden
membuat insersi otot baru lebih ke posterior dari insersi awal. Insersi baru ini
memperpedek gerakan otot saat bola mata berotasi kearah otot yang difaden.
9,10,11
49
Indikasi
karena efek dari prosedur faden relative kecil. Faden paling efektif pada otot
rektus medial karena otot rektus medial memiliki arkus terpendek (6 mm).
Perubahan arkus otot rektus medial dapat berubah signifikan dengan prosedur
karena memiliki arkus 10mm, dan fiksasi 12-14mm tidak terjadi perubahan yang
dengan meningkatkan efek reses rektus medial. Selain esotropia inkomitan juga
50
Teknik operasi
Tahap awal reses otot rektus dan prosedur faden adalah untuk
mengamankan otot rektus dan disinsersi dari sklera. Setelah otot diulur,
otot rektus, di tengah arcus. Lebih baik dilakukan jahitan non absorbable.
perforasi sklera.9,11
Operasi faden jarang dilakukan tanpa disertai reses otot rektus. Jika
deviasi pada posisi primer sangat kecil, prosedur ini dapat dilakukan untuk
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi dari prosedur faden adalah efek
yang diharapkan sering tidak maksimal. Jika prosedur faden dilakukan tanpa
reses rektus, fungsi otot tersebut hanya berubah secara minimal. Selain itu,
salah satu masalah yang sering terjadi pada prosedur faden adalah sulitnya
Komplikasi lain yang sering terjadi adalah nekrosis otot, terjadi jika jahitan terlalu
kencang. Selain itu, dapat menyebabkan sikatrik pada area yang dilakukan prosedur faden
jika lemak orbita terekspos saat diseksi posterior. Perforasi sklera dan robekan pada retina
merupakan resiko yang selalu harus diwaspadai pada setiap operasi strabismus, dan
3.4 Ambliopia
3.4.1 Definisi
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan yang terjadi walaupun telah diberi
koreksi yang terbaik, dapat terjadi unilateral atau bilateral, yang tidak berhubungan
langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior. 7 Ambliopia
merupakan cacat penglihatan sentral, sedangkan lapang pandang perifer biasanya dalam
batas normal.9
3.4.2 Epidemiologi
akibat ambliopia berlangsung seumur hidup dan dapat menjadi parah. Perkiraan
prevalensi ambliopia pada anak usia 6 hingga 71 bulan berkisar antara 0,7% hingga
1,9%.10
Ambliopia bilateral lebih jarang daripada ambliopia unilateral, tetapi proporsi yang
dilaporkan sangat bervariasi yaitu 5% hingga 41% dari semua kasus ambliopia. Ambliopia
unilateral dikaitkan dengan strabismus pada 19%-50% kasus dan anisometropia pada
46%-79% kasus. Sekitar 50% anak dengan esotropia mengalami ambliopia pada saat
diagnosis awal. Kemungkinan ambliopia adalah 1,5-40 kali lebih besar pada
dengan ambliopia. Faktor lingkungan, termasuk ibu yang merokok dan penggunaan obat
atau alkohol selama kehamilan telah dilaporkan berhubungan dengan peningkatan risiko
ambliopia atau strabismus dalam beberapa penelitian. Namun, beberapa studi belum
3.4.4 Etiologi
Beberapa penyebab ambliopia antara lain strabismus (terjadi sekitar 19%-50% kasus),
anisometropia (terjadi sekitar 46%-79% kasus), esotropia (sekitar 50% kasus), dan
3.4.5 Patofisiologi
pembentukan yang tepat. Selama periode ini, sistem visual yang berkembang rentan
terhadap input abnormal akibat deprivasi visual, strabismus, atau penurunan tajam
yang abnormal di awal kehidupan, sel-sel korteks visual primer dapat kehilangan
kemampuannya untuk merespons rangsangan pada salah satu atau kedua mata, dan sel-
sel yang tetap responsif menunjukkan defisiensi fungsional yang signifikan. Defisiensi
korteks visual dapat menjelaskan fenomena crowding, di mana optotipe lebih mudah
dikenali ketika diisolasi. Abnormalitas juga ditemukan pada neuron di dalam korpus
genikulatum lateral, tetapi retina pada ambliopia pada dasarnya normal. Jaras penglihatan
tidak berkembang baik, otak mematikan fungsi mata yang tidak fokus dan bergantung
1. Ambliopia Strabismik
Ambliopia strabismik terjadi karena interaksi yang berlawanan antara neuron yang
membawa input nonfusible dari kedua mata. Korteks visual didominasi oleh input dari
mata yang terfiksasi, sehingga responsivitas terhadap mata yang tidak terfiksasi menurun.
