407 1595 2 SP
407 1595 2 SP
407 1595 2 SP
ABSTRAK
Kecamatan Pengabuan merupakan penghasil kelapa terbesar di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Produktivitas kelapa yang dihasilkan oleh Kecamatan Pengabuan yaitu 12.523 ton kelapa/tahun.
Pengolahan kelapa hanya terfokus pada daging buah yang digunakan untuk pembuatan kopra. Dalam pembuatan
kopra menghasilkan hasil samping (by-product) salah satunya tempurung kelapa yang selama ini belum
termanfaatkan secara optimal. Tempurung kelapa dapat dimanfaaatkan menjadi asap cair dan briket. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kelayakan rencana pendirian usaha pengolahan tempurung kelapa menjadi
asap cair dan briket di Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi
dilihat dari aspek teknis, pasar dan finansial. Metode penelitian yang digunakan adalah studi
kasus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku tempurung kelapa 1.500 ton pertahun
dengan satu kali produksi memerlukan sekitar 6,25 ton tempurung kelapa yang akan menghasilkan 3.750 liter asap
cair, 1912 kg briket dan 625 liter tar. Lokasi yang dipilih untuk mendirikan usaha ini adalah Desa Parit Pudin.
Tipe tata letak pabrik digunakan adalah tipe produk dengan pola aliran bahan adalah tipe U. Briket dan asap cair
memiliki pangsa pasar yang cukup luas dengan harga jual Rp 22.000/ liter asap cair, dan Rp 12.000/ liter tar
sedangkan briket yaitu Rp. 12.196/kg. Target pasar untuk asap cair grade 3 ini adalah industri-industri atau pabrik-
pabrik pengolahan lateks. Sedangkan target pasar untuk briket adalah negara-negara yang mempunyai 4 musim.
Kelayakan aspek finansial meliputi nilai NPV yang lebih besar dari nol yaitu 61.008.183.825, nilai IRR lebih
besar dari MARR 7% yaitu 85,89 %, payback periode selama 10,44 bulan, net B/C lebih besar dari 1 yaitu 2,61.
Keseluruhan kriteria kelayakan secara teknis, pasar dan finansial didapatkan bahwa usaha asap cair dan briket dari
tempurung kelapa layak untuk didirikan.
Kata Kunci : Analisis-Kelayakan, Asap-Cair, Briket, Tempurung-Kelapa
ABSTRACT
Pengabuan Subdistrict is the largest coconut producer in Tanjung Jabung Barat District. Coconut
productivity produced by Pengabuan District is 12,523 tons of coconut per year. Coconut processing is only
focused on the fruit flesh used for copra production. In making copra produces by-products, one of them is
coconut shell which has not been optimally utilized. Coconut shells can be used as liquid smoke and briquettes.
This study aims to analyze the feasibility of the plan to establish a coconut shell processing business into liquid
smoke and briquettes in Pengabuan District, West Tanjung Jabung Regency, Jambi Province, in terms of
technical, market and financial aspects. The research method used is a case study.
The results showed that the availability of 1,500 tons of coconut shell raw material per year with one
production required around 6.25 tons of coconut shell which would produce 3,750 liters of liquid smoke, 1912 kg
of briquettes and 625 liters of tar. The location chosen to establish this business is Parit Pudin Village. The type
of factory layout used is the type of product with the material flow pattern is type U. Briquette and liquid smoke
have a fairly broad market share with a selling price of Rp. 22,000 / liter of liquid smoke, and Rp. 12,000 / liter of
tar, while briquette is Rp. 12,196 / kg. The target market for grade 3 liquid smoke is industries or latex
processing factories. While the target market for briquettes is countries that have 4 seasons. Feasibility of
financial aspects includes NPV value greater than zero, namely 61.008.183.825, IRR value greater than MARR
7%, namely 85.89%, payback period for 10.44 months, net B / C greater than 1, ie 2.61 . All technical, market and
financial feasibility criteria were found that liquid smoke and briquette business from coconut shell was feasible
to be established.
1
PENDAHULUAN
Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki produksi kelapa terbanyak di Propinsi Jambi dengan
produksi pertahunnya adalah 54.608 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Statistik Perkebunan
Indonesia Kelapa 2015-2017). Produksi kelapa terbesar di Kabupaten Tanjung Jabung terdapat di
Kecamatan Pengabuan dengan produksi pertahunnya 12.523 ton (Badan Pusat Statistik Tanjung Jabung
Barat, 2017).
