Lta 18-103

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 89

18

meningkatnya kontraktilitas uterus. Kontraksi braxton hicks

bersifat non-ritmik, sporadik, tanpa disertai adanya rasa

nyeri,mulai timbul sejak kehamilan 6 minggu dan tidak

terdeteksi melalui pemeriksaan bimanual pelvic. Kontraksi

ini baru dapat dikenali melalui pemeriksaan manual pelvik

pada kehamilan trimester kedua dan pemeriksaan palpasi

abdomen pada kehamilan trimester ketiga dengan semakin

meningkatnya usia kehamilan terjadi pula peningkatan

frekuensi, lama dan intensitas kontraksi braxton hicks.

(Prawirohardjo 2016).

1) Pemeriksaan tes biologis kehamilan (panotest) positif

Pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi adanya human

choriongonadotropin (hCG) yang diproduksi oleh

sinsiotropoblastik sel selama kehamilan. Hormon dekresi ini

peredaran darah ibu (pada plasma darah) dan diekresi ibu

(Walyani,2016).

1. Ante Natal Care (ANC)

a. Pengertian

Ante natal caremerupakan pengawasan kehamilan untuk

mendapatkan kesehatan umum ibu. Mencegah secara dini

penyakit yang menyertai kehamilan, komplikasi kehamilan,

menetapkan resiko kehamilan, menyiapkan persalinan, menuju

ibu sehat dan bayi sehat (Manuaba, 2010).


19

b. Tujuan Asuhan Kehamilan

a) Asuhan kehamilan trimester 1

1) Anamnesis

Pada kunjungan awal, anamnesis untuk mengkaji riwayat

ibu harus lengkap.Informasi anamnesis dapat langsung

diperoleh dari ibu sendiri atau jika ibu sulit berkomunikasi

dapat diperoleh dari suami, keluarga, kader ataupun

sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya. Riwayat

yang harusdi kaji pada anamnesis ini antara lain biodata,

riwayat menstruasi, riwayat kehamilan saat ini, riwayat

obstetri yang lalu, riwayat kesehatan/penyakit, kebiasaan

sehari-hari dan gaya hidup, serta kesiapan menghadapi

persalinan.

2) Pemeriksaan

Pemeriksaan pada kunjungan pertama ibu hamil dapat

memberikan data dasar untuk mengkaji perubahan

selanjutnya.Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi

pemeriksaan fisik secara umum, pemeriksaan panggul,

dan pemeriksaan laboratorium/penunjang.

3) Asuhan yang diberikan

Setelah selesai melakukan anamnesis dan pemeriksaan,

bidan harus menjelaskan pada ibu hamil, suami/keluarga

yang mengantar tentang kondisi ibu hamil saat ini.Jika


20

didapatkan kelainan atau ketidaknormalan, maka bidan

harus menginformasikan rencana tindaklanjut termaksud

rujukan atau pemeriksaan lanjutan yang lebih lengkap

misalnya USG.

c) Asuhan kehamilan trimester 2

a) Anamnesis

Prinsipnya anamnesis pada kunjungan ulang di trimester

kedua ini tidak jauh berbeda dengan anamnesis pada

kunjungan awal. Hanya saja, pada kunjungan ini tidak

diperlukan lagi pertanyaan yang jawabannya tidak akan

berubah dari anamnesis sebelumnya. Anamnesis lebih

ditekankan pada apa yang dirasakan saat ini serta

mengevaluasi masalah dan tindakan pada kunjungan

sebelumnya.

b) Pemeriksaan

Pemeriksaan pada kunjungan ulang trimester kedua

ditujukan untuk mengevaluasi kesejahteraan ibu maupun

janin, serta mendeteksi komplikasi atau kondisi patologi

kehamilan.

c) Asuhan yang diberikan

Asuhan didasarkan pada diagnosis atau masalah, serta

kebutuhan yang didapatkan dari anamnesis dan

pemeriksaan bidan yang ditunjang oleh pemeriksaan


21

laboratorium jika diperlukan, sehingga asuhan yang

diberikan bidan lebih spesifik atau berbeda setiap ibu

hamil.

d) Asuhan kehamilan trimester 3

a) Anamnesis

Dilakukan untuk menanyakan keluhan yang dialami

selama kehamilan atau menanyakan keluhan setelah

kunjungan terakhir.

b) Pemeriksaan

1. Umur kehamilan

a. Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan

sebelum janin dapat hidup (viabel) berat janin dibawah

1000 gram- tua kehamilan dibawah 28 minggu.

Menurut (Mochtar, 2012;) macam-macam abortus dapat

dibagi atas:

1. Abortus imminens, keguguran mengancam. Keguguran

belum terjadi sehingga kehamilan dapat dipertahankan

dengan cara: tirah baring, tidak berhubungan badan,

evaluasi secara berkala dengan USG untuk melihat

perkembangan janin.

2. Abortus insipien, adalah proses keguguran yang sedang

berlangsug. Ditandai dengan adanya rasa sakit karena

telah terjadi kontraksi rahim untuk 42 mengeluarkan hasil


22

konsepsi, ostium ditemukan sudah terbuka dan kehamilan

tidak dapat dipertahankan lagi.

3. Abortus inkomplitus, hanya sebagian dari hasil konsepsi

yang dikeluarkan yang tertinggal adalah desidua atau

plasenta.

4. Abortus kompletus, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan

(desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong.

5. Missed abortus adalah keadaan dimana janin yang telah

mati masih berada didalam rahim

6. Partus prematurus adalah persalinan (pengeluaran) hasil

konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu janin dapat hidup

tetapi prematur berat janin antara 1000-2500 gram.

7. Kehamilan premature, yaitu kehamilan antara 28-36

minggu.

8. Kehamilan mature/aterm, yaitu kehamilan antara 37-42

minggu.

9. Kehamilan postmature/serotinus, yaitu kehamilan lebih

dari 43 minggu. (Kuswanti, 2014)

c. Jadwal kunjungan ANC

Pelayanan antenatal (Antenatal Care/ANC) pada kehamilan

normal minimal 6x dengan rincian 2x di Trimester 1, 1x di

Trimester 2, dan 3x di Trimester 3. Minimal 2x diperiksa oleh


23

dokter saat kunjungan 1 di Trimester 1 dan saat kunjungan

ke 5 di Trimester 3 (Kemenkes, 2020).

a. Kunjungan selama trimester satu (<13 minggu)

Membangun hubungan saling percaya antara petugas

kesehatan dan ibu hamil, mendeteksi masalah dan

melakukan penanganan, pengenalan komplikasi akibat

kehamilan dan penanganan, melakukan tindakan

pencegahan terhadap tetanus neonatorum, anemia

kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang

merugikan, mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan

kebersihan, istirahat dan sebagainya).

b. Kunjungan selama trimester kedua (UK 14-27 minggu)

Pengenalan komplikasi kehamilan dan penanganan,

kewaspadaan khusus terhadap preeklampsia (tanya ibu

tentang gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi

oedema, periksa apakah ada kehamilan ganda atau infeksi

alat reproduksi dan perencanaan persalinan.

c. Kunjungan trimester ketiga (UK 28-36 minggu dan

>36minggu)

Kegiatan yang dilakukan sama dengan kunjungan diatas,

mengenali adanya kelainan letak dan presentasi,

memantapkan rencana persalinan dan mengenali tanda-

tanda persalinan termasuk persiapan persalinan.


24

6. Faktor risiko pada masa kehamilan

a. Umur : terlalu muda yaitu dibawah 20 tahun dan terlalu tua

yaitu diatas 35 tahun

b. Paritas : paritas 0 (primi gravidarum, belum pernah

melahirkan) dan paritas > 3

c. Interval : jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan

sekurang-kurangnya2 tahun.

d. Tinggi badan kurang dari 145 cm

e. Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm

b. Standar ANC

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan

harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar

berdasarkan Permenkes RI (2014) 10 T yaitu:

1) Timbang berat badan (T1)

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan

pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang

dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram

setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan

janin. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan

dilakukan untuk menapis adanya faktor resiko pada ibu hamil.

Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan

resiko untuk terjadinya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion)


25

2) Ukur lingkar lengan atas (LILA) (T2)

Pengukuran LILA hanya dilakukan pada kontak pertama

untuk skrining ibu hamil beresiko kurang energi kronis (KEK)

maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan

telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LILA

kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat

melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

3) Ukur tekanan darah (T3)

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi

(tekanan darah 140/90 mmHg) pada kehamilan dan

preeclampsia disertai edema pada wajah dan tungkai bawah

atau proteinuria).

4) Ukur tinggi fundus uteri (T4)

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin

sesuai atau tidak sesuai dengan umur kehamilan,

kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar

pengukuran menggunakan pita ukur setelah kehamilan 24

minggu.

5) Tentukan presentasi janin (T5)

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir

trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal.


26

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin.

Jika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau

kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan

letak, panggul sempit atau ada masalah lain.

6) Beri imunisasi Tetanus Toksoid (T6)

Pada saat kontak pertama, ibu hamil di skrining status

imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil

sesuai dengan status imunisasi saat ini.

Tabel 2.1Pemberian vaksin TT

Pemberian selang waktu minimal

TT1 Saat kunjungan pertama

TT2 4 minggu setelah TT1

TT3 6 minggu setelah TT2

TT4 1 tahun setelah TT3

TT5 1 tahun setelah TT4

Tabel 2.2 Pemberian vaksin TT yang sudah pernah imunisasi

Pernah Pemberian dan selang waktu minimum

1 kali TT2, 4 minggu setelah TT1 (pada kehamilan)

TT3, 6 minggu setelah TT2 (pada kehamilan,


2 kali
jika selang waktu minimal terpenuhi)

3 kali TT4, 1 tahun setelah TT3

4 kali TT5, 1 tahun setelah TT4

5 kali Tidak perlu lagi


27

7) Beri tablet tanda darah (tablet zat besi) (T7)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus

mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

diberikan sejak kontak pertama.

8) Periksa laboratorium (rutin dan khusus) (T8)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal

meliputi :

a) Pemeriksaan golongan darah

b) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)

c) Pemeriksaan protein dalam urine

d) Pemeriksaan kadar guladarah

e) Pemeriksaan darah malaria

f) Pemeriksaan tessifilis

g) Pemeriksaan HIV

h) Pemeriksaan BTA

9) Tatalaksana/penanganan kasus (9)

Setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus

ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan bidan.

Kasus-kasus yang tidak ditangani dirujuk sesuai dengan

sistem rujukan.

