Instrumen Karakter
Instrumen Karakter
Instrumen Karakter
Religius
Implementasi nilai karakter ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan
agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan
kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan
kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih. Hal ini selaras dengan sila
pertama Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
Nasionalis
Sikap nasionalis dapat diperlihatkan melalui sikap apresiasi terhadap budaya bangsa sendiri, menjaga
kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga
lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
Integritas
Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam
kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Contoh
karakter yang baik yang mencerminkan integritas antara lain: kejujuran, keteladanan, kesantunan, dan
cinta pada kebenaran.
Mandiri
mandiri biasanya memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif,
keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Karakter ini sangat esensial terutama pada
saat siswa belajar di masa pandemi.
Gotong Royong
menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin
komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.
Siswa diharapkan mampu menunjukkan sikap menghargai sesama, bekerja sama, inklusif, mampu
berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan
rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
N
Peryataan Sub Variabel Religius SS S KK TP
o
Pengertian Karakter
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu
charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan
mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1995). Dalam Kamus
Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka,
ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2008). Budimansyah (2012) states that character is a relatively stable personal nature of an
individual which becomes the basis for his/her standard behaviour corresponds to social values and
norms. The term “Personal nature‟ can be defined as personal characteristics which manifested in
behavior. Artinya yaitu, Budimansyah (2012) menyatakan bahwa karakter adalah sifat pribadi yang
relatif stabil dari seorang individu yang menjadi dasar tingkah laku standarnya sesuai dengan nilai dan
norma sosial. Istilah 'Sifat pribadi' dapat didefinisikan sebagai karakteristik pribadi yang
dimanifestasikan dalam perilaku. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak (Marzuki). Character is a person's attitude and habits that leads to
moral action (Corley and Philips, 2000). In other words, character is the moral quality of a person. If a
person has good morality, then the person will have a good character embodied in his/her attitudes and
behaviour in everyday life. Artinya, Karakter adalah sikap dan kebiasaan seseorang mengarah pada
tindakan moral (Corley dan Philips, 2000). Dengan kata lain, karakter adalah kualitas moral seseorang.
Jika seseorang memiliki moral yang baik, maka orang tersebut akan memiliki karakter yang baik dalam
sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, (Sudjijo, 2017)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Barnawi dan M. Ariffin, 2012) karakter yaitu: nilai-nilai
yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat kebaikan, nyata berkehidupan baik, dan berdampak
baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Definisi ini
menjelaskan bahwa karakter berawal dari pengetahuan individu akan nilai kebaikan yang
mendorongnya untuk berbuat baik pada kehidupan nyata sehingga memberikan dampak yang baik pula
bagi lingkungan sekitarnya. Menurut Suyanto dalam Suradi (2017) karakter adalah cara berfikir dan
berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dan keputusan yang ia buat. Hal ini
sebagaimana dituturkan oleh (Chatib dalam Susanto dan Amnamul, 2017) bahwa karakter
menggambarkan kualitas moral seseorang yang tercermin dari segala tingkah lakunya yang
mengandung unsur keberanian, ketabahan, kejujuran dan kesetiaan atau prilaku dan kebiasaan yang
baik. Karakter ini dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun
karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.
Menurut Mardapi, karakter pada dasarnya diperoleh melalui interaksi dengan orang tua, guru,
teman dan lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau pengamatan
terhadap orang lain. Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah dan diskusi tentang karakter,
sedangkan pengamatan diperoleh melalui pengalaman sehari-hari apa yang dilihat di lingkungan
termaksud media televisi. Karakter barkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap merupakan predisposisi
terhadap suatu objek atau gejala, yaitu positif atau negatif. Nilai berkaitan dengan baik dan buruk yang
dibentuk melalui pengalaman sehari-hari, apa yang dilihhan dan apa yang didengar terutama dari
seseorang yang menjadi acuan atau idola seseorang.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan upaya menumbuhkan
etika, moralitas, akhlak, dan sopan santun, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan
Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
karma, budaya, dan adat istiadat. Thomas Lickona dalam Zuchdi dkk, (2011) mengemukakan bahwa
pendidikan yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good”, (moral knowing), tetapi
juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action).
