Makalah Obstetri Kel 1 Salinan
Makalah Obstetri Kel 1 Salinan
Makalah Obstetri Kel 1 Salinan
Disusun Oleh :
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “
Obstetri.”
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.
Kelompok 1
DAFTAR PUSTAKA
COVER.............................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
1. Latar Belakang......................................................................................................
2. Rumusan Masalah.................................................................................................
3. Tujuan Penulisan..................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................
A. Komplikasi Kehamilan dan Penanganannya........................................................
B. Standar Pelayanan Antenatal................................................................................
C. Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaannya................................................ 18
D. Komplikasi Nifas dan Penatalaksanaannya........................................................ 30
BAB III PENUTUP.......................................................................................................34
A. Kesimpulan......................................................................................................... 34
B. Saran................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 36
iii
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan serta persalinan yaitu dua proses penting dalam kehidupan
seorang ibu. Kehamilan diartikan suatu proses fisiologis yang normal serta
alamiah yang berlangsung kepada ibu, hal ini juga dapat menjadi periode krisis
bagi mereka karena ibu hamil pasti bakal mengalami perubahan dari segi
psikologis atapun segi fisik (Rakhmawati & Indawati, 2013). Kesehatan dari ibu
dan anak perlu menerima perhatian yang lebih dikarenanakan ibu mengalami
kehamilan serta persalinan yang sama-sama mempunyai risiko kasus kematian.
Komplikasi kehamilan, persalinan serta nifas yaitu penyebab kematian ibu
terbesar di Indonesia (Retnowati & Astuti, 2010).
Tingginya angka kematian ibu di latar belakangi dengan adanya
permasalahan yang kompleks yaitu, terlau belia ataupun terlalu tua jika
melahirkan, tidak teratur dalam menjalankan pemeriksaan kehamilan, banyaknya
tenaga non profesional yang menolong persalinan, masih ditemukan persalinan
yang di laksanakan di rumah serta paritas sangat tinggi. Komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas sebetulnya bisa dicegah dengan melaksanakan pemeriksaan
kehamilan secara teratur serta berkualitas. Pada dasarnya seluruh kehamilan
berisiko maka dari itu dianjurkan melakukan deteksi dini bagi semua kehamilan
(Kemenkes, 2012)
Angka mortalitas maupun morbiditas bagi ibu hamil ataupun bersalin
menjadi persoalan besar diseluruh dunia. Terutama pada negara berkembang,
kurang lebih 25- 50% kematian ibu berumur produktif yang diakibatkan ataupun
berkaitan dengan kehamilan. Target dalam Sustainable Development Goals
(SDGs) (2017) salah satunya akan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
dengan indikator menurunkan rasio dari angka kematian ibu jadi menurun dari
70/100.000 kelahiran. Pada umumnya kematian dikala melahirkan jadi aspek
iv
utama mortalitas pada puncak produktivitas wanita muda. Kematian pada ibu bisa
diakibatlan dari komplikasi lalu berkembang selama kehamilan sampai persalinan
ataupun aspek tidak langsung dari buruknya pelayanan postpartum yang ada.
Menurut WHO (World Health Organization), UNICEF (United Nations
Children’s Fund), UNFPA (United Nation Population Fund), World Bank Group
dan United Nations Population Division (2019), mengatakan di tahun 2017
terdapat kira-kira 810 perempuan meninggal setiap harinya di dunia disebabkan
penyakit/komplikasi terkait kehamilan dan persalian. Pada tahun 2011, WHO
mengatakan jumlah kematian ibu di Asia Tenggara sebagaimana Thailand
(48/100.000 Kelahiran hidup), Malaysia (29/100.000 KH), Vietnam dengan
(59/100.00 KH), dan Singapore dengan (3/100.000 KH). Sedangkan kondisi di
Indonesia menunjukkan AKI lebih tinggi jika dibandingkan oleh negara Asia
Tenggara yang lain yaitu hasil yang ditunujukkan oleh Survei Penduduk. Antar
Sensus (SUPAS) ditahun 2015 diperoleh AKI (305/100.000 KH) hasil ini sangat
jauh diatas mereka.
B. Rumusan Masalah
Lingkup Komplikasi Kebidanan
1. Komplikasi Kehamilan dan Penangananannya
2. Komplikasi Persalinan dan Penatalaksanaannya
3. Komplikasi dan Penanganan pada Masa Nifas
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang Komplikasi Kehamilan
2. Untuk mengetahui Komplikasi Persalinan
3. Untuk mengetahui Komplikasi Nifas
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
B. Standar Pelayanan Antenatal
Asuhan antenatal (antenatal care) adalah pengawasan sebelum persalinan
terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan tanin dalam rahim.
