SIDANG SKRIPSI (Otw)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN

DIET RENDAH GARAM PADA LANSIA YANG MENGALAMI


HIPERTENSI DI DESA KARANGASEM PLUMBON KABUPATEN
CIREBON

PROPOSAL PENELITIAN

Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada


Universitas Muhammadiyah Cirebon

Oleh

Agung Gunardi
201711018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Diet Rendah Garam pada

Lansia yang Mengalami Hipertensi di Wilayah PUSKESMAS Plumbon

Kabupaten Cirebon

Penyusun : Agung Gunardi

NIM : 201711018

Cirebon, 2022

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Leya Indah Permatasari, M.Kep., Ners

Pembimbing Pendamping

Agil Putra, M.Kep.,Ners

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena telah memberikan berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Studi Pendahuluan dengan judul “HUBUNGAN

DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DIET RENDAH GARAM PADA

LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI DESA KARANGASEM

PLUMBON KABUPATEN CIREBON”.

Sholawat dan salam penulis curah limpahkan kepada junjungan kita nabi

besar Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya serta seluruh umat Islam

yang senantiasa berpegang teguh pada Al-qur’an dan hadist.

Dalam penyusunan laporan studi pendahuluan ini penulis banyak

mendapat hambatan dan kesulitan, tetapi berkat bantuan dan pengarahan dari

semua pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus ini. Maka

dari itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tidak

terhingga kepada :

1. Arif Nurudin, MT selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Cirebon.

2. Uus Husni, S.Kp.,M.Si selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Cirebon.

3. Leya Indah Permatasari, M.Kep.,Ners selaku dosen pembimbing 1.

4. Agil Putra, M.Kep.,Ners selaku dosen pembimbing pendamping.

5. Ayah dan ibu tercinta beserta keluarga yang telah memberikan dorongan dan

bantuan baik moril maupun materil serta do’a restunya.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan dalam pembuatan

laporan studi pendahuluan. Oleh karena itu dengan segala hormat, penulis

ii
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan

selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Cirebon, Februari 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Hal
Judul
Persetujuan Pembimbing
Kata Pengantar .................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................. ii
Daftar Tabel ........................................................................................................ iii
Daftar Lampiran .................................................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10
1.5. Manfaat Praktis.............................................................................................. 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Lansia ................................................................................... 12
2.2. Hipertensi...................................................................................................... 24
2.3. Keluarga........................................................................................................ 35
2.4. Dukungan Keluarga ..................................................................................... 46
2.5. Diet Rendah Garam ...................................................................................... 50
2.6. Kerangka Teori ........................................................................................... 54
2.7. Kerangka Konsep......................................................................................... 55
2.8. Hipotesis ...................................................................................................... 55
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.Desain Penelitian ......................................................................................... 56
3.2.Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 56
3.3.Lokasi Penelitian.......................................................................................... 57
3.4.Waktu Penelitian.......................................................................................... 58
3.5.Variabel Penelitian....................................................................................... 58
3.6.Definisi Operasional.................................................................................... 59
3.7.Instrumen Penelitian .................................................................................... 60
3.8.Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ................................................................. 60
3.9.Prosedur Pengumpulan Data......................................................................... 62
.............................................................................................................................
3.10....................................................................................................... Analisa Data
64
3.11.................................................................................................. Etika Penelitian
66
DAFTAR PUSTAKA

iv
LAMPIRAN

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fase kehidupan manusia memiliki proses serta tahapan yang akan selalu

membutuhkan pelayanan kesehatan dalam mensejahterakan kehidupannya.

Proses yang dilalui setiap tahap akan memiliki perbedaan sesuai dengan

pencapaian dan tahapan yang dilaluinya. Salah satu tahapan perkembangan

yaitu lansia (Barbara R, 2021).

Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas atau

kelompok umur pada manusia yang memasuki tahap akhir dari fase

kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan mengalami

adanya suatu proses yang disebut dengan aging process atau proses penuaan.

Sehingga nantinya akan muncul berbagai penyakit akibat menurunnya Fungsi

tubuh, baik secara fisik, daya ingat, pola pikir, perubahan psikis, dan berbagai

penyakit (WHO, 2018).

Akibat adanya penurunan fungsi kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya lansia sangat bergantung pada orang sekitar salah satunya kelurga.

Pada hal ini, keluarga menjadi salah satu orang yang penting dalam

keberlangsungan hidup lansia, karena ia merupakan orang terdekat bagi lansia

1
yang bisa menentukan baik buruknya status kesehatan seorang lansia yang

dirawatnya (WHO, 2018).

Salah satu penurunan fungsi kesehatan dan riwayat penyakit yang banyak

diderita pada lansia adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) atau dikenal

dengan istilah silent killer . Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab

kematian di dunia adalah Penyakit Tidak Menular (PTM) yang membunuh 36

juta jiwa per tahun. Sekitar 80 persen kematian tersebut terjadi di negara

berpenghasilan menengah dan rendah. 73% kematian saat ini disebabkan oleh

penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan

pembuluh darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan

kronis, 6% karena diabetes, dan 15% disebabkan oleh PTM lainnya yang

mayoritas disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau hipertensi (WHO, 2018;

Kemenkes, 2018).

Penderita Hipertensi mengalami keadaan dimana terjadi peningkatan

tekanan darah diatas normal yang dapat mengakibatkan angka kesakitan

(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Hipertensi terjadi karena

adanya peningkatan tekanan hidrostatis pada pembuluh darah atau dapat

disebabkan karena faktor lain yang mengakibatkan rigiditas pada pembuluh

darah sehingga mempengaruhi sistem kerja jantung dalan memompa darah

keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Aryantiningsih & Silaen, 2018;

Maghfiroh & Kusuma, 2018).

2
Peningkatan tekanan darah berarti terjadi adanya peningkatan sistole dan

diastole yang akan mempengaruhi penderita mengalami hipertensi. Hasil

pengukuran darah yang tinggi diukur melalui tindakan pengukuran tekanan

darah akan dikelompokkan menjadi beberapa tahapan, yaitu hipertensi kelas 1

hipertensi di kelompokkan dalam penyakit the silent disease yaitu penderita

tidak menyadari penyakit yang dideritanya sebelum dilakukan pemeriksaan

(Perdana, Salmiyati, & Nurmaguphita, 2017).

Setiap peningkatan 20 mmHg tekanan darah sistolik atau 10 mmHg

tekanan darah diastolik dapat meningkatkan risiko kematian akibat penyakit

jantung iskemik dan stroke. Terkontrolnya tekanan darah dapat menurunkan

risiko kematian, penyakit kardiovaskular, dan stroke (Sudarsono et all, 2020).

Menurut data dari WHO (2019) jumlah orang dewasa berusia 30-79 tahun

dengan hipertensi telah meningkat dari 650 juta menjadi 1,28 miliar dalam

tiga puluh tahun terakhir. Hampir setengah dari orang-orang ini tidak tahu

bahwa mereka menderita hipertensi. Studi yang dilakukan oleh jaringan

dokter dan peneliti global ini mencakup periode 1990-2019. Ini menggunakan

pengukuran tekanan darah dan data perawatan lebih dari 100 juta orang

berusia 30-79 tahun di 184 negara, bersama-sama mencakup 99% populasi

global, yang menjadikannya tinjauan paling komprehensif tentang tren global

hipertensi hingga saat ini. Jumlah penderita hipertensi meningkat dua kali

lipat menjadi 1,28 miliar. Hal ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan

penduduk dan penuaan. Pada tahun 2019, lebih dari satu miliar penderita

3
hipertensi (82% dari seluruh penderita hipertensi di dunia) tinggal di negara-

negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Secara nasional hasil menunjukkan bahwa prevalensi penduduk dengan

tekanan darah tinggi sebesar 34,11%. Prevalensi tekanan darah tinggi pada

perempuan 36,85% lebih tinggi dibanding dengan laki-laki 31,34%.

Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi 34,43% dibandingkan dengan

perdesaan 33,72%. Sedangkan hipertensi pada usia 55-64 berjumlah 55,2%,

usia 65-74 berjumlah 63,2 %, dan 75 lebih berjumlah 69,5%. Jawa Barat

sendiri menduduki urutan kedua sebagai Provinsi dengan kasus Hipertensi

tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 39,6% setelah Kalimantan Selatan yaitu

sebesar 44,1% (Riskesdas, 2018).

Menurut data prevalensi Kabupaten Cirebon dengan kasus hipertensi

berjumlah sebanyak 1,3% dengan kasus terbanyak di wilayah Plumbon

berjumlah 2.848 orang, Palimanan berjumlah 1.593 orang, dan Pabuaran 1.09

orang. Berdasarkan data yang diperoleh dari studi pendahuluan di

PUSKESMAS Plumbon dari 10 desa di wilayah kerja PUSKESMAS

Plumbon yang terbanyak pada penderita hipertensi lansia berada di wilayah

desa Karangasem sebanyak 80 orang yang terdiagnosa hipertensi dan 8 orang

responden diantaranya dijadikan sampel untuk studi pendahuluan. Setelah

melakukan penyebaran kuesioner dan wawancara dari 8 responden

didapatkan data bahwa mayoritas responden belum menerapkan terapi diet

rendah garam karena 5 responden diantaranya belum mengetahui mengenai

4
terapi diet rendah garam, 3 responden lainnya sudah mencoba menerapkan

diet rendah garam namun belum cukup efektif karena faktor ekonomi

sehingga keluarga tidak mampu mendukung secara maksimal.