Pengolahan kelapa di Kecamatan Pengabuan hanya terfokus pada daging buah yang digunakan
untuk pembuatan kopra. Kopra yang dihasilkan biasanya dijual kepada para pengumpul. Dalam
Pembuatan kopra biasanya menghasilkan beberapa hasil samping (by-product) seperti; air, sabut, dan
tempurung kelapa yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal.
Salah satu hasil samping dari limbah kelapa yang dibuat kopra yang sangat potensial untuk
dijadikan sumber energi terbarukan (renewable energy) adalah tempurung kelapa. Selama ini, di
Kecamatan Pengabuan, tempurung kelapa di konversikan menjadi arang. Konversi limbah kelapa yang
diterapkan masih sangat sederhana, biasanya pada pembuatan arang, tempurung kelapa dibakar di
halaman terbuka dan asap hasil pembakaran dibiarkan begitu saja. Proses konversi seperti ini sangat
tidak efektif dan menghasilkan rendemen arang yang sangat rendah serta menimbulkan permasalahan
yang besar bagi lingkungan yang disebabkan oleh polusi pembakaran tempurung kelapa. Tempurung
kelapa dapat dijadikan asap cair dan briket.
Asap cair Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap dalam air yang dibuat dengan
mengkondensasikan asap cair hasil pembakaran bahan bakar, dimana selama pembakaran komponen
utama bahan bakar seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin akan mengalami pirolisa menghasilkan 3
kelompok senyawa yang mudah menguap yang dapat terkondensasi, gas yang tidak dapat
dikondensasikan dan zat padat berupa arang. Asap cair mengandung berbagai komponen kimia seperti
fenol, aldehid, keton, asam organik, alkohol dan ester. Berbagai komponen kimia tersebut dapat
berperan sebagai antioksidan dan antimikroba serta memberikan efek warna dan cita rasa yang khas
asap pada produk pangan Rahmi dan Diana (2015). Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil
pembakaran dari tempurung kelapa. Tempurung kelapa yang telah dibakar dapat diolah kembali
menjadi briket.
Briket tempurung kelapa merupakan olahan lanjutan dari arang tempurung kelapa. Briket
tempurung kelapa digunakan untuk keperluan rumah tangga dan bahan bakar pada industri. Briket
tempurung kelapa lebih bersih, praktis dan menarik serta mempunyai panas yang lebih tinggi dan
kontinyu serta ramah lingkungan (Budijanto, 2011).
Berat tempurung kelapa mencapai 12 % dari total komposisi buah kelapa (Setyamidjaja, 1994).
Apabila dalam pertahunnya kecamatan Pengabuan mengoptimalkan 12.523 ton kelapa untuk membuat
kopra, maka 1.502,76 ton tempurung kelapa akan dihasilkan setiap tahunnya.
Peningkatan pendapatan petani kelapa dapat dilakukan dengan adanya perubahan pola usahatani
tradisional kearah yang lebih efisien dan produktif serta berorientasi pasar. Usaha pengolahan
tempurung kelapa menjadi asap cair dan briket dari limbah padat produksi kopra di Kecamatan
Pengabuan saat ini memang masih tergolong baru dan belum banyak diketahui oleh petani kelapa,
masyarakat ataupun pemerintah di kecamatan ini. Untuk mendirikan suatu usaha diperlukan studi
kelayakan. Studi kelayakan diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam pendirian usaha. Dalam studi
kelayakan dilakukan peninjauan tehadap aspek teknis, aspek pasar dan aspek finansial untuk
mengetahui kelayakan dari pendirian usaha pengolahan tempurung kelapa ini. Dengan penilaian dari
berbagai aspek tersebut diharapkan dapat meminimalkan hambatan dan resiko yang mungkin timbul
dimasa yang akan datang, serta meminimalkan kemungkinan menyimpangnya hasil yang ingin dicapai
atau dengan kata lain dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun alternatif-
alternatif demi kemajuan usaha dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
kegiatan usaha ini.
Penelitian ini bertujuan Untuk menganalisis kelayakan rencana pendirian usaha pengolahan
tempurung kelapa di Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dilihat dari
aspek teknis, pasar dan finansial
2
METODE PENELITIAN
a. Analisis NPV
Net Present Value adalah selisih antara manfaat dan biaya atau yang disebut dengan arus kas.
Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang
dikeluarkan (Nurmalina et al., 2010). Rumus yang digunakan dalam penghitungan NPV (Pujawan,
2003) adalah sebagai berikut:
Dimana NB adalah net benefit yang telah diberi diskon faktor (Benefit- Cost), i adalah diskon
faktor dan n adalah (waktu). Apabila nilai NPV lebih besar atau sama dengan nol maka usaha tersebut
dikatakan layak.
b. Analisis IRR
IRR merupakan metode perhitungan investasi dengan menghitung tingkat bunga yang
menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih
dimasa datang atau keadaan tingkat suku bunga pada saat nilai NPV sama dengan nol. IRR ini biasa
dihitung dengan rumus sebagai berikut (Pujawan, 2003) :
Dimana i1 adalah tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif, i2 adalah tingkat suku bunga
yang menghasilkan NPV negatif, NPV1 adalah nilai net present value yang positif dan NPV2 adalah
nilai net present value yang negatif.
3
dapat dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan diakatakan tidak layak bila Net B/C lebih
kecil dari satu (Nurmalina et al., 2010).
d. Analisis PP
Payback Period adalah suatu analisis yang berfungsi untuk mengukur seberapa cepat investasi
yang ditanam pada suatu bisnis dapat kembali. Besaran dari Payback Periode adalah tahun (Nurmalina
et al., 2010). PP dapat dihitung dengan rumus :
Dimana :
I = besarnya biaya Inestasi yang dibutuhkan
Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya.
4
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan briket yaitu tepung kanji sebagai perekat.
Menurut Gandhi (2009) bahwa semakin tinggi komposisi perekat, maka nilai kalor akan semakin
rendah dan kadar air yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Kebutuhan Bahan tambahan berupa
tepung kanji adalah 47 kg/hari dan dilakukan pembelian 2 bulan sekali. Tepung Kanji ini dibeli dari
ibu kota kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Perencanaan Kapasitas Produksi
Berdasarkan pertimbangan daya serap pasar, ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi, dan
kemampuan teknis tersebut, maka kapasitas produksi yaitu dengan menggunakan 1500 ton tempurung
kelapa per tahun, proses produksi dilakukan selama 240 hari kerja dalam satu tahun. Bahan baku yang
dibutuhkan dalam satu kali produksi yaitu 6.250 kg tempurung kelapa. Dalam satu hari direncanakan
menghasilkan 3.750 liter asap cair, 625 liter tar dan 1912 kg beriket. Apabila dalam setahun kerja
terdapat 240 hari kerja, maka akan menghasilkan 900.000 liter asap cair, 150.000 liter tar dan 458.880
kg briket.
Aspek Pasar
Peluang Usaha
Kecamatan Pegabuan merupakan salah satu desa penghasil produk kelapa terbesar di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat. Sebagian besar produk kelapa yang dihasilkan berupa kopra dan selebihnya
berupa kelapa jambul. Pada masa panen kelapa, produksi kopra di kecamatan akan meningkat sehingga
tempurung kelapa yang dihasilkan juga meningkat. Masa panen kelapa di kecamatan ini berlangsung
hampir setiap hari secara bergantian di lahan perkebunan petani yang berbeda.
Usaha asap cair dan briket di Kecamatan Pengabuan merupakan usaha yang baru, namun memiliki
peluang usaha yang baik. Hal ini dapat dilihat dari teknologi produksinya yang cukup sederhana dan
tepat guna.
Briket dan asap cair memiliki pangsa pasar yang cukup luas. Selain digunakan untuk kebutuhan
lokal, briket juga di ekspor ke negara-negara Asia maupun Eropa terutama Jepang, Irlandia, China dan
lainnya. Dilihat dari data ekspor Provinsi Jambi jumlah ekspor arang dari tahun 2016-2017 mengalami
kenaikan sebesar 46,5 % dari jumlah permintaan awal. Begitu juga potensi pasar untuk asap cair,
permintaan produk asap cair meningkat seiring dengan kemunculan larangan pemerintah tentang
penggunaan formalin untuk pengawet makanan. Namun, kebutuhan asap cair pada industri lateks
memiliki pasar yang lebih potensial. Dibutuhkan asap cair sebanyak 30 ml untuk menggumpalkan satu
kg lateks menjadi natural rubber sedangkan untuk menghasilkan RSS (Ribbed Smoked Sheet) atau
produk karet berupa lembaran, dibutuhkan 75 ml asap cair
Provinsi Jambi merupakan salah satu wilayah yang tercatat sebagai sentra penghasil karet nasional
keempat di Indonesia. Luas areal perkebunan karet di Provinsi Jambi mencapai 379.011 Ha dengan
6
tingkat produktivitas 260.635 ton pada tahun 2015, sehingga asap cair memiliki peluang pasar yang
besar untuk industri karet dalam mengontrol mutu di Provinsi Jambi.
1. Produk
Produk diartikan sebagai segala sesuatu yang ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi
keinginan atau kebutuhan Menurut Kotler dan Keller (2009), bauran pemasaran produk
didefinisikan sebagai kumpulan semua produk dan barang ditawarkan untuk dijual oleh
penjual tertentu
Pengabuan Shell merupakan nama usaha yang akan digunakan untuk briket. Sedangkan merek
dagang dari asap cair yang akan dijual adalah “Prokar” yang artinya produk untuk karet. Nama tersebut
dipilih karena produk ini ditujukan untuk penggumpal lateks pada industri karet, dan untuk briket
sendiri memiliki nama dagang “Coconut Brikshell”.
a. Asap Cair
Produk asap cair yang dihasilkan adalah grade 3 yang merupakan bahan aditif yang dapat
digunakan sebagai koagulan lateks. Asap cair dihasilkan dari pengembunan atau kondensasi asap hasil
pirolisis atau pembakaran tempurung kelapa baik secara langsung maupun tidak langsung tanpa atau
sedikit oksigen sehingga membentuk cairan sifatnya sebagai bahan tambahan atau aditif. Cairan hasil
kondensasi pertama kali terbentuk tergolong pada asap cair grade 3. Grade ini dapat digunakan untuk
menggumpalkan lateks dan sekaligus menghilangkan bau busuk yang biasanya timbul bila
penggumpalan menggunakan asam semut. Produk asap cair tempurung kelapa yang dihasilkan dikemas
dalam bentuk jerigen dengan kapasitas 20 liter. Jerigen diberi label berupa informasi mengenai identitas
produk. Produk dikemas dalam kemasaan derigen yang berbahan plastik sehingga memudahkan dalam
proses pengangkutan
b. Briket
Proses pembuatan beriket adalah penghancuran arang menjadi tepung, kemudian ditambah kanji
dan diaduk, pembakaran dengan oven, pencetakan dan pengemasan. Briket yang dihasilkan berbentuk
kubus.
Briket yang dihasilkan mempunyai sisi persegi dengan ukuran 1,5 x 2,5 x 2,5 cm. Briket dikemas
dalam plastik dengan berat 1 kg. Satu kemasan berisi 72 buah briket dengan berat per satuan briket 14
gram. Kemudian kemasan1 kg briket akan dimasukan lagi kedalam kemasan kardus Pada kemasan
tersebut akan diberi label untuk mencantumkan informasi mengenai produk.
2. Harga
Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba suatu usaha. Tingkat harga
produk yang ditetapkan akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk yang ditawarkan.
Penentuan harga ditentukan berdasarkan harga produk pesaing dan pertimbangan biaya operasi yang
dikeluarkan untuk suatu produk.
Harga yang digunakan berdasarkan harga pasar Indonesia yaitu Rp 22.000/ liter asap cair, dan Rp
12.000/ liter tar sedangkan briket yaitu 12.196/kg.
3. Promosi
Promosi merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah aktivitas
pemasaran yang berusaha untuk menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk dan atau
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan
7
loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan (Shinta,2011). Promosi produk asap
cair dan briket yang dilakukan dengan cara periklanan. Iklan yang dilakukan, yaitu lewat media masa
dan media elektronik.
4. Distribusi
Proses distribusi merupakan suatu kegiatan agar produk dapat dinikmati oleh konsumen dalam
waktu yang cepat dan tepat ke sasaran serta menjamin kontinuitas persediaan barang dagangan di
pasaran. Jalur pendistribusian produk dilakukan dengan cara memasarkannya ke perusahaan karet dan
ke luar negeri.. Selain itu, pembeli juga bisa langsung membeli ke tempat lokasi usaha. Rencana
distribusi pemasaran produk asap cair adalah 30% untuk pasar lokal yaitu di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan 70% untuk pasar diluar kabupaten maupun luar propinsi. Sedangkan rencana pemasaran
produk briket adalah 100% untuk pasar luar negeri. Distribusi dapat secara langsung dikirim jika pasar
lokal dan apabila untuk pasar luar kabupaten ataupun luar negeri dapat dikirm dengan menggunakan
jasa pengiriman barang dengan biaya pengiriman dibebankan pada pelanggan.