Thomas Lickona, juga menjelaskan bahwa dalam moral knowing, terdapat enam hal yang menjadi
tujuan dari diajarkannya, yakni: 1) moral awereness, 2) knowing moral values, 3) perspectivetaking, 4)
moral reasoning, 5) decision making, dan 6) self-knowledge. Dalam moral feeling, juga terdapat enam
hal yang merupakan aspek dari emosi yang harus dapat dirasakan oleh seseorang untuk menjadi
manusia berkarakter yakni: 1) conscience, 2) self-esteem, 3) empathy, 4) loving the good, 5) self-
control, dan 6) humility. Sedangkan dalam moral action, yang merupakan hasil (outcome) dari dua
komponen karakter lainnya, diperlukan tiga aspek dari karakter, yaitu: 1) kompetensi (competence), 2)
keinginan (will), dan 3) kebiasaan (habit).
Dari konsep karakter ini, muncul konsep pendidikan karakter (character education). Menurut
Barnawi dan M. Ariffin (2012) pendidikan karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari
sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Thomas Lickona,
pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek teori pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek tersebut maka pendidikan
karakter tidak akan efektif karena pelaksanaannya harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, pendidikan karakter sangat dibutuhkan setiap jalur dan jenjang pendidikan agar
mengacu pada tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan
adanya pendidikan karakter selain kecerdasan intelektual, peserta didik juga akan cerdas secara
emosionalnya karena hal tersebut sangat penting untuk masa depannya dan akan menentukan
keberhasilannya. Pendidikan karakter harus secara terus menerus diberikan agar sasaran pendidikan
dapat memiliki kepribadian yang baik sebagai bekal masa depannya, karena pendidikan karakter tidak
hanya sebatas teori saja, namun diperlukan perilaku yang ditunjukkan melalui kebiasaannya.
Dalam lembaga sekolah, pendidikan karakter dilaksanakan melalui pengintegrasian pada KBM,
kegiatan ekstrakurikuler, keseharian (budaya sekolah). Selain itu, pendidikan karakter juga didukung
oleh keseluruhan komponen pendukung keberhasilan pendidikan mulai dari kurikulum, personalia,
fasilitas dan lain sebagainya.
Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Karakter
Suastra (2018), Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah memerlukan prinsip-prinsip dasar
yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa dan setiap individu yang bekerja dalam lingkungan
pendidikan itu sendiri. Koesuma dalam Suastra (2018) menyebutkan ada 6 prinsip dasar pengembangan
pendidikan karakter di sekolah, sebagai berikut:
1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu
yakini.
2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu.
3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang
baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal, sebab mengandung
resiko.
4. Jangan pernah mengambil prilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi
dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka.
5. Apa yang kamu lakukan itu memilikimakna dan transformatif. Seorang individu bisa mengubah
dunia.
6. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi pribadi yang
lebih baik, dan ini akan membaut dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni.
Kegiatan
Budaya Sekolah;
Kegiatan Keseharia di
KBM Kegiatan Kehidupan
Ekstra Rumah dan
Keseharian di Satuan Kurikuler Masyaraka
Pendidikan
Di lembaga sekolah, pendidikan karakter tidak dimasukkan ke dalam pokok bahasan tertentu
tetapi diintegrasikan secara sistematis sesuai dengan perencanaan. Selain itu, pendidikan karakter
dilaksanakan melalui 3 segi, yaitu:
1. Kegiatan belajar mengajar. Nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan pada KBM tidak
dimasukkan dalam sub pokok bahasan tetapi terintegrasi secara sistematis ke setiap mata
pelajaran.
2. Budaya sekolah (kegiatan/kehidupan keseharian di satuan pendidikan). Hal tersebut dapat
terlihat dari pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan, sehingga akan
diketahui bagaimana proses pendidikan karakter yang terjadi.
3. Kegiatan ekstrakurikuler. Nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam
ekstrakurikuler sehingga akan terlihat jelas bahwa kegiatan yang diikuti peserta didik dapat
mempengaruhi karakter yang dimiliki. Contohnya: pramuka, olahraga, karya tulis, dsb.
Kementerian Pendidikan Nasional dalam Wibowo (2012) menjelaskan bahwa pengembangan
kurikulum pendidikan karakter itu pada prinsipnya tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi
terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah. Pengintegrasian nilai-
nilai pendidikan karakter itu secara terperinci mengacu pada prinsip-prinsip dalam pengembangan
pendidikan karakter, yaitu :
1. Berkelanjutan, artinya proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan sebuah proses
panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling
tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA
adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah. Ini artinya, proses
pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran dan dalam setiap
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
Gambar 2.2 Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Bangsa
Mata Pelajaran
Pengembangan
3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan. Ini artinya, materi nilai karakter bukanlah bahan ajar
biasa. Nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika
mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama,
bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan
ketrampilan. Materi pelajaran digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan
nilai-nilai pendidikan karakter. Yang perlu diperhatikan adalah suatu aktivitas belajar yang
dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.
