Term of Reference

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

TERM OF REFERENCE

Rencana Kegiatan TAGANA Provinsi Banten


Tahun 2010

I. PENDAHULUAN
Kehilangan akibat bencana semakin meningkat dan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi
berat bagi kebertahanan hidup, martabat, dan penghidupan individu serta bagi kemajuan
pembangunan yang dicapai dengan susah payah. Risiko bencana semakin menjadi kepedulian
global dan dampak serta aksi bencana dalam sebuah wilayah dapat menimbulkan dampak
terhadap risiko di wilayah lain serta sebaliknya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini berkembang sebuah cara melihat bencana. Bencana tidak
lagi dilihat sebagai suatu kejadian tiba-tiba yang tidak dapat diprediksi. Penanganan bencana
tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen
risiko. Bencana dipandang sebagai sebuah fase dalam satu siklus kehidupan normal manusia
yang dipengaruhi dan mempengaruhi keseluruhan kehidupan itu sendiri. Cara memandang ini
kemudian dikenal dengan istilah Disaster Management .
Salah satu strategi yang paling dianjurkan para pakar untuk mengurangi dampak merugikan
dari kejadian bencana adalah dengan mempersiapkan pemerintah dan masyarakat untuk
menghindari atau merespon bencana dengan tepat dan efektif. Strategi ini mencakup upaya
meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dengan secepatnya memulihkan diri setelah terjadi
bencana dan membangun kembali sembari menguatkan diri untuk menghadapi kemungkinan
terjadinya bencana di masa depan.

II. LATAR BELAKANG


Provinsi Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12"
Bujur Timur dengan luas wilayah 9.160,70 Km2. Kondisi topografi dengan wilayah datar
(kemiringan 0 - 2 %) seluas 574.090 hektare, wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%)
seluas 186.320 hektare, dan wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas 118.470,50 hektare.
Secara umum, Provinsi Banten memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, klimatologis
dan demografis yang rawan terhadap ancaman bencana.
Sebagai Provinsi yang tengah giat-giatnya membangun, Provinsi Banten harus waspada
terhadap berbagai kemungkinan bencana yang mungkin akan terjadi. Beberapa potensi
bencana yang terindikasi, pernah terjadi dan mungkin akan terjadi antara lain adalah : gempa
bumi, gunung meletus, rawan longsor, banjir, tsunami, gelombang badai, tumpahan
minyak/zat kimia di laut, dan ledakan/kebocoran industri zat kimia.
Adaptasi potensi rawan bencana ke dalam desain struktur dan perencanaan pengembangan
wilayah Banten diharapkan akan dapat mengurangi dampak buruk yang mungkin terjadi dan
meningkatkan manfaat pada keberlangsungan pembangunan di ranah banten.

III. DASAR PEMIKIRAN


Sebagai Satuan Tugas penanggulangan bencana yang berbasis masyarakat, TAGANA Banten
dibawah binaan Dinas Sosial provinsi Banten senantiasa berupaya memposisikan diri di
garda terdepan yang selalu siap siaga terhadap setiap kejadian bencana, baik prabencana, saat
tanggap darurat, maupun pascabencana. Kesiapsiagaan ini tentunya juga selalu dibarengi
dengan upaya peningkatan kemampuan dan profesionalitas secara terpadu dan
berkesinambungan, sejalan dengan pergeseran paradigma penanggulangan bencana dunia
dari patalistik responsive (kedaruratan) menjadi preventif proaktif (kesiapsiagaan yang aktif).
Dalam upaya menjaga dan meningkatkan kemampuannya, TAGANA Banten menyusun
program kerja tahunan yang kemudian dijabarkan melalui beberapa kegiatan. Rangkaian
kegiatan untuk tahun 2010 ini selanjutnya dirangkum dan dituangkan dalam sebuah Kerangka
Acuan atau Term Of Reference (TOR) ini.

IV. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Upaya penanggulangan bencana belum terkoordinasi dan terpadu secara optimal antar
pemerintah, swasta/ perusahaan/industri dan masyarakat serta penanganannya masih
berorientasi pada kedaruratan;
2. Upaya Penanggulangan bencana masih belum menjadi prioritas yang penting dan
strategis dalam perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun di daerah;
3. Lemahnya kesadaran masyarakat akan kesiapan dan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan bencana;
4. Masih terbatasnya Sumber Daya Manusia dalam ruang lingkup satuan TAGANA
yang terampil dalam penanggulangan bencana;
5. Minimnya sarana dan prasarana penanggulangan bencana;
6. Pelaksanaan penanggulangan bencana belum secara maksimal mengikutsertakan dan
memberdayakan elemen masyarakat, pelajar, Dll.

V. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;


2. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten;
3. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 4723);
4. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antar
Pusat dan Daerah (lembaran RI Tahun 1999 Nomor 3848);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan
Bantuan Bencana;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana;
8. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 82/HUK/2006 tentang Taruna Siaga Bencana;
9. Keputusan Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial RI
Nomor 147/BJS.BS.08.04/IX/2008 Tentang Struktur Tim Koordinasi Taruna Siaga
Bencana (TAGANA) Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
10. Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten Nomor 188.4/1/128/TAGANA/
DINSOS/XII/2008 tentang Tim Koordinasi Taruna Siaga Bencana (TAGANA)
Provinsi Banten.

VI. LINGKUP KEGIATAN


Sebagai upaya dan inisiasi aktif, mengenali pentingnya penguatan kapasitas komunitas dalam
pengelolaan bencana merupakan fokus utama TAGANA Banten dalam program kerja Tahun
2010. Dengan menggunakan pendekatan Community Based Disaster Management (CBDM),
Tagana mengimplementasikan program kerja tersebut melalui serangkaian kegiatan sebagai
berikut:
1. PEMBENTUKAN TIM REAKSI CEPAT (TRC).
2. KAMPUNG SIAGA BENCANA (KSB).
3. SEKOLAH SIAGA BENCANA (SSB).
4. SEMINAR DAN DISKUSI KEBENCANAAN.
5. GLADI/DRILL PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN
JURNALIS.
6. PENGUATAN CONCEPTUAL, MANAGERIAL, TECHNICAL &
SOCIAL SKILL.
7. FASILITASI OPERASIONAL KEPENGURUSAN.

Pendekatan dari bawah ke atas ini akan melengkapi pendekatan atas ke


bawah yang dimiliki pemerintah, ini memungkinkan khususnya
komunitas-komunitas yang mempunyai kerentanan tinggi untuk
mengaktifkan partisipasi dalam merespon resiko atas ancaman yang
datang. Penjabaran dari fokus kegiatan yang akan dilaksanakan pada
Tahun 2010 akan diaplikasikan dalam uraian berikut:

VI.1 PEMBENTUKAN TIM REAKSI CEPAT (TRC)


Dasar Pemikiran
Kesulitan akses antar wilayah ini berdampak juga pada lambatnya kehadiran Tagana disuatu
lokasi bencana. Kelambanan ini juga lebih diakibatkan oleh kemampuan personil Tagana
yang hanya berada pada level ‘rata-rata’ serta mekanisme pengerahan tim yang masih bersifat
koordinatif. Mengatasi kondisi tersebut, Tagana merasa perlu membentuk Tim Khusus yang
memiliki kemampuan ‘diatas rata-rata’ serta dibekali dengan sarana dan prasarana yang
lengkap dan memadai agar dapat bergerak cepat apabila terjadi suatu kejadian bencana.
Maksud dan Tujuan

 Tersedianya personil Tagana yang memiliki kemampuan dan kecakapan


berkualifikasi ‘expert’ dalam bidang penanggulangan bencana.
 Terbentuknya satu Tim Operasi yang mampu bergerak cepat pada saat terjadi
bencana.
 Tersedianya data suatu kejadian bencana secara cepat, rinci, akurat dan faktual
sehingga dapat dijadikan rujukan dan referensi bagi pihak-pihak terkait untuk
melakukan tindakan dan kegiatan lanjutan.

Hasil yang diharapkan

 Meminimalisir jumlah korban bencana.


 Memberikan pertolongan dini kepada korban bencana.
 Penanganan bagi korban bencana dapat dilakukan secara cepat, tepat dan
komprehensif.

VI.2 PERCONTOHAN KAMPUNG SIAGA BENCANA (KSB)


Dasar Pemikiran
Perubahan paradigma penanggulangan bencana dari kedaruratan menjadi kesiapsiagaan telah
menuntun peran masyarakat lebih dimaksimalkan dalam penanggulangan bencana,
khususnya pada tahap pra bencana. Masyarakat merupakan salah satu potensi kesiapsiagaan
yang cukup besar yang harus dipersiapkan dan dikerahkan kekuatannya. Dengan dukungan
dan kemampuan pemerintah, peran masyarakat tidak lagi menjadi obyek tapi sebaliknya
harus menjadi subyek dan pelaku utama penanggulangan bencana.
Maksud dan tujuan

 Memberikan pemahaman bahwa upaya penanggulangan bencana bukanlah semata-


mata menjadi kewajiban pemerintah atau pihak tertentu, tapi juga merupakan
tanggung jawab masyarakat.
 Memberi peran yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam penanggulangan
bencana.
 Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi bencana.
 Meningkatkan kemampuan masyarakat baik secara teknis maupun manajerial dalam
hal penanggulangan bencana.

Hasil yang diharapkan

 Masyarakat memahami dan memiliki pengetahuan tentang kebencanaan sehingga


menumbuhkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana.
 Masyarakat memiliki kemampuan antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya
bencana sehingga jumlah korban dan kerugian dapat ditekan seminimal mungkin.
 Proses penanggulangan bencana dapat dilakukan secara cepat, karena masyarakat
adalah pihak yang paling dekat dengan kejadian bencana.

VI.3 SEKOLAH SIAGA BENCANA (SSB) – Pengurangan Resiko


Bencana Berbasis Sekolah
Dasar Pemikiran
Penguatan dan pelibatan pelajar dalam usaha pengurangan resiko bencana (Disaster Risk
Reduction) merupakan langkah yang sangat strategis untuk mencegah berbagai kemungkinan
terburuk yang dapat terjadi pada anak-anak dan remaja pada situasi bencana. Pendekatan
pengurangan resiko bencana terhadap remaja dapat dilakukan melalui komunitas remaja di
masyarakat atau melalui institusi pendidikan (sekolah).
Maksud dan tujuan

 Memperkenalkan usaha-usaha pengurangan resiko bencana bagi komunitas sekolah.


 Mengintegrasikan usaha pengurangan resiko bencana pada program sekolah dan
kurikulum pendidikan muatan lokal.
 Membentuk komunitas siaga bencana berbasis sekolah.
 Meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan kepedulian komunitas pelajar terhadap
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
 Meningkatkan kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana.

Hasil yang diharapkan

 Pelajar dapat mengetahui dan memahami landasan teoritis dan yuridis terhadap usaha-
usaha pengurangan resiko bencana melalui jalur sekolah.
 Tumbuhnya pemahaman tentang kerentanan lingkungan fisik terhadap bencana.
 Peserta dapat mengenali jenis-jenis bencana yang sering terjadi di lingkungannya,
baik yang bersifat natural disaster maupun human disaster.
 Lahirnya kebijakan, panduan dan produk-produk legal yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana.

VI.4 SEMINAR DAN DISKUSI KEBENCANAAN


Dasar Pemikiran
Berbagai inisiatif untuk meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam
mengantisipasi bencana mulai dilakukan di berbagai tingkatan administrasi. Upaya ini
melibatkan banyak lembaga dan institusi, baik di tingkat lokal, nasional maupun
internasional. Selama ini upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dilaksanakan
berdasarkan kepedulian, tujuan dan kemampuan dari institusi-institusi yang bersangkutan.
Dengan demikian belum dapat diketahui apakah upaya-upaya itu telah memenuhi semua
unsur yang diperlukan untuk kesiapsiagaan terhadap bencana.
Maksud dan tujuan

 Adanya Pemahaman masyarakat dan pemerintah terhadap fasilitas penting dalam


kesiapasiagaan terhadap bencana.
 Memberikan kontribusi/partisipasi dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang kejadian alam dan bencana alam.
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk mengurangi resiko dari kerentanan
lingkungan dan fisik bangunan.
 Mendiskripsikan tipe-tipe kejadian alam yang menimbulkan bencana, sumber,
penyebab dan besaran/skala bencana.

Hasil yang diharapkan

 Menumbuhkan orientasi terhadap resiko bencana, digambarkan dari motivasi


kelembagaan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
 Adanya kontribusi Kelembagaan Masyarakat (KM), LSM, Ornop, kelompok profesi
dan pihak swasta dalam membuat rencana penanggulangan bencana.
 Terbangunnya pemahaman, kesadaran dan komitmen bersama akan kewajiban para
stakeholders dalam memandang dan merumuskan upaya-upaya pencegahan dan
pengelolaan bencana.

VI.5 GLADI/DRILL PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN


JURNALIS
Dasar Pemikiran
Salah satu pihak yang juga kerap berhadapan dengan maut saat terjadi bencana adalah
kalangan pers atau para wartawan. Tak kalah dengan tim rescue dan tim penyelamat, tuntutan
profesi para jurnalis juga kerap memaksa mereka menerobos bencana, bahkan saat lokasi
masih dinyatakan berbahaya untuk dimasuki. Tuntutan tugas insan pers yang kerap
menantang maut ini ternyata tidak dibarengi dengan pembekalan mereka terhadap upaya-
upaya perlindungan dan penyelamatan diri dari resiko bencana. Dampaknya tentu
mengancam nyawa mereka sendiri, tidak jarang kita mendapati kenyataan bahwa para
jurnalis harus kehilangan nyawa saat tengah menjalankan tugas meliput kejadian bencana.
Maksud dan tujuan

 Menjalin kerjasama antara Tagana Banten dengan kalangan pers/jurnalis dalam


kegiatan penanggulangan bencana.
 Memberikan pengetahuan dan pembekalan kepada kalangan pers tentang keselamatan
diri dalam kejadian bencana.
 Membekali insan pers dengan pengetahuan kebencanaan sehingga dapat
memaksimalkan perannya dalam kejadian bencana yang tidak hanya sekedar
menjalankan tugas peliputan tapi juga mampu melakukan tindakan penyelamatan.

Hasil yang diharapkan

 Terbangunnya silaturahmi dan kerjasama antara Tagana dengan para jurnalis.


 Terpublikasinya program dan kegiatan-kegiatan Tagana dalam penanggulangan
bencana.
 Terbekalinya kalangan jurnalis dengan pengetahuan-pengetahuan dasar tentang
kebencanaan, sehingga mereka dapat melakukan tindakan preventif dan
penyelamatan, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain pada saat kejadian
bencana.

VI.6 PEMBINAAN & PENGUATAN SKILL TIM KOORDINASI


Dasar Pemikiran
Sebagai Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, TAGANA
memainkan peran yang kian hari kian dinamis dalam rangkaian kegiatan penanggulangan
bencana. Sejalan dengan itu, tingkat kemampuan dan profesionalisme personil Tagana juga
dituntut untuk terus meningkat dari waktu ke waktu. Beberapa persoalan seperti kurang
sistematis dan terpadunya sistem, metode dan pola penanganan bencana ikut menyumbang
lemahnya kemampuan tagana secara teknis.
Maksud dan tujuan

 Meningkatkan kapasitas dan kemampuan personil Tagana agar selalu dapat selaras
dengan dinamika dan kompleksitas kegiatan penanggulangan bencana di Provinsi
Banten.
 Meningkatkan kualitas kemampuan Tagana dalam menerapkan prinsip-prinsip
penanggulangan bencana.
 Meningkatkan kemampuan Pengurus, khususnya yang terkait dengan Conceptual,
Managerial, Technical & Social Skill.

Hasil yang diharapkan

 Kemampuan Tagana dapat ditingkatkan, tidak hanya melakukan kegiatan


penanggulangan bencana, namun juga mengatur seluruh proses penanggulangan
bencana.
 Memperkuat penyamaan mindset atau pemahaman ke-tagana-an yaitu: One
Command, One Rule, One Corps.
 Membekali pengurus Kab/Kota dengan prinsip-prinsip Manajemen Organisasi yang
sedikitnya berisi tentang: Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling.
 Memantapkan kemampuan pengurus dalam hal pengelolaan TAGANA yang
mencakup 7 aspek yaitu: Perekrutan, Pendataan, Pengorganisasian, Pelatihan,
Perlindungan, Pengerahan, Pemberian sangsi dan penghargaan

VI.7 FASILITASI OPERASIONAL KEPENGURUSAN


Dasar Pemikiran
Sebagai pelaksana koordinasi kegiatan ke-Tagana-an di Provinsi Banten, Pengurus atau Tim
Koordinasi Tagana Banten memiliki tugas berat yang menuntut tersedianya sumberdaya yang
memadai. Ketersediaan tersebut mencakup sumberdaya manusia (personil), peralatan dan
perlengkapan, serta hal-hal lain yang dapat menopang keberlanjutan dan keberhasilan
rangkaian kegiatan Tagana secara internal maupun kegiatan penanggulangan bencana secara
universal.
Maksud dan tujuan

 Tersedianya kelengkapan, baik berupa sarana maupun prasarana yang dapat


menunjang kelancaran tugas-tugas operasional.
 Tersedianya fasilitas pendukung kegiatan, baik yang bersifat fisik maupun materi.

Hasil yang diharapkan

 Memaksimalkan peran Tim Koordinasi Tagana Banten dalam menjalankan tugas-


tugas koordinasi.
 Tercapainya seluruh target kegiatan sebagaimana telah dirumuskan dalam program
kerja tahunan.
 Meningkatnya peran Tagana Banten dalam rangkaian kegiatan penanggulangan
bencana, baik di tingkat lokal maupun di tingkat Nasional.

VII. PEMBIAYAAN
Pembiayaan pelaksanaan kegiatan ini bersumber dari partisipasi pemerintah, swasta dan
pihak lain/donatur yang bersifat tidak mengikat.

VIII. EVALUASI DAN PELAPORAN


Kegiatan evaluasi
Evaluasi dari rangkaian kegiatan TAGANA Provinsi Banten ini dilakukan secara berkala
yaitu sebagai berikut :

 Evaluasi bulanan;
 Evaluasi triwulan;
 Evaluasi tahunan.

Sistem pelaporan
Pelaporan disusun tiap bulan, triwulan dan tahunan dalam bentuk laporan realisasi fisik,
keuangan dan laporan pelaksanaan tolok ukur kegiatan serta didukung dengan laporan hasil
kegiatan monitoring dilapangan. Laporan tersebut direkapitulasi dan dianalisa sebagai bahan
masukan dalam penyusunan laporan kinerja bulanan, triwulan dan tahunan. Hasil akhir dari
kegiatan tersebut adalah rekomendasi terhadap program dan kegiatan sebagai bahan acuan
penyempurnaan program dan kegiatan selanjutnya.

IX. P E N U T U P
Demikian kerangka acuan atau Term Of Reference (TOR) Rencana Kerja TAGANA Provinsi
Banten Tahun Anggaran 2010 ini disusun sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan dan
tolok ukur evaluasi hasil kinerja bagi pelaksana kegiatan. Atas perhatiannya diucapkan terima
kasih.
Serang, 10 Januari 2010
Tim Koordinasi TAGANA Provinsi Banten
Koordinator,

Ttd,

ANDIKA HAZRUMY
NIA: 11.08.1132

Anda mungkin juga menyukai