Dasar-Dasar Pengukuran Topografi
Dasar-Dasar Pengukuran Topografi
Dasar-Dasar Pengukuran Topografi
MODUL
RDE - 05: DASAR-DASAR PENGUKURAN
TOPOGRAFI
2005
MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul RDE-05 : Dasar-dasar Pengukuran Topografi Kata Pengantar CS
KATA PENGANTAR
Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar mengenai prinsip-prinsip dasar
pengukuran topografi meliputi pengukuran sudut, pengukuran jarak, pengukuran
beda tinggi, penentuan azimuth, pengukuran kerangka control, pengukuran
perencanaan jalan, pengukuran jembatan, prosedur pengolahan data, dan
penggambaran.
LEMBAR TUJUAN
NOMOR : RDE-05
TUJUAN PELATIHAN :
DAFTAR ISI
Halaman
P
e
n
g
u
k
u
r
a
n
S
u
d
u
t
I
I
-
1
2
P
e
n
g
u
k
u
r
a
n
J
a
r
a
k
O
p
t
i
s
I
I
-
6
2
.
2
.
2
e
n
g
u
k
u
r
a
n
J
a
r
a
k
E
l
e
k
t
r
o
n
i
k
I
I
-
8
2.3 Pengukuran Beda Tinggi II
2
.
3
.
1
P
e
n
g
u
k
u
r
a
n
e
d
a
t
i
n
g
g
i
m
e
t
o
d
e
s
i
p
a
t
d
a
t
a
r
I
I
-
9
2
.
3
.
2
P
e
n
g
u
k
u
r
a
n
b
e
d
a
t
i
n
g
g
i
t
r
i
g
o
n
o
m
e
t
r
i
I
I
-
1
1
2.4 Penentuan Azimut II-13
2
.
4
.
1
A
z
i
m
u
t
M
a
g
n
e
t
i
s
I
I
-
1
3
2
.
4
.
2
A
z
i
m
u
t
A
s
t
r
o
n
o
m
i
s
I
I
-
1
4
2
2
.
5
.
1
P
e
n
g
u
k
u
r
a
n
k
e
r
a
n
g
k
a
h
o
r
i
z
o
n
t
a
l
I
I
-
1
6
2
.
5
.
2
e
n
g
u
k
u
r
a
n
k
e
r
a
n
g
k
a
k
o
n
t
r
o
l
v
e
r
t
i
c
a
l
I
I
-
2
1
2.6 Pengukuran Perencanaan Jalan dan Je
2
.
6
.
1
e
n
g
u
k
u
r
a
n
k
e
r
a
n
g
k
a
h
o
r
i
z
o
n
t
a
l
I
I
-
2
1
2
2
.
6
.
2
P
e
n
g
u
k
u
r
a
n
J
e
m
b
a
t
a
n
I
I
-
3
6
M
e
t
o
d
e
H
i
t
u
n
g
a
n
A
z
i
m
u
t
I
I
-
4
1
2
2
.
7
.
2
M
e
t
o
d
e
H
i
t
u
n
g
a
n
P
o
l
i
g
o
n
I
I
-
4
4
2
.
7
.
3
M
e
t
o
d
e
h
i
t
u
n
g
a
n
k
e
r
a
n
g
k
a
k
o
n
t
r
o
l
v
e
r
t
i
k
a
m
e
t
o
d
e
s
i
p
a
t
d
a
t
a
r
I
I
-
4
7
2
.
7
.
4
M
e
t
o
d
e
p
e
r
h
i
t
u
n
g
a
n
d
e
t
a
i
l
s
i
t
u
a
s
i
I
I
-
4
8
4
.
7
.
5
M
e
t
o
d
e
h
i
t
u
n
g
a
n
p
e
n
a
m
p
a
n
g
m
e
m
a
n
j
a
n
g
I
I
-
4
8
2.8 Penggambaran... II-49
2
.
8
.
1
P
e
n
g
g
a
m
b
a
r
a
n
S
e
c
a
r
a
M
a
n
u
a
I
I
-
5
0
2
A
l
a
t
G
P
S
N
a
v
i
g
a
s
i
I
I
I
-
2
3
.
1
.
2
A
l
a
t
G
P
S
G
e
o
d
e
s
i
I
I
I
-
3
3
3
.
1
.
3
P
e
n
g
o
l
a
h
a
n
D
a
t
a
I
I
I
-
5
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAAND-OUT
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Teknik Desain
Jalan (Road Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit
kerja sehingga dalam Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design
Engineer) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing
Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang
menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari
setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan
kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka
berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun
seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang
harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan
(Road Design Engineer).
DAFTAR MODUL
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 RDE – 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UUJK, dan UU Jalan
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Ceramah : Pembukaan
Menjelaskan tujuan instruksional (TIU dan Mengikuti penjelasan TIU dan
TIK) TIK dengan tekun dan aktif OHP.
Merangsang motivasi peserta dengan Mengajukan pertanyaan
pertanyaan ataupun pengalamannya dalam apabila ada yang kurang
melakukan pe-kerjaan jalan jelas
Waktu : 10 menit
Waktu : 30 menit
Memberikan bahasan
tentang pengukuran
Waktu : 80 menit
BAB I
PENGENALAN ALAT-ALAT SURVEI TOPOGRAFI
1. ASCII
American Standard Code for Information Interchange, suatu format file yang bisa
dibaca di semua program komputer.
