Tugas 2 Eka Pengelolaan Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

ARRTIKEL

MANAJEMEN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN PADA SEKOLAH
DASAR YANG EFEKTIF

TUGAS MATA KULIAH : PENGELOLAAN PENDIDIKAN DASAR


DOSEN PENGAMPU : Dr LILIS KHOLISOH NURYANI, M.Pd
DI SUSUN OLEH : EKA RATNAWATI
NIM : 82362223014

UNIVERSITAS GALUH CIAMIS


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
2023

i
KATA PERSEMBAHAN

Karya tulis ilmiah ini saya persembahkan untuk:


 Suami tercinta saya yang telah mendukung secara maksimal dalam penulisan
karya ilmiah ini.
 Dosen Pembimbing yang telah mengarahkan saya dalam melakukan penulisan
karya ilmiah ini.
 Seluruh dosen maupun staf di Prodi Administrasi Pendidikan Pasca Sarjana
UNIGAL yang telah membantu penulisan karya ilmiah ini.
 Yayasan Galuh Ciamis serta responden yang bersedia berpartsipasi dalam
penelitian ini.
 Teman-teman Prodi Administrasi Pendidikan Pasca Sarjana UNIGAL Ciamis.
Semoga berkenan.

ii
ABSTRAK

Pada era otonomi daerah, kebijakan pendidikan dikembangkan oleh


pemerintah pusat, daerah dan masyarakat yang mengacu pada UU No. 22 tahun
1999 tentang pemerintahan daerah serta perangkat peraturan yang berlaku.
Pembiayaan pendidikan sangat dibutuhkan untuk kebutuhan operasional, dan
penyelenggaraan sekolah yang didasarkan kebutuhan nyata yang terdiri dari gaji,
kesejahteraan pegawai, peningkatan kegiatan proses belajar mengajar,
pemeliharaan dan pengadaan sarana dan prasarana, peningkatan pembinaan
kesiswaan, peningkatan kemampuan profesional guru, administrasi sekolah dan
pengawasan. Proses belajar mengajar akan terlaksana berjalan secara maksimal
apabila tujuan yang akan dicapai memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
sesuai dengan perencanaan.Namun hingga saat ini, dunia pendidikan Indonesia
termasuk pendidikan dasar masih menghadapi berbagai persoalan yang sangat
serius dan kompleks, mulai dari rendahnya alokasi anggaran dipandang dari sudut
bantuan dana dari pemerintah, kurang memadainya penataran pelatihan dalam
peningkatan kompetensi profesional guru yang disebabkan masih kecilnya
anggaran pendidikan di Indonesia.

Kata kunci : manajemen pembiayaan, sekolah dasar efektif, perencanaan


anggaran.

iii
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan
sebuah artikel dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah artikel dengan judul
“Manajemen Pembiayaan Pendidikan Pada Sekolah Dasar Yang Efektif”.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada
tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.

Cilacap Tengah, Mei 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
BAB II METODE
A. Sejarah Pendekatan Penelitian................................................. 8
B. Rancangan Penelitian............................................................... 8
C. Lokasi Penelitian..................................................................... 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksana Sekolah dalam merencanakan anggaran................ 10
B. Pelaksana sekolah dalam mengupayakan pendapatan............. 14
C. Pelaksana sekolah dalam pengawasan..................................... 21
D. Pelaksana sekolah dalam melakukan pertanggungjawaban..... 23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 27
REFERENSI

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses pendidikan, pembiayaan sebagai faktor pendukung. Proses
belajar mengajar akan terlaksana berjalan secara maksimal apabila tujuan
yang akan dicapai memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai
dengan perencanaan. Senada disampaikan oleh Fatah (2006) bahwa
pembiayaan sangat dibutuhkan untuk kebutuhan operasional, dan
penyelenggaraan sekolah yang didasarkan kebutuhan nyata yang terdiri
dari gaji, kesejahteraan pegawai, peningkatan kegiatan proses belajar
mengajar, pemeliharaan dan pengadaan sarana dan prasarana, peningkatan
pembinaan kesiswaan, peningkatan kemampuan profesional guru,
administrasi sekolah dan pengawasan.
Lahirnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan landasan hukum
dan penegasan sikap pemerintah terhadap reformasi sistem pendidikan
nasional di Indonesia, setelah sebelumnya diluncurkan kebijakan
manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS merupakan satu bentuk agenda
reformasi pendidikan di Indonesia. Undang-undang tersebut memuat visi,
misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan
pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan
berdaya saing dalam kehidupan masyarakat global. Penegasan kembali
semangat reformasi bidang pendidikan yakni dengan dikeluarkannya
Undang-undang Republik Indonesia (UU) Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta beberapa
kebijakan teknis yang mengatur pelaksanaan dari undang-undang dan
peraturan pemerintah tersebut, baik pada tingkat departemen sampai

