Perda No 5 Tahun 2019 Kab. Pasuruan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 73

BUPATI PASURUAN

PROVINSI JAWA TIMUR


PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN
NOMOR 5 TAHUN 2019
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI
BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN BANGIL
KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2018 - 2038

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan amanat Pasal 14 ayat (3)


huruf c dan Pasal 27 ayat (2) Undang–Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 59
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pasal 64,
Pasal 65 dan Pasal 70 Peraturan Daerah Kabupaten
Pasuruan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasuruan Tahun
2009 -2029, perlu disusun bagian Wilayah
Kabupaten Pasuruan yaitu Perkotaan Bangil dalam
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Bagian Wilayah Perkotaan Bangil;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan sebagai pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, maka perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Bangil
Kabupaten Pasuruan Tahun 2018 – 2038;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur
(Berita Negara Tahun 1950 Nomor 32) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2730);

1
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 65,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3046);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164);
10. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
12. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66);

2
13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68);
14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4746);
15. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
16. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
17. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3481);
18. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11);
19. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5025);
20. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5038);
21. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
22. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068);
23. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5168);

3
24. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);
25. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214);
26. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
27. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280);
28. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5492);
29. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5512);
30. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
31. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang
Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang
Penyediaan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan
Tempat Pemakaman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1987 Nomor 15 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3350);

4
33. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun1996 tentang
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 1996
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3910);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4161);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang
Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4242);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5056);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang
Jalan Tol (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4489) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5019);

5
40. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4490);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4532);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4624);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4655);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4761);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4828);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6042);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang
tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4859);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5004);

6
49. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5048);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Konservasi Energi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 171, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5085);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5086);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5097 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5324);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5098);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang
Usaha Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5106);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5111);

7
58. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara
Nomor 5112) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5325);
59. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5142);
60. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
tentang Reklamasi Dan Pascatambang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 5172,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5172);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5185);
63. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221);
64. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5230);
65. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 19 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5279);

8
66. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 tentang
Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 46 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5283);
67. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 48);
68. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang
Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5393);
69. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5468);
70. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502);
71. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2014 tentang
Penataan Wilayah Pertahanan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 190,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5574);
72. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015
tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 329,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5797);
73. Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015
tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 365, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806);
74. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5941);
75. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6041);

9
76. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern;
77. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015;
78. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
79. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;
80. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
49/PRT/1990 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Izin
Penggunaan Air Dan Atau Sumber Air;
81. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
34/PERMEN/M/2006 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana Dan
Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan;
82. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan;
83. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik
dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang;
84. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22 Tahun
2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan
Rawan Bencana Longsor;
85. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin
Mendirikan Bangunan Gedung;
86. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun
2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan
Masyarakat Di Lingkungan Departemen Dalam Negeri
Dan Pemerintah Daerah;
87. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun
2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi
Daya;
88. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara;

10
89. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun
2007 tentang Batas Daerah Kabupaten Pasuruan
Dengan Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Mojokerto
dan Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur;
90. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika,
Nomor 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 tentang
Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama
Menara Telekomunikasi;
91. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan;
92. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air
Limbah Permukiman (KSNP-SPALP);
93. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun
2008 tentang Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja
Unit Pelayanan Perijinan Terpadu Di Daerah;
94. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
26/PRT/M/2008 Tanggal 30 Desember 2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung Dan Lingkungan;
95. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun
2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang
Daerah;
96. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan
Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal Nomor 18 Tahun 2009; Nomor
07/PRT/M/2009; Nomor 19/PER/
M.KOMINFO/03/2009, Nomor 3/P/2009 tentang
Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Bersama
Menara Telekomunikasi;
97. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009
tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan
Utilitas Perumahan Dan Permukiman Di Daerah;
98. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun
2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana
Rincinya;

11
99. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Wilayah
Perkotaan /Kawasan Perkotaan;
100. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun
2009 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan
Ruang;
101. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya
Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang
Wilayah;
102. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun
2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama
Daerah;
103. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria
Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian;
104. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun
2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang
Daerah;
105. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Hutan Kota;
106. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Nomor 01 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Jaringan Telekomunikasi;
107. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
09/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pengamanan
Pantai;
108. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
13/PERMENTAN/OT.140/1/2010 tentang
Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia Dan
Unit Penanganan Daging (MEAT CUTTING PLANT);
109. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun
2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;
110. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan;
111. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 32 Tahun
2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan
Bangunan;
112. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah;
113. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.85/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara
Pendaftaran Usaha Jasa Perjalanan Wisata;

12
114. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.86/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara
Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi;
115. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.87/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara
Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan Minuman;
116. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun
2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
117. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
25 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Perumahan Murah;
118. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
2011 tentang Pedoman Fasilitasi Pengaduan Di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan
Pemerintahan Daerah;
119. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Tahun
2011 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan
antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain;
120. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 43 Tahun
2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;
121. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
01/PRT/M/2012 tentang Pedoman Peran Masyarakat
Dalam Penyelenggaraan Jalan;
122. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
03/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penetapan Fungsi
Jalan Dan Status Jalan;
123. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
05/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon
Pada Sistem Jaringan Jalan;
124. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5
Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan Yang Wajib memiliki Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup;
125. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman
Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, Dan
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
126. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup;
127. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tata Cara Permohonan
Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk
Kepentingan Umum;

13
128. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun
2012 tentang Pedoman Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima;
129. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun
2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api;
130. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
01/PRT/M/2013 tentang Pelimpahan Kewenangan
Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Penetapan
Rancangan Perda Tentang Rencana Rinci Tata Ruang
Kabupaten;
131. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-
DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern;
132. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 1 Tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
133. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
02/PRT/M/2014 tentang Pedoman Pemanfaatan
Ruang Di Dalam;
134. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan,
Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana
Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan;
135. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun
2014 tentang Tata Cara Peran Masyarakat Dalam
Perencanaan Tata Ruang Daerah;
136. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 08/PRT/M/2015 tentang Penetapan
Garis Sempadan Jaringan Irigasi;
137. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 18 Tahun 2015 tentang Ruang Bebas dan
Jarak Bebas Minimum pada Saluran Udara Tegangan
Tinggi, Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi, dan
Saluran Udara Tegangan Tinggi Arus Searah untuk
Penyaluran Tenaga Listrik;
138. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018;
139. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
140. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 18 Tahun 2016
tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata;

14
141. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 39/M-
IND/PER/6/2016 tentang Tata Cara Pemberian Izin
Usaha Kawasan Industri dan Izin Perluasan Kawasan
Industri;
142. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 40/M-
IND/PER/6/2016 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Kawasan Industri;
143. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64/M-
IND/PER/7/2016 tentang Besaran Jumlah Tenaga
Kerja dan Nilai Investasi Untuk Klasifikasi Usaha
Industri;
144. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun 2018
tentang Izin Lokasi;
145. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10
Tahun 2007 tentang Perizinan Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Permukaan di Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2007
Nomor 6 Seri E);
146. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008
Nomor 1 Seri E);
147. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3
Tahun 2008 tentang Perlindungan, Pemberdayaan
Pasar Tradisional, dan Penataan Pasar Modern di
Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2008 Nomor 2 Seri E);
148. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3
Tahun 2009 tentang Irigasi (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 2 Seri E);
149. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4
Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional
Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2010 Nomor 4 Seri E);
150. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 12
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Air Tanah
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10
Tahun 2011 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Nomor 10);
151. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2012 Nomor 3 Seri D);

15
152. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 20 Tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Persiapan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
153. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 80 Tahun
2014 tentang Pemanfaatan Ruang pada Kawasan
Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa
Timur;
154. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 49 Tahun
2016 tentang Pedoman Pemberian Izin Bidang Energi
dan Sumber Daya Mineral di Jawa Timur;
155. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 15
Tahun 2006 tentang Ruang Terbuka Hijau;
156. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 4
Tahun 2008 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pasuruan;
157. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 9
Tahun 2009 tentang Pengawasan Penataan dan
Pembinaan Pergudangan;
158. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 12
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Pasuruan Tahun 2009-2029.

Dengan Persetujuan Bersama,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN


dan
BUPATI PASURUAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA


RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH
PERKOTAAN BANGIL KABUPATEN PASURUAN TAHUN
2018– 2038

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut sebagai Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan sesuai bidang yang
dimaksud sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
3. Pemerintah Provinsi yang selanjutnya disebut Provinsi Jawa Timur.
16
4. Kabupaten adalah Kabupaten Pasuruan.
5. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Pasuruan.
6. Bupati adalah Bupati Pasuruan.
7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pasuruan.
8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
9. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang
mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan
hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang.
12. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
13. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
14. Rencana Tata Ruang atau selanjutnya disebut RTR adalah hasil perencanaan
ruang yang memuat rencana struktur dan pola ruang.
15. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional.
16. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.
17. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang
ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan dan/atau persil pada
RDTR.
18. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW
adalah RTRW Kabupaten Pasuruan Tahun 2009-2029 yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 12 Tahun 2010.
19. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana
secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten yang dilengkapi
dengan peraturan zonasinya.
20. Kawasan Strategis Kabupaten atau disingkat KSK adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan.
17
21. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
22. Wilayah Perencanaan adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan
strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya
dalam hal ini RDTR Kabupaten sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam
RTRW Kabupaten yang bersangkutan.
23. BWP adalah bagian dari wilayah kabupaten dan/atau kawasan strategis
kabupaten yang akan atau perlu disusun rencana rincinya.
24. Sub BWP adalah bagian dari BWP yang dibuat untuk memberikan kesatuan-
kesatuan kecil arahan kebijakan perencanaan ruang kawasan perkotaan
yang lebih optimal dalam RDTR dengan pendekatan batasan fisik dan terdiri
dari beberapa blok baik pada Kawasan Perkotaan.
25. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan
fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi,
saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum nyata
seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang
sejenis sesuai dengan rencana kota, dan memiliki pengertian yang sama
dengan blok peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
26. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
spesifik.
27. Subzona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan
karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan
karakteristik pada zona yang bersangkutan.
28. Zona Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
29. Zona Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia dan sumber daya buatan.
30. Zona Perlindungan setempat yang selanjutnya disingkat PS adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap, sempadan sungai
dan kawasan sekitar mata air.
31. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.
32. Hutan kota adalah merupakan bagian dari RTH Kota yang berbentuk suatu
hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di
dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

18
33. Zona Rawan Bencana yang selanjutnya disingkat RB adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas
tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami tanah longsor, gelombang pasang/tsunami, banjir, letusan
gunung berapi dan gempa bumi.
34. Zona perumahan yang selanjutnya disingkat R adalah peruntukan ruang
yang terdiri atas kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya.
35. Zona perdagangan dan jasa yang selanjutnya disingkat K adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk
pengembangan kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat bekerja,
tempat berusaha serta tempat hiburan dan rekreasi serta fasilitas
umum/sosial pendukungnya.
36. Zona perkantoran yang selanjutnya disingkat KT adalah peruntukan ruang
yang merupakan bagian dari kawasan budi daya difungsikan untuk
pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan tempat
bekerja/berusaha, tempat berusaha, dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial
pendukungnya.
37. Zona industri yang selanjutnya disingkat I adalah industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi
dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
38. Zona sarana pelayanan umum yang selanjutnya disingkat SPU adalah
peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan
yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial budaya, olahraga
dan rekreasi, dengan fasilitasnya yang dikembangkan dalam bentuk tunggal/
renggang, deret/rapat dengan skala pelayanan yang ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten.
39. Zona peruntukkan lainnya yang selanjutnya disingkat PL adalah Peruntukan
ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan di daerah
tertentu berupa pertanian, pariwisata dan peruntukan-peruntukan lainnya.
40. Zona peruntukkan khusus yang selanjutnya disingkat KH adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan
untuk menampung peruntukan-peruntukan khusus pertahanan keamanan,
tempat pemrosesan akhir (TPA), instalasi pembuangan air limbah (IPAL) dan
lain-lain yang memerlukan penanganan, perencanaan sarana prasarana serta
fasilitas tertentu dan belum tentu di semua wilayah memiliki peruntukan
khusus ini.
41. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan
tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air serta diatas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
42. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
43. Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
19
44. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol.
45. Jalan bebas hambatan adalah jalan umum untuk untuk lalu lintas menerus
dengan pengendalian jalan masuk secara penuh dan tanpa adanya
persimpangan sebidang serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan.
46. Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
antarpusat kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan
pusar kegiatan wilayah.
47. Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya guna
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lingkugan, antarpusat kegiatan local dengan
pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan.
48. Jalan lingkungan primer adalah jalan yang menghubungkan antarpusat
kegiatan didalam kawasan perdesaan dan jalan didalam lingkungan kawasan
perdesaan.
49. Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder
kedua dengan sekunder ketiga.
50. Jalan lokal sekunder jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
51. Jalan lingkungan sekunder adalah jalan yang menghubungkan antar persil
dalam kawasan perkotaan.
52. Ruang manfaat jalan adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi lebar,
tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan
digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya.
53. Ruang Milik Jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu
diluar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan,
pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas dimasa dating serta kebutuhan
ruangan untuk pengaman jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi
tertentu.
54. Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang
penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu
pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan dan fungsi jalan.
55. Jaringan atau Utilitas Umum Lingkungan adalah keterkaitan antara unsur
yang satu dan unsur yang lain.
56. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung
dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
rencana tata ruang dan RTBL.
57. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan
luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana
tata ruang dan RTBL.

20
58. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan
luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana
tata ruang dan RTBL.
59. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan;
dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas terluar muka
bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum
dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai,
batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau
rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dsb
(building line).
60. Garis sempadan jaringan irigasi adalah batas pengamanan bagi saluran
dan/atau bangunan irigasi dengan jarak tertentu sepanjang saluran dan
sekeliling bangunan
61. Garis Sempadan Sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai
yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
62. Garis Sempadan Sumber/Mata Air adalah garis batas lua rpengamanan
waduk, mata air dan pantai
63. Saluran bertanggul adalah saluran yang mempunyai tanggul alam dan/atau
buatan di kanan atau kirinya.
64. Saluran tidak bertanggul adalah saluran yang tidak mempunyai tanggul di
kanan atau kirinya.
65. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah
salurantenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang
digunakan untukpenyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat
beban dengan tegangan diatas 70 (tujuh puluh) Kilo Volt (kV) sampai dengan
278 (dua ratus tujuh puluh delapan) Kilo Volt (kV).
66. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan
pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak
penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
67. Analisis Dampak Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat ANDALIN adalah
serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan
pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan
dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas.
68. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau disingkat LP2B adalah bidang
lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara
konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan,
dan kedaulatan pangan nasional, terdiri dari Lahan utama dan lahan
cadangan yang ditetapkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
69. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku
dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan
barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk
jasa industri, kegiatan usahanya meliputi industri kecil, menengah, dan
besar.
21
70. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.
71. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan
bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
72. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
73. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
tata ruang.
74. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah, Provinsi dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
75. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
76. Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat TKPRD
adalah TKPRD Kabupaten Pasuruan.

BAB II
AZAS PENATAAN RUANG DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Azas Penataan Ruang

Pasal 2

(1) Penataan BWP Bangil diselenggarakan berdasarkan azas penataan ruang.


(2) Asas penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup RDTR dan Peraturan Zonasi BWP Bangil meliputi:


a. lingkup materi; dan
22
b. lingkup wilayah dan waktu perencanaan.

Pasal 4

Ruang lingkup materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri


dari:
a. tujuan, kebijakan dan strategi;
b. rencana pola ruang;
c. rencana jaringan prasarana;
d. penetapan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya;
e. ketentuan pemanfaatan ruang;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas Peraturan
Zonasi, Ketentuan Perizinan dan Pemberian Insentif dan Disinsentif
g. hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang;
h. pengawasan; dan
i. arahan pengenaan sanksi dan ketentuan Pidana.

Pasal 5

(1) Ruang lingkup wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b


meliputi seluruh kelurahan/desa di Kecamatan Bangil, sebagian desa di
Kecamatan Rembang dan sebagian desa di Kecamatan Beji dengan luas
6.848,04 (enam ribu delapan ratus empat puluh delapan koma nol empat)
hektar, terdiri dari:
a. wilayah administratif Kecamatan Bangil seluas 4.343,23 (empat ribu tiga
ratus empat puluh tiga koma dua puluh tiga) hektar, meliputi:
1. Kelurahan Kersikan seluas 43,26 (empat puluh tiga koma dua
puluh enam) hektar;
2. Kelurahan Kalirejo seluas 144,82 (seratus empat puluh empat koma
delapan puluh dua) hektar;
3. Kelurahan Gempeng seluas 134,85 (seratus tiga puluh empat koma
delapan puluh lima) hektar;
4. Kelurahan Bendomungal seluas 51,18 (lima puluh satu koma
delapan belas) hektar;
5. Kelurahan Latek seluas 119,68 (seratus sembilan belas koma enam
puluh delapan) hektar;
6. Kelurahan Dermo seluas 166,56 (seratus enam puluh enam koma
lima puluh enam) hektar;
7. Kelurahan Pogar seluas 171,12 (seratus tujuh puluh satu koma dua
belas) hektar;
8. Kelurahan Kauman seluas 51,70 (lima puluh satu koma tujuh)
hektar;
9. Kelurahan Kiduldalem seluas 62,65 (enam puluh dua koma enam
puluh lima) hektar;
10. Kelurahan Kolursari seluas 208,24 (dua ratus delapan koma dua
puluh empat) hektar;
23
11. Kelurahan Kalianyar seluas 1.134,43 (seribu seratus tiga puluh
empat koma empat puluh tiga) hektar;
12. Desa Manaruwi seluas 256,65 (dua ratus lima puluh enam koma
enam puluh lima) hektar;
13. Desa Tambakan seluas 366,68 (tiga ratus enam puluh enam koma
enam puluh delapan) hektar;
14. Desa Raci seluas 857,13 (delapan ratus lima puluh tujuh koma tiga
belas) hektar; dan
15. Desa Masangan seluas 574,28 (lima ratus tujuh puluh empat koma
dua puluh delapan) hektar.
b. sebagian wilayah administratif Kecamatan Beji seluas 683,02 (enam
ratus delapan puluh tiga koma nol dua) hektar, meliputi:
1. Kelurahan Glanggang seluas 134,57 (seratus tiga puluh empat koma
lima puluh tujuh) hektar;
2. Desa Sidowayah seluas 169,58 (seratus enam puluh sembilan koma
lima puluh delapan) hektar;
3. Desa Kenep seluas 226,31 (dua ratus dua puluh enam koma tiga
puluh satu) hektar;
4. Desa Gajahbendo seluas 139,53 (seratus tiga puluh sembilan koma
lima puluh tiga) hektar, dan
5. Sebagian Desa Gunungsari seluas 13,03 (tiga belas koma nol tiga)
hektar;
c. sebagian wilayah administratif Kecamatan Rembang seluas 1.821,79
(seribu delapan ratus dua puluh satu koma tujuh puluh sembilan)
hektar, meliputi:
1. Desa Mojoparon seluas 179,74 (seratus tujuh puluh sembilan koma
tujuh puluh empat) hektar;
2. Desa Pandean seluas 534,99 (lima ratus tiga puluh empat koma
sembilan puluh sembilan) hektar;
3. Desa Pejangkungan seluas 345,87 (tiga ratus empat puluh lima
koma delapan puluh tujuh) hektar;
4. sebagian Desa Oro-oro Ombo Kulon seluas 116,43 (seratus enam
belas koma empat puluh tiga) hektar;
5. sebagian Desa Oro-oro Ombo Wetan seluas 213,55 (dua ratus tiga
belas koma lima puluh lima) hektar; dan
6. sebagian Desa Pekoren seluas 431,21 (empat ratus tiga puluh satu
koma dua puluh satu) hektar.
(2) Batas – batas BWP Bangil meliputi :
a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Selat Madura;
b. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Beji (Desa Ngembe);
Kecamatan Pandaan (Desa Banjarkejen), Kecamatan Rembang (Desa
Pekoren, Desa Rembang);
c. sebelah timur berbatasan dengan Selat Madura, Kecamatan Kraton (Desa
Gerongan, Desa Bendungan, dan Desa Curahdukuh); dan

24
d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Beji
(Desa Kedungboto, Kelurahan Pagak, Desa Gajahbendo, Desa Beji, Desa
Gunungsari, dan Desa Baujeng).
(3) Ruang lingkup wilayah dan batas-batas BWP Bangil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(4) Lingkup waktu perencanaan untuk RDTR BWP Bangil adalah 20 (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan BWP

Pasal 6

(1) Tujuan penataan BWP Bangil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
adalah mewujudkan BWP Bangil sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten
Pasuruan yang didukung oleh kegiatan perdagangan dan jasa, industri dan
perikanan berbasis minapolitan secara berkelanjutan.
(2) Prinsip penataan rencana struktur ruang BWP Bangil meliputi:
a. memantapkan fungsi dan peran Bangil sebagai Pusat Kegiatan Lokal bagi
seluruh Wilayah Kabupaten Pasuruan;
b. penyediaan aksesibilitas yang memadai dan terintegrasi untuk
mendorong pemerataan pelayanan, pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan dan investasi secara proporsional; dan
c. optimalisasi dalam mereduksi kerawanan banjir dan/atau genangan
yang terjadi melalui kawasan pengendalian ketat.
(3) Prinsip penataan rencana pola ruang BWP Bangil meliputi:
a. optimalisasi rencana pemanfaatan lahan di BWP Bangil secara
proporsional, sesuai daya dukung lingkungan dan daya tampung
kawasan dengan mempertimbangkan upaya mereduksi beban genangan
dan potensi kerawanan banjir yang mungkin terjadi serta optimalisasi
strategis pengembangan ekonomi dan pengembangan minapolitan
perikanan pesisir;
b. mengendalikan pemanfaatan lahan untuk industri besar diluar Kawasan
Industri; dan
c. pusat orientasi kegiatan skala kabupaten.
(4) Prinsip penanganan kawasan dan bangunan BWP Bangil meliputi:
a. pengembangan kawasan yang diprioritaskan penanganannya untuk
Pusat Pemerintahan Kabupaten dan Pusat Pendidikan Terintegrasi;
b. pengendalian dan pengembangan konsep dan komposisi RTH dan RTNH
skala privat maupun publik dalam pemanfaatan ruang; dan

25
c. pengendalian kawasan yang diprioritaskan penanganannya untuk
pengendalian banjir dan/atau genangan, serta karakteristik khusus
kawasan.

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi

Pasal 7

(1) Kebijakan penataan ruang BWP Bangil sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a adalah:
a. pengembangan BWP Bangil sebagai pusat pemerintahan Kabupaten
Pasuruan;
b. pengembangan perdagangan dan jasa dalam menggerakkan
perekonomian BWP Bangil;
c. pengembangan industri dalam pertumbuhan dan pemerataan investasi
secara proporsional;
d. pengembangan perikanan berbasis minapolitan; dan
e. pembangunan BWP Bangil dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
(2) Strategi pengembangan BWP Bangil sebagai pusat pemerintahan Kabupaten
Pasuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. mengembangkan kawasan perkantoran pemerintahan terpadu;
b. meningkatkan akesebilitas menuju jalan arteri primer;
c. meningkatkan pelayanan moda transportasi umum;
d. meningkatkan sarana dan prasarana pendukung; dan
e. menyediakan ruang terbuka hijau dan kawasan resapan air sebagai
pengendali banjir.
(3) Strategi pengembangan perdagangan dan jasa dalam menggerakkan
perekonomian BWP Bangil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. menetapkan kawasan strategis Kabupaten sekitar Interchange Bangil
dan Rembang;
b. mendistribusikan pelayanan sub kawasan dengan sistem proporsional
dan optimalisasi dibagi secara struktur melalui penyediaan kawasan SPU
(Sarana Pelayanan Umum) yang memadai;
c. mengembangkan kegiatan di sektor informal untuk pendukung kegiatan
perekonomian di BWP Bangil;
d. meningkatkan pelayanan utilitas pendukung; dan
e. menyediakan moda transportasi umum yang terintegrasi.
(4) Strategi pengembangan industri dalam pertumbuhan dan pemerataan
investasi secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. mengembangkan zona industri dan kawasan industri sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung kawasan;
b. mengembangkan industri rumah tangga dalam mendukung
perekonomian masyarakat;
26
c. menyediakan aksessibilitas internal dan eksternal terhadap BWP Bangil;
dan
d. merencanakan dan mengarahkan pengembangan aktivitas guna lebih
mendukung konsep BWP Bangil serta mengendalikan alih fungsi pada
kawasannya.
(5) Strategi pengembangan perikanan berbasis minapolitan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. mengoptimalkan potensi kawasan pesisir dan kawasan perikanan
tambak dan wisata;
b. menyediakan aksesibilitas dan utilitas memadai dari dan keluar
kawasan; dan
c. mengembangkan industri pengolahan perikanan terpadu untuk
mendukung perekonomian masyarakat.
(6) Strategi melaksanakan pembangunan BWP Bangil berpedoman pada
pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi:
a. menetapkan batas kawasan fungsional berdasarkan pada perkembangan
aktivitas penduduk, prediksi perkembangan kawasan, interaksi
hinterland Kabupaten Pasuruan dan BWP Bangil, serta ketersediaan
lahan berdasarkan daya dukung dan daya tampung kawasan;
b. mempertahankan lahan pertanian baik lahan basah maupun lahan
kering pada kawasan perkotaan sebagai lahan cadangan;
c. menyediakan lahan ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 20% dari luas
BWP Bangil, melalui penetapan dan peningkatan kualitas dan kuantitas
RTH publik secara proporsional;
d. menyediakan fasilitas-fasilitas umum yang berwawasan lingkungan serta
memiliki kapabilitas untuk memberikan optimalisasi pelayanan terhadap
seluruh wilayah Kabupaten Pasuruan; dan
e. menyediakan peraturan zonasi yang operasional dan sesuai dengan
karakteristik BWP Bangil.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8

(1) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi:
a. konsep pengembangan BWP;
b. pembagian sub BWP dan blok; dan
c. penetapan zona dan subzona.
(2) Konsep pengembangan BWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. skenario pengembangan BWP, meliputi:
1. penetapan Bangil sebagai Ibukota Kabupaten Pasuruan.
27
2. pengembangan pusat kegiatan baru pada pusat-pusat pelayanan
3. pengendalian kawasan sempadan sungai;
4. pengendalian alihfungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan
terbangun;
5. pengembangan perumahan, perdagangan dan jasa, serta
perkantoran baru secara vertikal di sekitar interchange jalan tol;
6. pengembangan perumahan baru;
7. pengembangan kompleks perkantoran;
8. pengembangan industri ramah lingkungan dan non polutan
9. pengembangan RTH baik RTH privat maupun publik
b. sistem pusat kegiatan BWP, meliputi:
1. pusat kegiatan berada di Kelurahan Kauman, Kelurahan
Bendomungal, Kelurahan Kersikan dan Kelurahan Kiduldalem layak
untuk dipertahankan karena telah memiliki kelengkapan akan
fasilitas umum yang menunjang BWP Bangil sebagai Ibu Kota
Kabupaten;
2. mengembangkan kawasan pusat kota sebagai kawasan pusat
perdagangan dan jasa yang mampu menunjang perekonomian
perkotaan;
3. mengembangkan pusat baru sub BWP yang telah ditentukan
sekaligus mengembangkan pusat-pusat perumahan baru untuk
mendukung pemerataan pengembangan;
4. pengembangan sub pusat baru khususnya di Kelurahan Kolursari di
sekitar interchange jalan tol dikarenakan merupakan salah satu
kawasan strategis Kabupaten untuk kepentingan pertumbuhan
ekonomi.
c. arahan pengembangan BWP, meliputi:
1. pengembangan pusat kegiatan baru berupa fungsi perdagangan jasa,
perkantoran dan pelayanan umum di Desa Sidowayah, Desa
Pekoren, Desa Pandean, Kelurahan Gempeng dan Kelurahan
Kauman;
2. pengendalian kawasan sempadan sungai yaitu sempadan Kali Teluh,
Kali Selangu, Kali Sideku, Kali Wrati, Kali Raci dan Masangan serta
Kali Badung;
3. pengendalian alihfungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan
terbangun di Desa Gajahbendo, Desa Gunungsari, Desa Sidowayah,
Desa Oro-oro Ombo Wetan, Kelurahan Dermo, Desa Pekoren, Desa
Pandean, Desa Raci, Desa Masangan, Desa Manaruwi, Kelurahan
Kalirejo, Kelurahan Glanggang, Kelurahan Kauman dan Desa
Tambakan;
4. pengembangan perumahan, perdagangan dan jasa, serta
perkantoran baru secara vertikal di sekitar interchange jalan tol di
Desa Sidowayah;
5. pengembangan perumahan baru dengan konsep infiltrasi di seluruh
sub BWP;

28
6. pengembangan kompleks perkantoran di Desa Raci, Desa Pandean,
dan Desa Masangan;
7. pengembangan industri ramah lingkungan dan non polutan di
seluruh sub BWP;
8. peningkatan dan penambahan ketersediaan RTH baik RTH privat
pada zona perumahan, zona perdagangan dan jasa, zona
perkantoran dan zona sarana pelayanan umum maupun RTH publik
berupa penyediaan taman lingkungan di seluruh sub BWP.
(3) Pembagian sub BWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibagi
dalam 5 (lima) Sub BWP meliputi:
a. sub BWP I dengan luas 1.052,00 (seribu lima puluh dua hektar) hektar
terdiri dari:
1. blok I-1 dengan luas 228,13 (dua ratus dua puluh delapan koma tiga
belas) hektar;
2. blok I-2 dengan luas 125,06 (seratus dua puluh lima koma nol enam)
hektar;
3. blok I-3 dengan luas 133,39 (seratus tiga puluh tiga koma tiga puluh
sembilan) hektar;
4. blok I-4 dengan luas 370,25 (tiga ratus tujuh puluh koma dua puluh
lima) hektar; dan
5. blok I-5 dengan luas 195,17 (seratus sembilan puluh lima koma
tujuh belas) hektar
b. sub BWP II dengan luas 782,00 (tujuh ratus delapan puluh dua) hektar
terdiri dari:
1. blok II-1 dengan luas 304,42 (tiga ratus empat koma empat puluh
dua) hektar;
2. blok II-2 dengan luas 317,29 (tiga ratus delapan belas koma dua
puluh sembilan) hektar; dan
3. blok II-3 dengan luas 160,29 (seratus enam puluh koma dua puluh
sembilan) hektar.
c. sub BWP III dengan luas 1.146,22 (seribu seratus empat puluh enam
koma dua puluh dua) hektar terdiri dari:
1. blok III-1 dengan luas 273,66 (dua ratus tujuh puluh tiga koma enam
puluh enam) hektar;
2. blok III-3 dengan luas 652,18 (enam ratus lima puluh dua koma
delapan belas) hektar; dan;
3. blok III-3 dengan luas 220,38 (dua ratus dua puluh koma tiga puluh
delapan) hektar.
d. sub BWP IV dengan luas 2.722,90 (dua ribu tujuh ratus dua puluh dua
koma sembilan) hektar terdiri dari:
1. blok IV-1 dengan luas 571,42 (lima ratus tujuh puluh satu koma
empat puluh dua) hektar;
2. blok IV-2 dengan luas 321,39 (tiga ratus dua puluh satu koma tiga
puluh sembilan) hektar;

29
3. blok IV-3 dengan luas 734,86 (tujuh ratus tiga puluh empat koma
delapan puluh enam) hektar;
4. blok IV-4 dengan luas 450,48 (empat ratus lima puluh koma empat
puluh delapan) hektar; dan
5. blok IV-5 dengan luas 644,75 (enam ratus empat puluh empat koma
tujuh puluh lima) hektar
e. sub BWP V dengan luas 1.144,92 (seribu seratus empat puluh empat
koma sembilan puluh dua) hektar terdiri dari:
1. blok V-1 dengan luas 145,44 (seratus empat puluh lima koma empat
puluh empat) hektar;
2. blok V-2 dengan luas 131,72 (seratus tiga puluh satu koma tujuh
puluh dua) hektar;
3. blok V-3 dengan luas 370,01 (tiga ratus tujuh puluh koma nol satu)
hektar;
4. blok V-4 dengan luas 124,25 (seratus dua puluh empat koma dua
puluh lima) hektar; dan
5. blok V-5 dengan luas 373,50 (tiga ratus tujuh puluh tiga koma lima)
hektar.
(4) Penetapan zona dan subzona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. zona Lindung; dan
b. zona Budidaya.
(5) Zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a terdiri dari:
a. zona Perlindungan Setempat (PS);
b. zona ruang terbuka hijau (RTH); dan
c. zona Rawan Bencana (RB).
(6) Zona budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b terdiri dari:
a. zona Perumahan (R);
b. zona Perdagangan dan Jasa (K);
c. zona Perkantoran (KT);
d. zona Industri (I);
e. zona Sarana Pelayanan Umum (SPU);
f. zona Peruntukan Lainnya (PL); dan
g. zona Peruntukan Khusus (KH).
(7) Pembagian sub BWP dan pembagian blok BWP Bangil sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(8) Rencana pola ruang RDTR BWP Bangil sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Zona Lindung

30
Paragraf 1
Zona Perlindungan Setempat (PS)

Pasal 9

(1) Zona perlindungan setempat (PS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(5) huruf a, seluas 142,45 (seratus empat puluh dua koma empat puluh
lima) terdiri atas:
a. subzona sempadan sungai (PS-2); dan
b. subzona sempadan mata air (PS-3).
(2) Subzona sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat di seluruh sub BWP dengan luas 119,74 (seratus sembilas belas
koma tujuh puluh empat) hektar pada sepanjang Kali Kedunglarangan, Kali
Teluh, Kali Selangu, Kali Sideku, Kali Wrati, Kali Raci, Kali Masangan dan
Kali Badong tersebar di :
a. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
b. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
c. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
d. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, blok IV-5; dan
e. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4, dan blok V-5
(3) Ketentuan subzona sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a. sempadan sungai bertanggul ditetapkan paling sedikit berjarak 3 (tiga)
meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai; dan
b. sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan paling sedikit 10 (sepuluh)
meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur.
(4) Subzona sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah Sumber Mata Air Sumbersono dengan perlindungan sempadan
minimal 200 (dua ratus) meter dari pusat mata air 1dengan luas 21,71 (dua
puluh satu koma tujuh puluh satu) hektar tersebar di Sub BWP II blok II-1.
(5) Zona perlindungan setempat dapat berfungsi sebagai zona RTH Kota berupa
subzona RTH fungsi tertentu sebagai RTH sempadan sungai dan RTH
sempadan mata air.

Paragraf 2
Zona Ruang Tebuka Hijau (RTH)

Pasal 10

(1) Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(5) huruf b seluas 245,48 (dua ratus empat puluh lima koma empat puluh
delapan) hektar terdiri atas:
a. subzona taman dan hutan kota (RTH-1);
b. subzona jalur hijau dan median jalan (RTH-2); dan
c. subzona RTH fungsi tertentu (RTH-3).
(2) Subzona taman dan hutan kota (RTH-1) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a seluas 13,32 (tiga belas koma tiga puluh dua), meliputi:
31
a. taman kota berupa alun-alun Kecamatan Bangil dengan luas 9,62
(sembilan koma enam puluh dua) hektar di sub BWP V blok V-1;
b. hutan kota dengan luas 3,70 (tiga koma tujuh puluh) hektar di sub BWP
V blok V-2 dan blok V-3; dan
c. RTH berupa kegiatan meliputi taman kecamatan, taman RT/ RW, taman
desa/ kelurahan dikembangkan di seluruh BWP sesuai kebutuhan;
(3) Subzona jalur hijau jalan dan median (RTH-2) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c seluas 8,07 (delapan koma nol tujuh) hektar) meliputi:
a. Pulau jalan dan median jalan dengan luas 8,07 (delapan koma nol tujuh)
hektar tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, dan blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, dan blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, dan blok III-3;
4. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, dan blok IV-5;
dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4, dan blok V-5.
b. jalur pejalan kaki tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, dan blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, dan blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, dan blok III-3;
4. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, dan blok IV-5;
dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4, dan blok V-5.
(4) Subzona RTH fungsi tertentu (RTH-3) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
d seluas 224,10 (dua ratus dua puluh empat koma sepuluh) meliputi :
a. RTH sempadan rel kereta api dengan luas 18,13 (delapan belas koma tiga
belas) hektar tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-4, dan blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, dan blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1 dan blok III-2;
4. sub BWP IV blok IV-1 dna blok IV-2; dan
5. sub BWP V blok V-1 dan blok V-2.
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi dengan luas 79,15 (tujuh
puluh sembilan koma lima belas) hektar tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, dan blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2; dan
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, dan blok III-3; dan
4. sub BWP V, blok V-2.
c. pemakaman dengan luas 24,08 (dua puluh empat koma nol delapan)
hektar.tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1 blok I-3 blok I-4;
2. sub BWP II blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;

32
4. sub BWP IV blok IV-1; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4.
d. sabuk hijau dengan luas 102,75 (serratus dua koma tujuh puluh lima)
hektar tersebar pada :
1. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, dan blok IV-5;
dan
2. sub BWP V blok V-5.

Paragraf 3
Zona Rawan Bencana (RB)

Pasal 11

(1) Zona rawan bencana (RB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5)
huruf c meliputi:
a. subzona rawan banjir (RB-1); dan
b. subzona rawan kebakaran (RB-2).
(2) Subzona rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
diindikasikan sebarannya berada pada :
a. sub BWP I blok I-1, blok I-4, blok I-5;
b. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
c. sub BWP III blok III-1, blok III-3;
d. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, blok IV-5; dan
e. sub BWP V blok V-2, blok V-3, blok V-4, dan blok V-5.
(3) Rencana penanganan subzona rawan banjir sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. titik atau tempat evakuasi untuk wilayah bencana banjir di BWP Bangil
adalah kantor pemerintahan desa/kelurahan terdekat, lapangan
olahraga, gedung sekolah, serta alun-alun pada Sub BWP terkait, sesuai
dengan tingkat kejadian bencana yang terjadi;
b. gedung sekolah sebagai tempat evakuasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a hanya dapat digunakan dengan batas waktu tertentu
agar tidak mengganggu kegiatan pendidikan;
c. jalur evakuasi bencana untuk wilayah bencana di BWP Bangil adalah
dengan menggunakan jalur transportasi yang masih terlihat dapat
dijangkau dan dilalui dan tidak membahayakan terdekat dengan zona
dampak bencana atau kejadian bencana; dan
d. zona rawan bencana, titik atau tempat evakuasi dan jalur evakuasi
bencana banjir di BWP Bangil, akan dituangkan pada perencanaan yang
lebih detail dan khusus terkait penanganan bencana banjir di Bangil
akan dikoordinasikan oleh lembaga dan/atau instansi yang memiliki
kewenangan dibidang penanggulangan bencana di Kabupaten serta
ditetapkan sesuai Peraturan Perundang-undangan.

33
(4) Subzona rawan kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diindikasikan sebarannya berada di rencana zona perumahan, rencana zona
perdagangan dan jasa, serta rencana zona industri sebagai zona potensi/
rawan kebakaran yang berada di hampir seluruh BWP Bangil.
(5) Rencana penanganan subzona rawan kebakaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) meliputi:
a. rencana penanganan bencana kebakaran berupa penyediaan hidran di
kawasan industri, industri besar dan menengah, rumah sakit, kantor
pemerintah kabupaten, pasar, stasiun, permukiman dan di sepanjang
jalan arteri primer setiap 500 (lima ratus) meter; dan
b. sosialisasi terhadap masyarakat khususnya masyarakat yang bertempat
tinggal di area kerawanan bencana kebakaran.
(6) Peta zona rawan bencana BWP Bangil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Zona Budidaya

Paragraf 1
Zona Perumahan (R)

Pasal 12

(1) Zona perumahan ( R ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) huruf a
dengan luas 2.267,54 (dua ribu dua ratus enam puluh tujuh koma lima
puluh empat) hektar, terdiri atas :
a. subzona perumahan kepadatan tinggi (R-1);
b. subzona perumahan kepadatan sedang (R-2); dan
c. subzona perumahan kepadatan rendah (R-3);
(2) Subzona perumahan kepadatan tinggi (R-1) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, dengan luas 65,42 (enam puluh lima koma empat puluh
dua) hektar meliputi:
a. rumah tunggal dan kopel dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah
sederhana dan menengah yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar
pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-4;
2. sub BWP II blok II-2;
3. sub BWP III blok III-1;
4. sub BWP IV blok IV-1; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2;
b. rumah deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah sederhana dan
menengah yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-4;
2. sub BWP II blok II-2;
3. sub BWP III blok III-1;

34
4. sub BWP IV blok IV-1; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2.
c. rumah tunggal dan deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah
menengah yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-4;
2. sub BWP II blok II-2;
3. sub BWP III blok III-1;
4. sub BWP IV blok IV-1; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2.
d. rumah tunggal, kopel, dan deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai
rumah kampung yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-4;
2. sub BWP II blok II-2;
3. sub BWP III blok III-1;
4. sub BWP IV blok IV-1; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2.
e. rumah tunggal dan kopel dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah
menengah diarahkan di Sub BWP I blok I-1, blok I-2 dan blok I-4.
f. perumahan karyawan industri dengan fungsi tempat tinggal sebagai
rumah sederhana dan menengah diarahkan di Sub BWP III blok III-1.
(3) Subzona perumahan kepadatan sedang (R-2) sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf b dengan luas 1.265,31 (seribu dua ratus enam puluh lima
koma tiga puluh satu) hektar meliputi:
a. rumah tunggal dan kopel dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah
sederhana dan menengah yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar
pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
4. sub IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-4, blok IV-5; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4.
b. rumah deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah sederhana dan
menengah yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
4. sub IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-4, blok IV-5; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4.
c. rumah tunggal dan deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah
menengah yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
35
4. sub IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-4, blok IV-5; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4.
d. rumah tunggal, kopel, dan deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai
rumah kampung yang dikembangkan oleh masyarakat tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
4. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-4, blok IV-5; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4.
(4) Subzona perumahan kepadatan rendah (R-3) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dengan luas 936,81 (sembilan ratus tiga puluh enam koma
delapan puluh satu) hektar meliputi:
a. rumah tunggal dan kopel dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah
menengah yang dikembangkan oleh masyarakat dan pengembang
tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
4. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, blok IV-5; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4, blok V-5.
b. rumah deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah menengah
yang dikembangkan oleh masyarakat dan pengembang tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
4. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, blok IV-5; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4, blok V-5.
c. rumah tunggal dan deret dengan fungsi tempat tinggal sebagai rumah
menengah yang dikembangkan oleh masyarakat dan pengembang
tersebar pada :
1. sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, blok I-5;
2. sub BWP II blok II-1, blok II-2, blok II-3;
3. sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3;
4. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, blok IV-5; dan
5. sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok V-4, blok V-5.

Paragraf 2
Zona Perdagangan dan Jasa (K)

Pasal 13

(1) Rencana zona perdagangan dan jasa (K) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (6) huruf b dengan luas 112,13 (seratus dua belas koma tiga belas)
hektar, meliputi:
a. subzona perdagangan dan jasa tunggal (K-1); dan
36
b. subzona perdagangan dan jasa deret (K-3).
(2) Subzona perdagangan dan jasa tunggal (K-1) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dengan luas 14,30 (empat belas koma tiga puluh) hektar
meliputi:
a. subzona perdagangan dan jasa tunggal modern meliputi :
1. subzona perdagangan dan jasa tunggal modern berupa mall,
department store, supermarket terdapat Sub BWP II blok II-2, Sub
BWP III blok III-1, Sub BWP V blok V-1; dan
2. subzona perdagangan dan jasa tunggal dengan kegiatan pusat
perbelanjaan yang akan dikembangkan di Sub BWP III blok III-2.
b. subzona perdagangan dan jasa tunggal tradisional meliputi :
1. subzona perdagangan dan jasa tunggal dengan kegiatan pasar
tradisional terdapat di Sub BWP I blok I-4 dan Sub BWP V blok V-3,
blok V-4; dan
2. subzona perdagangan dan jasa tunggal dengan kegiatan pasar
tradisional yang sudah ada dipertahankan keberadaannya.
c. subzona perdagangan dan jasa tunggal dengan kegiatan toko, warung,
kios dan sejenisnya meliputi :
1. subzona perdagangan dan jasa tunggal dengan kegiatan toko,
warung, kios dan sejenisnya terdapat di tiap Sub BWP; dan
2. subzona perdagangan dan jasa tunggal dengan kegiatan toko,
warung, kios dan sejenisnya dikembangkan pada setiap blok dan
SBWP.
3. subzona perdagangan dan jasa tunggal dengan kegiatan SPPBE di
Sub BWP III Blok III-1.
d. pada subzona perdagangan dan jasa tunggal ini dapat dilengkapi dengan
sentra PKL.
(3) Subzona perdagangan dan jasa deret (K-3) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dengan luas 97,83 (sembilan puluh tujuh koma delapan puluh
tiga) hektar meliputi:
a. subzona perdagangan dan jasa deret dengan kegiatan ruko, pertokoan,
dan kompleks pertokoan tersebar pada :
1. Sub BWP I blok I-1 dan blok I-4;
2. Sub BWP III blok III-1 dan blok III-2;
3. Sub BWP IV blok IV-1 dan blok IV-2; dan
4. Sub BWP V blok V-1.
b. subzona perdagangan dan jasa deret dengan kegiatan ruko, pertokoan,
dan kompleks pertokoan tersebar pada :
1. Sub BWP I blok I-1 dan blok I-4;
2. Sub BWP III blok III-1 dan blok III-2;
3. Sub BWP IV blok IV-1 dan blok IV-2; dan
4. Sub BWP V blok V-1.
c. pada subzona perdagangan dan jasa deret ini dapat dilengkapi dengan
sentra PKL.

37
Paragraf 3
Zona Perkantoran (KT)

Pasal 14

(1) Rencana zona perkantoran (KT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(6) huruf c seluas 47,09 (empat puluh tujuh koma nol sembilan) hektar
meliputi:
a. subzona perkantoran pemerintah (KT-1); dan
b. subzona perkantoran swasta (KT-2).
(2) Subzona perkantoran pemerintah (KT-1) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dengan luas 45,16 (empat puluh lima koma enam belas) hektar
meliputi :
a. subzona perkantoran pemerintah berupa:
1. kompleks perkantoran pemerintah Kabupaten di Sub BWP III blok III-
1, blok III-2;
2. kantor kecamatan di Sub BWP I blok I-1;
3. kantor kelurahan/desa di Sub BWP I blok I-1, blok I-3, blok I-4, blok
I-5, sub BWP III blok III-1, blok III-2, blok III-3, sub BWP IV blok IV-1,
sub BWP V blok V-1, blok V-2, blok V-3, blok IV-4;
4. kantor dinas di sub BWP III blok III-1 dan blok III-2.
b. subzona perkantoran pemerintah yang sudah ada dipertahankan
keberadaannya.
(3) Subzona perkantoran swasta (KT-2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dengan luas 1,94 (satu koma sembilan puluh empat) hektar
meliputi:
a. subzona perkantoran berupa bank dan kantor organisasi masyarakat
yang terdapat di sub III blok III-1 dan blok III-2; dan
b. subzona perkantoran swasta berupa kantor konsultan dan kantor
notaris dikembangkan menyatu dengan zona perumahan dan zona
perdagangan yang tersebar di tiap sub BWP.

Paragraf 4
Zona Industri (I)

Pasal 15

(1) Rencana zona industri (I) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6)
huruf d seluas 616,52 (enam ratus enam belas koma lima puluh dua)
hektar, meliputi :
a. subzona industri kimia dasar (I-1) dengan luas 15,44 (lima belas koma
empat puluh empat) hektar berada di sub BWP II blok II-1 dan blok II-2.
b. subzona aneka industri (I-4) dengan luas 601,08 (enam ratus satu koma
nol delapan) hektar berada di sub BWP II blok II-2, sub BWP III blok III-1,
III-2, dan blok III-3; dan

38
c. pengembangan zona industri sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b memperhatikan ketersediaan prasarana dan sarana penunjang
yang harus disediakan skala publik dan privat termasuk RTH,
pengolahan limbah dan kawasan penyangga oleh Perusahaan Industri,
dengan kriteria dan batasan teknis pengaturannya yang telah ditentukan
sesuai ketentuan dan perundangan yang berlaku.
(2) Zona industri yang sudah ada dipertahankan keberadaannya dengan tetap
memperhatikan aspek lingkungan sekitarnya dan memberikan pembinaan
kepada pelaku industri untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan.
(3) Jika pengaturan kriteria dan batasan teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c belum tersedia, maka akan diatur terpisah dalam Peraturan
Bupati.

Paragraf 5
Zona Sarana Pelayanan Umum (SPU)

Pasal 16

(1) Rencana zona sarana pelayanan umum (SPU) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (6) huruf e seluas 72,14 (tujuh puluh dua koma empat belas)
hektar, meliputi:
a. subzona SPU Pendidikan (SPU-1);
b. subzona SPU transportasi (SPU-2);
c. subzona SPU kesehatan (SPU-3);
d. subzona SPU olahraga (SPU-4);
e. subzona SPU sosial budaya (SPU-5); dan
f. subzona SPU peribadatan (SPU-6).
(2) Rencana sub zona SPU pendidikan (SPU-1) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a seluas 39,29 (tiga puluh sembilan koma dua puluh
sembilan) hektar meliputi:
a. sub zona pendidikan berupa kegiatan taman kanak-kanak, sekolah
dasar/Madrasah Ibtidaiyah (MI) meliputi:
1. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan taman kanak-kanak,
sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang sudah ada terdapat di
tiap Sub BWP; dan
2. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan taman kanak-kanak,
sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dikembangkan di tiap Sub
BWP terutama pada perumahan baru.
b. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau sederajat meliputi:
1. sub zona SPU pendidikan berupa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau sederajat yang sudah ada terdapat di seluruh Sub BWP;
2. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau sederajat yang sudah ada dipertahankan
keberadaannya.

39
c. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan Sekolah Menengah
Atas/Sekolah Menengah Kejuruan atau sederajat meliputi :
1. sub zona SPU pendidikan berupa Sekolah Menengah Atas/Sekolah
Menengah Kejuruan atau sederajat yang sudah ada terdapat di
seluruh Sub BWP;
2. sub zona SPU pendidikan berupa Sekolah Menengah Atas/Sekolah
Menengah Kejuruan atau sederajat yang sudah ada dipertahankan
keberadaannya.
d. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan perguruan tinggi/akademi
atau sederajat meliputi :
1. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan perguruan tinggi/akademi
atau sederajat yang sudah ada terdapat di Sub BWP III dan Sub BWP
V;
2. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan perguruan tinggi/akademi
atau sederajat yang sudah ada dipertahankan keberadaannya.
e. sub zona SPU pendidikan berupa kegiatan Pondok Pesantren di Sub
BWP IV blok IV-1, blok IV-2, dan Sub BWP V blok V-2.
(3) Sub zona SPU transportasi (SPU-2) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b dengan luas 10,32 (sepuluh koma tiga puluh dua) hektar meliputi:
a. terminal tipe C di Sub BWP I blok I-4;
b. parkir truk di Sub BWP III blok III-1 dan blok III-2; dan
c. stasiun kereta api Bangil berupa stasiun penumpang di Sub BWP V blok
V-1 dan kargo barang di Sub BWP I blok I-1.
(4) Sub zona SPU kesehatan (SPU-3) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c dengan luas 6,79 (enam koma tujuh puluh sembilan) hektar
meliputi:
a. kegiatan klinik terdapat di Sub BWP I blok I-1, Sub BWP II blok II-2, Sub
BWP III blok III-1 dan blok III-3, dan Sub BWP V blok V-3;
b. praktek dokter, praktek bidan, posyandu tersebar di seluruh Sub BWP
c. puskesmas terdapat di Sub BWP I blok I-4, Sub BWP III blok III-1, blok
III-2, dan Sub BWP V blok V-3
d. rumah sakit terdapat di Sub BWP I, Sub BWP III blok III-1, dan Sub BWP
V blok V-1.
(5) Sub zona SPU olahraga (SPU-4) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d dengan luas 9,31 (sembilan koma tiga puluh satu) hektar meliputi:
a. Stadion Pogar di Sub BWP V blok V-2
b. Gedung Olahraga di Sub BWP III; dan
c. Lapangan olahraga di Sub BWP I blok I-1, blok I-2, blok I-3, blok I-4, Sub
BWP III blok III-1, blok III-3, Sub BWP IV blok IV-1, Sub BWP V blok V-3,
blok V-4.;
(6) Sub zona SPU sosial budaya (SPU-5) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf e dengan luas 0,65 (nol koma enam puluh lima) hektar meliputi:
a. sub zona SPU sosial budaya berupa gedung pertemuan/balai warga
terdapat di tiap Sub BWP; dan

40
b. sub zona SPU sosial budaya berupa gedung pertemuan/balai warga
dikembangkan pada pengembangan perumahan baru yang terdapat di
seluruh Sub BWP.
(7) Sub zona SPU peribadatan (SPU-6) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf e dengan luas 5,78 (lima koma tujuh puluh delapan) hektar meliputi:
a. masjid dan langgar/musholla terdapat di tiap Sub BWP;
b. gereja terdapat di Sub BWP I dan Sub BWP IV; dan
c. masjid, langgar/musholla dan gereja dikembangkan di tiap Sub BWP
terutama perumahan baru sesuai dengan daya dukung penduduknya.

Paragraf 6
Zona Peruntukan Lainnya (PL)

Pasal 17

(1) Rencana zona peruntukan lainnya (PL) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (6) huruf f dengan luas 2.786,93 (dua ribu tujuh ratus delpan puluh
enam koma sembilan puluh tiga) hektar, meliputi :
a. sub zona pertanian (PL-1);
b. sub zona pariwisata (PL-3); dan
c. sub zona perikanan (PL-4);
(2) Sub zona pertanian (PL-1)sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dengan luas 709,83 (tujuh ratus sembilan koma delapan puluh tiga) hektar
yang juga merupakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
tersebar pada :
a. sub BWP I blok I-2, blok I-3;
b. sub BWP II blok II-1, blok II-2;
c. sub BWP III blok III-1, blok III-2;
d. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, dan blok IV-3; dan
e. sub BWP V blok V-2, dan blok V-3.
(3) Sub zona pariwisata (PL-3) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dengan luas 2,54 (dua koma lima puluh empat) hektar, meliputi:
a. makam Ratu Ayu di sub BWP V blok V-1 dengan luas 0,95 (nol koma
sembilan puluh lima) hektar; dan
b. kolam pancing di sub BWP III blok III-2 dengan luas 1,59 (satu koma
lima puluh sembilan) hektar.
(4) Sub zona perikanan (PL-4) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berupa perikanan tambak dengan luas 2.074,56 (dua ribu tujuh puluh
empat koma lima puluh enam) hektar tersebar pada :
d. sub BWP IV blok IV-1, blok IV-2, blok IV-3, blok IV-4, dan blok IV-5; dan
e. sub BWP V blok V-3, dan blok V-5,.
(5) Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri
tentang rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
Kabupaten Pasuruan dan ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan.
41
(6) Zona peruntukan lain yaitu subzona pertanian yang merupakan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dapat berfungsi sebagai pemenuhan
untuk RTH.

Paragraf 7
Zona Peruntukan Khusus (KH)

Pasal 18

(1) Zona peruntukan khusus (KH) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(6) huruf g dengan luas 189,57 (seratus delapan puluh sembilan koma lima
puluh tujuh) hektar, meliputi:
a. sub zona pertahanan dan keamanan (KH-1);
b. sub zona Tempat Pengolahan Akhir (TPA) (KH-2);
c. sub zona Gardu Induk Listrik (KH-4) ; dan
d. sub zona Pengendalian Banjir dan Rob (KH-5).
(2) Sub zona pertahanan dan keamanan (KH-1) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a seluas 174,13 (seratus tujuh puluh empat koma tiga belas)
berupa:
a. sebagian daerah latihan militer berupa TNI AL STASCAR dan Kawasan
TNI AU Raci dengan luas 154,81 (seratus lima puluh empat koma
delapan puluh satu) hektar terletak di Sub BWP III Blok III-2;
b. sebagian kawasan militer Yonkaveleri VIII dengan luas 16,91 (enam
belas koma sembilan puluh satu) hektar terletak di sub BWP I blok I-1;
c. Koramil dengan luas 0,11 (nol koma sebelas) hektar;terletak di sub BWP
I blok I-4
d. Polisi Sektor dengan luas 0,97 (nol koma sembilan puluh tujuh) hektar
terletak di sub BWP I blok I-1 ; dan
e. Samsat dengan luas 0,82 (nol koma delapan puluh dua) hektar terletak
di di sub BWP IV blok IV-1; dan
f. rumah tahanan negara Bangil dengan luas 0,51 (nol koma lima puluh
satu) hektar terletak di sub BWP I blok I-4.
(3) Sub zona Tempat Pengolahan Akhir (TPA) (KH-2) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf dengan luas 2,44 (dua koma empat puluh empat) hektar
terdapat di SBWP I blok I-2 Desa Kenep Kecamatan Beji.
(4) Sub zona Gardu Induk Listrik (KH-4) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d berupa gardu induk listrik dengan luas 3,86 (tiga koma delapan
puluh enam) hektar terletak di sub BWP I blok I-4.
(5) Sub zona Pengendali Banjir dan Rob (KH-5) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e berupa kolam retensi dengan luas 9,15 (sembilan koma lima
belas) hektar terletak di sub BWP V blok V-3.

42
BAB V
RENCANA JARINGAN PRASARANA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 19

Rencana jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c


meliputi:
a. rencana pengembangan jaringan pergerakan;
b. rencana pengembangan jaringan energi/kelistrikan;
c. rencana pengembangan jaringan telekomunikasi;
d. rencana pengembangan air minum;
e. rencana pengembangan drainase;
f. rencana pengembangan jaringan air limbah; dan
g. rencana pengembangan jaringan prasarana lain.

Bagian Kedua
Rencana Jaringan Prasarana

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan

Pasal 20

Rencana pengembangan jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 19 huruf a meliputi rencana :
a. jaringan jalan;
b. jalur pedestrian dan jalur sepeda;
c. pelayanan angkutan;
d. prasarana jalan; dan
e. jaringan kereta api.

Pasal 21

(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, meliputi :


a. pengembangan jalan bebas hambatan;
b. pengembangan jaringan jalan arteri primer;
c. pengembangan jaringan jalan kolektor sekunder;
d. pengembangan jaringan jalan lokal primer;
e. pengembangan jaringan jalan lokal sekunder; dan
f. pengembangan jaringan jalan lingkungan.
(2) Pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berupa Jalan bebas hambatan Gempol - Pasuruan melewati Wilayah
Desa Gajahbendo – Desa Sidowayah – Kelurahan Kolursari – Desa Oro-oro
Ombo Kulon – Desa Oro-oro Ombo Wetan – Desa Pekoren - Desa
Pejangkungan.

43
(3) Pengembangan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi:
a. jalan Pattimura;
b. jalan A. Yani;
c. jalan Untung Suropati;
d. jalan Jaksa Agung Suprapto;
e. jalan Dr. Sutomo;
f. jalan Kartini;
g. jalan Gajah Mada; dan
h. jalan Diponegoro;
(4) Pengembangan jalan kolektor sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. jalan yang menghubungkan Cangkringmalang - Kedungringin -
Kedungboto – Glanggang; dan
b. jalan yang menghubungkan Kolursari - Kiduldalem - Kersikan -
Bendomungal - Kalirejo – Kalianyar.
(5) Pengembangan jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d meliputi:
a. jalan Bangil – Pandaan;
b. jalan Rambutan;
c. jalan Blawi - Rembang;
d. jalan Rembang – Oro-oro Ombo Kulon;
e. jalan Bangil Wonokerto;
f. jalan Bandeng;
g. jalan Cumi-cumi;
h. jalan Udang;
i. jalan Layur;
j. jalan Tongkol;
k. jalan Rembang Industri Raya; dan
l. jalan Kraton Industri Raya.
(6) Pengembangan lokal sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
meliputi:
a. jalan yang menghubungkan Gunungsari – Kenep;
b. jalan yang menghubungkan Sidowayah – Kolursari;
c. jalan yang menghubungkan Gajahbendo – Pogar;
d. jalan yang menghubungkan Kolursari – Kiduldalem;
e. jalan yang menghubungkan Kolursari – Dermo;
f. jalan yang menghubungkan Dermo – Pekoren;
g. jalan yang menghubungkan Pekoren – Mojoparon;
h. jalan yang menghubungkan Pejangkungan – Pekoren;
i. jalan yang menghubungkan Mojoparon – Pandean;
j. jalan yang menghubungkan Masangan – Manaruwi;

44
k. jalan yang menghubungkan Masangan – Latek;
l. jalan yang menghubungkan Latek – Gempeng;
m. jalan yang menghubungkan Gempeng Manaruwi;
n. jalan yang menghubungkan Latek – Manaruwi;
o. jalan yang menghubungkan Dermo – Gempeng;
p. jalan yang menghubungkan Kersikan – Bendomungal;
q. jalan yang menghubungkan Bendomungal – Kauman;
r. jalan yang menghubungkan Kauman – Pogar;
s. jalan yang menghubungkan Kauman – Glanggang; dan
t. jalan yang menghubungkan Glanggang – Kalirejo.
(7) Pengembangan jaringan jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f meliputi jalan lingkungan yang menghubungkan antar desa
maupun jalan lingkungan di dalam BWP Bangil.
(8) Peta rencana pengembangan sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5, ayat (6), ayat (7) dan ayat (8)
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 22

(1) Rencana sistem jalur pedestrian dan jalur sepeda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 huruf b meliputi:
a. jalur pedestrian; dan
b. jalur sepeda.
(2) Jalur pedestrian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikembangkan
di pusat kota, zona perkantoran, sub zona pendidikan, sub zona kesehatan
dan zona campuran.
(3) Jalur sepeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa jalur
khusus yang berada di kawasan Alun- Alun Bangil dan sekitarnya yang akan
di kembangkan di seluruh wilayah BWP.
(4) Peta rencana pengembangan jalur pedestrian dan jalur sepeda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 23

(1) Rencana pengembangan sistem pelayanan angkutan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 20 huruf c meliputi:
a. angkutan barang; dan
b. angkutan penumpang.
(2) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. angkutan truk/barang dengan kapasitas muatan>8 ton (truk besar) akan
menggunakan jalan bebas hambatan dan arteri primer yang
menghubungkan Surabaya-Gempol-Bangil- Pasuruan;

45
b. angkutan truk/barang ukuran kecil/sedang dengan kapasitas muatan < 8
ton, berupa pengembangan rute Pasuruan-Warungdowo-Sidogiri-
Rembang-Bangil; dan
c. pembangunan angkutan barang berupa jalur kereta api yang
menghubungkan kawasan industri PIER ke Stasiun Bangil.
(3) Angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. angkutan umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang melayani trayek:
1. Provinsi Jawa Timur –Provinsi Bali; dan
2. Provinsi Jawa Timur – Provinsi Jawa Tengah.
b. angkutan umum Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) yang
menghubungkan:
1. Surabaya – Jember; dan
2. Surabaya – Banyuwangi.
c. angkutan perkotaan melayani trayek:
1. Bangil – Porong;
2. Pasuruan – Kraton – Bangil – Beji – Gempol; dan
3. Bangil – Kalianyar.
(4) Peta rencana sistem pelayanan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 24

(1) Rencana prasarana jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d


meliputi:
a. halte;
b. penyeberangan; dan
c. parkir.
(2) Rencana penempatan halte sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. pengembangan halte di kawasan Stasiun Kereta Api Bangil di Sub BWP I
blok I-1 dan Sub BWP V blok V-1;
b. pengembangan halte pada pusat perkotaan, pusat perdagangan jasa, serta
pada kawasan pendidikan untuk mempermudah menurunkan dan
menaikan penumpang di Sub BWP I blok I-1, Sub BWP III blok III-1, Sub
BWP IV blok IV-1, dan Sub BWP V blok V-1; dan
c. pengembangan halte pada kawasan industri di Sub BWP II blok II-2 dan
Sub BWP III blok III-1.
(3) Rencana pengembangan sarana penyeberangan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) huruf b berdasarkan:
a. pengembangan sarana penyeberangan diarahkan berupa pengembangan
zebra cross pada beberapa ruas jalan yang sekitarnya terdapat fasilitas
perdagangan dan jasa serta perkantoran; dan
b. untuk kawasan-kawasan khusus seperti kawasan pendidikan, diarahkan
penentuan Zona Selamat Sekolah (ZSS).
46
(4) Rencana pengembangan parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. sistem parkir off street pada perdagangan, jasa, perkantoran, industri, SPU
dan zona khusus; dan
b. sistem parkir on street zona perdaganan jasa yang terdapat pada jalan lokal
dan kolektor sekunder.
(5) Peta rencana prasarana jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 25

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 20 huruf e meliputi :
a. pengembangan jaringan kereta api komuter yang menghubungkan
Surabaya–Sidoarjo–Bangil–Kota Pasuruan;
b. pengembangan jaringan kereta api skala regional dengan pengembangan
jalur tengah, jalur timur dan jalur lingkar berupa jalur kereta api ganda
yang menghubungkan Surabaya (Semut)–Surabaya (Gubeng)–
Wonokromo–Sidoarjo–Bangil–Pasuruan–Probolinggo-Jember– Banyuwangi;
dan
c. pengembangan jalur khusus kereta api untuk angkutan industri yang
menghubungkan kawasan industri PIER – Stasiun Bangil.
(2) Peta rencana pengembangan sistem jaringan kereta api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan

Pasal 26

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b meliputi:
a. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
b. jaringan pipa minyak dan gas bumi.
(2) Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan jaringan SUTT berada di sub BWP I melalui blok I-1 dan I-2;
b. pengembangan jaringan SUTM melalui Sub BWP I, II, dan III; dan
c. pengembangan jaringan SUTR ke seluruh wilayah BWP Bangil.
(3) Pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b berupa pengembangan jaringan pipa transmisi energi
gas bumi meliputi:
a. jaringan pipa transmisi yang melewati jalan Pattimura – jalan A. Yani –
jalan Wetan Alun – jalan Merdeka – jalan Dr. Sutomo – jalan R.A Kartini –
jalan Surabaya-Pasuruan – jalan Raya Raci-Bangil; dan

47
b. jaringan pipa transmisi untuk keperluan industri.
(4) Peta rencana pengembangan jaringan energi/ kelistrikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran X yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Peta rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tercantum dalam Lampiran XI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Jaringan
Telekomunikasi

Pasal 27

(1) Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi sebagaimana Pasal 19 ayat


(1) huruf c meliputi:
a. pengembangan jaringan telekomunikasi berupa jaringan kabel telepon di
semua Sub BWP;
b. pengembangan jaringan telekomunikasi berupa menara telekomunikasi
bersama di Sub BWP II blok II-2, Sub BWP IV blok IV-1, dan blok IV-2, Sub
BWP V blok V-4; dan
c. peningkatan dan pengembangan layanan internet sebagai fasilitas umum di
seluruh Sub BWP.
(2) Peta rencana pengembangan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4
Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum

Pasal 28

(1) Pengembangan jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19


ayat (1) huruf d merupakan rencana kebutuhan dan sistem penyediaan air
minum, terdiri atas :
a. bangunan pengambil air baku; dan
b. jaringan perpipaan.
(2) Bangunan pengambilan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi:
a. sumber mata air dikelola oleh PDAM berupa mata air Sumbersono;
b. sumber air sumur gali dan sumur pompa dikelola swadaya oleh
masyarakat; dan
c. pengembangan sistem HIPPAM (Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum)
di seluruh SBWP.
(3) Pengembangan jaringan air minum perpipaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa PDAM di setiap Sub BWP untuk membatasi
penggunaan air tanah oleh masyarakat dan swasta.

48
(4) Peta rencana pengembangan jaringan air minum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran XIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Drainase

Pasal 29

(1) Pengembangan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)


huruf e meliputi :
a. rencana sistem jaringan drainase;
b. rencana kebutuhan sistem drainase; dan
c. rencana pengelolaan drainase
(2) Rencana sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, meliputi :
a. perbaikan atau normalisasi jaringan yang telah ada secara berkala
meliputi;
1. Peningkatan mutu konstruksi saluran drainase, khususnya pada
saluran drainase di jalan – jalan utama lingkungan permukiman.
2. Membersihkan saluran drainase dari sampah dan timbunan tanah
dengan pengerukan.
b. pembangunan saluran drainase yang baru bagi lingkungan yang belum
memiliki saluran drainase.
(3) Rencana kebutuhan sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, meliputi:
a. jaringan drainase primer berupa Kali Kedunglarangan;
b. jaringan drainase sekunder berupa Kali Kambeng;
c. jaringan drainase tersier yaitu saluran buatan dalam kawasan
permukiman.
(4) Rencana pengelolaan drainase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c,
meliputi :
a. pengelolaan sistem drainase berdasarkan Sub Daerah Aliran Sungai.
b. penggunaan sistem perpompaan di wilayah rawan banjir.
c. penanganan saluran meliputi :
1. Normalisasi saluran;
2. Pembuatan sudetan;
3. Pembuatan saluran baru; dan
4. Pembuatan inlet.
d. Peresapan air dalam tanah meliputi :
1. sumur resapan air hujan;
2. biopori; dan
3. bozem dan pemanfaatan teknologi tampungan air bawah tanah.

49
(5) Peta rencana pengembangan jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah

Pasal 30

(1) Pengembangan jaringan sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud


Pasal 19 ayat (1) huruf f meliputi:
a. sistem perpipaan/sistem terpusat
b. sistem komunal; dan
c. sistem setempat.
(2) Sistem perpipaan/ sistem terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dikembangkan di Sub BWP I, Sub BWP II, sub BWP III, Sub BWP IV
dan Sub BWP V.
(3) Sistem komunal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan
di zona industri serta pada zona perumahan yang disediakan oleh setiap blok
berbasis sub DAS.
(4) Sistem setempat sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, berupa :
a. bak septik (septic tank); dan
b. instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).
(5) Peta rencana pengembangan jaringan air limbah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran XV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 7
Rencana Pengembangan Prasarana Lain

Pasal 31

(1) Rencana pengembangan jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 19 ayat (1) huruf g, meliputi:
a. rencana pengembangan jalur evakuasi bencana; dan
b. rencana pengembangan sistem persampahan.
(2) Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. jalur evakuasi bencana; dan
b. tempat evakuasi sementara.
(3) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa
jalur evakuasi bencana banjir dan kebakaran, melalui:
a. Jalan Pattimura – Jalan A. Yani – Jalan Dr. Soetomo – Jalan RA Kartini –
Jalan Raya Raci–Bangil;
b. Jalan Bangil–Pandaan – Jalan Mangga – Jalan Diponegoro;
c. Jalan Kolursari – Jalan Jambu;
d. Jalan Rambutan;
50
e. Jalan Mojoparon – Jalan Paku Joyo;
f. Jalan Raya Rembang;
g. Jalan Bader – Jalan Lumba-lumba – Jalan Ikan Paus;
h. Jalan Kakap – Jalan Udang – Jalan Cucut – Jalan Hiu;
i. Jalan Nener – Jalan Duyung – Jalan Sili; dan
j. Jalan Lomorejo Latek.
(4) Lokasi tempat evakuasi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf
(b) diarahkan di sarana pelayanan umum yang memiliki kapasitas besar
meliputi:
a. lapangan kantor Kelurahan di Sub BWP V blok V-4;
b. masjid Kalirejo di Sub BWP V blok V-3;
c. gedung sekolah di Sub BWP V blok V-4;
d. lapangan olahraga di Sub BWP V blok V-3;
e. hutan kota di Sub BWP V blok V-3; dan
f. alun-alun Bangil di Sub BWP V blok V-1.
(5) Rencana pengembangan sistem persampahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi :
a. pengembangan TPA (Tempat Pengelolaan Akhir) berupa TPA Kenep
(Kecamatan Beji) di Sub BWP I blok I-2 dengan menggunakan sistem
sanitary landfill;
b. pengembangan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) Terpadu di Sub BWP I
blok I-1 dan Sub BWP V blok V-2;
c. instalasi pengolahan sampah menjadi pupuk organik;
d. pengembangan teknologi pengolahan sampah 3R (reduce, recycle, reuse);
dan
e. bank sampah pada lingkungan pasar dan permukiman.
(6) Rencana pengembangan jaringan prasarana lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) berupa bencana banjir tercantum dalam Lampiran XVI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(7) Rencana pengembangan jaringan prasarana lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) berupa bencana kebakaran tercantum dalam Lampiran XVII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(8) Rencana pengembangan jaringan prasarana lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) berupa pengembangan sistem persampahan tercantum dalam
Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

BAB VI
PENETAPAN SUB BWP YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA

Pasal 32

(1) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 huruf d adalah Sub BWP I.

51
(2) Tema penanganan Sub BWP prioritas adalah Optimalisasi fungsi perdagangan
dan jasa dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kawasan.
(3) Penanganan Sub BWP prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. penataan zona perdagangan dan jasa di sepanjang koridor jalan Bangil-
Pandaan;
b. penataan Pasar Bangil; dan
c. penataan kawasan sekitar interchange jalan tol.
(4) Sub BWP I merupakan kawasan yang diprioritaskan dalam penyusunan RTBL
yang akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(5) Peta Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VII
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 33

Ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e


meliputi:
a. program perwujudan rencana pola ruang;
b. program perwujudan rencana jaringan prasarana; dan
c. program perwujudan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya.

Pasal 34

Program perwujudan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33


huruf a meliputi:
a. perwujudan rencana zona lindung; dan
b. perwujudan rencana zona budidaya.

Pasal 35

(1) Perwujudan rencana zona lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34


huruf a meliputi:
a. zona perlindungan setempat;
b. zona RTH; dan
c. zona rawan bencana.
(2) Perwujudan zona perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a melalui optimalisasi dan mengembalikan fungsi zona perlindungan
setempat untuk kepentingan konservasi meliputi;
a. penetapan batas penghijauan dan pembatasan kawasan terbangun,
b. penghijauan atau reboisasi sepanjang sempadan sungai dan mata air,
c. penguatan tebing dengan cara membuat plengsengan pada sepanjang sungai
dan irigasi terutama pada area yang rawan longsor; dan
d. pengembangan kali bersih, pengembangan pariwisata dan penelitian.
52
(3) Perwujudan zona RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melalui
optimalisasi dan pemeliharaan RTH kota untuk peningkatan kualitas
lingkungan meliputi:
a. penyusunan masterplan RTH BWP Bangil;
b. pemenuhan RTH taman dan hutan kota, terdiri dari :
1. penyediaan taman RT/ RW, taman desa/ kelurahan;
2. penyediaan taman kecamatan;
3. pengembangan dan pemeliharaan taman kota berupa alun-alun
Kecamatan Bangil;
4. pemeliharaan hutan kota; dan
5. penyediaan sabuk hijau
c. pemenuhan RTH jalur hijau jalan dan median; dan
d. pemenuhan RTH fungsi tertentu, terdiri dari :
1. pengembangan RTH sempadan berupa sempadan rel kereta api, jalur
hijau jaringan listrik, sempadan sungai dan sempadan mata air
2. penyediaan makam
(4) Perwujudan penanganan zona rawan bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c melalui perlindungan dan penanganan zona rawan bencana
meliputi:
a. perbaikan saluran dan bangunan air penyebab bencana;
b. perawatan saluran drainase secara berkala;
c. pembangunan dan pengembangan saluran drainase;
d. penggunaan sistem perpompaan banjir di wilayah rawan banjir;
e. pengendalian pembangunan perumahan untuk lebih memperhatikan KDH;
f. penetapan ruang-ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan;
g. normalisasi sungai;
h. pengendalian sempadan sungai;
i. penyediaan hidran; dan
j. penyediaan ruang untuk mitigasi bencana.

Pasal 36

(1) Program perwujudan rencana zona budidaya sebagaimana dimaksud dalam


pasal 34 huruf b, meliputi:
a. zona Perumahan;
b. zona Perdagangan dan Jasa;
c. zona Perkantoran;
d. zona Industri;
e. zona Sarana Pelayanan Umum;
f. zona Peruntukan Lainnya; dan
g. zona Peruntukan Khusus.
(2) Pengembangan zona perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, meliputi:

53
a. pengembangan perumahan baru yang dikembangkan baik oleh pengembang
maupun masyarakat;
b. perbaikan kampung padat pada subzona perumahan kepadatan tinggi;
c. perbaikan lingkungan perumahan di semua Sub BWP yang termasuk dalam
katagori permukiman kumuh dan tidak layak huni;
d. penyediaan prasarana permukiman secara layak baik untuk individual
maupun komunal;
e. penyediaan perumahan untuk mendukung industri; dan
f. penyediaan prasarana permukiman secara layak baik untuk individual
maupun komunal.
(3) Pengembangan zona perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. pembangunan pasar tradisional;
b. pengembangan pusat perbelanjaan modern; dan
c. penyediaan ruang bagi perdagangan informal terutama pada pusat
perdagangan dan jasa.
(4) Pengembangan zona perkantoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c meliputi:
a. pengembangan zona perkantoran pemerintah dalam satu kawasan, guna
mempermudah koordinasi antar instansi;
b. penyediaan prasarana pendukung subzona perkantoran pemerintahan
antara lain meliputi jalur pejalan kaki, RTH, penerangan jalan, parkir,
sampah dan peresapan/pengaliran air;
c. pengembangan kawasan perkantoran diarahkan pada pemusatan layanan
perkantoran pemerintah pada kawasan pelayanan publik; dan
d. perkantoran swasta terutama yang berhubungan dengan perdagangan dan
jasa diarahkan di kawasan strategis perdagangan barang dan jasa.
(5) Pengembangan zona industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. pengembangan industri kimia dasar dan aneka industri;
b. pengembangan industri rumah tangga dan sentral penjualan produk
industri;
c. pengembangan jaringan jalan untuk mempermudah distribusi;
d. pengembangan moda angkutan umum yang terintegrasi dengan zona
industri sebagai salah satu moda angkutan karyawan.
(6) Pengembangan zona sarana pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi:
a. subzona pendidikan (SPU-1) meliputi:
1. pemerataan taman kanak-kanak/Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
sekolah dasar/Madrasah Ibtidaiyah (MI);
2. pengembangan sekolah menengah pertama/Madrasah tsanawiyah (Mts)
atau sederajat;
3. pengembangan sekolah menengah atas/sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah atau sederajat;

54
4. pengembangan perguruan tinggi/ akademi sesuai lokasi peruntukan;
5. pengembangan kawasan sekolah terpadu;
6. pengembangan sekolah informal; dan
7. pengembangan perpustakaan dan taman pendidikan.
b. pengembangan subzona transportasi (SPU-2), meliputi:
1. penataan terminal tipe C;
2. pengembangan stasiun kereta api Bangil meliputi stasiun penumpang
dan kargo barang; dan
3. pengembangan moda angkutan umum yang terintegrasi dengan zona
perdagangan jasa, perkantoran, sarana pelayanan umum dan
permukiman.
c. pengembangan subzona kesehatan (SPU-3) meliputi:
1. pembangunan sarana kesehatan berupa rumah bersalin/klinik
bersalin, puskesmas, laboratorium, praktek dokter spesialis dan
praktek dokter bersama terutama pada wilayah yang belum terjangkau;
2. pengembangan sarana kesehatan yang sudah ada; dan
d. pengembangan subzona olahraga (SPU-4), meliputi:
1. pengembangan Stadion Pogar;
2. pengembangan Gedung Olahraga; dan
3. pembangunan lapangan olahraga dan sarana olahraga lain;
e. pengembangan subzona sosial budaya (SPU-5), meliputi:
1. pembangunan gedung pertemuan/balai warga pada permukiman baru;
dan
2. pengembangan gedung pertemun/ balai warga yang sudah ada.
f. pengembangan subzona peribadatan (SPU-6) meliputi:
1. pengembangan masjid;
2. pemerataan kebutuhan langgar/mushola; dan
3. pembangunan dan pengembangan gereja.
(7) Pengembangan zona peruntukan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f, meliputi:
a. pengembangan sub zona pertanian melalui:
1. identifikasi lahan Pertanian Pangan dan LP2B;
2. pengembangan prasarana irigasi;
3. pemetaan lahan sawah sebagai sabuk hijau;
4. pencetakan sawah baru terutama pada lahan terlantar namun
potensial;
5. penyediaan jalan usaha tani;
6. pemetaan zonasi LP2B;
7. pencetakan lahan LP2B terutama pada lahan terlantar;
8. pengendalian lahan sekitar LP2B; dan
9. pengembangan dan pembangunan saluran irigasi.
b. pengembangan sub zona pariwisata melalui:

55
1. pengembangan obyek wisata;
2. peningkatan sarana prasarana wisata; dan
3. peningkatan aksesibilitas menuju dan dari obyek wisata.
c. pengembangan sub zona perikanan melalui:
1. pendayagunaan petani tambak melalui penyediaan sarana prasarana
pendukung;
2. penyediaan aksesibilitas memadai untuk penjualan;
3. pemetaan subzona perikanan;
4. pembangunan pasar ikan sebagai sarana penjualan hasil produksi; dan
5. integrasi dengan industri untuk menghasilkan nilai tambah produk
perikanan.
(8) Pengembangan zona peruntukan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf g, meliputi:
a. pengembangan sub zona pertahanan dan keamanan berupa daerah latihan
militer skuadron udara, Yonkaveleri 8, koramil, polisi sektor, samsat dan
rumah tahanan negara Bangil;
b. pengembangan sub zona tempat pemrosesan akhir (TPA);
c. pengembangan sub zona gardu listrik; dan
d. pengembangan sub zona Pengendali Banjir dan ROB dengan penyediaan
kolam-kolam retensi.

Pasal 37

(1) Program perwujudan rencana jaringan prasarana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 33 huruf b meliputi:
a. pengembangan jaringan pergerakan;
b. pengembangan jaringan energi/kelistrikan;
c. pengembangan jaringan telekomunikasi;
d. pengembangan jaringan air minum;
e. pengembangan jaringan drainase;
f. pengembangan jaringan air limbah; dan
g. pengembangan jaringan prasarana lainnya.
(2) Penetapan sistem jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. pengembangan jalan tol Gempol - Pasuruan;
b. pengembangan jalan arteri primer yang melewati jalan Pattimura – jalan A.
Yani – jalan Untung Suropati – jalan Jaksa Agung Suprapto – jalan Dr.
Sutomo – jalan Kartini – jalan Gajah Mada – jalan Diponegoro;
c. pengembangan jalan lokal primer yang meliputi:
1. Jalan Bangil – Pandaan;
2. Jalan Rambutan;
3. Jalan Raya Rembang; dan
4. Jalan yang menghubungkan Oro-oro Ombo Kulon – Oro-oro Ombo
Wetan – Pekoren
56
5. Jalan Pantura;
6. Jalan Bandeng;
7. Jalan Cumi-cumi;
8. Jalan Udang;
9. Jalan Layur;
10. Jalan Tongkol;
11. Jalan Rembang Industri Raya; dan
12. Jalan Kraton Industri Raya.
d. Pengembangan jalan kolektor sekunder yang menghubungkan:
1. Jalan yang menghubungkan Cangkringmalang - Kedungringin -
Kedungboto - Glanggang
2. Jalan yang menghubungkan Kolursari - Kiduldalem - Kersikan -
Bendomanunggal - Kalirejo - Kalianyar
e. Pengembangan lokal sekunder:
1. Jalan yang menghubungkan Gunungsari – Kenep;
2. Jalan yang menghubungkan Sidowayah – Kolursari;
3. Jalan yang menghubungkan Gajahbendo – Pogar;
4. Jalan yang menghubungkan Kolursari – Kiduldalem;
5. Jalan yang menghubungkan Kolursari – Dermo;
6. Jalan yang menghubungkan Dermo – Pekoren;
7. Jalan yang menghubungkan Pekoren – Mojoparon;
8. Jalan yang menghubungkan Pejangkungan – Pekoren;
9. Jalan yang menghubungkan Mojoparon – Pandean;
10. Jalan yang menghubungkan Masangan – Manaruwi;
11. Jalan yang menghubungkan Masangan – Latek;
12. Jalan yang menghubungkan Latek – Gempeng;
13. Jalan yang menghubungkan Gempeng Manaruwi;
14. Jalan yang menghubungkan Latek – Manaruwi;
15. Jalan yang menghubungkan Dermo – Gempeng;
16. Jalan yang menghubungkan Kersikan – Bendomungal;
17. Jalan yang menghubungkan Bendomungal – Kauman;
18. Jalan yang menghubungkan Kauman – Pogar;
19. Jalan yang menghubungkan Kauman – Glanggang; dan
20. Jalan yang menghubungkan Glanggang – Kalirejo.
f. Pengembangan sistem jalur pedestrian dan jalur sepeda, meliputi:
1. pengembangan jalan pejalan kaki pada jalan utama kompleks
perkantoran;
2. pengadaan RTH jalur hijau
3. pengadaan jalur sepeda pada jalan-jalan kolektor sekunder dan lokal;
dan
4. integrasi dengan shelter atau halte.
g. Pengembangan sistem angkutan umum, meliputi:
57
1. penataan trayek angkutan penumpang dan barang;
2. pengembangan prasaana jalur angKutan umum;
3. pengadaan jalur kereta api angkutan barang yang menghubungkan
Kawasan industi PIER dan stasiun Bangil; dan
4. penyediaan rest area yang memadai untuk pelayanan distribusi barang
h. Pengembangan sistem prasarana jalan, meliputi:
1. pengembangan dan pembangunan halte pada pusat perkantoran,
perdagangan dan jasa, terminal dan pada zona industri;
2. pengembangan dan pembangunan prasarana jembatan penyeberangan;
3. penyediaan lahan parkir pada fasilitas perdagangan dan jasa,
perkantoran dan pelayanan umum (off street); dan
4. penyediaaan lahan parkir pada bangunan baru sebagai satu kesatuan
unit bangunan serta penataan RTH yang menjadi kesatuan pada lahan
parkir.
i. Pengembangan jalur kereta api, meliputi:
1. pengembangan jalur kereta api ganda;
2. pengembangan jalur kereta api komuter;
3. peningkatan jalan kereta api yang sudah ada;
4. penghijauan sempadan kereta api; dan
5. pengadaan palang kereta api, fly over atau jembatan pada
persimpangan sebidang.
(3) Penetapan sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik:
1. Perluasan dan peningkatan pelayanan jaringan listrik;
2. Pemeliharaan jaringan listrik dan prasarana pendukungnya;
3. Pengembangan jaringan listrik pada kawasan permukiman baru yang
akan dikembangkan;
4. pemeliharaan gardu listrik dan sarana pendukung lain secara berkala;
dan
b. penghijauan sempadan saluran udara tegangan tinggi.
b. pengembangan jaringan pipa minyak dan gas bumi:
1. pembangunan pipa gas baru;
2. pengembangan jaringan pipa distribusi menuju permukiman,
perdagangan dan jasa, industri serta kawasan industri PIER;
3. pemeliharaan jaringan secara berkala;
4. pengembangan jaringan pipa gas yang terpadu dengan jaringan
prasarana lain.
(4) Penetapan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. pengembangan jaringan fiber optic;
b. penyediaan menara telekomunikasi;

58
c. pengadaan layanan internet terutama pada perkantoran dan pendidikan;
dan
d. pemetaan zona menara.
(5) Penetapan sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. penyediaan cadangan air untuk konsumsi penduduk;
b. peningkatan sarana dan prasarana pendukung fasilitas air minum;
c. perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan air.
d. pengembangan jaringan perpipaan PDAM dan non PDAM; dan
e. perluasan area pelayanan jaringan perpipaan.
(6) Penetapan sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e meliputi:
a. normalisasi sungai sebagai saluran drainase primer;
b. pembangunan saluran drainase pada permukiman baru;
c. pengembangan saluran drainase sekunder;
d. pengembangan saluran drainase tersier di lingkungan permukiman; dan
e. pengembangan prasarana pelengkap drainase sumur resapan dan biopori.
(7) Pengembangan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
meliputi:
a. jambanisasi di kawasan permukiman; dan
b. pengembangan IPAL mandiri atau bersama untuk kegiatan usaha.
(8) Penetapan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g meliputi:
a. pengembangan jalur evakuasi bencana, meliputi:
1. penyediaan jalur khusus untuk evakuasi bencana banjir dan
kebakaran; dan
2. penyediaan fasilitas penunjang untuk evakuasi bencana alam.
b. pengembangan sistem persampahan, meliputi:
1. penyediaan TPA dan TPST;
2. penyediaan sarana pengangkutan dan pengelolaan sampah; dan
3. penyediaan bank sampah.

Pasal 38

(1) Program perwujudan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c, meliputi:
a. penataan zona perdagangan dan jasa di sepanjang koridor jalan Bangil
Pandaan;
b. pengembangan Pasar Bangil; dan
c. penataan kawasan sekitar interchange jalan tol.
(2) Penataan zona perdagangan dan jasa di sepanjang koridor jalan Bangil
Pandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pembangunan sentra PKL;
b. penertiban dan relokasi PKL;
59
c. penyediaan lahan parkir yang memadai; dan
d. pengembalian fungsi utama pedestrian.
(3) Penataan Pasar Bangil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. penyusunan feasibility study (FS) atau studi kelayakan penataan pasar;
b. pengembangan sarana prasarana fisik penunjang Pasar, membangun
bangunan pasar bersifat permanen serta penataan kios-kios pasar;
c. penambahan lahan parkir dan lahan bongkar muat; dan
d. pengaturan perizinan dan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan
penataan ruang (RTRW) yang ada.
(4) Pengembangan kawasan sekitar interchange jalan tol sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, dengan program utama meliputi:
a. distribusi pelayanan sub kawasan dengan sistem proporsional dan
optimalisasi dibagi secara struktur melalui penyediaan perdagangan dan
jasa yang memadai;
b. rencana pengembangan kegiatan di sektor informal untuk pendukung
kegiatan perekonomian di BWP Bangil;
c. meningkatkan pelayanan utilitas pendukung; dan
d. menyediakan moda transportasi umum yang terintegrasi.

Pasal 39

Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 disusun


berdasarkan indikasi progam utama 5 (lima) tahunan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 40

Untuk mewujudkan pembangunan yang tertib berdasarkan rencana detail tata


ruang yang telah disusun maka diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang
yang dilaksanakan melalui:
a. peraturan Zonasi;
b. ketentuan Perizinan; dan
c. insentif dan disinsentif.

Bagian Kedua
Peraturan Zonasi

Pasal 41

60
(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a adalah
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang pada setiap peruntukan ruang
yang telah ditetpakan sebagaimana dijelaskan pada bagian lain ketetapan ini.
(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ketentuan zonasi zona lindung; dan
b. ketentuan zonasi zona budidaya.
(3) Muatan materi yang ada dalam peraturan zonasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan yang berisi kegiatan yang
diperbolehkan bersyarat secara terbatas, bersyarat tertentu, dan kegiatan
dan penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang yang berisi ketentuan mengenai
besaran pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona;
c. ketentuan tata bangunan yang berisi ketentuan yang mengatur bentuk,
besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona;
d. ketentuan prasarana dan sarana minimal yang berisi penyediaan
prasarana dan sarana yang sesuai dengan zona;
e. ketentuan pelaksanaan yang berisi ketentuan variasi pemanfaatan ruang,
ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
f. materi pilihan yang terdiri dari ketentuan tambahan dan ketentuan
khusus.
(4) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam
dokumen materi teknis yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini dan merupakan dasar dalam pemberian insentif dan
disinsentif, pemberian izin.

Pasal 42

(1) Ketentuan zonasi zona lindung sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 41
ayat (2) huruf a terdiri dari:
a. zona perlindungan setempat meliputi subzona sempadan sungai, dan
subzona sempadan sumber mata air;
b. zona ruang terbuka hijau berupa subzona taman dan hutan kota, subzona
jalur hijau dan median jalan, dan subzona RTH fungsi tertentu; dan
c. zona rawan bencana berupa rawan bencana banjir dan rawan bencana
kebakaran.
(2) Ketentuan zona budidaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(2) huruf b terdiri dari:
a. zona perumahan berupa subzona perumahan kepadatan tinggi, subzona
perumahan kepadatan sedang, subzona perumahan kepadatan rendah;
b. zona perdagangan dan jasa berupa sub zona perdagangan dan jasa
tunggal,serta subzona perdagangan dan jasa deret;
c. zona perkantoran berupa subzona perkantoran pemerintahan dan
subzona perkantoran swasta;
d. zona industri berupa subzona industri kimia dasar dan subzone anek
aindustri.
61
e. zona sarana pelayanan umum berupa subzona SPU pendidikan, subzona
SPU transportasi, subzona SPU kesehatan, subzona SPU olahraga,
subzona SPU sosial budaya, subzona SPU peribadatan;
f. zona peruntukkan lainnya berupa subzona pertanian, subzona pariwisata,
subzona perikanan; dan
g. zona peruntukkan khusus berupa subzona pertahanan dan keamanan,
subzona TPA, subzona Gardu Induk Listrik dan sub zona Pengendalian
Banjir dan Rob.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 43

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b diatur


oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(2) Perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perizinan yang terkait
dengan izin pemanfaatan ruang, yang harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang atau lahan, untuk:
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang
berlaku, Peraturan Zonasi, serta SPM-NSPM Bidang Penataan Ruang;
b. menjamin terlaksananya Proyek-proyek Strategis Nasional untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. mencegah dampak negatif pembangunan; dan
d. melindungi kepentingan umum, serta keberlanjutan.
(3) Izin Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).
(4) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak
melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
(5) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dibatalkan oleh
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
dibatalkan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(7) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang dapat dibatalkan oleh Pemerintah Daerah dengan
memberikan ganti kerugian yang layak.
(8) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan
ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dan peraturan zonasi.
(9) Semua perijinan dan non perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah diajukan, diproses dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasuruan.

62
Pasal 44

(1) Perijinan pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat (High Control
Zone) skala regional diberikan oleh Gubernur.
(2) Perijinan pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat (High Control
Zone) skala lokal diberikan oleh Bupati.
(3) Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus
dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung,
mencegah dampak negatif serta menjamin poses pembangunan yang
berkelanjutan dan ditetapkan melalui Peraturan Gubernur.
(4) Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) skala lokal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan tindak lanjut dari rencana tata ruang
wilayah yang dituangkan dalam Peraturan Zonasi pada Rencana Rinci serta
sebagai salah satu bentuk disinsentif kawasan disusun kemudian dan
ditetapkan melalui Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Insentif Dan Disinsentif

Pasal 45

(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai


dengan rencana tata ruang dapat diberikan insentif dan/atau dis-insentif oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c, yang merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, dapat berbentuk :
a. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun
saham;
b. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah
daerah.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c, yang merupakan
perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, dapat berbentuk
pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi dan penalti.
(4) Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.
(5) Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
a. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan
b. pemerintah kepada masyarakat.
(6) Tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

63
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 46

Hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf g diatur oleh Pemerintah Daerah, sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kedua
Hak Masyarakat

Pasal 47

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :


a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penyelenggaraan
penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah daerah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Pasal 48

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud Pasal 47 huruf
a, selain dari Lembaran yang telah ditetapkan, juga dapat melalui
pengumuman dan/atau penyebarluasan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada
tempat umum dan juga pada media massa serta melalui pembangunan
sistem informasi tata ruang.

Pasal 49

Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penyelenggaraan penataan


ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 huruf b, yang dapat berupa manfaat
ekonomi, sosial dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan
atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-

64
undangan ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang
pada masyarakat setempat.

Pasal 50

(1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian sebagaimana


dimaksud Pasal 47 huruf c, terhadap perubahan status semula yang dimiliki
oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan rencana tata ruang
diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyelesaiannya dilakukan
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Kewajiban Masyarakat

Pasal 51

(1) Dalam penataan ruang, setiap orang wajib :


a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan mentaati rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang sah
dan berlakudari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang;
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
e. berperan serta dalam pembangunan sistem informasi tata ruang.
(2) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, baku mutu dan aturan-aturan penataan ruang yang
ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor
daya dukung dan estetika lingkungan, lokasi dan struktur pemanfaatan
ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras,
seimbang dan berkelanjutan

Bagian Keempat
Peran Serta Masyarakat

Pasal 52

(1) Peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilakukan dalam :


a. penyusunan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.

65
(2) Peran serta dalam penyusunan rencana tata ruang, sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf a, berbentuk :
a. masukan mengenai persiapan penyusunan rencana tata ruang,
penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan, pengidentifikasian
potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan, perumusan
konsepsi rencana tata ruang; dan/atau penetapan rencana tata ruang;
atau
b. kerja sama dengan pemerintah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
(3) Peran serta dalam pemanfaatan ruang, sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
b, berbentuk :
a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang
berlaku; dan/atau
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang sesuai rencana taa ruang;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang;
d. perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang; dan/atau
e. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang dan/atau
kegiatan menjaga, memelihara serta meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
(4) Peran serta dalam pengendalian pemanfaatan ruang, sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf c, berbentuk:
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang di wilayahnya, termasuk
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang
kawasan dimaksud; dan/atau
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
(5) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang terkena
dampak langsung dari kegiatan penataan ruang dalam rencana tata ruang
yang memiliki keahlian di bidang penataan ruang dan/atau yang kegiatan
pokoknya di bidang penataan ruang.
(6) Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dengan
berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.

Bagian Kelima
Kewajiban, Tugas, Tanggungjawab dan Peran
Pemerintah Daerah

Pasal 53

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan standar pelayanan minimal


dalam rangka pelaksanaan peran masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud Pasal 52 pada tahap :
a. perencanaan tata ruang;
66
b. pemanfaatan ruang;
c. pengendalian pemanfaatan ruang; dan
d. kerjasama antar daerah.
(2) Dalam rangka pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a tahap perencanaan tata ruang, Pemerintah daerah berkewajiban:
a. memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada
masyarakat tentang proses penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang melalui media komunikasi yang memiliki jangkauan sesuai dengan
tingkat rencana;
b. melakukan sosialisasi mengenai perencanaan tata ruang;
c. menyelenggarakan kegiatan untuk menerima masukan dari masyarakat
terhadap perencanaan tata ruang; dan
d. memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai
perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(3) Dalam rangka pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b tahap pemanfaatan ruang, Pemerintah Daerah berkewajiban:
a. memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada
masyarakat tentang pemanfaatan ruang melalui media komunikasi;
b. melakukan sosialisasi rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. melaksanakan pemanfaatan ruang sesuai peruntukannya yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang; dan
d. memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(4) Dalam rangka pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c tahap pengendalian pemanfaatan ruang, Pemerintah Daerah
berkewajiban:
a. memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada
masyarakat tentang pengendalian pemanfaatan ruang melalui media
komunikasi;
b. melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengendalian
pemanfaatan ruang;
c. memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai
arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
d. menyediakan sarana yang memudahkan masyarakat dalam
menyampaikan pengaduan atau laporan terhadap dugaan penyimpangan
atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana
tata ruang yang telah ditetapkan.

67
(5) Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(6) Kerjasama antar daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. kegiatan yang berada diwilayah perencanaan tetapi mimiliki dampak
lintas daerah dikerjasamakan dengan daerah lain;
b. kegiatan yang berada diwilayah perencanaan yang memiliki area yang
cukup luas sehingga sebagaian kegiaan dimaksud juga berada pada
daerah lain;
c. kegiatan yang berada diwilayah lain tetapi dimanfaatan oleh wilayah
perencanaan atau memiliki dampak terhadap wilayah perencanaan.
d. Kerjasama dimaksud dituangkan dalam nota kesepahaman antar kepala
daerah masing-masing.

Pasal 54

(1) Pemerintah Daerah juga dapat melaksanakan kerjasama dalam mendukung


pelaksanaan pembangunan yang memerlukan kerjasama dan dukungan dari
pihak lain.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemerintah Daerah dengan Pemerintah dan/atau Provinsi;
b. Pemerintah Daerah dengan Pemerintah daerah lainnya; dan
c. Pemerintah Daerah dengan masyarakat/badan usaha.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
a. kegiatan yang berada di BWP Bangil tetapi memiliki dampak sampai
lintas daerah/wilayah, diluar kabupaten dikerjasamakan dengan daerah
lain;
b. kegiatan yang mencakup beberapa kawasan/wilayah yaitu sebagaian
berada pada BWP Bangil dan sebagian pada wilayah/kawasan/daerah
lain di luar kabupaten; dan
c. kegiatan yang berada di wilayah lain tetapi dimanfaatkan oleh BWP
Bangil dan/atau kegiatan yang berada di wilayah lain tetapi
dimanfaatkan BWP Bangil.
(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dituangkan
dalam nota kesepahaman.

BAB X
KELEMBAGAAN

Pasal 55

(1) Pemerintah Daerah memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan
dan pengawasan pelaksanaan peran masyarakat di bidang penataan ruang
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Tugas dan tanggung jawab Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai standar pelayanan minimal.

68
(3) Tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ayat
(1) diselenggarakan melalui lembaga TKPRD Kabupaten.
(4) Peran TKPRD kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. perencanaan tata ruang; dan
b. pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(5) TKPRD Kabupaten sebagaimana dimaksud ayat (3) dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh:
a. Sekretariat TKPRD Kabupaten; dan
b. Kelompok Kerja (POKJA) Perencanaan Tata Ruang dan POKJA
Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
(6) Pembentukan TKPRD Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 56

(1) Dalam rangka mengkoordinasi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan


penyelenggaraan penataan ruang daerah, dibentuk TKPRD.
(2) Keanggotaan TKPRD Kabupaten Pasuruan meliputi:
a. Penanggung jawab;
b. Ketua;
c. Seketaris; dan
d. Anggota.
(3) TKPRD Kabupaten Pasuruan memiliki kelengkapan seketaris TKPRD dan
kelompok kerja yaitu kelompok kerja perencanaan dan kelompok kerja
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(4) Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) Kabupaten Pasuruan
menyelenggarakan pertemuan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan
untuk menghasilkan rekomendasi alternatif kebijakan penataan ruang.
(5) Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
(6) Pembiayaan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB XI
PENGAWASAN

Pasal 57

(1) Bupati berwenang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan


penataan ruang di daerah.
(2) Pengawasan pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk:
a. menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan pemanfaatan ruang;
b. menjamin terlaksananya penegakan hukum bidang pemanfaatan ruang;
dan
c. meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemanfaatan ruang.

69
(3) Bupati dapat melimpahkan kewenangan pengawasan kepada perangkat
daerah dan/atau lembaga yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang
tata ruang dan berkerjasama dengan perangkat daerah yang berwenang
sesuai ketentuan perundangan.
(4) Dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan penataan ruang,
masyarakat dapat berperan serta untuk melakukan pengawasan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan penataan ruang diatur
dengan Peraturan Bupati.

BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 58

(1) Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap


pelaksanaan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dan/atau peraturan zonasi.
(2) Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang melakukan penyimpangan
dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak
sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula
kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(4) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dan
dilengkapi dengan izin atau yang perizinannya tidak berlaku lagi atau yang
tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara,
dan/atau sanksi pidana denda sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
(5) Pemanfaatan ruang yang pernah dikeluarkan izin oleh Pemerintah Daerah
dan diperoleh sesuai dengan aturan/peraturan yang berlaku saat itu, akan
ditinjau/dievaluasi berdasarkan aturan/peraturan yang berlaku sebelum
diproses.
(6) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

70
(7) Setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang sehingga
mengakibatkan ketidaksesuaian fungsi ruang sesuai rencana tata ruang
diancam pidana sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi
adminstratif, sanksi pidana penjara dan/atau sanksi pidana denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 59

Setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang sehingga


mengakibatkan kerusakan lingkungan diancam pidana sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 60

(1) RDTR BWP Bangil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 memiliki jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun sejak ditetapkan dalam Peraturan ini
diundangkan.
(2) RDTR BWP Bangil sebagaimana dimaksud ayat (1), dilengkapi dengan :
a. Dokumen Rencana RDTR BWP Bangil Tahun 2018 – 2038; dan
b. Dokumen Album Peta RDTR BWP Bangil skala 1: 5000.
(3) Dokumen Rencana dan Dokumen Album Peta RDTR BWP Bangil sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Pasal 61

(1) RDTR BWP Bangil digunakan sebagai pedoman bagi:


a. perumusan kebijakan pokok pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang di kawasan perkotaan Bangil;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
wilayah/kawasan, serta keserasian antar sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah, Pemerintah
Daerah dan/atau masyarakat dikawasan perkotaan Bangil; dan
d. penataan ruang wilayah/kawasan perkotaan Bangil, Kabupaten Pasuruan
yang merupakan dasar dalam perijinan lokasi pembangunan.
(2) RDTR BWP Bangil dapat dilakukan peninjauan kembali minimal 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.

71
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan,
dan/atau perubahan batas dan/atau wilayah Daerah yang ditetapkan dengan
peraturan perundangan, RDTR BWP Bangil sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 62

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan penataan ruang di di kawasan perkotaan Bangil, Kabupaten
Pasuruan yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan, dan
belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait
pemanfaatan ruang dan sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang di
kawasan perkotaan Bangil, Kabupaten Pasuruan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan RTRW Kabupaten Pasuruan dan RDTR BWP
Bangil ini.

Pasal 63

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :


a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya; dan
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku dengan ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi yang akan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan
izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
c. pemanfaatan ruang di kabupaten yang diselengarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertiban dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

72
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Pasuruan.

TELAH DITELITI
Pejabat Tanggal Paraf
Ditetapkan di Pasuruan
Sekretaris Daerah pada tanggal 21 Oktober 2019
Asisten Pem. dan BUPATI PASURUAN,
Kesra
Ka. DPU SDA & TR
ttd
Kabag. Hukum
Sekretaris DPU SDA
& TR
M. IRSYAD YUSUF
Kabid.

Diundangkan di Pasuruan
pada tanggal 21 Oktober 2019
SEKRETARIS DAERAH,

ttd

AGUS SUTIADJI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2019 NOMOR 5
NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN
NOMOR 282-5/2019

73

Anda mungkin juga menyukai