Dilakukan dengan observasi berencana dan teratur terhadapibuhamil melalu
pemeriksaan, pendidikan, pengawasan secara dini terhadap komplikasi dan
penyakit ibu yang dapat memengaruhi kehamilan. Standar pelayanan antenatal
yang berkualitas ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI meliputi:
1. Memberikan pelayanan kepada ibu hamil minimal 4 kali, satu kali pada
trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III.
2. Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran lingkar
lengan atas (LILA). Pertambahan yang optimal adalah kira-kira 20% dari
berat badan ibu sebelum hamil, jika berat badan tidak bertambah, lingkar
lengan atas <23,5cm menunjukkan ibu mengalami kurang gizi.
3. Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah harus dilakukan
secara rutin dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya
tiga gejala preeklamsi.
4. Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) dilakukan secara rutin dengan tujuan
mendeteksi secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan
berat janin intrauterine, tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini
terhadap terjadinya molahi-datidosa, janin ganda atau hidramnion yang
ketiganya dapat me-mengaruhi terjadinya kematian maternal.
5. Melaksanakan palpasi abdominal setiap kunjungan untuk menge-tahui usia
kehamilan, letak, bagian terendah, leak punggung. menentukan denyut
jantung janin untuk menentukan asuhan se-lanjutnya.
6. Pemberian imunisasi tetanus toxoid (IT) kepada ibu hamil se-banyak 2 kali
dengan jarak minimal 4 minggu, diharapkan dapat menghindari terjadinya
tetanus neonatorum dan tetanus pada ibu bersalin dan nifas.
vii
7. Pemeriksaan hemoglobin (Hb) pada kunjungan pertama dan pada kehamilan
30 minggu.
8. Memberikan tablet zat besi, 90 tablet selama 3 bulan, di-minum setiap hari,
ingatkan ibu hamil tidak minum dengan teh dan kopi, suami/keluarga
hendaknya selalu dilibatkan selama ibu mengonsumsi zat besi untuk
meyakinkan bahwa tablet zat besi betul-betul diminum.
9. Pemeriksaan urn jika ada indikasi (tes protein dan glukosa), pemeriksaan
penyakit-penyakit infeksi (HIV /AIDS dan PMS).
10. Memberikan penyuluhan tentang perawatan diri selama hamil, perawatan
payudara, gizi ibu selama hamil, tanda bahaya pada kehamilan dan pada
janin.
11. Bicarakan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami/ke-luarga pada
trimester III, memastikan bahwa persiapan per-salinan bersih, aman dan
suasana yang menyenangkan, per-siapan transportasi dan biaya untuk
merujuk.
12. Tersedianya alat-alat pelayanan kehamilan dalam keadaan baik dan dapat
digunakan, obat-obatan yang diperlukan, waktu pencatatan kehamilan dan
mencatat semua temuan pada kartu menuju sehat (KMS) ibu hamil untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
C. Penanganan Komplikasi Kehamilan
1. Pemisahan Plasenta Prematur
Keadaan ini terjadi pada saat plasenta terkelupas dari rahim ibu akan
mengalami pendarahan hebat dan bayi akan kekurangan oksigen juga nutrisi.
Namun, sangat jarang bisa terjadi.
1) Gejala-gejala:
a) Terjadi kontraksi pada rahim
b) Rasa sakit dan nyeri pada perut
c) Janin yang mengalami stres
d) Pendarahan pada vagina
viii
2) Diagnosis:
Pemisahan plasenta prematur biasanya dapat diketahui melalui
pemeriksaan USG.
3) Perawatan:
Biasanya ibu yang mengalami pemisahan plasenta prematur akan
menialani rawat inap. Pada umumnya bayi akan menjalani kelahiran
lebih awal melalui operasi caesar.
2. Pre-eklampsia
Pre-eklampsia dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada plasenta dan
eklampsia. Eklampsia dapat menyebabkan kejang koma, dan terkadang
dapat menyebabkan kematian. Hal in dapat dideteksi oleh dokter dan bidan
pada sat melakukan pemeriksaan rutin.
1) Gejala:
a) Terjadi pembengkakan pada wajah, tangan, dan kaki
b) Tekanan darah yang melonjak tinggi
c) Sakit kepala dan Pusing
d) Demam
e) Mudah marah
f) Pandangan kabur
g) Sering mengeluarkan air seni
h) Sakit perut
2) Diagnosis :
Gejala pre-eklampsia dapat diketahui pada saat melakukan pemeriksaan
rutin pra kelahiran dan memeriksa tekanan darah yang melonjak tinggi
dan kadar protein pada urine. Pre-eklampsia dapat datang secara tiba-
tiba sehingga ibu harus memerhatikan gejala-gejala yang ditimbulkan
dan segera lapor pada dokter.