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran

dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap

anggota keluarga. Karena Keluarga merupakan salah satu penunjang untuk

lansia yang memiliki penurunan fungsi kesehatan maupun mempertahankan

derajat status kesehatannya. Lansia akan lebih banyak membutuhkan bantuan

orang lain dalam melakukan aktifitas yang menunjang keberlangsungan

hidupnya (Duvall dkk, 2017).

Menurut Friedman (2019) keluarga adalah dua orang atau lebih yang

disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta yang

mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Dalam proses

hidup, keluarga memerlukan dukungan dari setiap anggota dan lingkungan

sekitarnya sehingga perkembangan setiap individu dapat terpenuhi.

Dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap

anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,

dukungan instrumental dan dukungan emosional. Dalam hal ini, hubungan

interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota

keluarga saling bersinergi, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhatikan. Hal ini membuktikan bahwa dukunga keluarga juga

5
berfungsi sebagai fokus sentral dalam melaksanakan praktik asuhan

kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan / atau

merawat anggota keluarga yang sakit (Amalia Senja dkk, 2019).

Keluarga juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola

hidup anggota keluarga didalamnya seperti menjaga pola tidur, memanajemen

stres, serta menerapkan pola konsumsi yang sehat salah satunya dengan cara

melakukan diet terhadap segala konsumsi yang akan berpengaruh pada status

kesehatan. Dukungan keluarga dalam hal ini sangat berperan dalam

meningkatkan kepatuhan menjalankan diet yang dianjurkan karena keluarga

merupakan unit terdekat dengan pasien. Adanya perhatian dan dukungan

dalam mengontrol dan mengingatkan apabila pasien lupa menjalankan diet

dengan baik dan merubah gaya hidup sesuai dengan petunjuk medis, yang

akan dapat mempercepat proses kesembuhan (Brilianifah., dkk, 2017).

Dukungan sosial keluarga terdiri dari beberapa aspek yang meliputi

dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan instrumental, dan

dukungan penilaian atau penghargaan. Dukungan ini akan sangat berperan

dalam keberlangsungan hidup lansia, terlebih pada lansia yang memiliki

riwayat penyakit, seperti penyakit menular dan Penyakit Tidak Menular

(PTM). (Zhang et al., 2020).

Pola hidup yang tidak sehat tersebut antara lain adalah diet yang tidak

sehat misalnya tinggi gula, lemak dan garam, dan kurang mengonsumsi

6
makanan berserat. Selain itu adalah penggunaan tembakau dan alkohol (Sri &

Herlina, 2017). Dukungan keluarga memiliki peran penting dalam proses

perawatan hipertensi untuk mendapatkan perawatan yang optimal. Adanya

dukungan tersebut menjadikan lansia lebih mendapatkan perhatian dan

pengawasan sehingga meminimalisir terjadinya komplikasi (Sukartini et al.,

2020).

Pasien dapat melaksanakan diet dengan baik apabila didukung

dengan mengikuti rekomendasi medis dengan baik dan adanya dukungan

keluarga. Rekomendasi medis yang diikuti seseorang, akan.

Kepatuhan diet adalah salah suatu perilaku dalam melaksanakan

pemenuhan asupan makanan yang telah direkomendasikan oleh penyedia

pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mempengaruhi kualitas hidup

lansia, mulai dari kesehatan, produktivitas dan semangatnya. Mengingat

kondisi fisik dan biologis yang mengalami penurunan, membuat lansia harus

mengatur pola makannya secara khusus (Amalia Senja, Tulus Prasetyo,

2019). Salah satu kepatuahan yang harus ditaati oleh pasien lansia khusunya

dengan hipertensi adalah motivasi untuk tetap pada rencana menjalankan diet

hipertensi dan dapat dikontrol dengan pengaturan pola makan yang baik

sehingga dapat merubah pola perilaku suatu individu dalam mengendalikan

suatu penyakit (Sari, 2018). Menurut Ratnawati dkk (2019) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa salah satu penyebab dari hipertensi adalah

7
pola makan yang kurang tepat misalnya mengkonsumsi makanan yang tinggi

natrium dan lemak.

Menurut Kemenkes, (2018) Konsumsi garam berlebih akan meningkatkan

jumlah natrium dalam sel dan mengganggu keseimbangan cairan. Masuknya

cairan kedalam sel akan mengecilkan diameter pembuluh darah arteri

sehingga jantung harus memompa darah lebih kuat yang berakibat pada

meningkatnya tekanan darah. Peningkatan tekanan darah berpengaruh pada

peningkatan kerja jantung, sehingga dapat meningkatkan resiko mengalami

beberapa masalah Kesehatan seperti serangan jantung, stroke, dan penyakit

komplikasi lainnya.

Cara yang paling baik dalam menghindari komplikasi hipertensi seperti

penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, dan gangguan saraf adalah dengan

mengatur diet / pola makan seperti rendah garam, rendah kolesterol dan

lemak jenuh, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran (Dasopang, &

Rahayu, 2017). Pengaturan pola makan pada penyandang hipertensi harus

lebih diperhatikan. Hal ini sangat penting demi mengontrol tekanan darah

agar dalam batas normal dan tidak terjadi komplikasi seperti penyakit

jantung, stroke, penyakit ginjal, dan gangguan saraf. Pentingnya diet rendah

garam harus dilaksanakan, mengingat garam beperan dalam menimbulkan

retensi cairan atau tertahannya air di dalam tubuh sehingga menyebabkan

peningkatan volume air dalam pembuluh darah dan meningkatnya tekanan

darah apabila garam dikonsumsi secara berlebih.

8
Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif dalam mengendalikan

tekanan darah adalah dengan memodifikasi gaya hidup, salah satunya dengan

membatasi jumlah konsumsi garam. Berdasarkan data diatas penulis ingin

melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Diet Rendah Garam pada Lansia yang Mengalami Hipertensi di

Desa Karangasem Plumbon Kabupaten Cirebon”.

9
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan

masalah “Apakah terdapat hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

diet rendah garam pada lansia yang mengalami hipertensi di Desa

Karangasem Plumbon Kabupaten Cirebon?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

diet rendah garam pada lansia yang mengalami hipertensi di desa

Karangasem Plumbon Kabupaten Cirebon.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengidentifikasi dukungan keluarga pada lansia yang

mengalami hipertensi di desa Karangasem Plumbon Kabupaten

Cirebon.

b. Untuk mengidentifikasi kepatuhan diet rendah garam pada lansia

yang mengalami hipertensi di desa Karangasem Plumbon

Kabupaten Cirebon.

c. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

diet rendah garam pada lansia yang mengalami hipertensi di desa

Karangasem Plumbon Kabupaten Cirebon.

10
11
1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.1.1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu

pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya

mengenai bagaimana gambaran jenis diet yang baik pada

hipertensi lansia, sebagai bahan referensi untuk penelitian

selanjutnya, memperoleh data penderita hipertensi pada

lansia, memperoleh hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan diet rendah garam pada lansia.

1.4.1.2. Bagi Peneliti

Menjadi informasi dan referensi di luar farmakologi

yang kemudian akan dikembangkan menggunakan metode

serta teknis yang berbeda mengenai dukungan keluarga

dengan kepatuhan diet rendah garam pada lansia yang

mengalami hipertensi, sehingga lansia dapat terus

menstabilkan tekanan darahnya.

12
1.4.2. Manfaat praktis

1.4.2.1 Bagi profesi keperawatan

Menjadi sumber informasi bagi mahasiswa sebagai

calon tenaga medis yang akan terlibat langsung pada

masyarakat yang akan bisa digunakan sebagai ilmu dalam

memberikan asuhan keperawatan.

1.4.2.2. Bagi PUSKESMAS

Penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk

mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan diet rendah garam pada lansia yang mengalami

hipertensi di wilayah PUSKESMAS Plumbon Kabupaten

Cirebon.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Definisi Lansia

Undang - Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menyatakan bahwa lansia merupakan seseorang yang mencapai usia

60 tahun ke atas. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah

penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang

ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh atau semakin

rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian. Hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan dalam

struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ (Ruth Kania

Friscilla Duha, 2021).

Referensi lain menyebutkan bahwa Lansia atau menua (menjadi

tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan

yang menyebabkan penyakit degenerative misal, hipertensi,

arterioklerosis, diabetes mellitus dan kanker (Sakinah Siwi Mulyani,

2019).

14
2.1.2 Batasan Lansia

Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO

2019) lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly), kelompok 60-74 tahun.

c. Lanjut usia (old), kelompok usia 74-90 tahun.

d. Lansia sangat tua (very old), kelompok usia >90 tahun.

Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI (2018) lanjut usia

dikelompokan menjadi usia lanjut(60-69 tahun) dan usia lanjut dengan

risiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)

2.1.3. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia (WHO 2019) adalah sebagai berikut :

a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

c. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

d. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

2.1.4. Kebutuhan Dasar Lansia

15
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya,

yaitu kebutuhan makan, perlindungan makan, perlindungan

perawatan, kesehatan dan kebutuhan sosial dalam mengadakan

hubunagan dengan orang lain, hubungan antar pribadi dalam keluarga,

teman-teman sebaya dan hubungan dengan organisasi-organisasi

sosial, dengan penjelasan sebagai berikut (Sakinah Siwi Mulyani,

2019) :

Kebutuhan utama, yaitu :

a. Kebutuhan fisiologi/biologis seperti, makanan yang bergizi,

seksual, pakaian, perumahan/tempat berteduh

b. Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai

c. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan

d. Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan

dari orang lain, ketentraman, merasa berguna, memilki jati diri,

serta status yang jelas

e. Kebutuhan sosial berupa peranan dalam hubungan-hubungan

dengan orang lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-

teman dan organisasi sosial

Kebutuhan sekunder, yaitu :

a. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas

b. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi

16
c. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informai dan

pengetahuan

d. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status,

perlindungan hukum,

e. Partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan di masyarakat dan

Negara atau pemerintah

f. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami

makna

g. Akan keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal

yang tidak diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian.