10) Temu wicara (konseling) (10)

Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan

antenatal
28

7.Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III

a. Perdarahan pervaginam

Tiap perdarahan keluar dari liang senggama pada ibu

hamil setelah 28 minggu disebut perdarahan antepartum.

Perdarahan antepartum harus mendapat perhatian penuh,

karena merupakan tanda bahaya yang mengancam nyawa

ibu dan atau janinnya. Perdarahan dapat keluar sedikit-

sedikit tetapi terus menerus, lama-lama ibu menderita

anemia berat. Perdarahan dapat juga keluar sekaligus

banyak yang menyebabkan ibu syok, lemas/nadi kecil dan

tekanan darah menurun.

Perdarahan pervaginam pada kehamilan lanjut yang

termasuk kriteria tanda bahaya adalah perdarahan yang

banyak, berwarna merah, dan kadang-kadang tetapi tidak

selalu disertai dengan nyeri. Assesment yang mungkin

adalah plasenta previa atau absruptio plasenta. Perdarahan

antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta yaitu

plasenta previa dan abruptio plasenta. Plasenta previa

adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat

abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga

menutupi sebagian atau seluruh permukaan jalan lahir.

Abruptio plasenta adalah suatukeadaan dimana plasenta


29

yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum

janin lahir.

b. Sakit kepala yang hebat

Sakit kepala biasa terjadi selama kehamilan dan

sering kali merupakan ketidak nyamanan yang normal dalam

kehamilan. Sakit kepala ini bisa terjadi apabila ibu kurang

istirahat, kecapean, atau menderita tekanan darah tinggi.

Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius

adalah sakit kepala hebat yang menetap dan tidak hilang

dengan beristirahat. Kadang-kadang dengan sakit kepala

yang hebat tersebut ibu mungkin menemukan bahwa

penglihatannya menjadi kabur atau berbayang. Assesment

yang mungkin adalah gejala preeklampsi.

c. Pengelihatan kabur

Karena pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan

ibu dapat berubah dalam kehamilan. Perubahan ringan

adalah normal. Masalah visual yang mengindikasikan

keadaan yang mengancam jiwa ibu adalah perubahan visual

mendadak, misalnya pandangan kabur atau berbayang.

Perubahan penglihatan ini mungkin disertai dengan sakit

kepala yang hebat. Assesment yang mungkin adalah gejala

dari preeklampsia.
30

Pada preeklampsia tampak pembengkakan pada

retina, penyempitan setempat atau menyeluruh pada satu

atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau

eksudat. Retinopalatia arterioskerotika menunjukkan

penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut tak

tampak pada preeklampsia kecuali bila terjadi atas

dasarhipertensi menahun atau penyakit ginjal. Spasmus

arteri retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia

walaupun demikian vasospasmus ringan tidak selalu

menunjukkan pre eklampsia ringan.

Pada preeklamsia jarang terjadi ablasioretina.

Keadaan ini disertai dengan buta sekonyong-konyong.

Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan

merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera.

Biasanya setelah persalinan berakhir, retina melekat kembali

dalam 2 hari sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara

tetap jarang ditemukan.

d. Bengkak di wajah dan jari tangan

Edema (bengkak) adalah penimbunan cairan secara

umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya

dapat diketahui dan dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Bengkak bisa


31

menunjukkan adanya masalah yang serius jika

muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah

beristirahat, dan disertai dengan keluhan fisik lain.

Asessment yang mungkin adalah gejala dari anemia, gagal

jantung, atau preeklampsia.

e. Keluar cairan pervaginam

Pecahnya selaput janin dalam kehamilan merupakan

tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya infeksi

langsung pada janin. Pecahnya selaput ketuban jugadapat

diikuti dengan keluarnya bagian kecil janin seperti tali pusat,

tangan, atau kaki. Oleh karena itu bila saat hamil ditemukan

ada pengeluaran cairan apalagi bila belum cukup bulan

harus segera datang ke rumah sakit dengan fasilitas

memadai. Assesment yang mungkin adalah Ketuban Pecah

Dini (KPD). Diagnosis ketuban pecah dini didasarkan pada

riwayat hilangnya cairan vagina dan pemastian adanya

cairan amnion dalam vagina. Ketuban dinyatakan pecah dini

bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban

pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri

berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya

infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan

morbiditas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan

infeksi pada ibu.


32

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena

kurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan

intrauterin atau oleh karena kedua faktor tersebut.

Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya

infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

Pemerikasaan spekulum vagina yang steril harus dilakukan

untuk memastikan diagnosis, untuk menilai dilatasi dan

panjang serviks dan jika pasien kurang bulan untuk

memperoleh biakan servikal dan contoh cairan amnion untuk

uji kematangan paru-paru. Selain itu pemastian diagnosis

KPD dapat dilakukan dengan :

1) Menguji cairan dengan kertas lakmus (nitrazine) yang

akan berubah biru bila terdapat cairan amnion alkalin

2) Melihat dengan menggunakan mikroskop dengan

menempatkan contoh bahan pada suatu kaca objek

kemudian dikeringkan diudara dan diperiksa di bawah

mikroskop untuk mencari ada tidaknya gambaran

seperti pakis.

Penanganan ketubanpecah dini memerlukan

pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi

ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.


33

f. Gerakan janin tidak terasa

Ibu mulai merasakan gerakan janinnya selama bulan

ke 5 atau ke 6, beberapa ibu dapat merasakan gerakan

janinnya lebih awal. Jika janin tidur gerakannya akan

melemah. Janin harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam

periode 3 jam, gerakan janin akan lebih mudah terasa jika

ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan

minum dengan baik. Yang termasuk tanda bahaya adalah

bila gerakan janin mulai berkurang bahkan tidak ada sama

sekali. Assesment yang mungkin adalah kematian janin

dalam rahim.K ematian janin dalam rahim (IUFD) adalah

kematian janin setelah 20 minggu kehamilan tetapi sebelum

permulaan persalinan. Ini menyebabkan komplikasi pada

sekitar 1% kehamilan. Penyebab yang berkaitan antara lain

komplikasi plasenta dan tali pusat, penyakit hipertensi,

komplikasi medis, anomali bawaan, infeksi dalam rahim dan

lain-lain. Kematian janin harus dicurigai bila ibu hamil

mengeluh tidak terasa gerakan janin, perut terasa mengecil,

dan payudara mengecil. Selain itu dari hasil pemeriksaan

DJJ tidak terdengar sementara uji kehamilan masih tetap

positif karena plasenta dapat terus menghasilkan hCG.

Bahaya yang dapat terjadi pada ibu dengan kematian

janin dalam rahim yaitu janin mati terlalu lama dalam


34

menimbulkan gangguan pada ibu. Bahaya yang terjadi

berupa gangguan pembekuan darah, disebabkan oleh zat-

zat berasal dari jaringan mati yang masuk kedalam darah

ibu. Sekitar 80% pasien akan mengalami permulaan

persalinan yang spontan dalam 2 sampai 3 minggu kematian

janin. Namun apabila wanita gagal bersalin secara spontan

akan dilakukan induksi persalinan.

g. Nyeri perut yang hebat

Nyeri perut yang hebat termasuk dalam tanda bahaya

dalam kehamilan. Apabila perut ibu terasa sangat

nyerisecara tiba-tiba bahkan jika disentuh sedikit sajadan

terasa sangat keras seperti papan serta disertai perdarahan

pervaginam ini menandakan terjadinya solusio placenta.

Nyeri perut yang hebat normal terjadi pada akhir

kehamilan akibat dari kontraksi dari rahim ibu yang akan

mengeluarkan isi dalam kandungan atau bayi. Jadi harus

dapat dibedakan apakah nyeri perut tersebut disebabkan

karena ibu akan melahirkan atau terjadi abrupsio plasenta.

8) Ketidaknyamanan dalam Kehamilan Trimester III

Dalam proses kehamilan terjadi perubahan sistem dalam

tubuh ibu yang semuanya membutuhkan suatu adaptasi, baik

fisik maupun psikologis. Dalam proses adaptasi tersebut tidak


35

jarang ibu akan mengalami ketidaknyamanan yangm eskipun

hal itu adalah fisiologis, namun tetap perlu diberikan suatu

pencegahan dan perawatan.

Beberapa ketidaknyamanan yang dialami ibu hamil

trimester III adalah sebagai berikut :

a. Sering buang air kecil

b. Striae gravidarum

c. Hemoroid

d. Keputihan

e. Sembelit

f. Kram pada kaki

g. Sesak nafas

h. Pusing

i. Varises pada kaki

j. Nyeri punggung atas dan bawah

9) Kebutuhan Psikologis Ibu Hamil Trimester III

Periode ini sering disebut periode menunggu dan

waspada sebab saat itu ibu tidak sabar menunggu kelahiran

bayinya,

menunggu tanda-tanda persalinan. Perhatian ibu

berfokus pada bayinya, gerakan janin dan membesarnya uterus

mengingatkan pada bayinya. Sehingga ibu selalu waspada


36

untuk melindungi bayinya dari bahaya, cedera dan akan

menghindari orang atau hal yang dianggap membahayakan

bayinya. Persiapan aktif dilakukan untuk menyambut kelahiran

bayinya, membuat baju, menata kamar bayi, membayangkan

mengasuh/merawat bayi, menduga-duga akan jenis kelamin

dan rupa bayinya.

Pada trimester III biasanya ibu merasa khawatir, takut

akan kehidupan dirinya, bayinya, kelainan pada bayinya,

persalinan, nyeri persalinan dan ibu tidak akan pernah tahu

kapan ia akan melahirkan. Ketidaknyamanan pada trimester ini

meningkat, ibu merasa dirinya aneh dan jelek, menjadi lebih

ketergantungan, malas dan mudah tersinggung serta merasa

menyulitkan. Disamping itu ibu merasa sedih akan berpisah dari

bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang akan

diterimanya selama hamil, disinilah ibu memerlukan keterangan,

dukungan dari suami, bidan dan keluarganya, karena pada

masa kehamilan ini seorang wanita akan merasa tenang dan

nyaman bila mendapatkan dukungan dan perhatian dari

orang-orang terdekatnya, terutama bagi ibu yang pertama kali

hamil.

Masa ini juga disebut masa krisis/penuh kemelut untuk

beberapa wanita karena ada kritis identitas, karena mereka

mulai berhenti bekerja, kehilangan kontak dengan teman,


37

kolega. Mereka merasa kesepian dan terisolasi di rumah.

Wanita mempunyai banyak kekhawatiran seperti tindakan

medikalisasi saat persalinan, perubahan body image merasa

kehamilannya sangat berat, tidak praktis, kurang atraktif, takut

kehilangan pasangan. Bidan harus mampu mengkaji dengan

teliti atau hati-hati sejumlah stres yang dialami ibu hamil,

mampu menilai kemampuan coping dan memberikan dukungan

(Walyani, 2017).

A. Persalinan

1. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi

dari rahim ibu melalui jalan lahir yang kemudian janin dapat hidup

kedunia luar, proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati

dan diakhiri dengan pelahiran plasenta (Walyani, 2016).

2. Jenis Jenis persalinan

persalinan dibedakan 3 jenis yaitu (a) Persalinan spontan

adalah bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu

sendiri; (b) Persalinan buatan adalah bila persalinan berlangsung

dengan bantu tenaga dari luar; (c) Persalinan anjuran adalah bila

kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar

dengan jalan pemberian rangsang (Wiknjosastro, 2014).

3. Proses terjadinya persalinan


38

a. Teori kerenggangan, otot rahim mempunyai kemampuan

meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas

tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dimulai.

b. Teori penurunan progesteron, progesteron menurun menjadikan

otot rahim sensitif sehingga menimbulkan his atau kontraksi

c. Teori oksitosin, pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah

sehingga dapat mengakibatkan his

d. Teori prostaglandin, pemberian prostaglandin saat hamil dapat

menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi

dikeluarkan.

e. Teori plasenta menjadi tua, semakin bertambahnya usia

kehamilan, plasenta menjadi tua dan menyebabkan villi corialis

mengalami perubahan sehingga kadar esterogen dan

progesteron turun. Hal ini menimbulkan kekejangan pembuluh

darah dan menyebabkan kontraksi rahim.

f. Teori distensi rahim, keadaan uterus yang terus membesar dan

menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus

sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenter (Wiknjosastro,

2014).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

Beberapa faktor yang mempengaruhi persalinan menurut

Wiknjosastro (2014) .

1. Power (kekuatan)
39

Power atau tenaga mengejan meliputi his (kontraksi ritmis

otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan

kardiovaskular, respirasi dan metabolik ibu. ibu mengalamai

kontraksi involunter dan volunteer secara bersamaan untuk

mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus.

2. Passage(jalan lahir)

Keadaan jalan lahir atau passage terdiri atas panggul ibu, yakni

bagian tulang keras, dasar panggul, vagina, dan introitus. Panggul

terdiri atas bagian keras dan bagian lunak. Meskipun jaringan

lunak, khususnya lapisan otot dasar panggul ikut menunjang

keluarnya bayi, panggul ibu lebih berperan dalam proses

persalinan. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul ditentukan

sebelum dimulai persalinan. Rongga panggul yang normal adalah

pintu atas panggul (PAP) berbentuk bundar, sacrum lebar dan

melengkung, promontorium tidak menonjol kedepan, kedua spina

ischiadica tidak menonjol kedalam, sudut arcus pubis cukup luas.

Ukuran konjugata vera (ukuran muka belakang pintu atas panggul

yaitu dari bawah sympisis ke promontorium) adalah 10-11 cm,

ukuran diameter transvera (ukuran serong pintu atas panggul) 12-

14 cm, pintu bawah panggul ukuran muka melintang 10-10,5 cm.

Jalan lahir

dianggap tidak normal dan kemungkinan dapat

menyebabkan hambatan persalinan apabila panggul sempit

seluruhnya, panggul sempit sebagian, panggul miring,


40

panggul seperti corong dan terdapat tumor dalam panggul.

Bidang Hodge bertujuan untuk menentukan sampai dimana

bagian terendah janin turun dalam panggul dalam persalinan

yaitu:

1) Bidang Hodge I

Bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan

promontorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu

atas panggul (PAP).

2) Bidang Hodge II

Bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I terletak

setinggi bagian bawah simfisis.

3) Bidang Hodge III

Bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I dan II,

terletak setinggi spina ischiadica kanan dan kiri.

4) Bidang Hodge IV

Bidang yang sejajar dengan Hodge I, II, III, terletak

setinggi os coccygis.

3. Passanger (janin)

Cara penumpang (passanger) atau janin bergerak

sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa

faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap,


41

dan posisi janin. Karena harus melalui jalan lahir, plasenta

juga dianggap sebagai penumpang uang menyertai janin.

4. Psyche (psikologi)

Faktor psikologis ketakutan dan kecemasan sering menjadi

penyebab lamanya persalinan, his menjadi kurang baik,

pembukan menjadi kurang lancar. Perasaan takut dan

cemas merupakan factor utama yang menyebabkan rasa

sakit dalam persalinan dan berpengaruh terhadap kontraksi

rahim dan dilatasi serviks sehingga persalinan menjadi lama.

5. Penolong

Penolong persalinan adalah seorang yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk membantu ibu

dalam menjalankan proses persalinan. Faktor penolong

memegang peranan penting dalam membantu ibu bersalin

karena mempengaruhi kelangsungan hidup ibu dan bayi.

4. Tanda-Tanda Persalinan

a. Lightening

Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu

merasa bahwa keadaannya menjadi lebih baik. Ia merasa

kurang sesak, tetapi sebaliknya ia merasa bahwa berjalan

sedikit lebih sukar, dan sering diganggu oleh perasaan nyeri

pada anggota bawah.

b. Pollakisuria
42

Pada akhir bulan ke 9, berdasarkan hasil

pemeriksaan didapatkan epigastrium kendur, fundus uteri

lebih rendah dari pada kedudukannya, dan kepala janin

sudah mulai masuk kedalam pintu atas panggul. Keadaan ini

menyebabkan kandung kemih tertekan sehingga

merangsang ibu untuk sering kencing yang disebut

pollakisuria.

c. False labor

Merupakan peningkatan dari kontraksi braxton hicks.

His pendahuluan ini bersifat:

1) Nyeri yang hanya terasa pada perut bagian bawah

2) Tidak teratur

3) Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan

majunya waktu dan bila dibawah jalan-jalan malah

sering berkurang

4) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau

pembukaan serviks

d. Perubahan serviks

Pada akhir bulan ke 9 hasil pemeriksaan serviks

menunjukan bahwa serviks yang tadinya tertutup,

panjang dan kurang lunak. Namun kondisinya berubah

menjadi lembut, beberapa menunjukan telah terjadi

pembukaan dan penipisan. Perubahan ini berbeda untuk


43

masing-masing ibu. Misalnya, pada multipara sudah terjadi

pembukaan 2 cm namun pada primipara sebagian besar

masih dalam keadaan tertutup.

e. Energi spurt

Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi

kira-kira 24-28 jam sebelum persalinan mulai. Setelah

beberapa hari sebelumnya merasa kelelahan fisik karena

tuanya kehamilan maka ibu mendapati satu hari sebelum

persalinan dengan energi yang penuh. Peningkatan energi

ibu ini tampakdari aktivitas yang dilakukannya seperti

membersihkan rumah, mengepel, mencuci perabot rumah

tangga, dan pekerjaan rumah lainnya sehingga ibu akan

kehabisan tenaga menjelang kelahiran bayi, persalinan

menjadi panjang dan sulit.

f. Gastrointestinal upsets

Beberapa ibu mungkinakan mengalami tanda-tanda,

seperti diare, obstipasi, mual dan muntah karena efek

penurunan hormon terhadap sistem pencernaan.

3. Tahapan Persalinan

a. Kala I (kala pembukaan)

Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur

dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks


44

membuka (10 cm).Tanda-tanda persalinan yaitu terjadi his

persalinan memancar dari pinggang ke perut bagian bawah,

adanya pengeluaran lendir bercampur darah. Selain itu tanda

lainnya adalah terjadinya penipisan dan pembukaan serviks dan

pecahnya kantung ketuban (Varney, 2010).

Proses membukanya servik sebagai akibat his dibagi dalam 2

fase, yaitu:

1) Faselaten

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan

dan pembukaan serviks secara bertahap Berlangsung

hingga pembukaan serviks membuka kurang dari 4 cm ,

pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8

jam , kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih antara 20

sampai 30 detik .

2) Faseaktif

Frekuensi dan kontraksi uterus akan meningkat secara

bertahap ( kontraksi dianggap adekuat / memadai jika terjadi

3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit danberlangsung 40

detik atau lebih ) . Dari pembukaan 4 cm sampai pembukaan

10 cm akan terjadi dengan cepat rata - rata 1 cm perjam

( multipara atau multigravida ) atau lebih dari 1 cm hingga 2

cm pada multipara . Terjadi penurunan bagian terbawah

janin Fase aktif dibagi menjadi 3 fase , yaitu :


45

a) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm

menjadi 4 cm.

b) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat dari 4cm maksimal 9 cm.

c) Fase deselerasi pembukaan menjadi lambat. Dalam

waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap .

a. Kala II (pengeluaran)

Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Menurut

Manuaba (2016), gejala dan tanda kala dua persalinan yaitu ibu

merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi,

ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan

atau vaginanya, perineum menonjol, vulva-sfingter ani membuka,

meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. Tanda pasti

kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif)

yang hasilnya adalah pembukaan serviks telah lengkap atau

terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina. Bila dasar

panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar

his dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala

janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis dan dahi,

muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar,

his mulai lagi mengeluarkan badan dan anggota bayi


46

Padaprimigravida kala dua berlangsung rata-rata 1,5 jam dan

pada multipara rata-rata 0,5 jam (Manuaba, 2010).

b. Kala III (kala uri)

Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan

berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Setelah

bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uterus agak diatas

pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk

melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas

dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau

dengan tekanan pada fundus uteri.Pengeluaran plasenta disertai

dengan pengeluaran darah (WHO, 2014).

Tanda Tanda lepasnya plasenta, menurut (Johariyah, 2012) :

1) Uterus menjadi bundar

2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepaskan ke

segmen bawah rahim.

3) Tali pusat bertambah panjang

4) Adanya semburan darah tiba-tiba

c. Kala IV

Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam.

Dalam kala itu diamati apakah tidak terjadi perdarahan

postpartum (Mochtar, 2011).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan


47

a. Tenaga (Power) adalah kekuatan yang mendorong janin keluar.

Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan meliputi:

1) His (kontraksi otot rahin)

2) Kontraksi otot dinding perut

3) Kontraksi dengan diafragma pelvis atau kekuatan mengejan

4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum (Manuaba,

2010)

b. Janin dan plasenta (Passenger) keadaan janinmeliputi letak janin

dan presentasi. Presentasi digunakan untuk menentukan bagian

janin yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada

palpasi atau pada pemeriksaan dalam (Manuaba, 2010).

c. Jalan lahir (Passage) yang paling penting dan menentukan

proses persalinan adalah pelvis minor. Terdiri dari susunan

tulang yang kokoh dihubungkan oleh persendian dan jaringan

ikat yang kuat. Jalan lahir adalah pelvis minor atau panggul kecil.

Panggul kecil ini terdiri dari pintu atas panggul, bidang terluas

panggul, bidang sempit panggul dan pintu bawah panggul

(Manuaba, 2008).

d. Psikis ibu dalam persalinan akan sangat mempengaruhi daya

kerja otot-otot yang dibutuhkan dalam persalinan. Baik itu yang

otonom maupun yang sadar. Jika seorang ibu menghadapi

persalinan dengan rasa tenang, maka persalinan akan terasa

mudah untuk ibu tersebut. Namun jika ia merasa tidak ingin ada
48

kehamilan dan persalinan, maka hal ini akan menghambat

proses persalinan (Manuaba, 2010).

e. Penolong : dalam persalinan ibu tidak mengerti apa yang

dinamakan dorongan ingin mengejan asli atau yang palsu. Untuk

itu bidan dapat membantunya mengenali tanda dan gejala

persalinan sangat dibutuhkan. Tenaga ibu akan menjadi sia-sia

jika saat untuk mengejan yang ibu lakukan tidak tepat (Manuaba,

2010).

5. Perubahan fisiologis pada persalinan

a. Perubahan Fisiologis kala I

1) Perubahan pada uterus

Uterus terdiri dari dua komponen fungsional utama

myometrium dan serviks. Berikut ini akan dibahas tentang

kedua komponen fungsional dengan perubahan yang terjadi

pada kedua komponen tersebut. Kontraksi uterus bertanggung

jawab terhadap penipisan dan pembukaan servik dan

pengeluaran bayi dalam persalinan. Kontraksi uterus saat

persalinan sangat unik karena kontraksi ini merupakan

kontraksi otot yang sangat sakit. Kontraksi ini bersifat

involunter yang beketrja dibawah control saraf dan bersifat

intermitten yang memberikan keuntungan berupa adanya

periode istirahat/reaksi diantara dua kontraksi.

2) Perubahan serviks
49

Kala I persalinan dimulai dari munculnya kontraksi

persalinan yang ditandai dengan perubahan serviks secara

progesif dan diakhiri dengan pembukaan servik lengkap.

3) Kardiovaskuler

Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari

uterus dan masuk kedalam sistem vaskuler ibu. Hal ini akan

meningkatkan curah jantung meningkat 10% – 15%.

Perubahan tekanan darah meningkat selama terjadi kontraksi

(sistolik rata – rata naik 15 mmHg, diastolic 5 – 10 mmHg),

antara kontraksi tekanan darah kembali normalK,KM pada

level sebelum persalinan. Rasa sakit, takut dan cemas juga

akan meningkatkan tekanan darah perubahan metabolisme

selama persalinan metabolisme aerob maupun anaerob terus

menerus meningkat seiring dengan kecemasan dan aktivitas

otot. Peningkatan metabolisme ini ditandai dengan

meningkatnya suhu tubuh, nadi, pernafasan, cardiac output

dan kehilangan cairan.

4) Perubahan ginjal

Poliuri akan terjadi selama persalinan selama persalinan. Ini

mungkin disebabkan karena meningkatnya curah jantung

selama persalinan dan meningkatnya filtrasi glomelurus dan

aliran plasma ginjal.


50

5) Perubahan hematologi

Hemoglobin meningkat sampai 1.2 gram/100ml selama

persalinan dan akan kembali pada tingkat seperti sebelum

persalinan sehari setelah pasca salin kecuali ada perdarahan

pot partum.

6. Perubahan Fisiologi kala II

a. Tekanan darah

Tekanan darah dapat meningkat 15 sampai 25 mmHg

selama kontraksi pada kala dua.Upaya mengedan pada ibu juga

dapat memengaruhi tekanan darah menyebabkan tekanan darah

meningkat dan kemudian menurun dan pada akhirnya berada

sedikit diatas normal. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi

tekanan darah dengan cermat diantara kontraksi. Rata – rata

peningkatan tekanan darah 10 mmHg di antara kontraksi ketika

wanita telah mengedan adalah hal yang normal.

b. Metabolisme

Peningkatan metabolisme yang terus menerus berlanjut

sampai kala dua disertai upaya mengedan pada ibu yang akan

menambah aktivitas otot – otot rangka untuk memperbesar

peningkatan metabolisme.

c. Denyut nadi

Frekuensi denyut nadi ibu bervariasi pada setiap kali

mengedan. Secara keseluruhan frekuensi nadi meningkat


51

selama kala dua persalinan disertai takikardi yang mencapai

puncaknya pada saat persalinan.

d. Suhu

Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat persalinan dan

segera setelahnya. Peningkatan normal adalah 0.5 sampai 10c.

e. Perubahan sistem pernafasan

Sedikit peningkatan frekuensi pernafasan masih normal

diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama

persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang

terjadi

f. Perubahan ginjal

Polyuria sering terjadi selama persalinan.Kondisi ini dapat

diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama

persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomelurus

dan aliran plasma ginjal. Polyuria menjadi kurang jelas pada

posisi terlentang karena posisi ini membuat aliran urine

berkurang selama kehamilan.

g. Perubahan gastrointestinal

Penurunan motilitas lambung berlanjut sampai kala dua.

Muntah normalnya hanya terjadi sesekali. Muntah yang konstan

dan menetap merupakan hal yang abnormal dan kemungkinan

merupakan indikasi komplikasi obstetric seperti rupture uterus.

h. Perubahan hematologi
52

Hemoglobin meningkat rata – rata 1.2 gm/ 100 ml selama

persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari

pertama pasca partum jika tidak ada kehilangan darah yang

abnormal.

7. Perubahan fisiologis kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta

teraba keras dengan fundus uteri diatas pusat beberapa menit

kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta

plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit

– 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan

tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan

pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II

adalah perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan

jalan lahir, tanda gejala tali pusat. Tempat implantasi plasenta

mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan

kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya

dan pengumpulan darah pada ruang utero – plasenter akan

mendorong plasenta keluar.

8. Perubahan Fisiologis kala IV

Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan

berakhir 2 jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling kritis

untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian disebabkan

perdarahan. Selama kala IV, bidan harus memantau ibu setiap 15


53

menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua setelah

persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau

lebih sering. Setelah pengeluaran plasenta, uterus biasanya berada

pada tengah dari abdomen kira – kira 2/3 antara symphysis pubis

dan umbilicus atau berada tepat diatas umbilicus.

10. Mekanisme Persalinan Normal

Menurut Fitriana, dkk (2018) pada persalinan normalterdapat

beberapa mekanisme yang dialami oleh ibu bersalin.

Mekanisme tersebut adalah sebagai berikut :

a. Masuknya kepala janin dalam PAP

Melintang kekiri atau posisi jam 3 atau sebaliknya apabila

punggung kanan maka sutura sagitalis melintang kekanan atau

posisi jam 9. Pada saat itu kepala dalam posisi fleksi ringan. Jika

sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP, maka

masuknya kepala akan menjadi sulit karena menempati ukuran

yang terkecil dari PAP. Jika sutura sagitalis pada posisi tengah

jalan lahir yaitu tepat diantara simpysis dan promontorium, maka

dikatakan dalam posisi ”synclitismus” pada posisi ini os pariatela

depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak

kedepan mendekati simpisis atau agak kebelakang mendekati

promontorium, maka yang kita hadapi adalah posisi

”asynclitismus”. Acynclitismus psterior adalah posisi sutura

sagitalis mendekati simpisis dan osparietale belakang lebih


54

rendah dari os parietale depan. Acynclitismus anterior adalah

posisi sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os

parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang. Saat

kepala masuk PAP biasanya dalam posisi asynclitimus posterior

ringan, sedangkan saat kepala janin masuk PAP akan terfiksasi

yang disebut dengan engagement.

b. Majunya Kepala Janin

Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala

masuk ke rongga dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada

multi gravida majunya kepala dan masuknya kepala dalam

rongga panggul terjadi bersamaan. Majunya kepala bersamaan

dengan gerakan-gerakan lain, yaitu fleksi, putaran paksi dalam,

dan ekstensi. Majunya kepala janin ini disebabkan tekanan

cairan intrauteri, tekanan langsung oleh fundus uteri oleh

bokong, kekuatan mengedan dan melurusnya badan bayi oleh

perubahan bentuk rahim.

c. Fleksi

Fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran

yang paling kecil yaitu dengan diameter suboccipito bregmatikus

(9,5 cm) meggantikan suboccipito frontalis(11 cm). Fleksi

disebabkan karena janin didorong maju dan sebakiknya

mendapatkan tahanan dari pinggir PAP, serviks, dinding panggul

atau dasar panggul. Akibatnya ada dorongan diatas kepala janin


55

menjadi fleksi karena momen yang menimbulkan fleksi lebih

besar daripada momen yang menimbulkan defleksi. Sampai

didasar panggul kepala janin berada dalam posisi fleksi

maksimal. Kepala turun menemui diafragma pelvis yang berjalan

dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas,

diafragma pelvis dan tekanan intrauterin maka kepala

mengadakan rotasi yang disebut sebagai putaran paksi dalam.

d. Putaran Paksi Dalam

Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan

sedemikian rupa, sehingga bagian terendah dari bagian depan

memutar kedepan dan kebawah simpisis. Pada presentasi

belakang pada bagian kepala terendah, biasanya daerah ubun-

ubun kecil dan bagian ini akan memutar ke depan ke bawah

simpisis. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran

kepala, karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk

menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir

khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul.

Putaran paksi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala

dan tidak terjadi sebelum kepala sampai di hodge III, kadang-

kadang baru terjadi setelah kepala sampai didasar panggul.

Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam, adalah sebagai

berikut:
56

1) Pada letak fleksi bagian kepala merupakan bagian terendah

dari kepala

2) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling

sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus

genitalis antara muskulus levator ani kiri dan kanan

3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter

anterior posterior.

e. Ekstensi

Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai

didasar panggul terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala.

Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah

panggul mengarah ke depan di atas, sehingga kepala harus

mengadakan ekstensi untuk dapat melewati pintu bawah

panggul. Rotasi UUK akan berputar kearah depan, sehingga

didasar panggul UUK berada dibawah simfisis dengan

suboksiput sebagai hipomoklion kepala mengadakan gerakan

defleksi untuk dapat dilahirkan. Saat ada his vulva akan lebih

membuka, kepala janin makin tampak, perineum menjadi makin

lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Kekuatan his

dan kekuatan mengedan, maka berturut-turut tampak

bregmatikus, dahi, muka dan akhirnya dagu dengan gerakan

ekstensi. Sesudah kepala lahir, kepala akan segera berotasi

(berputar) yang disebut dengan putaran paksi luar.


57

f. Putaran Paksi Luar

Putaran paksi luar adalah gerakan kembali sebelum

putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan

kepala dengan punggung janin. Bahu melintasi PAP dalam

posisi miring. Didalam rongga panggul bahu akan

menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya

hingga didasar panggul. Apabila kepala telah dilahirkan, bahu

akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya,

dilahirkan bahu depan terlebih dahulu baru kemudian bahu

belakang kemudian bayi lahir seluruhnya.

11. Asuhan Persalinan

Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan asuhan yang

diberikan secara bersih dan aman selama persalinan berlangsung.

Menurut Sarwono (2016), APN terdiri dari 60 langkah yaitu:

Melihat Tanda dan gejala Kala Dua

1. Tanda dan gejala kala dua.

a. Ibu mempunyai dorongan ingin meneran.

b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada

anus.

c. Perineum menonjol.

d. Vulva dan sfingter ani membuka.


58

Menyiapkan pertolongan persalinan

2. Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial

siap digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan

menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus

set

3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.

4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku,

mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang

mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali

pakai/pribadi yang bersih.

5. Memakai satu sarung tangan DTT atau steril untuk semua

permeriksaan dalam.

6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan

memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan

meletakkan kembali dipartus set/wadah desinfeksi tingkat tinggi

atau steril tanpa mengotaminasi tabung suntik).

Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-

hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau

kasa yang sudah dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika

mulut vagina, perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran

ibu, membersihkannya dengan cara seksama dengan cara


59

menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa

yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti

sarung tangan jika terkontaminasi ( meletakkan kedua sarung

tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi,

langkah #9)

8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah

lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan

pembukaan sudah lengkap lakukan amniotomi.

9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan

tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan.

10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi

berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal

(120-160 x/menit).

Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses

pimpinan meneran

11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan

keadaan janin bayi. Membantu ibu berada dalam posisi yang

nyaman sesuai dengan keinginannya.

12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk

meneran. (pada saat ada hís, bantu ibu dalam posisi setengah

duduk dan pastikan ibu merasa nyaman).


60

13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan

yang kuat untuk meneran:

Persiapan pertolongan kelahiran bayi

14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6

cm letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk

mengeringkan bayi.

15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian di bawah

bokong ibu.

16. Membuka partus set. Membuka sarung tangan DTT atau steril

pada kedua tangan untuk menolong kelahiran bayi.

17. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,

lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan

kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan

tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala

bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan.

Menganjurkan Ibu meneran perlahan-lahan atau bernapas

cepat saat kepala lahir.

18. Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi

dengan kain atau kassa yang bersih.

19. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang

sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera

proses kelahiran bayi:


61

a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan

lewat bagian atas kepala bayi

b. Jika tali pusat melilit leher dengan erat, mengklemnya didua

tempat dan memotongnya.

20. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar

secara spontan Lahir bahu

21. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan

kedua tangan masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan

ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya dengan lembut

menariknya kearah bawah dan ke arah luar hingga bahu

anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan

lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk

melahirkan bahu posterior

22. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai

kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum,

membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan

tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat

melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk

menyangga tubuh bayi saat dilahirkan menggunakan tangan

anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan

anterior bayi saat keduanya lahir.

23. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada

diatas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk


62

menyangga saat punggung dan kaki lahir. Memegang kedua

mata kaki dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

Penanganan bayi baru lahir

24. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian

meletakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi

sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek,

meletakkan bayi ditempat yang memungkinkan). Bila bayi

asfiksia, lakukan resusitasi.

25. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk

dan biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikan

oksitoksin.

26. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat

bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah

ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (kearah

ibu).

27. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari

gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

28. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan

menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih

dankering, menutupi bagian kepala bayi membiarkan tali pusat

terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, ambil

tindakan yang sesuai.


63

29. Membiarkan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk

memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu

menghendakinya

30. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi

abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi

kedua.

31. Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

32. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan

oksitoksin 10 unit I.M di gluteus atau 1/3 atas paha kanan

ibubagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

Penegangan tali pusat terkendali

33. Memindahkan klem pada tali pusat.

34. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu tepat

di atas tulang pubis dan menggunakan tangan ini untuk

melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus.

Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

35. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan

penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut.

Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian

mengeluarkan Plasenta

36. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran

sambilmenarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah


64

atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan

berlawanan arah pada uterus.

a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva.

b. Jika tali pusat tidak lepas setelah melakukan penegangan tali

pusat selama 15 menit :

1) Mengulangi pemberian oksitoksin 10 unit LM.

2) Menilai kandung kemih dan dilakukan katerisasi kandung

kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.

3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit

berikutnya.

5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit

sejak kelahiran bayi.

37. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran

plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang

plasenta dengan dua tangan dengan hati-hati memutar

plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut

perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut. Jika selaput

ketuban robek, memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi

atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan

seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps


65

desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian

selaput yang tertinggal.

Pemijatan uterus

38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir,

lakukanmasase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus

danmelakukan masase dengan gerakan melingkar dengan

lembuthingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).

Menilai perdarahan

39. Memeriksa kedua plasenta baik yang menempel ke ibu

maupunjanin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa

plasentadan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan

plasenta didalam kantung plastik atau tempat khusus. Jika

uterus tidakberkontraksi setelah melakukan masase selama 15

detik mengambil tindakan yang sesuai.

40. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan

segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

Melakukan prosedur pasca persalinan

41. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan

baik.

42. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan

kedalam larutan klorin 0,5% membilas kedua tangan yang

masih bersarung tangan tersebut dengan air desinfeksi tingkat


66

tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan

kering.

43. Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau steril

atau mengikatkan tali desinfeksi tingkat tinggi dengan simpul

mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

44. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang

berseberangan dengan simpul mati yang pertama.

45. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam

larutanklorin 0,5%

46. Menyelimuti kembali bayi atau menutupi bagian kepalanya.

Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

47. Menganjurkan ibu untuk meiakukan pemberian ASI.

48. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan

vagina.

a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.

b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.

c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.

d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan

perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.

e. Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan,

lakukukan penjahitan dengan anestesia lokal dan

menggunakan teknik yang sesuai.


67

49. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase

uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

50. Mengevaluasi kehilangan darah.

51. Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih

setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan

setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

52. Memeriksa temperatur suhu tubuh sekali setiap jam selama

dua jam pertama pasca persalinan.

53. Melakukan tindakan yang sesuai dengan temuan yang tidak

normal.

Kebersihan dan keamanan

54. Menempatkan semua peralatan didalam larutan klorin 0,5 %

untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas

pakaian setelah dekontaminasi

55. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat

sampah yang sesuai

56. Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat

tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah

membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

57. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan

ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman

dan makanan yang diinginkan.


68

58. Mendekontaminasi daerah yang digunakan dengan larutan

klorin 0,5 % dan membilas dengan air bersih.Mencelupkan

sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5 %,

membalikkan bagian dalam ke luar untuk merendamnya dalam

larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.

59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang).

C. Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3

bulan (Kemenkes RI, 2015).

Masa nifas atau purperium adalah masa pemulihan kembali,

dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai 42 hari

dimana pada masa itu terjadi pemulihan keadaan alat kandungan

seperti pada saat sebelum terjadi kehamilan (Prawiroharjo, 2014).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali mulaidari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti

prahamil lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 2010)


69

2. Tahapan dalam masa Nifas

Menurut Wahyuningsih, 2018 tahapan masa nifas meliputi :

a. Periode Immediate postpartum

masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.

b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan

normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk,

tidak demam, ibu cukup mendapatkan cairan dan makanan,

serta ibu dapat menyususi dengan baik.

c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan

pemeriksaan sehari-hari serta konseling perencanaan KB.

d. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih

dan sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki

penyulit atau komplikasi.

3. Perubahan fisiologi pada masa nifas

Menurut Kemenkes RI (2015), yaitu:

a. Uterus

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses

dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat

sekitar 30 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta

lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.

b. Serviks
70

Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti

corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak,

kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah

bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2

jam dapat dilalui 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui

1jari.

c. Lochea

Lochea adalaah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.

Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang

nekrotik dari dalam uterus. Pemeriksaan lochea meliputi

perubahan warna dan bau karena lochea memiliki ciri khas :

bau amis atau khas darah dan adanya bau busuk

menandakan adanya infeksi. Jumlah total pengeluaran

seluruh periode lochea rata-rata ± 240-270 ml.

Tabel 2.2 Pembagian Lochea

Lochea Waktu Warna Cir-ciri

Rubra 1-3 Merah Terdiri darah segar,

Hari jaringan sisa-sisa plasenta,

dinding rahim, lemak bayi,

lanugo, dan meconium

Sanguinolenta 4-7 Merah Sisa darah dan berlendir

Hari kecoklatan

dan
71

berlendir

Serosa 8-14 Kuning Mengandung serum,

Hari kecoklatan leukosit, dan robekan/

laserasi plasenta

Alba >14 Putih Mengandung leukosit, sel

Hari desidua, sel epitel, selaput

lender serviks,dan serabut

jaringan yang mati.

Sumber : Kemenkes RI. 2015

d. Vulva, vagina dan perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta

peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan

bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses

tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur.

Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan

tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur

akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.

Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses

pembentukan berubah menjadi kurunkulae motiformis yang

khas bagi wanita multipara.

Perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang

oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Perubahan

pada perineum pas ca melahirkan terjadi pada saat perineum


72

mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara

spontan ataupun dilakukan episiotomy dengan indikasi

tertentu. Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah

mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun

tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan.

Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan

saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan

otot perineum dapat mengembalikan tonus otot tersebut dan

dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu.Hal ini

dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian

(Marmi, 2015).

e. Sistem Pencernaan

Pasca melahirkan, kadar progesterone juga mulai

menurun. Namun demikian fungsi usus memerlukan waktu 3-4

hari untuk kembali normal.Buang air besar secara spontan

bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.

Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun

selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum,

diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang

makan atau dehidrasi. Pada ibu yang mengalami episiotomi,

laserasi dan hemoroid sering menduga nyeri saat defekasi

sehingga ibu sering menunda untuk defekasi. Faktor tersebut

mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama.


73

Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu

nifas. Akan tetapi proses konstipasi juga dapat dipengaruhi

oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya

akan terbuka bila ibu buang air besar (Marmi,2015).

f. Sistem Perkemihan

Ibu postpartum dianjurkan segera buang air kecil, agar

tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa

nyaman. Namun demikian, paska melahirkan ibu sulit merasa

buang air kecil dikarena trauma yang terjadi pada uretra dan

kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi

melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami

oedema.Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan

kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi

anestesi menyebab keinginan untuk berkemih menurun.Selain

itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat

melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau

mengubah reflex berkemih. Penurunan berkemih, seiring

diuresis pascapartum bisa menyebabkan distensi kandung

kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah

wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih

karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi

dengan baik. Pada masa pasca partum tahap lanjut, distensi

yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih


74

peka terhadap infeksi sehingga menggangu proses berkemih

normal. Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih

dalam mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan

mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus

kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam 5-7 hari

setelah bayi lahir (Marmi, 2015).

g. Tanda-tandaVital

1) Suhu tubuh

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0C.

Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih

0,50C dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat

dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan

maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4

postpartum, suhu badan akan naik lagi. Apabila kenaikan

suhu tubuh diatas 380C, waspada terhadap infeksi

postpartum.

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80

x/menit. Pasca melahirkan denyut nadi dapat menjadi

bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi

100 x/menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau

perdarahan post partum.

3) Tekanan Darah
75

Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada

pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke

seluruh anggota tubuh manusia.Tekanan darah normal

manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolic

60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal,

tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan

darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat

diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah

tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya

preeklampsia post partum.

4) Pernafasan

Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa

adalah 16-24 x/menit. Pada ibu post partum umumnya

pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu

dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.

Keadaan pernafsan selalu berhubungan dengan keadaan

suhu dan denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal,

pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada

gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan

pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan

ada tanda-tanda syok (Marmi, 2015).

3. Perubahan Psikologis pada Masa Nifas

a. Taking In
76

Yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari hari pertama

sampai hari kedua pasca melahirkan. Pada fase ini ibu

sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri, ibu akan

berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya

dari awal sampai akhir, ibu perlu bicara dengan dirinya sendiri.

Ketidak nyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti

mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur dan kelelahan

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut

membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gangguan

psikologis yang mungkin dialami,seperti menangis dan mudah

tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung lebih pasif

terhadap lingkungannya.

Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan

pendekatan yang empatik agar ibu dapat melewati fase ini

dengan baik, ibu hanya ingin didengarkan dan diperhatikan.

Kemampuan mendengarkan (listening skills) dan

menyediakan waktu yang cukup merupakan dukungan yang

tidak ternilai bagi ibu. Kehadiran suami atau keluarga sangat

diperlukan pada fase ini.

a. Taking Hold

Adalah periode yang berlangsung antara 3–10 hari setelah

melahirkan. Pada fase ini akan timbul rasa khawatir akan

ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam


77

merawat bayinya. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif,

sehingga mudah tersinggung dan marah. Dukungan moril

sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu.

Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan

kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai

penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu

nifas. Tugas petugas kesehatan adalah mengajarkan

bagaimana cara merawat bayi, cara menyusui yang baik dan

benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan

pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu seperti gizi,

istirahat dan kebersihan diri.

b. Letting Go

Adalah periode menerima tanggung jawab akan peran

barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah

melahirkan. Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan

bayinya. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan

ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi

butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi

kebutuhan bayinya. Keinginan.

untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada fase

ini. Ibu akan lebih percaya diri menjalankan peran barunya.

Pendidikan kesehatan yang diberikan pada fase ini


78

sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri

dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.

4. Dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan

ibu. Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi,

mengerjakan urusan rumah tangga sehingga ibu tidak

terlalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang cukup

sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk

merawat bayinya. Kebutuhan Dasar pada Masa Nifas

a. Nutrisi dan Cairan pada Ibu Menyusui

Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan

dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral

dan vitamin yang cukup. Minum sedikitnya 3 liter air setiap

hari (anjurkan ibu minum setiap kali menyusui).

b. Ambulasi

c. Ibu harus dibantu turun dari tempat tidur dalam 24 jam

pertama setelah kelahiran pervaginam. Ambulasi dini

sangat penting dalam mencegah trombosis vena.

d. Eliminasi

Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan 3-

4jam.

e. Kebersihan Diri/Perineum
79

Pada ibu nifas sebaiknya dianjurkan kebersihan seluruh

tubuh. Mengajarkan pada ibu bagaimana membersihkan

daerah kelamin dengan suhu dan air.

f. Istirahat

Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan rumah tangga

secara perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau

beristirahat selama bayi tidur.

g. Seksual

Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri

begitu darah merah berhenti keluar. Maka coitus bisa

dilakukan pada 3-4 minggu postpartum.

h. Latihan Senam Nifas

Senam tangan dan bahu secara teratur sangat penting untuk

mengendurkan ketegangan ini, dan juga dengan

menggunakan gerakan tubuh yang baik, sikap yang baik

serta posisi yang nyaman pada waktu pemberian ASI.

4. Perubahan Psikologis pada Masa Nifas

Menurut Walyani, 2016. Fase-fase yang akan dialami oleh

ibu pada masa nifas yaitu :

a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari

hari pertama sampai hari kedua melahirkan. Pada fase ini ibu

sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri.

Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini seperti


80

mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Gangguan

fisiologis yang mungkin dirasakan ibu adalah :

1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang

diinginkan tentang bayinya misal jenis kelamin tertentu,

warna kulit, jenis rambut dan lainnya.

2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik

yang dialami ibu misal rasa mules karena rahim

berkontraksi untuk kembali pada keadaan semula,

payudara bengkak, nyeri luka jahitan.

3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.

4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara

merawat bayi dan cenderung melihat saja tanpa

membantu. Ibu akan merasakan tidak nyaman karena

sebenarnya hal tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu

semata.

b. Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-

10 hari setelah melahirkan. Pada fase ibu timbul rasa khawatir

akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam

merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif,

sehingga mudah tersinggung dan marah.

c. Fase letting go adalah period menerima tanggung jawab akan

peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah


81

melahirkan. Terjadinya peningkatan akan perawatan diri dan

bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah

meningkat fase ini.

5. Asuhan masa nifas

a. Tujuan asuhan masa nifas

Tujuan dari perawatan nifas adalah memulihkan kesehatan

umum penderita, mempertahankan kesehatan psikologis,

mencegah infeksi dan komplikasi, memperlancar produksi

ASI, mengajarkan ibu perawatan masa nifas dan merawat

bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang normal

(Walyani,2016).

b. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Kunjungan nifas dilaksanakan paling sedikit empat kali

dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani

masalah yang terjadi (Walyani, 2016).

6. Tanda Bahaya Masa Nifas

Setelah ibu melahirkan, selanjutnya ibu memasuki

tahap masa nifas atau lazim disebut puerperium. Masa nifas

dimulai 1 jam setelah plasenta lahir hingga 6 minggu (42 hari)

setelahnya.

Menurut saifuddin, asuhan masa nifas sangat

diperlukan karena masa nifas merupakan masa kritis yang


82

memungkinkan unruk terjadinya masalah-masalah yang

berakibat fatal karena dapat menyebabkan kematian ibu. Oleh

karena itu perhatian penuh dari bidan sangat diperlukan salah

satunya dengan memberikan asuhan kebidanan

berkesinambungan yang berkulitas secara optimal. Dampak

yang terjadi jika cakupan pelayanan yang diberikan rendah,

dapat menyebabkan permasalahan pada ibu nifas seperti

pendarahan postpartum, infeksi saat masa nifas, dan masalah

obstetri lainya pada masa nifas.

Tanda bahaya masa nifas yang perlu diwaspadai oleh ibu

diantaranya:

1. Pendarahan pascasalin

Pendarahan paska persalinan yaitu pendarahan

pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir.

Pendarahan pascasalin menurut Kemenkes RI ( 2016) dibagi

menjadi 2, yaitu:

1) Pendarahan pascasalin primer ( Early Postpartum

Haemorrhage), yaitu pendarahan yang terjadi dalam 24 jam

perama paska persalinan segera. Penyebab pendarahan ini

diantaranya atonia persalinan segera. Retensio plasenta,

sisa plasenta yang tertinggal, dan robekan jalan lahir.

2) Pendarahan pascasalin sekunder ( Late Postpartum

Haemorrhage), yaitu pendarahan yang terjadi selama 24


83

jam perama paska persalinan. Penyebab utama

pendarahan ini diantaranya robekan jalan lahir, sisa

plasenta yang tertinggal atau membran. Sakit kepala yang

hebat, pembengkakan di wajah, tangan dan kaki. Payudara

yang berubah merah, panas dan terasa sakit. Ibu yang

dietnya buruk, kurang istirahat dan anemia mudah

mengalami infeksi.

2. Infeksi Masa Nifas

Bakteri dapat menjadi satu penyebab infeksi setelah

persalinan. Selain kurang menjaga kebersihan dan

perawatan masa nifas yang kurang tepat, faktor lain yang

memicu seperti adanya luka bekas pelepasan plasenta,

laserasi pada saluran genetalia termasuk episiotomi pada

perineum ataupun dinding vagina dan serviks. Gejala

umum yang dapat terjadi:

1) Temperatur suhu meningkat >38ºC

2) Ibu mengalami peningkatan pernapasan (tekikardi)

dan penurunan pernafasan (bradikardi) secara drastis,

serta tekanan darah yang tidak teratur,

3) Ibu terlihat lemah, gelisah, sakit kepala dan kondisis

terburuknya ibu tidak sadar/koma,

4) Proses involusi uteri terganggu,

5) Lokea yang keluar berbauh dan bernanah.