3. Bidang Nivo
Bidang horisontal yang sejajar bidang geoid (muka air laut rata-rata).
4. Data Recorder
Alat bantu pada alat ETS (electronic total station) yang berfungsi sebagai
penyimpan data hasil pengukuran. Alat ini berada diluar (tersendiri) atau tidak
menjadi satu dengan alat ETS (electronic total station), untuk memfungsikan alat
ini dihubungkan dengan dengan kabel.
5. Download
Proses tranfer/pengiriman data dari data recorder atau internal memory card ke
computer.
7. Elevasi
Jarak vertikal suatu obyek terhadap bidang referensi muka air laut rata-rata (MSL).
8. File Batch
File data yang berformat ASCII, file ini digunakan untuk penghitungan dan atau
penggambaran/pengeplotan titik-titik koordinat.
9. Ground Model
Pembentukan model dari beda tinggi permukaan tanah (kondisi lapangan) yang
diukur. DEM file ( digital elevation model) digunakan untuk menyimpan dan
memindahkan informasi permukaan topografi. DEM file berisi data informasi
koordinat XYZ
12. Nivo
Alat yang terbuat dari tabung gelas berisi cairan ether atau alkohol dan udara
yang berfungsi untuk mengetahui kedudukan alat dalam keadaan horizontal.
14. Reflektor
Alat bantu pengukuran jarak yang berfungsi untuk memantulkan kembali
gelombang elektromagnetik ke alat EDM.
19. Sumbu I
Sumbu vertikal yang melalui poros putar piringan horizontal.
20. Sumbu II
Sumbu horisontal yang melalui poros putar piringan vertikal
21. Surface
Kenampakan permukaan tanah yang diperoleh dari kumpulan data dari ground
model yang sudah dihitung interpolasinya diantara 3 titik koordinat.
23. Teodolit
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut horisontal dan sudut vertikal.
26. Phase
Panjang gelombang penuh dari sinyal satelit GPS
28. P Code
Informasi data koordinat satelit GPS yang dapat di akses hanya untuk
kepentingan militer
BAB II
PENGENALAN JENIS SURVEI TOPOGRAFI
Sudut horizontal adalah sudut arah antara dua titik atau lebih pada bidang
horizontal, sedang sudut vertical adalah sudut curaman terhadap bidang
horizontal pada titik sasaran (lihat Gambar 2.1)
5. Kendorkan klem piringan horizontal, dan putar teropong searah jarum jam dan
arahkan kembali ke target A.
6. Kencangkan klem piringan horizontal, kemudian arahkan kembali teropong ke
arah target B dan membaca B2 untuk mendapatkan α2 (repetisi ke 2) dengan
mengendurkan klem penyetel putaran horizontal.
7. Ulangi seluruh tahapan kegiatan tersebut dengan posisi teropong Luar Biasa,
dengan urutan terbalik dimulai pada target B.
Contoh pencatatan pengukuran sudut metode repetisi dapat dilihat pada Tabel
2.2.
4. Bila posisi teropong dalam kondisi horizontal = 0 ˚, maka yang dipakai adalah
sudut helling. Bila posisi teropong dalam kondisi horizontal = 90˚ maka yang
dipakai adalah sudut zenith.
5. Ulangi prosedur 2 dan 3 dengan posisi teropong dalam keadaan Luar Biasa.
Jarak yang dimaksud disini adalah jarak datar (horizontal) antara dua titik.
Pengukuran jarak dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung (pita ukur),
pengukuran jarak optis, dan pengukuran jarak elektromagnetik.
rambu
ba
bb
B
A
D AB
Ketelitian pengukuran jarak cara optis sangat dipengaruhi oleh ketelitian skala
bacaan piringan vertikal dan interpolasi pembacaan rambu ukur. Kesalahan
interpolasi 1 milimeter pembacaan rambu dapat menyebabkan kesalahan jarak
pengukuran sebesar 20 cm. Oleh sebab itu pengukuran jarak optis tidak
dianjurkan untuk pengukuran kerangka kontrol horizontal.
Prisma
Jarak miring
B
EDM/ETS
α
Jarak datar
Pengukuran jarak elektronik dengan alat ETS (electronic total station) pada
prinsipnya sama dengan pengukuran jarak dengan EDM, bedanya pada alat ETS
alat ukur sudut dan alat ukur jarak telah terintegrasi kedalam satu alat ukur.
Ketelitian pengukuran jarak dengan cara elektromagnetik adalah sangat tinggi,
yaitu berkisar antara 2mm + 2ppm x D sampai dengan 5 mm + 5ppm x D, dengan
D adalah jarak yang diukur. Alat ini sangat dianjurkan untuk pengukuran kerangka
kontrol horizontal.
Pengukuran beda tinggi adalah mengukur jarak arah vertikal ke suatu bidang
referensi tertentu antara satu titik dengan titik yang lain. Pengukuran beda tinggi
atau sipat datar bertujuan menentukan selisih tinggi antara titik-titik yang diamat.
Prinsip dasar cara pengukuran sipat datar adalah mengukur dengan pembacaan
garis bidik yang horizontal pada rambu-rambu yang tegak pada titik-titik yang
akan ditentukan beda tingginya. Alat yang digunakan dalam pengukuran beda
tinggi dengan metode sipat datar pada umumnya adalah alat ukur sipat datar
dengan tipe skrup pengungkit dan otomatis.