2.1.5 Perubahan pada lansia

Menua merupakan proses alami yang terjadi dalam kehidupan

manusia. Penuaan akan terjadi hampir pada semua sistem tubuh,

namun tidak semua sistem tubuh mengalami kemunduran fungsi pada

waktu yang sama. Adapun Perubahan-perubahan yang terjadi pada

lansia adalah sebagai berikut (Ruth Kania Friscilla Duha, 2021) :

a. Perubahan Fisik

Perubahan fisik umum dialami lansia, misalnya perubahan

sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem

integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan

elastisitas arteri pada sistem kardiovaskular yang dapat

memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme

17
oleh hati dan ginjal serta penurunan kemampuan penglihatan dan

pendengaran. Perubahan fisik yang cenderung mengalami

penurunan tersebut akan menyebabkan berbagai gangguan secara

fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan lansia untuk

beraktivitas atau melakukan kegiatan yang tergolong berat

sehingga mempengaruhi kesehatannya.

b. Perubahan mental

Perubahan dalam bidang mental atau psikis pada lanjut usia

dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, serta

bertambah pelit atau tamak jika memiliki sesuatu. Hampir setiap

lansia memiliki keinginan berumur panjang dengan menghemat

tenaga yang dimiliknya, mengharapkan tetap diberikan peranan

dalam masyarakat, ingin tetap berwibawa dengan

mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin meninggal secara

terhormat.

c. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial yaitu nilai pada seseorang yang

sering diukur melalui produktivitas dan identitasnya dengan

peranan orang tersebut dalam pekerjaan. Ketika lansia sudah

pensiun, maka yang dirasakan adalah pendapatan berkurang,

kehilangan status jabatan, kehilangan relasi dan kehilangan

18
kegiatan, sehingga dapat timbul rasa kesepian akibat pengasingan

dari lingkungan sosial serta perubahan cara hidup

d. Perubahan spiritual

Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin

matangnya kehidupan keagamaan lansia. Agama dan kepercayaan

terintegrasi dalam kehidupan yang terlihat dalam pola berfikir dan

bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual yang matang akan

membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam

kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan keberadaannya

dalam kehidupan.

Selain itu Perubahan pada Lanjut Usia Menurut Potter & Perry (2017)

proses menua mengakibatkan terjadinya banyak perubahan pada lansia

yang meliputi :

a. Perubahan Fisiologis

Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung

pada persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia

yang memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap

dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik,

emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap

dirinya sakit.

Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit

kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan

19
refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan

sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi

dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit.

Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya usia

dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan

lingkungan.

b. Perubahan Fungsional

Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif,

dan sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya

berhubungan dengan penyakit dan tingkat keparahannya yang akan

memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang

lansia.

Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan

perilaku aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting

untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak

dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan

masalah kesehatan.

c. Perubahan Kognitif

Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan

dengan gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan

kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami

gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif.

Gejala gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan

20
keterampilan berbahasa dan berhitung, serta penilaian yang buruk

bukan merupakan proses penuaan yang normal.

d. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial selama proses penuaan akan

melibatkan proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin

panjang usia seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi

dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang

mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa

pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan

hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan fungsional dan

perubahan jaringan sosial.

Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya

dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia

yang memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-

kehilangan sebagai berikut :

a. Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).

b. Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).

c. Kehilangan teman/kenalan atau relasi.

d. Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya

dengan beberapa hal sebagai berikut:

1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara

hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).

21
2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya

hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya

pengobatan bertambah.

3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik

4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan

kesulitan.

6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan

teman dan keluarga.

8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri).

2.1.6 Karakteristik Lansia

Menurut pusat data dan informasi, kementrian kesehatan RI

(2018), karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok

berikut ini :

a. Jenis kelamin

Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan.

Artinya, ini menunjukan bahwa harapan hidup yang paling tinggi

adalah perempuan.

b. Status perkawinan

22
Penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian

besar berstatus kawin 60% dan cerai mati 37% (Kemenkes,

2018). Namun Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS,

penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar

berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun

perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati

sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-

laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia

harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia

harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan

yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang

bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).

c. Living arrangement

Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukan

perbandingan banyaknya orang tidak produktif (umur <15 tahun

dan >65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64

tahun). Angka tersebut menjadi cermin besarnya beban ekonomi

yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai

penduduk usia nonproduktif

d. Kondisi kesehatan

Angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang

digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka

kesakitan bisa menjadi indikator kesehatan negatif. Artinya,

23
semakin rendah angka kesakitan menunjukan derajat kesehatan

penduduk yang semakin baik.

Angka kesehatan penduduk lansia sebesar 25,05%, artinya

bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya

mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah penyakit tidak

menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes

mellitus (Ratnawati, 2017).

e. Usia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia

diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).

f. Pekerjaan

Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia

sehat berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara

fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang

hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan

kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia

sebagian besar pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan

(3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial (Ratnawati,

2017).

g. Pendidikan terakhir

24
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo

menunjukkan bahwa pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga

terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai tenaga

professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan

menjadi lebih baik (Ratnawati, 2017).

2.1.7. Permasalahan Lanjut Usia

Menurut Suardiman, Kuntjoro, dan Kartinah, 2017 usia lanjut rentan

terhadap berbagai masalah kehidupan. Masalah umum yang dihadapi

oleh lansia diantaranya :

a. Masalah ekonomi

Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja,

memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi

lain, usia lanjut dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin

meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang,

pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi.

Lansia yang memiliki pensiun kondisi ekonominya lebih baik karena

memiliki penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak

memiliki pensiun akan membawa kelompok lansia pada kondisi

tergantung atau menjadi tanggungan anggota keluarga.

b. Masalah sosial

Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya

kontak sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan

25
masyarakat. kurangnya kontak sosial dapat menimbulkan

perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi seperti

mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika

bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti

anak kecil.

c. Masalah kesehatan

Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya

masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi

fisik dan rentan terhadap penyakit

d. Masalah psikososial

Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat

menimbulkan gangguan keseimbangan sehingga membawa lansia

kearah kerusakan atau kemrosotan yang progresif terutama aspek

psikologis yang mendadak, misalnya, bingung, panik, depresif,

dan apatis. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor

psikososial yang paling berat seperti, kematian pasangan hidup,

kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis.

2.2. Hipertensi

2.2.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan

darah tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari

140 mmHg, tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau

26
penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah

meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih

cepat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi

di dalam tubuh (Ni Nyoman Parwati, 2017).

Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan

kardiovaskular. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat

mengakibatkan gagal ginjal, stroke, dimensia, gagal jantung, infark

miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi (Andrian Patica N

Ejournal keperawatan volume 4 nomor 1, Mei 2016).

2.2.2. Etiologi

Penyebab hipertensi menurut Smeltzer, 2017 pada orang dengan

lanjut usia adalah terjadinya perubahan pada elastisitas dinding aorta

menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan

jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur

20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan

elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi meningkatnya resistensi

pembuluh darah perifer.

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti

penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor

27
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Faktor keturunan

Menurut beberapa penelitian terbukti bahwa seseorang akan

memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi

jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya

hipertensi adalah:

1) Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)

2) Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)

3) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya

hipertensi adalah : Konsumsi garam yang tinggi (melebihi

dari 30 gr), kegemukan atau makan berlebihan, stress,

merokok, minum alkohol, mengkonsumsi obat-obatan

(ephedrine, prednison, epineprin).

2.2.3. Patofisiologi

Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi

ketidak pastian. Sejumlah kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki

penyakit dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah.

28
Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta

menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi, dan

peran mereka berbeda pada setiap individu. Di antara faktor-faktor

yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas,

resistensi insulin, sistem renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis.

Faktor lainnya telah di evaluasi, termasuk genetik.

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganlia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui

saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai

faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan

hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak

diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla

29
adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh tubulus

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa

oleh jantung (volume sekuncup, mengakibatkan penurunan curah

jantung dan peningkatan tahanan perifer. (NS. Andra Saferi Wijaya,

S.Kep, dkk. Dalam buku KMB 1 (Keperawatan Dewasa), 2013).

2.2.4. Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dibagi menjadi beberapa kalsifikasi yang dibedakan

berdasarkan nilai sistol dan diastol Berikut adalah klasifikasi

Hipertensi menurut Buku Keperawatan Medikal Bedah karya Mary

Digiulio dan Donna Jackson, 2014 adalah :

30
a. Normal : Sistol<120 mmHg dan Diastol <80 mmHg.

b. Prahipertensi : Sistol 120-13 mmhHg dan Diastol 80-89

mmHg.

c. Hipertensi Tahap 1 : Sistol 140-159 mmHg dan Diatol 90-00

mmHg.

d. Hipertensi Tahap 2 : Sistol 160 mmHg dan Diastol 100 mmHg.

Klasifikasi HT menurut Heniwati, 2017 :

a. Normal : Sistol <130 mmHg dan Diastol <85

mmHg.

b. Normal Tinggi : Sistol 130-139 mmHg dan Diastol 85-89

mmHg.

c. Stadium 1 (Hipertensi ringan) : Sistol 140-159 mmHg dan

Diastol 90-99 mmHg.

d. Stadium 2 (Hipertensi sedang) : Sistol 160-179 mmHg dan

Diastol 100-109 mmHg.

e. Stadium 3 (Hipertensi berat) : Sistol 180-209 mmHg dan

Diastol 110-119 mmHg.

f. Stadium 4 (Hipertensi sangat berat atau maligna) : Sistol 201

mmHg atau lebih dan diastol 120 mmHg atau lebih.

Sedangkan kriteria hipertensi pada usia lanjut menurut NANDA

NIC&NOC 2015, yaitu :

31
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140

mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90

mmHg.

b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar

dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90

mmHg.

2.2.5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada hipertensi menurut Nanda Nic-Noc 2015

dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan

dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan

arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi

arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak

terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam

kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai

kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing.

32
2) Lemas, kelelahan.

3) Sesak nafas.

4) Gelisah.

5) Mual.

6) Muntah.

7) Epitaksis.

8) Penurunan kesadaran.

2.2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi

Menurut Riko Tri Prasetyo, 2019. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi hipertensi adalah :

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

1) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita.

Wanita diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah

dibandingkan pria ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan

mudah menyerang pada wanita ketika berumur 55 tahun

sekitar 60% menderita hipertensi berpengaruh pada wanita.

Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormon pada wanita

setelah menopause.

2) Umur

Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil

akan berubah di usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung

33
lebih meningkat secara cepat. Sehingga, semakin bertambah

usia seseorang maka tekanan darah semakin meningkat. Jadi

seorang lansia cenderung mempunyai tekanan darah lebih

tinggi dibandingkan diusia muda.

3) Keturunan (genetik)

Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap

keluarga yang telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini

terjadi adanya peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium individu

sehingga pada orang tua cenderung beresiko lebih tinggi

menderita hipertensi dua kali lebih besar dibandingan dengan

orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi.

4) Pendidikan

Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi

tekanan darah. Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan

yang rendah, kemungkinan kurangnya pengetahuan dalam

menerima informasi oleh petugas kesehatan sehingga

berdampak pada perilaku atau pola hidup sehat.

b. Faktor resiko hipertensi yang dapat dikontrol

1) Obesitas

Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung

kurangnya melakukan aktivitas sehingga asupan kalori

34
mengimbangi kebutuhan energi, sehingga akan terjadi

peningkatan berat badan atau obesitas dan akan

memperburuk kondisi.

2) Kurang olahraga

Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah

untuk mengurangi peningkatan tekanan darah tinggi yang

akan menurunkan tahanan perifer, sehigga melatih otot

jantung untuk terbiasa melakuakn pekerjaan yang lebih berat

karena adanya kondisi tertentu.

3) Kebiasaan merokok

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini

ikarenakan di dalam kandungan nikotik yang dapat

menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

4) Konsumsi garam berlebihan

2.2.7. Komplikasi

Komplikasi hipertensi menurut Nanda Nicnoc (2020) adalah :

a. Penyakit jantung

Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan

gagal jantung.

b. Ginjal

35
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif

akibat tekanan tinggi pada kapiler - kapiler ginjal glomelurus.

Rusaknya membran glomelurus, protein akan keluar melalui urin

sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema.

c. Otak

Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri - arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga

aliran darah ke daerah yang diperdarahi berkurang.

d. Mata

Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan

penglihatan,hingga kebutaan.

e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri

Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan

penyempitan arteri atau yang sering disebut dengan ateroklorosis

dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).

2.2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemerikaan penunjang pada Hipertensi menurut Nanda Nicnoc (2015)

adalah :

a. Pemeriksaan laboratorium

36
Hb/Ht : Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap

volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor

resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.

BUN/Kreatinin : Memberi informasi tentang perfusi atau fungsi

ginjal.

Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)

dapat di akibatkan oleh kadar ketokolamin.

Urinalisa : Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi

ginjal dan DM.

CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit

jantung hipertensi.

IUP : Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti

batu ginjal, perbaikan ginjal.

Foto dada : Menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,

pembesaran jantung.

2.2.9. Penatalaksanaan

Menurut Nanda Nicnoc (2020) penanganan hipertensi dibagi menjadi

dua yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologi, yaitu :

a. Terapi non farmakologi

37
Merupakan terapi tanpa menggunakan obat,terapi non

farmakologi diantaranya memodifikasi gaya hidup dimana

termasuk pengelolaan stress dan kecemasan merupakan langkah

awal yang harus dilakukan. Penanganan non farmakologis yaitu

menciptakan keadaan rileks, mengurangi stress dan menurunkan

kecemasan. Terapi non farmakologi diberikan untuk semua pasien

hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan

mengendalikan faktor resiko serta penyakit lainnya.

b. Terapi farmakologi

Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat

obatan yang dalam kerjanya dalam mempengaruhi tekanan darah

pada pasien hipertensi seperti : angiotensin receptor blocker

(ARBs), beta blocker, calcium chanel dan lainnya. Penanganan

hipertensi dan lamanya pengobatan dianggap kompleks karena

tekanan darah cenderung tidak stabil.

2.3 Keluarga

2.3.1. Definisi Keluarga

Menurut (Bailon dan Maglaya, 2019) keluarga adalah dua atau

lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,

hubungan perkawinan, atau pengangkatan; dan mereka hidup dalam

satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam peranannya

38
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu

kebudayaan.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal

disuatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan. Sedangkan menurut Friedman keluarga adalah unit

dari masyarakat dan merupakan lembaga yang mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat antara

anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga

sebagai lembaga atau unit layanan perlu di perhitungkan. (Ni

Nyoman Parwati, 2018).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu

sebuah ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah

ataupun adopsi), tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta

saling ketergantungan. (Ni Nyoman Parwati, 2018).

2.3.2. Fungsi Keluarga

Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu :

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal

keluarga yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif

berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan

fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari

39
seluruh anggota keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi oleh

keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah (Ni Nyoman

Parwati, 2018) :

1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan,

saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.

2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai

dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga

serta selalu mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif

akan tercapai.

3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak

pasangan sepakat memulai hidup baru.

b. Fungsi Sosial

Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga

merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya

anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu dan orang-orang

yang ada disekitarnya. Dalam hal ini keluarga dapat Membina

hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-norma tingkah

laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh

nilai-nilai budaya keluarga.

c. Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan

menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu

perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis

40
pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah

meneruskan keturunan.

d. Fungsi Ekonomi

Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan

seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan,

pakaian, dan tempat tinggal.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan

keperawatan, yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau

merawat anggota keluarga yang sakit. Keluarga yang dapat

melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan

masalah kesehatan.

2.3.3. Tahap-tahap Perkembangan Keluarga

Berdasakan konsep Duvall dan Miller 2019, tahapan perkembangan

keluarga dibagi menjadi 8 :

a. Keluarga Baru (Berganning Family)

Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas

perkembangan keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu

membina hubungan intim yang memuaskan, menetapkan tujuan

bersama, membina hubungan dengan keluarga lain,

mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan

41
menjadi orangtua dan memahami prenatal care (pengertian

kehamilan, persalinan dan menjadi orangtua).

b. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)

Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan

menimbulkan krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada

tahap ini antara lain yaitu adaptasi perubahan anggota keluarga,

mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan,

membagi peran dan tanggung jawab, bimbingan orangtua tentang

pertumbuhan dan perkembangan anak, serta konseling KB post

partum 6 minggu.

c. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan

kebutuhan pada anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh

kembang, proses belajar dan kontak sosial) dan merencanakan

kelahiran berikutnya

d. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)

Keluarga dengan anak sekolah mempunyai tugas

perkembangan keluarga seperti membantu sosialisasi anak

terhadap lingkungan luar rumah, mendorong anak untuk

mencapai pengembangan daya intelektual, dan menyediakan

aktifitas anak.

e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)

42
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah

pengembangan terhadap remaja, memelihara komunikasi terbuka,

mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan anggota

keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota

keluarga.

f. Keluarga dengan anak dewasa

Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk

hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya, menata kembali

fasilitas dan sumber yang ada dalam keluarganya.

g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)

Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu

mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah

minat sosial, dan waktu santai, memulihkan hubungan antara

generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.

h. Keluarga lanjut usia

Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti

penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup,

menerima kematian pasangan, dan mempersiapkan kematian,

serta melakukan life review masa lalu.

2.3.4. Peran dan Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan :

43
Menurut Amalia Senja, dkk. Dalam buku Perawatan Lansia Oleh

Keluarga dan Care Giver, 2019 ada lima tugas keluarga dalam bidang

kesehatan :

a. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

di abaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan

berarti. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan

perubahan-perubahan yang di alami oleh anggota keluarganya,

secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang

tua. Apabila menyadari adanya perubahan, keluarga perlu

mencatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan

seberapa besar perubahannya.

b. Membuat Keputusan Tindakan Kesehatan yang Tepat

Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk

mencapai pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangan siapa di antara anggota keluarga yang

mempunyai kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan

kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar

masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau

teratasi.

Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil

keputusan maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang

lain di lingkungan tempat tinggalnya. Pembuatan keputusan

44
keluarga merujuk pada “teknik interaksi ketika anggota keluarga

menggunakan upaya-upaya mereka untuk meningkatkan control

dalam negosiasi atau proses pengambilan keputusan” (McDonald,

1980 cit. friedman, 1998).

Menurut Bailon dan Maglaya (1978) bagaimanapun miskin

atau tidak berdayanya, suatu keluarga tetap mempunyai hak dan

kewajiban untuk mengambil keputusan dalam menentukan

kebutuhan pelayanan keperawatan.

c. Memberikan Perawatan pada Keluarga yang Sakit

Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat.

Akan tetapi, jika keluarga masih merasa mengalami keterbatasan

maka anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah

yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di

institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah

memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan

pertama. Keluarga seharusnya mengetahui dan memahami serta

dapat melaksanakan cara perawatan anggota keluarganya yang

menderita sakit, termasuk cara penanganan komplikasi yang

mungkin timbul. Pengetahuan penting yang perlu diketahui, di

antaranya tentang masukan makanan yang benar, perawatan

pengidap jika terserang penyakit umum (misalnya, flu, batuk, dan

45
pilek), serta pengenalan dan tindakanyang dapat dilakukan

mereka jika ada gejala dan tanda awal gawat darurat.

d. Mempertahankan Suasana Rumah yang Sehat

Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan

bersosialisasi bagi anggota keluarga sehingga anggota keluarga

akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan

lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah

haruslah dapat menjadikan lambing ketenangan, keindahan,

ketentraman, dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota

keluarga.

e. Menggunakan Fasilitas Kesehatan

Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan

dengan kesehatan keluarga, anggota keluarga yang lain harus

dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya.

Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga

keperawatan untuk memecahkan masalah yang di alami anggota

keluarganya sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam

penyakit.

2.3.5. Ciri-ciri Keluarga

Keluarga merupakan sistem interaksi emosional yang diatur secara

kompleks dalam posisi, peran, dan aturan atau nilai-nilai yang menjadi

dasar struktur atau organisasi keluarga. Struktur keluarga tersebut

memiliki ciri-ciri antara lain (Riko Tri Prasetyo, 2019) :

46
a. Terorganisasi

Keluarga merupakan cerminan organisasi dimana setiap

anggota keluarga memiliki peran dan fungsinya masing-masing

untuk mencapai tujuan keluarga. Dalam menjalankan peran dan

fungsinya, anggota keluarga saling berhubungan dan saling

bergantung antara satu dengan yang lainnya.

b. Keterbatasan

Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan, namun juga

memiliki keterbatasan dalam menjalankan peran dan fungsinya.

c. Perbedaan dan Kekhususan

Setiap anggota memiliki peran dan fungsinya masing-

masing. Peran dan fungsi tersebut cenderung berbeda dank has,

yang menunjukkan adanya ciri perbedaan dan kekhususan.

Misalnya saja ayah sebagai pencari nafkah utama dan ibu yang

bertugas merawat anak-anak.

2.3.6. Struktur Keluarga

Menurut (Riko Tri Prasetyo, 2019) struktur sebuah keluarga

memberikan gambaran tentang bagaimana suatu keluarga itu

melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun macam-macam

struktur keluarga di antaranya adalah :

a. Patrilineal

47
Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ayah.

b. Matrilineal

Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur garis ibu.

c. Matrilokal

Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah istri.

d. Patrilokal

Sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah suami.

e. Keluarga menikah

Hubungan suami-istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.3.7. Peranan Keluarga

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh

seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga

menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan

yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.

48
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain

adalah (Riko Tri Prasetyo, 2019) :

a. Ayah

Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung/pengayom, pemberi

rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebegai anggota

masyarakat kelompok social tertentu.

b. Ibu

Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik

anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah

tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat

kelompok social tertentu.

c. Anak

Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan

perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.4. Dukungan Keluarga

2.4.1. Definisi Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan salah satu kunci dalam perawatan

serta evaluasi pengawasan dan kontrol dalam kehidupan sehari-hari

49
pada lansia secara langsung inilah yang disebut Family Caregiver

(Y.Shen, 2016).

Menurut Prihatin et al, (2020) mengungkapkan bahwa dukungan

keluarga memiliki peran penting dalam proses perawatan hipertensi

untuk mendapatkan perawatan yang optimal.

Dukungan keluarga sangat berperan dalam meningkatkan

kepatuhan menjalankan diet yang dianjurkan karena keluarga

merupakan unit terdekat dengan pasien. Adanya perhatian dan

dukungan dalam mengontrol dan mengingatkan apabila pasien lupa

menjalankan diet dengan baik dan merubah gaya hidup sesuai dengan

petunjuk medis, agar dapat mempercepat proses kesembuhan.

(Brilianifah, & Isnaeni, 2017).

50
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

a. Faktor internal

1) Tahap perkembangan

Dukungan keluarga yang diberikan ditentukan oleh usia

sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan

individu. Setiap rentang usia akan memiliki respon yang

berbeda pula terhadap kesehatan.

2) Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi persepsi individu

terhadap dukungan. Kemampuan berfikir individu akan

mempengaruhi dalam memahami faktor-faktor yang

berhubungan dengan penyakit dan kesehatan.tergantung dari

tingkat pengetahuan keluarga.

3) Faktor emosi

Faktor emosional sangat berpengaruh terhadap keyakinan

nya terhadap dukungan. Individu yang tidak mampu

melakukan koping aaptif terhadap adanya ancaman penyakit

akan menyangkal adanya gejala penyakit dan tidak mau

menjalani pengobatan.

4) Spiritual

Aspek spiritual tampak pada individu saat menjalani

kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

51
dilaksanakan dan bagaimana hubungan nya dengan keluarga

atau teman.

52
b. Faktor eksternal

1) Praktik di keluarga

Cara dan bentuk dukungan yang diberikan keluarga akan

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatan nya.

2) Faktor sesioekonomi

Faktor sesioekonomi dapat memungkinkan risiko terjadinya

penyakit dan sangat berpengaruh terhadap individu dalam

melaksanakan kesehatannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi

biasanya akan lebih tanggap terhadap tanda dan gejala

penyakit.

3) Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan

kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk

dalam melaksanakan kesehatan

2.4.3. Jenis-jenis Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga menurut Fridman (2010) adalah sikap,

tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganny, berupa

dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental

dan dukungan emosional. Jadi dukunan keluarga adalah suatu bentuk

hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan

terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada

53
yang memperhatikannya. Menurut (Friedman, 2010) jenis-jenis

dukungan antara lain:

a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber

pertolongan praktis dan konkrit.

b. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah

kolektor dan disseminator (penyebar informasi).

c. Dukungan penialain (apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai

sebuah umpan balik membimbing dan menengahi pemecahan

masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga.

d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang

aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu

penguasaan terhadap emosi.

2.4.4. Manfaat Dukungan Keluarga

Menurut Wills (dalam Fitriani, 2011) menyatakan bahwa dukungan

keluarga akan melindungi individu terhadap efek negatif dari depresi

dan dukungan keluarga secara langsung akan mempengaruhi status

kesehatan individu.

Bentuk dukungan yang biasa diberikan keluarga adalah dukungan

psikososial. Berhubungan dengan pentingnya konteks sosial dalam

menghadapi dampak psikososial yang dihadapi individu karena

kejadian yang membuat stress. Dalam prakteknya ini berarti

memfasilitasi struktur local social (keluarga, kelompok komunitas,

54
sekolah) yang kemungkinan sudah tidak berfungsi lagi sehingga dapat

kembali memberikan support yang efektif kepada orang yang

membutuhkan terkait pengalaman hidup yang membuat stress

(Nicolai, 2003)

55
2.4.5. Tahapan Dukungan Keluarga

Menurut (Mardikanto, 2003) tahapan dukungan keluarga antara

lain:

a. Tahap dukungan dalam pengambilan keputusan.

b. Tahap dukungan dalam perencenaan kegiatan

c. Tahap dukungan dalam pelaksanaan kegitan

d. Tahap dukungan dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan

2.5. Kepatuhan Diet Rendah Garam

2.5.1. Definisi

Diet adalah pengaturan pola makan yang sesuai dengan tujuan

seseorang melakukan pengaturan makan tersebut. Bila pengaturan

pola makan tersebut bertujuan untuk menurunkan berat badan maka

total asupan makanan di atur agak lebih kecil dari yang dibutuhkan

sehingga terjadi penurunan berat badan. (Amirta dalam M. Roy, 2018)

Dalam ilmu kimia, garam adalah senyawa ion yang terdiri dari ion

positif (kation) dan ion negatif (anion), sehingga membentuk senyawa

netral (tanpa bermuatan). Garam terbentuk dari hasil reaksi asam dan

basa. Ada banyak macam garam antara lain: garam netral, garam basa,

garam asam. (Kurlansky dalam M. Roy, 2019).

Diet rendah garam adalah diit yang mengandung makanan yang

terdiri dari bahan makanan yang rendah natrium seperti yang terdapat

56
dalam garam dapur, soda kue, baking powder dan fitsin (MSG).

(Dalimartha, 2018).

57
2.5.2. Macam-macam Diet Rendah Garam

2.5.2.1. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na)

Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur

sama sekali, dihindari makanan tinggi natrium dan diet ini

diberikan pada pasien dengan odema, asitesis, dan makanan

ini diberikan pada penderita hipertensi berat (sistol >180,

diastole >110 mmHg).

2.5.2.2. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na)

Pemberian garam sehari sama dengan diet rendah

garam I, dalam pemasakan dibolehkan menggunakan ½

sendok garam dapur (2 gr). Makanan ini diberikan pada

penderita odema, asitesi, dan hipertensi sedang (sistol 160-

179 mmHg, diastole 100-110 mmHg).

2.5.2.3. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)

Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendsah

garam I, dalam pemasakannya boleh diberikan 1 sendok

garam dapur (4 gr). Makanan ini diberikan pada penderita

hipertensi ringan (sistol 140-160 mmHg, diastole 90-99

mmHg). Untuk mempertinggi citra rasa dapat digunakan

gula, cuka, bawah merah / bawang putih. (Dalimartha,

2018).

2.5.3. Syarat dan Bahan Makanan Diet Rendah Garam

58
Syarat untuk diet rendah garam, sebagai berikut :

a. Cukup energi, protein, mineral, vitamin

b. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit

c. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam

dan air atau penyakit hipertensi.

2.5.4. Cara Diet Rendah Garam

Menurut WHO, (2018) Cara diet rendah garam yang bisa

dilakukan untuk menjaga kadar garam yang sesuai dalam tubuh yaitu

2400 mg natrium setiap harinya sebagai berikut :

a. Gunakan bahan makanan yang segar, jauhi makanan yang

diproses terlebih dahulu seperti sosis, makanan kaleng ataupun

telor asin.

b. Kurangi penggunaan garam, bumbu penyedap, terasi dan kecap

saat memasak.

c. Untuk mengganti rasa asin dalam masakan bisa menggunakan

gula atau cuka pada masakan. Tomat segar pada sup, atau

gunakan bumbu kare, bumbu gulai atau bumbu rawon, serta

bahan rempah lain sesuai selera anda seperti jahe, kunyit,

belimbing wuluh, dan sebagainya.

d. Makan makanan anda selagi dalam kondisi hangat agar aroma

masakannya masih segar sehingga menutupi rasa asin yang

kurang terasa.

59
2.5.5. Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan

Makanan yang boleh diberikan, antaralain :

a. Beras, kentang, singkong

b. Daging, ikan, telor

c. Kacang-kacangan yang diolah tanpa garam, sayuran segar

d. Buah-buahan segar

e. Minyak, margarin tanpa garam

f. Teh dan minuman botol ringan.

Makanan yang tidak boleh diberikan, antaralain :

a. Roti, biskuit, dan kue yang dimasak dengan garam, serta soda

b. Otak, keju, abon, dan makanan yang di awetkan dengan garam

c. Keju, kacang tanah yang hasilnya dimasak dengan garam.

d. Sayuran yang di awetkan dengan garam

e. Mentega

f. Garam dapur, baking powder

60
2.6. Kerangka Teori

Faktor-faktor Resiko
Hipertensi :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat keluarga
d. Genetik Hipertensi
e. Merokok
f. Konsumsi garam
g. Konsumsi lemak
h. Obesitas
i. Stress

Diet Rendah
Garam I
Penatalaksaan Diet Rendah
Hipertensi : Diet Rendah
Garam Garam II
Obat
Nutrisi
Olahraga Diet Rendah
Diet Garam III

Dukungan Emosional
Dukungan Instrumental Dukungan
Dukungan Informasional Keluarga
Dukungan Penilaian

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

61
2.7. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Dukungan Keluarga Kepatuhan Diet

2.8. Hipotesis

Hipotesis adalah proporsisi atau dugaan belum terbukti yang menjelaskan

tentang fakta atau fenomena, serta kemungkinan jawaban atas pertanyaan

pertanyaan penelitian (Zikmund, 2017). Hipotesis alternatif (Ha) pada

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat Hubungan Dukungan keluarga

dengan kepatuhan diet rendah garam pada Hipertensi lansia. Hipotesis nol

(Ho) pada penelitian ini adalah tidak terdapat Hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan diet rendah garam pada hipertensi lansia.

62
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Kuantitatif dengan desain penelitian Cross

Sectional. Menurut Jenita Doli, 2016 dalam bukunya Metodologi Penelitian

Keperawatan, menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah upaya

menemukan pengetahuan menggunakan data berupa angka. Data berupa

angka yang diperoleh, kemudian digunakan sebagai alat untuk menganalisis,

mencari hasil dari objek yang diteliti. Pada dasarnya, penelitian kuantitatif

merupakan jenis penelitian yang menemukan data penemuan dengan prosedur

statistic secara terukur. Dimana, selama proses penelitian kuantitatif peneliti

memusatkan pada permasalahan yang memiliki karakteristik tertentu pada

variabel.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1. Populasi

Populasi yang akan diteliti pada kasus hipertensi pada lansia yang

berada di desa Karangasem Kecamatan Plumbon yaitu berjumlah 72

responden dengan kasus hipertensi.

63
3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian jumlah dari populasi, sampel dalam ilmu

keperawatan ditentukan oleh sampel kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi. (Jenita Doli, 2016).

3.2.3. Teknik Pengambilan sampel

Prosedur pengambilan sampel yang akan diambil dalam penelitian

ini adalah teknik total sampling karena populasi yang kurang dari

100. Sugiyono (2018:139) yang mengatakan total sampling dapat

dilakukan jika peneliti ingin mengeneralisasi dengan syarat populasi

yang kecil atau relatif sedikit dengan kesalahan yang minim.

Sinonimnya adalah sensus, ketika seluruh populasi menjadi sampel

penelitian.

Dalam hal pengambilan sampel, peneliti mengacu pada data

terbanyak yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon

dan Puskesmas Plumbon bahwa data terbanyak berada di desa

Karangasem dengan kasus hipertensi pada lansia berjumlah 80

populasi. Dari 80 populasi tersebut di ambil 10% untuk kemudian

dijadikan sampel pada studi pendahuluan, yang berjumlah 8 orang

responden. Didapatkan jumlah populasi lansia yang mengalami

hipertensi di desa Karangasem berjumlah 72 responden. Jumlah

tersebut yang nantinya akan dijadikan peneliti sebagai responden

penelitian. Sehingga, dalam penelitian ini peneliti menggunakan

64
tekhnik pengambilan sampel yaitu total sampling karena jumlah

populasi yang kurang atau relaif sedikit yaitu dibawah dari 100

populasi.

3.3. Lokasi Penelitian

Sesuai data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon dan

PUSKESMAS Plumbon maka penelitian ini akan dilaksanakan di desa

Karangasem Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon karena memiliki data

dengan kasus hipertensi terbanyak.

3.4. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan 20 Desember 2021 - 01 Mei

2022. Yang diawali dengan pembuatan proposal dengan waktu pengambilan

data kepada responden.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu Penelitian (Bulan)

2021 - 2022

Desember Januari Februari Maret April Mei

1 Penetapan
Judul
Penelitian

2 Bimbingan
judul

65
3 Proses
pegambilan
data
awal/studi
pendahuluan

4 Penyusunan
Proposal
Penelitian

5 Sidang
Proposal

6 Revisi
proposal
penelitian

7 Persiapan dan
pelaksanaan
penelitian

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Independen

Menurut Thomas et al., 2010 dalam bukunya Metodelogi

Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi) mengemukakan variabel

independen (variabel bebas) yaitu variabel yang dimanipulasi oleh

peneliti. Variabel ini sering disebut experimental atau treatment

variable (I Ketut Swarjana, 2015). Pada penelitian ini variabel

independennya adalah kepatuhan diet rendah garam pada responden

yang berada di desa Karangasem Kecamatan Plumbon.

66
3.5.2. Variabel Dependen

Variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang

dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas). (Jenita Doli,

2016). Pada penelitian ini variabel dependennya adalah dukungan

keluarga pada responden yang berada di desa Karangasem Kecamatan

Plumbon.

3.6. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian adalah pemberian definisi tehadap

variabel penelitian secara operasional sehingga peneliti mampu

mengumpulkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan konsep. Definisi

yang dibuat harus in line dengan conceptual definitions. (Carmen G. Loiselle

et al., 2015).

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur Ukur
Independent Dukungan yang Kuesioner Kuesioner Dinyatakan Ordinal
Dukungan diberikan oleh terdiri dari dalam
Keluarga pihak keluarga 20 kategori
tentang kepatuhan pernyataan, baik, cukup,
diet hipertensi pada jawaban dan kurang.
lansia sehingga “ya” diberi Sehingga
lansia merasa skor 1 dan didapatkan
nyaman, “tidak” penilaian
diperhatikan, diberi skor 0 dukungan
dihargai, berupa keluarga
komponen yaitu :
dukungan 1. 14-20 :
1. Emosiaonal baik
2. Informasional 2. 7-13 :
3. Instrumental cukup
4. Penilaian 3. 0-6 :
kurang

67
Dependent Jawaban responden Kuesioner Kuesioner Dinyatatakan Nominal
Kepatuhan keteraturan diet rendah dalam
Diet Rendah mengkonsumsi diet garam terdiri kategori
Garam rendah garam dari 13 patuh, dan
meliputi volume pertanyaan tidk patuh.
dan frekuensi Sehingga
didapatkan
penilaian :
1. Patuh :
26-39
2. Tidak
patuh :
13-25

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner

dukungan keluarga dan diet rendah garam yang di adopsi melalui peneliti lain

dan telah teruji valid. Kuesioner ini terbagi menjadi 3 bagian. Pertama, data

demografi, yang terdiri atas kode responden, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan dan tekanan darah. Kedua, bagian pernyataan pada kuesioner

dukungan keluarga berjumlah 20 pernyataan yang didalamnya terdapat 19

pertanyaan favorable serta 1 pertanyaan Unfavorable yang dimana

pertanyaan tersebut terdapat pada poin 5. Pada kuesioner dukungan keluarga

menggunakan skala guttmen dengan dua kategori “Ya” atau “Tidak”. Cara

penilaiannya adalah menghitung skor yang didapat dengan nilai skor 2 untuk

jawaban “Ya” dan nilai skor 1 untuk jawaban “Tidak” pada pertanyaan

Favorable. Sedangkan pada pertanyaan Unfavorable di instrumen ini cara

penilaiannya adalah menghitung skor yang didapat dengan nilai skor 2 untuk

jawaban “Tidak” dan nilai skor 1 untuk jawaban “Ya”. Instumen ini

menggunakan skala ordinal.