3) Perawatan:
ix
a) Apabila kondisi tidak terlalu parah, sebaiknya untuk ber-istirahat.
b) Beberapa obat mungkin diperlukan untuk mengatasi hal ini.
c) Banyak penderita kasus ini akan menjalani rawat inap.
d) Ada kemungkinan dokter akan mengusulkan untuk melahir-kan anak
lebih cepat melalui operasi caesar.
x
Kasus kehamilan di luar kandungan selalu melibatkan tindakan operasi
yang ditujukan untuk mengeluarkan janin dari tuba falopi. Perlu
menjalani beberapa tes darah untuk memastikan jika jaringan kehamilan
sudah dikeluarkan dari tuba falopi. Sebelum merencanakan kehamilan
selanjutnya, disarankan untuk menjalani pemeriksaan US enam hingga
delapan bulan sebelumnya untuk memastikan posisi kantung rahim
berada pada tempat yang semestinya.
4. Letak Lintang
Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira- kira tegak
lurus dengan sumbu memanjang tubuh ibu. Letak lintang merupakan
suatu keadaan di mana janin melintang di dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada
umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin,
sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Letak lintang sering
terjadi karena kombinasi dari berbagai faktor.
1) Faktor-faktor tersebut antar lain:
a) Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus,
anensefalus, plasenta previa, dan tumor-tumor pelvis.
b) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, anak
kecil, atau sudah mati.
c) Gemelli (kehamilan ganda).
d) Kelainan uterus, seperti arkuatus, bikornus, atau septum.
e) Lumbar skoliosis.
f) Pelvic, kandung kemih, dan rektum yang penuh.
Sebab terpenting terjadinya letak lintang ialah multiparitas
disertai dinding uterus dan perut yang lembek.
2) Penanganan:
xi
Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu
dianjurkan posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu dilakukan
versi luar, kalau gagal dianjurkan posisi lutut dada sampai per-
salinan. Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu
posisi lutut dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar,
kalau gagal posisi lutut dada sampai persalinan.
5. Letak Sungsang
Sungsang merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada
kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), dengan kepala di atas dan bokong atau
kaki di bawah. Bayi letak sungsang lebih sukar lahir, karena kepala lahir
terakhir.
Menurut Manuaba (1998), penyebab leak sungsang dapat berasal dari
pihak ibu (keadaan rahim, keadaan plasenta, keadaan jalan lahir) dan
dari janin (tali pusat pendek, hidrosefalus, keha-milan kembar,
hidramnion, prematuritas).
1) Penanganan:
Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan
posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar,
kalau gagal dianjurkan posisi lutut dada sampai persa-linan. Pada
multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi lutut
dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal
posisi lutut dada sampai persalinan.
xii
kejadian ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini merupakan keadaan
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini
terjadi se-belum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah
dini pada kehamilan prematur.
1) Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multi-faktorial
sebagai berikut:
a) Serviks inkompeten.
b) Ketegangan rahim berlebihan: kehamilan ganda, hidramnion.
c) Kelainan letak janin dalam rahim: letak sungsang, letak lintang.
d) Kemungkinan kesempitan panggul: perut gantung, bagian
terendah belum mask PAP, sefalopelvik disproforsi.
e) Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
f) Terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
2) Mekanisme teriadinya ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
a) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan
ikat dan vaskularisasi.
b) Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
3) Penanganan:
a) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya
maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat.
b) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang men.
jadi pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prema.
turitas.
c) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan di.
harapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat ter jamin.
xiii
d) Pada umur kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebab. kan
menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak
dapat diselamatkan.
e) Menghadapi ketuban pecah dini, diperlukan KIE terhadap ibu
dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan
mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janin-
nya.
f) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah US untuk meng.
ukur distantia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban
untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru.
g) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang
waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan.
7. Penyakit Jantung
Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan adalah dapat
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan janin dengan bera. badan
(ahir rendah, prematuritas, kematian janin dalam rahim das juga dapat
terjadi abortus. Pada penyakit jantung yang disertai kehamilan,
pertambahan denyut jantung dapat menguras cadangan kekuatan jantung
sehingga terjadi keadaan payah jantung. Puncak-puncak keadaar payah
jantung itu akan dijumpai pada waktu:
a) Puncak hemodilusi darah pada minggu 28 sampai 32.
b) Pada saat inpartu.
c) Pada sat plasenta lahir, darah kembali ke peredaran daral umum
dalam jumlah besar untuk membentuk ASI.
d) Saat laktasi karena kekuatan jantung diperlukan untuk membentuk
ASI.
xiv
e) Teriadinya perdarahan postpartum, sehingga diperlukan ke-kuatan
ekstra jantung untuk dapat melakukan kompensasi.
f) Mudah terjadi infeksi postpartum, yang memerlukan kerja tambahan
jantung.
1) Tanda dan gejala:
Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain sesak napas,
jantung berdebar, dada terasa berat (kadang-kadang nyeri), nadi cepat,
kaki bengkak. Keluhan-keluhan tersebut timbul di waktu kerja berat.
