Instrumen Karakter

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Implementasi Pembelajaran PAIKEM Berbasis Kearifan Lokal Buton PO5 Terhadap Karakter dan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Mewujudkan Merdeka Belajar

Sub Kearifan Lokal


Variabel Aspek Yang Dinilai No. Item Total
Variabel Buton (Polima)
Disiplin beribadah
Berdoa sebelum dan
Religius Popia-Piara
sesudah aktivitas
Sikap toleransi
Cinta tanah air dan
Nasionalis Pomae-Maeka
berijiwa kebangsaan
Mengatur waktu
dengan efektif
Nilai- Mandiri Poangka-Ngkataka
Kreatif dan inovatif
Nilai
Komunikasi yang baik
Karakter
Kerja sama antar
Gotong sesama
Poma-Masiaka
Royong Memiliki jiwa
solidaritas
Bersikap jujur
Kebiasaan yang baik
Integritas Pobinci-Binciki Kuli
Keteladanan
Saling menghormati
Total

Nilai Polima Indikator


Pomaa-masiaka Sosialisasi, simpati, empati, enkulturasi, saling
memaafkan
Popia-piara Memberi, menerima, silaturahmi, martabat, persamaan
Pomae-maeaka Konsekuen, sportif, harga diri, berani, benar
Poangka-angkataka Legowo, kearifan, kepatutan, kesungguhan, kepiawaian
Pobinci-binciki kuli Tenggang rasa, faedah, saling merasa, check and
crosscheck
Tamrin, 2021. Polima dalam perspektif pendidikan. Jatinangor: indra prahasta

Religius
Implementasi nilai karakter ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan
agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan
kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan
kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih. Hal ini selaras dengan sila
pertama Pancasila yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
Nasionalis
Sikap nasionalis dapat diperlihatkan melalui sikap apresiasi terhadap budaya bangsa sendiri, menjaga
kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga
lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
Integritas
Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam
kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Contoh
karakter yang baik yang mencerminkan integritas antara lain: kejujuran, keteladanan, kesantunan, dan
cinta pada kebenaran.
Mandiri
mandiri biasanya memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif,
keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Karakter ini sangat esensial terutama pada
saat siswa belajar di masa pandemi.
Gotong Royong
menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin
komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.
Siswa diharapkan mampu menunjukkan sikap menghargai sesama, bekerja sama, inklusif, mampu
berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan
rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
N
Peryataan Sub Variabel Religius SS S KK TP
o

