Optimized
Optimized
Optimized
SKRIPSI
oleh
1511412060
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
i
PENGESAHAN
Panitia:
Ketua Sekretaris
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi dengan judul “Tingkat
Berdasarkan Gender)” ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan
dari karya tulis orang lain sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang
lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah.
Noviana Iman S
1511412060
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Hidup adalah belajar. Terus belajar untuk menjadi versi terbaik dari diri seperti
yang Tuhan inginkan. Hidup adalah berjuang. Terus berjuang untuk menggapai
cinta dari Sang Maha Cinta. Maka, hiduplah dengan cinta. Cinta untuk belajar dan
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Adik-adikku Tersayang
iv
KATA PENGANTAR
Gender)”. Bantuan, motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima
Negeri Semarang
2. Drs. Sugeng Hariyadi, S.Psi, M.S, Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
5. Nuke Martiarini, S.Psi., M.A, sebagai dosen penguji I yang telah memberikan
studi.
v
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf di Jurusan Psikologi yang telah
10. Bapak, Ibu, dan Adik-adik yang telah memberikan segenap doa, perhatian,
11. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
katsiiran. Penulis berharap skripsi ini memberikan manfaat dan kontribusi untuk
Penulis
vi
ABSTRAK
Flourishing adalah salah satu kata kunci utama dalam istilah psikologi
positif yang didefinisikan sebagai keadaan seseorang, suatu organisme, atau suatu
kelompok, dimana ia menunjukkan perkembangan yang optimal dan fungsi-
fungsinya berjalan pula dengan sangat baik. Pentingnya sebagai mahasiswa untuk
mencapai tingkat flourishing sehingga menjadi pribadi yang berkembang secara
penuh dan dapat menjalankan fungsi-fungsi dalam kehidupan dengan sangat baik,
terlebih peran mahasiswa dalam masyarakat yang sangat diharapkan untuk
menjadi generasi penerus yang aktif dalam memajukan kesejahteraan bangsa
Flourishing dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat Flourishing pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang,
serta ada tidaknya perbedaan Flourishing Mahasiswa jika ditinjau berdasarkan
gender.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 52 Mahasiswa. Teknik sampling yang dipakai, yaitu
incidental sampling. Data penelitian diambil menggunakan skala The Perma
Profiler yang terdiri dari 25 aitem. Skala The Perma Profiler mempunyai
koefisien validitas aitem antara 0,378 sampai dengan 0,627 dan koefisien
reliabilitas sebesar 0,929.
Flourishing Mahasiswa dalam kategori tinggi dengan karakteristik yang
paling berpengaruh, yaitu positive relationship. Metode analisis menggunakan
Wilcoxon Mann Whitney U-Test dengan hasil Z Score = -0,576 dengan nilai
signifikansi 0,565 (p > 0,05), sehingga tidak ada perbedaan Flourishing
Mahasiswa jika ditinjau berdasarkan gender. Positive Emotion mahasiswa 90,4%
tinggi dan 9,4% sedang. Engagement mahasiswa 73,1% tinggi dan 26,9% sedang.
Positive Relationship mahasiswa 84,6% tinggi dan 15,4% sedang. Meaning of Life
mahasiswa 76,9% tinggi dan 23,1% ssedang. Accomplishment mahasiswa 65,4%
tinggi dan 34,6% berada dalam kategori sedang.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN .............................................................................................. ii
BAB
1. PENDAHULUAN
2. TINJAUAN PUSTAKA
viii
2.1.2 Aspek-aspek Flourishing ........................................................................ 13
3. METODE PENELITIAN
ix
4.2.1. Pengumpulan Data .................................................................................. 43
5 PENUTUP
LAMPIRAN .................................................................................................. 83
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xii
4.13 Distribusi Frekuensi Flourishing Mahasiswa Universitas Negeri
Semarang Berdasarkan Aspek Accomplishment .................................... 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
khusus dan lebih mendalam karena menyangkut masa depan bangsa yang lebih
baik. Pemuda dengan segala potensi yang melekat pada dirinya memiliki peran
diri dan lingkungannya lebih sejahtera dan lebih baik. Tujuan pendidikan untuk
dan spiritual.