Target Pasar
Target pasar untuk asap cair grade 3 ini adalah industri-industri atau pabrik-pabrik pengolahan
lateks. Hal ini dikarenakan Grade ini dapat digunakan untuk menggumpalkan lateks dan sekaligus
menghilangkan bau busuk yang biasanya timbul bila penggumpalan menggunakan asam semut.
Sedangkan target pasar untuk briket adalah negara-negara yang mempunyai 4 musim karena pada saat
musim dingin, mereka membutuhkan briket sebagai penghangat ruangan dan juga sebagai bahan bakar
alat pemanggang daging (Sa’diah, 2015).
Kelaakan Finansial
Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk menilai kelayakan pendirian usaha asap cair dan
briket. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Pay Back Period (PBP), dan Net B/C. Perhitungan kriteria-kriteria ini
didasarkan pada aliran kas bersih (net cash flow) pada proyeksi arus kas dan bunga modal yang
digunakan sebesar 7 %.
2. Penerimaan
Penerimaan Usaha Pengolahan Tempurung Kelapa Menjadi Asap Cair dan Briket di Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi ini memproduksi briket tempurung kelapa
dan asap cair secara bertahap. Pada tahun pertama penjualan hanya 69%, pada tahun kedua menjadi
84% dan pada tahun ketiga hingga tahun kelima meningkat menjadi 100%. Penerimaan usaha
pengolahan tempurung kelapa menjadi asap cair dan briket dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Rincian Biaya Pengeluaran Usaha Pengolahan Tempurung Kelapa Menjadi Asap Cair dan Briket
Rincian Nilai Total (Rp)
Investasi
Modal Tetap 4.694.090.000
Modal Kerja 35.000.000
Biaya penyusutan dan pemeliharaan 1.299.775.800
Biaya tetap 400.088.964
Biaya tidak tetap 5.594.592.000
8
Angsuran 945.818.000
Tabel 2. Penerimaan Usaha Pengolahan Tempurung Kelapa Menjadi Asap Cair dan Briket
Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5
1. 69% 84% -100% -100% -100%
Penjualan
Asap cair 13.662.000.000 16.632.000.000 19.800.000.000 19.800.000.000 19.800.000.000
Briket 3.861.585.331 4.701.060.403 5.596.500.480 5.596.500.480 5.596.500.480
Tar 1.242.000.000 1.512.000.000 1.800.000.000 1.800.000.000 1.800.000.000
3. Cash Flow
Menurut Nurmalina et.al (2010), unsur yang terdapat pada arus kas adalah inflow (arus
penerimaan), out flow (arus pengeluaran), manfaat bersih dan manfaat tambahan bila diperlukan. Arus
kas Usaha Pengolahan Tempurung Kelapa Menjadi Asap Cair dan Briket dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Arus Kas Usaha Pengolahan Tempurung Kelapa Menjadi Asap Cair dan Briket
Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5
Uraian
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Penerimaan 5.738.258.362 14.458.737.783 18.766.663.459 18.766.663.459 18.766.663.459
Pengeluaran 5.738.258.362 14.458.737.783 18.766.663.459 18.766.663.459 18.766.663.459
Pajak 57.382.584 144.587.378 187.666.635 187.666.635 187.666.635
penghasilan
(1%)
Laba bersih 5.680.875.778 14.314.150.405 18.578.996.824 18.578.996.824 18.578.996.824
Pada Tabel 4 dapat dilihat nilai NPV menunjukkan angka yang lebih besar dari nol, pada discount
faktor 7% pertahun dengan umur investasi 5 tahun yaitu 61.008.183.825. Jika dilihat dari nilai NPV
yang lebih besar dari nol (NPV > 0) maka usaha pengolahan tempurung kelapa menjadi asap cair dan
briket layak untuk didirikan. Kemudian IRR sebesar 85,89% dimana suku bunga yang ditetapkan adalah
7%, sedangkan suku bunga untuk perhitungan ditetapkan 5% dan 70% (lampiran ), dengan jangka
waktu pengembalian (PBP) yaitu 10 bulan produksi berjalan (lampiran ) dan Net B/C yang lebih besar
dari satu yaitu 2,61 (lampiran . Menurut Ibrahim (2009), jika nilai Net B/C lebih dari satu (Net B/C > 1)
artinya usaha tersebut menguntungkan atau layak dijalankan. Net B/C usaha pengolahan tempurung
kelapa menjadi asap cair dan briket lebih dari satu sehingga dapat dinyatakan bahwa usaha ini layak
untuk didirikan.
KESIMPULAN
9
Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketersediaan bahan baku tempurung kelapa 1.500 ton pertahun dengan satu kali produksi
memerlukan sekitar 6,25 ton tempurung kelapa yang akan menghasilkan 3.750 liter asap cair, 1912
kg briket dan 625 liter tar.
2. Lokasi yang dipilih untuk mendirikan usaha ini adalah Desa Parit Pudin. Tipe tata letak pabrik
digunakan adalah tipe produk dengan pola aliran bahan adalah tipe U.
3. Briket dan asap cair memiliki pangsa pasar yang cukup luas dengan harga jual Rp 22.000/ liter asap
cair, dan Rp 12.000/ liter tar sedangkan briket yaitu Rp. 12.196/kg.
4. Target pasar untuk asap cair grade 3 ini adalah industri-industri atau pabrik-pabrik pengolahan
lateks. Sedangkan target pasar untuk briket adalah negara-negara yang mempunyai 4 musim.
5. Kelayakan aspek finansial meliputi nilai NPV yang lebih besar dari nol yaitu 61.008.183.825, nilai
IRR lebih besar dari MARR 7% yaitu 85,89 %, payback periode selama 10,44 bulan, net B/C lebih
besar dari 1 yaitu 2,61.
6. Keseluruhan kriteria kelayakan secara teknis, pasar dan finansial didapatkan bahwa usaha asap cair
dan briket dari tempurung kelapa layak untuk didirikan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Teknologi Pertanian dan Lembaga Penelitian
Universitas Jambi yang telah membiayai penelitian ini melalui PNBP DIPA Fakultas Pertanian
Universitas Jambi Tahun Anggaran 2018.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Reni., Susinggih Wijana, Arie Febrianto Mulyadi. 2014. Analisis Kelayakan Teknis Dan
Finansial Pendirian Unit Pengolahan Limbah Tempurung Kelapa (Asap Cair Dan Karbon Aktif.
Jurnal Industria 3(3) : 119-126.
Assauri, Sofya. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia : Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2014. Tanjung Jabung Barat Dalam Angka Tahun 2015. Jambi:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 2017. Kecamatan Pengabuan Dalam Angka.
Behrens, W dan P. M. Hawranek. 1991. Manual for The Preparation of Industrial Feasibility Studies.
United Nations Industrial Development Organization, Vienna.
Budijanto, S., Hasbullah, R., Prabawati, S., Setyadjit, Sukarno dan Zuraida, I. (2008). Identifikasi dan
uji keamanan asap cair tempurung kelapa untuk produk pangan. Jurnal Pascapanen 5(1): 32-40.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Kelapa Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jendral Perkebunan.
Husnan, Suad dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat. UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
Ibrahin Yacob. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.
Ghandi Aquino. 2009. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat Terhadap Karakteristik Briket
Arang Tongkol Jagung. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.
Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium. PT. Prehalindo. Jakarta.
Kotler P., dan Kevin Lane Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi ke 13. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Muhammad Machrush. 2015. Perencanaan Bisnis Asap Cair Tempurung Kelapa Melalui Pendekatan
Wirakoperasi Di Kabupaten Bogor. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Pujawan, I Nyoman. 2003. Ekonomi Teknik, Edisi Pertama. Surabaya, Guna Widya
Rahmi dan Diana. 2015. Karakteristik Asap Cair dari Tempurung Kelapa Sebagai Pengganti
Pengasapan Tradisional Ikan Bilih (Mystacoleuseus padangensis). Agrica Estensia vol. 9 No. 2.
Nopember 2015:9-15.
10
Rustiadi E, Saefulhakim, Panuju D.R. 2009. Perencanaan dan Pembanguanan Wilayah. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Setyamidjaja. 1994 dalam Andriyani Lia D. 2017. Analisis Kelayakan Industri Rumah Tangga Nata de
Coco di Kabupaten Bantul. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Shinta Agustina. 2011. Manajemen Pemasaran. Universitas Brawijaya Press. Malang
Soedjianto dan Sinipar, R.R.M. 1991. Kelapa, Jakarta: Yasaguna.
Suliyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis, Andi, Yogyakarta.
Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek PT. Pustaka Binamana Presindo. Jakarta.
11