BASEMERC 2022 - Ns. Setyawan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 86

Fakultas Kesehatan

Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta


Sabtu, 12 November 2022

Presented by:
SETYAWAN. S.Kep, Ners
Emergency Nurse in
Universitas Gadjah Mada Academic Hospital
[email protected]
• Bantuan hidup dasar (basic life saving) terdiri dari pengenalan
dini terhadap henti jantung dan aktivasi sistem penanggulangan
gawat darurat terpadu (SPGDT), RJP segera, dan defibrilasi
segera menggunakan automated external defibrillator (AED).
• Prinsip dasar teknik resusitasi jantung paru (RJP) adalah
kompresi jantung dari luar dan bantuan napas sesegera
mungkin, dengan interupsi seminimal mungkin. Pada penolong
yang tidak terlatih, cukup lakukan kompresi tanpa pemberian
napas buatan
• BLS berdasarkan guideline American Heart Association (AHA)
tahun 2020, terdiri atas 3 komponen, yaitu kompresi dada
(circulation), jalan napas (airway), dan pernapasan (breathing)
atau disingkat menjadi C-A-B.
• Sedangkan pada bantuan hidup tingkat lanjut (advanced
cardiac life support), resusitasi jantung paru dilakukan
menggunakan bantuan obat-obatan.
Chain of survival di AHA
(Rantai Keselamatan)
In-hospital cardiac arrest

Out-of-hospital cardiac
arrest
-OHCA-
CPR in COVID era

• Out-of-hospital cardiac arrest


In-hospital cardiac arrest (IHCA)
BHD

1.Pencegahan dan Pengenalan dini


2.Mengenali kegawatan dan aktivasi sistem emergency
3.(CPR: Resusitasi Jantung Paru) secara dini yg berkualitas
4.Defibrilasi (dengan alat kejut listrik otomatis/AED)
5.Bantuan hidup lanjut & Penatalaksanaan paska henti jantung
Tim Code Blue
Rumah Sakit

1. Awam Terlatih
2. Tim Medis Primer
3. Tim Medis Sekunder
Respon cepat dan Optimal
Tim Sekunder < 5 menit
URUTAN PEMBERIAN BHD
D-R-C-A-B
DANGER
Ketika kita menemukan korban, pastikan :
1.AMAN DIRI (penolong wajib menggunakan APD)
2.AMAN KORBAN
3.AMAN LINGKUNGAN

RESPON
Menilai Tingkat Kesadaran Korban (GCS/ Glasgow Coma Scale)
Tepuk/goyang/cubit bahu dan panggil namanya (pak/bu), jika
tidak ada jawaban & tidak buka mata, serta tangan kaki tidak
gerak -> disebut Tidak Sadar -> ambil AED ( jika dapat tersedia
segera) sebelum memulai RJP
CEK RESPON
PEMERIKSAAN NADI
• Pemeriksaan nadi dengan cepat dilakukan
dengan meraba denyut arteri karotis atau
arteri radialis. Penolong tidak boleh
memeriksa denyut nadi >10 detik. Jika nadi
tidak terasa dalam waktu tersebut,
penyelamat harus memulai kompresi dada

PEMERIKSAAN PERNAPASAN
• Pemeriksaan frekuensi dan pola pernapasan
dilakukan dengan metode look-listen-feel.
Metode ini dilakukan dengan melihat gerakan
dada pasien, sambil mendekatkan telinga
penolong ke hidung dan mulut pasien untuk
mendengar dan merasakan hembusan udara
dari sistem pernapasan
CIRCULATION
1. Lakukan kompresi dada dengan ketentuan :
2. Atur posisi korban
3. Korban telentang di atas permukaan yang kerasa dan
datar
4. Penolong berlutut di samping kanan korban
5. Letakkan tumit telapak tangan pada pertengahan
dada dengan telapak tangan di tumpuk dengan jari
ditautkan
6. (Posisi tangan pada lower half of sternum)
7. Perbandingan antara kompresi dada dan bantuan
nafas 30:2
8. Lakukan kompresi (Kedalaman 5-6 cm ke dalam dada)
9. Kecepatan 100x/menit
10. Dilakukan selama 5 siklus
Teknik Kompresi dada