Penekanan input yang konstan dari mata yang sama dapat menyebabkan ambliopia.
2. Ambliopia Refraksi
Ambliopia refraksi dihasilkan dari retina yang mengalami pengaburan secara terus-
menerus pada satu atau kedua mata. Terdiri dari dua jenis, sebagai berikut :9
A. Ambliopia Anisometropia
refraksi yang tidak sama menyebabkan bayangan yang diproyeksikan ke salah satu atau
kedua retina menjadi tidak jelas. Hal ini dapat menyebabkan sel-sel korteks visual primer
kehilangan kemampuannya untuk merespons rangsangan pada salah satu atau kedua
mata, dan sel-sel yang tetap responsif menunjukkan defisiensi fungsional yang signifikan,
sehingga terjadi penurunan tajam penglihatan walaupun telah diberi koreksi yang terbaik.
anisohiperopia, 2,00 D pada anisoastigmatisme, dan 3,00 D pada anisomiopia. Mata anak
dengan ambliopia anisometropik biasanya tampak normal bagi keluarga dan dokter pada
fasilitas primer, sehingga hal ini dapat menunda deteksi dan pengobatan.9
55
B. Ambliopia Isometropia
retina kronis, yang disebabkan oleh kesalahan refraksi yang sama besar yang tidak
dikoreksi pada kedua mata. Disebabkan oleh hiperopia >4,00–5,00 D dan miopia >5,00–
6,00 D. Ambliopia meridional adalah ambliopia akibat astigmatisma tinggi bilateral yang
dapat menyebabkan hilangnya kemampuan khusus untuk meridian yang kabur secara
kronis. Dokter mata merekomendasikan koreksi untuk mata dengan silinder lebih dari
2,00-3,00 D.9
sumbu visual atau mengganggu penglihatan sentral. Penyebabnya antara lain katarak
kekeruhan kornea, dan perdarahan vitreous. Pada anak-anak di bawah 6 tahun, katarak
3.4.7 Pemeriksaan
Penderita diminta membaca huruf Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka
satu per satu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh
melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf
isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya fenomena ‘crowding’ pada mata
penglihatan pada mata normal turun 50%, pada mata ambliopia fungsional tidak akan
3.4.8 Penatalaksanaan
Tujuan dari terapi ambliopia adalah memperoleh visus normal pada kedua mata,
yang sempurna. Dasar terapi ambliopia dengan cara menjernihkan media optik (hilangkan
semua faktor yang menganggu visus), koreksi kelainan refraktif, meluruskan posisi bola
mata sedini mungkin, menggunakan tehnik oklusi atau penalisasi untuk merangsang mata
dengan ambliopia. Keberhasilan dari terapi ambliopia dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: usia terjadinya ambliopia, ketaatan terapi, pola fiksasi dan visus awal.
57
3.5.1 Miopia
Miopia atau rabun jauh yaitu berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan
tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Apabila bayangan dari benda yang terletak
jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi maka disebut
mengalami miopia (Gambar 3). Terdapat dua pendapat yang menerangkan penyebab
dan lensa.
Penderita miopia akan mengeluhkan penglihatan kabur saat melihat jauh, hanya
jelas pada jarak tertentu atau dekat. Keluhan sakit kepala dapat dirasakan namun jarang.