Sedangkan pada payah jantung yang berat dirasa pada saat kerja
ringan atau sedang beristirahat/berbaring. Pada saat kehamilan,
penyakit jantung ini akan menjadi lebih berat.
2) Penanganan:
Bila bidan mencurigai terjadi penyakit jantung dalam
kehamilan sebaiknya melakukan rujukan tau konsultasi kepada dokter.
Pertolongan persalinan hamil disertai penyakit jantung se-baiknya
menggunakan kontap. Pemakaian metode lainnya selalu memberikan
gangguan terhadap kerja jantung.
8. Anemia
Anemia adalah kekurangan darah yang dapat menganggu
kesehatan ibu pada saat proses persalinan. Kondisi ibu hami dengan
kadar hemoglobin kurang dari 11 gr % pada trimester I dan dengan
410.5 pr % pada trimester Il Anemia dapat menimbulkan dampak buruk
terhadap ibu maupun janin, seperti infeksi, partus prematurus, abortus,
kematian janin, cacat bawaan. Wanita tidak hamil mempunyai nilai
normal hemoglobin 12 sampai 15 gr %. Angka tersebut juga berlaku
untuk wanita hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan selama
hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hemoglobin harus menjadi
pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal, yaitu dilakukan
xv
setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama atau
pada trimester I dan sekali lagi pada trimester III.
2) Penanganan umum:
Kekurangan darah merah ini harus dipenuhi dengan mengkonsumsi
makanan bergizi dan diberi suplemen zat besi, pemberian kalori 300
kalori/hari dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari sekiranya cukup
mencegah anemia.
9. Malaria
Malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman (plasmodium) dapat
mengakibatkan anemia dan dapat menyebabkan keguguran.
1) Gejala dan tanda:
Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain panas tinggi,
menggigil sampai keluar keringat (demam), sakit kepala, muntah-
muntah, hipogilkemia, edema paru akut. Bila penyebab malaria ini
disertai dengan panas yang tinggi dan anemia, maka akan
mengganggu ibu hamil dan kehamilannya. Bahaya yang mungkin
xvi
terjadi antara lain aborts/ keguguran, kematian janin dalam kan-
dungan, dan persalinan prematur.
2) Penanganan:
Dengan pemberian obat kemoprofiksis jenis klorokuin dengan dosis
300 mg/minggu.
10. Hidramnion
Hidramnion yaitu kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2
liter. Keadaan ini mulai tampak pada trimester III, dapat terjadi se-cara
perlahan-lahan tau sangat cepat. Pada kehamilan normal, jumlah air
ketuban ½ sampai 1 liter. Karena rahim sangat besar akan menekan
organ tubuh di sekitarnya, sehingga menyebabkan keluhan sebagai
berikut:
a) Sesak napas, karena sekat rongga dada terdorong ke atas.
b) Perut membesar, nyeri perut karena rahim berisi air ketuban lebih
dari 2 liter.
c) Pembengkakan pada kedua bibir kemaluan dan tungkai.
1) Penyebab:
a) Produksi air ketuban bertambah
Yang diduga menghasilkan air ketuban lalah epitel amnion, tetapi
air ketuban dapat bertambah karena cairan lain masuk ke dalam
ruangan amnion. Misalnya air kencing anak atau cairan otak pada
anenchepalus.
b) Pengeluaran air ketuban terganggu
Air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang
baru. Salah satu jalan pengaliran ialah ditelan oleh janin,
diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke plasenta, akhirny. masuk ke
xvii
peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak
menelan seperti pada atresia aesophagei, anen. chepalus atau
tumor-tumor plasenta.
c) Terdapat gangguan/sumbatan pada saluran cerna janin
Misalnya bagian kerongkongan yang tidak berlubang atau usus 12
jari yang tersumbat. Sehingga memberikan dampak cairan
ketuban lebih banyak dari sebenarnya. Dalam keadaan normal,
bayi dalam kandungan selain akan meminum juga akan
membuang air kecil dan buang air besar.
d) Adanya infeksi
Infeksi bisa menyebabkan produksi air ketuban lebih sedikit atau
lebih banyak.
2) Gejala dan tanda:
a) Sesak napas.
b) Oedem labia, vulva, dan dinding perut.
c) Regangan dining rahim menimbulkan nyeri.
4) Klasifikasi:
a) Hidramnion kronis
Banyak dijumpai pertambahan air ketuban terjadi secara periahan-
lahan dalam beberapa minggu atau bulan dan biasanya terjadi
pada kehamilan lanjut.
xviii
b) Hidramnion akut
Terjadi pertambahan air ketuban secara tiba-tiba dan secara dalam
waktu beberapa hari saja. Biasanya terjadi pada kehamilan bulan
ke-5 dan ke-6.
5) Penanganan:
Jika gejala hidramnion tergolong ringan, anjurkan klien ber-pantang
garam dan dilakukan observasi dan memonitor jumlah air ketuban.
Jika jumlah air ketuban bertambah banyak, maka diberikan obat
untuk mengurangi sesak dan sakit. Dan jika diperlukan maka akan
memasukkan jarum ke dalam kantong air ketuban untuk
mengeluarkan sebagian cairan tersebut.
xix
e) Kelainan pada leak dan bentuk janin
2) Penanganan umum:
a) Nila dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin
(termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya). Dan perbaiki
keadaan umum
b) Dukungan, perubahan posisi, (sesuai dengan penanganan
persalinan normal).
c) Periksa kefon dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun
parenteral dan upayakan buang air kecil (kateter bila perlu).
Berikan analgesic petidin 25 mg IM (maximum 1 mg/ kg BB
atau morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri.
d) Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam
persalinan.
e) Nilai frekuensi dan lamanya his.
3) Penanganan khusus:
a) Persalinan palsu/belum inpartu (false labor)
Periksa apakah ada ISK atau ketuban pecah, jika dis dapatkan
adanya infeksi, obati secara adekuat, jika tidak ada pasien boleh
rawat jalan.
b) Fase laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retro.
spektif, jika his berhenti. Pasien disebut belum
inpartu/persalinan palsu. Jika his makin teratur dan
pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien
masuk dalam fase laten.
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda
kemajuan lekukan penilaian ulang terhadap serviks.
xx
Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pem-
bukaan serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin
pasien belum inpartu.
Jika ada kemaiuan dalam pendataran atau pembuka-an
serviks lakukan amniotomi dan induksi persa-linan
dengan oksitosin atau prostaglandin.
Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan
pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan SC.
Jika didapatkan tanda-tanda infeki (demam, cairan,
berbau): Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
Berikan antibiotika kombinasi sampai per-salinan.
Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam. Ditambah Gentaisin 5
mg/kgBB IV setiap 24 iam
Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika
pascapersalinan.
Jika dilakukan SC, lanjutkan pemberian antibiotika
ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai
ibu bebas demam selama 48 jam.
c) Fase aktif memanjang
Jika tidak ada tanda-tanda CPD atau obstruksi, dan ketuban mash
utuh, pecahkan ketuban.
Nilai his, jika tidak adekuat (his adekuat 3 kali dalam 10
menit dan lamanya >40 detik) pertimbangkan disproporsi,
obstruksi, malposisi/mal presentasi.
Lakukan penanganan umum untuk memperbaiki his dan
mempercepat kemajuan persalinan.
xxi
b. Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah kejadian di mana ekspulsi ianin berlangsung
kurang dari 3 jam setelah awal persalinan. Partus presipitatus sering
berkaitan dengan Solusio plasenta (20%) Aspirasi mekonium,
Perdarahan post partu,Pengguna cocain, Apgar score rendah.
Komplikasi maternal Jarang ter-jadi bila dilatasi servik dapat
berlangsung secara normal. Bila servik panjang dan jalan lahir kaku,
akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas, Emboli air ketuban
(jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP. terjadi karena Kontraksi
uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine, Trauma
intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
1) Penatalaksanaan:
Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan
pengawasan yang baik pada kehamilan yang sedang ber-langsung.
Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang di-berikan.
c. Distosia
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan
kelainan tenaga, kelainan leak dan bentuk ianin, serta kelainan jalan
lahir.
1) Distosia karena kelainan his
a) Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak
keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang.
Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang
baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misal-nya
xxii
akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara tau primipara, serta pada penderita dengan
keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan
serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inersia Uteri Hipotinik terbagi dua yaitu:
a) Inersia uteri primer
Teriadi pada permulaan fase laten. Sejak awa telah terjadi his
yang tidak adekuat (kelemahan his vang timbul sejak dari
permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk
memastikan apakah pen. derita telah memasuki keadaan
inpartu atau belum.
b) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala Il. Permulaan his baik,
kemudian pada keadaan selanjut-nya terdapat
gangguan/kelainan.
Penanganan:
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama
kehamilan harus diperhatikan. Penderita dipersiapkan
menghadapi persalinan, dan dielaskan tentang kemungkinan-
kemungkinan yang ada. Teliti keadaan serviks, presentasi
dan posisi, penu-runan kepala/bokong bila sudah masuk PAP
pasien disuruhjalan, bila his timbul adekuat dapat dilakukan
persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.
b) Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang
sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi
kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga
xxiii
tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi
keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. misalnya
"tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan
berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi
hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain
adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin
yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi,
dan sebagainya.
Penanganan:
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus
otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin
harus terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak
berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.
xxiv
c. Etiologi letak sungsang:
1) Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada; pada
panggul sempit, hidrocefalus, anen-cefalus, placenta previa,
tumor.