pada jenjang tertinggi. Tujuan pendidikan tinggi yang utama (dalam Pedoman
1
2
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,
dan cita-cita mulia bangsa. Dengan demikian, maka Mahasiswa sebagai insan
menekuni ilmu dalam bidangnya saja (hardskill), tetapi juga harus beraktivitas
kebijakan dan kegiatan pemerintah, dan juga sebagai Iron stock, mahasiswa
besar bangsa yang akan di embannya. Mahasiswa sebagai insan dewasa pun harus
kecerdaan komprehensif, yang tidak hanya didapatkan atau menekuni ilmu dalam
softskill-nya. Dengan demikian, mahasiswa dapat meraih prestasi yang unggul dan
3
kontribusi nyata yang bermanfaat di masyarakat luas secara selaras dan seimbang.
olimpiade sains, sepak bola, seni, fashion, dan automotif. Pada bidang seni,
Tradisional Aceh Rampoe yang berhasil raih juara pertama dalam Wonju Dynamic
terdiri dari Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran telah mampu
mengalahkan 253 tim dari 49 negara dan meraih Medali Emas melalui ciptaan
mereka yaitu inovasi teknologi di bidang kesehatan berupa jaket yang berfungsi
untuk menyeimbangkan suhu tubuh dalam ajang kompetisi The 10th International
Exhibition of Inventions (IEI) & The 3rd World Invention and Innovation
Masih banyak lagi catatan prestasi anak bangsa yang memberikan nama
salah satu Universitas negeri di Jawa Tengah pun turut menorehkan prestasi di
reputasinya pada gelaran Asian Games Jakarta-Palembang 2018 lalu yakni Nining
Perunggu cabang Wushu Sanda Putra 70 KG, serta Yusuf Widiyanto (Mahasiswa
psikologi positif yaitu suatu keadaan dimana seseorang atau suatu kelompok
fungsinya telah berjalan dengan sangat baik (Arif, 2016: 23). Berkembang-
penuhnya pribadi seseorang tersebut karena telah menjalani hidup yang baik
(Seligman dalam Yuspendi, 2017: 190). Konsep ini sepintas mirip dengan konsep
aktualisasi diri, tetapi flourishing merupakan konsep yang lebih dapat diukur.
Yuspendi, dkk (2017) yaitu mengenai peran voluntary activities dan coping
voluntary activities tampak lebih rendah dibandingkan dengan peran coping yang
5
potensi secara maksimal agar dapat memenuhi segudang tuntutan yang telah
komprehensif, yang tidak hanya didapatkan atau menekuni ilmu dalam bidangnya
Ini lah mengapa penting bagi mahasiswa untuk memiliki tingkat flourishing yang
tuntutan keluarga dan bukan keinginannya sendiri sehingga mereka kurang bisa
hasilnya antara lain: 77,8% mahasiswa merasa belum menjadi yang terbaik dari
dirinya, 77,8% juga merasa bahwa potensinya belum berkembang secara penuh,
66,7% merasa telah melakukan usaha yang terbaik, 77,8% melaporkan telah
bekerja keras untuk mempersembahkan yang terbaik dalam hidupnya, serta 77,8%
6
merasa telah menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang sekitar dan
masyarakat.
belum menjadi yang terbaik dari dirinya dan juga merasa bahwa potensinya belum
berkembang secara penuh. Secara umum, banyak hal yang mungkin menyebabkan
terjadinya hal tersebut, antara lain faktor yang dapat dikendalikan oleh individu
sendiri, serta faktor-faktor lain yang tak dapat dikendalikan oleh individu.
pekerjaan apa yang hendak dijalani. Berbeda dengan perempuan yang biasanya
pada mahasiswa Unnes serta ada atau tidaknya perbedaan flourishing antara kedua
Gender)”
sebagai berikut:
Negeri Semarang?
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
Negeri Semarang
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Flourishing
Pada awal berdiri, yaitu tahun 2000, tujuan Psikologi Positif yang disampaikan
meliputi tiga dimensi (positive emotion, engagement, dan meaning). Pada tahun
2006, konsep tersebut diperbaiki menjadi 5 pilar (PERMA) yang dikenal dengan
Flourishing adalah salah satu kata kunci utama dalan istilah psikologi positif.
Sepintas konsep ini sangat mirip dengan konsep aktualisasi diri yang
meruupakan salah satu konsep psikologi humanistik, tetapi ada perbedaan besar di
antara keduanya. Flourishing adalah konsep yang terukur, tidak seperti konsep
masing memperlihatkan sisi yang berbeda dari hidup yang berbahagia, hidup yang
9
10
hidup yang eudaimonic. Eudaimonic life juga ditandai oleh hidup yang engaged
(E), yaitu hidup yang diikatkan secara sukarela pada suatu tujuan yang lebih
besar, lebih bermakna; dimana si pribadi akan banyak mengalami kepuasan batin
(gratifikasi, bukan pleasure). Eudaimonic life ditandai pula oleh relasi yang positif
(R) dengan orang lain, baik dengan orang-orang terdekat maupun dengan banyak
orang. Selain itu Eudaimonic life ditandai pula oleh adanya makna hidup (M)
yang mantap, yang menjadi fondasi dari semua aspek kehidupan yang lain. Serta
ditandai oleh kuantitas dan kualitas dari berbagai pencapaian (A) yang dihasilkan.
yang baik, saat itulah kita dapat mengatakan bahwa seseorang telah menunjukkan
tentang hidup yang dijalani dengan baik. Aristoteles berpendapat bahwa setiap
manusia bertindak pasti memiliki tujuan. Tujuan itu sendiri terdiri dari dua, yaitu
sementara). Kedua, adalah tujuan yang dicari untuk dirinya sendiri (tujuan akhir).
Menurutnya tujuan yang dicari untuk dirinya sendiri hanya satu yakni
kebahagiaan (eudaimonia).
hidup dimana virtues (kebaikan utama) yang unik dari tiap pribadi telah
didayabaktikan dengan penuh baik bagi dirinya sendiri dan terlebih lagi bagi
pribadi yang terhindar dari segala kesulitan ataupun penderitaan, serta menikmati
hidup ini sangat bergantung pada pribadi yang bersangkutan, pada pilihan-pilihan
kebijaksanaan dan tindakan konkret yang dilakukannya dalam hidup ini. Upaya-
manusia. Tiap gerak gerik dan upaya manusia dalam menjalani kehidupan di
Definisi tentang kebahagiaan telah dikemukakan oleh banyak ahli. Car (dalam
psikologis yang positif, yang ditandai oleh tingginya kepuasan masa lalu,
tingginya tingkat emosi positif, dan rendahnya tingkat emosi negatif. Sementara
sebagai solusi alternatif terhadap persoalan kemanusiaan yang tak kunjung selesai.
kebahagiaan.
Berikut adalah lima aspek flourishing menurut Seligman (dalam Arif, 2016)
yaitu:
Aspek yang pertama adalah Positive Emotion (P). Menurut teori klasik yang
masih diakui peran pentingnya hingga sekarang dari James & Lange (dalam Arif,
2016: 47), emosi adalah penghayatan seseorang akan pola perubahan fisiologis
Fredrickson (dalam Arif, 2016: 60) menemukan teori yang mengatakan bahwa
daya yang dimilikinya saat ini, demi membangn seuatu yang lebih baik, yang akan
sangat bernilai di masa depan, ekalipun sangat mungkin yang bersangkutan saat
ini tidak menyadari bahwa ia sedang membangun sesuatu yang sangat berharga.
(Fredickson, B.L., & Branigan, C. dalam Arif, 2016: 60) membuka hati dan
Pelebaran atensi dan keterbukaan hati serta pikiran yang dipicu oleh emosi
positif bisa jadi hanya bersifat sesaat, tetapi dampak yang diakibatkannya akan
Sedang Building bermula dari emosi yang positif maupun negatif dimana
suatu penyelesaian masalah yang dipicu oleh emosi negatif terlaksana dengan
resources) manfaatnya tidak akan terasa ekarang, melainkan di masa yang akan
datang.
sumber daya, yang hasilnya akan membawa kita ke tingkat yang lebih baik dari
menjadi jelas apa fungsi dari emosi positif yaitu bukan sekedar pertanda well-
being dan wellfunctioning, emosi positif adalah pembangun well-being dan well-
interaksi positif mengulangi tingkah laku tertentu, emosi positif membangun pola
perilaku dan pola relasi yang akan berdampak besar terhadap kebahagiaan
positif daripada emosi negatif, dengan perbandingan sekitar 3:1. Angka ini
16
memang tidak pasti, tidak mutlak. Namun, untuk sekedar perkiraan, angka ini
Seseorang yang ingin flourish sebaiknya mengalami sekitar tiga kali lipat
lebih banyak emosi positif dan emosi negatif. Maknanya, individu tersebut akan
jauh lebih sering melakukan upaya building (yang dipicu oleh emosi positif)
daripada upaya defensif (yang dipicu oleh emosi negatif). Ia akan lebih banyak
berguna dimasa yang akan datang, alih-alih upaya-upaya yang sifatnya sekedar
menyelesaikan krisis dan masalah yang mendesak. Individu dengan pola emosi
seperti itu akan senantiasa mentransformasi diri menjadi lebih baik dari waktu ke
waktu. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa emosi positif adalah
Martin Seligman (dalam Arif: 66) membagi berbagai emosi positif yang ada
berdasarkan waktu antara lain yaitu: emosi-emosi positif tentang masa lalu,
emosi-emosi positif tentang masa sekarang, dan emosi-emosi positif tentang masa
depan mencakup misalnya: optimisme dan hope (harapan). Berikut ini penjelasan
a) Forgiveness (Memaafkan)
tersebut, dan disertai dengan peningkatan belas kasih (compassion) dan keinginan
dapat berupa pembalasan yang setimpal yang ingin kita timpakan kepada orang
yang menyakiti kita atau menghindarinya. Kata “setimpal” yang disebut di sini
pernah menyakiti kita, baik itu menghindari secara fisik (tidak mau
tersebut. Singkatnya memutus tali relasi dengan orang itu dan “membuangnya”
orang lain dengan sungguh ditandai oleh semakin berkurangnya keinginan untuk
membalas dendam ataupun menghindar dari pihak yang menyakiti kita. Semakin
positif bahwa seseorang semakin sembuh dari luka yang disebabkan oleh
b) Gratitude (Bersyukur)
Gratitude adalah suatu perasaan menyenangkn yang khas yang berwujud dari
rasa syukur atau rasa terima kasih yang muncul ketika kita menerima kebaikan
(kindness, compassion, love), manfaat (benefit), atau bantuan altruistik dari pihak
lain terutama hal-hal yang sebenarnya tidak layak kita terima, yaitu hal-hal yang
bukan disebabkan oleh upaya kita sendiri (Emmons & McCullough dalam Arif,
2016: 71).
a) Mindfullness
sebagai: “Mindfullness adalah memberi perhatian dengan cara yang khas: dengan
sengaja, pada saat ini, tanpa menghakimi dan membeda-bedakan (Arif 2016: 136-
137). Sementara definisi lain diungkapkan oleh Shauna Shapiro dari Santa Clara
19
b) Flow
sebagai master atau pakar dalam bidangnya masing-masing, baik itu dibidang
olahraga, seni, ataupun sains. Ada hal-hal yang sangat menarik mengenai orang-
orang ini, bukan sekedar karena mereka biasanya ternama dan disanjung tinggi
mereka memberikan cara pandang baru uuntuk memahami apa artinya menjadi
Flow adalah suatu momen sukacita yang besar, suatu kenikmatan luar biasa,
saat seseorang bergumul dengan persoalan yang sulit dalam bidangnya masing-
melampauinya.
a) Optimisme
serupa tetapi konfigurasi yang berbeda adalah fondasi bagi optimisme. Pada
suatu sifat yang tak bisa diubah dalam diri seseorang, melainkan merupakan hasil
Memiliki emosi positif baik terhadap masa lalu, masa kini maupun masa
kesempatan dan melihat masa depan dengan optimis dan penuh harapan.
flourishing hendaknya memiliki positive emotion (P) yang tinggi yaitu mengalami
antara lain forgiveness, gratitude, mindfullness, flow serta optimisme yang juga
tinggi.
2. Engagement (Keterlibatan)
Engagement berarti melibatkan diri dengan sepenuh hati, dengan total, dengan
sukarela dan sering kali dengan mengambil resiko dalam suatu relasi dengan
21
suatu engagement, seseorang ingin memberikan yang terbaik dari dirinya, bagi
mendapatkan manfaat sebanyak mungkin dari pihak yang lain. Dalam suatu
tidak hidup bagi dirinya sendiri, melainkan mengikatkan diri dengan sukarela
karenanya ia menjalani hidup yang positif, hidup yang penuh, hidup yang
Seligman (dalam Arif 2016: 173) menyebut engagement sebagai good life,
yaitu hidup yang bercirikan pencarian gratifikasi (kepuasan batin), dan bukannya
terpenuhi, baik itu hasrat badani (seperti terpenuhinya hasrat makan, minum, dan
hasrat seksual), ataupun hasrat psikologis (seperti hasrat untuk dipuji dan hasrat
besar sensasi nikmat (hedonic tone) yang didapatkan dari suatu tindakan. Berbeda
jiwa” atau the joy of the soul), saat seseorang menggunakan signature strengths-
nya secara optimal ntuk melakkan sesuatu yang bermakna. Dalam gratifikasi,
sebenarnya masalah senang atau deritatidak lagi menjadi masalah besar, karena
Kesenangan atau gratifikai sama-sama baik dan kita perlukan secara proporsional
dalam hidup ini, tetapi diantara keduanya, gratifikasilah yang akan menggerakkan
kita ke arah hidup yang bermakna, hidup yang eudaimonic, hidup yang bertumbuh
subur (flourishing). Oleh karena itu, individu yang hidupnya eudaimonic akan
Ada dua sumber kekuatan utama yang darinya kita dapat menimba kekuatan
untuk setia menjalani engaged life. Sumber pertama berasal dari diri kita sendiri,
yaitu pada virtues character strengths kita sendiri, dan sumber kedua berasal dari
panggilan yang mengajak kita keluar dari keterpakuan cinta diri (narcissistic)
menuju suatu tujuan yang lebih baik, lebih penting daripada diri sendiri.
mengalami engagement (E) dalam hidupnya yaitu memiliki komitmen yang tinggi
untuk melibatkan diri pada sesuuatu yang sedang dijalani dan memberikan yang
terbaik dari dirinya sehingga dari hal inilah ia merasakan kepuasan batin.
23
Studi tentang relasi positif adalah salah satu aspek dari PERMA yang sangat
beragam. Topik studi relasi positif antara lain: attachment, love, social
a) Attachment
disebut internal working model) yang dalam beberapa hal serupa dengan
sepenuhnya tak mngkin diubah, tetapi upaya mengubahnya akan sangat sulit dan
dari proses tato, seseorang sama sekali tak memiliki kesempatan untuk memilih
desain apa yang akan tergambar, dan siapa seniman tato yang akan menorehkan
jarumnya di wajah orang tersebut. Seseorang hanya dapat menerima apapun yang
pembentukan itu sudah dimulai sejak bayi berada dalam kandungan seorang ibu
(Arif, 2016: 196). Jadi, bisa dibayangkan bahwa dalam hampir segala hal, seorang
bayi dan anak kecil yang sedang menjalani proses attachment hanya memiliki
Attachment adalah tentang relasi primer, yaitu relasi yang pertama dalam
kehidupan seseorang, sekaligus relasi yang terdalam yang dialaminya, yaitu relasi
antara ibu dan anak pada awal kehidupan. Relasi primer itu akan berdampak besar
mengelola emosi dan relasi-relasi lain pada masa-masa berikutnya. Relasi primer
itu tidak berlangsung sseperti relasi lain pada masa dewasa yang banyak
lebih bersandar pada komunikasi tak sadar dan nonverbal, yaitu bodily
commnication.
Salah satu aspek perilaku ibu yang sangat penting bagi keberhasilan
b) Empathy
Manusia memiliki kapasitas untuk merasakan apa yang orang lain rasakan,
tanpa dia sendiri harus mengalaminya secara langsung. Memahami orang lain
memicu perubahan fisiologi dan membangkitkan emosi yang sama dengan orang
yang mengalaminya. Dengan bahasa sederhana, jika saya melihat orang lain
mengalami atau melakukan sesuatu, saya pun dapat menghayati apa yang dialami
berarti menghayati orang lain, mengalami secara tubuh (bukan wacana) apa yang
dialami orang lain. Dengan mengalaminya secara tubuh, kita baru dapat sungguh-
25
sungguh mengerti dan merasakan apa yang orang lain rasakan, bukan hanya
c) Love
tentang attachment dan berbagai relasi intim lain yang didaarkan pada attachment
adalah bahasan tentang cinta, yaitu bagaimana cinta mellingkupi anak dalam
kandungan, bagaimana cinta yang diberikan ibu merupakan kekuatan yang dapat
menyatukan ibu dan anak dalam jalinan ikatan relasi yang kuat dan mendalam.
Ketika seorang ibu berempati dengan akurat pada apa yang dirasakan anak
dengan tepat, maka suatu peristiwa penting terjadi, yaitu sinkronisasi emosi positif
positif yang kuat, bahkan Barbara fredickson (dalam Arif, 2016: 210) dengan
alasan-alasan yang kuat dan sahih menyebutnya sebagai emosi positif yang utama
Cinta adalah tentang sinkronisasi, tentang bagaimana dua pribadi (atau lebih)
mengalami emosi dan pengalaman yang sama. Mereka secara intuitif saling
mengetahui bahwa pihak yang lain merasakan persis apa yang dirasakannya.
Penghayatan bahwa saya sedang mengalami hal ini bersama pribadi lain, bahwa
pribadi lain itu pun merasakan sama dengan apa yang sedang saya rasakan,
merupakan pengalaman yang sangat positif, yang dapat melumerkan self yang
kerdil yang biasanya membetasi diri saya dari pribadi lain, sehingga dua pribadi
(atau lebih) itu menjadi kesatuan, bukan lagi pribadi-pribadi yang terpisah-pisah,
26
setidaknya untuk satu momen istimewa itu. Oleh karena itu, pengalaman cinta
ke tingkat yang lebih tinggi. Pihak-pihak yang mengalami cinta itu akan
210-211).
