Tugas 2 Eka Pengelolaan Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Tugas 2 Eka Pengelolaan Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Tugas 2 Eka Pengelolaan Manajemen Pembiayaan Pendidikan
MANAJEMEN PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN PADA SEKOLAH
DASAR YANG EFEKTIF
i
KATA PERSEMBAHAN
ii
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan
sebuah artikel dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah artikel dengan judul
“Manajemen Pembiayaan Pendidikan Pada Sekolah Dasar Yang Efektif”.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada
tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
BAB II METODE
A. Sejarah Pendekatan Penelitian................................................. 8
B. Rancangan Penelitian............................................................... 8
C. Lokasi Penelitian..................................................................... 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksana Sekolah dalam merencanakan anggaran................ 10
B. Pelaksana sekolah dalam mengupayakan pendapatan............. 14
C. Pelaksana sekolah dalam pengawasan..................................... 21
D. Pelaksana sekolah dalam melakukan pertanggungjawaban..... 23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 27
REFERENSI
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses pendidikan, pembiayaan sebagai faktor pendukung. Proses
belajar mengajar akan terlaksana berjalan secara maksimal apabila tujuan
yang akan dicapai memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai
dengan perencanaan. Senada disampaikan oleh Fatah (2006) bahwa
pembiayaan sangat dibutuhkan untuk kebutuhan operasional, dan
penyelenggaraan sekolah yang didasarkan kebutuhan nyata yang terdiri
dari gaji, kesejahteraan pegawai, peningkatan kegiatan proses belajar
mengajar, pemeliharaan dan pengadaan sarana dan prasarana, peningkatan
pembinaan kesiswaan, peningkatan kemampuan profesional guru,
administrasi sekolah dan pengawasan.
Lahirnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan landasan hukum
dan penegasan sikap pemerintah terhadap reformasi sistem pendidikan
nasional di Indonesia, setelah sebelumnya diluncurkan kebijakan
manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS merupakan satu bentuk agenda
reformasi pendidikan di Indonesia. Undang-undang tersebut memuat visi,
misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan
pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan
berdaya saing dalam kehidupan masyarakat global. Penegasan kembali
semangat reformasi bidang pendidikan yakni dengan dikeluarkannya
Undang-undang Republik Indonesia (UU) Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), serta beberapa
kebijakan teknis yang mengatur pelaksanaan dari undang-undang dan
peraturan pemerintah tersebut, baik pada tingkat departemen sampai
1
pemerintah daerah dan sekolah selaku pemegang otonomi pendidikan pada
tingkat paling bawah.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 1990
yang merupakan implementasi perundangan yang mengatur pendidikan
dasar di Indonesia, maka salah satu bentuk pendidikan dasar yang
menyelenggarakan pendidikan program enam tahun adalah sekolah dasar
(SD). Sekolah dasar dipandang sebagai satuan pendidikan yang
eksistensinya paling urgen. Sebagai salah satu bentuk pendidikan dasar,
sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling urgen
keberadaanya (Collier, dkk. 1971 dalam Bafadal, 1995). Dari peraturan
pemerintah ini dapat diketahui dua hal paling urgen di dalamnya yaitu:
pertama; melalui jenjang pendidikan dasar peserta didik dibekali
kemampuan dasar yang akan sangat berguna dalam menopang jenjang
pendidikan yang ditempuh di atasnya. Kedua; sekolah dasar merupakan
satuan pendidikan yang menanamkan dasar-dasar bagi peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya.
Pernyataan di atas juga mengisyaratkan pentingnya pengembangan
sekolah dasar dari yang konvensional kepada bentuk yang lebih
profesional dan menjanjikan. Penyelenggaraan sekolah dasar secara
profesional menjadi suatu kebutuhan dan keniscayaan dalam upaya
mewujudkan lembaga pendidikan dasar yang berkualitas bagi semua
lapisan masyarakat. Memperhatikan peranannya yang begitu besar itu
sekolah dasar harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, baik secara
sosial- institusional maupun fungsional-akademik. Persiapan tersebut
sebagai upaya optimalisasi makna tiga pilar fungsi sekolah, yakni fungsi
penyadaran, fungsi progresif dan fungsi mediasi (Danim, 2006). Mengarah
kepada upaya tersebut salah satu program pemerintah yang sejalan dengan
upaya ini adalah program block grant (subsidi) seperti yang lakukan
Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, sebagaimana pernyataan
Mendiknas Bambang Sudibyo saat pencanangan subsidi unit sekolah baru
(USB) tahun 2007 tanggal 9 Februari 2007: "Program ini salah satu
2
prioritas pembangunan bangsa untuk menyediakan layanan pendidikan
dasar yang bermutu bagi seluruh anak usia pendidikan dasar" (Sudibyo,
2007).