Pengertian Karakter
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu
charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan
mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1995). Dalam Kamus
Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka,
ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2008). Budimansyah (2012) states that character is a relatively stable personal nature of an
individual which becomes the basis for his/her standard behaviour corresponds to social values and
norms. The term “Personal nature‟ can be defined as personal characteristics which manifested in
behavior. Artinya yaitu, Budimansyah (2012) menyatakan bahwa karakter adalah sifat pribadi yang
relatif stabil dari seorang individu yang menjadi dasar tingkah laku standarnya sesuai dengan nilai dan
norma sosial. Istilah 'Sifat pribadi' dapat didefinisikan sebagai karakteristik pribadi yang
dimanifestasikan dalam perilaku. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak (Marzuki). Character is a person's attitude and habits that leads to
moral action (Corley and Philips, 2000). In other words, character is the moral quality of a person. If a
person has good morality, then the person will have a good character embodied in his/her attitudes and
behaviour in everyday life. Artinya, Karakter adalah sikap dan kebiasaan seseorang mengarah pada
tindakan moral (Corley dan Philips, 2000). Dengan kata lain, karakter adalah kualitas moral seseorang.
Jika seseorang memiliki moral yang baik, maka orang tersebut akan memiliki karakter yang baik dalam
sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, (Sudjijo, 2017)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Barnawi dan M. Ariffin, 2012) karakter yaitu: nilai-nilai
yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat kebaikan, nyata berkehidupan baik, dan berdampak
baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Definisi ini
menjelaskan bahwa karakter berawal dari pengetahuan individu akan nilai kebaikan yang
mendorongnya untuk berbuat baik pada kehidupan nyata sehingga memberikan dampak yang baik pula
bagi lingkungan sekitarnya. Menurut Suyanto dalam Suradi (2017) karakter adalah cara berfikir dan
berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dan keputusan yang ia buat. Hal ini
sebagaimana dituturkan oleh (Chatib dalam Susanto dan Amnamul, 2017) bahwa karakter
menggambarkan kualitas moral seseorang yang tercermin dari segala tingkah lakunya yang
mengandung unsur keberanian, ketabahan, kejujuran dan kesetiaan atau prilaku dan kebiasaan yang
baik. Karakter ini dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun
karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.
Menurut Mardapi, karakter pada dasarnya diperoleh melalui interaksi dengan orang tua, guru,
teman dan lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau pengamatan
terhadap orang lain. Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah dan diskusi tentang karakter,
sedangkan pengamatan diperoleh melalui pengalaman sehari-hari apa yang dilihat di lingkungan
termaksud media televisi. Karakter barkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap merupakan predisposisi
terhadap suatu objek atau gejala, yaitu positif atau negatif. Nilai berkaitan dengan baik dan buruk yang
dibentuk melalui pengalaman sehari-hari, apa yang dilihhan dan apa yang didengar terutama dari
seseorang yang menjadi acuan atau idola seseorang.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan upaya menumbuhkan
etika, moralitas, akhlak, dan sopan santun, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan
Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
karma, budaya, dan adat istiadat. Thomas Lickona dalam Zuchdi dkk, (2011) mengemukakan bahwa
pendidikan yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good”, (moral knowing), tetapi
juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action).
Thomas Lickona, juga menjelaskan bahwa dalam moral knowing, terdapat enam hal yang menjadi
tujuan dari diajarkannya, yakni: 1) moral awereness, 2) knowing moral values, 3) perspectivetaking, 4)
moral reasoning, 5) decision making, dan 6) self-knowledge. Dalam moral feeling, juga terdapat enam
hal yang merupakan aspek dari emosi yang harus dapat dirasakan oleh seseorang untuk menjadi
manusia berkarakter yakni: 1) conscience, 2) self-esteem, 3) empathy, 4) loving the good, 5) self-
control, dan 6) humility. Sedangkan dalam moral action, yang merupakan hasil (outcome) dari dua
komponen karakter lainnya, diperlukan tiga aspek dari karakter, yaitu: 1) kompetensi (competence), 2)
keinginan (will), dan 3) kebiasaan (habit).
Dari konsep karakter ini, muncul konsep pendidikan karakter (character education). Menurut
Barnawi dan M. Ariffin (2012) pendidikan karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari
sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Thomas Lickona,
pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek teori pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek tersebut maka pendidikan
karakter tidak akan efektif karena pelaksanaannya harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, pendidikan karakter sangat dibutuhkan setiap jalur dan jenjang pendidikan agar
mengacu pada tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan
adanya pendidikan karakter selain kecerdasan intelektual, peserta didik juga akan cerdas secara
emosionalnya karena hal tersebut sangat penting untuk masa depannya dan akan menentukan
keberhasilannya. Pendidikan karakter harus secara terus menerus diberikan agar sasaran pendidikan
dapat memiliki kepribadian yang baik sebagai bekal masa depannya, karena pendidikan karakter tidak
hanya sebatas teori saja, namun diperlukan perilaku yang ditunjukkan melalui kebiasaannya.
Dalam lembaga sekolah, pendidikan karakter dilaksanakan melalui pengintegrasian pada KBM,
kegiatan ekstrakurikuler, keseharian (budaya sekolah). Selain itu, pendidikan karakter juga didukung
oleh keseluruhan komponen pendukung keberhasilan pendidikan mulai dari kurikulum, personalia,
fasilitas dan lain sebagainya.
Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Karakter
Suastra (2018), Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah memerlukan prinsip-prinsip dasar
yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa dan setiap individu yang bekerja dalam lingkungan
pendidikan itu sendiri. Koesuma dalam Suastra (2018) menyebutkan ada 6 prinsip dasar pengembangan
pendidikan karakter di sekolah, sebagai berikut:
1. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu
yakini.
2. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu.
3. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang
baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal, sebab mengandung
resiko.
4. Jangan pernah mengambil prilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi
dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka.
5. Apa yang kamu lakukan itu memilikimakna dan transformatif. Seorang individu bisa mengubah
dunia.
6. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi pribadi yang
lebih baik, dan ini akan membaut dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni.