68
Sedangkan kuesioner kepatuhan diet rendah garam 13 pertanyaan

dengan 9 pernyataan Favorable dan 4 pernyataan Unfavorable yang terdapat

pada poin 2, 3, 4, dan 5. Pada kuesioner kepatuhan diet rendah garam dengan

menggunakan skala likert dengan tiga kategori yaitu “selalu, kadang-kadang,

tidak pernah”. Cara menghitung nilai jawaban yang didapat dengan skor 3

pada jawaban “selalu”, skor 2 pada jawaban “Kadang-kadang”, dan skor 1

pada jawaban “Tidak pernah” untuk pernyataan Favorable. Sedangkan pada

pernyataan Unfavorable cara menghitung nilai jawaban yang didapat dengan

skor 1 pada jawaban “selalu”, skor 2 pada jawaban “Kadang-kadang”, dan

skor 3 pada jawaban “Tidak pernah”. Dan instrumen kepatuhan diet ini

menggunakan skala nominal.

3.8. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.8.1. Uji Validitas

Menurut Jenita Doli Tine Donsu, 2016 menjelaskan bahwa

validitas adalah instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur

ketepatan dan kecermatan data yang diteliti. Validitas dapat diartikan

sebagai aspek kecermatan pengukuran. Validitas tidak hanya

menghasilkan data yang tepat, tetapi juga memberikan gambaran yang

cermat mengenai data tersebut. Cermat dalam hal ini, dilakukan

dengan alat ukur sesuai dengan kasusnya. Pada penelitian ini alat ukur

yang digunakan untuk dukungan keluarga dan kepatuhan diet

menggunakan kuesioner.

69
Berdasarkan uji validitas yang dilakukan oleh Maghfira Utari,

2017 tentang hubungan dukungan keluarga di PUSKESMAS

Pembantu Kelurahan Persiakan Tebing Tinggi tahun 2017

menunjukkan pernyataan dukungan keluarga semua dinyatakan valid.

Hal ini ditandai dengan hasil validitas dinyatakan valid dengan nilai

CVI 1,00. Penelitian dinyatakan valid jika nilai CVI (Content Validity

Index) sama dengan 0,86 sampai 1,00 (Polit & Beck, 2012).

Selain itu, berdasarkan uji validitas yang dilakukan oleh Krismita

Sondole 2016 tentang kepatuhan diet rendah garam di Kelurahan Kombos

Timur menunjukkan pertanyaan kepatuhan diet semua dinyatakan valid. Hal

ini ditandai dengan nilai corrected item – total correlation (rhitung) > rtabel

(0,296).

3.8.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah upaya untuk menstabilkan dan melihat

adakah konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan, yang

berkaitan dengan konstruksi dimensi variabel. Konstruksi dimensi ini

bisa berupa kuesioner. Proses pembuatan kuesioner perlu dilakukan

uji coba terlebih dahulu kepada responden. Reabilitas merupakan

indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat diandalkan.

Instrument (kuesioner) dikatakan reliabel jika nilai alpha > 0,60.

(Jenita Doli Tine, 2019).

70
Menurut pendapat lain Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, (2014)

mengungkapkan bahwa reliabilitas ialah indeks yang menunjukan

sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat di

andalkan. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran

itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran

dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan

alat ukur yang sama.

Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan oleh Maghfira Utari

2017 tentang hubungan dukungan keluarga di Kelurahan Tualang

Tebing Tinggi dengan menggunakan rumus KR-21. Dinyatakan

reliabilitas jika nilai mencapai 0.70 biasanya sudah adekuat, namun

nilai 0.80 atau lebih merupakan nilai yang sangat diinginkan (Polit &

Beck, 2012). Kemudian pengolahan data dihitung dengan

menggunakan sistem komputerisasi. Dan hasil uji reliabilitas

instrument adalah 0,8 dinyatakan relib.

Selain itu menurut studi pendahuluan Krismita Sondole, 2016

di Kelurahan Kombos Timur tentang diet rendah garam hasilnya

adalah reliabilitas, dengan nilai cronbach’s alpha untuk

membandingkan cronbach’s alpha dengan nilai konstanta (0,6). Bila

nilai cronbach‘s alpha lebih dari nilai konstanta (0,6) maka

pertanyaan tersebut dinyatakan reliabel. Uji reliabilitas ini dilakukan

dengan menggunakan lunak SPSS.

71
3.9. Prosedur Pengumpulan Data

3.9.1. Tahap awal penelitian

Peneliti menentukan judul penelitian yang akan diteliti oleh

peneliti. Judul penelitian yang akan diteliti adalah Hubungan

Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Rendah Garam pada

Lansia yang Mengalami Hipertensi di desa Karangasem Plumbon

Kabupaten Cirebon. Peneliti melakukan studi pendahuluan terlebih

dahulu kemudian melakukan penyusunan proposal dan selanjutnya

melakukan sidang proposal. Setelah sidang proposal peneliti

kemudian mengurus perizinan penelitian kepada pihak-pihak terkait.

3.9.2. Pelaksanaan Penelitian

Pada saat melakukan studi penelitian, peneliti melakukan kontrak

dengan responden, memberikan penjelasan mengenai maksud dan

tujuan penelitian, kemudian melakukan persetujuan penelitian.

Peneliti memberitahukan surat permohonan izin penelitian dan inform

consent. Pada saat penelitian responden setuju untuk menjadi

responden penelitian dengan mengisi inform consent dilanjutkan

dengan pengisian kuesioner serta menggunakan alat ukur

sphygmomanometer, dan stetoskop.

72
3.9.3. Teknik pengumpulan data

Peneliti menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh

langsung dari responden, dengan melakukan pengisian kuesioner

dimana peneliti mendatangi langsung ketempat penelitian yang berada

di desa Karangasem, yang sebelumnya terlebih dahulu melakukan

permohonan izin untuk melakukan penelitian, setelah mendapatkan

izin dari pihak setempat kemudian akan dilakukan pengambilan data

dari kuesioner. Responden yang akan diikut sertakan adalah penderita

hipertensi pada lansia di desa Karangasem. Selama pengambilan data

saya sebagai peneliti mendampingi responden mengisi kuesioner.

3.9.4. Tahap akhir penelitian

Setelah melakukan studi penelitian, peneliti melakukan sidang

proposal kemudian peneliti diberikan masukan dan tambahan oleh

penguji pada saat sidang proposal skripsi.

3.10. Analisis Data

Proses analisis data dapat digunakan untuk menjawab rumusan

masalah dalam studi penelitian. Berdasarkan teknik pengolahannya,

analisis data dapat dilakukan secara deskriptif dan inferensi. Analisa

deskriptif merupakan pengolahan data berdasarkan statistic deskriptif yang

meliputi, median, modus, mean, desil, presentil, quartile dan bisa juga

dengan angka dan diagram. Analisis inferensi terhadap pengolahan data

73
dilakukan dengan perkiraan. Analisis inferensi mencari pengaruh dan

hubungan antara dua variabel. (Dr. Jenita Doli, 2016).

3.10.1. Persiapan

Memeriksa kelengkapan identitas responden dan isian data

dalam instrumen.

3.10.2. Tabulasi

Memberi skor, kode, mengubah jenis data sesuai dengan

analisis yang dilakukan dengan menggunakan sistem operasi

komputer atau secara manual, pengolahan data dengan

menggunakan rumus-rumus atau sistem operasi komputer yang

sesuai dengan tujuan penelitian.

3.10.3. Analisis Data

Analisa data dalam penelitian ini adalah sebgai berikut :

3.10.3.1. Analisa Univariat

Analisa univariat atau analisa deskriptif merupakan

analisa data yang menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Disebut analisa

univariat karena proses mengumpulkan data awal masih

acak dan abstrak. Kemudian, data diolah menjadi

informasi yang informatif. Analisa ini seringkali

digunakan untuk statistik deskriptif, yang dilaporkan

dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase dari tiap

variabelnya. (Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2014).

74
3.10.3.2.Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa data yang

menganalisis dua variabel. Analisis jenis ini sering

digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh x dy

antar variabel satu dengan variabel lainnya. Selain mencari

pengaruh x dan y, analisa bivariat juga dapat digunakan

untuk mencari variabel x dan z. (Donsu, Jenita Doli Tine,

2019).

Pada penelitian ini untuk mengetahui antara

hubungan variabel dukungan keluarga dengan variabel

kepatuhan diet rendah garam peneliti menggunakan uji

chi-square jika data distribusi dinyatakan normal p = >

0,05. Tetapi jika data distribusi ternyata tidak normal

peneliti menggunakan uji alternatif dengan menggunakan

uji fischer exact.

3.11. Etika Penelitian

Etika penelitian juga menjadi salah satu bagian yang harus dijelaskan

oleh penulis. Penelitian harus menjunjung tinggi etika penelitian yang

merupakan standar etika dalam melakukan penelitian. Bagi penelitian yang

melibatkan manusia dan hewan mohon untuk mengurus ethical clearence.

Adapun prinsip-prinsip etika penelitian adalah (Pollit & Back, 2012):

75
a. Prinsip manfaat (Beneficence)

Bagian-bagian dari prinsip beneficience antara lain:

1) Non Maleficience (Bebas dari Bahaya)

Penelitian yang telah dilakukan di desa Karangasem telah

berjalan dengan lancar dan tidak membahayakan jiwa dan

membahayakan responden/partisipan serta kerugian seperti cidera

fisik, psikologis (stress, ketakutan), sosial (kehilangan teman),

dan ekonomi. Peneliti berusaha meminimalisir segala bentuk

kerugian dan ketidaknyamanan serta berusaha menyeimbangkan

sebisa mungkin potensial benefits menjadi seorang partisipan.

2) Prinsip Menghormati Hak Responden

Peneliti selalu berusaha menghormati hak-hak responden

yang terlibat dalam penelitian dan telah menjelaskan tentang sifat

dari penelitian, termasuk diantaranya: hak untuk membuat

keputusan untuk terlibat atau tidak terlibat dalam penelitian

(menolak berpartisipasi), hak untuk bertanya apabila ada yang

kurang dipahami, menolak untuk memberikan informasi, serta

hak untuk mengakhiri partisipasi mereka dalam penelitian dan

hak untuk dijaga kerahasiaannya berkaitan dengan data yang

diperoleh selama penelitian yang pada dasarnya terdapat pada

inform consent.

76
3) Prinsip Keadilan (Justice)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti

dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu,

lingkungan penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi

prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur

penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek

penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama,

tanpa membedakan jender, agama, etnis, dan sebagainya.

77
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Karangasem

dengan jumlah pasien penderita hipertensi terbanyak. Desa

Karangasem merupakan desa yang berada di wilayah bagian barat

Cirebon dengan sistem birokrasinya berada di bawah naungan

Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon. Secara demografi, Desa

Karangasem memiliki jumlah penduduk ……….. jiwa dengan …..

% penduduk laki-laki dan ……% perempuan.

4.1.2 Analisa Univariat

Hasil data univariat didapatkan beberapa deskripsi

karakteristik sebagai berikut :

a. Usia

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia

Usia Frekuensi Persentase (%)


60 5 6,9
61 4 5,6
62 5 6,9
63 4 5,6
64 8 11,1
65 9 12,5
66 6 8,3

78
67 7 9,7
68 7 9,7
69 5 6,9
70 5 6,9
71 1 1,4
72 2 2,8
73 2 2,8
74 1 1,4
75 1 1,4
Total 72 100

Berdasarkan table 4.1 hasil distribusi frekuensi responden

berdasarkan usia bahwa dari 72 responden mayoritas 12,5%

berusia 65 tahun dan 11,1% berusia 64 tahun.

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


Laki-laki 33 45,8
Perempuan 39 54,2
Total 72 100

c. Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


SD 22 30,6
SMP 21 29,2
SMA/K 19 26,4
Diploma 8 11,1

79
Sarjana 2 2,8
Total 72 100

d. Pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


Wiraswasta 34 47,2
Tidak Kerja 38 52,8
Total 72 100

e. Dukungan Keluarga

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan dukungan keluarga

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)

f. Kepatuhan Diet Rendag Garam

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepatuhan diet rendah garam

Kepatuhan Diet
Frekuensi Persentase (%)
Rendah Garam

4.1.3 Analisa Bivariat

Tabel 4.6 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Rendah Garam

Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Desa Karangasem Kecamatan Plumbon

4.2 Pembahasan

4.3 Keterbatasan Penelitian

80
81
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

82
DAFTAR PUSTAKA

Senja, Amalia, S.Kep., M.Kep dan Prasetyo, Tulus, S.Kep (2019), Perawatan

Lansia Oleh Keluarga dan Care Giver, Bumi Medika, Jakarta, 33.

Senja, Amalia, S.Kep., M.Kep dan Prasetyo, Tulus, S.Kep (2019), Perawatan

Lansia Oleh Keluarga dan Care Giver, Bumi Medika, Jakarta, 32-33.

NS. Andra Saferi Wijaya, S.Kep dan NS. Yessie Mariza Putri, S.Kep (2013),

KMB 1 (Keperawatan Dewasa), Nuha Medika, Yogyakarta, 54-55.

DiGiulio Mary, RN, MSN, APRN, BC, Jackson Donna, RN, MSN, APRN, BC ;

Keogh Jim (2014), Keperawatan Medikal Bedah, Rapha Publishing,

Yogyakarta, 38.

Amin Huda Nurarif, S. Kep.,NS dan Hardhi Kusuma, S.Kep.,NS (2015), Aplikasi

Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC,

Medication Publishing, Jogjakarta, 103.

Amin Huda Nurarif, S. Kep.,NS dan Hardhi Kusuma, S.Kep.,NS (2015), Aplikasi

Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC,

Medication Publishing, Jogjakarta, 104.

Dr. Jenita Doli Time Donsu, SKM, MSi (2016), Metodologi Penelitian

Keperawatan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 93.

Dr. Jenita Doli Time Donsu, SKM, MSi (2016), Metodologi Penelitian

Keperawatan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 154.

Dr. Jenita Doli Time Donsu, SKM, MSi (2016), Metodologi Penelitian

Keperawatan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 169.

83
I Ketut Swarjana, S.K.M, M.P.H, (2015), Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi

revisi), CV Andi Offset, Yogyakarta, 45.

Dr. Jenita Doli Time Donsu, SKM, MSi (2016), Metodologi Penelitian

Keperawatan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 111.

Dr. Jenita Doli Time Donsu, SKM, MSi (2016), Metodologi Penelitian

Keperawatan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 115.

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2014), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka

Cipta, Jakarta, 168.

Dr. Jenita Doli Time Donsu, SKM, MSi (2016), Metodologi Penelitian

Keperawatan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 119.

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2014), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka

Cipta, Jakarta, 190.

Dr. Jenita Doli Time Donsu, SKM, MSi (2016), Metodologi Penelitian

Keperawatan, Pustaka Baru Press, Yogyakarta, 124.

I Ketut Swarjana, S.K.M, M.P.H, (2015), Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi

revisi), CV Andi Offset, Yogyakarta, 171-173.

84
Lampiran

85
Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Dukungan Keluarga

No. PERNYATAAN YA TIDAK

Dukungan Emosional

1. Keluarga merawat lansia dengan penuh kasih sayang

2. Keluarga memberikan kedekatan dan kehangatan sehingga

membuat lansia merasa dicintai dan disayangi

3. Keluarga memberikan perhatian pada lansia selama menjalani

kepatuhan diet hipertensi

4. Keluarga mengingatkan lansia apabila lansia melanggar makanan

yang dilarang pada diet hipertensi

5. Keluarga memarahi lansia apabila lansia tidak patuh pada diet

hipertensi

Dukungan Informasional

6. Keluarga menjelaskan kepada lansia tentang pentingnya

mematuhi diet hipertensi pada lansia

7. Keluarga mengingatkan agar lansia tidak mengkonsumsi makanan

yang banyak mengandung lemak dan garam

8. Keluarga memperhatikan setiap jenis makanan yang lansia

konsumsi sesuai dengan diet hipertensi

9. Keluarga menjelaskan kepada lansia tentang pentingnya makan

buah dan sayur bagi kesehatan

10. Keluarga menjelaskan kepada lansia tentang pentingnya

melakukan olahraga secara teratur dan terkontrol

Dukungan Instrumental

86
11. Keluarga menyediakan makanan khusus yang mendukung

kepatuhan diet hipertensi pada lansia

12. Keluarga mengontrol pola makan untuk mencegah kekambuhan

penyakit hipertensi pada lansia

13. Keluarga mendukung kegiatan yang lansia senangi dengan

menyediakan sarana yang lansia perlukan

14. Keluarga mempersiapkan dana khusus untuk biaya berobat atau

memeriksakan kesehatan lansia

15. Keluarga memberikan suasana tenang/nyaman kepada lansia di

rumah

Dukungan Penilaian

16. Keluarga mengingatkan lansia agar patuh pada diet hipertensi

17. Keluarga memberikan pujian ketika lansia patuh pada diet

hipertensi

18. Keluarga melibatkan lansia dalam mengambil keputusan

19. Keluarga memberithukan harapan kepada lansia untuk patuh pada

diet hipertensi

20. Keluarga mendengarkan keluhan-keluhan yang lansia rasakan

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Kepatuhan Diet Rendah Garam

No. Pertanyaan Selalu Kadang-kadang Tidak pernah

1. Apakah anda masih mengkonsumsi

kue yang mengandung soda?

2. Apakah anda mengkonsumsi makaroni

yang tidak mengandung garam dapur?

87
3. Apakah anda mengkonsumsi daging

dengan pengawet garam (kornet dan

dengdeng)?

4. Apakah anda mengkonsumsi ikan

segar tanpa pengawet garam?

5. Apakah anda masih mengkonsumsi

minuman beralkohol?

6. Apakah anda mengkonsumsi ikan

kalengan?

7. Apakah anda mengkonsumsi daging

segar?

8. Apakah anda masih mengkonsumsi

abon dengan penggunaan garam dapur

berlebih?

9. Apakah anda masih menambahkan

keju sebagai bahan tambahan membuat

kue?

10. Apakah anda mencampurkan terasi

sebagai bumbu penyedap?

11. Apakah anda menambahkan vitsin

sebagai penyedap rasa dalam setiap

makanan?

12. Apakah anda mencampurkan garam

dapur lebih 2 dst dalam setiap masakan

yang anda masak?

88
13. Apakah anda menggoreng dengan

mentega biasa?

89

Anda mungkin juga menyukai