Menentukan lokasi kompresi


Posisi tangan
Posisi tubuh
Syarat kompresi dada yang baik
1. Kompresi diulang sebanyak 30 kali, dengan kecepatan 100‒120 kali/menit
2. Kompresi dilakukan dengan cepat dan kuat, dengan kedalaman minimal 5 cm dan
maksimal 6 cm
3. Pastikan dada recoil sempurna, yaitu kembali ke posisi awal sebelum ditekan kembali
4. Rasio kompresi:ventilasi dengan 1 orang penolong adalah 30:2, sedangkan dengan 2
penolong adalah 15:2
5. Satu kali rasio kompresi:ventilasi disebut 1 siklus RJP. Untuk mencegah penurunan
kualitas kompresi dada akibat kelelahan, penolong diganti setiap 5 kali siklus
6. Kompresi diizinkan untuk berhenti sementara (<10 detik), yaitu saat pemberian 2 kali
ventilasi
7. Fase jeda kompresi dada sebelum dan sesudah dilakukan shock harus seminimal
mungkin[2-5]
8. Pada resusitasi jantung paru yang dilakukan tanpa ventilasi (hanya kompresi dada),
kompresi dilakukan terus-menerus sampai petugas kesehatan profesional
datang. Penggunaan alat kompresi dada mekanik hanya dianjurkan jika tidak ada
petugas kesehatan yang bisa melakukan kompresi dada dengan baik
AIRWAY

• Prosedur Airway / Jalan Napas


Penolong mengamankan jalan napas dengan
manuver head-tilt dan chin-lift. Selain itu, pastikan tidak
ada sumbatan jalan napas dengan melihat apakah
terdapat benda asing yang menyumbat.
Penggunaan oropharyngeal airway atau selang intubasi
dapat membantu mengamankan jalan napas
BREATHING / Pernapasan
• Saat ini, pemberian napas buatan mulut ke mulut pada pasien
dewasa sudah tidak dianjurkan. Pemberian ventilasi dilakukan
menggunakan bag-valve-mask (BVM), jika tidak ada maka
penolong cukup melakukan kompresi dada saja.
• Prosedur bantuan napas yang baik adalah:
• Pastikan tidak ada celah antara masker BVM dengan wajah
pasien
• Bag diremas dengan satu tangan selama +1 detik, untuk
memasukkan sekitar 500 mL udara ke paru-paru pasien
• Ventilasi dilakukan tidak lebih dari 8‒10 napas/menit, untuk
mencegah pasien mengalami hiperventilasi
• Rasio kompresi:ventilasi dengan 1 orang penolong adalah 30:2,
sedangkan dengan 2 penolong adalah 15:2.
• Pada pasien yang terintubasi, ventilasi diberikan kontinyu
dengan kecepatan 1 kali setiap 6 detik, atau 10 kali/menit)
selama kompresi dada dilakukan
Follow Up Saat Resusitasi

• Pemantauan saat tindakan RJP adalah memastikan


kompresi dilakukan dengan baik, yaitu:
• Kecepatan 100‒120 kali/menit
• Kedalaman minimal 5 cm dan maksimal 6 cm
• Pastikan dada recoilsempurna[2-5]
CPR
• CPR dan intubasi endotrakeal
adalah prosedur yang
menimbulkan aerosol
• Menurut Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit, prosedur
aerosolisasi harus dilakukan
dengan alat pelindung diri (APD)
yang terdiri dari pelindung mata,
respirator N95, sarung tangan,
dan gaun pelindung di ruang
isolasi infeksi yang ditularkan
melalui udara karena risiko
penularan virus yang lebih tinggi
Semua pasien di rumah sakit di wilayah dengan
prevalensi COVID-19 yang tinggi harus diasumsikan
mengidap COVID-19 pada saat serangan jantung, dan
penyedia harus menggunakan APD yang sesuai
Jumlah personil yang terlibat dalam upaya resusitasi
harus dibatasi untuk mengurangi paparan total dan
penggunaan APD.
AHA Guidance for Resuscitation When Caring for Patients With
Suspected or Confirmed COVID-19

