IDDK - Obstruksi Intestinal (Kelompok 26)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Nama : Jesika Shalimar (2209434)

Shelomitha Fransiska (2209379)


Kelas : 2D
Kelompok : 26 – Obstruksi Intestinal

OBSTRUKSI INTESTINAL

A. Pengertian
Perubahan globalisasi di segala bidang telah memberi pengaruh pada transisi
epidemiologi yaitu beban ganda penyakit dengan meningkatnya beberapa penyakit
menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif. Salah satu jenis penyakit tidak
menular adalah penyakit pada saluran pencernaan (Kemenkes RI, 2019). Obstruksi
intestinal (usus) termasuk ke dalam salah satu kegawatan daruratan yang paling sering
dijumpai dalam kasus bedah abdomen yaitu 15-20% kasus. Obstruksi intestinal atau
disebut juga Ileus obstruksi ini merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga
memerlukan penanganan segera (Obaid, 2011).
Obstruksi intestinal merupakan kondisi dimana terjadinya hambatan pasase
(gangguan perjalanan makanan) di usus halus maupun usus besar secara parsial maupun
total, sehingga isi usus tidak dapat melewati saluran gastrointestinal termasuk lumen
usus. Hal tersebut diakibatkan adanya kelainan di dalam lumen usus, dinding usus, atau
benda asing di luar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada suatu segmen
usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen pada usus. Obstruksi usus parsial,
biasanya makanan masih dapat melewati usus, meski hanya sedikit. Sementara itu, pada
obstruksi usus keseluruhan atau total, makanan sama sekali tidak dapat melewati usus.
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

B. Penyebab
Faktor yang dapat menyebabkan obstruksi yaitu :
1. Adhesi intestinal, kasus obstruksi usus akibat adhesi seringnya terjadi setelah
minggu kedua dilakukannya operasi abdomen. (Behrman., et al, 2012)
2. Hernia inkarserata, terjadi karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia
terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi (penyempitan) dan
strangulasi (sumbatan usus menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus).
3. Tumor, pada kasus obstruksi usus gejalanya tidak jelas sehingga tidak mudah
untuk dideteksi ada atau tidaknya kelainan kecuali disertai perdarahan atupun
peritonitis.
4. Volvulus, merupakan keadaan dimana bagian usus terpuntir oleh usus itu sendiri
yang disebabkan kurang kuatnya fiksasi dinding usus dan menggantung pada
mesenterium. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
cerna, saat terjadi obstruksi dapat menghentikan nutrisi dan oksigen yang masuk
ke usus
5. Askariasis, obstruksi karena Askariasis sering terjadi di ileum terminal karena
tempatnya paling sempit. Dinding usus akan mengalami kontraksi dan di
sekitarnya terjadi peradangan yang tampak di peritoneum bagian permukaan.
6. Intususepsi, divertikulum meckel, impaksi faeces dan benda asing seperti bezoar.

C. Patofisiologi
Patofisiologi pada obstruksi usus memiliki kesamaan antara obstruksi usus
mekanik maupun non mekanik. Hal yang dapat membedakan keduanya yaitu pada
obstruksi non mekanik, sejak awal peristaltik mengalami hambatan namun pada obstruksi
mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang.Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan
direabsorbsi, bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam usus dan sebagian
dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan pengurangan besar volume darah
sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik dan penurunan aliran darah ginjal
dan serebral.
Pada awitan obstruksi, cairan dan udara terkumpul pada bagian proksimal sisi
yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih
tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif,
volume besar sekresi dari usus halus menambah distensi, sekresi satu-satunya yang yang
bermakna dari usus besar adalah mukus.
Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus berusaha
untuk mendorong material melalui area yang tersumbat. Dalam beberapa jam
peningkatan peristaltik dan usus memperlambat proses yang disebabkan oleh obstruksi.
Peningkatan tekanan dalam usus mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan
masih tetap berlanjut segera, tekanan intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan
permeabilitas kapiler dan memungkinkan plasma ekstra arteri yang menyebabkan
nekrosis dan peritonitis.
D. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,
dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis
strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa
terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari
amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat.
Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara
obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.
Tanda-tanda obstruksi pada usus halus meliputi, distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual, muntah dan obstipasi. Nyeri
kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas
intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyeri menyebar dan jarang terlokalisir, namun
sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen.