1
pemerintah daerah dan sekolah selaku pemegang otonomi pendidikan pada
tingkat paling bawah.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 1990
yang merupakan implementasi perundangan yang mengatur pendidikan
dasar di Indonesia, maka salah satu bentuk pendidikan dasar yang
menyelenggarakan pendidikan program enam tahun adalah sekolah dasar
(SD). Sekolah dasar dipandang sebagai satuan pendidikan yang
eksistensinya paling urgen. Sebagai salah satu bentuk pendidikan dasar,
sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling urgen
keberadaanya (Collier, dkk. 1971 dalam Bafadal, 1995). Dari peraturan
pemerintah ini dapat diketahui dua hal paling urgen di dalamnya yaitu:
pertama; melalui jenjang pendidikan dasar peserta didik dibekali
kemampuan dasar yang akan sangat berguna dalam menopang jenjang
pendidikan yang ditempuh di atasnya. Kedua; sekolah dasar merupakan
satuan pendidikan yang menanamkan dasar-dasar bagi peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya.
Pernyataan di atas juga mengisyaratkan pentingnya pengembangan
sekolah dasar dari yang konvensional kepada bentuk yang lebih
profesional dan menjanjikan. Penyelenggaraan sekolah dasar secara
profesional menjadi suatu kebutuhan dan keniscayaan dalam upaya
mewujudkan lembaga pendidikan dasar yang berkualitas bagi semua
lapisan masyarakat. Memperhatikan peranannya yang begitu besar itu
sekolah dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, baik secara
sosial- institusional maupun fungsional-akademik. Persiapan tersebut
sebagai upaya optimalisasi makna tiga pilar fungsi sekolah, yakni fungsi
penyadaran, fungsi progresif dan fungsi mediasi (Danim, 2006). Mengarah
kepada upaya tersebut salah satu program pemerintah yang sejalan dengan
upaya ini adalah program block grant (subsidi) seperti yang lakukan
Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, sebagaimana pernyataan
Mendiknas Bambang Sudibyo saat pencanangan subsidi unit sekolah baru
(USB) tahun 2007 tanggal 9 Februari 2007: "Program ini salah satu
2
prioritas pembangunan bangsa untuk menyediakan layanan pendidikan
dasar yang bermutu bagi seluruh anak usia pendidikan dasar" (Sudibyo,
2007).
Namun hingga saat ini, dunia pendidikan Indonesia termasuk
pendidikan dasar masih menghadapi berbagai persoalan yang sangat serius
dan kompleks, mulai dari rendahnya alokasi anggaran dipandang dari
sudut bantuan dana dari pemerintah, kurang memadainya penataran
pelatihan dalam peningkatan kompetensi profesional guru yang
disebabkan masih kecilnya anggaran pendidikan di Indonesia. Mengenai
alokasi anggaran pendidikan, meskipun dalam Amandemen Undang-
undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4, telah mengamanatkan anggaran
pendidikan sekurang- kurangnya 20 persen dari total Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN), kenyataan yang terwujud kurang dari
ketentuan yang ditetapkan. Hal inipun masih harus ditambah lagi dengan
adanya estimasi tingkat penyimpangan anggaran yang mencapai 30 persen
yang semakin memperburuk citra dunia pendidikan di Indonesia.
Kelemahan mendasar pendidikan kita, terletak pada bidang manajemen
dan ketatalaksanaan sekolah, masalah pendanaan, masalah kultural dan
faktor geografis.
Pada Maret dan Oktober 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi
subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merealokasi sebagian besar
dananya ke empat program besar yang dirancang untuk mengurangi beban
masyarakat, khususnya masyarakat miskin, akibat peningkatan harga
BBM. Keempat program tersebut adalah untuk bidang pendidikan,
kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan bantuan langsung tunai. Salah satu
program di bidang pendidikan yang mendapat alokasi anggaran cukup
besar adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Melalui
program ini, pemerintah pusat memberikan dana ke sekolah-sekolah
setingkat SD dan SMP yang bersedia memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan dalam persyaratan peserta program. Sekolah yang dicakup
dalam program ini adalah SD/MI/SDLB/salafiyah setingkat SD dan
3
SMP/MTS/SMPLB/salafiyah setingkat SMP, baik negeri maupun swasta.
Program ini mulai dilaksanakan pada Juli 2005 bersamaan dengan awal
tahun ajaran (TA) 2005/2006.
Permasalahan menggratiskan pendidikan dasar dan Menengah
dapat memberikan gambaran yang cukup realistis melalui penggantian
Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP) bagi sekitar 25 juta siswa SD,
7 juta SMP, dan 3 juta siswa SMA/SMK. Asumsikan setiap siswa
dibebaskan dari SPP sebesar Rp 300.000,-/tahun. Di samping itu,
kesejahteraan untuk 2 juta guru diberilian tambahan rata-rata Rp
3.000.000,-/tahun di luar gaji PNS atau gaji dari yayasan (untuk sekolah
swasta). Untuk menggantikan SPP, satu tahun negara perlu mengeluarkan
Rp 10,5 triliun dan untuk kesejahteraan guru diperlukan Rp 6 triliun.
Secara kasar, 16,5 triliun tersebut sudah cukup untuk menyelenggarakan
pendidikan gratis untuk SD, SMP, dan SMA selama 1 tahun. Cukup
mengenakkan telinga ketika Menko Perekonomian Aburizal Bakrie
menilai Indonesia harus memilih antara menaikkan BBM, lalu sekolah dan
pelayanan kesehatan gratis atau membakar Rp 60 triliun hingga 2006
karena pemerintah menyubsidi BBM. Sayangnya, opsi yang ditetapkan
adalah memberikan uang tunai kepada keluarga miskin yang merupakan
upaya pemiskinan jangka panjang juga.
Target pencapaiannya tentu akan berbeda-beda. Mengapa
pendidikan gratis? Keterkaitan antara sekolah gratis di dalam penelitian ini
bahwa bantuan BOS di sekolah-sekolah dapat membantu beban
penderitaan orang tua siswa miskin sehingga dapat mengurangi iuran
siswa akan berkurang. Pada prinsipnya pembiayaan gratis itu tidak ada. Di
dalam pendidikan dewasa ini, karena pembiayaan tidak ada yang gratis.
Dengan pembiayaan tersebut diharapkan pengelolaan pendidikan dapat
dilaksanakan secara maksimal.
Pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisa sumber-
sumber dananya tetapi juga penggunaan dana secara efisien. Semakin
efisien sistem pendidikan, maka semakin berkurang biaya yang diperlukan
4
untuk mencapai tujuan- tujuannya (Zemelman, 1995). Senada disampaikan
oleh Akbar (2009) mengenai efisiensi menyatakan bahwa efektifitas
pendidikan menggambarkan tingkat kesesuaian antara jumlah keluaran
yang dihasilkan dengan jumlah yang ditargetkan. Maka masalah efektifitas
biaya pendidikan mempunyai kaitan langsung dengan upaya untuk
mengetahui apakah sejumlah biaya tertentu dapat menghasilkan
pendidikan yang telah ditentukan. Sesuatu disebut efektif apabila sesuatu
itu dikerjakan dengan tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan
demikian sekolah efektif adalah suatu program yang dapat diselesaikan
sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Bagi Indonesia, jaminan akses
terhadap pendidikan sesungguhnya sudah menjadi komitmen antara
pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945
bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pentingnya
keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci
kembali dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
pendidikan Nasional. Pemikiran lain, dalam hubungan antara masyarakat
dan negara sudah jelas ada hubungan timbal balik.
Pendidikan gratis bermutu juga perlu disesuaikan dengan kondisi
setempat walaupun tetap berdasarkan kualitas yang standar sehingga
dalam menggratiskan pendidikan dasar, bentuk ian nilai subsidi lidak
harus seragam. Selain itu, perbedaan antara sekolah swasta, negeri,
madrasah, dan pesantren secara psikologis dan politis mesti dapat diatasi.
Selain itu, para pemimpin harus menyadari bahwa pendidikan itu bukan
soal ekonomi atau bagi-bagi keuntungan, tetapi soal politis atau ke mana
bangsa ini mau dibawa.
Terdapat perbedaan yang menyolok dalam hal penyikapan terhadap
kebijakan pendidikan gratis tersebut. Pengelolaan pembiayaan pendidikan
di Sekolah Dasar Panglima Sudirman terlihat sepintas lebih baik dari pada
yang lain. Kepala sekolah memiliki strategi-strategi yang cukup baik yang
dipakai untuk menyikapi tentang kebijakan pendidikan gratis, dimana hal
ini pada umumnya menjadi keluhan tersendiri bagi kepala sekolah-kepala
5
sekolah yang lain. Karena kepala sekolah mengalami kesulitan dalam hal
menentukan kebijakan untuk memungut biaya dari masyarakat, ini
merupakan problematik kepala sekolah. Untuk itu peneliti ingin mengkaji
lebih mendalam terkait dengan pengelolaan pembiayaan di Sekolah Dasar
pada tiga Sekolah di Kota Batu yang dipandang cukup baik dan memilih
judul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan di Sekolah Dasar Efektif”,
yang merupakan studi multikasus di satu sekolah dasar negeri dan dua
sekolah dasar swasta di Kota Batu.
Fokus utama dalam penelitian ini adalah upaya-upaya yang
dilaksanakan sekolah untuk mengatasi pembiayaan pendidikan. Fokus
utama ini digambarkan dalam fokus sebagai berikut.
1. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam merencanakan
anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
a. Cara pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam Rencana
Anggaran Kegiatan Sekolah.
b. Cara pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar untuk
memverifikasi Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah.
2. Strategi yang dilakukan oleh pelaksana satuan pendidikan sekolah
dasar dalam mengupayakan pendapatan dan mengatur belanja
sekolah.
a. Strategi pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar
mengupayakan pendapatan sekolah.
b. Strategi pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar mengatur
pembelan-jaan sekolah.
3. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam melakukan
evaluasi terhadap pendapatan dan belanja sekolah.
a. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar melakukan evaluasi
terhadap pendapatan sekolah.
b. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar melakukan evaluasi
terhadap belanja sekolah.