Pengukuran beda tinggi metode sipat datar dapat dilakukan dengan cara yaitu :
a) Pengukuran sipat datar dengan cara alat ukur sipat datar berdiri di salah satu
titik yang diukur.
Prosedur yang dilakukan adalah :
1. Alat ukur sipat datar didirikan di titik A, teropong diarahkan ke rambu di titik B,
2. Teropong diarahkan ke target B, kemudian dilakukan pembacaan benang
silang mendatar yaitu benang tengah (BT) diikuti dengan pembacaan benang
atas (BA) dan benang bawah (BB) sebagai kontrol bacaan.
3. Tinggi alat diukur dari patok A ke pusat teropong.
Berdasarkan tinggi alat dan bacaan benang tengah rambu di titik B, maka beda
tinggi antara titik A dengan titik B (lihat Gambar 2.7) dapat dihitung
menggunakan persamaan :
∆hAB = (BT) - ti
dimana : ∆hAB = beda tinggi antara titik A dengan titik B
(bt)B = bacaan benang tengah rambu titik B
ti = tinggi alat di titik A
BA
BT
ti BB
∆ hAB
A
B
Gambar 2.7. Pengukuran Beda Tinggi Sipat Datar Alat Berdiri Pada Salah
Satu Titik
b) Pengukuran beda tinggi metode sipat datar dengan cara alat ukur sipat datar
berada di antara titik-titik target yang diamati
Prosedur yang dilakukan adalah :
1. Dirikan alat ukur sipat datar terletak diantara dua titik target yang akan diamat,
diupayakan alat berada di tengah-tengah kedua titik tersebut. Hal ini untuk
mengurangi kesalahan akibat garis bidik tidak sejajar garis arah nivo.
2. Arahkan teropong ke target A, baca benang tengah (BT) A serta Benang Atas
(BA) dan Benang Bawah (BB) sebagai kontrol.
3. Kemudian arahkan teropong ke target B, baca benang tengah (BT) B serta
benang atas (BA) dan benang bawah (BB) sebagai kontrol
Beda tinggi antara titik A dengan titik B dihitung berdasarkan selisih antara bacaan
benang tengah rambu A dengan bacaan benang tengah rambu B (lihat Gambar
2.8).
Penghitungan beda tinggi antara titik A dengan titik B dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan :
∆Hab = (bt)A – (bt)B
di mana : ∆hAB = beda tinggi antara titik A dengan titik B
(bt)B = bacaan benang tengah rambu titik B
(bt)A = bacaan benang tengah rambu titik A
(bt)B
(bt)A
B
Alat ∆ HAB
Gambar 2.8. Pengukuran Beda Tinggi Dengan Alat Ukur Sipat Datar
Terletak Di Antara Dua Titik Yang Diamat
Pengukuran beda tinggi trigonometri adalah proses penentuan beda tinggi antara
tempat berdiri alat dengan titik yang diamati dengan mengunakan sudut vertical
dan jarak datar seperti yang terlihat pada gambar 9. Jarak datar diperoleh dengan
pengukuran jarak langsung atau dengan alat ukur jarak elektronik (EDM) atau alat
ukur Total Station (ETS).
tt
α B
ti ∆H AB
A D AB
Beda tinggi antara titik A dengan titik B seperti yang terlihat pada Gambar 2.9.
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
∆hAB = D AB. tan AB + ti -tt
di mana:
ba
bt
bb
bt
α
B
ti ∆H AB
A DAB
Azimut magnetis adalah besar sudut horizontal yang dimulai dari ujung jarum
magnit (ujung utara) sampai pada ujung garis bidik titik amat. Azimut yang
dimaksud adalah azimut yang diukur dengan menggunakan alat ukur sudut
teodolit yang menggunakan kompas.
Azimut dimulai dari ujung utara jarum magnet, berputar ke timur dan seterusnya
searah jarum jam sampai ke utara lagi. Besaran azimut dimulai dari utara
magnetis sebagai azimut nol, arah timur sebagai azimut 90, selatan sebagai 180
dan barat sebagai azimut 270 (lihat Gambar 2.11).
Utara
0.
barat timur
270. 90.
selatan
180.
U U
l -t 90 - δ
Gr
Am Am
M 90 - h M
As 90 - j As
P Z
y y
S S
Dari Gambar 2.12. azimuth titik target S dapat dicari dengan persamaan
As = Am + ψ.
Dimana
Am = Azimuth ke matahari
Ψ = Sudut horizontal matahari ke target
Besaran azimuth matahari atau sudut AS pada Gambar 2.13. di atas dapat
ditentukan apabila diketahui tiga unsur dari segitiga astronomis UMZ.
Ketiga unsur segitiga astronomis yang digunakan untuk perhitungan adalah (90-
φ), (90-δ) dan (90-h) untuk penentuan azimut metode tinggi mahari dan (90-φ),
(90-δ) dan t untuk penentuan azimuth penentuan sudut waktu
Pengukuran azimut astronomis dengan cara pengamatan matahari memerlukan
data penunjang, yaitu :
peta topografi untuk menentukan lintang pengamat.
tabel deklinasi matahari.
penunjuk waktu dengan ketelitian sampai detik.
Disederhanakan menjadi :
atau bila alat teodolit yang digunakan mempunyai tipe sudut zenith, maka
persamaan di atas menjadi :
Metode sudut waktu, data yang diperlukan adalah : deklinasi matahari , lintang
dan bujur tempat pengamatan (j) penujuk waktu (arloji), sudut horizontal waktu
pengamatan matahari dan sudut horizontal titik amat.
Tg A = - sin t_________
(cos j . tg - sin j . cos t)
2. Bila salah satu tidak diketahui harga koordinat, maka disebut poligon
lepas/bebas.
Gambar 2.15.
Poligon tipe 1 mempunyai kontrol terhadap hasil pengukuran jarak linier maupun
sudut, sehingga dapat diketahui tingkat ketelitiannya. Poligon tipe ini sangat
dianjurkan untuk pengukuran perencanaan jalan (route memanjang).
Poligon tipe 2 tidak mempunyai kontrol terhadap hasil pengukuran jarak linier, dan
hanya diketahui ketelitian pengukuran sudutnya, sehingga hasil pengukuran
polygon menjadi tidak teliti.
6. Azimut awal dan akhir dapat dicari dari dua titik yang telah diketahui
koordinatnya. Bila hanya satu titik yang diketahui koordinatnya, maka pada titik
awal dan akhir harus dilakukan pengamatan matahari.
6. Azimut awal yang sekaligus juga sebagai azimuth akhir ditentukan dari hasil
pengamatan matahari yang dilakukan pada titik tersebut.
b. Gambar penampang melintang jalan skala horizontal 1 : 200 dan skala vertikal
1 : 100
c. Gambar penampang memanjang jalan skala horizontal 1 : 1000 dan skala
vertikal 1 : 100
d. Dokumen laporan yang meliputi data kalibrasi alat, data ukur dan hasil
pengolahan data/hitungan, daftar dan diskripsi titik-titik kontrol, buku laporan
pelaksanaan yang memuat kegiatan pelaksanaan, kendala dan tingkat
ketelitian yang diperoleh pada setiap jenis kegiatan lengkap dengan
dokumentasinya.
2.6.1.1. Persiapan
Sebelum masuk ke dalam tahap persiapan, perlu diperhatikan adalah lingkup
kegiatan yang dilakukan, yang terdapat dalam spesifikasi teknis (TOR).
Dengan mengacu pada TOR yang ada, maka dilakukan persiapan yang meliputi
antara lain ; persiapan personil, persiapan data penunjang dan peralatan, serta
persiapan administrasi.
1. Persiapan personil
Personil yang dibutuhkan pada pekerjaan perencanaan jalan meliputi tenaga ahli
pengukuran topografi (geodetic engineer), asisten topografi , surveyor topografi,
CAD Operator (bila proses penggambaran dilakukan secara digital)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memobilisasikan personil antara lain :
a. Geodetic engineer adalah seorang sarjana geodesi yang berpengalaman dalam
bidang pengukuran dan pemetaan dan menguasai aspek teknis baik dalam
pengumpulan data di lapangan maupun pengolahan data dan proses
penggambaran (manual /digital).
b. Geodetic engineer harus dapat memahami lingkup pekerjaan pengukuran yang
terdapat dalam spesifikasi teknis (TOR) sehingga hasil pengukuran dapat tepat
sasaran
c. Selain itu seorang geodetic engineer dituntut mampu bekerjasama dengan ahli-
ahli dari bidang lain seperti highway enginer, bridge engineer dan geologi
engineer di dalam merencanakan dan melaksanakan pekerjaan perencanaan
teknis jalan.
dan geologis, hidrologi, tata guna lahan yang ada dan sebagainya. Untuk daerah
pegunungan, pemilihan trase jalan rencana harus memperhatikan kemiringan
topografi yang tercemin dari kerapatan garis kontur yang ada, sehingga pada
akhirnya alinemen vertikal trase terpilih diharapkan telah memenuhi persyaratan
landai kritis maksimum.
BM BM BM
0 1 2 BM
◙ ◙ ◙ 3 BM
BM
4 BM BM
BM GPS ◙ 5 6
GPS ◙
◙ ◙
BM
GPS
• • •
CP CP CP •
0 1 2 CP •
CP •
3 CP
4
5
e. Alat sipat datar diupayakan terletak ditengah-tengah antara dua rambu yang
diukur, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan akibat garis bidik tidak
sejajar garis arah nivo.
f. Pengukuran harus dihentikan bila terjadi undulasi udara (biasanya pada
tengah hari) yang disebabkan oleh pemuaian udara oleh panasnya matahari,
ataupun bila turun hujan.
Prosedur/ tahapan yang dilakukan pada pengukuran kerangka kontrol vertikal
metode sipat datar adalah :
1. siapkan formulir pengukuran sipat datar
2. pasang alat sipat datar pada statif terletak diantara titik BM 0 (yang diketahui
ketinggiannya) dengan patok kayu titik 1, atur sumbu I vertikal alat ukur sipat
datar dengan mengatur sekrup pendatar.
3. pasang rambu secara vertikal (rambu dilengkapi dengan nivo rambu) pada titik
BM 0 dan titik 1.
4. arahkan teropong pada rambu di titik BM 0, kencangkan klem, tepatkan
benang silang pada rambu dengan penggerak halus horizontal, baca dan catat
bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb). Untuk
kontrol bt = ½ (ba + bb)
5. buka klem horizontal, arahkan teropong ke rambu di titik 1, kencangkan klem,
tepatkan benang silang pada rambu dengan penggerak halus horizontal, baca
dan catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah
(bb).
6. pindahkan alat sipat datar diantara patok kayu berikutnya (antara titik 1 dan
titik 2), atur sumbu I vertikal.
7. arahkan teropong pada rambu di titik 1, kencangkan klem, tepatkan benang
silang pada rambu dengan penggerak halus horizontal, baca dan catat bacaan
benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb).
8. buka klem horizontal, arahkan teropong ke rambu di titik 2, kencangkan klem,
tepatkan benang silang pada rambu dengan penggerak halus horisontal, baca
dan catat bacaan benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah
(bb).
9. ulangi pekerjaan diatas untuk titik-titik berikutnya dengan pertimbangan dalam
sehari dapat mengukur satu kring pulang pergi, usahakan pengukuran pulang
tidak dilakukan dengan posisi alat sama dengan posisi pengukuran pergi.
10. apabila karena kondisi topografinya yang curam alat ukur sipat datar tidak
dapat mengamat rambu di dua titik tersebut maka lakukan pengukuran sipat
datar berantai dengan menggunakan titik bantu.
Setiap pengukuran harus dicatat dalam formulir pengukuran sipat datar dan
dibuat sketsanya
5. buka klem horizontal dan vertikal, arahkan teropong ke titik kontrol horizontal 1,
kencangkan klem horizontal dan vertikal, himpitkan benang silang vertikal tepat
pada target prisma dengan menggerakkan sekrup penggerak halus horizontal.
6. baca dan catat bacaan sudut horizontal, sudut vertikal, ukur jaraknya dengan
EDM dan catat jaraknya.
7. lakukan juga dengan kondisi luar biasa, dan sampai didapat 4 sudut ukuran.
8. pindahkan alat teodolit dan EDM keatas tribach di titik 1
9. ambil statif dan prisma dari titik CP-0, dan pindahkan ke titik 2, kemudian atur
centering optis dan sumbu I vertikal.
10. arahkan teropong alat ukur teodolit kearah target prisma di titik BM-0,
kencangkan klem horizontal dan vertikal, tepatkan dengan penggerak halus,
baca dan catat bacaan sudut horizontal, sudut vertikal, ukur jarak dengan EDM
dan catat jaraknya.
11. arahkan teropong alat ukur teodolit kearah target prisma di titik 2, kencangkan
klem horizontal dan vertikal, tepatkan dengan penggerak halus, baca dan catat
bacaan sudut horizontal, sudut vertikal, ukur jarak dengan EDM dan catat
jaraknya.
12. ulangi pada posisi luar biasa (LB), biasa (B) dan luar biasa (LB) sehingga
didapat 4 kali bacaan sudut.
13. ulangi pekerjaan tersebut pada semua titik-titik kontrol dalam satu kring dan
lakukan untuk semua titik kontrol sepanjang proyek.
14. Dilakukan pengamatan matahari pada titik awal dan akhir setiap seksi ( + 5
km) dengan tata cara sebagai berikut :
a. Atur alat ukur teodolit pada titik yang akan dilakukan pengamatan (lihat
Gambar 19), kemudian catat lintang (θ) pengamatan, temperatur (bila
diperlukan)
b. Arahkan teropong pada posisi normal (Biasa) ke target, baca dan catat
horisontalnya.
c. Kemudian arahkan teropong ke matahari, dan tepatkan dengan bantuan
vizier teropong. Posisikan benang silang teropong pada tengah-tengah
matahari bila pengamatan dilakukan dengan prisma roellof, atau
singgungkan benang silang teropong ke tepi matahari posisi I (lihat gambar
22) bila pengamatan dilakukan dengan sistem tadah.
d. Catat waktu pengamatan, bacaan vertical dan horizontal ke matahari.
e. Ulangi langkah c dan d dengan posisi benang silang teropong terbalik (Luar
Biasa) dengan posisi benang silang pada posisi II (lihat Gambar 22)
f. Ulangi langkah c dan d dengan posisi teropong terbalik (luar biasa) dan
posisi benang silang pada posisi II
g. Ulangi langkah c dan d dengan posisi teropong terbalik (Luar Biasa)
dengan posisi benang pada posisi I.
h. Kemudian arahkan kembali teropong tetatp pada posisi luar biasa ke titik
target (gambar 2.21) kemudian catat bacaan horizontalnya
Bila pengukuran kerangka kontrol horizontal dilakukan dengan alat ukur ETS,
maka jarak antar titik poligon sudah merupakan jarak datar, tanpa perlu
melakukan pembacaan vertikal.
Kelebihan lain dari pengukuran dengan alat ETS adalah data ukur lapangan dapat
langsung disimpan dalam bentuk file elektronik, dengan bantuan alat SDR
(Survey Data Collector). Informasi/atribut titik berdiri alat maupun titik target
langsung didifinisikan sesuai dengan tata cara penulisan pada software dan di
masukan kedalam data penyimpan.
9. kemudian pasang rambu ukur secara vertikal pada permukaan air sungai untuk
mengukur beda tinggi antara muka air terhadap tinggi patok tepi sungai (B),
baca dan catat benang atas (ba), benang tengah (bt),benang bawah (bb) dan
sudut vertikal, pindahkan rambu ke titik B, baca dan catat bacaan benang
atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb) dan sudut vertikal.
10. Ulangi lagi pekerjaan sounding untuk jalur yang lain dengan interval antar jalur
sebesar 25 m
θ
1 2 3 4
B ► C
Jalur
pengukuran
Pengolahan data dilakukan setelah data hasil pengukuran terbebas dari pengaruh
kesalahan kasar (blunder) , baik karena kesalahan pengamatan (human eror)
maupun kesalahan yang disebabkan alat tidak dalam kondisi baik.
Adapun rumus dasar yang digunakan untuk penentuan azimut terhadap pusat
matahari adalah :
Apabila digunakan teodolit yang mengukur sudut zenit maka rumusnya menjadi:
Cos A = sin - sin j . cos z
cos j . sin z
Untuk perhitungan azimut pengamatan matahari ada 4 macam koreksi (koreksi
astronomis) yang harus diberikan pada data pengamatan :
-. Koreksi Refraksi
- Koreksi Paralaks
- Koreksi tinggi tempat
- Koreksi setengah diameter matahari (1/2 d), bila dilakukan pengamatan dengan
sistem tadah
Koreksi refraksi
Akibat refraksi sinar, benda langit akan terlihat lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Sehingga koreksi refraksi ® selalu negatif.
Koreksi refraksi : r = 58” ctg hu
Hu = tinggi hasil ukuran
Koreksi paralaks
Koreksi paralaks selalu dikurangkan untuk sudut zenit dan selalu ditambahkan
untuk sudut heling.
Besar koreksi paralaks : 8”,8 cos hu
☼
(matahari)
▪ titik acuan
Titik acuan berada di sisi kanan matahari dilihat dari titik pengamatan, maka
azimut titik acuan = azimut matahari (A) + ,
Titik acuan berada di sisi kiri matahari dilihat dari titik pengamatan , maka
Azimut titik acuan = azimut matahari (A) -
Pengamatan dilakukan sore hari:
Titik acuan berada di sisi kanan matahari dilihat dari titik pengamatan, maka
azimut titik acuan = azimut matahari (A) - ,
Tititk acuan berada di sisi kiri matahari dilihat dari titik pengamatan , maka
Azimut titik acuan = azimut matahari (A) +
2.7.1.2. Hitungan Azimut Jurusan Dari 2 (Dua) Titik Koordinat Yang Diketahui
Dua titik yang diketahui koordinatnya yaitu titik A (Xa, Yb) dan titik B (Xb, Yb)
(lihat gambar 28) dapat dihitung azimut sisi AB dengan menggunakan persamaan
:
(XB - XA)
AB = arctg AB = __________
(YB – YA)
B (XB,YB)
U
α AB
A (XA, YA)
X
Pada pengukuran jalan dan jembatan koordinat dapat dihitung dalam sistim
koordinat lokal dan dapat juga dalam sistim koordinat UTM. Koordinat lokal
perhitungan koordinatnya dengan metode poligon dari data pengukuran terestris.
Prinsip dasar hitungan metode poligon terikat dua titik adalah (lihat gambar 29) :
- akhir – awal = n x 180
- X akhir - X awal = X
- Y akhir - Y awal = Y
2 (X 2, Y 2)
D
D cos α
α
D sin α
1 (X 1, Y 1)
Data hasil pengukuran mungkin terjadi kesalahan dan kesalahan tersebut harus
dikoreksi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses hitungan poligon adalah :
1. syarat : akhir – awal = n x 180
bila syarat tidak terpenuhi berarti ada kesalahan penutup sudut.
- tentukan kesalahan penutup sudut :
∑β = ( akhir – awal) + n x 180
f β = {( akhir – awal) + n x 180 } - ∑β
koreksi sudut : d β = (f β/ n)
dimana :
f β = salah penutup sudut
∑β = jumlah sudut dalam
awal = azimuth awal
akhir = azimuth akhir
n = jumlah titik poligon
- lakukan koreksi sudut untuk semua titik poligon
- tentukan azimut arah semua sisi poligon :
ij = o - i + 180
dimana :
ij = azimuth dari sisi titik i dan titik j
o = azimuth hasil pengamatan (diketahui)
i = titik ke i
j = titik ke j
= sudut dalam titik ke i
SIPAT DATAR
Prinsip dasar hitungan sipat datar adalah selisih bacaan benang tengah rambu
muka dengan benang tengah rambu belakang.
H = BT A - BT B
Hitungan kerangka vertikal yang dilakukan dengan metoda perhitungan sipat datar
pergi pulang dalam satu seksi.
Rumus untuk mendapatkan bedaan tinggi dari sipat datar dalam satu seksi
adalah:
H = ai - bi
di mana : H = beda tinggi
ai = jumlah pembacaan belakang
bi = jumlah pembacaan muka
Lakukan perhitungan pendekatan beda tinggi dalam satu seksi pergi pulang dari
suatu titik dan kembali lagi ke titik yang sama maka seharusnya beda tingginya
sama dengan nol : Hawal - Hawal = 0
Jika tidak demikian berarti ada kesalahan arah vertikal : f H = Hawal - Hawal
koreksi tinggi : d H = (f H/ n)
di mana :
f H = salah penutup tinggi
Hawal = tinggi titik awal
n = jumlah titik
Proses hitungan situasi dilakukan dengan cara perhitungan jarak datar, asimut
jurusan dan beda tinggi sebagai berikut :
- hitung jarak datar : DAB = 100 (ba-bb) cos2 h
di mana : DAB = jarak datar antara AB
100 = konstanta pengali teropong
ba = bacaan benang atas
bb = bacaan benang bawah
h = sudut heling
- azimut jurusan didapat dr hasil pengukuran menggunakan teodolit kompas.