Namun hingga saat ini, dunia pendidikan Indonesia termasuk
pendidikan dasar masih menghadapi berbagai persoalan yang sangat serius
dan kompleks, mulai dari rendahnya alokasi anggaran dipandang dari
sudut bantuan dana dari pemerintah, kurang memadainya penataran
pelatihan dalam peningkatan kompetensi profesional guru yang
disebabkan masih kecilnya anggaran pendidikan di Indonesia. Mengenai
alokasi anggaran pendidikan, meskipun dalam Amandemen Undang-
undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4, telah mengamanatkan anggaran
pendidikan sekurang- kurangnya 20 persen dari total Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN), kenyataan yang terwujud kurang dari
ketentuan yang ditetapkan. Hal inipun masih harus ditambah lagi dengan
adanya estimasi tingkat penyimpangan anggaran yang mencapai 30 persen
yang semakin memperburuk citra dunia pendidikan di Indonesia.
Kelemahan mendasar pendidikan kita, terletak pada bidang manajemen
dan ketatalaksanaan sekolah, masalah pendanaan, masalah kultural dan
faktor geografis.
Pada Maret dan Oktober 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi
subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merealokasi sebagian besar
dananya ke empat program besar yang dirancang untuk mengurangi beban
masyarakat, khususnya masyarakat miskin, akibat peningkatan harga
BBM. Keempat program tersebut adalah untuk bidang pendidikan,
kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan bantuan langsung tunai. Salah satu
program di bidang pendidikan yang mendapat alokasi anggaran cukup
besar adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Melalui
program ini, pemerintah pusat memberikan dana ke sekolah-sekolah
setingkat SD dan SMP yang bersedia memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan dalam persyaratan peserta program. Sekolah yang dicakup
dalam program ini adalah SD/MI/SDLB/salafiyah setingkat SD dan
3
SMP/MTS/SMPLB/salafiyah setingkat SMP, baik negeri maupun swasta.
Program ini mulai dilaksanakan pada Juli 2005 bersamaan dengan awal
tahun ajaran (TA) 2005/2006.
Permasalahan menggratiskan pendidikan dasar dan Menengah
dapat memberikan gambaran yang cukup realistis melalui penggantian
Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP) bagi sekitar 25 juta siswa SD,
7 juta SMP, dan 3 juta siswa SMA/SMK. Asumsikan setiap siswa
dibebaskan dari SPP sebesar Rp 300.000,-/tahun. Di samping itu,
kesejahteraan untuk 2 juta guru diberilian tambahan rata-rata Rp
3.000.000,-/tahun di luar gaji PNS atau gaji dari yayasan (untuk sekolah
swasta). Untuk menggantikan SPP, satu tahun negara perlu mengeluarkan
Rp 10,5 triliun dan untuk kesejahteraan guru diperlukan Rp 6 triliun.
Secara kasar, 16,5 triliun tersebut sudah cukup untuk menyelenggarakan
pendidikan gratis untuk SD, SMP, dan SMA selama 1 tahun. Cukup
mengenakkan telinga ketika Menko Perekonomian Aburizal Bakrie
menilai Indonesia harus memilih antara menaikkan BBM, lalu sekolah dan
pelayanan kesehatan gratis atau membakar Rp 60 triliun hingga 2006
karena pemerintah menyubsidi BBM. Sayangnya, opsi yang ditetapkan
adalah memberikan uang tunai kepada keluarga miskin yang merupakan
upaya pemiskinan jangka panjang juga.
Target pencapaiannya tentu akan berbeda-beda. Mengapa
pendidikan gratis? Keterkaitan antara sekolah gratis di dalam penelitian ini
bahwa bantuan BOS di sekolah-sekolah dapat membantu beban
penderitaan orang tua siswa miskin sehingga dapat mengurangi iuran
siswa akan berkurang. Pada prinsipnya pembiayaan gratis itu tidak ada. Di
dalam pendidikan dewasa ini, karena pembiayaan tidak ada yang gratis.
Dengan pembiayaan tersebut diharapkan pengelolaan pendidikan dapat
dilaksanakan secara maksimal.