Dalam konteks relasi antara ibu dan anak dalam suatu relasi primer, cinta
dengan akurat pada pengalaman dan emosi anaknya, empati itu mendorongnya
memberikan respons yang tepat pada apa yang dibutuhkan anaknya. Dalam proses
memberikan respons yang tepat itu, sesungguhnya ibu memberikan cintanya pada
anaknya. Respons tepat yang diberikan ibu akan membangkitkan emosi positif
dalam diri anak dan disaat yang sama di dalam diri ibu. Dengan kata lain, cinta
yang diberikan ibu kemudian kembali melahirkan cinta, yaitu ketika terjadi
sinkronisasi emosi positif di antara keda pribadi. Cinta yang mereka alami
bersama adalah pembangun attachment antara ibu dan anak. Cinta akan
dan bahkan menyembuhkan orang-orang yang pernah terluka batin berat karena
komponen penting dalam teorinya tentang PERMA, yaitu tentang hal-hal yang
berada dalam kendali pribadi untuk menjalani hidup yang bahagia. M memiliki
kesalingterkaitan yang besar dengan semua aspek PERMA yang lain, bahkan
mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa M selalu hadir sebagai prasyarat,
dirinya kepada hal yang lebih besar dan lebih luas yang berdampak pada orang
lain, bukan hanya pada dirinya sendiri. Memiliki makna dalam hidup dapat
mendapatkan makna hidup dengan cara mendedikasikan dirinya untuk suatu hal
jarak, maka nilai sebuah pencapaian dilihat dari sejauh mana seseorang
titik awalnya, yaitu menjadi lebih baik daripada kondisi sebelumnya, dan hal itu
bergantung pada berbagai skill yang dimiliki seseorang tersebut dan seberapa
Kelima aspek dari flourishing yang terdiri dari Positive Emotion, Engagement,
dasar teori untuk mengukur flourishing individu melalui alat ukur yang digunakan
a. Kepribadian
b. Usia
Seseorang yang berusia muda dan tua cenderung memiliki kesejahteraan yang
meningkat sejalan dengan usia. Emosi yang menyenangkan memang sedikit turun
sejalan dengan usia, tetapi emosi yang tak menyenangkan cenderung bersifat
tetap. Pada usia muda, banyak kegembiraan yang ekstrim tinggi, misalnya ketika
semacam ini memang menjadi langka ditemui di usia tua. Namun, pada usia muda
seseorang juga rawan terkena emosi negatif yang ekstrim dimana orang-orang tua
c. Jenis Kelamin
lebih intens dalam penghayatan emosi. Ketika mereka mengalami emosi positif,
negatif, umumnya penghayatan mereka juga lebih negatif (Seligman dalam Arif,
2016: 39).
d. Religiusitas
e. Kehidupan Sosial
Kuantitas dan kualitas pertemanan erat kaitannya dengan dukungan sosial, dan
relasi sosial itu sendiri kelihatannya merupakan salah satu fondasi utama
Menurut Beckwith (dalam Baron dan Byrne, 200: 187) jenis kelamin
antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini terletak antara tubuh laki-laki dan
perempuan. Proses ini biasanya terjadi secara otomatis, tanpa banyak pemikiran
mendalam. Jenis kelamin dapat dikenali dari karakteristik fisik seperti rambut
diwajah, dada, atau gaya busana. Orang biasanya menampilkan jenis kelaminnya
sebagai bagian utama dari presentasi dirinya. Selain perbedaan yang dapat dilihat
secara fisik, antara laki-laki dan perempuan juga mengalami perbedaan dalam
berbagai aspek.
Penelitian yang dilakukan oleh Martin dan Marsh (2008) menunjukkan bahwa
Seligman (dalam Arif, 2016:39) meninjau ulang bahwa secara umum jenis
memang terdapat keunikan dalam hal ini perempuan cenderung lebih intens dalam
Perempuan memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim dari pada laki-
laki. Perempuan mengalami lebih banyak emosi positif dengan intensitas yang
emosi rata-rata laki-laki dan perempuan tidak berbeda namun perempuan lebih
Kerangka berpikir adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Berdasarkan landasan
teori yang telah diuraikan dalam teori terkait, bahwa terdapat faktor-faktor yang
Supaya lebih mudah umtuk dipahami, maka penulis menyajikan sebuah bagan
dalam memaparkan kerangka berpikir dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Usia Engagement
5.2 Saran
79
80
akademik.
juga dapat ditambahkan dengan kriteria subjek yang lebih spesifik dan
dengan jumlah yang lebih bisa mewakili populasi sehingga menjadi lebih
Arif, I.S. 2016. Psikologi Positif Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Butler, J. & Kern, M.L. 2016. The Perma Profiler: A Brief Multidimensional Measure
of Flourishing. International Journal of Wellbeing, 6, (3), 1-48
81
82