Tujuan dan Fungsi karakter


Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Battistich dalam Musfiroh (2008) tujuan pendidikan karakter adalah mendorong
lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh
dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Pendidikan karakter yang efektif,
ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan semua peserta didik menunjukkan potensi
mereka untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, pendidikan karakter dilaksanakan ke seluruh segi di
lingkungan sekolah agar yang diperoleh adalah kematangan dari masing-masing individu peserta didik
tidak hanya dalam kecerdasan intelektualnya saja, namun juga pada kecerdasan emosional.
Zuriah (2006) menyimpulkan tujuan dari pendidikan karakter sebagai
berikut:
a. Anak memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal, nasional melalui adat
istiadat, hukum, undang-undang dan tatanan antar bangsa.
b. Anak mampu mengembangkan watau atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil
keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.
c. Anak mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan
keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti.
d. Anak mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran
dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya.
Adapun sasaran dari pendidikan karakter itu sendiri adalah peserta didik, khususnya unsur
karakter atau watak yang di dalamnya mengandung hati nurani untuk berbuat kebaikan dalam
kehidupan sehari-hari yang akan memberikan manfaat kepada orang lain dan lingkungan sekitarnya,
karena pembentukan karakter merupakan salah satu bagian dari tujuan pendidikan nasional.
Kenyataanya sekarang ini pendidikan cenderung lebih mengutamakan ranah kognitif, sehingga ranah
lain kurang diperhatikan. Hasilnya adalah para peserta didik yang memiliki prestasi cemerlang namun
sikap, perilaku dan kepribadiannya yang patut dikhawatirkan. Mereka cenderung mengesampingkan
pentingnya karakter yang harus dimiliki seseorang karena mereka hanya mengejar kecerdasan
intelektual saja tanpa disadari betapa pentingnya kecerdasan emosional untuk masa depannya. Oleh
karena itu, pembentukan karakter harus dimulai sejak dini, salah satunya melalui sekolah dasar,
sehingga kedepannya anak tersebut akan membiasakan diri melakukan hal-hal sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sehingga
akan menjadi warga negara yang tangguh, kompetitif, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai
oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Di lembaga sekolah,
pendidikan karakter diterapkan melalui proses pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler dan budaya
sekolah.
Fungsi Pendidikan Karakter
Fungsi pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk bakat
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa. Secara lebih
khusus dan terperinci
Kemendiknas (2011) menyebutkan bahwa pendidikan karakter mempunyai fungsi sebaga
berikut:
a. Pengembangan dan Pengembangan
Potensi Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau
warga negara Indonesia agar berikir baik, berhait baik dan berperilaku sesuai dengan falsafah
hidup Pancasila.
b. Perbaikan dan Penguatan
Pendidikan karakter berfungsi untuk memperbaiki karakter manusia dan warga negara
Indonesia yang bersifat negative dan membentuk peran keluarga, satuan pendidikan masyarakat
dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi
manusia atau warga negara menuju bengsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera.
c. Penyaringan
Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaing
budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia
agar lebih bermanfaat.
Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Sejatinya pendidikan karakter merupakan pendidikan berbasis berkelanjutan yang tidak hanya
dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, tetapi juga lembaga pendidikan non formal maupun
lembaga pendidikan informal. Pendidikan tersebut tidak terpaku hanya pada satuan pendidikan, namun
secara menyeluruh baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, karena hal tersebut menyangkut
pada karakter atau pribadi seseorang sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Baik buruknya
karakter yang dimiliki individu tersebut juga didasarkan pada pola pembinaan dan kebiasaan yang
dilakukan di sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Jalal (2010) menjelaskan dalam satuan
pendidikan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat terlihat seperti bagan di bawah ini.
Gambar 2.1 Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah
Integrasi ke dalam KBM pada Pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan
setiap Mapel pendidikan

Kegiatan
Budaya Sekolah;
Kegiatan Keseharia di
KBM Kegiatan Kehidupan
Ekstra Rumah dan
Keseharian di Satuan Kurikuler Masyaraka
Pendidikan

Integrasi dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler: Penerapan Pembiasaan Kehidupan Keseharian


Pramuka, Olah Raga, Karya Tulis, dsb. Di Rumah Yang Selaras Dengan Satuan
Pendidikan

Di lembaga sekolah, pendidikan karakter tidak dimasukkan ke dalam pokok bahasan tertentu
tetapi diintegrasikan secara sistematis sesuai dengan perencanaan. Selain itu, pendidikan karakter
dilaksanakan melalui 3 segi, yaitu:
1. Kegiatan belajar mengajar. Nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan pada KBM tidak
dimasukkan dalam sub pokok bahasan tetapi terintegrasi secara sistematis ke setiap mata
pelajaran.
2. Budaya sekolah (kegiatan/kehidupan keseharian di satuan pendidikan). Hal tersebut dapat
terlihat dari pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan, sehingga akan
diketahui bagaimana proses pendidikan karakter yang terjadi.
3. Kegiatan ekstrakurikuler. Nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam
ekstrakurikuler sehingga akan terlihat jelas bahwa kegiatan yang diikuti peserta didik dapat
mempengaruhi karakter yang dimiliki. Contohnya: pramuka, olahraga, karya tulis, dsb.
Kementerian Pendidikan Nasional dalam Wibowo (2012) menjelaskan bahwa pengembangan
kurikulum pendidikan karakter itu pada prinsipnya tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi
terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah. Pengintegrasian nilai-
nilai pendidikan karakter itu secara terperinci mengacu pada prinsip-prinsip dalam pengembangan
pendidikan karakter, yaitu :
1. Berkelanjutan, artinya proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan sebuah proses
panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung paling
tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA
adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah. Ini artinya, proses
pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran dan dalam setiap
kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler.
Gambar 2.2 Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Bangsa
Mata Pelajaran

Nilai Budaya Sekolah

Pengembangan

3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan. Ini artinya, materi nilai karakter bukanlah bahan ajar
biasa. Nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika
mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur ataupun fakta seperti dalam mata pelajaran agama,
bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, dan
ketrampilan. Materi pelajaran digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan
nilai-nilai pendidikan karakter. Yang perlu diperhatikan adalah suatu aktivitas belajar yang
dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan
psikomotor.
4. Proses pendidikan dilakukan dengan penekanan agar peserta didik semua aktif dan
menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh
peserta didik bukan oleh guru. Untuk melaksanakan strategi tersebut, guru merencanakan
kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari
sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah
dimiliki, merekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan
tugas-tugas di luar sekolah.
Menurut Agus Wibowo (2012) pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah akan berhasil
apabila syarat utama dapat dipenuhi, yaitu; (1) teladan dari guru, karyawan, pimpinan sekolah dan para
pemangku kebijakan di sekolah; (2) pendidikan karakter dilakukan secara konsisten dan secara terus
menerus; dan (3) penanaman nilai-nilai karakter yang utama. Selain itu, sistem pendidikan yang ada
sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan
pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Padahal pengembangan karakter lebih berkaitan
dengan optimalisasi fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karakter pun
(seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada praktiknya lebih menekankan pada aspek otak kiri
(hafalan, atau hanya sekedar “tahu”.

Pendidikan Karakter
David Elkind dan Freddy Sweet yang dikutip oleh Zubaedi (2011: 15) menyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah usaha secara sengaja untuk membantu peserta didik agar dapat memahami
dan menerapkan nilainilai etika. Hal ini berarti untuk mendukung perkembangan karakter peserta didik,
harus melibatkan seluruh komponen sekolah baik dari aspek isi kurikulum, proses pembelajaran,
aktivitas ko-kurikuler, mata pelajaran, dan komponen sekolah. Muatanmuatan dalam pendidikan
karakter sangat relevan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur tersebut banyak
tercermin pada karya-karya sastra daerah yang tersebar di nusantara, termasuk sastra daerah bentuk
puisi Kabanti masyarakat Buton. Khusus pada kabanti puisi masyarakat Buton telah dijadikan sebagai
petunjuk dan pedoman masyarakat dalam beraktivitas baik untuk kepentingan kehidupan dunia maupun
untuk kepentingan kehidupan di akhirat.
Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat berkolaborasi dengan kearifan lokal dalam
menanamkan nilai-nilai luhur yangdipandang relevan dengan pilar-pilar dalam pendidikan karakter
yang telah dirancang dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mempercepat
pemahaman dan penerapan peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan yang diperkenalkan oleh guru.
Begitu pula bagi guru, akan lebih memudahkan memberikan contoh-contoh melalui kehidupan
seharihari. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam kabanti puisi
masyarakat Buton. Sahlan, Kearifan lokal kabanti untuk masyarakat buton (penelitian analisis
konten). Jurnal Parameter, Volume 29 No. 2.
Instrumen Peniliaan Kuesiner Karakter

A. Identitas
Nama :
Kelas :
B. Petunjuk Pengisian
1. Bacalah setiap lembar pertanyaan dalam lembar soal ini dengan baik.
2. Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda centang (√) pada pilihan yang sesuai.
3. Teliti kembali semua jawaban dan jangan sampai ada yang belum terjawab.
4. Arti dari pilihan jawaban
SS = Sangat Sering
S = Sering
KK = Kadang-kadang
TP = Tidak Pernah

Kisi-kisi Indikator Nilai-Nilai Karakter

Sub Kearifan Lokal


Variabel Indikator No. Item
Variabel Buton (Polima)
Disiplin beribadah
Berdoa sebelum dan
Religius Popia-Piara
sesudah aktivitas
Sikap toleransi
Cinta tanah air dan berijiwa
Nasionalis Pomae-Maeka
kebangsaan
Mengatur waktu dengan
Nilai- efektif
Nilai Mandiri Poangka-Ngkataka
Kreatif dan inovatif
Karakter
Komunikasi yang baik
Gotong Kerja sama antar sesama
Poma-Masiaka
Royong Memiliki jiwa solidaritas
Bersikap jujur
Pobinci-Binciki Kebiasaan yang baik
Integritas
Kuli Keteladanan
Saling menghormati
Total

C. Daftar Pernyataan

No Butir Pernyataan SS S KK TP

RELIGIUS

1 Saya menjalankan yang diperintahkan oleh Tuhan yang Maha Esa

2 Saya berdoa sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

3 Bersyukur kepada tuhan karena memiliki keluarga yang menyayangi

4 Saya merasa bosan mendengarkan sesuatu yang berkaitan dengan agama

Saya menerima semua teman yang berada di sekolah tanpa membeda-


5
bedakan agama, suku, ras

Saya tidak menerima apapun pendapat dari teman yang berbeda agama,
6
suku, ras baik ketika berdiskusi atau kerja kelompok

NASIONALISME

7 Saya mencintai budaya dan makanan tradisioanl indonesia

8 Saya mengikuti upaca setiap hari senin


Saya menggunkan pakaian batik/adat setiap hari (.....) yang ditentukan
9
sekolah.

10 Saya mengatur waktu bermain dan belajar agar lebih efektif

Saya selalau memberikan tanggapan, masukan, komentar, saran ketika


11
kerja kelompok

12 Saya selalu menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru

13 Saya mengerjakan tugas PR di rumah bukan di sekolah

14 Saya berusaha bertanya ketika ada materi yang tidak saya pahami

15 Saya selalu membantu teman ketika sedang dalam kesulitan

Saya selalu membantu teman ketika dia tidak paham materi pelajaran
16
disekolah

Ketika ada teman yang membuang sampah semabrangan saya akan


17
menegurnya untuk membuang sampah pada tempatnya.

MANDIRI

Setiap diberikan tugas oleh guru, saya mengumpulkan sesuai waktu yang
18
telah ditentukan.

19 Saya aktif berdiskusi bersama teman ketika dalam kerja kelompok

20 Setiap tugas yang diebrikan oleh guru, saya selalu menyelesaikannya.

21 Saya malas mengulang pelajaran dirumah yang telah diperlajari disekolah

22 Saya akan memperbaiki tugas yang kurang sempurna

23 Saya selalu mealanggar atuan yang ada disekolah.

GOTONG ROYONG

Saya lebih memilih bermain dari pada ikut membantu teman


24
membersihkan kelas

Saya memberikan bekal makanan kepada teman yang tidak membawa


25
bekal

Saat diberikan tugasoleh guru saya acuh dan membiarkan teman yang
26
mengerjakannya.

27 Saya acuh kepada teman yang sedang mengalami musibah

INTEGRITAS

28 Saya mengembalikan barang teman bila ada yang tertinggal

Pada saat US/UN saya mencontek jawab teman yang duduk di samping
29
saya

Pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung, saya pergi ke kantik


30
untuk membeli makanan dan minuman

Sya lebih memilih bermain bersama teman dari pada mengerjakan tugas
31
dari guru

32 Saya mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh dari awal hingga


akhir

Saya menggunakan bahasa yang baik dan sopan ketika berbicara dengan
33
yang lebih tua ataupun teman

34 Saya memalak teman pada saat jam istirahat

Apabila ada teman yang mengajak untuk bolos sekolah, saya menolak
35
ajakan tersebut.