6
4. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam
mempertanggungjawabkan pembelanjaan sekolah.
a. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar
mempertanggungjawabkan pembelanjaan sekolah kepada
pejabat atau lembaga pemberi kewenangan.
b. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar
mempertanggungjawabkan pembelanjaan sekolah kepada
masyarakat dan pihak-pihak terkait.

7
BAB II
METODE

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada manajemen pembiayaan pendidikan
pada sekolah dasar yang efektif pada tiga sekolah dasar yaitu sekolah dasar
Panglima Sudirman, sekolah dasar Abdul rahman, dan sekolah dasar
Welirang di kota Batu. Manajemen pembiayaan pendidikan merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting artinya bagi dunia pendidikan, maka
pendekatan ini yang tepat adalah menggunakan pendekatan kualitatif.
Sebagaimana disarankan oleh Marshal dan Rosman (dalam Bafadal, 1995)
dinyatakan bahwa, proses sebaiknya didekati secara kualitatif. Pendekatan
ini digunakan untuk mengungkap data deskriptif dari informan tentang apa
yang mereka lakukan, rasakan dan mereka alami sesuai dengan fokus
penelitian.

B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Batu yang memiliki sebanyak 84
sekolah dasar dengan perincian sekolah dasar negeri 72 dan madrasah
ibtidaiyah sebanyak 12, namun peneliti melakukan penelitian di tiga
lokasi dengan pendekatan multi kasus, yang terdiri dari satu sekolah dasar
negeri dan dua sekolah dasar swasta yang saling berbeda karakteristiknya
dan mempunyai keunikan. Memilih rancangan multi kasus diharapkan bisa
digunakan untuk pengembangan analisis lebih lanjut, karena penelitian ini
dilakukan pada kasus yang lebih dari satu kasus atau lokasi penelitian.

C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Batu Provinsi Jawa Timur
secara geografis kota Batu berbatasan dengan daerah-daerah sebagai
berikut. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pacet Kabupaten
8
Mojokerto dan Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang, sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Dau Kabupaten Malang, sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Kota Batu
memiliki tiga kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo dan
Kecamatan Bumiaji. Terdiri dari 4 kelurahan dan 19 desa.

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksana Sekolah dalam Merencanakan Anggaran Pendapatan dan