84

3. Demam, Muntah dan Nyeri Saat Berkemih

Pada massa nifas ini ibu cenderung mengalami

peningkatan shu badan dan nyeri saat berkemih. Nyeri ini

disebabkan oleh luka bekas episiotomi, atau laserasi

periuretra yang menyebabkan ketidaknyamanan pada ibu.

Demam dengan suhu >38ºC mengindikasikan adanya infeksi

pada saluran kemih.

4. Kehilangan Nafsu Makan Dalam Waktu Yang Lama.

Selepas persalinan ibu akan mengalami kelelahan

yang amat berat, karena tenaga ibu banyak terkuras saat

menjalani proses persalinannya. Karena kelelahan ini

akhirnya berdampak pada nafsu makan ibu menurun. Pada

masa ini dukungan keluarga sangat diperlukan dalam

membantu ibu untuk tetap makan dan mencukupi kebutuhan

nutrisinya dengan baik.

5. Payudara Berubah Kemerahan, Panas, dan terasa sakit.

Jika ASI ibu tidak disusukan pada bayinya maka dapat

menyebabkan terjadinya bendungan ASI, payudara memerah,

panas, dan terasa sakit yang berlanjut pada mastitis, atau

terjadi radang (peradangan pada payudara).

6. Pembengkakan Pada Wajah dan Ekstremitas.

Waspadah preeklamsi yang timbul dengan tanda-tanda:


85

1) Tekanan darah ibu tinggi

2) Terdapat oedem/ pembengkakan di wajah dan

ekstremitas,

3) Pada pemeriksaan urine ditemukan protein urine.

Kunjungan Waktu Kunjungan Tujuan Kunjungan

Nifas

I 6-8 Jam setelah 1. Mencegah perdarahan masa nifas

persalinan karena atonia uteri

2. Meendeteksi penyebab lain

perdarahan serta melakukan rujukan

bila perdarahan berlanjut

3. Melakukan konseling pada ibu untuk

keluarga jika terjadi masalah

4. Memfasilitasi ibu untuk pemberian ASI

awal

5. Memfasilitasi, mengajarkan cara

hubungan ibu dan bayi (Bounding

attachment)

6. Menjaga bayi tetap sehat dan hangat

dengan cara mncegah hipotermia

7. Memastikan ibu merawat bayu

dengan baik(perawatan tali

pusat,memandikan bayi)

II 6 hari setelah 1. Memastikan involusi uteri berjalan

persalinan normal, uterus berkontraksi baik,


86

tinggi fundus uteri dibawah pusat

(umbilicus), tidak ada perdarahan,

lochea tidakberbau

2. Mendeteksi tanda-tanda : demam,

perdarahan abnormal, sakit kepala

hebat,dll

3. Memastikan ibu menyusui dengan

baik dan tak memperihatkan tanda-

tanda penyulit

4. Memberikan konseling pada ibu

memberikan asuhan pada talli pusat,

menjaga bayi tetap hangat dan

merawat bayi sehari-hari

5. Melakukan konseling KB secara

mandiri

6. Memastikan ibu untuk melakukan

pemeriksaan bayi ke pelayanan

kesehatan terdekat

III 2 minggu setelah Sama dengan kunjungan ke II

persalinan

IV 6 minggu setelah 1. Menanyakan kepada ibu adakah

persalinan masalah/penyulit yang dialami ibu

maupun bayinya

2. Memastikan ibu untuk memilih

kontrasepsi efektif/sesuai kebutuhan


87

D. Bayi baru lahir

1. Definisi

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia

kehamilan 37-42 minggu dengan berat lahir berat badan lahir

antara 2500- 4000 gram (Sondakh,2013)

2. Ciri-ciri bayi baru lahir

(Menurut Tando, 2016) ciri-ciri bayi baru lahir :

a. Berat badan 2.500-4.000 gram.

b. Panjang badan 48-52 cm.

c. Lingkar dada 30-38 cm.

d. Lingkar kepala 33-35 cm.

e. Frekuensi jantung 120-160 x/menit.

f. Pernapasan ± 40-60 x/menit.

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan

cukup.

h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah

sempurna.

i. Kuku agak panjang dan lemas.

j. Genitalia: pada perempuan, labiamayora sudah menutupi labia

minora, pada laki-laki, testis sudah turun, skrotum sudah ada.

k. Refleks isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

l. Refleks moro atau gerak memeluk jika di kagetkan sudah baik.


88

m.Refleks grasp atau menggenggam sudah baik.

n. Eliminasi baik, mekonium keluar dalam 24 jam pertama

3. Perubahan fisiologis bayi baru lahir

Menurut Muslihatun, 2012 adaptasi fisiologis yang terjadi pada

bayi baru lahir adalah:

a. Sistem pernapasan

Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru

bayi. Pernafasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu

30 menit pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk

mempertahankan tekanan alveoli, selain adanya surfaktan yang

dengan menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan merintih

sehingga udara tertahan di dalam.

b. Suhu tubuh

Terdapat empat mekanisme kemungkinan hilangnya panas

tubuh dari bayi baru lahir ke lingkungannya.

1) Evaporasi

Panas hilang melalui proses penguapan tergantung

kepada kecepatan dan kelembaban udara (perpindahan

panas antara 2 objek yang mempunyai suhu berbeda).

2) Konduksi

Panas yang dihantarkan dari tubuh bayi ke benda

sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi


89

(pemindahan panas dari tubuh bayi ke objek lain melalui

kontak langsung).

3) Konveksi

Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang

sedang bergerak (jumlah panas yang hilang tergantung

kepada kecepatan dan suhu udara).

4) Radiasi

Panas dipancarkan dari bayi baru lahir, keluar tubuhnya

kelingkungan yang lebih dingin (pemindahan panas antara 2

objek yang mempunyai suhu berbeda).

c. Mekanisme Kehilangan Panas Tubuh Bayi Baru Lahir

1. Evaporasi adalah kehilangan panas pada tubuh bayi karena

menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi

setelah lahir karena bayi tidak cepat dikeringkan atau terjadi

setelah bayi dimandikan.

Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak

langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.

Bayi yang diletakan diatas meja, tempat tidur atau timbangan

yang dingin

2. Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi

terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang

dilahirkan atau ditempatkan dalam ruang yang dingin akan

cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga


90

dapat terjadi jika ada tiupan kipas angin, aliran udara atau

penyejuk ruangan.

3. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi saat bayi

ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur tubuh

lebih rendah dari temperatur tubuh bayi. Bayi akan

mengalami kehilangan panas meskipun benda yang lebih

dingin tersebut tidak bersentuhan langsung dengan tubuh

bayi.

d. Metabolisme

Bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dengan lingkungan

baru sehingga energi diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan

lemak. Pada jam-jam pertama energi didapatkan dari perubahan

karbohidrat. Pada hari kedua, energi berasal dari pembakaran

lemak. Setelah mendapat susu kurang lebih pada hari keenam,

pemenuhan kebutuhan energi bayi 60% didapatkan dari lemak

dan 40% dari karbohidrat.

e. Peredaran darah

Setelah bayi lahir, paru akan berkembang mengakibatkan


91

tekanan anteriol dalam paru menurun. Tekanan dalam jantung

kanan turun, sehingga tekanan jantung kiri lebih besar daripada

tekanan jantung kanan yang mengakibatkan menutupnya

foramen ovale secara fungsional.

f. Keseimbangan air dan fungsi ginjal

Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan

kadar natrium relatif lebih besar dari kalium karena ruangan

ekstraseluler luas. Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah

nefron masih belum sebanyak orang dewasa.

g. Imunoglobin

Pada bayi baru lahir hanya terdapat gama globulin G,

sehingga imunologi dari ibu dapat melalui plasenta karena berat

molekulnya kecil.

h. Traktus digestivus

Pada neonatus, traktus digestivus mengandung zat yang

berwarna hitam kehijauan yang terdiri dari mukopolisakarida dan

disebut mekonium.

f. Hati

Segera setelah lahir, hati menunjukkan perubahan kimia dan

morfologis, yaitu kenaikan kadar protein serta penurunan kadar

lemak dan glikogen. Enzim hati belum aktif benar pada waktu
92

bayi baru lahir daya detoksifikasi hati pada neonatus juga belum

sempurna.

i. Keseimbangan asam basa

Derajat keasaman (pH) darah pada waktu lahir rendah

karena glikolisis anaerobik. Dalam 24 jam neonatus telah

mengkompensasi dosis ini.

4. Asuhan bayi baru lahir

Manajemen asuhan segera pada BBL normal adalah asuhan

yang diberikan pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran,

dilanjutkan sampai 24 jam setelah kelahiran. Asuhan yang

diberikan kepada BBL bertujuan untuk memberikan asuhan yang

adekuat dan terstandar pada BBL dengan memperhatikan riwayat

bayi selama kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi segera

setelah lahir. Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan

kebidanan pada BBL adalah terlaksananya asuhan segera/rutin

pada BBL termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosis

dan masalah potensial, tindakan segera serta rencana asuhan

(Walyani, 2015).

a. Pencegahan Infeksi

1. Pencegahan Infeksi padaTali Pusat

Upaya ini dilakukan dengan cara merawat tali pusat yang

berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena

urine, kotoran bayi atau tanah. Dilarang membubuhkan atau


93

mengoleskan ramuan, abu dapur atau sebagainya pada tali

pusat sebab akanmenyebabkan infeksi dan tetanus yang

berakhir dengan kematian neonatal (Kumalasari, 2015).

2. Pencegahan Infeksi pada Kulit

Cara untuk mencegah terjadinya infeksi pada kulit bayi baru

lahir atau penyakit infeksi lain adalah dengan melekatkan

bayi didada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan

bayi, sehingga menyebabkan terjadi kolonisasi

mikroorganisme yang ada dikulit dan saluran pencernaan bayi

dengan mikroorganisme ibu yang cenderung bersifat non

patogen, serta adanya zat antibodi bayi yang sudah terbentuk

serta terkandung dalam air susu ibu (Kumalasari, 2015).

3. Pencegahan Infeksi pada Mata Bayi Baru Lahir

Dalam waktu satu jam setelah bayi lahir, berikan salep

mata untuk mencegah oftalmia neonatorum (tetrasiklin 1%,

eritromisin 0,5% atau nitras argensi 1% (Kumalasari, 2015).

b. Imunisasi

Vaksinisasi telah mengurangi morbiditas dan moralitas yang

disebabkan penyakit menular pada masa kanak- kanak, seperti

Pertusi dan Campak. Untuk melindungi bayi, satu pendekatan

mungkin tidak cukup, harus dengan banyak strategi imunisasi,


94

sehingga meningkatkan vaksinasi harus menjadi Prioritas

kesehatan masyarakat dan harus diterapkan dalam metode

terpadu. Imunisasi hepatitis B sudah merupakan program

nasional, meskipun pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.