• This information is intended to help find the right balance between providing timely,
high-quality resuscitation to patients and protecting rescuers
Ersilia M. DeFilippis. Circulation. Cardiopulmonary Resuscitation During the
COVID-19 Pandemic, Volume: 141, Issue: 23, Pages: 1833-1835, DOI:
(10.1161/CIRCULATIONAHA.120.047260) © 2020 American Heart Association, Inc.
BHD di ERA COVID 19
Pasien Tidak Sadar
(APD disesuaikan dengan
status pasien , level 1,2,3)

Cek Respon (APD


minimum level 1) untuk
non covid
Evaluasi 2 menit RJP/5
siklus /Cek Rhythm (bila
AED ada)
CALL for Help (118/119)

Start Kompresi ( jangan


Cek pulse dan nafas lakukan mouth to mouth ),
(liat pergerakan dinding dada Bila ingin Ventilasi bag
cukup untuk cek nafas) APD level 2 (airway) 30:2
Defibrilasi segera
• Defibrilasi segera merupakan penentu penting keberhasilan
ACLS
• RJP segera sebelum dan sesudah defib, tanpa mengecek
irama atau pulsasi setelah defib.
1 menit 7 – 10%tertunda
Defib = mortalitas
meningkat
Ventricular tachycardia
Ventricular fibrillation
Non VT non VF non Asistole
Resusitasi; Etik/DNR

Resusitasi jantung paru wajib dilakukan pada semua pasien dengan


henti jantung dengan beberapa pengecualian yaitu:
• Situasi dimana tindakan resusitasi dapat membahayakan
penolong (kondisi dari tempat resusitasi yang membahayakan
atau korban dicurigai memiliki penyakit infeksi serius yang dapat
menularkan ke penolong)
• Didapatkannya tanda tanda kematian irreversible/harapan hidup
secara medis tidak memungkinkan. (kaku mayat, mayat sudah
mulai mengalami pembusukan, trauma yang tidak mungkin
diselamatkan secara medis)
• Sudah ada permintaan keluarga untuk tidak melakukan upaya
resusitasi terutama pada kasus medis yang terminal (kanker
stadium akhir, dll) dan permintaan tersebut dalam bentuk tertulis
(do not resuscitate order/DNR)
Timing dan DNR
Waktu pemberian resusitasi
• Resusitasi dilakukan segera pada saat kejadian henti jantung yang
disaksikan ketika memastikan bahwa aman bagi penolong untuk
melakukan tindakan resusitasi
• Apabila kejadian henti jantung tidak disaksikan maka penolong dapat
melakukan tindakan evaluasi kematian batang otak untuk menentukan
prognosis dari resusitasi serta mempertimbangkan DNR

Waktu penghentian resusitasi


• Asistol yang menetap atau tidak terdengar denyut nadi pada
neonatus lebih dari 10 menit
• Penderita tidak respons terhadap bantuan hidup jantung lanjutan
lebih dari 20 menit
• Berdasarkan keputusan klinik yang layak (pasien memiliki harapan
hidup rendah/berada dalam kondisi vegetatif ) yang diperiksa oleh
minimal dua orang klinisidan satu diantaranya terbiasa untuk menilai
fungsi kognitif(usia 80 tahun dengan covid 19 dan banyak penyulit)
-BLS-
Algoritme
Henti
Jantung
Dewasa di
era
COVID19
-BLS-
Algoritme
Henti
Jantung
pada Anak
di era
COVID19
Presented by:
SETYAWAN. S.Kep, Ners
Emergency Nurse in
Universitas Gadjah Mada Academic Hospital
[email protected]
Glasgow Coma Scale (GCS)

• Suatu skala neurologik yang dipakai untuk menilai secara


obyektif derajat kesadaran seseorang.
• GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh
Graham Teasdale dan Bryan J. Jennett, professor bedah
saraf pada Institute of Neurological Sciences, Universitas
Glasgow.
• GCS kini sangat luas digunakan oleh dokter umum
maupun para medis karena patokan / kriteria yang lebih
jelas dan sistematis
• Selain digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran
pasien secara kuantitatif, GCS juga digunakan untuk
memprediksi risiko kematian di awal trauma.(Christensen,
B. Medscape, 2014).
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian:
1. respons membuka mata (eye opening),
2. respons motorik terbaik (best motor response),
3. respons verbal terbaik (best verbal response)

Skor GCS harus dituliskan dengan tepat,


sebagai contoh:
GCS 10, tidak mempunyai makna apa-apa, sehingga
harus dituliskan seperti: GCS 10 (E3M4V3).
Skor tertinggi yaitu 15, tidak mempunyai makna
apa-apa sehingga harus ditulis seperti: GCS 15
(E4M6V5)

GCS terendah adalah 3 dan skor tertinggi adalah 15.


KOMPONEN PENILAIAN GCS

• EYE : Penilaian komponen ini respon pasien terhadap


rangsangan dengan membuka mata nya. Membuka mata
menunjukkan gairah pasien. Skore max : 4
• VERBAL : Komponen ini merupakan untuk menilai respon
verbal dari pasien dengan mengajukan tiga pertanyaan
orientasi. Tiga pertanyaan tersebut adalah waktu (tahun),
tempat (tempai iya berada maupun alamatnya berada),
dan orang (nama keluarga dekatnya) Skore max : 5
• MOTORIK : Komponen ini sedang menguji respon motorik
terbaik pasien terhadap rangsangan lisan atau
menyakitkan. Respon motorik terbaik paling sedikit
dipengaruhi oleh trauma. Skore max : 6
Dalam melakukan pengukuran tingkat
kesadaran dengan menggunakan skala
Glasgow, maka lakukanlah menurut cara ini :

1. Perhatikan faktor-faktor yang memperngaruhi


komunikasi, kemampuan memberi respon dan cedera
penyerta lain.
2. Observasi kemampuan pasien dalam membuka mata,
kualitas isi pembicaraan dan kemampuan menggerakkan
sisi kiri dan kanan.
3. Stimulasi kemampuan mengeluarkan suara : minta
dengan suara biasa atau dengan suara yang keras.
Perangsangan nyeri : penekanan pada ujung jari, otot
trapezius atau lekukan keluarnya nervus supraorbital.
4. Berikan penilaian sesuai pengamatan
CARA MERANGSANG NYERI
1. Meremas Trapezius 2. Tekanan supraorbital
MELOKALISIR NYERI FLEXI MENARIK THD NYERI
ABNORMAL FLEXI ABNORMAL EKSTENSI
Presented by:
SETYAWAN. S.Kep, Ners
Emergency Nurse in
Universitas Gadjah Mada Academic Hospital
[email protected]
1. Pria, 40 th, fraktur terbuka femur kanan,darah masih
merembes keluar dari lukanya
2. Pria 22 tahun pengendara sepeda motor, luka
perdarahan di pelipis kanan, lecet di bahu, suara
napas ngorok.
3. Pria, 30 th, # iga kanan, sesak nafas dengan keluhan
nyeri dada saat bernapas.
4. Pria, 29 th, luka bakar gr 2-3 : 30%, berteriak teriak
histeris.
5. Wanita 40 th, hamil besar, perdarahan pervaginam
TRIASE adalah sistem untuk menentukan pasien yang
diutamakan memperoleh penanganan medis terlebih
dulu di instalasi gawat darurat (IGD) berdasarkan
tingkat keparahan kondisinya.

Suatu proses yg mana pasien digolongkan menurut


tipe dan tingkat kegawatan kondisinya untuk
mendapatkan :
– pasien yg benar ke
– tempat yg benar pada
– waktu yg benar dengan
– tersedianya perawatan yg benar

TRIASE
• Nondisaster: Untuk menyediakan perawatan sebaik
mungkin bagi setiap individu pasien
• Disaster: Untuk menyediakan perawatan yg lebih
efektif untuk pasien dalam jumlah banyak
KONSEP TRIASE
• Triage merupakan proses formal dalam penilaian
dan pemilahan pasien yang sifatnya segera.
• Sistem triage bertujuan untuk memastikan pasien
yang ingin mendapatkan perawatan emergensi
akan menerima perhatian yang tepat, di lokasi
yang tepat, yang sesuai dengan derajat
kegawatannya sehingga nyawa korban dapat
diselamatkan
• Sistem triage IRD yang ideal secara akurat
memprioritaskan pasien berdasarkan intervensi
kegawatannya untuk menghindari under-triage
atau over-triage
PRINSIP TRIASE