- hitung tinggi titik detail : H detail = H referensi + H
dimana : H detail = tinggi titik detai
H referensi = tinggi titik referensi
H = beda tinggi titik detail dengan tinggi titik referensi
perhitungan beda tinggi titik detail dengan tinggi titik referensi dengan metoda
tachimetri adalah :
H = 100 (ba - bb) tan h
sehingga tinggi titik detail dapat dihitung tingginya :
Hdetail = Hreferensi + H + t - bt
dimana: Hdetail = tinggi titik detail
H = beda tinggi itik detail dengan tinggi titik referensi
t = tinggi alat ukur teodolit
100 = konstanta pengali teropong
ba = bacaan benang atas
bt = bacaan benang tengah
bb = bacaan benang bawah
h = sudut heling
2.8. PENGGAMBARAN
Kemudian ploting koordinat dan elevasi titik-titik BM, patok CP, titik poligon dari
hasil hitungan koordinat kerangka kontrol horizontal dan hitungan kerangka kontrol
vertikal.
BAB III
PENGENALAN GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM)
Komponen dasar receiver GPS terdiri dari dua komponen utama, yaitu perangkat
keras dan perangkat lunak
- Komponen perangkat keras GPS terdiri dari beberapa bagian yaitu : antena,
frekuensi radio, Microprocessor, unit kontrol dan tampilan, alat perekam data.
- Komponen perangkat lunak terdiri dari beberapa modul program pengolah data
yang merupakan satu kesatuan dengan perangkat keras yang berfungsi
sebagai pengendali operasi. Perangkat lunak berisi tentang algoritma
pemrograman dan pemrosesan data untuk mengkonversi data sinyal GPS
menjadi informasi posisi dan navigasi.
Pada alat GPS tipe navigasi informasi data posisi diberikan secara real time.
Posisi yang diberikan dalam bentuk koordinat geografi dan koordinat sistem
proyeksi tertentu.
Alat GPS navigasi dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Keterangan :
1 . Layar LCD
2. Tombol menu
3. Antena dalam
4. Tombol On / Off
Pada alat GPS tipe Geodesi informasi data posisi selain dapat diperoleh secara
real time juga dapat diperoleh melalui pengolahan data secara lebih ekstensif
pasca pengamatan (post processing). Posisi yang diperoleh dari hasil pengolahan
data pasca pengamatan dapat berbentuk koordinat geocenter, koordinat geografi
dan koordinat sistem proyeksi tertentu (untuk wilayah Indonesia berupa sistem
proyeksi UTM / TM).
Keterangan :
1. Receiver GPS
2. Antena Luar
3. Pengukuran posisi
dengan GPS
Perencanaan :
- Desain Jaringan
- Peralatan
- Personil
- Program Kerja
Persiapan :
- Reconnaissance
- Monumentasi
Pengumpulan Data :
- Pengamatan Satelit
- Data Penunjang
Pengolahan Data :
- Baseline
- Perataan Jaring Bebas (per
hari pengamatan)
Ya
Hasil Akhir
Pada survai GPS, pemrosesan data GPS untuk menentukan koordinat dari titik-
titik dalam jaringan pada umumnya akan mencakup tiga tahap utama perhitungan,
yaitu :
1. Pengolahan data dari setiap baseline dalam jaringan
Pemrosesan Awal
Hasil pemrosesan pengamatan GPS akan berbeda satu sama lain tergantung dari
perangkat lunak dan jenis receiver yang digunakan. Di bawah ini akan dijelaskan
beberapa karakteristik perangkat lunak pemrosesan baseline sehingga
pemrosesan dapat berjalan optimal, yaitu :
mampu mengolah/memproses data carrier beat phase dan pseudorange.
mampu memecahkan cycle slips dan cycle ambiguity
mampu memproses data dalam single dan dual frekuency
mampu menghitung besarnya koreksi troposfer untuk data pengamatan.
mampu menghitung besarnya koreksi ionosfer untuk data pengamatan.
pemrosesan menyertakan tinggi antena di atas titik (BM) dan dapat
dikonversi ke dalam komponen vertikal.
dapat melakukan pemrosesan untuk semua metoda pengukuran.
mudah digunakan.
Tahap pengolahan data dilakukan setelah tahap pengukuran atau
pengambilan data selesai dilaksanakan. Tujuan pengolahan data adalah untuk
mendapatkan koordinat titik-titik GPS dalam jaringan. Secara garis besar proses
pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Pengukuran Baseline
Pengolahan Baseline
Tidak
Kontrol Tidak
Kualitas
Ya
Perataan Jaring
Kontrol
Kualitas
Ya
Transformasi Koordinat
A. Reduksi baseline :
1. seluruh reduksi baseline dilakukan dengan menggunakan GPSurvey software,
post processing software.
2. koordinat pendekatan (approksimasi) dari titik referensi yang digunakan dalam
reduksi baseline tidak lebih dari 10 meter dari nilai sebenarnya.
3. dalam proses reduksi baseline untuk menghitung besarnya koreksi troposfer
untuk data pengamatan digunakan model hopfield atau model saastamoinen.