Seseorang dengan miopia akan sering mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi
Pemeriksaan funduskopi akan ditemukan miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit
yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopik. Selain itu juga dapat ditemukan
stafiloma posterior, atrofi korioretina, degenerasi makula, dan degenerasi retina bagian
perifer.17
Penyulit pada miopia adalah terjadinya ablasio retina, juling, dan glaukoma. Hal ini
3.5.2 Astigmatisme
Astigmat berasal dari bahasa Yunani, “a” yang berarti tidak dan “stigma” yang
artinya titik. Astigmat merupakan suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan
dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina
pusat atau indeks bias dari bagian-bagian mata. Kelainan kelengkungan pada kornea
merupakan yang tersering mengakibatkan astigmat dimana lengkung vertikal lebih besar
dari lengkung horizontal. Kelainan ini biasanya kongenital dan ditemukan pada 68% dari
anak-anak berumur 4 tahun sedangkan anak umur 7 tahun ditemukan sebanyak 95%.
atas:
a. Astigmat regular
Disini semua titik pembiasan letaknya pada sumbu penglihatan. Terdapat dua bidang
utama dengan daya pembiasan terkuat dan terlemah. Berdasarkan dua bidang tersebut
b. Astigmatisme iregular
Apabila permukaan kornea tidak teratur atau lapisan – lapisan kornea terdapat
kekeruhan sehingga sinar yang dibiaskan menjadi tidak teratur dan tidak terdapat dua
Telah dilaporkan kasus seorang anak laki-laki An. Z, usia 10 tahun datang berobat
ke RSMH dengan keluhan kedua mata terlihat juling ke dalam sejak lahir. Juling semakin
lama semakin bertambah besar. Keluhan dikatakan terlihat lebih jelas saat pasien
melamun dan lelah. Keluhan lain seperti pandangan kabur dan penglihatan ganda tidak
ada. Pada pemeriksaan oftalmologi, didapatkan acies visus pada mata kanan pasien
koreksi S-3.25 C-2.00 X 35 O6/7.5. Hal ini menunjukkan adanya Astigmatisme Myopia
pemeriksaan visus mata kanan dan kiri, terdapat penurunan tajam penglihatan walaupun
telah diberi koreksi yang terbaik dan pada pasien juga dilakukan crowding didapatkan
dengan Ambliopia Okuli Dextra Sinistra. Pada pasien ini juga dijumpai nistagmus pada
mata kanan kiri sehingga pasien juga didiagnosis dengan Nystagmus Okuli Dekstra
Sinistra. Pada Hirschberg test ET 15° ODS. Tes Hirschberg dilakukan untuk menilai
kedudukan bola mata dan derajat deviasi bola mata abnormal dengan melihat refleks
cahaya pada kornea. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Alternate Cover Test (ACT).
(heterotropia). Saat pasien melihat target, pemeriksa menggerakkan okluder dari satu
mata ke mata lainnya, mengamati arah pergerakan masing-masing mata saat terbuka.
Pengujian harus dilakukan pada fiksasi jauh dan dekat. Pada pemeriksaan ACT pada
pasien ini didapatkan shifting (+) alternan dimana kedua mata fiksasi secara bergantian.
Pada pemriksaan ini juga didapatkan perbedaan Esodeviasi dimana pada fiksasi jauh
sebesar 30 PD Esotropia dan pada fiksasi dekat 45 PD Esotropia. Hal ini menunjukkan
adanya esodeviasi melihat dekat lebbih besar dibandingkan dengan melihat jauh sehingga
hasil yang normal. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan oftalmologi diatas, maka
58
Pasien mengalami gangguan penglihatan sejak usia kurang dari 6 bulan ditandai
dengan adanya nistagmus. Nistagmus merupakan suatu kelainan yang disebabkan oleh
tidak berkembangnya reflek fiksasi pada anak yang puncaknya terjadi pada usia 6 bulan.