4. Proses pendidikan dilakukan dengan penekanan agar peserta didik semua aktif dan
menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh
peserta didik bukan oleh guru. Untuk melaksanakan strategi tersebut, guru merencanakan
kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari
sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah
dimiliki, merekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan
tugas-tugas di luar sekolah.
Menurut Agus Wibowo (2012) pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah akan berhasil
apabila syarat utama dapat dipenuhi, yaitu; (1) teladan dari guru, karyawan, pimpinan sekolah dan para
pemangku kebijakan di sekolah; (2) pendidikan karakter dilakukan secara konsisten dan secara terus
menerus; dan (3) penanaman nilai-nilai karakter yang utama. Selain itu, sistem pendidikan yang ada
sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan
pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Padahal pengembangan karakter lebih berkaitan
dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun
(seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada praktiknya lebih menekankan pada aspek otak kiri
(hafalan, atau hanya sekedar “tahu”.
Pendidikan Karakter
David Elkind dan Freddy Sweet yang dikutip oleh Zubaedi (2011: 15) menyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah usaha secara sengaja untuk membantu peserta didik agar dapat memahami
dan menerapkan nilainilai etika. Hal ini berarti untuk mendukung perkembangan karakter peserta didik,
harus melibatkan seluruh komponen sekolah baik dari aspek isi kurikulum, proses pembelajaran,
aktivitas ko-kurikuler, mata pelajaran, dan komponen sekolah. Muatanmuatan dalam pendidikan
karakter sangat relevan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur tersebut banyak
tercermin pada karya-karya sastra daerah yang tersebar di nusantara, termasuk sastra daerah bentuk
puisi Kabanti masyarakat Buton. Khusus pada kabanti puisi masyarakat Buton telah dijadikan sebagai
petunjuk dan pedoman masyarakat dalam beraktivitas baik untuk kepentingan kehidupan dunia maupun
untuk kepentingan kehidupan di akhirat.
Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat berkolaborasi dengan kearifan lokal dalam
menanamkan nilai-nilai luhur yangdipandang relevan dengan pilar-pilar dalam pendidikan karakter
yang telah dirancang dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mempercepat
pemahaman dan penerapan peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan yang diperkenalkan oleh guru.
Begitu pula bagi guru, akan lebih memudahkan memberikan contoh-contoh melalui kehidupan
seharihari. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam kabanti puisi
masyarakat Buton. Sahlan, Kearifan lokal kabanti untuk masyarakat buton (penelitian analisis
konten). Jurnal Parameter, Volume 29 No. 2.
Instrumen Peniliaan Kuesiner Karakter
A. Identitas
Nama :
Kelas :
B. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah setiap lembar pertanyaan dalam lembar soal ini dengan baik.
2. Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda centang (√) pada pilihan yang sesuai.
3. Teliti kembali semua jawaban dan jangan sampai ada yang belum terjawab.
4. Arti dari pilihan jawaban
SS = Sangat Sering
S = Sering
KK = Kadang-kadang
TP = Tidak Pernah
C. Daftar Pernyataan
No Butir Pernyataan SS S KK TP
RELIGIUS
Saya tidak menerima apapun pendapat dari teman yang berbeda agama,
6
suku, ras baik ketika berdiskusi atau kerja kelompok
NASIONALISME
14 Saya berusaha bertanya ketika ada materi yang tidak saya pahami
Saya selalu membantu teman ketika dia tidak paham materi pelajaran
16
disekolah
MANDIRI
Setiap diberikan tugas oleh guru, saya mengumpulkan sesuai waktu yang
18
telah ditentukan.
GOTONG ROYONG
Saat diberikan tugasoleh guru saya acuh dan membiarkan teman yang
26
mengerjakannya.
INTEGRITAS
Pada saat US/UN saya mencontek jawab teman yang duduk di samping
29
saya
Sya lebih memilih bermain bersama teman dari pada mengerjakan tugas
31
dari guru
Saya menggunakan bahasa yang baik dan sopan ketika berbicara dengan
33
yang lebih tua ataupun teman
Apabila ada teman yang mengajak untuk bolos sekolah, saya menolak
35
ajakan tersebut.