Belanja Sekolah
Secara umum proses manajemen pembiayaan sekolah meliputi:
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan pertanggung-
jawaban. Perencanaan merupakan langkah awal dalam proses manajemen
pembiayaan. Perencanaan adalah suatu proses yang rasional dan sistematis
dalam menetapkan langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian tersebut
mengandung unsur-unsur bahwa di dalam perencanaan ada proses, ada
kegiatan yang rasional dan sistematis serta adanya tujuan yang akan
dicapai. Perencanaan sebagai proses, artinya suatu kejadian membutuhkan
waktu, tidak dapat terjadi secara mendadak. Perencanaan pembiayaan
sekolah disesuaikan dengan rencana pengembangan sekolah secara
keseluruhan, baik pengembangan jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengembangan jangka pendek berupa pengembangan satu tahunan.
Pengembangan jangka panjang berupa pengembangan lima tahunan,
sepuluh tahunan, bahkan dua puluh lima tahunan. Berdasarkan rencana
pengembangan sekolah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, maka
dibuatlah perencanaan pembiayaan sekolah baik perencanaan jangka
pendek maupun jangka panjang.
Kalau dianalisis pembuatan perencanaan pembiayaan, Garner (2004)
merumuskan sikuensi perencanaan pembiayaan yang strategis sebagai
berikut: 1) misi (mission), 2) tujuan jangka panjang (goals), 3) tujuan
jangka pendek (objectives), 4) program, layanan, aktivitas (programs,
services, activities), tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek
berdasarkan kondisi riil unit sekolah (site-based unit goals & objectives),
5) target: baik outcomes maupun outputs, 6) anggaran (budget), dan 7)
perencanaan pembiayaan yang strategis (strategic financial plan).
10
Keberhasilan sekolah salah satunya ditentukan dari adanya
pemahaman visi yang jelas dan tujuan yang hendak dicapai oleh para
anggota anggota organisasi. Dalam konteks ini visi oleh Maxwell dikaitkan
dengan kepemimpinan. Menurut Maxwell bahwa visi yang memimpin para
pemimpin, Visi melukiskan sasarannya, Visi memicu serta membakar
semangat, dan mendorongnya maju. Visi juga merupakan pemicu orang
lain yang menjadi pengikut sang pemimpin. Seorang pemimpin yang tidak
memiliki visi takkan ke mana-mana. Paling tidak, ia akan berlari di tempat.
Sementara itu Visi organisasi juga dapat memusatkan, mengarahkan,
menyatukan, dan bahkan memberi inspirasi suatu bisnis untuk mencapai
kinerja yang superior (Masruroh, 2008).
Untuk melangkah dalam visi tersebut, sebuah komitmen amat
dibutuhkan, komitmen itu disebut misi, namun ketika dalam
pencapaiannya muncul masalah, dibuatlah serangkaian tindakan yang
spesifik untuk menyelesaikan misi itu, tindakan inilah yang disebut tujuan
(Sabda, 2006 dalam Masruroh, 2008). Pendapat yang lain menjelaskan
bahwa misi akan menjaga semua orang tetap terlibat dalam semua aktivitas
yang dikerjakan dan direncanakan untuk diwujudkan secara bersama-sama.
Tujuan memiliki fungsi sebagai berikut: (1) sebagai acuan dalam
membuat rencana, sedang rencana adalah panduan dari tindakan. Tanpa
adanya tujuan maka orang (organisasi) tidak punya rencana, tanpa rencana
tindakannya tidak akan terarah. Tujuan akan sangat membantu dalam
keefektifan organisasi dalam bertindak, bahkan tujuan bisa memberikan
gairah hidup yang lebih besar. (2) tujuan sangat vital bagi kesuksesan
seseorang atau organisasi, selain sebagai sumber motivasi, dengan tujuan
bisa melihat telah sampai dimana kemajuan organisasi. Tujuan dapat
memfokuskan tindakan organisasi dengan kata lain dapat meningkatkan
konsentrasi. Tindakan yang terfokus atau konsentrasi akan menghasilkan
hasil yang lebih baik dan lebih cepat (Andriani, 2009). Lebih lanjut untuk
itu kepala sekolah dalam melaksanakan tugas terutama mempertanggung
jawabkan pembiayaan pendidikan harus terfokus dan mempunyai
11
konsentrasi yang optimal sehingga tidak timbul permasalahan di kemudian
hari.
Lebih jauh dikatakan bahwa tujuan tidak selalu harus dinyatakan
dalam bentuk kuantitatif, tetapi harus menunjukkan suatu kondisi atau
keadaan spesifik yang hendak dicapai. Tujuan lebih bersifat operasional
serta dapat ditentukan indikator dan alat ukurnya. tujuan akan
mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan
dalam mewujudkan misi. Tujuan harus dapat menyediakan dasar yang kuat
untuk menetapkan indikator kinerja. Sasaran (objectives) adalah
penjabaran dari tujuan secara terukur, yaitu sesuatu yang akan dicapai atau
dihasilkan secara nyata oleh masyarakat dalam jangka waktu tertentu
(tahunan, semester, triwulan, bulanan). Sasaran harus menggambarkan hal
yang ingin dicapai melalui tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Sasaran memberikan fokus dalam penyusunan
kegiatan secara spesifik, rinci, terukur dan realistis untuk dicapai. (Conflict
and Development, 2008). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam
merencanakan anggaran pembiayaan sebuah organisasi akan lebih efektif
jika diarahkan pada upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi.
Temuan penelitian ini juga senada dengan interpretasi konsep di atas yang
dirumuskan dalam proposisi sebagai berikut. Jika perencanaan pembiayaan
sekolah diilhami oleh visi dan misi maka akan mendukung efektivitas
pembiayaan sekolah yang baik.
Manajemen sekolah berusaha mengacu konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dalam mengelola sekolah, menurut UU No. 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bagian penjelasan pasal 51
ayat 1, MBS didefinisikan sebagai “bentuk otonomi manajemen
pendidikan pada satuan pendidikan dalam hal ini kepala sekolah atau
madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam
mengelola kegiatan pendidikan”. Tilaar berpendapat bahwa inti dari MBS
adalah partisipasi masyarakat (dalam Irawan, 2004). Dalam peraturan
pemerintah nomor 19 Tahun 2005 Pasal 49 tentang standar pengelolaan
12
satuan pendidikan disebutkan: (1) pengelolaan satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis
sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,
keterbukaan, dan akuntabilitas.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah selain melibatkan para guru
manajemen sekolah juga melibatkan komite atau dewan sekolah dalam
menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS)
sebelum diajukan pada Dinas Pendidikan untuk mendapatkan pengesahan
sebelum akhirnya diajukan pada pemerintah kota Malang untuk
mendapatkan alokasi pembiayaan.
Mitchell (dalam Simon, 2007) menjelaskan efek pengambilan
keputusan partisipatif pada kinerja boleh berasal dari bagaimana
penggunaannya secara instrumental untuk menciptakan situasi yang
menjadi lebih baik pada efektivitas mereka. Adapun salah satu tujuan dari
MBS adalah adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,
memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan
perubahan perencanaan. Uraian di atas senada dengan temuan penelitian
ini dalam rumusan proposisi-proposisi sebagai berikut. Jika perencanaan
pembiayaan sekolah didasarkan adanya identifikasi kebutuhan sekolah
maka akan mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.Jika
dalam proses penyusunan perencanaan pembiayaan sekolah melibatkan
seluruh komponen sekolah dan dikonsultasikan kepada komite sekolah
maka mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.
Model perencanaan dengan melibatkan semua elemen dalam
lembaga adalah ciri dari budaya sekolah yang baik. Adapun keuntungan
dari budaya organisasi yang baik adalah: (1) menjamin kualitas kerja yang
lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan
level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan
transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang
tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika
menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat
13
beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK. Selain beberapa
manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah:
(1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin
meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul
keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi
terus menerus; dan (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah,
keluarga, orang lain dan diri sendiri. (Sudrajat: 2010).

B. Pelaksana Sekolah dalam Mengupayakan Pendapatan dan Mengatur


Belanja Sekolah
Pasal 46 Undang-undang No 20 Tahun 2003 menyatakan pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Berdasarkan tuntutan kebutuhan di
sekolah tersebut utamanya kebutuhan pengembangan pembelajaran yang
sangat membutuhkan biaya yang banyak, maka sumber pendapatan
diupayakan dari berbagai pihak agar membantu penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, disamping sekolah perlu melakukan usaha mandiri
yang bisa menghasilkan dana. Hal ini akan terwujud apabila menajemen
sekolah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di samping kreativitas
sekolah juga menjadi andalan utama. Berbagai perkembangan yang ada di
abad 21, (Garner,2004) mengungkapkan adanya pengaruh langsung
maupun tidak langsung dalam meningkatkan perolehan pembiayaan
sekolah, yaitu praktek pembukuan yang sesuai dengan akuntansi
(accounting), sekolah yang memiliki piagam (charter schools), daya tarik
sekolah (magnet school), privatisasi sekolah (the privatization of school),
vouchers, sistem yang terbuka dalam mengelola sekolah (open systems),
dan manajemen berdasarkan kondisi riil sekolah (site-based management).
Untuk itu sekolah perlu memenuhi poin-poin tersebut agar perolehan
dana bisa lebih ditingkatkan. Hal ini terjadi karena masyarakat sangat
mempercayai keunggulan sehingga mereka merasa respek terhadap
lembaga pendidikan.Salah satu hal penting dalam penyusunan rencana
14
anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) adalah mengetahui
sumber-sumber pembiayaan yang akan dijadikan acuan untuk menetapkan
anggaran, proposisi dalam penelitian ini terkait dengan sumber- sumber
pembiayaan pendidikan adalah sebagaimana dalam proposisi bahwa
“Sumber-sumber pembiayaan pendidikan berasal dari dari pemerintah
pusat, provinsi, pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat yang
digunakan untuk pembiayaan gaji pegawai, program unggulan, operasional
kegiatan belajar mengajar dan pengembangan potensi siswa”.
Adapun alokasi penggunaannya adalah dari pemerintah pusat untuk
pembiayaan program sekolah standar nasional (SSN), Rintisan sekolah
bertaraf internasional (RSBI). Sedang-kan sumber-sumber pembiayaan
pendidikan dari pemkot meliputi gaji pengawai negeri sipil (PNS) dan
biaya operasional yang berupa biaya belanja rutin. Sedangkan partisipasi
masyarakat berfungsi untuk menutupi kekurangan pembiayaan dari
pemerintah pusat dan daerah terutama dalam pengembangan kegiatan
siswa.
Temuan dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa pemerintah,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah menanggung
pembiayaan pendidikan, akan tetapi pembiayaan tersebut belum
mencukupi untuk menjalankan seluruh kegiatan yang ada di sekolah. Disisi
lain, pemerintah sendiri masih belum mempunyai aturan yang jelas tentang
skema pembagian pembiayaan pendidikan antara pemerintah pusat,
propinsi dan daerah.
Kondisi tersebut cukup ironis, mengingat pemerintah dalam undang-
undang nomor 48 tahun 2008 tentang pembiayaan pendidikan menjelaskan
secara lebih rinci tentang peran pemerintah dalam masalah pembiayaan
pendidikan, salah satunya adalah pasal 59 ayat (1) tentang standar
pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah yang berbunyi.
Pemerintah daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang
pendidikan dengan memprioritaskan program:
1. wajib belajar;
15
2. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang
pendidikan menengah;
3. penuntasan pemberantasan buta aksara;
4. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;
5. peningkatan status guru sebagai profesi;
6. akreditasi pendidikan;
7. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan
masyarakat; dan
8. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
pendidikan.
Pada akhir pasal 59 ayat di atas menjelaskan standar pelayanan
minimal, sedangkan sebuah pelayanan membutuhkan biaya, karena dalam
bidang pendidikan dikenal ada beberapa kategori biaya, yaitu biaya
langsung (direct cost) yang meliputi segala pengeluaran yang secara
langsung menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sementara biaya tidak
langsung (indirect cost) pengeluaran yang secara tidak langsung
menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan
tersebut terjadi di sekolah, seperti biaya transportasi siswa, biaya jajan,
biaya kesehatan dan biaya kesempatan (opportunity cost).
Jenis pembiayaan lain adalah biaya pribadi (private cost) yaitu
pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau biaya untuk pengeluaran
rumah tangga. Selain itu terdapat biaya sosial (social cost) adalah biaya
yang dikeluarkan masyarakat untuk pendidikan baik melalui sekolah atau
dihimpun pemerintah melalui pajak untuk biaya pendidikan. Yang terakhir
adalah biaya dalam bentuk uang (monetary cost) maupun bukan uang (non
monetary cost) (dalam Supriadi, 2003).
Untuk mengetahui seberapa besar peran pemerintah dalam
pembiayaan pendidikan di sekolah yang menjadi kasus penelitian adalah
dengan cara membaca RAPBS yang disusun masing-masing sekolah.
Pembiayaan pendidikan yang tertuang dalam RAPBS tersebut yang
16
termuat hanyalah biaya-biaya yang berbentuk uang. Dari temuan itu
nampak sekali bahwa biaya yang diberikan kepada sekolah sebatas hanya
biaya-biaya belanja gaji pegawai PNS, biaya pengadaan sarana prasarana
dan sebagian biaya rutin seperti langganan daya dan jasa. Namun apabila
dilihat dalam undang-undang no 48 tahun 2008 pasal 61 ayat (1) mengenai
standar pembiayaan satuan pendidikan disebutkan sebagai berikut.
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi,
dan biaya personal. (1) biaya investasi satuan pendidikan .. meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia,
dan modal kerja tetap. (2) baya personal sebagaimana ..meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik, (3) biaya operasi
satuan pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta
segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air,
jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Melihat standar pembiayaan satuan pendidikan di atas, maka cukup
besar sekali biaya-biaya yang harus ditanggung sekolah untuk memberikan
pelayanan pendidikan. Temuan penelitian ini komponen sumber biaya
hanya tiga seperti yang disebut di atas, akan tetapi untuk biaya
pembelanjaan meliputi banyak komponen, yang terbesar adalah belanja
gaji pegawai PNS yang rata-rata memakan 50% RAPBS dan biaya
investasi seperti pembangunan kelas baru sekitar 20% sisanya untuk biaya
peningkatan mutu KBM, langgananan daya jasa, dan sedikit sekali untuk
kesejahteraan karyawan.
Sebuah penelitian lain memaparkan bahwa komponen gaji sangat
dominan dalam RAPBS, bahkan mencapai 80% lebih dari total RAPBS,
sedangkan 20% lainnya adalah untuk non-gaji, terutama untuk membiayai
kegiatan PBM/KBM. Proporsi anggaran untuk gaji sekitar 80% meskipun
jumlah nominal anggaran untuk gaji cenderung meningkat dari tahun ke
tahun (Supriadi, 2003).
17
Dari paparan nampak bahwa peran masyarakat dalam pembiayaan
pendidikan cukup berarti bagi berlangsungya kegiatan belajar mengajar
(KBM) pada sekolah- sekolah yang menjadi penelitian ini. Akan tetapi di
sisi lain pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan
instruksi bernomor 186/MPN/KU/2008 yang ditujukan kepada
penyelenggara pendidikan untuk tidak ada lagi pungutan- pungutan kepada
masyarakat yang sedang menyekolahkan putra-putrinya pada pendidikan
tingkat dasar (SDN dan SMPN). Sebagai bentuk tindak lanjut
diberlakukannya PP. No. 47/2008 dan PP. No. 48/2008 tentang
pembiayaan pendidikan (Hasan, 2009)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi dari
amanat undang-undang dan peraturan pemerintah di lapangan sangat sulit
dilaksanakan. Untuk itu memang seharusnya dikembangkan pola
hubungan yang baik antara masyarakat dan sekolah, dengan adanya
hubungan yang baik tersebut, maka sekolah bisa memenuhi keinginan
masyarakat yang pada timbal baliknya masyarakat akan membantu dan
berpartisipasi dalam pembiayaan pendidikan.
Temuan penelitian ini juga menjelaskan hal tersebut, dimana
masyarakat dalam hal ini diwakili oleh komite sekolah dalam penyusunan
RAPBS sekolah menyetujui seberapa banyak dana yang akan diserap dari
masyarakat. Lebih jauh Sudrajat (2010) menjelaskan bahwa hubungan
dengan masyarakat yang baik akan membawa manfaat bagi sekolah
sebagai berikut.
1. Masyarakat atau orang tua murid dan stakeholders lainnya akan
mengerti dengan jelas tentang visi, misi, tujuan dan program kerja
sekolah, kemajuan sekolah beserta masalah-masalah yang dihadapi
sekolah secara lengkap, jelas dan akurat.
2. Masyarakat atau orang tua murid dan stakeholders lainnya akan
mengetahui persoalan-persolan yang dihadapi atau mungkin dihadapi
sekolah dalam mencapai tujuan yang diinginkan sekolah. Dengan
demikian mereka dapat melihat secara jelas dimana mereka dapat
18
berpartisipasi untuk membantu sekolah.
3. Sekolah akan mengenal secara mendalam latar belakang, keinginan
dan harapan-harapan masyarakat terhadap sekolah. Pengenalan
harapan masyarakat dan orang tua murid terhadap sekolah, khususnya
sekolah merupakan unsur penting guna menumbuhkan dukungan yang
kuat dari masyarakat. Apabila hal ini tercipta, maka sikap apatis, acuh
tak acuh dan masa bodoh masyarakat akan hilang. Yang menjadi
pertanyaan adalah, sudahkah sekolah mengenal harapan masyarakat?
Atau sekarang justru sekolah memaksakan harapannya kepada
masyarakat! Coba kita analisis kondisi tersebut berdasarkan
pengalaman dan penglihatan selama ini dalam praktek
penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah. Apabila kita belum
melakukan hal tersebut, maka sudah saatnya mulai sekarang sekolah
berbenah diri untuk membangun kemitraan dengan masyarakat/
stakeholders untuk kemajuan sekolah.
Masalah pembiayaan pendidikan dalam konstitusi amandemen UUD
l945 mengamanatkan bahwa pemerintah mempunyai kewajiban
mengalokasikan biaya pendidikan sebesar 20% dari APBN dan 20% dari
APBD selain gaji guru. Namun dalam kenyataannya sesuai dengan temuan
dalam penelitian ini ternyata anggaran dari pemerintah yang ada di sekolah
hampir 90% lebih habis untuk membayar biaya gaji guru dan karyawan
yang PNS. Sedangkan dari Rancangan Pendapatan dan Belanja Sekolah di
masing-masing sekolah negeri ditemukan bahwa peran serta masyarakat
dalam pembiayaan dan menunjang kelangusan proses belajar mengajar
sangat besar. Oleh karenanya pemerintah sendiri telah menegaskan
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ini sebagaimana
yang tencantum dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan
turunannya pun menggariskan bahwa sumber pembiayaan pendidikan
berasal dari pemerintah dan masyarakat.
Mengingat pentingnya peran masyarakat pemerintah telah membuat
19
aturan tentang peran dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
Sebelumnya wadah masyarakat dalam pendidikan di sebut Badan
Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) namun pada
perkembangannya dibentuklah suatu badan yang mengganti keberadaan
BP3 yakni Komite Sekolah melalui Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional nomor: 044/U/2002 tanggal 2 April 2002. Penggantian nama BP3
menjadi Komite Sekolah didasarkan atas perlunya keterlibatan masyarakat
secara penuh dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan tujuan
pembentukan Komite Sekolah adalah meningkatkan tanggung jawab dan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
Temuan dari penelitian ini menegaskan bahwa dukungan dari
masyarakat dalam pembiayaan pendidikan itu mulai dari penyusunan
RAPBS hingga dalam masalah pelaksanaan pembiayaan melalui kegiatan
belajar mengajar serta kegiatan lainnya. Pentingnya dukungan masyarakat
ini juga diakui oleh semua pimpinan sekolah yang menjadi obyek dalam
penelitian ini, sehingga mereka berusaha untuk senantiasa menjalin
komunikasi yang baik dengan perwakilan masyarakat yaitu komite dan
juga wali murid. Selanjutnya, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pendidikan pihak sekolah juga senantiasa memberikan laporan
pertanggung jawaban penggunaan pembiayaan pendidikan yang berasal
dari masyarakat secara transparan dan akuntabel. Di samping itu, sumber-
sumber pembiayaan sekolah juga dapat digali dari sumber lain yakni dari
masyarakat dunia usaha dan industri. Hal ini senada dengan temuan
penelitian dalam rumusan proposisi sebagai berikut. Jika dalam
pengupayaan pembiayaan sekolah dilakukan melalui kerjasama dengan
dunia usaha dan industri maka mendukung efektivitas pembiayaan sekolah
yang baik.
Temuan diatas selaras dengan fungsi dari komite sekolah yang
diantaranya adalah: a). Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. b)
20
Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia
usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu. c) Menampung dan menganalisis aspirasi, ide,
tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
Semua peran masyarakat yang dipaparkan di atas juga selaras dengan
peran komite sekolah yang antara lain sebagai: a) Pemberi pertimbangan
(advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanan kebijakan pendidikan
di satuan pendidikan. b) Pendukung (supporting agency), baik yang
berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan. c) Pengontrol (controlling agency) dalam
rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
pendidikan di satuan pendidikan. d) Mediator antara pemerintah
(eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan (Kepmendiknas
nomor: 044/U/2002).

C. Pelaksana Sekolah dalam Melakukan Pengawasan Terhadap


Pendapatan dan Belanja Sekolah
Kegiatan pengawasan pelaksanaan anggaran dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui:
1. Kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dan dengan prosedur yang berlaku,
2. Kesesuaian hasil yang dicapai baik di bidang teknis administratif
maupun teknis operasional dengan peraturan yang ditetapkan,
3. Kemanfaatan sarana yang ada (manusia, biaya, perlengkapan dan
organisasi) secara efesien dan efektif, dan
4. Sistem yang lain atau perubahan sistem guna mencapai hasil yang lebih
sempurna.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa pengawasan itu terdiri dari
berbagai aktivitas yang bertujuan agar pelaksanaan menjadi sesuai dengan
rencana. Dengan demikian pengawasan itu merupakan proses, yaitu
kegiatan yang berlangsung secara berurutan. Menurut (Pigawahi dalam
21
Manullang, 1990), proses pengawasan mencakup kegiatan berikut:
pemahaman tentang ketentuan pelaksanaan dan masalah yang dihadapi,
menentukan obyek pengawasan, menentukan sistem, prosedur, metode dan
teknik pengawasan, menentukan norma yang dapat dipedomani, menilai
penyelenggaraan, menganalisis dan menentukan sebab penyimpangan,
menentukan tindakan korektif dan menarik kesimpulan atau evaluasi.
Selanjutnya mengukur atau mengevaluasi prestasi kerja terhadap
standar yang telah ditentukan dan membetulkan penyimpangan yang
terjadi. Jika ada penyimpangan dapat segera dan cepat dilakukan
pembetulan. Pengawasan pembiayaan memiliki fungsi mengawasi
perencanaan pembiayaan dan pelaksanaan penggunaan pembiayaan.
Walaupun perencanaan yang baik telah ada, yang telah diatur dan
digerakkan, belum tentu tujuan dapat tercapai, sehingga masih perlu ada
pengawasan. Pada dasarnya pengawasan merupakan usaha sadar untuk
mencegah kemungkinan-kemungkinan penyimpangan pelaksanaan dari
rencana yang telah ditetapkan. Apakah pelaksananya telah tepat dan telah
menduduki tempat yang tepat, apakah cara bekerjanya telah betul dan
aktivitasnya telah berjalan sesuai dengan pola organisasi. Kalau terdapat
kesalahan dan penyimpangan, maka segera diperbaiki.
Oleh sebab itu setiap manajer pada setiap tingkatan organisasi
berkewajiban melakukan pengawasan. Evaluasi yang dilakukan dalam
setiap tahapan pelaksanaan program dilakukan yang hasil evaluasi tersebut
dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan penyempurnaan kegiatan
selanjutnya. Hal ini senada dengan temuan penelitian yang dirumuskan
dalam proposisi sebagai berikut. Jika dalam pelaksanaan evaluasi terhadap
pembiayaan sekolah berupaya menggali saran dan masukan dari komponen
sekolah maka akan mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.

22
D. Pelaksana Sekolah dalam Melakukan Pertanggungjawaban Terhadap
Pendapatan dan Belanja Sekolah
Pelaksanaan kegiatan pembelanjaan pembiayaan mengacu kepada
perencanaan yang telah ditetapkan. Mekanisme yang ditempuh di dalam
pelaksanaan kegiatan harus benar, efektif dan efisien. Pembukuan uang
yang masuk dan keluar dilakukan secara cermat dan transparan. Untuk itu
tenaga yang melakukan pembukuan dipersyaratkan menguasai teknis
pembukuan yang benar sehingga hasilnya bisa tepat dan akurat.
Penggunaan anggaran memperhatikan asas umum pengeluaran, yaitu
manfaat penggunaan uang minimal harus sama apabila uang tersebut
dipergunakan sendiri oleh masyarakat.
Di samping itu, laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
paling tidak memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas dan
responsibilitas. Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di
bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu
kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen pembiayaan yang
transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen pembiayaan
lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber pembiayaan dan
jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas
sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengetahuinya. Transparansi pembiayaan sangat diperlukan dalam rangka
meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam
penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu
transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara
pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi pembiayaan yang bebas diketahui oleh semua
warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan
dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di
ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang
23
membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang
tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari
orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan
informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
Akuntabilitas di dalam manajemen pembiayaan berarti penggunaan
uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan
peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara
bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang
tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi
prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para
penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan
berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2) adanya standar kinerja
di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana
kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang
mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat. Uraian di atas sesuai
dengan temuan penelitian yang dirumuskan dalam proposisi sebagai
berikut. Jika pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja sekolah
diberikan kepada seluruh warga sekolah dan stakeholdernya maka akan
mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik. Jika
pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja sekolah disusun
yang berorientasi akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi maka akan
mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.
Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan sekolah harus dilaporkan
dan dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai peraturan yang berlaku.
Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari orang tua
siswa dan masyarakat dilakukan secara rinci dan transparan sesuai dengan
sumber dananya. Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang
berasal dari usaha mandiri sekolah dilakukan secara rinci dan transparan
kepada dewan guru dan staf sekolah. Sekolah sebagai penerima uang dari
24
berbagai sumber juga harus mengadakan pembukuan. Pembukuan yang
lengkap mencatat berbagai sumber dana beserta jumlahnya, dan distribusi
penggunaannya secara rinci. Kalau ada beban pajak yang harus
dikeluarkan juga harus disetor sesuai aturan yang berlaku.
Pembukuan setiap transaksi yang berpengaruh terhadap penerimaan
dan pengeluaran uang wajib dicatat oleh bendaharawan dalam Buku Kas.
Buku Kas bisa berupa Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu
(BKP). BKU merupakan buku harian yang digunakan untuk mencatat
semua penerimaan dan pengeluaran uang atau yang disamakan dengan
uang. BKP merupakan buku harian yang digunakan untuk membantu
pencatatan semua penerimaan dan pengeluaran uang menurut jenis sumber
pembiayaan. Pencatatan di BKU dan BKP dilakukan sepanjang waktu
setiap ada transaksi penerimaan dan pengeluaran uang. Pembukuan
dilakukan di BKU, kemudian pada BKP. BKU dan BKP ditutup setiap
akhir bulan atau sewaktu-waktu jika dianggap perlu, misalnya setelah ada
pemeriksaan oleh petugas yang berwenang, pada waktu serah terima dari
pejabat lama ke pejabat baru baik kepala sekolah maupun bendaharawan
pemegang Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu (BKP).
Selain itu, penanggungjawab kegiatan juga melaporkan kemajuan
pelaksanaan program yang diselaraskan dengan laporan penggunaan
anggaran yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian
yang dirumuskan dalam proposisi sebagai berikut. Jika
pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja sekolah dilakukan
dengan membuat laporan kemajuan berkala atau progress report oleh pihak
sekolah maka akan mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.
Pembukuan anggaran baik penerimaan maupun pengeluaran harus
dilakukan secara tertib, teratur, dan benar. Pembukuan yang tertib, akan
mudah diketahui perbandingan antara keberadaan sumber daya fisik dan
sumber daya manusia. Setiap saat pembukuan harus dapat menggambarkan
mutasi yang paling akhir. Dari pembukuan yang baik, tertib, teratur,
lengkap, dan “up to date” akan dapat disajikan pelaporan yang baik,
25
lengkap, dan bermanfaat. Pembuatan laporan dilakukan secara teratur dan
periodik dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

26
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pembiayaan pendidikan diperoleh dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, kabupaten dan kota serta propinsi maupun masyarakat
dan dunia usaha. Pembiayaan pendidikan direncanakan berdasarkan pada
kebutuhan sekolah sesuai dengan skala prioritas yang meliputi: gaji guru,
gaji pegawai, kesejahteraan, peningkatan sumber daya manusia,
pembiayaan sarana dan prasarana dan peningkatan potensi siswa dan guru.
Perwujudan pembiayaan pendidikan diimplementasikan dalam
pening-katan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dengan
memberikan pendidikan dan pelatihan serta melakukan bimbingan secara
intensif kepada siswa terutama menghadapi ujian akhir nasional. Untuk di
luar proses belajar mengajar diberikan pengembangan bakat dan minat
siswa yang didukung dengan sarana dan prasarana yang maksimal.
Berdasarkan hasil pemaparan data dan temuan penelitian serta pembahas-
an temuan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan dalam merencanakan anggaran pendapatan dan belanja
sekolah.
a. Perumusan penyusunan pembiayaan sekolah yang dalam hal ini
RAPBS dilakukan melalui analisis kebutuhan operasional sekolah,
baik yang terkait pada penyelenggaraan proses belajar mengajar
maupun penunjang lainnya.
b. Penyusunan RAPBS berpedoman kepada visi, misi, tujuan dan
strategi yang telah dicanangkan oleh sekolah, yaitu kepala sekolah,
guru (pendidik) dan tenaga kependidikan.
2. Pelaksanaan dalam mengupayakan pendapatan dan mengatur belanja
sekolah.

27
a. Pembiayaan pendidikan yang ada di sekolah diupayakan dengan
memanfaatkan sumber dana dari pemerintah daerah, yayasan dan dari
masyarakat.
3. Pelaksanaan dalam merencanakan anggaran pendapatan dan belanja
sekolah.
a. Perumusan penyusunan pembiayaan sekolah yang dalam hal ini
RAPBS dilakukan melalui analisis kebutuhan operasional sekolah,
baik yang terkait pada penyelenggaraan proses belajar mengajar
maupun penunjang lainnya.
b. Penyusunan RAPBS berpedoman kepada visi, misi, tujuan dan
strategi yang telah dicanangkan oleh sekolah, yaitu kepala sekolah,
guru (pendidik) dan tenaga kependidikan.
4. Pelaksanaan dalam mengupayakan pendapatan dan mengatur belanja
sekolah.
a. Pembiayaan pendidikan yang ada di sekolah diupayakan dengan
memanfaatkan sumber dana dari pemerintah daerah, yayasan dan dari
masyarakat.

28
REFERENSI

Akbar, R. 2009. Pembiayan Pendidikan, http://raisulakbar.wordpress.com


(online), (diakses 1 Juli 2009).
Bafadal, I. 1995. Proses Perubahan di Sekolah, Studi Multikasus Pada 3
SD yang Baik Kabupaten Sumekar, Disertasi S3 IKIP Batu:
Tidak Dipublikasikan.
Bogdan, R.C & Biklen. 1982. Qualitative Research for Educational and
Introduction to Theory and Method. London: Allyn and Bacon Inc.
Bogdan, C.R & Tailor K B. 1998. Qualitative Research for Education:
An Introduction Theory and Methods. Allyn and Bacon Inc,
Boston.
Fattah, N. 2006. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Cetakan Keempat.
Moleong, J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Morphet. E.C. 1983. The Economics & Financing of
Education. New Jersey: Prentice
Hall Inc. Engetwood Cliffs.
Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung. Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah, Teknik Dasar dan Praktik.
Cetakan Pertama, PT.
Rafika Aditama Bandung.
Scheerens, J. 1997. Theories on Effective Schooling, School Effectiveness
and School Improvement, 8(3): 220-42.
Sudarmayanti. 2004. Good Governance dalam Rangka Otonomi Daerah.
Bandung: Mandar Maju.
Sudibyo, B. Menteri Pendidikan Nasional. 2005. Tindak Lanjut
Penyaluran Dana BOS. Edaran No. 486S3/MPN/KU/2005.
Jakarta.

29
Thomas, CW. 1998. Maintaining and Restoring Public Trust and
Government Agencies and Their Imployees, Journal of
Administration and Society. Vol.
30. No. 2.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penerbit: Citra Umbara Bandung.
Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen.
Undang-undang No. 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional
Pendidikan. Penerbit: Citra Umbara Bandung.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penerbit: Citra Umbara Bandung.
Zymelman. 1973. Financing and Efficiency in Education: Referent for
Administration and Policy Making. Boston the Nimrod Press.

30

Anda mungkin juga menyukai