2) Janin mudah bergerak; pada hidramnion, multi-para, janin
kecil prematur.
3) Gemelli
4) Kelainan uterus; mioma uteri
5) Janin sudah lama mati
6) Sebab yang tidak diketahui.
d. Diagnosis letak sungsang:
1) Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah
fundus uteri
2) Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan
satu atau dua kaki.
Syarat partus pervagina pada leak sungsang: janin tidak terlalu besar,
tidak ada suspek CPD, dan tidak ada kelainan ialan lahir. Jika berat
janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara
dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih
dianjurkan.
xxv
pada persalinan; hidramnion, tidak ada keseimbangan antara besar
kepala dan panggul, prematur, kelainan letak. Diagnosis prolaps tali
pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang senggama atau
bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang senggama atau
teraba tali pusat di samping bagian terendah janin.
Pencegahan prolaps tali pusat dengan meng- hindari pecahnya
ketuban secara prematur akibat tindakan kita. Adapun penanganan tali
pusat terdepan (ketuban belum pecah), adalah:
1) Usahakan agar ketuban tidak pecah
2) Ibu posisi trendelenberg
3) Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusat
4) Reposisi tali pusat
Penanganan prolaps tali pusat:
1) Apabila janin masih hidup, janin abnormal, janin sangat kecil
harapan hidup, maka tunggu partus spontan.
2) Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil, maka dilakukan
vakum ekstraksi, porcef.
3) Pada letak lintang atau letak sungsang, dilakukan sectio cesaria.
xxvi
e. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum
dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan
histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi
karena kegagalan mekanisme ini. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya
tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir.
1) Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan
faktor predisposisi (penunjang), seperti:
a) Regangan rahim berlebihan, seperti: gemeli makrosomia,
polihidramnion atau paritas tinggi.
b) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c) Multipara dengan jarak kelahiran yang pendek.
d) Partus lama/partus terlantar
e) Malnutrisi
f) Penanganan yang salah dalam usaha melahirkan plasenta,
misalnya: plasenta belum terlepas dari dinding uterus.
g) Adanya mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
2) Penatalaksanaan
a) Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal
15 detik)
b) Pastikan bahwa kantung kemih kosong
c) Lakukan kompresi bimanual interna selama 5 menit. Kompresi
uterus ini akan memberikan tekanan langsung pada pembuluh
terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang miometrium
untuk berkontraksi.
xxvii
d) Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksterna.
e) Keluarkan tangan perlahan – lahan.
f) Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan bila hipertensi).
g) Ergometrin akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan
kontraksi uterus.
h) Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan
berikan 500 cc ringer laktat +20 unit oksitosin
i) Ulangi kompresi bimanual interna (KBI) yang digunakan
bersama ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus
berkontraksi.
j) Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan melakukan KBI.
Kompresi uterus ini membersntas tekanan langsung pada
pembuluh terbuka dinding uterus dan merangsang miometrium
untuk berkontraksi.
k) Lanjutkan infuse ringer laktat +20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba ditempat rujukan.
Ringer laktat kan membantu memulihkan volume cairan yang
hilang selama perdarahan.
f. Retensio Plasenta
1) Pengertian
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga
masih melekat pada tempat implantasi, menyebabkan retraksi dan
kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap
terbuka serta menimbulkan perdarahan.
2) Etiologi
Faktor maternal: gravida tua dan multiparitas.
xxviii
Faktor uterus: bekas section caesarea, bekas pembedahan uterus,
tidak efektifnya kontraksi uterus, bekas kuretase uterus, bekas
pengeluaran manual plasenta, dan sebagainya.
Faktor plasenta: plasenta previa. implantasi corneal. plasenta akreta
dan kelainan bentuk plasenta.
3) Klasifikasi
a) Plasenta adhesiva: plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
b) Plasenta akreta: vili korialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke serosa.
c) Plasenta inkreta: vill korialis rumbun lebin calam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
d) Plasenta perkreta: vill korialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
e) Plasenta inkarserata: tertahannya plasenta di dalam kavum uteri
disebabkan olen konstriksi ostium uteri.
4) Penatalaksanaan
Apabila plasenta belum lair ½-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi
apabila disertai perdarahan lakukan plasenta manual.
g. Robekan Perineum
1) Pengertian
Adalah robekan yang terjadi pada sat bay lahir baik secara spontan
maupun dengan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya
terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat.
2) Etiologi
a) Kepala janin terlalu cepat lahir
xxix
b) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c) Adanya jaringan part pada perineum
d) Adanya distosia bahu
3) Klasifikasi
a) Derajat satu: robekan in terjadi pada mukosa vagina, vulva
bagian depan, kulit perineum.
b) Derajat dua: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva
bagian depan, kulit perineum dan otot - otot perineum.
c) Derajat tiga: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva
bagian dean, kulit perineum dan otot - otot perineum dan sfingter
ani eksterna
d) Derajat empat: robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan
sfingter ani yang meluas sampai ke mukosa.