Pada daerah resiko tinggi, pemberian imunisasi hepatitis B

dianjurkan pada bayi baru lahir (Kumalasari, 2015).

Table 2.4

jadwal pemberian imunisasi

Umur

0-7 hari Hb 0

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT/HB 1, Polio 2

3 bulan DPT/HB 2, Polio 3

4 bulan DPT/HB 3, Polio 4

9 bulan Campak

c. Kunjungan neonatus

Terdapat tiga kali kujungan neonatus menurut (Buku Saku

Asuhan Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2013) yaitu:

1) Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)

a) Menjaga kehangatan bayi

b) Memastikan bayi menyusu sesering mungkin


95

c) Memastikan bayi sudah buang air besar (BAB) dan buang

air kecil (BAK)

d) Memastikan bayi cukup tidur

e) Menjaga kebersihan kulit bayi

f) Perawatan tali pusat untuk mencegah infeksi

g) Mengamati tanda-tanda infeksi

2) Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)

a) Mengingatkan ibu untuk menjaga kehangatan bayinya

b) Menanyakan pada ibu apakah bayi menyusu kuat

c) Menanyakan pada ibu apakah BAB dan BAK bayi normal

d) Menyakan apakah bayi tidur lelap atau rewel

e) Menjaga kekeringan tali pusat

f) Menanyakan pada ibu apakah terdapat tanda-tanda infeks

3) Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)

a) Mengingatkan ibu untuk menjaga kehangatan bayinya

b) Menanyakan pada ibu apakah bayi menyusu kuat

c) Menganjurkan ibu untuk menyusui ASI saja tanpa makanan

tambahan selama 6 bulan

d) Bayi sudah mendapatkan imunisasi BCG, Polio dan

hepatitis

e) Mengingatkan ibu untuk menjaga pusat tetap bersih dan

kering

f) Mengingatkan ibu untuk mengamati tanda-tanda infeksi.


96

Menurut (Saifudin, 2013). Asuhan yang diberikan pada bayi

baru lahir yaitu diantaranya:

1) Penilaian apgar score

Table 2.3 Penilaian apgar score

Tanda 0 1 2

Appearance Biru, pucat tungkai Badan Semuanya

biru pucat,muda merah

Pulse Tidak teraba <100 >100

Grimace Tidak ada Lambat Menangis kuat

Activity Lemas/lumpuh Gerakan Aktif/feksi

sedikit/fleksi tungkai

tungkai baik/reaksi

melawan

Respiratory Tidak ada Lambat, tidak Baik,

teratur menangis

kuat.

Sumber : Walyani /dan Endang, 2016.

Hasil nilai APGAR skor dinilai setiap variable dengan angka 0,

1 dan 2 nilai tertinggi adalah 10, selanjutnya dapat ditentukan

keadaan bayi sebagai berikut : Nilai 7-10 menunjukan bahwa bayi

dalam keadaan baik (vigrous baby). Nilai 4-6 menunjukkan bayi

mengalami depresi sedang dan membutuhkan tindakan resusitasi.

Nilai 0-3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius dan

membutuhkan resusitasi segera.


97

1) Membersihkan jalan nafas

Bayi normal akan menangis spontan segera lahir. Apabila bayi

tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan

nafas dengan sebagai berikut:

a) Letakkan bayi pada posisi telentang di tempat yang keras dan

hangat.

b) Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu sehingga

leher bayi lebih lama dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala

diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.

c) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi

dengan jari tangan yang di bungkus kassa steril.

d) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok

kulit bayi dengan kain kering dan kasar.

2) Memotong dan merawat tali pusat

Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak

begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali

pada bayi kurang bulan.

3) Mempertahankan suhu tubuh

Pada waktu lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu

badannya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk

membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus

hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolak ukur kebutuhan akan


98

tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya sudah stabil.

Suhu bayi harus dicatat.

4) Memberi vitamin K

Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi

baru lahir dilaporkan cukup tinggi. Untuk mencegah terjadinya

perdarahan tersebut, semua bayi baru lahir normal dan cukup

bulan perlu di beri vitamin K per oral 1 mg/hari selama tiga hari,

sedangkan bayi berisiko tinggi di beri vitamin K parenteral

dengan dosis 0,5 mg/hari.

5) Memberi salep mata

Perawatan mata harus dikerjakan segera. Tindakan ini dapat

dilakukan setelah selesai melakukan perawatan tali pusat. Dan

harus dicatat di dalam status termasuk obat apa yang digunakan.

6) Identifikasi bayi

Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang persalinannya

kemungkinan lebih dari satu persalinan, maka sebuah alat

pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru

lahir dan harus tetap di tempatnya sampai waktu bayi di

pulangkan.

7) Pemantauan bayi baru lahir

a) Dua jam pertama sesudah lahir

Hal-hal yang dinilai pada jam pertama sesudah lahir meliputi:

(1) Kemampuan menghisap kuat atau lemah


99

(2) Bayi tampak aktif atau lunglai

(3) Bayi kemerahan atau biru

b) Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya.

Penolong persalinan melakukan pemeriksaan dan penilaian

terhadap ada tidaknya masalah kesehatan yang memerlukan

tindak lanjut.

3) Pemantauan tanda-tanda vital

a) Suhu, suhu normal bayi baru lahir normal 36,5 0C - 37,50C.

b) Pernapasan, pernapasan bayi baru lahir normal 30-60 kali per

menit.

c) Denyut Jantung, denyut jantung bayi baru lahir normal antara

100-160 kali per menit.

E. Asuhan kebidanan manajemen 7 langkah Varney

Manajemen 7 langkah Varney (2016), yaitu:

1. Pengumpulan data

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data)

yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan kondisi

klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat

menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan

dan nifas, bio-psiko-soiso-spiritual, serta pengetahuan klien.

b. PemeriksaanFisik
100

Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan

pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi :

1) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi dan

perkusi)

2) Pemeriksaan penunjang (laboratorium, dan catatan terbaru

serta catatan sebelumnya). Dalam manajemen kolaborasi, bila

klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan

kepada dokter, bidan akan melakukan upaya konsultasi.

Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukkan

langkah berikutnya sehingga kelengkapan sesuai dengan

kasus yang dihadapi akan menentukkan benar tidaknya

proses interpretasi pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu,

pendekatan ini harus komprehensif, mencakup data subjektif,

data objektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat

menggambarkan kondisi klien yang sebenarnya serta valid.

Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat,

lengkap dan akurat.

2. Interpretasi data

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis

atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data

yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian

diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan

masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah,


101

eduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan

sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.

Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami

wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai denganhasil

pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.

3. Identifikasi Diagnosis dan Masalah Potensial

Pada langkah ketika kita mengidentifikasi masalah potensial

atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang

sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat

waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah potensial

ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan

asuhan yang aman.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu

mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan

masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan

tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak

terjadi. Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional/logis.

4. Tindakan segera atau kolabarasi

Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atu dokter melakukan

konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim

kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah-langkah

keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen


102

kebidanan. Jadi manajemen tidak hanya berlangsung selama

asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga

selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada

waktu wanita tersebut dalam persalinan.

Dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu

melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim

kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli

perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini bidan harus mampu

mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa

konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen

asuhan kebidanan.

5. Rencana asuhan

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh,

ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini

merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau

masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, dan pada

langkah ini reformasi/data dasar yang tidak lengkap dapat

dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi

apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap

masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman

antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan


103

akan terjadi berikutnya apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,

dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang

berkaitan dengan sosial-ekonomi, cultural atau masalah psikologis.

Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut

sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek

asuhan. Setiap rencana haruslah disetujui oleh kedua belah pihak,

yaitu oleh bidan dan klien, agar dapat dilaksankan dengan efektif

karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut.

Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan

rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana

bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum

melaksanakan.

6. Implementasi

Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang

telah diurakan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien

dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau

sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau

anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukannya

sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan

pelaksanaannya (misalnya : memastikan agar langkah-langkah

tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan


104

dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab

terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh

tersebut.

7. Evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari

asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan

bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan

sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang sesuai

dengan masalah dan diagnosis klien, juga benar dalam

pelaksanaannya. Disamping melakukan evaluasi terhadap hasil

asuhan yang telah diberikan, bidan juga dapat melakukan evaluasi

terhadap proses asuhan yang telah diberikan. Dengan harapan,

hasil evaluasi proses sama dengan hasil evaluasi secara

keseluruhan.

F. Pendokumentasian SOAP

1. Pengertian SOAP

SOAP adalah catatan yang tertulis secara singkat, lengkap dan

bermanfaat bagi bidan atau pemberian asuhan yang lain mulai dari

data subjektif, objektif, assessment danplan.

2. Tujuan Catatan SOAP

a. Menciptakan catatan permanen tentang asuhan yang diberikan.

b. Memungkiinkan berbagai informasi antara pemberian asuhan.


105

c. Memfasilitasi asuhan yang berkesinambungan.

d. Memungkinkan pengevaluasian dari asuhhan yang diberikan.

e. Memberikan data untuk catatan nasional, riset dan statistic.

f. Meningkatkan pemberian asuhan yang lebih aman dan bermutu

tinggi kepada pasien (Varney, 2016).

3. Manfaat catatan SOAP

a. Pendokumentasian metode SOAP merupakan kemajuan

informasi yang sistematis yang mengorganisir pertemuan data

kesimmpulan bidan menjadi rencana asuhan.

b. Metode ini merupakan penyaringan intisari dari proses

pelaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan

pendokumentasian asuhan.

c. Merupakan urutan-urutan dalam mengorganisir pikiran bidan dan

pemberian asuhan yang menyeluruh (Varney, 2016)

4. Tahap-tahap Manajemen SOAP :

a. Subjektif (S)

Informasi atau data yang diperoleh dari apa yang dikatakan

oleh klien.

b. Objektif (O)

Data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan oleh

bidan saat melakukan pemeriksaan dari hasil laboratorium.

c. Assessment (A)
106

Kesimpulan yang dibuat untuk mengambil suatu diagnosis

berdasarkan data subjektif dan data objektif.

d. Plan(P) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai

dengan kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai