Optimized

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 50

TINGKAT FLOURISHING PADA MAHASISWA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(STUDI KOMPARASI BERDASARKAN GENDER)

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

oleh

Noviana Iman Sari

1511412060

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
i
PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Tingkat Flourishing Pada Mahasiswa Universitas

Negeri Semarang (Studi Komparasi Berdasarkan Gender)” telah dipertahankan

dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang pada hari Selasa, tanggal 20 Agustus 2019.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Dr. Edy Purwanto, M.Si Drs. Sugeng Hariyadi, S.Psi, M.S.


NIP. 19630121198703001 NIP. 195701251985031001

Penguji I Pembimbing I/ Penguji II

Nuke Martiarini, S.Psi., M.A Sugiariyanti, S.Psi., M.A


NIP. 198103272012122001 NIP. 197804192003122001

Pembimbing II/ Penguji III

Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si


NIP. 197202042000032001

ii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi dengan judul “Tingkat

Flourishing Pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Studi Komparasi

Berdasarkan Gender)” ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan

dari karya tulis orang lain sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang

lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik

ilmiah.

Semarang, 20 Agustus 2019

Noviana Iman S

1511412060

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Hidup adalah belajar. Terus belajar untuk menjadi versi terbaik dari diri seperti

yang Tuhan inginkan. Hidup adalah berjuang. Terus berjuang untuk menggapai

cinta dari Sang Maha Cinta. Maka, hiduplah dengan cinta. Cinta untuk belajar dan

berjuang hingga mencapai flourish, menjadi manusia sesungguhnya, insan kamil,

demi cinta Sang Maha Cinta.

(Penulis)

PERSEMBAHAN

Penulis persembahkan karya ini bagi:

Bapak dan Ibu Tercinta

Adik-adikku Tersayang

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya, sehingga penulis

mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Tingkat Flourishing

Pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Studi Komparasi Berdasarkan

Gender)”. Bantuan, motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima

kasih setulus hati kepada:

1. Dr. Achmad Rifai RC M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang

2. Drs. Sugeng Hariyadi, S.Psi, M.S, Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

3. Sugiariyanti, S.Psi., M.A., sebagai dosen pembimbing I yang dengan sabar

telah berkenan mencurahkan perhatian selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si. Psikolog, sebagai dosen pembimbing II yang

dengan sabar telah berkenan mencurahkan perhatian selama proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Nuke Martiarini, S.Psi., M.A, sebagai dosen penguji I yang telah memberikan

masukan dan penilaian terhadap skripsi penulis.

6. Luthfi Fathan Dahriyanto, S.Psi, M.A, sebagai dosen pembimbing akademik,

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menempuh masa

studi.

v
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf di Jurusan Psikologi yang telah

berkenan membagikan ilmu dan pengalaman kepada penulis.

8. Segenap pihak yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

9. Teman-teman Psikologi angkatan 2012, khususnya pejuang terakhir, dan

semua yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang bersama-sama dengan

penulis menempuh studi dalam suka dan duka.

10. Bapak, Ibu, dan Adik-adik yang telah memberikan segenap doa, perhatian,

dan dukungan yang tiada lelahnya kepada penulis.

11. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih setulus hati kepada semua

pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Jazakumullaahu khairan

katsiiran. Penulis berharap skripsi ini memberikan manfaat dan kontribusi untuk

perkembangan ilmu, khususnya psikologi.

Semarang, 20 Agustus 2019

Penulis

vi
ABSTRAK

Sari, Noviana Iman. 2019. Tingkat Flourishing Pada Mahasiswa Universitas


Negeri Semarang (Studi Komparasi Berdasarkan Gender). Skripsi. Jurusan
Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing
Utama: Sugiariyanti, S.Psi., M.A.,

Kata Kunci:, Flourishing, Psikologi Positif, Mahasiswa

Flourishing adalah salah satu kata kunci utama dalam istilah psikologi
positif yang didefinisikan sebagai keadaan seseorang, suatu organisme, atau suatu
kelompok, dimana ia menunjukkan perkembangan yang optimal dan fungsi-
fungsinya berjalan pula dengan sangat baik. Pentingnya sebagai mahasiswa untuk
mencapai tingkat flourishing sehingga menjadi pribadi yang berkembang secara
penuh dan dapat menjalankan fungsi-fungsi dalam kehidupan dengan sangat baik,
terlebih peran mahasiswa dalam masyarakat yang sangat diharapkan untuk
menjadi generasi penerus yang aktif dalam memajukan kesejahteraan bangsa
Flourishing dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat Flourishing pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang,
serta ada tidaknya perbedaan Flourishing Mahasiswa jika ditinjau berdasarkan
gender.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 52 Mahasiswa. Teknik sampling yang dipakai, yaitu
incidental sampling. Data penelitian diambil menggunakan skala The Perma
Profiler yang terdiri dari 25 aitem. Skala The Perma Profiler mempunyai
koefisien validitas aitem antara 0,378 sampai dengan 0,627 dan koefisien
reliabilitas sebesar 0,929.
Flourishing Mahasiswa dalam kategori tinggi dengan karakteristik yang
paling berpengaruh, yaitu positive relationship. Metode analisis menggunakan
Wilcoxon Mann Whitney U-Test dengan hasil Z Score = -0,576 dengan nilai
signifikansi 0,565 (p > 0,05), sehingga tidak ada perbedaan Flourishing
Mahasiswa jika ditinjau berdasarkan gender. Positive Emotion mahasiswa 90,4%
tinggi dan 9,4% sedang. Engagement mahasiswa 73,1% tinggi dan 26,9% sedang.
Positive Relationship mahasiswa 84,6% tinggi dan 15,4% sedang. Meaning of Life
mahasiswa 76,9% tinggi dan 23,1% ssedang. Accomplishment mahasiswa 65,4%
tinggi dan 34,6% berada dalam kategori sedang.

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PENGESAHAN .............................................................................................. ii

PERNYATAAN .............................................................................................. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

ABSTRAK..…… ............................................................................................ vii

DAFTAR ISI.. ................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7

1.4.1. Manfaat Teoretis ..................................................................................... 8

1.4.2. Manfaat Praktis ....................................................................................... 8

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Flourishing ............................................................................................ 9

2.1.1 Definisi Flourishing................................................................................ 9

viii
2.1.2 Aspek-aspek Flourishing ........................................................................ 13

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Flourishing ................................................ 28

2.2 Tinjauan Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan ...................................... 30

2.3 Kerangka Berpikir Penelitian ................................................................. 31

3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ....................................................................................... 32

3.2. Desain Penelitian .................................................................................... 32

3.3. Variabel Penelitian.................................................................................. 33

3.3.1. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................................. 33

3.3.2. Definisi Operasional ............................................................................... 34

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 34

3.4.1. Populasi .................................................................................................. 34

3.4.2. Sampel Penelitian ................................................................................... 35

3.5. Metode Pengumpul Data ........................................................................ 36

3.6. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ....................................................... 37

3.6.1. Validitas .................................................................................................. 37

3.6.2. Reliabilitas .............................................................................................. 39

3.7. Teknik Analisis Data .............................................................................. 40

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Persiapan Penelitian ................................................................................ 42

4.1.1. Orientasi Kancah Penelitian ................................................................... 42

4.1.2. Penentuan Sampel Penelitian.................................................................. 43

4.2. Pelaksanaan Penelitian............................................................................ 43

ix
4.2.1. Pengumpulan Data .................................................................................. 43

4.2.2. Pelaksanaan Skoring ............................................................................... 43

4.3. Deskripsi Data Hasil Penelitian .............................................................. 44

4.3.1. Gambaran Flourishing pada Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang ................................................................................................ 44

4.3.1.1 Gambaran Umum Flourishing pada Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang ............................................................................................. 45

4.3.1.2 Gambaran Spesifik Flourishing pada Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Tiap Aspek ........................................................................... 49

4.3.1.2.1Gambaran Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Positive Emotions ............................... 49

4.3.1.2.2Gambaran Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Engagement ...................................... 53

4.3.1.2.3 Gambaran Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Positive Relationship ........................ 56

4.3.1.2.4 Gambaran Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Meaning of Life................................. 60

4.3.1.2.5 Gambaran Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Accomplishment ................................ 64

4.3.2 Ringkasan Deskriptif Aspek PERMA pada Mahasiswa Universitas


Negeri Semarang .................................................................................... 67

4.4. Hasil Penelitian ....................................................................................... 69

4.4.1. Uji Hipotesis ........................................................................................... 69

4.4.2. Deskripsi Hasil Uji Perbedaan Tiap Aspek ........................................... 70

4.4.2.1 Hasil Uji Perbedaan Berdasarkan Aspek Positive Emotion ................. 71

4.4.2.2 Hasil Uji Perbedaan Berdasarkan Aspek Engagement ........................ 71

4.4.2.3Hasil Uji Perbedaan Berdasarkan Aspek Positive Relationship ........... 72

4.4.2.4 Hasil Uji Perbedaan Berdasarkan Aspek Meaning of Life ................... 73


x
4.4.2.5 Hasil Uji Perbedaan Berdasarkan Aspek Accomplishment .................. 74

4.5 Pembahasan ............................................................................................ 74

4.6 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 78

5 PENUTUP

5.4 Simpulan ................................................................................................. 79

5.5 Saran .................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 81

LAMPIRAN .................................................................................................. 83

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Blueprint Skala The Perma Profiler ....................................................... 38

3.2. Hasil Uji Validitas Aitem The Perma Profiler ....................................... 40

3.3. Uji Reliabilitas Alat Ukur ....................................................................... 41

4.1. Statistik Deskriptif Flourishing .............................................................. 46

4.2. Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Hipotetik ............... 47

4.3 Distribusi Frekuensi Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Laki-laki dan Perempuan....................................................... 49

4.4 Statistik Deskriptif Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Positive Emotions .................................. 50

4.5 Distribusi Frekuensi Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Positive Emotion ................................... 53

4.6 Statistik Deskriptif Flourishing Pada Aspek Engagement...................... 54

4.7 Distribusi Frekuensi Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Engagement.......................... ........ ......... 57

4.8 Statistik Deskriptif Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Positive Relationship ............................. 58

4.9 Distribusi Frekuensi Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Positive Relationship ............................. 60

4.10 Statistik Deskriptif Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Meaning of Life ................................... 62

4.11 Distribusi Frekuensi Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Meaning of Life ..................................... 64

4.12 Statistik Deskriptif Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Berdasarkan Aspek Accomplishment .................................... 65

xii
4.13 Distribusi Frekuensi Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri
Semarang Berdasarkan Aspek Accomplishment .................................... 68

4.14 Ringkasan Deskriptif Flourishing Mahasiswa


Universitas Negeri Semarang ................................................................. 69

4.15 Perbandingan Mean Empiris Tiap Aspek Flourishing............................. 70

4.16 Uji Hipotesis Penelitian ........................................................................... 71

4.17Hasil Uji Perbedaan Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Aspek
Positive Emotion ....................................................................................... 72

4.18Hasil Uji Perbedaan Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Laki-Laki Dan Perempuan Berdasarkan
Aspek Engagement..... ............................................................................... 73

4.19Hasil Uji Perbedaan Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Aspek Positive
Relationship................................................................................................ 74

4.20 Hasil Uji Perbedaan Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Laki-Laki dan Perempuan Berdasarkan Aspek
Meaning Of Life ...................................................................................... 75

4.21 Hasil Uji Perbedaan Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri


Semarang Laki-Laki Dan Perempuan Berdasarkan
Aspek Accomplishment ........................................................................... 75

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Berpikir .................................................................................. 32

4.1 Diagram Gambaran Umum Tingkat Flourishing Mahasiswa Univeritas


Negeri Semarang ....................................................................................... 50

4.2 Diagram Gambaran Tingkat Flourishing Mahasiswa Univeritas


Negeri Semarang Berdasarkan Aspek Positive Emotion ........................... 54

4.3 Diagram Gambaran Tingkat Flourishing Mahasiswa Univeritas


Negeri Semarang Berdasarkan Aspek Engagement................................... 57

4.4 Diagram Gambaran Tingkat Flourishing Mahasiswa Univeritas

Negeri Semarang Berdasarkan Aspek Positive Relationship..................... 61

4.5 Diagram Gambaran Tingkat Flourishing Mahasiswa Univeritas


Negeri Semarang Berdasarkan
Aspek Meaning Of Life .............................................................................. 65

4.6 Diagram Gambaran Tingkat Flourishing Mahasiswa Univeritas


Negeri Semarang Berdasarkan
Aspek Accomplishment .............................................................................. 68

4.7 Diagram Ringkasan Deskriptif Flourishing Mahasiswa Universitas


Negeri Semarang ........................................................................................ 69

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman

1. Uji Validitas ......................................................................................... 85

2. Uji Reliabilitas ..................................................................................... 102

3. Uji Hipotesis Penelitian ....................................................................... 105

4. Skala Penelitian .................................................................................... 125

5. Tabulasi Data Penelitian ...................................................................... 133

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan generasi muda di Indonesia dirasa penting untuk dikaji secara

khusus dan lebih mendalam karena menyangkut masa depan bangsa yang lebih

baik. Pemuda dengan segala potensi yang melekat pada dirinya memiliki peran

strategis dalam menggerakkan bangsa, baik sebagai kekuatan moral, kontrol

sosial, maupun agen perubahan.

Pendidikan merupakan salah satu bidang penting yang seharusnya dapat

menunjang kualitas generasi muda. Melalui pendidikan, potensi-potensi manusia

dapat dikembangkan dan diaktualiasikan sehingga manusia mampu menjadikan

diri dan lingkungannya lebih sejahtera dan lebih baik. Tujuan pendidikan untuk

memuliakan manusia dapat tercapai apabila proses pendidikan dapat

memfasilitasi pengembangan potensi manusia sebagai makhluk

biopsikososioreligius. Dengan demikian, pendidikan bertugas untuk

mengembangkan kecerdasan intelektual, sosial, emosional, praktikal, serta moral

dan spiritual.

Mahasiswa merupakan generasi muda yang sedang menempuh pendidikan

pada jenjang tertinggi. Tujuan pendidikan tinggi yang utama (dalam Pedoman

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Program Sarjana 2016: 1) adalah

mengembangkan potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan

1
2

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan

bangsa. Mahasiswa pun diharapkan menjadi generasi penerus pewujud harapan

dan cita-cita mulia bangsa. Dengan demikian, maka Mahasiswa sebagai insan

dewasa harus dapat mengembangkan potensi secara maksimal agar dapat

memenuhi tuntutan sebagaimana diuraikan dalam tujuan pendidikan. Mahasiswa

diharapkan memiliki kecerdaan komprehensif, yang tidak hanya didapatkan atau

menekuni ilmu dalam bidangnya saja (hardskill), tetapi juga harus beraktivitas

untuk mengembangkan softskill-nya.

Mahasiswa bahkan memiliki peranan penting dalam masyarakat yakni sebagai

agent of change yang akan memperjuangkan perubahan-perubahan menuju

perbaikan di bidang sosial dalam kehidupan masyarakat, social control yakni

penengah antara pemerintah dan masyarakat, sebagai pengontrol peraturan,

kebijakan dan kegiatan pemerintah, dan juga sebagai Iron stock, mahasiswa

diharapkan menjadi individu tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak

mulia sebagai generasi penerus bangsa. Tentunya mahasiswa perlu mengimbangi

diri dengan mengoptimalkan potensi dirinya untuk dapat mewujudkan harapan

besar bangsa yang akan di embannya. Mahasiswa sebagai insan dewasa pun harus

dapat mengembangkan potensi secara maksimal agar dapat memenuhi segudang

tuntutan yang telah dijelaskan sebelumnya. Mahasiswa diharapkan memiliki

kecerdaan komprehensif, yang tidak hanya didapatkan atau menekuni ilmu dalam

bidangnya saja (hardskill), tetapi juga harus beraktivitas untuk mengembangkan

softskill-nya. Dengan demikian, mahasiswa dapat meraih prestasi yang unggul dan
3

membanggakan tidak hanya di bidang keilmuan saja melainkan juga memberikan

kontribusi nyata yang bermanfaat di masyarakat luas secara selaras dan seimbang.

Berbagai prestasi Indonesia di dunia Internasional pun sempat ditorehkan

oleh pemuda-pemuda terbaik bangsa pada beragam bidang, seperti bulutangkis,

olimpiade sains, sepak bola, seni, fashion, dan automotif. Pada bidang seni,

terdapat 16 Mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada) Komunitas Seni Tari

Tradisional Aceh Rampoe yang berhasil raih juara pertama dalam Wonju Dynamic

Dancing Carnival 2018 yang berlangsung pada tanggal 11 sampai dengan 16

September 2018 lalu di Korea Selatan. Pada bidang teknologi, terdapat 5

Mahasiswa UB (Universitas Brawijaya) yang tergabung dalam Tim J-ROID yang

terdiri dari Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran telah mampu

mengalahkan 253 tim dari 49 negara dan meraih Medali Emas melalui ciptaan

mereka yaitu inovasi teknologi di bidang kesehatan berupa jaket yang berfungsi

untuk menyeimbangkan suhu tubuh dalam ajang kompetisi The 10th International

Exhibition of Inventions (IEI) & The 3rd World Invention and Innovation

Forum(WIIF) 2018 di kota Foshan, China pada tanggal 13 sampai dengan 15

September 2018 (https://news.okezone.com/ akses pada 10/07/2019).

Masih banyak lagi catatan prestasi anak bangsa yang memberikan nama

harum bagi pendidikan Indonesia. Universitas Negeri Semarang (Unnes) sebagai

salah satu Universitas negeri di Jawa Tengah pun turut menorehkan prestasi di

kancah Internasional, antara lain tiga mahasiswa Unnes kembali meneguhkan

reputasinya pada gelaran Asian Games Jakarta-Palembang 2018 lalu yakni Nining

Purwaningsih (Mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi) memperoleh


4

Medali Perunggu cabang Sepeda Gunung Putri (Donwhill), Puja Riyaya

(Mahasiswa Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi) memperoleh Medali

Perunggu cabang Wushu Sanda Putra 70 KG, serta Yusuf Widiyanto (Mahasiswa

Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi) memperoleh Medali Perunggu cabang

Wushu Sanda Putra 56 KG (https://unnes.ac.id/ akses pada 10/07/2019).

Prestasi (accomplihment) adalah salah satu aspek yang membentuk

flourishing. Flourishing merupakan salah satu konsep yang krusial dalam

psikologi positif yaitu suatu keadaan dimana seseorang atau suatu kelompok

mengalami perkembangan yang penuh dari pribadinya sehingga dapat

menjalankan fungsi-fungsi kehidupannya dengan baik pula.

Dalam psikologi positif terdapat istilah Flourishing yaitu dimana seseorang

atau suatu kelompok menunjukkan perkembangan yang optimal dan fungsi-

fungsinya telah berjalan dengan sangat baik (Arif, 2016: 23). Berkembang-

penuhnya pribadi seseorang tersebut karena telah menjalani hidup yang baik

(Seligman dalam Yuspendi, 2017: 190). Konsep ini sepintas mirip dengan konsep

aktualisasi diri, tetapi flourishing merupakan konsep yang lebih dapat diukur.

Beberapa penelitian mengenai flourishing diantaranya dilakukan oleh

Yuspendi, dkk (2017) yaitu mengenai peran voluntary activities dan coping

terhadap perkembangan flourishing pada 372 responden berusia diatas 18 tahun.

Hasilnya menunjukkan bahwa volntary activities yang meliputi keseimbangan

emosi, adult attachment, autonomy, spiritual well-being dan grit yang

berpengaruh secara simultan terhadap perkembangan flourishing. Namun peran

voluntary activities tampak lebih rendah dibandingkan dengan peran coping yang
5

secara simultan berpengaruh terhadap perkembangan flourishing. Hal ini

menunjukkan besarnya peran coping seperti active coping, acceptance, instrument

support, dan religious coping dalam mencapai perkembangan flourishing

disamping determinan voluntary activities.

Sementara mahasiswa sebagai insan dewasa pun harus dapat mengembangkan

potensi secara maksimal agar dapat memenuhi segudang tuntutan yang telah

dijelaskan sebelumnya. Mahasiswa diharapkan memiliki kecerdasan

komprehensif, yang tidak hanya didapatkan atau menekuni ilmu dalam bidangnya

saja (hardskill), tetapi juga harus beraktivitas untuk mengembangkan softskill-nya.

Ini lah mengapa penting bagi mahasiswa untuk memiliki tingkat flourishing yang

tinggi. Namun, pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang bahkan

melakukan prokratinasi akademik, banyak dari mereka yang kuliah karena

tuntutan keluarga dan bukan keinginannya sendiri sehingga mereka kurang bisa

maksimal dalam perkuliahannya. Mahasiswa juga masih banyak yang belum

optimis terhadap masa depannya, mudah terbawa konflik interpersonal dengan

temannya, dimana hal-hal tersebut dapat menghalangi mereka untuk mencapai

flourishing dalam hidupnya.

Data awal yang didapatkan peneliti melalui studi pendahuluan dengan

menggunakan angket terhadap 9 mahasiswa laki-laki dan perempuan yang

hasilnya antara lain: 77,8% mahasiswa merasa belum menjadi yang terbaik dari

dirinya, 77,8% juga merasa bahwa potensinya belum berkembang secara penuh,

66,7% merasa telah melakukan usaha yang terbaik, 77,8% melaporkan telah

bekerja keras untuk mempersembahkan yang terbaik dalam hidupnya, serta 77,8%
6

merasa telah menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang sekitar dan

masyarakat.

Berdasarkan hasil studi awal tersebut, menggambarkan aspek-aspek yang

membentuk flourishing pada mahasiswa. Sebagian besar mahasiswa merasa

belum menjadi yang terbaik dari dirinya dan juga merasa bahwa potensinya belum

berkembang secara penuh. Secara umum, banyak hal yang mungkin menyebabkan

terjadinya hal tersebut, antara lain faktor yang dapat dikendalikan oleh individu

sendiri, serta faktor-faktor lain yang tak dapat dikendalikan oleh individu.

Dalam kultur kebudayaan jawa, laki-laki dan perempuan diberi kesempatan

yang berbeda untuk mengaktualisasikan dirinya. Laki-laki pada umumnya lebih

diberi kebebasan untuk memilih hal-hal seperti pendidikan, karier maupun

pekerjaan apa yang hendak dijalani. Berbeda dengan perempuan yang biasanya

lebih diarahkan untuk mengerjakan hal-hal domestik. Selain itu, perempuan

umumnya lebih bebas menampakkan ekspresi emosi seperti kelemahan atau

kesedihan, sedangkan laki-laki lebih dibatasi bahkan tidak boleh

menampakkannya. Tetapi pada zaman sekarang ini nampaknya sudah terjadi

beberapa perubahan dimana perempuan lebih diarahkan untuk peran mendidik.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka peneliti

kemudian tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai gambaran flourishing

pada mahasiswa Unnes serta ada atau tidaknya perbedaan flourishing antara kedua

kelompok tersebut. Peneliti mengambil lokasi penelitian di Unnes dimana peneliti

menemukan fenomena tersebut dan berusaha melakukan pendalaman. Dari sinilah

peneliti kemudian mengangkat sebuah judul “Tingkat Flourishing Pada


7

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Studi Komparasi Berdasarkan

Gender)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tingkat flourishing pada mahasiswa Universitas

Negeri Semarang?

2. Adakah perbedaan antara tingkat flourishing pada mahasiswa laki-laki dan

perempuan di Universitas Negeri Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran tingkat flourishing pada mahasiswa Universitas

Negeri Semarang

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan antara tingkat flourishing pada

mahasiswa laki-laki dan perempuan di Universitas Negeri Semarang

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai

pengembangan konsep flourishing yang menjadi topik penting dalam bahasan

tentang psikologi positif.


8

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan terutama pada Mahasiswa

Universitas Negeri Semarang secara khusus mengenai Flourishing serta

mahasiswa di Indonesia pada umumnya dimana merupakan generasi muda

harapan bangsa sehingga harapannya mereka dapat mengembangkan seluruh

potensinya secara optimal dan kemudian dapat ikut memajukan dan

mensejahterakan bangsa pada masing-masing bidangnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Flourishing

2.1.1 Definisi Flourishing

Pada awal berdiri, yaitu tahun 2000, tujuan Psikologi Positif yang disampaikan

oleh Seligman adalah “Authentic Happiness” (Kebahagiaan Autentik) yang

meliputi tiga dimensi (positive emotion, engagement, dan meaning). Pada tahun

2006, konsep tersebut diperbaiki menjadi 5 pilar (PERMA) yang dikenal dengan

flourishing (Effendy, 2016).

Flourishing adalah salah satu kata kunci utama dalan istilah psikologi positif.

Arif (2016: 23) mendefinisikan Flourishing sebagai keadaan seseorang, suatu

organisme, atau suatu kelompok, dimana ia menunjukkan perkembangan yang

optimal dan fungsi-fungsinya berjalan pula dengan sangat baik.

Sepintas konsep ini sangat mirip dengan konsep aktualisasi diri yang

meruupakan salah satu konsep psikologi humanistik, tetapi ada perbedaan besar di

antara keduanya. Flourishing adalah konsep yang terukur, tidak seperti konsep

aktualisasi diri yang lebih filosofis.

Flourishing ditentukan oleh lima aspek, yaitu positive emotions (P),

engagement (E), positive relationship (R), meaning of life (M), dan

accomplishment (A), yang akronimnya adalah PERMA. Kelimanya masing-

masing memperlihatkan sisi yang berbeda dari hidup yang berbahagia, hidup yang

flourishing. Masing-masing memberikan kontribusi yang unik bagi pencapaian

9
10

hidup yang eudaimonic. Eudaimonic life juga ditandai oleh hidup yang engaged

(E), yaitu hidup yang diikatkan secara sukarela pada suatu tujuan yang lebih

besar, lebih bermakna; dimana si pribadi akan banyak mengalami kepuasan batin

(gratifikasi, bukan pleasure). Eudaimonic life ditandai pula oleh relasi yang positif

(R) dengan orang lain, baik dengan orang-orang terdekat maupun dengan banyak

orang. Selain itu Eudaimonic life ditandai pula oleh adanya makna hidup (M)

yang mantap, yang menjadi fondasi dari semua aspek kehidupan yang lain. Serta

ditandai oleh kuantitas dan kualitas dari berbagai pencapaian (A) yang dihasilkan.

Kelimanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Secara bersama-sama mereka

menggambarkan kalitas hidup yang dijalani seseorang, apakah sudah semakin

eudaimonic ataukah sebaliknya. Saat kelimanya menunjukkan perkembangan

yang baik, saat itulah kita dapat mengatakan bahwa seseorang telah menunjukkan

flourishing dalam hidupnya, yang menandakan bahwa ia telah menjalani hidup

yang Eudaimonic (Arif, 2016: 41-42).

Arif (2016: 19) menyatakan bahwa Eudaimonia adalah konsep Aristoteles

tentang hidup yang dijalani dengan baik. Aristoteles berpendapat bahwa setiap

manusia bertindak pasti memiliki tujuan. Tujuan itu sendiri terdiri dari dua, yaitu

tujuan yang dicari untuk melakanakan tujuan selanjutnya (tujuan bersifat

sementara). Kedua, adalah tujuan yang dicari untuk dirinya sendiri (tujuan akhir).

Menurutnya tujuan yang dicari untuk dirinya sendiri hanya satu yakni

kebahagiaan (eudaimonia).

Dalam pandangan Aristoteles, hidup yang baik bukanlah hidup yang

bergelimang kesenangan dan kenikmatan, melainkan hidup yang ditandai oleh


11

kesadaran dan direfleksikan sehingga berbuah makna dan kebijaksanaan; serta

hidup dimana virtues (kebaikan utama) yang unik dari tiap pribadi telah

didayabaktikan dengan penuh baik bagi dirinya sendiri dan terlebih lagi bagi

masyarakat sekitar. Jadi pribadi yang berbahagia menurut Aritoteles bukanlah

pribadi yang terhindar dari segala kesulitan ataupun penderitaan, serta menikmati

bermacam-macam kesenangan di dunia ini, melainkan pribadi yang mengolah

hidupnya, dengan kontemplasi dan tindakan konkret (kerja keras), sehingga

menjadi bakti/ persembahan bagi orang lain atau masyarakat.

Menurut Seligman (Jusmiati, 2017) kebahagiaan adalah sumber motivasi yang

mendasar bagi manusia. Kebahagiaan menurut Seligman pada intinya adalah

berpusat pada pelaksanaan kebaikan (virtues). Jika berdasarkan konsep tersebut

maka implikasinya adalah kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir dalam

hidup ini sangat bergantung pada pribadi yang bersangkutan, pada pilihan-pilihan

moralnya, pada bagaimana sesungguhnya ia menafsirkan dirinya sendiri, pada

kebijaksanaan dan tindakan konkret yang dilakukannya dalam hidup ini. Upaya-

upaya konkret dari pribadi yang bersangkutan lebih akan menentukan

kebahagiaannya, dari pada faktor-faktor yang berada diluar kendalinya.

Kebahagiaan adalah tujuan akhir dari segala rentetan tuntutan kehidupan

manusia. Tiap gerak gerik dan upaya manusia dalam menjalani kehidupan di

dunia ini mengarah pada pencapaian kebahagiaan. Hanya saja, pandangan

manusia tentang kebahagiaan memang lah berbeda-beda. Perbedaan pandangan

ini umumnya terkait dengan perbedaan keadaan diri, kebutuhan, ataupun


12

perkembangannya. Seperti konsep Freud yang menyatakan bahwa pemenuhan

hasrat seksualitas dan agresi adalah motivasi yang fundamental.

Pada tahun-tahun belakangan, para ilmuwan sosial tengah mempelajari

“kebahagiaan” dengan semangat yang menggebu-gebu. Pertama-tama mereka

menamakannya dengan istilah yang berbeda. Mereka menyebut kebahagiaan

sebagai “kesejahteraan subjektif” (Subjective Well-Being). Hasil-hasil penelitian

pun memperlihatkan adanya suatu kondisi semacam kebahagiaan personal.

Definisi tentang kebahagiaan telah dikemukakan oleh banyak ahli. Car (dalam

Jumiati, 2017) mengemukakan bahwa kebahagiaan itu merupakan kondisi

psikologis yang positif, yang ditandai oleh tingginya kepuasan masa lalu,

tingginya tingkat emosi positif, dan rendahnya tingkat emosi negatif. Sementara

menurut Seligman kebahagiaan adalah mengetahui kekuatan/kelebihan tertinggi

yang dimiliki kemudian mengembangkannya dan menerapkannya untuk melayani

sesuatu yang diyakini lebih besar dari kita.

Umumnya dipercaya bahwa uang, kesuksesan, usia, jenis kelamin, kecerdasan,

kehidupan seksual, kesehatan, kebersamaan, agama, cinta dan perkawinan,

kepuasan kerja, berperan dalam menciptakan kebahagiaan kebahagiaan jangka

panjang. Namun, kepercayaan-kepercayaan umum itu tak selalu benar. Maka,

kehadiran psikologi positif yang dipelopori oleh Seligman kemudian muncul

sebagai solusi alternatif terhadap persoalan kemanusiaan yang tak kunjung selesai.

Ia pun mengatakan bahwa kebahagiaan adalah kebutuhan mendasar bagi manusia

yang ia istilahkan dengan “Authentic Happiness” (Kebahagiaan Autentik).


13

Menurut Seligman, kebahagiaan yang diperoleh dari realisasi virtues (kebaikan

utama) dalam kehidupan adalah kebahagiaan yang autentik. Kebahagiaan autentik

yang dilandasi eudaimonia akan ditandai oleh flourishing, yaitu berkembang

penuhnya pribadi seseorang karena telah menjalani hidup yang baik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa flourishing adalah kondisi

seseorang dimana ia menunjukkan perkembangan yang optimal yang ditandai

dengan tingginya positive emotion, engagement, positive relationship, meaning of

life dan accomplishment sehingga seseorang tersebut dapat merasakan

kebahagiaan.

2.1.2 Aspek-aspek Flourishing

Berikut adalah lima aspek flourishing menurut Seligman (dalam Arif, 2016)

yaitu:

1. Positive Emotion (Emosi Positif)

Aspek yang pertama adalah Positive Emotion (P). Menurut teori klasik yang

masih diakui peran pentingnya hingga sekarang dari James & Lange (dalam Arif,

2016: 47), emosi adalah penghayatan seseorang akan pola perubahan fisiologis

tubuhnya dalam menanggapi peristiwa penting dalam kehidupannya, yaitu

peristiwa-perisstiwa yang akan memiliki dampak besar terhadap kesejahteraannya

atau berpotensi menimbulkan perbahan besar didunianya. Sementara emosi positif

(P) merupakan mekanisme internal manusia agar ia mendekati situasi-situasi atau

objek-objek yang memberikan dampak positif baginya.

Fredrickson (dalam Arif, 2016: 60) menemukan teori yang mengatakan bahwa

emosi positif memiliki fungsi penting dalam evolusi manusia menuju


14

kebahagiaan, yaitu dengan menggerakkan manusia, menginvestasikan sumber

daya yang dimilikinya saat ini, demi membangn seuatu yang lebih baik, yang akan

sangat bernilai di masa depan, ekalipun sangat mungkin yang bersangkutan saat

ini tidak menyadari bahwa ia sedang membangun sesuatu yang sangat berharga.

Emosi positif menjalankan fungsinya melalui mekanisme broaden

(melebarkan) dan build (membangun). Broadening merupakan kebalikan dari

emosi negatif yang menyempitkan atensi supaya manusia terfokus pada

permasalahan yang dihadapinya. Emosi positif memperlebar (broaden) atensi

(Fredickson, B.L., & Branigan, C. dalam Arif, 2016: 60) membuka hati dan

pikiran pada berbagai kemungkinan dan kesempatan, yang mengundangnya

melakukan eksplorasi kreatif.

Pelebaran atensi dan keterbukaan hati serta pikiran yang dipicu oleh emosi

positif bisa jadi hanya bersifat sesaat, tetapi dampak yang diakibatkannya akan

menjadi besar, karena emosi positif mendorong manusia untuk bergerak,

melangkah, dan mulai membangun (Arif, 2016: 60).

Sedang Building bermula dari emosi yang positif maupun negatif dimana

menggerakkan manusia untuk bertindak. Emosi negatif menggerakkan manusia

untuk bertindak seoptimal mungkin dalam menyelesaikan masalah, sementara

emosi positif menggerakkan manusia untuk membangun sumber utama. Bilamana

suatu penyelesaian masalah yang dipicu oleh emosi negatif terlaksana dengan

sempurna, manfaatnya seketika akan terasa, yaitu terbebasnya si pribadi dari

masalah yang mengganggunya, sementara pembangunan sumber daya (building


15

resources) manfaatnya tidak akan terasa ekarang, melainkan di masa yang akan

datang.

Dengan kata lain, emosi negatif menggerakkan kita ntuk menyelesaikan

seuatu yang mendesak yang mengancam keselamatan/kesejahteraan kita, dan

bilamana terlaksana, hasilnya akan membawa kita kembali ke keadaan sebelum

adanya masalah, sementara emosi positif menggerakkan kita untuk membangun

sumber daya, yang hasilnya akan membawa kita ke tingkat yang lebih baik dari

sebelumnya. Itulah makna membangun (building) menurut Cohn, dkk (dalam

Arif, 2016: 63). Emosi positif bukanlah sekadar mekanisme untuk

mempertahankan kesejahteraan, melainkan meningkatkannya. Emosi positif

adalah prasyarat untuk pertumbuhan (growth) dan flourishing.

Temuan Fredickson ini memiliki implikasi yang sangat penting. Sekarang

menjadi jelas apa fungsi dari emosi positif yaitu bukan sekedar pertanda well-

being dan wellfunctioning, emosi positif adalah pembangun well-being dan well-

functioning. Emosi positif bukan sekedar mendorong kita mendekati sumber

interaksi positif mengulangi tingkah laku tertentu, emosi positif membangun pola

perilaku dan pola relasi yang akan berdampak besar terhadap kebahagiaan

individu dalam jangka panjang.

Emosi positif dan negatif memiliki fungsi masing-masing. Kedanya sama-

sama diperlukan dalam kehidupan, tetapi bila seseorang mengharapkan

flourishing dalam hidupnya, Fredickson (dalam Arif, 2016: 64) berdasarkan

penelitiannya menyarankan supaya seseorang lebih banyak mengalami emosi

positif daripada emosi negatif, dengan perbandingan sekitar 3:1. Angka ini
16

memang tidak pasti, tidak mutlak. Namun, untuk sekedar perkiraan, angka ini

cukup baik untuk menjadi pegangan.

Seseorang yang ingin flourish sebaiknya mengalami sekitar tiga kali lipat

lebih banyak emosi positif dan emosi negatif. Maknanya, individu tersebut akan

jauh lebih sering melakukan upaya building (yang dipicu oleh emosi positif)

daripada upaya defensif (yang dipicu oleh emosi negatif). Ia akan lebih banyak

mencurahkan energinya pada upaya-upaya yang sifatnya investasi psikologis yaitu

yang akan menghasilkan buah-buah karakter dan buah-buah pencapaian yang

berguna dimasa yang akan datang, alih-alih upaya-upaya yang sifatnya sekedar

menyelesaikan krisis dan masalah yang mendesak. Individu dengan pola emosi

seperti itu akan senantiasa mentransformasi diri menjadi lebih baik dari waktu ke

waktu. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa emosi positif adalah

salah satu pertanda penting hidup yang eudaimonic.

Martin Seligman (dalam Arif: 66) membagi berbagai emosi positif yang ada

berdasarkan waktu antara lain yaitu: emosi-emosi positif tentang masa lalu,

emosi-emosi positif tentang masa sekarang, dan emosi-emosi positif tentang masa

depan. Emosi-emosi positif tentang masa lalu mencakup misalnya: forgiveness

(memaafkan/mengampuni), gratitude (bersyukur). Emosi-emosi positif tentang

masa sekarang mencakup misalnya: mindfullness dan flow. Emosi-emosi masa

depan mencakup misalnya: optimisme dan hope (harapan). Berikut ini penjelasan

berbagai emosi positif menurut Seligman:


17

1. Emosi Positif yang Terkait dengan Sikap pada Masa Lalu

a) Forgiveness (Memaafkan)

McCullough dalam Arif (2016: 95) forgiveness adalah berkurangnya

keinginan untuk menghindari orang yang pernah menyakiti kita, dan

berkurangnya keinginan untuk melukai atau membalas dendam ke arah individu

tersebut, dan disertai dengan peningkatan belas kasih (compassion) dan keinginan

untuk bertindak secara positif ke arah orang yang menyakiti.

Wujud dari unforgiveness (tidak memaafkan, alias masih menyimpan dendam)

dapat berupa pembalasan yang setimpal yang ingin kita timpakan kepada orang

yang menyakiti kita atau menghindarinya. Kata “setimpal” yang disebut di sini

bermakna sangat subjektif, dan biasanya orang melakukan pembalasan dendam

yang lebih berat daripada pelanggaran awal yang dialaminya.

Wujud lain dari unforgiveness adalah menghindar dari orang/pihak yang

pernah menyakiti kita, baik itu menghindari secara fisik (tidak mau

menjumpainya) maupun menghindari secara psikologis (tidak mau

mengingatnya), mengenalnya, ataupun meraakan emosi apapun tentang orang

tersebut. Singkatnya memutus tali relasi dengan orang itu dan “membuangnya”

jauh-jauh dari dunia kita. Masalahnya di sini, unforgiveness dalam wujud

menghindari atau memutuskan relasi sebenarnya merupakan suatu bentuk represi

yang bukannya sungguh-sungguh menyelesaikan masalah, melainkan

memperburuknya. Semakin kita membenci seseorang sekalipun tidak melakukan

pembalasan dendam, semakin kita terikat secara emosional kepadanya, paling

tidak secara tidak sadar.


18

Dalam definisi diatas, pertama-tama dikatakan bahwa orang yang memaafkan

orang lain dengan sungguh ditandai oleh semakin berkurangnya keinginan untuk

membalas dendam ataupun menghindar dari pihak yang menyakiti kita. Semakin

berkurangnya keinginan membalas dendam ataupun menghindar adalah tanda

positif bahwa seseorang semakin sembuh dari luka yang disebabkan oleh

pelanggaran si pelaku. Ia telah semakin dapat menerima kenyataan pahit yang

pernah terjadi dan berdamai dengannya, sehingga bahkan kehadiran si pelaku

dalam kehidupannya sudah dapat ditoleransi.

b) Gratitude (Bersyukur)

Gratitude adalah suatu perasaan menyenangkn yang khas yang berwujud dari

rasa syukur atau rasa terima kasih yang muncul ketika kita menerima kebaikan

(kindness, compassion, love), manfaat (benefit), atau bantuan altruistik dari pihak

lain terutama hal-hal yang sebenarnya tidak layak kita terima, yaitu hal-hal yang

bukan disebabkan oleh upaya kita sendiri (Emmons & McCullough dalam Arif,

2016: 71).

2. Emosi Positif yang Terkait dengan Sikap pada Masa Sekarang

a) Mindfullness

Jon Kabat-Zinn, pelopor penelitian dan pengembang aplikasi mindfullness dari

University of Massachussetts Medical Scholl mendefinisikan mindfullness

sebagai: “Mindfullness adalah memberi perhatian dengan cara yang khas: dengan

sengaja, pada saat ini, tanpa menghakimi dan membeda-bedakan (Arif 2016: 136-

137). Sementara definisi lain diungkapkan oleh Shauna Shapiro dari Santa Clara
19

University: Mindfullness adalah kesadaran yang bangkit dari pemberian perhatian

yang disengaja, secara terbuka, baik (kind), dan membedakan (discerning).

b) Flow

Flow adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh Csikzentmihalyi,

seorang profesor di bidang psikologi dan manajemen dari Cleremont Graduate

University. Csikzentmihalyi tertarik mempelajari orang-orang yang dipandang

sebagai master atau pakar dalam bidangnya masing-masing, baik itu dibidang

olahraga, seni, ataupun sains. Ada hal-hal yang sangat menarik mengenai orang-

orang ini, bukan sekedar karena mereka biasanya ternama dan disanjung tinggi

oleh orang-orang didunia mereka. Orang-orang yang menjadi master dalam

bidangnya masing-masing adalah orang-orang mendefinisikan dunia mereka,

mereka memberikan cara pandang baru uuntuk memahami apa artinya menjadi

seorang profesional di bidang tersebut, serta memberikan standar baru untuk

menilai suatu pencapaian dibidang masing-masing.

Flow adalah suatu momen sukacita yang besar, suatu kenikmatan luar biasa,

saat seseorang bergumul dengan persoalan yang sulit dalam bidangnya masing-

masing, yang menuntutnya mengarahkan segala keterampilan, daya upaya, dan

sumber daya yang mereka miliki, sampai ke batas-batasnya atau bahkan

melampauinya.

3. Emosi Positif yang Terkait dengan Sikap pada Masa Depan

a) Optimisme

Konsep optimisme yang dikembangkan oleh Martin Seligman memiliki

sejarah yang menarik. Konsep ini dikembangkan Seligman setelah ia memiliki


20

pemahaman yang mendalam tentang mekanisme kognitif yang mendasari

pesimisme. Setelah itu, terbukalah pikirannya bahwa mekanisme kognitif yang

serupa tetapi konfigurasi yang berbeda adalah fondasi bagi optimisme. Pada

mulanya Seligman membuat terobosan dengan meneliti fenomena learned

helplessness (ketidakberdayaan sebagai hasil belajar) yang menjadi cikal bakal

pemahamannya tentang pesimisme. Dalam konseptualisasi Seligman,

ketidakberdayaan (helplessness) dan pesimisme bukanlah bawaan keturunan atau

suatu sifat yang tak bisa diubah dalam diri seseorang, melainkan merupakan hasil

belajar. Ada pembelajaran tertentu yang membentuk mekanisme kognitif yang

membuat seseorang jadi cenderung memandang masa depan dengan optimis.

Kuncinya ada pada pembelajaran dan mekanisme kognitif yang dihasilkannya.

Memiliki emosi positif baik terhadap masa lalu, masa kini maupun masa

depan membantu seseorang untuk memberikan performa yang baik dalam

pekerjaan maupun sekolah, meningkatkan kesehatan fisik, memperkuat hubungan

dengan orang lain, dan mendorong seseorang untuk kreatif, mengambil

kesempatan dan melihat masa depan dengan optimis dan penuh harapan.

Berdasarkan paparan tersebut, maka seseorang yang ingin mencapai

flourishing hendaknya memiliki positive emotion (P) yang tinggi yaitu mengalami

antara lain forgiveness, gratitude, mindfullness, flow serta optimisme yang juga

tinggi.

2. Engagement (Keterlibatan)

Engagement berarti melibatkan diri dengan sepenuh hati, dengan total, dengan

sukarela dan sering kali dengan mengambil resiko dalam suatu relasi dengan
21

seseorang/sekelompok/suatu tujuan yang paling bermakna bagi individu. Dalam

suatu engagement, seseorang ingin memberikan yang terbaik dari dirinya, bagi

orang lain/kelompok/suatu tujuan. Kebalikan dari engagement adalah

disengagement, dimana seseorang hanya menjalani sesuatu dengan berjarak, tanpa

komitmen, tanpa melibatkan hati, tanpa mengambil resiko, dan hanya

menjalankannya sesuai aturan atau ketentuan yang ada.

Dalam suatu disengagement biasanya orang terutama ingin saling

mendapatkan manfaat sebanyak mungkin dari pihak yang lain. Dalam suatu

engagement, identitas diri dirombak, diperkaya, dan dibangun.

Engagement adalah sebuah jalan hidup (a way of being) di mana seseorang

tidak hidup bagi dirinya sendiri, melainkan mengikatkan diri dengan sukarela

(engaged) pada seseorang/kelompok, sebuah tujuan, visi, ata panggilan sehingga

karenanya ia menjalani hidup yang positif, hidup yang penuh, hidup yang

didayabaktikan. Dalam hidup semacam itu, ia akan berfungsi secara optimal,

mendayagunakan semua kebaikan yang dimilikinya, sehingga dipenuhi oleh

gratifikasi (kepuasan batin) yang melebihi segala kesenangan hedonis.

Seligman (dalam Arif 2016: 173) menyebut engagement sebagai good life,

yaitu hidup yang bercirikan pencarian gratifikasi (kepuasan batin), dan bukannya

kesenangan (pleasures). Ada perbedaan yang besar antara kesenangan dan

gratifikasi. Kesenangan adalah sensasi yang dirasakan ketika sebuah hasrat

terpenuhi, baik itu hasrat badani (seperti terpenuhinya hasrat makan, minum, dan

hasrat seksual), ataupun hasrat psikologis (seperti hasrat untuk dipuji dan hasrat

untuk diperhatikan). Dalam kesenangan, ukuran yang penting adalah seberapa


22

besar sensasi nikmat (hedonic tone) yang didapatkan dari suatu tindakan. Berbeda

dari kesenangan, gratifikasi adalah kepuasan batin (yaitu semacam “suukacita

jiwa” atau the joy of the soul), saat seseorang menggunakan signature strengths-

nya secara optimal ntuk melakkan sesuatu yang bermakna. Dalam gratifikasi,

sebenarnya masalah senang atau deritatidak lagi menjadi masalah besar, karena

seseorang dapat memperoleh gratifikasi di saat senang, ataupun di saat menderita,

selama ia menggunakan signature stregths-nya untuk tujuan yang bermakna.

Kesenangan atau gratifikai sama-sama baik dan kita perlukan secara proporsional

dalam hidup ini, tetapi diantara keduanya, gratifikasilah yang akan menggerakkan

kita ke arah hidup yang bermakna, hidup yang eudaimonic, hidup yang bertumbuh

subur (flourishing). Oleh karena itu, individu yang hidupnya eudaimonic akan

lebih memilih dan memprioritaskan gratifikasi daripada kesenangan.

Ada dua sumber kekuatan utama yang darinya kita dapat menimba kekuatan

untuk setia menjalani engaged life. Sumber pertama berasal dari diri kita sendiri,

yaitu pada virtues character strengths kita sendiri, dan sumber kedua berasal dari

panggilan yang mengajak kita keluar dari keterpakuan cinta diri (narcissistic)

menuju suatu tujuan yang lebih baik, lebih penting daripada diri sendiri.

Berdasarkan paparan tersebut, maka seseorang mencapai flourishing apabila

mengalami engagement (E) dalam hidupnya yaitu memiliki komitmen yang tinggi

untuk melibatkan diri pada sesuuatu yang sedang dijalani dan memberikan yang

terbaik dari dirinya sehingga dari hal inilah ia merasakan kepuasan batin.
23

3. Positive Relationship (Hubungan/ Relasi Positif)

Studi tentang relasi positif adalah salah satu aspek dari PERMA yang sangat

beragam. Topik studi relasi positif antara lain: attachment, love, social

intelligence, empathy, compassion,dan trust.

a) Attachment

Attachment adalah proses pembentukan karakter dan basic beliefs (yang

disebut internal working model) yang dalam beberapa hal serupa dengan

memasang tato di wajah. Hasilnya akan relatif permanen, sekalipun bukan

sepenuhnya tak mngkin diubah, tetapi upaya mengubahnya akan sangat sulit dan

tak dapat sepenuhnya menghapuskan jejak-jejak lama. Meski demikian, berbeda

dari proses tato, seseorang sama sekali tak memiliki kesempatan untuk memilih

desain apa yang akan tergambar, dan siapa seniman tato yang akan menorehkan

jarumnya di wajah orang tersebut. Seseorang hanya dapat menerima apapun yang

akan tergambar di sana dan membawanya hasilnya seumur hidup.

Proses attachment terjadi di masa paling awal kehidupan. Bahkan,

pembentukan itu sudah dimulai sejak bayi berada dalam kandungan seorang ibu

(Arif, 2016: 196). Jadi, bisa dibayangkan bahwa dalam hampir segala hal, seorang

bayi dan anak kecil yang sedang menjalani proses attachment hanya memiliki

kendali yang sangat terbatas atas proses attachment itu.

Attachment adalah tentang relasi primer, yaitu relasi yang pertama dalam

kehidupan seseorang, sekaligus relasi yang terdalam yang dialaminya, yaitu relasi

antara ibu dan anak pada awal kehidupan. Relasi primer itu akan berdampak besar

bagi pembentukan karakter seseorang dan bagaimana yang bersangkuatan


24

mengelola emosi dan relasi-relasi lain pada masa-masa berikutnya. Relasi primer

itu tidak berlangsung sseperti relasi lain pada masa dewasa yang banyak

mengandalkan komnikasi sadar dan verbal untuk bertukar informasi, melainkan

lebih bersandar pada komunikasi tak sadar dan nonverbal, yaitu bodily

commnication.

Salah satu aspek perilaku ibu yang sangat penting bagi keberhasilan

attachment adalah kemampuannya berempati dengan akurat dan merespons

dengan efektif terhadap komunikasi ketubuhan, komunikasi nonverbal anak.

b) Empathy

Manusia memiliki kapasitas untuk merasakan apa yang orang lain rasakan,

tanpa dia sendiri harus mengalaminya secara langsung. Memahami orang lain

akan berhasil jika seseorang dapat menghayati apa yang

dilakukan/dirasakan/dialami orang lain. Jadi, bilamana seseorang melihat orang

lain melakukan/mengalami sesuatu atau menunjukkan emosi tertentu, orang yang

melihat itu akan mensimulasikan dalam otaknya seolah-olah ia yang

mengalami/melakukan tindakan tersebut. Simulasi dalam otak itu pada gilirannya

memicu perubahan fisiologi dan membangkitkan emosi yang sama dengan orang

yang mengalaminya. Dengan bahasa sederhana, jika saya melihat orang lain

mengalami atau melakukan sesuatu, saya pun dapat menghayati apa yang dialami

atau dilakukannya. Saya dapat berempati kepadanya (Arif, 2016: 200-202).

Empati terjadi melalui peng-“hayat”-an. Hayat adalah tubuh. Jadi, berempati

berarti menghayati orang lain, mengalami secara tubuh (bukan wacana) apa yang

dialami orang lain. Dengan mengalaminya secara tubuh, kita baru dapat sungguh-
25

sungguh mengerti dan merasakan apa yang orang lain rasakan, bukan hanya

menangkap wacananya (Arif, 2016: 201).

c) Love

Love/Cinta merupakan unsur terpenting pembangun attachment. Bahasan

tentang attachment dan berbagai relasi intim lain yang didaarkan pada attachment

adalah bahasan tentang cinta, yaitu bagaimana cinta mellingkupi anak dalam

kandungan, bagaimana cinta yang diberikan ibu merupakan kekuatan yang dapat

meredakan primary anxiety setelah dilahirkan, cinta adalah kekuatan yang

menyatukan ibu dan anak dalam jalinan ikatan relasi yang kuat dan mendalam.

Ketika seorang ibu berempati dengan akurat pada apa yang dirasakan anak

dengan tepat, maka suatu peristiwa penting terjadi, yaitu sinkronisasi emosi positif

di antara keduanya. Sinkronisasi emosi positif akan membangkitkan suatu emosi

positif yang kuat, bahkan Barbara fredickson (dalam Arif, 2016: 210) dengan

alasan-alasan yang kuat dan sahih menyebutnya sebagai emosi positif yang utama

(supreme positive emotions). Emosi positif yang dimaksud adalah cinta.

Cinta adalah tentang sinkronisasi, tentang bagaimana dua pribadi (atau lebih)

mengalami emosi dan pengalaman yang sama. Mereka secara intuitif saling

mengetahui bahwa pihak yang lain merasakan persis apa yang dirasakannya.

Penghayatan bahwa saya sedang mengalami hal ini bersama pribadi lain, bahwa

pribadi lain itu pun merasakan sama dengan apa yang sedang saya rasakan,

merupakan pengalaman yang sangat positif, yang dapat melumerkan self yang

kerdil yang biasanya membetasi diri saya dari pribadi lain, sehingga dua pribadi

(atau lebih) itu menjadi kesatuan, bukan lagi pribadi-pribadi yang terpisah-pisah,
26

setidaknya untuk satu momen istimewa itu. Oleh karena itu, pengalaman cinta

sesungguhnya adalah pengalaman transendental yang mengangkat pengalaman itu

ke tingkat yang lebih tinggi. Pihak-pihak yang mengalami cinta itu akan

mengalami keintiman dan rasa persahabatan/persaudaraan yang kuat (Arif, 2016:

210-211).

Dalam konteks relasi antara ibu dan anak dalam suatu relasi primer, cinta

adalah pembangun attachment. Attachment dimulai ketika seorang ibu berempati

dengan akurat pada pengalaman dan emosi anaknya, empati itu mendorongnya

memberikan respons yang tepat pada apa yang dibutuhkan anaknya. Dalam proses

memberikan respons yang tepat itu, sesungguhnya ibu memberikan cintanya pada

anaknya. Respons tepat yang diberikan ibu akan membangkitkan emosi positif

dalam diri anak dan disaat yang sama di dalam diri ibu. Dengan kata lain, cinta

yang diberikan ibu kemudian kembali melahirkan cinta, yaitu ketika terjadi

sinkronisasi emosi positif di antara keda pribadi. Cinta yang mereka alami

bersama adalah pembangun attachment antara ibu dan anak. Cinta akan

memainkan peranan yang penting dalam menyuburkan (flourishing) suatu relasi

dan bahkan menyembuhkan orang-orang yang pernah terluka batin berat karena

relasi buruk pada masa lalu (Arif, 2016: 214).

Berdasarkan penjelasan tersebut, seseorang yang mencapai flourishing

memiliki positive relationship (R) yang tinggi, yaitu mengalami attachment,

empathy, dan love.


27

4. Meaning of Life (Hidup yang Bermakna)

Seligman menjadikan M (Makna Hidup/Meaning of Life) sebagai salah satu

komponen penting dalam teorinya tentang PERMA, yaitu tentang hal-hal yang

berada dalam kendali pribadi untuk menjalani hidup yang bahagia. M memiliki

kesalingterkaitan yang besar dengan semua aspek PERMA yang lain, bahkan

mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa M selalu hadir sebagai prasyarat,

meskipun jarang dinyatakan secara eksplisit bagi berfungsinya aspek PERMA

yang lain (Arif, 2016: 271).

Kehidupan menjadi lebih bermakna jika seseorang dapat mendedikasikan

dirinya kepada hal yang lebih besar dan lebih luas yang berdampak pada orang

lain, bukan hanya pada dirinya sendiri. Memiliki makna dalam hidup dapat

disamakan seperti memiliki kompas yang memberikan arah dan tujuan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka seseorang yang mencapai flourishing

mendapatkan makna hidup dengan cara mendedikasikan dirinya untuk suatu hal

yang sedang ia jalani sehingga bermanfaat bagi orang lain disekitarnya.

5. Accomplishment (Pencapaian/ Prestasi)

Seligman (dalam Arif, 2016: 249) mengatakan bahwa metafora yang

menurutnya tepat untuk menggambarkan accomplishment adalah jarak. Sebagai

jarak, maka nilai sebuah pencapaian dilihat dari sejauh mana seseorang

meninggalkan titik awal, dan bukan melihat titik akhirnya saja.

Seligman mengatakan bahwa accomplishment bergantung pada skill yang

dimiliki seseorang dan effort (upaya) yang dikerahkannya.


28

Jadi, accomplihment berbicara tentang sejauh mana seseorang meninggalkan

titik awalnya, yaitu menjadi lebih baik daripada kondisi sebelumnya, dan hal itu

bergantung pada berbagai skill yang dimiliki seseorang tersebut dan seberapa

besar effort (upaya) yang dikerahkannya.

Kelima aspek dari flourishing yang terdiri dari Positive Emotion, Engagement,

Positive Relationships, Meaning Of Life, dan Accomplishment digunakan sebagai

dasar teori untuk mengukur flourishing individu melalui alat ukur yang digunakan

dalam penelitian ini.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Flourishing

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi flourishing (dalam Arif, 2016: 38)

adalah sebagai berikut:

a. Kepribadian

Kepribadian merupakan prediktor yang paling kuat dan konsisten, khususnya

extraversion dan neurocitism. Kepribadian yang ekstrovet secara kuat

berhubungan dengan model emosi positif, sedangkan kepribadian neurotik

berhbungan dengan model emosi negatif (Huppert dalam Maranatha, 2017).

Seseorang dengan kepribadian neurotik cenderung cemas, mudah marah, dan

depresi, sedangkan seseorang yang ekstrovet cenderung lebih sosial, optimis,

mudah bergaul, enerjik, ekspresif, aktif, asertif, dan bersemangat.

b. Usia

Seseorang yang berusia muda dan tua cenderung memiliki kesejahteraan yang

tinggi dibandingkan dengan seseorang yang berada pada usia pertengahan,

walaupun terdapat penurunan kesejahteraan pada seseorang lanjut usia.


29

Temuan-temuan baru justru mengatakan bahwa kepuasan hidup cenderung

meningkat sejalan dengan usia. Emosi yang menyenangkan memang sedikit turun

sejalan dengan usia, tetapi emosi yang tak menyenangkan cenderung bersifat

tetap. Pada usia muda, banyak kegembiraan yang ekstrim tinggi, misalnya ketika

anak muda bersenang-senang atau bercanda tawa dengan temannya. Kegembiraan

semacam ini memang menjadi langka ditemui di usia tua. Namun, pada usia muda

seseorang juga rawan terkena emosi negatif yang ekstrim dimana orang-orang tua

sudah jarang mengalaminya (Seligman dalam Arif, 2016: 38).

c. Jenis Kelamin

Secara umum terdapat keunikan bahwa jenis kelamin perempuan cenderung

lebih intens dalam penghayatan emosi. Ketika mereka mengalami emosi positif,

penghayatan mereka lebih positif. Sebaliknya, ketika mereka mengalami emosi

negatif, umumnya penghayatan mereka juga lebih negatif (Seligman dalam Arif,

2016: 39).

d. Religiusitas

Religiusitas seseorang rupanya masish menunjukkan kontribusi yang

signifikan pada kebahagiaaan, barangkali karena agama memberi harapan dan

makna (Seligman dalam Arif, 2016: 39).

e. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial memiliki korelasi yang besar terhadap kebahagiaan.

Kuantitas dan kualitas pertemanan erat kaitannya dengan dukungan sosial, dan

relasi sosial itu sendiri kelihatannya merupakan salah satu fondasi utama

kemanusiaan kita (Seligman dalam Arif, 2016: 39).


30

2.2 Tinjauan Mahasiswa Laki-Laki dan Perempuan

Menurut Beckwith (dalam Baron dan Byrne, 200: 187) jenis kelamin

didefinisikan sebagai istilah biologis berdasarkan perbedaan anatomi dan fisik

antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini terletak antara tubuh laki-laki dan

perempuan. Proses ini biasanya terjadi secara otomatis, tanpa banyak pemikiran

mendalam. Jenis kelamin dapat dikenali dari karakteristik fisik seperti rambut

diwajah, dada, atau gaya busana. Orang biasanya menampilkan jenis kelaminnya

sebagai bagian utama dari presentasi dirinya. Selain perbedaan yang dapat dilihat

secara fisik, antara laki-laki dan perempuan juga mengalami perbedaan dalam

berbagai aspek.

Penelitian yang dilakukan oleh Martin dan Marsh (2008) menunjukkan bahwa

perempuan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dibandingkan dengan laki-

laki ketika dihadapkan pada tugas atau tantangan.

Seligman (dalam Arif, 2016:39) meninjau ulang bahwa secara umum jenis

kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten terhadap kebahagiaan. Namun,

memang terdapat keunikan dalam hal ini perempuan cenderung lebih intens dalam

penghayatan emosi, ketika mereka mengalami emosi positif, penghayatan mereka

lebih positif. Sebaliknya, ketika mereka mengalami emosi negatif, penghayatan

mereka pun juga lebih negatif.

Perempuan memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim dari pada laki-

laki. Perempuan mengalami lebih banyak emosi positif dengan intensitas yang

lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Seligman juga menjelaskan bahwa tingkat


31

emosi rata-rata laki-laki dan perempuan tidak berbeda namun perempuan lebih

bahagia dan sekaligus juga lebih sedih daripada laki-laki.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Berdasarkan landasan

teori yang telah diuraikan dalam teori terkait, bahwa terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi flourishing antara lain yaitu kepribadian, usia, jenis kelamin,

religiusitas, serta dukungan sosial. Dari faktor-faktor tersebut kemudian peneliti

mencoba mengangkat faktor jenis kelamin pada flourishing mahasiswa untuk

kemudian dilihat gambaran aspek positive emotion, engagement, positive

relationship, meaning of life dan accomplishment pada mahasiswa.

Supaya lebih mudah umtuk dipahami, maka penulis menyajikan sebuah bagan

dalam memaparkan kerangka berpikir dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Faktor yang Flourishing Mahasiswa


mempengaruhi

Kepribadian Positive Emotion

Usia Engagement

Jenis kelamin Positive Relation

Religiusitas Meaning of Life

Kehidupan sosial Accomplishment

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis dinyatakan bahwa tingkat flourishing

mahasiswa di Universitas Negeri Semarang berada dalam kategori tinggi.

Berdasarkan hasil tersebut dapat diartikan bahwa mahasiswa telah

mengalami perkembangan yang baik dari pribadinya, sehingga ia dapat

menjadi pribadinya yang sejati dimana ia menunjukkan perkembangan

yang optimal dan memiliki positive emotion, engagement, positive

relationship, meaning of life dan accomplishment yang tinggi dan dapat

merasakan kebahagiaan. Positive Relationship adalah aspek yang paling

berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat flourishing mahasiswa.

Sedangkan accomplishment memberikan pengaruh paling kecil terhadap

tingkat flourishing mahasiswa.

2. Tidak terdapat perbedaan antara tingkat flourishing pada mahasiswa

Universitas Negeri Semarang baik laki-laki maupun perempuan.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, analisis data, dan kesimpulan,

maka peneliti mengajukan saran-saran, sebagai berikut:

79
80

1. Bagi Subjek Penelitian

Pentingnya sebagai mahasiswa untuk mencapai tingkat flourishing,

terlebih peran mahasiswa dalam masyarakat yang sangat diharapkan untuk

menjadi generasi penerus yang aktif dalam memajukan kesejahteraan

bangsa. Untuk itu, positive relationship yang tinggi harus dipertahankan

sedangkan accomplishment perlu ditingkatkan dengan terus

mengupayakan hasil yang terbaik dari capaian akademik maupun non-

akademik.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang hendak meneliti maupun

mengembangkan penelitian sejenis, peneliti menyarankan untuk mencari

variabel-varibel lain yang diduga memiliki hubungan dan berkontribusi

terhadap variabel flourishing. Selain itu, hendaknya penelitian selanjutnya

juga dapat ditambahkan dengan kriteria subjek yang lebih spesifik dan

dengan jumlah yang lebih bisa mewakili populasi sehingga menjadi lebih

representatif terhadap hasilnya.


DAFTAR PUSTAKA

Alsa, A. 2007. Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam


Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arif, I.S. 2016. Psikologi Positif Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Butler, J. & Kern, M.L. 2016. The Perma Profiler: A Brief Multidimensional Measure
of Flourishing. International Journal of Wellbeing, 6, (3), 1-48

Effendy, N. & Subandriyo, H. 2017. Tingkat Flourishing Individu dalam Organisasi


PT X dan PT Y. Jurnal Experientia, 5, (1), 1-17

https://jateng.tribunnews.com (dinduuh pada 10/07/2019)

https://news.okezone.com (diunduh pada 10/07/2019)

https://unnes.ac.id (diunduh pada 10/07/2019)

Jahja, Y. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana

Jusmiati. 2017. Konsep Kebahagiaan Martin Seligman: Sebuah Penelitian Awal.


Rausyan Fikr. 13, (2), 359-374

Ouweneel, E., dkk. 2011. Flourishing Students: A Longitudinal Study On Positive


Emotions, Personal Resources, and Study Engagement. The Journal of Positive
Psychology, 6, (2), 142-153

Patnani, M. 2012. Kebahagiaan pada perempuan. Jurnal psikogenesis, 1 (1), 56-64

Periantalo, J. 2015. Penyuusunan Skala Psikologi: Asyik, Mudah &


Bermanfaat.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Purwanto, E. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang: UNNES PRESS

81
82

Santrock, J. W. 2002. Edisi Kelima Life Span Development Perkembangan Masa


Hidup, Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2013. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta

Yuspendi, Dkk. 2017. Peran Voluntary Activities Dan Coping Terhadap


Perkembangan Flourishing.Prosiding Temu Ilmiah X Ikatan Psikologi
Perkembangan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai