Tugas Hidrologi Dan Drainase
Tugas Hidrologi Dan Drainase
Tugas Hidrologi Dan Drainase
6. Hitung persamaan lengkung debit antara tinggi muka air (H) dan debit :
a. Model sederahana/garis lurus (linear)
b. Model eksponensial
c. Model berpangkat
d. Model logaritmik
e. Model polinomial
SOAL 1
EVAPOTRANSPIRASI
A. Evaporasi Potensial
Evaporasi merupakan faktor penting dalam studi tentang pengembangan
sumber-sumber daya air. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai besarnya
kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif
(comsumptive use) untuk tanaman dan lain-lain.
Air akan menguap dari tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman
dan pepohonan, permukaan tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air bebas dan
mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan sifat
pemantulan permukaan (albedo) dan hal ini juga akan berbeda untuk permukaan yang
langsung tersinari oleh matahari dan yang terlindung dari sinar matahari.
Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi poensial
adalah sebagai berikut:
Radiasi Matahari
Evaporasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini berjalan terus
hampir tanpa berhenti di siang hari dan kerap kali juga di malam hari. Perubahan dari
keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk evaporasi.
Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung.
Angin
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara permukaan tanah dan
udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan berhenti. Agar proses
tersebut dapat berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering.
Pergantian itu hanya mungkin kalau ada angin, yang akan menggeser komponen uap air.
Jadi kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses evaporasi.
Kelembaban Relatif (Relative Humiditas)
Jika kelembaban relatif naik, maka kemampuan udara untuk menyerap air akan
berkurang sehingga laju evaporasinya menurun. Penggantian lapisan udara pada batas
tanah dan udara dengan udara yang sama kelembaban relatifnya tidak akan menolong
dalam memperbesar laju evaporasinya.
Suhu (Temperature)
Energi sangat dibutuhkan agar evaporasi berjalan terus. Jika suhu udara dan
tanah cukup tinggi, proses evaporasi berjalan lebih cepat dibandingkan dengan jika suhu
udara dan tanah rendah.
Metode yang dapat dipakai dalam penghitungan besarnya evaporasi potensial
adalah sebagai berikut:
1. Metode Blaney-Criddle
Metode ini menghasilkan rumus evaporasi potensial untuk sembarang tanaman
sebagai fungsi suhu, jumlah jam siang hari dan koefisien tanaman empiris. Rumus ini
berlaku untuk daerah yang luas dengan iklim kering dan sedang yang sesuai dengan
kondisi yang mirip dengan bagian barat Amerika Serikat. Radiasi matahari netto dapat
di ukur dengan radiometer. Dalam pemakaian rumus ini dibutuhkan suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan angin dan waktu relatif sinar matahari terang.
Langkah-langkah pengerjaan dalam metode ini dapat digunakan prosedur
perhitungan berikut:
1. Cari Letak Lintang Daerah yang ditinjau dan Cari nilai P
2. Cari data suhu bulanan (t)
3. Hitung Eto*
4. Sesuai dengan bulan cari angka koreksi (c)
5. Hitung Eto
ET0 = c . ET0*
ET0* = P . (0.457 t + 8.13)
Keterangan:
ET0 = Evaporasi Potensial (mm/hari)
c = Angka koreksi (berdasarkan keadaan iklim)
ET0* = Evaporasi Potensial sebelum dikoreksi (mm/hari)
P = Prosentase rata-rata jam siang malam
2. Metode Radiasi
Untuk metode ini, data-data yang diperlukan adalah data letak lintang (LL), suhu
udara (t), kecerahan matahari (n/N).
Prosedur perhitungan yang dapat digunakan sebagai berikut:
1. Cari suhu rata-rata bulanan dan nilai w
2. Cari letak lintang dan nilai Rγ
𝑛
3. Cari nilai kecerahan matahari (𝑁)
4. Hitung Rs
5. Cari angka koreksi (C)
6. Hitung ETo
ET0 = c . ET0*
ET0* = w . Rs
Keterangan:
ET0 = Evaporasi Potensial (mm/hari)
c = Angka koreksi (berdasarkan keadaan iklim)
ET0* = Evaporasi Potensial sebelum dikoreksi (mm/hari)
w = Faktor pengaruh suhu dan elevasi ketinggian daerah
Rs = Radiasi gelombang pendek yang diterima bumi (mm/hari)
= (0.25 + 0.54 (n/N)) Rγ
Rγ = Radiasi gelombang pendek batas luar atmosfer
n/N = Kecerahan matahari (%)
3. Metode Penman
Rumus ini memberikan hasil yang baik bagi besarnya penguapan (evaporation)
air bebas E0 jika di tempat itu tidak ada pengamatan dengan panci penguapan
(evaporation pan) atau tidak ada studi neraca air (water balance study). Hasil
perhitungan dengan rumus ini lebih dapat dipercaya dibandingkan dengan dua buah
rumus di atas dimana tidak memasukkan faktor-faktor energi.
Prosedur perhitungan dalam Rumus Penman adalah sebagai berikut:
1. Cari data suhu rerata bulanan dan nilai εγ, w, f(t) dari tabel
2. Cari data RH
3. Hitung εd
4. Hitung nilai f(εd) dengan rumus
5. Berdasarkan letak lintang cari nilai Rγ
𝑛
6. Cari data kecerahan matahari (𝑁)
7. Cari nilai Rs
𝑛
8. Cari nilai f(𝑁)
ET0 = c . ET0*
ET0* = w . (0.75 Rs – Rn1) + (1 – w) f(u) (εg – εd)
Keterangan:
ET0 = Evaporasi Potensial (mm/hari)
c = Angka koreksi (berdasarkan keadaan iklim)
ET0* = Evaporasi Potensial sebelum dikoreksi (mm/hari)
w = Faktor pengaruh suhu dan elevasi ketinggian daerah
Rs = Radiasi gelombang pendek yang diterima bumi (mm/hari)
= (0.25 + 0.54 (n/N)) Rγ
Rγ = Radiasi gelombang pendek batas luar atmosfer
n/N = Kecerahan matahari (%)
Rn = Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)
= f(t) . f(εd) . f(n/N)
f(t) = Fungsi suhu
f(εd) = Fungsi tekanan uap
= 0.34 – 0.44 . ((εd)0.5)
εd = Tekanan uap sebenarnya (mbar)
= εd* . RH
f(n/N) = Fungsi kecerahan matahari
= 0.1 + 0.9 . (n/N)
f(u) = Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2.00 m
= 0.27 . ( 1 + 0.864 u )
RH = Kelembaban relatif (%)
B. Analisa Evaporasi Potensial
Evaporasi potensial dapat dihitung menggunakan tiga metode. Adapun metode yang dipergunakan dalam perhitungan evaporasi
potensial ini adalah:
1. Metode Blaney-Criddle
2. Metode Radiasi
3. Metode Penman
Tabel berikut adalah tabel data perhitungan evaporasi yang nantinya akan menjadi data penunjang perhitungan dalam ketiga metode
tersebut.
LINTANG Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
5,0 Utara 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27
2,5 Utara 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27
0 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27
2,5 Selatan 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28
5 Selatan 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28
7,5 Selatan 0.29 0.28 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.29
10 Selatan 0.29 0.28 0.28 0.27 0.26 0.26 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
(c) 0.80 0.80 0.75 0.70 0.70 0.70 0.70 0.75 0.80 0.80 0.80 0.80
1
Januari 3˚ LU 0.27 26.6 5.4773 0.80 4.3818
2
Februari 3˚ LU 0.27 27.4 5.5760 0.80 4.4608
3
Maret 3˚ LU 0.27 25.4 5.3292 0.75 3.9969
4
April 3˚ LU 0.28 29.9 6.1024 0.70 4.2717
5
Mei 3˚ LU 0.28 26.9 5.7185 0.70 4.0030
6
Juni 3˚ LU 0.28 27.9 5.8465 0.70 4.0925
7
Juli 3˚ LU 0.28 28.9 5.9744 0.70 4.1821
8
Agustus 3˚ LU 0.28 29.4 6.0384 0.75 4.5288
9
September 3˚ LU 0.28 28.1 5.8721 0.80 4.6977
10
Oktober 3˚ LU 0.27 30.9 6.0079 0.80 4.8063
11
November 3˚ LU 0.27 30.1 5.9091 0.80 4.7273
12
Desember 3˚ LU 0.27 27.9 5.6377 0.80 4.5101
Bulan Januari
LL = 30 LU (dari hasil interpolasi Tabel BC.1) P = 0.27
t = 26,60 C
ET0* = P . (0.457 t + 8.13)
= 0.27 . (0.457 . 26.6 + 8.13)
= 5,4773 mm/hari
Suhu Suhu
w w
(t0) (t0)
LU LS
Bulan 0
5 4 2 2 4 6 8 10
Jan 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1
Feb 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0
Mar 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.1 15.3
Apr 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.1 14.0
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6
Jun 15.0 14.4 14.2 13.9 13.9 13.2 12.8 12.4 12.6
Jul 15.1 14.6 14.3 14.1 14.1 13.4 13.1 12.7 11.8
Ags 15.3 15.1 14.9 14.8 14.8 14.3 14.0 13.7 12.2
Sep 15.1 15.3 15.3 15.3 15.3 15.1 15.0 14.9 13.1
Okt 15.7 15.1 15.3 15.4 15.4 15.6 15.7 15.8 14.6
Nov 14.8 14.5 14.8 15.1 15.1 15.5 15.8 16.0 15.6
Des 14.6 14.1 14.4 14.8 14.8 15.4 15.7 16.0 16.0
Sumber: Lily Montarcih L, 2010
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
(c) 0.80 0.80 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80
Sumber: Lily Montarcih L, 2010
TABEL 1.8 METODE RADIASI
Bulan Januari
t = 26,60 C (dari hasil interpolasi Tabel R.1) W = 0.761
LL = 30 LU (dari Tabel R.2) Rγ = 14,5
(n/N) = 0,4958
Rs = (0.25+ 0.54 (n/N)) Rγ
= (0.25 + 0.54 . 0,958) 14,5
= 7,5074 mm/hari
LU LS
Bulan 0
5 4 2 2 4 6 8 10
Jan 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1
Feb 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0
Mar 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.1 15.3
Apr 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.1 14.0
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6
Jun 15.0 14.4 14.2 13.9 13.9 13.2 12.8 12.4 12.6
Jul 15.1 14.6 14.3 14.1 14.1 13.4 13.1 12.7 11.8
Ags 15.3 15.1 14.9 14.8 14.8 14.3 14.0 13.7 12.2
Sep 15.1 15.3 15.3 15.3 15.3 15.1 15.0 14.9 13.1
Okt 15.7 15.1 15.3 15.4 15.4 15.6 15.7 15.8 14.6
Nov 14.8 14.5 14.8 15.1 15.1 15.5 15.8 16.0 15.6
Des 14.6 14.1 14.4 14.8 14.8 15.4 15.7 16.0 16.0
Sumber: Lily Montarcih L, 2010
BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
(c) 1.10 1.10 1.10 0.90 0.90 0.90 0.90 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Sumber: Lily Montarcih L, 2010
TABEL 1.12 METODE PENMAN
Letak t εγ RH εd
No. Bulan w f(t) f(εd)
Lintang (˚C) (mbar) (%) (mbar)
14.50 0.4958 7.5074 0.5463 7.5 2.0196 0.9113 5.8303 1.10 6.4133
15.15 0.4958 7.8439 0.5463 7.5 2.0196 0.8710 6.1457 1.10 6.7603
15.55 0.4958 8.0510 0.5463 7.5 2.0196 0.9665 5.9549 1.00 5.9549
15.40 0.4958 7.9734 0.5463 7.5 2.0196 0.7355 6.5973 0.90 5.9376
14.75 0.4958 7.6368 0.5463 7.5 2.0196 0.8961 5.9510 0.90 5.3559
14.30 0.4958 7.4038 0.5463 7.5 2.0196 0.8446 5.9682 0.90 5.3713
14.45 0.4958 7.4815 0.5463 7.5 2.0196 0.7899 6.1643 0.90 5.5479
15.00 0.4958 7.7663 0.5463 7.5 2.0196 0.7628 6.4039 1.00 6.4039
15.30 0.4958 7.9216 0.5463 7.5 2.0196 0.8339 6.2996 1.10 6.9296
15.20 0.4958 7.8698 0.5463 7.5 2.0196 0.6812 6.6673 1.10 7.3340
14.65 0.4958 7.5850 0.5463 7.5 2.0196 0.7246 6.3929 1.10 7.0322
14.25 0.4958 7.3779 0.5463 7.5 2.0196 0.8446 5.9531 1.10 6.5484
Contoh Perhitungan Metode Penman:
Bulan Januari
t = 26,60 C (Tabel PN. 1) εγ = 34,83 mbar
w = 0.761
f (t) = 16.02
RH = 0.825
εd = εγ . RH
= 34.83 . 0.825
= 28.735 mbar
f(εd) = 0.34 – 0.044(εd0.5)
= 0.1041
ET0* c ET0
No. Bulan
BC R P BC R P BC R P
1 Januari 5.4773 5.7131 5.8303 0.80 0.80 1.10 4.3818 4.5705 6.4133
2 Februari 5.5760 6.0320 6.1457 0.80 0.80 1.10 4.4608 4.8256 6.7603
3 Maret 5.3292 6.0302 5.9549 0.75 0.75 1.00 3.9969 4.5227 5.9549
4 April 6.1024 6.3308 6.5973 0.70 0.75 0.90 4.2717 4.7481 5.9376
5 Mei 5.7185 5.8345 5.9510 0.70 0.75 0.90 4.0030 4.3759 5.3559
6 Juni 5.8465 5.7306 5.9682 0.70 0.75 0.90 4.0925 4.2979 5.3713
7 Juli 5.9744 5.8655 6.1643 0.70 0.75 0.90 4.1821 4.3991 5.5479
8 Agustus 6.0384 6.1276 6.4039 0.75 0.80 1.00 4.5288 4.9021 6.4039
9 September 5.8721 6.1471 6.2996 0.80 0.80 1.10 4.6977 4.9177 6.9296
10 Oktober 6.0079 6.3273 6.6673 0.80 0.80 1.10 4.8063 5.0619 7.3340
11 November 5.9091 6.0377 6.3929 0.80 0.80 1.10 4.7273 4.8302 7.0322
12 Desember 5.6377 5.7105 5.9531 0.80 0.80 1.10 4.5101 4.5684 6.5484
Komentar:
BC : Metode Blaney Criddle
R : Metode Radiasi
P : Metode Pennman
Komentar:
ET = Kc . ET0
Keterangan:
ET = Evapotranspirasi Tanaman (mm/hari)
Kc = Koefisien Tanaman (berdasarkan jenis tanaman)
ET0 = Evaporasi Potensial (mm/hari)
D. Analisa Evapotranspirasi
No. Bulan Kc
1 Januari 1.24
2 Februari 1.09
3 Maret 0.70
4 April 0.91
5 Mei 1.14
6 Juni 1.28
7 Juli 1.19
8 Agustus 0.66
9 September 0.64
10 Oktober 0.91
11 November 1.13
12 Desember 1.25
Sumber: Hidrologi Pertanian, 2010
Komentar:
Data yang hilang atau kesenjangan (gap) data suatu pos penakar hujan, pada saat
tertentu, dapat diisi dengan bantuan data yang tersedia pada pos-pos penakar di
sekitarnya pada saat yang sama. Cara yang dipakai dinamakan Ratio Normal. Syarat
untuk menggunakan cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan pos penakar yang
datanya hilang harus diketahui, disamping dibantu dengan data tinggi hujan rata-rata
tahunan dan data pada pos-pos penakar di sekitarnya.
Misalnya pos X adalah pos penakar yang datanya hilang, mempunyai tinggi
hujan rata-rata tahunan yang diperoleh dari nilai rata-rata dalam banyak tahun (kecuali
dalam tahun datanya hilang), sebesar Anx sedangkan pada pos-pos penakar di sekitarnya
A,B, dan C mempunyai tinggi hujan rata-rata tahunan masing-masing Ana , Anb , Anc.
Jika tinggi hujan di pos-pos penakar A, B, dan C pada saat data di pos penakar hilang
diketahui sebesar da , db , dan dc maka tinggi hujan di pos penakar X pada saat hilang
dapat ditaksir dengan rumus berikut ini :
Jika jumlah penakar hujan untuk menentukan data x yang hilang adalah sebanyak n,
maka dapat dipakai rumus :
1 n An x
Dx
n i 1
di
An i
dimana :
Dx = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun x
n = jumlah stasiun di sekitar x untuk mencari data di x
di = data tinggi hujan harian maksimumdi stasiun i
Anx = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun x
Ani = jumlah tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar x
Uji konsistensi ini dapat diselidiki dengan cara membandingkan curah hujan
tahunan komulatif dari stasiun yang diteliti dengan harga komulatif curah hujan rata-
rata dari suatu jaringan stasiun dasar yang bersesuaian. Pada umumnya, metode ini di
susun dengan urutan kronologis mundur dan di mulai dari tahun yang terakhir atau data
yang terbaru hingga data terakhir.
Jika data hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan lingkungan di
sekitar tempat penakar hujan dipasang, misalnya, penakar hujan terlindung oleh pohon,
terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan penakaran dan pencatatan,
pemindahan letak penakar dan sebagainya, memungkinkan terjadi penyimpangan
terhadap trend semula. Hal ini dapat diselidiki dengan menggunakan lengkung massa
ganda seperti terlihat pada Gambar 2.1
Kalau tidak ada perubahan terhadap lingkungan maka akan diperoleh garis ABC
berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah garis, maka data hujan tersebut adalah
konsisten. Tetapi apabila pada tahun tertentu terjadi perubahan lingkungan, didapat
garis patah ABC’. Penyimpangan tiba-tiba dari garis semula menunjukkan adanya
perubahan tersebut, yang bukan disebabkan oleh perubahan iklim atau keadaan
hidrologis yang dapat menyebabkan adanya perubahan trend. Sehingga data hujan
tersebut dapat dikatakan tidak konsisten dan harus dilakukan koreksi.
Apabila data hujan tersebut tidak konsisten, maka dapat dilakukan koreksi
dengan menggunakan rumus :
C = Fk x C’
Fk = tan α
tan αc
Keterangan:
C : Data hujan yang diperbaiki
C’ : Data hujan hasil pengamatan
Tgα : Kemiringan sebelum ada perubahan
Tg αc : Kemiringan setelah ada perubahan
C’
Curah hujan tahunan rata-rata
B
Akunulatif (mm)
αC
α 450
A
Curah hujan tahunan rata-rata
Beberapa pos penakar yang berdekatan (mm)
Keterangan:
Jika data hujan konsisten, maka grafik berupa garis lurus dengan sudut = tg 450
Tabel 2.1
DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM PADA TAHUN 2000 – 2011
Keterangan:
= 189.24 mm
Jadi, data yang hilang di stasiun hujan D pada tahun 2004 adalah 189.24 mm.
Tabel 2.3
MENCARI DATA YANG HILANG TAHUN 2001 DI STASIUN A
= 233.11 mm
Jadi, data yang hilang di stasiun hujan A pada tahun 2001 adalah 233.11 mm.
Tabel 2.4
MENCARI DATA YANG HILANG TAHUN 2011 DI STASIUN C
= 249.55 mm
Jadi, data yang hilang di stasiun hujan C pada tahun 2011 adalah 249.55 mm.
Tabel 2.5
DATA CURAH HUJAN BARU SETELAH DICARI
DATA-DATA YANG HILANG
Tabel 2.7
MENCARI RERATA STASIUN HUJAN A, C, DAN D
Stasiun Stasiun Stasiun
Rerata
No. Tahun Hujan Hujan Hujan
A,C,D
A C D
1 2000 302.0 241.6 226.5 256.7
2 2001 233.1 186.4 174.8 198.1
3 2002 325.0 260.0 243.8 276.3
4 2003 286.0 228.8 214.5 243.1
5 2004 252.9 201.6 189.2 214.6
6 2005 220.0 176.0 165.0 187.0
7 2006 302.0 241.6 226.5 256.7
8 2007 264.0 211.2 198.0 224.4
9 2008 193.0 154.4 144.8 164.1
10 2009 257.0 205.6 192.8 218.5
11 2010 342.0 273.6 256.5 290.7
12 2011 312.0 249.5 234.0 265.2
Tabel 2.8
RERATA STASIUN HUJAN A, B, DAN D
Stasiun Stasiun Stasiun
Rerata
No. Tahun Hujan Hujan Hujan
A,B,D
A B D
1 2000 302.0 256.7 226.5 261.7
2 2001 233.1 198.1 174.8 202.0
3 2002 325.0 276.3 243.8 281.7
4 2003 286.0 243.1 214.5 247.9
5 2004 252.9 214.2 189.2 218.8
6 2005 220.0 187.0 165.0 190.7
7 2006 302.0 256.7 226.5 261.7
8 2007 264.0 224.4 198.0 228.8
9 2008 193.0 164.1 144.8 167.3
10 2009 257.0 218.5 192.8 222.8
11 2010 342.0 290.7 256.5 296.4
12 2011 312.0 265.2 234.0 270.4
Tabel 2.9
RERATA STASIUN HUJAN A, B, DAN C
Stasiun Stasiun Stasiun
Rerata
No. Tahun Hujan Hujan Hujan
A,B,C
A B C
1 2000 302.0 256.7 241.6 266.8
2 2001 233.1 198.1 186.4 205.9
3 2002 325.0 276.3 260.0 287.1
4 2003 286.0 243.1 228.8 252.6
5 2004 252.9 214.2 201.6 222.9
6 2005 220.0 187.0 176.0 194.3
7 2006 302.0 256.7 241.6 266.8
8 2007 264.0 224.4 211.2 233.2
9 2008 193.0 164.1 154.4 170.5
10 2009 257.0 218.5 205.6 227.0
11 2010 342.0 290.7 273.6 302.1
12 2011 312.0 265.2 249.5 275.6
Tabel 2.10
REKAPITULASI RERATA DARI PERHITUNGAN DI ATAS
3000
2500
Komulatif A (mm)
2000
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Komulatif B, C, D (mm)
Tabel 2.12
UJI KONSISTENSI DATA DI STASIUN B TERHADAP A, C, D
3000
2500
2000
Komulatif B (mm)
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Komulatif A, C, D (mm)
Tabel 2.13
UJI KONSISTENSI DATA DI STASIUN C TERHADAP A, B, D
3000
2500
2000
Komulatif C (mm)
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Komulatif A, C, D (mm)
Tabel 2.14
UJI KONSISTENSI DATA DI STASIUN D TERHADAP A, B, C
3000
2500
2000
Komulatif D (mm)
1500
1000
500
0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Komulatif A, B, C (mm)
Kesimpulan :
Dalam grafik ditunjukkan bahwa garis teoritis memiliki nilai yang hamper sama
dengan garis empiris, sehingga pola yang terjadi berupa garis lurus dan tidak terjadi
patahan arah garis.
SOAL 3
CURAH HUJAN MAKSIMUM
DAN RATA-RATA DAERAH
A. Metode Rata-Rata Hitung (Aritmatic Mean)
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata
hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di
dalam area tersebut. Untuk menentukan curah hujan baru dengan metode rata-
rata hitung (aritmatic mean) dipergunakan persamaan :
d1 d 2 d 3 .... d n
d
n
Dimana :
PA . AA PB . AB PC . AC .... Pn . An
P
t
Dimana:
P = tinggi curah hujan rata-rata daerah (mm)
PA PB PC Pn = tinggi curah hujan pada pos penakar A,B,C,....,n (mm)
C. Metode Isohyet
Metode ini dipandang paling baik, tapi bersifat subyektif dan tergantung
pada keahlian, pengalaman, serta pengetahuan pemakai terhadap sifat curah
hujan di daerah setempat.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa cara isohyet lebih teliti, tetapi
cara perhitungannya memerlukan banyak waktu karena garis-garis isohyet yang
baru perlu ditentukan untuk setiap curah hujan. Metode isohyet terutama
berguna untuk mempelajari pengaruh curah hujan terhadap aliran sungai
terutama di daerah dengan tipe curah hujan orografik.
Pada beberapa kasus, besarnya curah hujan di suatu tempat dapat
diperkirakan dari ketinggian tempat tersebut. Hal ini terutama lazim terjadi di
daerah dengan tipe curah hujan orografik. Di daerah ini, interval garis kontur
dapat digunakan untuk membantu memperkirakan posisi garis-garis dengan
curah hujan yang sama besarnya. Setelah penentuan garis isohyet, kemudian
dapat dihitung besarnya curah hujan rata-rata untuk masing-masing fraksi
isohyet, dan dengan demikian dapat diperkirakan curah hujan rata-rata untuk
seluruh DAS. Hal ini dapat ditunjukkan seperti terlihat pada Gambar 3.3 contoh
penggambaran metode isohyet.
Gambar 3.3 Contoh Penggambaran Metode Isohyet
d 0 d1 d d2 d dn
. A1 1 . A2 .... n 1 . An
d 2 2 2
A1 A2 .... An
n
d i 1 d1
ni 2
. Ai
= n
Ai
ni
Dimana :
A = luas area (km2)
Tabel 3.1
DATA CURAH HUJAN BARU
DENGAN METODE RATA-RATA HITUNG (ARITMATIC MEAN)
Stasiun Hujan
No. Tahun Jumlah Rerata
A B C D
1 2000 302.0 256.7 241.6 226.5 1026.8 256.70
2 2001 185.7 198.1 186.4 174.8 745.0 186.24
3 2002 325.0 276.3 260.0 243.8 1105.1 276.28
4 2003 286.0 243.1 228.8 214.5 972.4 243.10
5 2004 252.9 214.2 201.6 174.1 842.8 210.71
6 2005 220.0 187.0 176.0 165.0 748.0 187.00
7 2006 302.0 256.7 241.6 226.5 1026.8 256.70
8 2007 264.0 224.4 211.2 198.0 897.6 224.40
9 2008 193.0 164.1 154.4 144.8 656.3 164.08
10 2009 257.0 218.5 205.6 192.8 873.9 218.48
11 2010 342.0 290.7 273.6 256.5 1162.8 290.70
12 2011 312.0 265.2 227.44 234.0 1038.6 259.66
Contoh Perhitungan:
Rerata = Jumlah
4
= 1026.8
4
= 256.70 mm
Tabel 3.2
TABEL TINGGI HUJAN MAKSIMUM DAERAH TAHUNAN
DENGAN METODE RATA – RATA HITUNG (ARITMATIC MEAN)
Tinggi Hujan
No. Tahun
(mm)
1 2000 256.70
2 2001 186.24
3 2002 276.28
4 2003 243.10
5 2004 210.71
6 2005 187.00
7 2006 256.70
8 2007 224.40
9 2008 164.08
10 2009 218.48
11 2010 290.70
12 2011 259.66
METODE THIESSEN
Tabel 3.3
DATA CURAH HUJAN BARU
Stasiun Hujan
No. Tahun
A B C D
1 2000 302.0 256.7 241.6 226.5
2 2001 185.7 198.1 186.4 174.8
3 2002 325.0 276.3 260.0 243.8
4 2003 286.0 243.1 228.8 214.5
5 2004 252.9 214.2 201.6 174.1
6 2005 220.0 187.0 176.0 165.0
7 2006 302.0 256.7 241.6 226.5
8 2007 264.0 224.4 211.2 198.0
9 2008 193.0 164.1 154.4 144.8
10 2009 257.0 218.5 205.6 192.8
11 2010 342.0 290.7 273.6 256.5
12 2011 312.0 265.2 249.6 234.0
Tabel 3.4
PERHITUNGAN KOEFISIEN THIESSEN
Stasiun Luas
Kr
Hujan (km2)
A 1.5959 0.31
B 0.7593 0.15
C 1.8702 0.37
D 0.8702 0.17
Jumlah : 5.0956 1
Kr = koefisien thiessen
Tabel 3.5
TABEL TINGGI HUJAN MAKSIMUM DAERAH TAHUNAN
DENGAN METODE THIESSEN
Contoh Perhitungan
Tahun 2000
PA.KA = Curah Hujan Stasiun A . Kr A
= 302.0 x 0.31
= 94.58 mm
Pmax = PA.KA + PB.KB + PC.KC + PD.KD
= 94.58 + 38.25 + 88.67 + 38.68
= 260.19 mm
TABEL 3.6
TABEL TINGGI HUJAN MAKSIMUM DAERAH TAHUNAN
DENGAN METODE THIESSEN
Tinggi Hujan
No. Tahun
(mm)
1 2000 260.19
2 2001 200.79
3 2002 280.02
4 2003 246.40
5 2004 217.43
6 2005 189.54
7 2006 260.19
8 2007 227.45
9 2008 166.30
10 2009 221.43
11 2010 294.65
12 2011 268.77
METODE ISOHYET
Tabel 3.7
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2000
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
320.0
I 300.0 310.0 0.56 173.22
II 280.0 290.0 0.67 194.95
III 260.0 270.0 0.61 165.73
IV 240.0 250.0 1.62 404.71
V 220.0 230.0 1.63 375.40
Jumlah 5.10 1314.00
Curah Hujan Rata-Rata 257.86
Tabel 3.8
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2001
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
240.0
I 220.0 230.0 1.12 257.09
II 200.0 210.0 0.88 184.92
III 180.0 190.0 2.47 468.44
IV 160.0 170.0 0.64 108.47
Jumlah 5.10 1018.92
Curah Hujan Rata-Rata 199.71
Tabel 3.9
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2002
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
340.0
I 320.0 330.0 0.72 236.54
II 300.0 310.0 0.58 179.50
III 280.0 290.0 0.52 149.61
IV 260.0 270.0 1.33 359.51
V 240.0 250.0 1.95 488.24
Jumlah 5.10 1413.39
Curah Hujan Rata-Rata 277.34
Tabel 3.10
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2003
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
300.0
I 280.0 290.0 0.77 223.50
II 260.0 270.0 0.65 175.72
III 240.0 250.0 0.81 203.18
IV 220.0 230.0 2.33 535.57
V 200.0 210.0 0.53 112.05
Jumlah 5.10 1250.03
Curah Hujan Rata-Rata 245.28
Tabel 3.11
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2004
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
260.0
I 240.0 250.0 1.07 267.05
II 220.0 230.0 0.70 161.71
III 200.0 210.0 1.16 244.63
IV 180.0 190.0 2.16 410.32
Jumlah 5.10 1083.72
Curah Hujan Rata-Rata 212.67
Tabel 3.12
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2005
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
240.0
I 220.0 230.0 0.44 101.97
II 200.0 210.0 0.94 196.99
III 180.0 190.0 1.36 259.30
IV 160.0 170.0 2.35 399.44
Jumlah 5.10 957.70
Curah Hujan Rata-Rata 187.94
Tabel 3.13
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2006
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
320.0
I 300.0 310.0 0.56 173.22
II 280.0 290.0 0.67 194.95
III 260.0 270.0 0.61 165.73
IV 240.0 250.0 1.62 404.71
V 220.0 230.0 1.63 375.40
Jumlah 5.10 1314.00
Curah Hujan Rata-Rata 257.86
Tabel 3.14
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2007
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
280.0
I 260.0 270.0 0.67 179.93
II 240.0 250.0 0.77 191.76
III 220.0 230.0 0.95 217.44
IV 200.0 210.0 2.57 539.59
V 180.0 190.0 0.15 27.98
Jumlah 5.10 1156.70
Curah Hujan Rata-Rata 227.00
Tabel 3.15
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2008
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
200.0
I 180.0 190.0 1.22 231.79
II 160.0 170.0 1.27 216.51
III 140.0 150.0 2.60 390.55
Jumlah 5.10 838.85
Curah Hujan Rata-Rata 164.57
Tabel 3.16
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2009
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
260.0
I 240.0 250.0 1.18 295.89
II 220.0 230.0 0.81 186.94
III 200.0 210.0 2.24 470.55
IV 180.0 190.0 0.86 163.22
Jumlah 5.10 1116.61
Curah Hujan Rata-Rata 219.11
Tabel 3.17
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2010
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
360.0
I 340.0 350.0 0.59 205.23
II 320.0 330.0 0.61 199.93
III 300.0 310.0 0.57 177.09
IV 280.0 290.0 0.97 280.80
V 260.0 270.0 2.12 573.49
VI 240.0 250.0 0.24 60.00
Jumlah 5.10 1496.55
Curah Hujan Rata-Rata 293.68
Tabel 3.18
HUJAN DAERAH RATA-RATA TAHUN 2011
Daerah Isohyet Rerata Dua Isohyet Luasan Antara Dua Isohyet Volume Hujan
320.0
I 300.0 310.0 0.91 283.18
II 280.0 290.0 0.71 204.92
III 260.0 270.0 0.77 207.80
IV 240.0 250.0 2.19 547.02
V 220.0 230.0 0.52 119.13
Jumlah 5.10 1362.06
Curah Hujan Rata-Rata 267.29
Tabel 3.19
TABEL TINGGI HUJAN MAKSIMUM DAERAH TAHUNAN DENGAN
METODE ISOHYET
Hujan Daerah
Tahun
(mm)
2000 257.86
2001 199.71
2002 277.34
2003 245.28
2004 212.67
2005 187.94
2006 257.86
2007 227.00
2008 164.57
2009 219.11
2010 293.68
2011 267.29
Tabel 3.20
PERBANDINGAN PERHITUNGAN CURAH HUJAN DAERAH DENGAN
METODE RATA-RATA HITUNG, THIESSEN, DAN ISOHYET
Komentar:
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode rata-rata hitung, metode thiessen,
metode isohyet diperoleh hasil yang berbeda-beda. Nilai curah hujan daerah terbesar
diperoleh dari metode thiessen. Dalam perhitungan dengan metode rata-rata hitung
hanya mencari nilai rata-rata curah hujan dari keempat stasiun hujan. Sedangkan dalam
perhitungan metode thiessen dipengaruhi oleh adanya faktor koefisien, sehingga faktor
koefisien ini akan mempengaruhi besarnya nilai tinggi curah hujan dalam tiap stasiun
hujan. Sedangkan dalam metode isohyet, perhitungan tinggi curah hujan dipengaruhi
oleh penentuan kontur curah hujan yang sama. Sehingga menghasilkan luasan yang
berbeda dan akan mempengaruhi nilai dari tinggi curah hujan itu sendiri.
.
SOAL 4
DISTRIBUSI FREKUENSI DAN
CURAH HUJAN RANCANGAN
A. Distribusi Gumbel
1
Tr ( X )
1 P( X )
Tr ( X ) 1
Yt ln ln
Tr ( X )
Yt Yn
K
Sn
Dengan
Yt = reduced variate
Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sample n
Sn = reduced standar deviation yang tergantung pada besarnya sample n
B. Log Pearson III
(log x log x)
3
i 1
Sd =
(n 1)
Hitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus:
Contoh Perhitungan :
Hujan rancangan untuk kala ulang 2 tahun
Data yang diketahui :
n = 12
X = 231.1692
Sd = 39.2350
Dari tabel Gumbel diperoleh :
Yn = 0.5035
Sn = 0.9833
Tr = 2, dari tabel Gumbel diperoleh Yt = 0.3665
Yt Yn
K =
Sn
= -0,139
Hujan Rancangan
X = X K .Sd
= 231.1692 + (-0,139 x 39.2350)
= 225.7032
2. Data Thiessen
Metode Gumbel Kala Ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 1000
Contoh Perhitungan :
Hujan rancangan untuk kala ulang 2 tahun
Data yang diketahui :
n = 12
X = 236.0958
Sd = 39.2058
Dari tabel Gumbel diperoleh :
Yn = 0.5035
Sn = 0.9833
Tr = 2, dari tabel Gumbel diperoleh Yt = 0.3665
Yt Yn
K =
Sn
= -0,139
Hujan Rancangan
X = X K .Sd
= 236.0958 + (-0,139 x 39.2058)
= 225.7073
3. Data Isohyet
Metode Gumbel Kala Ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 1000
Contoh Perhitungan :
Hujan rancangan untuk kala ulang 2 tahun
Data yang diketahui :
n = 12
X = 234.1928
Sd = 39.0420
Dari tabel Gumbel diperoleh :
Yn = 0.5035
Sn = 0.9833
Tr = 2, dari tabel Gumbel diperoleh Yt = 0.3665
Yt Yn
K =
Sn
= -0,139
Hujan Rancangan
X = X K .Sd
= 234.1928 + (-0,139 x 39.0420)
= 225.7301
Tabel 4.7 Perbandingan Curah Hujan Rancangan Metode Gumbel
Komentar :
Dari tabel diatas terlihat bahwa adanya perbedaan hasil perhitungan distribusi
gumbel pada ketiga metode. Metode Thiessen memiliki hasil cenderung lebih besar
dibanding yang lain. Hal ini terjadi karena masing-masing distribusi mempunyai sifat-
sifat khas tersendiri dan perbedaan jumlah data. Dengan demikian setiap data hidrologi
harus diuji kesesuaiannya.
B. METODE LOG PEARSON III
Contoh perhitungan :
Hujan rancangan untuk kala ulang 2 tahun
Data yang diketahui :
log X = 2.3579
Sd log X = 0.0766
Cs = -0.4975
100 %
Tr = 2, maka Pr = 50 %
2
Untuk nilai Cs = -0.4975 dan nilai Pr = 50 %, dari tabel distribusi Log Pearson
III di dapat nilai K = 0.0826
Contoh perhitungan :
Hujan rancangan untuk kala ulang 2 tahun
Data yang diketahui :
log X = 2.3674
Sd log X = 0.0744
Cs = -0.5656
100 %
Tr = 2, maka Pr = 50 %
2
Untuk nilai Cs = -0.5656 dan nilai Pr = 50 %, dari tabel distribusi Log Pearson
III di dapat nilai K = 0.0935
Contoh perhitungan :
Hujan rancangan untuk kala ulang 2 tahun
Data yang diketahui :
log X = 2.3638
Sd log X = 0.0751
Cs = -0.5495
100 %
Tr = 2, maka Pr = 50 %
2
Untuk nilai Cs = -0.5495 dan nilai Pr = 50 %, dari tabel distribusi Log Pearson
III di dapat nilai K = 0.0749
Komentar:
Tabel diatas menunjukkan hasil perhitungan hujan rancangan dengan uji
distribusi Log Pearson III. Sama seperti pada uji distribusi gumbel, pada uji distribusi
Log Pearson III metode Isohyet memiliki hasil cenderung lebih besar dibanding yang
lain. Hal ini terjadi karena masing-masing distribusi mempunyai sifat-sifat khas
tersendiri dan perbedaan jumlah data. Dengan demikian setiap data hidrologi harus diuji
kesesuaiannya.
SOAL 5
UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI
A. Uji Chi Square
Uji Chi Square digunakan untuk uji kesesuaian distribusi secara vertikal dari
data. Uji ini didasarkan pada perbedaan nilai ordinat teoritis atau frekuensi harapan
dengan ordinat empiris. yang dinyatakan dengan rumus :
(Oj Ej ) 2
X2
Ej
dengan:
X2 = harga Chi – Square
Ej = Frekuensi teoritis kelas j
Oj = Frekuensi pengamatan kelas j
K = 1 + 3.322 log n
dengan:
K = jumlah kelas distribusi
n = banyaknya data
Distribusi frekuensi diterima jika nilai Xhitung < Xtabel, dan distribusi dianggap
sesuai bila x2hit < x2kritis
B. Uji Smirnov – Kolmogorov
dengan:
Dmax = simpangan maksimum dari data
Dkritis = simpangan yang diperoleh dari tabel dengan selang keyakinan ()
tertentu
X
Probabilitas Tr Yt K
(mm)
Contoh perhitungan :
Untuk Probabilitas 80% (Tr = 1.25)
Tr 1
Yt = Ln Ln Tr
= -0.476
Yt Yn
K = Sn
= -0.996
X = X K .Sd
= 231.1692 + (-0.996 x 39.2350)
= 192.09
Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Chi Square
Jumlah Data
No Batas Kelas Expected Frequency Observed Frequency Ef - Of ( Ef - Of )2
( Ef ) ( Of )
1 0,00 - 192,09 2.4 3 0.6 0.36
2 192,09 - 214,7 2.4 1 1.4 1.96
3 214,57 - 237,88 2.4 2 0.4 0.16
4 237,888 - 270,93 2.4 3 0.6 0.36
5 270,93 - ~ 2.4 3 0.6 0.36
Jumlah 12 12 3.2
Contoh perhitungan :
Banyak data = 12
Banyak Kelas (K) =5
Derajat Bebas (n) =k-h-1;h=2
=2
Untuk = 5%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 5,99
Untuk = 1%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 9,21
Data 12
Expected Frequency = = = 2,4
Kelas 5
k
(Of Ef ) 2
x2hitung =
i 1 Ef
3.2
=
2.4
= 1.33
Kesimpulan :
Untuk = 5% diperoleh nilai x2tabel : 5.99, sedangkan nilai x2hitung : 1.33.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Gumbel Diterima.
Untuk = 1% diperoleh nilai x2tabel : 9,21. Sedangkan nilai x2hitung : 1.33.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Gumbel Diterima.
2. Data Theissen
X
Probabilitas Tr Yt K
(mm)
Contoh perhitungan :
Untuk Probabilitas 80% (Tr = 1.25)
Tr 1
Yt = Ln Ln Tr
= -0.476
Yt Yn
K = Sn
= -0.996
X = X K .Sd
= 236.0958 + (-0.996 x 39.2058)
= 185.98
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Chi Square
Jumlah Data
No Batas Kelas Expected Frequency Observed Frequency Ef - Of ( Ef - Of )2
( Ef ) ( Of )
1 0,00 - 185,98 2.4 1 1.4 1.96
2 185,98 - 203,35 2.4 2 0.4 0.16
3 203,35 - 221,38 2.4 1 1.4 1.96
4 221,38 - 246,93 2.4 3 0.6 0.36
5 246,93 - ~ 2.4 5 2.6 6.76
JUMLAH 12 12 11.2
Contoh perhitungan :
Banyak data = 12
Banyak Kelas (K) =5
Derajat Bebas (n) =k-h-1;h=2
=2
Untuk = 5%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 5,99
Untuk = 1%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 9,21
Data 12
Expected Frequency = = = 2,4
Kelas 5
k
(Of Ef ) 2
x2hitung =
i 1 Ef
11.2
=
2.4
= 4.67
Kesimpulan :
Untuk = 5% diperoleh nilai x2tabel : 5.99, sedangkan nilai x2hitung : 4.67.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Gumbel Diterima.
Untuk = 1% diperoleh nilai x2tabel : 9,21. Sedangkan nilai x2hitung : 4.67.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Gumbel Diterima.
3. Data Isohyet
X
Probabilitas Tr Yt K
(mm)
Contoh perhitungan :
Untuk Probabilitas 80% (Tr = 1.25)
Tr 1
Yt = Ln Ln Tr
= -0.476
Yt Yn
K = Sn
= -0.996
X = X K .Sd
= 234.1928 + (-0.996 x 39.0420)
= 195.43
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Chi Square
Jumlah Data
No Batas Kelas Expected Frequency Observed Frequency Ef - Of ( Ef - Of )2
( Ef ) ( Of )
1 0,00 - 195,43 2.4 2 0.4 0.16
2 195,43 - 217,73 2.4 2 0.4 0.16
3 217,73 - 240,85 2.4 2 0.4 0.16
4 240,85 - 273,63 2.4 3 0.6 0.36
5 273,63 - ~ 2.4 3 0.6 0.36
JUMLAH 12 12 1.2
Contoh perhitungan :
Banyak data = 12
Banyak Kelas (K) =5
Derajat Bebas (n) =k-h-1;h=2
=2
Untuk = 5%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 5,99
Untuk = 1%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 9,21
Data 12
Expected Frequency = = = 2,4
Kelas 5
k
(Of Ef ) 2
x2hitung =
i 1 Ef
1.2
=
2.4
= 0.5
Kesimpulan :
Untuk = 5% diperoleh nilai x2tabel : 5.99, sedangkan nilai x2hitung : 0.5.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Gumbel Diterima.
Untuk = 1% diperoleh nilai x2tabel : 9,21. Sedangkan nilai x2hitung : 0.5.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Gumbel Diterima.
B. UJI CHI SQUARE (Log Pearson)
X
Probabilitas G Log X
(mm)
Contoh perhitungan :
Untuk Probabilitas 80% (Tr = 1.25)
Dari tabel Log Pearson diperoleh G = -0.808
X = 10LogX
= 197.71
Tabel 5.4 Hasil Perhitungan Chi Square
JUMLAH DATA
FREQUENCY ( Ef ) FREQUENCY ( Of )
Contoh perhitungan :
Banyak data = 12
Banyak Kelas (K) =5
Derajat Bebas (n) =k-h-1;h=3
=1
Untuk = 5%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 3,94
Untuk = 1%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 6,63
Data 12
Expected Frequency = = = 2,4
Kelas 5
k
(Of Ef ) 2
x2hitung =
i 1 Ef
3.2
=
2.4
= 1.33
Kesimpulan :
Untuk = 5% diperoleh nilai x2tabel : 3.94, sedangkan nilai x2hitung : 1.33.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Log Pearson Diterima.
Untuk = 1% diperoleh nilai x2tabel : 6.63. Sedangkan nilai x2hitung : 1.33.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Log Pearson Diterima.
2. Data Thiessen
X
Probabilitas G Log X
(mm)
Contoh perhitungan :
Untuk Probabilitas 80% (Tr = 1.25)
Dari tabel Log Pearson diperoleh G = -0.803
X = 10LogX
= 201.04
Tabel 5.5 Hasil Perhitungan Chi Square
JUMLAH DATA
FREQUENCY ( Ef ) FREQUENCY ( Of )
Contoh perhitungan :
Banyak data = 12
Banyak Kelas (K) =5
Derajat Bebas (n) =k-h-1;h=3
=1
Untuk = 5%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 3,94
Untuk = 1%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 6,63
Data 12
Expected Frequency = = = 2,4
Kelas 5
k
(Of Ef ) 2
x2hitung =
i 1 Ef
5.2
=
2.4
= 2.17
Kesimpulan :
Untuk = 5% diperoleh nilai x2tabel : 3.94, sedangkan nilai x2hitung : 2.17.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Log Pearson Diterima.
Untuk = 1% diperoleh nilai x2tabel : 6.63. Sedangkan nilai x2hitung : 2.17.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Log Pearson Diterima.
3. Data Isohyet
X
Probabilitas G Log X
(mm)
Contoh perhitungan :
Untuk Probabilitas 80% (Tr = 1.25)
Dari tabel Log Pearson diperoleh G = -0.804
X = 10LogX
= 199.11
Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Chi Square
JUMLAH DATA
FREQUENCY ( Ef ) FREQUENCY ( Of )
Contoh perhitungan :
Banyak data = 12
Banyak Kelas (K) =5
Derajat Bebas (n) =k-h-1;h=3
=1
Untuk = 5%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 3,94
Untuk = 1%, dari tabel distribusi chi square diperoleh nilai x2tabel : 6,63
Data 12
Expected Frequency = = = 2,4
Kelas 5
k
(Of Ef ) 2
x2hitung =
i 1 Ef
3.2
=
2.4
= 1.33
Kesimpulan :
Untuk = 5% diperoleh nilai x2tabel : 3.94, sedangkan nilai x2hitung : 1.33.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Log Pearson Diterima.
Untuk = 1% diperoleh nilai x2tabel : 6.63. Sedangkan nilai x2hitung : 1.33.
Sehingga x2hitung < x2tabel maka Hipotesa Log Pearson Diterima.
C. UJI SMIRNOV KOLMOGOROF (Gumbel)
11.17
maks
13.13
maks
11.83
maks
DISTRIBUSI GUMBEL
UJI SMIRNOV-KOLMOGOROF
DISTRIBUSI GUMBEL
Rata-Rata Hitung Thiessen Isohyet
Dkritis (%) Dkritis (%) Dkritis (%)
Dmaks Dmaks Dmaks
1% 5% 1% 5% 1% 5%
(%) (%) (%)
45.00 37.50 45.00 37.50 45.00 37.50
11.17 diterima diterima 13.13 diterima diterima 11.83 diterima diterima
Dari uji kesesuaian distribusi yang telah dilakukan pada masing-masing metode
pengujian, diperoleh hasil bahwa Hujan Daerah Rata-Rata Hitung memiliki nilai
simpangan maksimum yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan Hujan Daerah
Thiessen dan Isohyet.
Dan untuk perhitungan analisis distribusi, analisis Distribusi Log Pearson III
dianggap paling sesuai karena memiliki simpangan yang lebih kecil daripada analisis
Distribusi Gumbel.
Jadi, hasil perhitungan curah hujan rancangan yang dianggap paling sesuai, yaitu
menggunakan Distribusi Log Pearson III dengan Hujan Daerah Rata-Rata Hitung.