E. Jenis
Berdasarkan lokasi, dibedakan menjadi :
1) Obstruksi upper small bowel atau Ileus obstruktif letak tinggi, yaitu obstruksi
mengenai usus halus (dari gaster sampai ileumterminal)
2) Obstruksi lower small bowel, dan pada usus besar atau Ileus obstruktif letak
rendah, yaitu obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai rectum)

Berdasarkan sifat sumbatan, dibedakan menjadi :


1) Obstruksi biasa
Terdapat sumbatan mekanis dalam lumen usus tanpa ada gangguan pada
pembuluh darah. (Pasaribu, Nelly, 2012)
2) Obstruksi strangulasi
Terdapat sumbatan dalam lumen usus yang disertai gangguan pada pembuluh
darah seperti adhesi, volvulus, hernia strangulasi dan intususepsi. (Pasaribu,
Nelly, 2012).
Berdasarkan stadiumnya, dibedakan menjadi :
1) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehinggam
makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
2) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis ataugangren

Berdasarkan dapat terjadinya, dibedakan menjadi :


1) Mekanis : terjadi obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus.
Contoh : intususepsi, perlengketan, tumor, hernia dan abses.
2) Fungsional : muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Contoh : gangguan endokrin.

F. Komplikasi
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat
peritonitis umum. Meskipun tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus yang
permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang mengakibatkan syok septik.
1. Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermanfaat
dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus. Apabila usus tersumbat secara lengkap,
maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum
pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan
elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi
usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi
seperti. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan.
Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2. Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk
membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang
dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap
pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang
biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi.
Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.

G. Pemeriksaan Diagnostic/Penunjang
1. Laboratorium dan Pemeriksaan Radiologi
2. Enteroskopi
Yaitu meneropong usus dapat dilakukan sebagai refleksi bagian ligament treiz,
sampai permulaan yeyenum.
3. Ultrasonografi
Berguna untuk menentukan adanya ruang yang mengandung cairan seperti kista,
abses atau cairan bebas didalam rongga perut atau ruang yang berisi jaringan padat.
4. Foto polos abdomen
Pada ileus obstruksi kolon, pemeriksaan foto abdomen menunjukkan adanya
distensi pada bagian proksimal dari obstruksi. Selain itu, tampak gambaran air fluid
level yang berbentuk seperti tangga yang disebut juga step laddmenunjukkane pattern
karena cairan transudasi.
5. Foto Thorax
Foto Thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak di bawah
diafragma kanan yang menunjukkan perforasi usus. Menggunakan cairan kontras
encer berguna untuk menentukan diagnosis karena memberikan gambaran ke
sepanjang usus halus.
6. CT Scan
CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dari obstruksi strangulasi dan untuk
menyingkirkan penyebab akut abdominal lain, terlebih jika klinis dan temuan
radiologis lain tidak jelas.

H. Penanganan
Penanganan ileus obstruksi adalah mengatasi sumber obstruksi dengan operasi
baik itu laparotomi ataupun herniotomi, problem yang ditekankan disini adalah
penanganan perioperative khususnya pada aspek pembiusan : pramedikasi, induksi,
selama operasi hingga paska operasi. Pembiusan pada kasus ileus obstruksi sangat
berbeda karena ada ileus terdapat sumbatan usus, sehingga teknik pembiusan yang
konvensional akan menyebabkan muntah, aspirasi dan mortalitas, untuk menghindari hal
ini digunakan teknik pembiusan RSI, yang mana pemberian obat induksi dan pelumpuh
otot diberikan secara hampir bersamaan (rapid sequence), yang pada pembiusan biasa
kedua obat tersebut dipisahkan oleh waktu untuk ventilasi manual.