• Triage seharusnya segera dan tepat waktu, penanganan


yang segera dan tepat waktu akan segera mengatasi
masalah pasien dan mengurangi terjadi kecacatan akibat
kerusakan organ.
• Intervensi dilakukan sesuai kondisi korban, penanganan
atau tindakan yang diberikan sesuai dengan
masalah/keluhan pasien.
• Dokumentasi yang benar karena merupakan sarana
komunikasi antar tim gawat darurat dan merupakan aspek
legal
PRINSIP TRIASE

Penyelamatan
hidup dan
stabilisasi

Respon time :
Cepat, Tepat,
Aman
TUJUAN TRIASE

1. Untuk memastikan bahwa pasien dirawat sesuai urutan


urgensi klinisnya
2. Untuk memastikan perawatan itu tepat dan tepat waktu.
3. Untuk mengalokasikan pasien ke area penilaian dan
pengobatan yang paling sesuai
4. Mengumpulkan informasi yang memudahkan deskripsi
casemix.
SISTEM TRIASE DUNIA
• Australasian Triage Scale (ATS)
• Manchester Triage Scale (MTS)
• Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS)
• Emergency Severity Index (ESI)
Australasian Triage Scale (ATS)
JENIS TRIASE

TRIASE
TRIASE
BENCANA/
RS/IGD
diluar RS
• START (Simple Triage And
Rapid Treatment)
• SIEVE Triage (Emergency
Severity Index)
START (Simple Triage And Rapid Treatment)
-TRIASE UNTUK BENCANA-

• Untuk korban dalam jumlah banyak


• Triage + tindakan singkat untuk diagnostik
maupun resusitasi
• Triage officer bisa lebih dari 1
• Kategori korban pada START
• HIJAU : walking wounded
• MERAH : gangguan airway berat dan syok
• KUNING : “delay”
• HITAM : meninggal
• Ada prioritas pada kelompok MERAH
START TRIAGE

Sebuah LABEL ditempatkan


pada setiap pasien setelah
dinilai. LABEL menampilkan
status pasien saat ini dan
menyarankan PETUGAS
yang memberikan
perawatan dengan salah
satu dari empat
kemungkinan prioritas
pengobatan:
A Simple Approach

Setiap tab diberi kode warna


yang memungkinkan
identifikasi prioritas pasien
dengan cepat dari jarak jauh
Tag Triage dirancang
dengan tab sobek. Tab
yang tidak digunakan
dihapus dan tab terakhir
yang tersisa menunjukkan
prioritas pasien.

Last remaining tab indicated


patient priority
In this case IMMEDIATE

Unused tabs torn off


Where to START

• Setibanya Anda, pertama-tama


pastikan tempat kejadiannya aman.
Kemudian mulailah dengan
mengarahkan orang yang terluka
berjalan menjauh dari tempat kejadian
langsung ke area evaluasi dan
perawatan yang telah ditentukan
sebelumnya
• Tandai mereka sebagai MINOR (HIJAU)
One Patient at a Time

• Jangan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk satu


pasien. Bergerak cepat dari satu pasien ke pasien
berikutnya.
• Nilai RPM setiap pasien
One Patient at a Time

ASSESS RESPIRATIONS
• Jika pasien tidak bernafas maka Buka Airway
• Jika pasien masih tidak bernafas lalu tandai
mereka sebagai MATI (HITAM)
• Pindah ke pasien berikutnya ... tidak
menghabiskan terlalu banyak waktu pada
satu pasien.
• Bergerak cepat dari satu pasien ke pasien
berikutnya.
• Nilai RPM setiap pasien
One Patient at a Time

ASSESS RESPIRATIONS
• Jika ada pernapasan maka Kaji
Kecepatannya
• Jika laju napasnya lebih besar dari> 30 lalu
tag mereka sebagai IMMEDIATE (MERAH)
• Lanjut ke pasien berikutnya…
• Jika laju napasnya kurang dari <30
kemudian menilai PERFUSI
One Patient at a Time