Pembiayaan pendidikan tidak hanya menyangkut analisa sumber-
sumber dananya tetapi juga penggunaan dana secara efisien. Semakin
efisien sistem pendidikan, maka semakin berkurang biaya yang diperlukan
4
untuk mencapai tujuan- tujuannya (Zemelman, 1995). Senada disampaikan
oleh Akbar (2009) mengenai efisiensi menyatakan bahwa efektifitas
pendidikan menggambarkan tingkat kesesuaian antara jumlah keluaran
yang dihasilkan dengan jumlah yang ditargetkan. Maka masalah efektifitas
biaya pendidikan mempunyai kaitan langsung dengan upaya untuk
mengetahui apakah sejumlah biaya tertentu dapat menghasilkan
pendidikan yang telah ditentukan. Sesuatu disebut efektif apabila sesuatu
itu dikerjakan dengan tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan
demikian sekolah efektif adalah suatu program yang dapat diselesaikan
sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Bagi Indonesia, jaminan akses
terhadap pendidikan sesungguhnya sudah menjadi komitmen antara
pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam UUD 1945
bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pentingnya
keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci
kembali dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
pendidikan Nasional. Pemikiran lain, dalam hubungan antara masyarakat
dan negara sudah jelas ada hubungan timbal balik.
Pendidikan gratis bermutu juga perlu disesuaikan dengan kondisi
setempat walaupun tetap berdasarkan kualitas yang standar sehingga
dalam menggratiskan pendidikan dasar, bentuk ian nilai subsidi lidak
harus seragam. Selain itu, perbedaan antara sekolah swasta, negeri,
madrasah, dan pesantren secara psikologis dan politis mesti dapat diatasi.
Selain itu, para pemimpin harus menyadari bahwa pendidikan itu bukan
soal ekonomi atau bagi-bagi keuntungan, tetapi soal politis atau ke mana
bangsa ini mau dibawa.
Terdapat perbedaan yang menyolok dalam hal penyikapan terhadap
kebijakan pendidikan gratis tersebut. Pengelolaan pembiayaan pendidikan
di Sekolah Dasar Panglima Sudirman terlihat sepintas lebih baik dari pada
yang lain. Kepala sekolah memiliki strategi-strategi yang cukup baik yang
dipakai untuk menyikapi tentang kebijakan pendidikan gratis, dimana hal
ini pada umumnya menjadi keluhan tersendiri bagi kepala sekolah-kepala
5
sekolah yang lain. Karena kepala sekolah mengalami kesulitan dalam hal
menentukan kebijakan untuk memungut biaya dari masyarakat, ini
merupakan problematik kepala sekolah. Untuk itu peneliti ingin mengkaji
lebih mendalam terkait dengan pengelolaan pembiayaan di Sekolah Dasar
pada tiga Sekolah di Kota Batu yang dipandang cukup baik dan memilih
judul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan di Sekolah Dasar Efektif”,
yang merupakan studi multikasus di satu sekolah dasar negeri dan dua
sekolah dasar swasta di Kota Batu.
Fokus utama dalam penelitian ini adalah upaya-upaya yang
dilaksanakan sekolah untuk mengatasi pembiayaan pendidikan. Fokus
utama ini digambarkan dalam fokus sebagai berikut.
1. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam merencanakan
anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
a. Cara pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam Rencana
Anggaran Kegiatan Sekolah.
b. Cara pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar untuk
memverifikasi Rencana Anggaran Kegiatan Sekolah.
2. Strategi yang dilakukan oleh pelaksana satuan pendidikan sekolah
dasar dalam mengupayakan pendapatan dan mengatur belanja
sekolah.
a. Strategi pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar
mengupayakan pendapatan sekolah.
b. Strategi pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar mengatur
pembelan-jaan sekolah.
3. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam melakukan
evaluasi terhadap pendapatan dan belanja sekolah.
a. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar melakukan evaluasi
terhadap pendapatan sekolah.
b. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar melakukan evaluasi
terhadap belanja sekolah.
6
4. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar dalam
mempertanggungjawabkan pembelanjaan sekolah.
a. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar
mempertanggungjawabkan pembelanjaan sekolah kepada
pejabat atau lembaga pemberi kewenangan.
b. Pelaksana satuan pendidikan sekolah dasar
mempertanggungjawabkan pembelanjaan sekolah kepada
masyarakat dan pihak-pihak terkait.
7
BAB II
METODE
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada manajemen pembiayaan pendidikan
pada sekolah dasar yang efektif pada tiga sekolah dasar yaitu sekolah dasar
Panglima Sudirman, sekolah dasar Abdul rahman, dan sekolah dasar
Welirang di kota Batu. Manajemen pembiayaan pendidikan merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting artinya bagi dunia pendidikan, maka
pendekatan ini yang tepat adalah menggunakan pendekatan kualitatif.
Sebagaimana disarankan oleh Marshal dan Rosman (dalam Bafadal, 1995)
dinyatakan bahwa, proses sebaiknya didekati secara kualitatif. Pendekatan
ini digunakan untuk mengungkap data deskriptif dari informan tentang apa
yang mereka lakukan, rasakan dan mereka alami sesuai dengan fokus
penelitian.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Batu yang memiliki sebanyak 84
sekolah dasar dengan perincian sekolah dasar negeri 72 dan madrasah
ibtidaiyah sebanyak 12, namun peneliti melakukan penelitian di tiga
lokasi dengan pendekatan multi kasus, yang terdiri dari satu sekolah dasar
negeri dan dua sekolah dasar swasta yang saling berbeda karakteristiknya
dan mempunyai keunikan. Memilih rancangan multi kasus diharapkan bisa
digunakan untuk pengembangan analisis lebih lanjut, karena penelitian ini
dilakukan pada kasus yang lebih dari satu kasus atau lokasi penelitian.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Batu Provinsi Jawa Timur
secara geografis kota Batu berbatasan dengan daerah-daerah sebagai
berikut. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pacet Kabupaten
8
Mojokerto dan Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang, sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Dau Kabupaten Malang, sebelah
barat berbatasan dengan Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Kota Batu
memiliki tiga kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo dan
Kecamatan Bumiaji. Terdiri dari 4 kelurahan dan 19 desa.
9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
22
D. Pelaksana Sekolah dalam Melakukan Pertanggungjawaban Terhadap
Pendapatan dan Belanja Sekolah
Pelaksanaan kegiatan pembelanjaan pembiayaan mengacu kepada
perencanaan yang telah ditetapkan. Mekanisme yang ditempuh di dalam
pelaksanaan kegiatan harus benar, efektif dan efisien. Pembukuan uang
yang masuk dan keluar dilakukan secara cermat dan transparan. Untuk itu
tenaga yang melakukan pembukuan dipersyaratkan menguasai teknis
pembukuan yang benar sehingga hasilnya bisa tepat dan akurat.
Penggunaan anggaran memperhatikan asas umum pengeluaran, yaitu
manfaat penggunaan uang minimal harus sama apabila uang tersebut
dipergunakan sendiri oleh masyarakat.
Di samping itu, laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
paling tidak memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas dan
responsibilitas. Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di
bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu
kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen pembiayaan yang
transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen pembiayaan
lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber pembiayaan dan
jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas
sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengetahuinya. Transparansi pembiayaan sangat diperlukan dalam rangka
meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam
penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu
transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara
pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi pembiayaan yang bebas diketahui oleh semua
warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan
dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di
ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang
23
membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang
tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari
orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan
informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
Akuntabilitas di dalam manajemen pembiayaan berarti penggunaan
uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan
peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara
bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang
tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi
prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya transparansi para
penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan
berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2) adanya standar kinerja
di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana
kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang
mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat. Uraian di atas sesuai
dengan temuan penelitian yang dirumuskan dalam proposisi sebagai
berikut. Jika pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja sekolah
diberikan kepada seluruh warga sekolah dan stakeholdernya maka akan
mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik. Jika
pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja sekolah disusun
yang berorientasi akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi maka akan
mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.
Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan sekolah harus dilaporkan
dan dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai peraturan yang berlaku.
Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang berasal dari orang tua
siswa dan masyarakat dilakukan secara rinci dan transparan sesuai dengan
sumber dananya. Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang
berasal dari usaha mandiri sekolah dilakukan secara rinci dan transparan
kepada dewan guru dan staf sekolah. Sekolah sebagai penerima uang dari
24
berbagai sumber juga harus mengadakan pembukuan. Pembukuan yang
lengkap mencatat berbagai sumber dana beserta jumlahnya, dan distribusi
penggunaannya secara rinci. Kalau ada beban pajak yang harus
dikeluarkan juga harus disetor sesuai aturan yang berlaku.
Pembukuan setiap transaksi yang berpengaruh terhadap penerimaan
dan pengeluaran uang wajib dicatat oleh bendaharawan dalam Buku Kas.
Buku Kas bisa berupa Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu
(BKP). BKU merupakan buku harian yang digunakan untuk mencatat
semua penerimaan dan pengeluaran uang atau yang disamakan dengan
uang. BKP merupakan buku harian yang digunakan untuk membantu
pencatatan semua penerimaan dan pengeluaran uang menurut jenis sumber
pembiayaan. Pencatatan di BKU dan BKP dilakukan sepanjang waktu
setiap ada transaksi penerimaan dan pengeluaran uang. Pembukuan
dilakukan di BKU, kemudian pada BKP. BKU dan BKP ditutup setiap
akhir bulan atau sewaktu-waktu jika dianggap perlu, misalnya setelah ada
pemeriksaan oleh petugas yang berwenang, pada waktu serah terima dari
pejabat lama ke pejabat baru baik kepala sekolah maupun bendaharawan
pemegang Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Kas Pembantu (BKP).
Selain itu, penanggungjawab kegiatan juga melaporkan kemajuan
pelaksanaan program yang diselaraskan dengan laporan penggunaan
anggaran yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian
yang dirumuskan dalam proposisi sebagai berikut. Jika
pertanggungjawaban terhadap pendapatan dan belanja sekolah dilakukan
dengan membuat laporan kemajuan berkala atau progress report oleh pihak
sekolah maka akan mendukung efektivitas pembiayaan sekolah yang baik.
Pembukuan anggaran baik penerimaan maupun pengeluaran harus
dilakukan secara tertib, teratur, dan benar. Pembukuan yang tertib, akan
mudah diketahui perbandingan antara keberadaan sumber daya fisik dan
sumber daya manusia. Setiap saat pembukuan harus dapat menggambarkan
mutasi yang paling akhir. Dari pembukuan yang baik, tertib, teratur,
lengkap, dan “up to date” akan dapat disajikan pelaporan yang baik,
25
lengkap, dan bermanfaat. Pembuatan laporan dilakukan secara teratur dan
periodik dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
26
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembiayaan pendidikan diperoleh dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah, kabupaten dan kota serta propinsi maupun masyarakat
dan dunia usaha. Pembiayaan pendidikan direncanakan berdasarkan pada
kebutuhan sekolah sesuai dengan skala prioritas yang meliputi: gaji guru,
gaji pegawai, kesejahteraan, peningkatan sumber daya manusia,
pembiayaan sarana dan prasarana dan peningkatan potensi siswa dan guru.
Perwujudan pembiayaan pendidikan diimplementasikan dalam
pening-katan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dengan
memberikan pendidikan dan pelatihan serta melakukan bimbingan secara
intensif kepada siswa terutama menghadapi ujian akhir nasional. Untuk di
luar proses belajar mengajar diberikan pengembangan bakat dan minat
siswa yang didukung dengan sarana dan prasarana yang maksimal.
Berdasarkan hasil pemaparan data dan temuan penelitian serta pembahas-
an temuan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan dalam merencanakan anggaran pendapatan dan belanja
sekolah.
a. Perumusan penyusunan pembiayaan sekolah yang dalam hal ini
RAPBS dilakukan melalui analisis kebutuhan operasional sekolah,
baik yang terkait pada penyelenggaraan proses belajar mengajar
maupun penunjang lainnya.
b. Penyusunan RAPBS berpedoman kepada visi, misi, tujuan dan
strategi yang telah dicanangkan oleh sekolah, yaitu kepala sekolah,
guru (pendidik) dan tenaga kependidikan.
2. Pelaksanaan dalam mengupayakan pendapatan dan mengatur belanja
sekolah.
27
a. Pembiayaan pendidikan yang ada di sekolah diupayakan dengan
memanfaatkan sumber dana dari pemerintah daerah, yayasan dan dari
masyarakat.
3. Pelaksanaan dalam merencanakan anggaran pendapatan dan belanja
sekolah.
a. Perumusan penyusunan pembiayaan sekolah yang dalam hal ini
RAPBS dilakukan melalui analisis kebutuhan operasional sekolah,
baik yang terkait pada penyelenggaraan proses belajar mengajar
maupun penunjang lainnya.
b. Penyusunan RAPBS berpedoman kepada visi, misi, tujuan dan
strategi yang telah dicanangkan oleh sekolah, yaitu kepala sekolah,
guru (pendidik) dan tenaga kependidikan.
4. Pelaksanaan dalam mengupayakan pendapatan dan mengatur belanja
sekolah.
a. Pembiayaan pendidikan yang ada di sekolah diupayakan dengan
memanfaatkan sumber dana dari pemerintah daerah, yayasan dan dari
masyarakat.
28
REFERENSI
29
Thomas, CW. 1998. Maintaining and Restoring Public Trust and
Government Agencies and Their Imployees, Journal of
Administration and Society. Vol.
30. No. 2.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penerbit: Citra Umbara Bandung.
Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen.
Undang-undang No. 19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional
Pendidikan. Penerbit: Citra Umbara Bandung.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penerbit: Citra Umbara Bandung.
Zymelman. 1973. Financing and Efficiency in Education: Referent for
Administration and Policy Making. Boston the Nimrod Press.
30