I. Pertimbangan Khusus/Tindakan Mandiri Perawat


Pertimbangan khusus atau tindakan mandiri yang dapat perawat berikan pada
klien dengan penyakit Obstruksi Intestinal ini bergantung pada diagnosa keperawatan
yang akan ditegakkan nantinya dan perawat melakukan intervensi sesuai diagnosa
tersebut. Karena manajemen yang akan diberikan pun pada akhirnya tergantung pada
etiologi dan keparahan obstruksi. Namun, adapun manajemen awal yang harus perawat
lakukan, diantaranya :
 Perawatan ileus obstruktif, manajemen awal harus selalu mencakup penilaian
jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi pasien.
 Pemberian cairan intravena harus segera diberi untuk mengganti defisit volume
dan memperbaiki gangguan elektrolit atau asam-basa.
 Pasien yang muntah harus menjalani pemasangan tabung nasogastrik, akan
memungkinkan dekompresi usus untuk meredakan distensi proksimal terhadap
obstruksi.
 Penyisipan tabung nasogastrik juga akan membantu mengontrol emesis dan
menurunkan risiko aspirasi.
 Obat analgesik dapat dimulai segera setelah pemeriksaan fisik awal. Pemberian
obat analgesik terhadap nyeri sering dikhawatirkan dapat menutupi manifestasi
klinis dan menghambat diagnosis, tetapi dengan pencitraan CT modern telah
menghilangkan kekhawatiran ini.
 Agen vagolitik seperti butylscopolamine memiliki efek antiperistaltik dan tidak
boleh diberikan kepada pasien dengan ileus parsial.
 Jika ada bukti klinis atau laboratorium infeksi atau sepsis, antibiotik harus
diberikan lebih awal.
J. Pathway

Perlekatan, intusepsi, volvulus,


K. hernia, tumor

Lumen usus tersumbat

Tekanan intralumen meningkat

Menurunkan pengaliran air dan natrium dari fumen usus ke darah

Penimbunan air dan natrium dalam intralumen

Tindakan operatif

Pembedahan

Diskontinuitas Pembatasan / Terdapat luka Penurunan


jaringan kelemahan fisik insisi peristaltik usus

Adanya luka Intoleransi aktivitas Port de entry Anoreksia


jahitan

Resiko tinggi Resiko nutrisi


Nyeri infeksi kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M., Wirka, I. M., Setyawati. (2020). ILEUS OBSTRUKTIF : CASE REPORT. Jurnal
Medical Profession (MedPro), 2 (1). 41-44.
Azura, A. J., Kurniawan, B., Graharti, R. (2023). Obstruksi Intestinal akibat Infeksi Ascaris
lumbricoides. Medula, 13 (1). 141-145.
Fosimmik. (2007). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI
USUS. Keperawatan Gun Blogspot.
http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/obstruksi-usus.html
Media Siloam Hospitals. (2023). Obstruksi Usus – Penyebab, Gejala, dan Pengobatannya.
Siloam Hospitals.
Putri, B. M. W., Fiddiyanti, I., Suryosubianto, B. P. Tanpa Tahun. KESESUAIAN DIAGNOSIS
KLINIS DAN DIAGNOSIS RADIOLOGI DENGAN TAMU INTRABEDAH PADA
PASIEN ILEUS OBSTRUKSI.
Indrayani, M. N. (2013). DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ILEUS OBSTRUKTIF.
Kastiaji, H., Rasyidi, I. A. (2023). Ileus Obstruktif : Laporan Khusus. Jurnal Kesehatan Amanah,
7 (1). 40-45.
Putri, N. M., Iskandar, H. (2022). SEORANG LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN ILEUS
OBSTRUKSI : LAPORAN KASUS. Continuing Medical Education.
Risaharti, Siahaan, S., Erdiva, R. M. (2020). Gambaran Nilai Densitas Radiografi dengan Klinis
Ileus Obstruksi dan Perforasi pada Pemeriksaan Abdomen 3 (Tiga) Posisi di Instalasi
Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel Banda Aceh Tahun 2019.
Jurnal Aceh Medila, 4 (2). 80-89.
Sembiring, S. (2017). Anestesi pada Kasus Ileus Obstruksi dengan Teknik Rapid Sequence
Intubation (RSI). Nommensen Journal of Medicine, 3 (2). 100-105.
Wahyudi, A., Siswandi, A., Purwaningrum, R., Dewi, B. C. (2020). Angka Kejadian Ileus
Obstruktif Pada Pemeriksaan BNO 3 Posisi di RSUD Abdul Moeloek. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 11 (1). 145-151. doi : 10.35816/jiskh.v10i2.233

Anda mungkin juga menyukai