ASSESS PERFUSION
• Jika denyut radial tidak ada (atau) pengisian
kapiler lebih besar dari > 2 detik, maka
tandai sebagai IMMEDIATE (MERAH)
• Lanjut ke pasien berikutnya…
• Jika ada denyut radial (atau) pengisian
kapiler kurang dari <2 detik maka nilai
STATUS MENTAL
ASSESS MENTAL STATUS
• Jika pasien tidak dapat mengikuti
perintah sederhana (atau) memiliki
status mental yang berubah (atau) tidak
sadar lalu tag mereka sebagai
IMMEDIATE (MERAH)
• Lanjut ke pasien berikutnya…
• Jika pasien dapat mengikuti perintah
sederhana maka tandai sebagai
DELAYED (KUNING)
• Lanjut ke pasien berikutnya…
ESI (Emergency Severity Index)
-TRIASE IGD/RS-

Emergency Severity Index


(ESI) merupakan
instrumen triase yang
andal dan valid untuk
instalasi gawat darurat
(IGD). Triase adalah
kategorisasi pasien
berdasarkan urgensi dan
prognosis pada presentasi
klinis pasien.
• ESI triase didasarkan kondisi
klinis kesehatan pasien dan
jumlah sumber daya kesehatan
(baik pemeriksaan penunjang
atau tindakan medis) yang
dibutuhkan.
• Dalam skala ESI, pasien
diklasifikasikan dan
diprioritaskan berdasarkan
tingkat keparahan penyakit
mereka dengan memperkirakan
jumlah sumber daya yang
dibutuhkan untuk
perawatannya
Empat poin keputusan (A ke D) digunakan untuk membuat
triase pasien ke dalam lima level ESI:
• A: Apakah pasien membutuhkan intervensi penyelamatan jiwa
segera: Jika ya, pasien masuk ke ESI level 1. Jika tidak, lanjutkan
ke poin keputusan B
• B: Apakah pasien dalam kondisi berisiko tinggi, disorientasi,
kebingungan, distress, atau sangat nyeri: Jika ya, pasien masuk
ESI level 2. Jika tidak, lanjutkan ke poin keputusan C
• C: Apakah pasien memerlukan pemeriksaan penunjang: Jika
tidak, pasien masuk ESI level 5. Jika butuh 1 pemeriksaan,
pasien masuk ESI level 4. Jika butuh banyak pemeriksaan,
lanjutkan ke poin keputusan D
• D: Apakah ada kelainan pada tanda-tanda vital pasien: Jika ya,
pasien masuk ESI level 2. Jika tidak, pasien masuk ESI level 3
Klasifikasi dalam triase umum
PRIORITAS I - MERAH

• Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan


penanganan segera
• Waktu respon 0 - 5 menit
PRIORITAS II - KUNING

• Pasien dengan penyakit yang akut


• Tidak mengancam jiwa seperti Prioritas I
• Waktu respon bisa sampai 30 menit
PRIORITAS III - HIJAU

• Pasien-pasien dengan fungsi haemodinamik yang stabil


tetapi menderita luka yang jelas
• Pasien biasanya dapat berjalan dan masalah medis yang
minimal
REFERENSI
1. Circulation. 2020;141:e933–e943. DOI:
10.1161/CIRCULATIONAHA.120.047463
2. Ersilia M. DeFilippis. Circulation. Cardiopulmonary Resuscitation
During the COVID-19 Pandemic, Volume: 141, Issue: 23, Pages:
1833-1835, DOI: (10.1161/CIRCULATIONAHA.120.047260)
3. 2020 American Heart Association, Inc.
4. https://www.ahajournals.org/doi/epub/10.1161/CIRCULATIONAHA.1
20.047260
5. https://www.netterimages.com/glasgow-coma-scale-labeled-
multiple-publications-neurology-neurosciences-frank-h-netter-
7003.html
6. Jackson, Marilynn dan Lee Jackson. 2011. Seri Panduan Praktis
Keperawatan Klinis. Jakarta : Erlangga
7. Weinstock, Doris. 2011. Rujukan Cepat di Ruang ICU / CCU. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC
8. Gilboy N, Tanabe P, Debbie T, Rosenau AM. Emergency Severity
Index (ESI): A Triage Tool for Emergency Department Care Version 4
Implementation Handbook 2012
LETS
PRACTICE AND DISCUSS 

Anda mungkin juga menyukai