Hal ini menyebabkan anak mengalami gangguan penglihatan. Setelah dikoreksi dengan
bcva didapatkan mata kanan pasien dengan koreksi C –2,75 X 175°→ 6/7.5 sedangkan
mata kiri dengan koreksi S –3,25 C –2,00 Ax 35° → 6/7.5. Adanya ketidakmampuan fusi
esotropia yang disebabkan oleh kontraksi dari otot rektus medius yang terjadi secara terus
menerus.
Pada pasien ini juga terdapat ambliopia. Ambliopia isometropia dimana Ambliopia
akibat penurunan tajam penglihatan bilateral akibat defokus gambar retina kronis, yang
disebabkan oleh kesalahan refraksi yang sama besar yang tidak dikoreksi pada kedua
meridional adalah ambliopia akibat astigmatisma tinggi bilateral yang dapat menyebabkan
hilangnya kemampuan khusus untuk meridian yang kabur secara kronis. Perkiraan
prevalensi ambliopia pada anak usia 6 hingga 71 bulan berkisar antara 0,7% hingga 1,9%.
Ambliopia bilateral lebih jarang daripada ambliopia unilateral, tetapi proporsi yang
dilaporkan sangat bervariasi yaitu 5% hingga 41% dari semua kasus ambliopia. Ambliopia
unilateral dikaitkan dengan strabismus pada 19%-50% kasus dan anisometropia pada
46%-79% kasus. Sekitar 50% anak dengan esotropia mengalami ambliopia pada saat
diagnosis awal.10
59
60
Ambliogenik faktor pada pasien ini berupa myopia, astigmatisme dan strabismus.
Hubungan ambliopia dan strabismus dapat berkaitan karena interaksi yang berlawanan
antara neuron yang membawa input nonfusible dari kedua mata. Korteks visual
didominasi oleh input dari mata yang terfiksasi, sehingga responsivitas terhadap mata
yang tidak terfiksasi menurun. Penekanan input yang konstan dari mata yang sama dapat
Strabismus baru atau dekompensasi strabismus juga dapat terjadi karena gangguan fusi
gangguan perkembangan penglihatan disebabkan daya refraksi yang tidak sama sehingga
bayangan yang diproyeksikan ke salah satu atau kedua retina menjadi tidak jelas. Hal ini
dapat menyebabkan sel- sel korteks visual primer kehilangan kemampuannya untuk
merespons rangsangan pada salah satu atau kedua mata, dan sel-sel yang tetap
tajam penglihatan walaupun telah diberi koreksi yang terbaik. Ambliopia juga berhubungan
Nistagmus pada pasien ini adalah nistagmus tipe fusion maldevelopment nystagmus
syndrome (FMNS). FMNS terkait kuat dengan gangguan perkembangan binokular pada
masa bayi, baik dari strabismus atau deprivasi penglihatan spasial monokular (ambliopia).
Perkembangan fungsi sensorik dan motorik binokular pada bayi dimulai sekitar usia 1
bulan. Binokularitas dimulai dengan hubungan horizontal antara kolom dominasi okular V1
(ODCs) dari okularitas yang berlawanan. Koneksi ini belum matang pada minggu-minggu
pertama kehidupan ditandai dengan respons binokular lemah yang kasar. Pematangan
koneksi binokular membutuhkan aktivitas yang sinkron antara mata kanan dan input
genikulostriat mata kiri. Adanya dekorrelasi input yang dihasilkan oleh nonkorespondensi
arah nasal tetap ada dan menjadi jelas. Penyebab klinis paling umum dari dekorrelasi
untuk fiksasi secara mantap biasanya diperoleh pada usia 6 bulan pertama kehidupan,
apabila pada tahap ini terjadi kehilangan penglihatan monokular maka dapat
dengan nistagmus. Fiksasi bergantung pada refleks yang dimediasi secara visual
(optokinetik dan pelacakan pengejaran yang mulus), yang bergantung pada kemampuan
otak untuk menentukan kecepatan target pada retina dan mencocokkannya dengan
kecepatan mata. Perhatian dan refleks yang diperlukan untuk mengarahkan fovea ke arah
objek yang penting, dan kemampuan untuk menekan saccade yang tidak memadai, juga
misalnya katarak kongenital, strabismus dan ambliopia, maka menghasilkan fiksasi yang
62
binokular normal baik dengan tindakan bedah maupun tindakan non bedah. Pada pasien
ini, direncakana untuk dilakukan tatalaksana berupa prosedur Recess Medial Rectus Oculi
Dextra dan Faden Rectus Lateral Oculi Sinistra adalah tindakan yang bertujuan untuk
melemahkan otot rectus medial kanan, otot dilepas dari mata dan dibebaskan dari
perlekatan fasia, kemudian otot tersebut dijahit kembali ke mata pada jarak tertentu di
Pada intraoperatif, dilakukan diawali dengan Resess Muskulus Rektus Medial Okuli
adjustable suture secara hangback 7 mm. Kemudian dilakukan Faden Muskulus Rectus
Lateral Kiri dengan cara penjahitan Rektus Lateral 2 mm dibelakang insersi langsung
dijahitkan ke daerah setengah ketebalan sklera dengan jahitan djoko sarwono dan di
bola mata didapatkan ortoforia. Pada Alternate Cover Test (ACT) tidak didapatkan shifting.
Pada Tajam penglihatan didapatkan acies visus pada mata kanan pasien adalah 6/21
dengan koreksi C –2,75 Ax 175°→ 6/7.5 sedangkan mata kiri 6/60 dengan koreksi S –3,25
C –2,00 Ax 35°→ 6/7.5. Post operatif akan terus dilakukan observasi untuk menilai
kedudukan bola mata dan kemungkinan terjadinya komplikasi. Perawatan setelah operasi
pemakaian kaca mata goggle untuk mencegah terjadinya infeksi. Pada pasien didapatkan
Okuli Sinistra akan direncanakan untuk dibuatkan kacamata. Prognosis pada penderita ini
quo ad vitam bonam, quo ad functionam adalah bonam, dan quo ad sanationam bonam.
Prognosis quo ad vitam bonam pada pasien ini karena tidak ditemukan kelainan lain yang
Sinistra + Amblyopia Okuli Dextra Sinistra + Nystagmus Oculi Dextra Sinistra yang
Recess Rectus Medial Okuli Dekstra + Faden Rectus Lateral Okuli Sinistra. Keadaan
myopia astigmatisme, esotropia, amblyopia dan nystagmus pada pasien ini berhubungan
satu sama lain. Esotropia dapat terjadi karena dominasi fusi konvergen sebagai akibat
dari gangguan refraktif dan perkembangan visual pada pasien ini. Selain itu, esotropia
juga menjadi salah satu ambliogenik faktor bersama dengan myopia dan astigmatisme
66
DAFTAR PUSTAKA
Business Media.
3. Nash, D. L., Diehl, N. N., & Mohney, B. G. (2017). Incidence and types of
5. Hennein, L., & Robbins, S. L. (2021). Heavy eye syndrome: Myopia- induced
6. Ranka, M. P., & Steele, M. A. (2015). Esotropia associated with high myopia.
Strabismus: Disorders of the Retina and Vitreous. San Francisco. Section 12.
p358-360
67
68
10. Wallace, D. K., Repka, M. X., Lee, K. A., Melia, M., Christiansen, S. P.,
12. Gallin, P. F. (2019). Amblyopia. In The Columbia Guide to Basic Elements of Eye
14. Blair, K., Cibis, G., & Gulani, A. C. (2021). Amblyopia. StatPearls.
15. Tychsen, L., Richards, M., Wong, A., Foeller, P., Bradley, D., & Burkhalter, A.
Ophthalmology.
17. Michelle L. How to detect myopia in the eye clinic. Eye Health.
2019;32(105):201915.
19. Aring, E., Gronlund, M. A., Hellstrom, A., & Ygge, J. (2007). Visual fixation
20. Zhu, H., Yu, J. J., Yu, R. B., Ding, H., Bai, J., Chen, J., & Liu, H.