09 Homili Ibadat Mitoni

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 3

Homili Ibadat Mitoni:

Bacaan Injil: Lk.1:26-38


Kejadian 21 : 1-7

Kehadiran seorang anak adalah dambaan setiap keluarga. Bagi keluarga baru, kehamilan yang
pertama kali dirasakan sebagai pengalaman yang sangat membahagiakan. Mengapa? karena
apa yang dirindukan kini akan menjadi kenyataan, yakni kehadiran sang buah hati suami-istri
sebagai anugerah Allah yang agung.
Ketika Ishak lahir, tidak diragukan orang tuanya merasa senang, karena sudah mendambakan hal
tersebut selama bertahun-tahun.
Abraham memberi nama puteranya sesuai dengan yang diperintahkan Allah kepadanya : ‫צחָק‬
ְ ִ‫י‬ -
YITS'KAQ, artinya: dia tertawa, setelah itu Sarah mengatakan, "Allah telah mempersiapkan gelak tawa
bagiku: setiap orang yang mendengar hal ini akan tertawa karena aku" (Kejadian 21:1-7). Yang lain-
lainnya pasti merasa kagum dan senang ketika mendengar kabar baik tentang berkat yang diterima
Abraham dan Sarah dari tangan Allah.
Kabar gembira semacam ini juga dialami oleh keluarga Bapak-Ibu PASCHALIS YONGGA RAHADYAN
dan FRANSISKA EVINA DIANINGTYAS NURANI (DIONISIUS SUKIS RAHARJO & YULIANA WIWIK
AMBARWATI) di sini. Bersama keluarga ini, kita diajak memanjatkan puji syukur kepada Allah Sang
sumber kasih, yang telah melaksanakan karya agung di tengah-tengah keluarga ini, sekaligus
meneguhkan cinta kasih suami-istri dengan kehadiran seorang anak yang kini genap 7 bulan dalam
kandungan. Pujian syukur ini kita rangkai pula dengan permohonan, semoga anak yang ada dalam
kandungan selalu diberkati Tuhan dan tumbuh sesuai dengan rencana-Nya. Demikian juga, kita berdoa
bagi ibu yang sedang hamil, agar dapat menjaga dan merawat kandungannya dengan baik, serta nanti
dapat menjalani persalinan dengan lancar dan selamat.

Melalui keluarga, Allah telah melangsungkan karya ciptaan-Nya. Kehidupan baru telah dimulai
dalam rahim sang ibu. Janin yang ada dalam kandungan adalah manusia yang mempunyai hak
secara penuh untuk dilindungi dan dirawat hidupnya. Bagaimanapun keadaan anak itu dan
status orangtuanya, dia punya hak untuk hidup. Maka segala bentuk abortus/pengguguran
yang bersifat langsung, apapun latar belakang alasannya, dikategorikan sebagai pembunuhan.
Kanon 1398 dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 menjatuhkan ekskomunikasi secara otomatis
(latae sententiae) kepada umat Katolik Latin yang "melakukan aborsi dan berhasil",[2] Namun,
Gereja Katolik juga mengakui bahwa tindakan-tindakan tertentu yang secara tidak langsung
mengakibatkan kematian janin dapat dibenarkan secara moral, seperti ketika tujuan langsung
tindakannya adalah pengangkatan rahim dengan sel kanker. Sebab hidup adalah rahmat dari
Allah dan ada dalam kuasa Allah juga. Maka segala tindakan yang menghambat, bahkan
menggagalkan kehendak Allah adalah dosa, karena bertentangan dengan kuasa dan hak Allah.

Allah Bapa Sang penyelenggara kehidupan, melalui Malaikat Gabriel telah menyampaikan
khabar gembira bagi Bunda Maria, bahwa dari rahimnya akan lahir Sang Juru Selamat dunia.
Meskipun khabar itu mengejutkan dan menimbulkan keragu-raguan, namun dengan rendah
hati dan penuh iman, Maria menjawab: ”Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut
perkataanmu”. Ibu FRANSISKA EVINA DIANINGTYAS NURANI bersama dengan Bapak
PASCHALIS YONGGA RAHADYAN sebagai suami-istri, telah diangkat dan dipercaya Allah
Page 1 of 3
menjadi rekan kerja Allah dalam melangsungkan kehidupan baru. Ini adalah peran yang luhur,
sebagai konsekuensi atas pilihan panggilan hidup berkeluarga. Peran tersebut dapat dijalani
dengan cara menjaga kesehatan diri, secara: fisik, mental/kejiwaan, serta kerohanian. Sebab
kesehatan Ibu yang sedang hamil akan mempengaruhi bahkan menentukan pula kesehatan
bayi yang dikandungnya. Maka selama masa kehamilan seorang ibu perlu mengupayakan
kesehatan fisiknya, dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi dan vitamin yang
cukup. Di samping itu juga perlu menjaga stabilitas mental dan kejiwaannya, serta memupuk
kehidupan rohaninya dengan terus mendekatkan diri pada Tuhan. Agar dengan demikian Ibu
bersama dengan suaminya dapat menghayati perannya sesuai dengan kehendak Allah sendiri.

Setiap pasangan suami-istri tentu menghendaki kesehatan dan kebaikan bagi anaknya sejak
dalam kandungan. Keinginan yang aneh-aneh, baik yang menyangkut makanan maupun
kesukaan yang lain (yang sering disebut nyidam), hendaknya ditempatkan dalam rangka demi
kebaikan dan kesehatan bayi yang dikandungnya. Namun keinginan tersebut sebaiknya
ditanggapi dengan bijaksana berdasarkan akal sehat, jangan dimitoskan, artinya kalau tidak
dituruti akan mengakibatkan suatu yang tidak baik bagi bayinya.

Beberapa lambang yang kadang digunakan dalam acara doa syukur kehamilan (mitoni) adalah:

a. Tumpeng Saptanugraha (Tumpeng tujuh karunia)


Tumpeng kecil berjumlah tujuh, sebagai pralambang tujuh karunia Roh Kudus: (1) Kebijaksanaan, (2) akal budi, (3) nasihat, (4) kesetiaan,
(5) pengetahuan, (6) kesopanan, dan (7) takut akan Allah (bdk. Yes 11:1-3). Hal ini mengandung maksud agar bayi yang ada dalam
kandungan dipenuhi oleh Roh Kudus dengan tujuh karunia-Nya.

b. Jenang Procot dan Jongkong-inthil


Jenang Procot mengandung maksud agar bayi tersebut mengalami kemudahan dan kelancaran dalam kelahirannya, seperti didorong
dari dalam berkat kekuatan Allah (diprocotke dan dijongkongke) serta placentanya segera menyusul keluar (sumrinthil).

c. Tumpeng Megono dan nasi golong lima buah.


Tumpeng Megono, mengandung makna marganing ana (asal muasal kejadian, terkabulnya permohonan). Nasi golong 5 buah,
melambang-kan pribadi manusia yang terdiri dari: ketuban, placenta, tali pusat, darah dan bayi itu sendiri sebagai pusatnya (Jawa:kakang
kawah, adi ari-ari, tali puser, rah/getih, dan bayi itu sendiri).

d. Air bunga telon (tiga macam bunga)


Air bunga telon melambangkan harapan akan berkat Allah Tritunggal: Bapa, Putera, dan Roh Kudus.

Sumber: https://yoskristianto.wordpress.com/renungan/

Angka 7 dalam Budaya Jawa


ORANG Jawa mengartikan angka tujuh itu sebagai "pitulungan."
Tujuh dalam bahasa Jawa disebut "Pitu."
Dari kata itu dimaknai sebagai pitulungan atau pertolongan.
Ada berbagai peristiwa hidup dihubungkan dengan angka tujuh.
Misalnya orang mensyukuri kehamilan dirayakan pada tujuh bulan atau "Mitoni." Saat itu ada
upacaya “tingkepan.”
Anak yang berumur tujuh bulan diberi upacara turun tanah atau "tedhak siti."
Orang yang meninggal juga “dislameti” atau didoakan pada hari ketujuhnya.

Page 2 of 3
Angka 7 dalam Budaya Yahudi
Dalam tradisi Yahudi, angka tujuh sarat dengan makna. Tuhan menciptakan alam semesta
secara sempurna pada tujuh hari.

Hari ketujuh Tuhan beristirahat, maka hari ketujuh itu dikuduskan bagi Allah.
Orang-orang Yahudi mempunyai tujuh kebiasaan hari raya atau pesta; Hari Raya Paskah,
Pesta roti tak beragi, Pesta buah pertama, Pesta hari Minggu, Pesta Terompet, Pesta Yom
Kippur, Pesta Tabernakel atau Pondok Daun.
Mrk 8 : 1-10 Tuhan Yesus mempergandakan tujuh roti untuk orang banyak. Sisa roti itu
berjumlah tujuh bakul.
Dengan tujuh potong roti Yesus memberi makan bagi orang banyak.
Dalam Gereja Katolik, angka tujuh melambangkan sakramen-sakramen gereja; Sakramen
baptis, Ekaristi, Krisma, Sakramen tobat, sakramen perkawinan, Sakramen Imamat, dan
sakramen pengurapan orang sakit.

Orang Jawa menamai usia kehamilan tujuh bulan itu SAPTA KAWASA JATI. Sapta-tujuh,
kawasa-kekuasaan, jati-nyata. Pengertiannya, jika Yang Maha Kuasa menghendaki, dapat saja
pada bulan ketujuh bayi lahir sehat dan sempurna. Bayi yang lahir tujuh bulan sudah dianggap
matang alias bukan premature. Namun apabila pada bulan ketujuh itu bayi belum lahir, maka
calon orang tua atau eyangnya akan membuat upacara mitoni, yaitu upacara slametan atau
mohon keselamatan dan pertolongan kepada Yang Maha Kuasa agar semuanya dapat berjalan
lancar, agar bayi didalam kandungan beserta ibunya tetap diberi kesehatan serta keselamatan.

Mitoni adalah sebuah janji


Kita bisa membayangkan sukacita yang terjadi dalam hati Maria, walaupun mungkin sukacita
itu diiringi dengan kekuatiran. Sukacita itu masih ditambah oleh kabar bahwa saudarinya
Elizabeth pun juga sedang mengandung. Maria memandang pertanda-pertanda itu sebagai
bukti janji Allah padanya, yaitu bahwa anak yang akan dilahirkannya adalah Anak Allah.
Karenanya pertanda ini menjadi kekuatan bagi Maria untuk kuat menerima kondisinya yang
kita tahu mungkin berbahaya pada jaman itu.

Sakramen-sakramen itu adalah tanda dan sarana Allah yang berbelas kasih kepada manusia.
Melalui sakramen-sakramen itu Allah ingin hadir menyelamatkan kita.
Puncak dari seluruh sakramen itu adalah Ekaristi, pemberian diri Yesus yang penuh dalam wafat
dan kebangkitan-Nya.

Page 3 of 3

Anda mungkin juga menyukai