4) Penatalaksanaan
a) Derajat I: robekan ini kalau tidak terlalu besar, tidak perlu dijahit
b) Derajat II: lakukan penjahitan
c) Derajat III dan IV: lakukan rujukan
h. Robekan Serviks
1) Pengertian
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda dari yang belum melahirkan pervaginan.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat
menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus
sudah berkontraksi baik perlu diperkirakan perlukaan jalan lair,
khususnya robekan serviks uteri.
a) Partus presipitatus
b) Trauma karena pemakaian alat - alat kontrasepsi
xxx
c) Melahirkan kepala pada leak sungsang secara paksa, pembukaan
belum lengkap.
d) Partus lama.
2) Etiologi
a) Partus presipitatus
b) Trauma karena pemakaian alat - alat kontrasepsi
c) Melahirkan kepala pada leak sungsang secara paksa, pembukaan
belum lengkap.
d) Partus lama.
3) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan spekulum.
xxxi
a. Derajat I: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum
b. Deraiat II: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum
c. Derajat III: mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot
perineum, tot spinter ani eksternal, dinding rectur anterior
1. Tindakan pada Luka Perineum
a. Derajat I: Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.
b. Derajat II: Jahit dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup
dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan di bawahnva.
c. Derajat III/IV: Penolong persalinan tidak dibekali keteram-pilan untuk
reparasi laserasi perineum. Maka hendaknya segera merujuk ke fasilitas
rujukan.
2. Penyembuhan Luka
Penvembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaik-an fungsi jaringan
yang rusak. Fase-fase penyembuhan luka dibagi meniadi: Fase inflamasi,
berlangsung selama 1 sampai 4 hari. Fase proliferatif, berlangsung 5 sampai 20
hari
Fase maturasi, berlangsung 21 sampai sebulan bahkan tahun. Dalam
penatalaksanaan bedah penyembuhan luka dibagi menjadi:
a. Penyembuhan melalui itensi pertama (penyatuan primer). Luka dibuat
secara aseptic, dengan pengrusakan jaringan minimum, dan penutupan
dengan baik.
b. Penvembuhan melalui itensi kedua (granulasi). Pada luka ter-iadi
pembentukan pus (supurasi) atau di mana tepi luka tidak saling mearapat,
proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu yang lama.
c. Penyembuhan melalui itensi ketiga (sutura sekunder). Jika luka dalam baik
yang belum di suture atau terlepas hal ini mengakibatkan jaringan parut
yang lebih dalam dan luas.
xxxii
a. Sub-involusi uterus
Involusi adalah keadaan dimana uterus mengecil oleh kontraksi Rahim,
dimana berat Rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gram
6 minggu kemudian. Apabila pengecilan ini kurang baik atau terganggu
disebut sub-involusi.
Faktor penyebabnya yaitu adanya infeksi (endometritis), sisa uri, mioma uteri,
dan bekuan-bekuan darah. Pengobatan yang bisa dilakukan yaitu dengan
memberikan injeksi methergine setiap hari ditambah dengan ergometrin
peroral. Apabila terdapat sisa dari plasenta, maka harus dilakukan kuretase.
Dan memberikan antibiotik sebagai perlindungan infeksi.
xxxiii
Flegmansia alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi puerpuralis yang
mengenai pembuluh darah femoralis. Vena femoralis yang terinfeksi dan
disertai pembentukan trombosis dapat menimbulkan gejala klinis sebagai
berikut :
i. Terjadi pembengkakan pada tungkai
ii. Vena tampat berwarna putih
iii. Terasa sangat nyeri
iv. Tampak bendungan pembuluh darah
v. Suhu tubuh dapat meningkat
Infeksi vena femoralisjarang dijumpai dengan predisposisi pada penderita usia
lanjut, multiparitas, dan persalinan dengan tindakan operasi. Bila bidan
berhadapan dengan keadaan demikian sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
sehingga mendapatkan pengobatan yang tepat dan akurat.
xxxiv
seperti payudara bengkak, keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya
dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah kelainan-
kelainan. Apabila terjadi, maka dapat diberikan terapi simptomatis untuk
sakitnya (menggunakan analgetika), kosongkan payudara (bukan ditekan
dengan BH), sebelum menyusukan mekakukan pengurutan terlebih dahulu atau
dipompa sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stil bestrol atau
lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk memben dung sementara
produksi air susu.
vi) Mastitis
Yaitu suatu peradangan pada payudara yang disebabkan oleh kuman, terutama
Staphy-lococcus aureus melalui luka pada puting susu, atau melalui peredaran
darah. Berdasarkan lokasinya, mastitis terbagi atas yang berada di bawah
areola mammae, di tengah areola mammae dan mastitis yang lebih dalam
antara payudara dan otot otot.
Biasanya mastitis yang tidak segera diobati akan menyebabkan abses pada
payudara yang bisa pecah ke permukaan kulit dan menimbulkan borok yang
besar. Keluhannya adalah payudara membesar keras, nyeri kulit memerah, dan
membisul (abses), dan akhirnya pecah dengan borok serta keluarnya cairan
nanah bercampur air susu. Bisa juga disertai dengan suhu badan naik dan
menggigil.
Profilaksis dengan mengadakan pemeriksaan antenatal dan perawatan puting
susu selama dalam kehamilan. Penanganannya jika terjadi mastitis pada
payudara yang sakit penyusuan bayi dihentikan, lakukan kompres dan
pengurutan ringan dan penyokong payudara, abila panas dan nyeri berikan
obat-obat anti panas dan analgetika 4 Bila terjadi abses lakukanlah insisi radial
sejajar dengan jalannya duktus laktiferus Pasang pipa (drain) atau tamponade
untuk mengeringkan nanah. Karena penyebab utama adalah Staphylococcus
xxxv
aureus, antibiotika jenis penisilin dengan dosis tinggi dapat membantu, sambil
menunggu hasil pem- biakan dan uji kepekaan air susu.
xxxvi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehamilan adalah periode yang penting dalam kehidupan seorang
wanita, dan komplikasi dapat terjadi dalam berbagai tahap kehamilan, mulai
dari konsepsi hingga persalinan. Faktor risiko seperti usia ibu, riwayat medis,
gaya hidup, dan perawatan prenatal yang tidak memadai dapat meningkatkan
risiko komplikasi pada kehamilan. Komplikasi kehamilan dapat memengaruhi
kesehatan ibu dan bayi. Beberapa contoh komplikasi kehamilan meliputi
preeklamsia, diabetes gestasional, dan plasenta previa. Persalinan adalah tahap
penting dalam proses kehamilan, dan komplikasi persalinan seperti distosia
bahu, pendarahan postpartum, dan infeksi perlu diwaspadai. Periode nifas
setelah persalinan juga dapat melibatkan komplikasi seperti infeksi
postpartum, depresi postpartum, atau masalah laktasi. Deteksi dini, perawatan
prenatal yang baik, pemantauan selama persalinan, dan perawatan pasca-
persalinan yang memadai dapat membantu mengurangi risiko komplikasi dan
meningkatkan hasil kehamilan yang sehat. Pendidikan dan dukungan kepada
ibu hamil, pasangan, dan keluarga juga penting dalam mencegah dan
mengatasi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas. Dalam upaya untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan bayi, penting bagi tenaga medis dan
masyarakat umum untuk lebih memahami komplikasi yang mungkin terjadi
selama periode ini dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang sesuai.
B. Saran
Upaya lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pelayanan prenatal yang berkualitas dan akses
terhadap layanan kesehatan selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Kampanye pendidikan kesehatan yang efektif dapat memberikan pengetahuan
yang diperlukan masyarakat, khususnya ibu hamil dan keluarganya. Sistem
xxxvii
kesehatan harus memastikan bahwa perempuan hamil memiliki akses yang
mudah dan wajar terhadap fasilitas layanan kesehatan. Perawatan prenatal
harus menjadi pengalaman komprehensif yang mencakup pemeriksaan,
konseling, pendidikan dan dukungan psikologis. Fasilitas kesehatan harus
memprioritaskan peningkatan kualitas layanan, termasuk pemantauan yang
cermat, pencegahan komplikasi, dan perawatan medis yang efektif. Pelatihan
dan sertifikasi staf medis juga harus diawasi secara ketat. terus melakukan
penelitian dan pengembangan di bidang perawatan prenatal, persalinan, dan
pasca melahirkan untuk meningkatkan pemahaman tentang komplikasi dan
solusinya. Hal ini akan berkontribusi pada pengembangan metode pencegahan
yang lebih efektif dan pengobatan yang lebih baik.
xxxviii
DAFTAR PUSTAKA
Bahiyatun. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Cunningham, F. G. (2009). Obstetri Williams. Buku Kedokteran EGC.
Endang Purwoastuti, E. S. (2015). Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial untuk
Kebidanan. Yogyakarta: Pustakabarupress.
Ernawati, A. F., & Annah. (2022). Ketidaknyamanan dan Komplikasi Yang Sering
Terjadi Selama Persalinan dan Nifas. Malang: Rena Cipta Mandiri.
F.Gary C, K. J., & L, S. d. (n.d.). Obstetri William. Penerbit Buku Kedokteran.
Hanretty, K. P. (2010). Ilustrasi Obstetri . Singapore: Pte.Ltd.
Kurniarum, A. (2016, Desember). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir.
Magdalena T, P. A., & R, E. (n.d.). Komplikasi dan Penatalaksanaannya. Get Press.
xxxix