4. model klobuchar digunakan dalam proses reduksi baseline untuk menghitung
besarnya koreksi ionosfer.
5. jika bias double-difference tidak dapat dipecahkan, akan dilaporkan dengan
menyebutkan situasi dimana resolusi dari bias tersebut tidak dapat
dipecahkan.
B. Perataan jaring :
Sebagai pemrosesan akhir untuk mendapatkan hubungan antara satu titik
dengan titik lainnya dilakukan perataan jaring (network adjustment). Sebagai
masukan pada perataan jaring adalah baseline yang telah memenuhi kontrol
kualitas yang telah ditetapkan pada pemrosesan baseline.
Penilaian integritas pengamatan jaring berdasarkan pada analisis dari baseline
yang diamati dua kali (penilaian keseragaman), analisis terhadap perataan
kuadrat terkecil jaring bebas (untuk menilai) konsistensi data dan analisis perataan
terkecil untuk jaring terikat dengan titik ber-orde lebih tinggi (untuk menilai
konsistensi terhadap titik kontrol). Perangkat lunak yang digunakan adalah
GPSurvey.
Perataan jaring bebas dan terikat dari seluruh jaring dilakukan dengan
menggunakan GPSurvey software dan GeoLAB. Informasi yang dihasilkan dari
setiap perataan adalah :
hasil dari test chi-square atau variance ratio pada residual setelah perataan
(tes ini harus melalui confidence level 68 %, yang berarti bahwa data tersebut
konsisten terhadap model matematika yang digunakan).
daftar koordinat hasil perataan
daftar baseline hasil perataan, termasuk koreksi dari komponen-komponen
hasil pengamatan
analisis statistik mengenai residual baseline termasuk jika ditemukan koreksi
yang besar (outlier) pada confidence level yang digunakan.
elips kesalahan titik untuk setiap stasiun/titik.
elips kesalahan garis.
C. Transformasi koordinat :
Transformasi koordinat untuk setiap stasiun dalam jaring dilakukan dengan
hasil-hasil sebagai berikut :
lintang, bujur dan tinggi terhadap spheroid pada datum WGS-84.
koordinat dengan menggunakan proyeksi UTM pada datum WGS-84.
koordinat dengan menggunakan proyeksi TM 30 pada datum WGS-84.
Analisis atau kontrol kualitas dilakukan untuk mengetahui kualitas dari pengukuran
serta konsistensinya terhadap ketentuan ataupun toleransi yang telah diberikan.
Seperti yang telah diuraikan dalam bab terdahulu, bahwasanya kontrol kualitas
dilaksanakan dalam tiga parameter, yaitu : berdasarkan standar deviasi dari setiap
baseline, common baseline (baseline yang diukur dua kali) serta semi major axis
dari elips kesalahan hasil perataan dengan geolab.
2. Analisis terhadap common baseline dapat dianalisis dari beda jarak yang
dihasilkan oleh kedua baseline.
3. Analisis terhadap elips kesalahan dari perataan jaring
Kriteria yang ditetapkan untuk mengetahui akurasi dari hasil perataan jaring
baik bebas maupun jaring terikat adalah :
a. elips kesalahan garis harus dihasilkan untuk setiap baseline yang diamati
dan untuk setiap pasang station.
b. semi-major axis dari elips kesalahan garis yang dihasilkan harus lebih kecil
dari harga parameter r yang dihitung sebagai berikut :
r = 15 (d + 0.2)
Dengan : r = panjang maksimum untuk semi-major axis (mm)
d = jarak dalam km
RANGKUMAN
1. Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar mengenai prinsip-prinsip dasar
pengukuran topografi meliputi pengukuran sudut, pengukuran jarak,
pengukuran beda tinggi, penentuan azimuth, pengukuran kerangka control,
pengukuran perencanaan jalan, pengukuran jembatan, prosedur pengolahan
data, dan penggambaran.
2. Sebagai acuan untuk pekerjaan pengukuran topografi pada pekerjaan
pengukuran perencanaan jalan dan jembatan
3. Pengukuran perencanaan jalan dan jembatan dimulai dari pekerjaan persiapan
yang terdiri dari:
► persiapan personil,
► persiapan bahan dan peralatan;
► survey pendahuluan (reconnaissance)/ kaji lapangan;
► pemasangan monumen untuk menyimpan data koordinat titik kontrol
horizontal dan vertikal;
► pengukuran kerangka kontrol vertikal dan pengukuran kerangka kontrol
horizontal; pengukuran situasi sepanjang trase jalan;
► pengukuran penampang memanjang dan pengukuran penampang
melintang jalan;
► pengikatan titik referensi;
► pengolahan data dan penggambaran baik secara manual maupun secara
digital.
4. Hasil akhir dari kegiatan pengukuran topografi adalah peta situasi daerah
sekitar rencana trase jalan yang akan digunakan sebagai peta dasar kerja
untuk pembuatan gambar rencana (design drawing) jalan dan jembatan.
5. Prinsip dasar pengukuran topografi
► Pengukuran topografi adalah pengukuran yang dilakukan terhadap
kenampakan topografi baik karena bentukan alam maupun bentukan
manusia yang kemudian direpresentasikan ke dalam gambar dua dimensi
dengan skala tertentu.
► Jenis pengukuran topografi:
pengukuran sudut horizontal dan vertikal,
pengukuran jarak,
DAFTAR PUSTAKA