Makalah Ilmu Fiqh Kelompok 12 - FIQIH MAWARIS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ Fiqih Mawaris “
Untuk Memenuhi tugas kuliah ilmu fiqih
Dosen pengampu : Nandang Abdurohim M.Ag

Disusun Oleh :
Muhammad Chaider Ali D.S ( 121201099 )
Muhammad Ari Muhsin ( )
Muhammad Wildan Fachruri ( 1212010109 )

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmu fiqih ini yang berjudul "Fiqih Mawaris ". Adapun
makalah ilmu fiqih ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan kerja sama
seluruh anggota kelompok, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada bapa Nandang Abdurohim M.Ag selaku
dosen pengampu bidang studi ilmu fiqih yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Harapan kami, informasi dan
materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Demikian makalah ini kami
buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami
angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari
pembaca agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya

Bandung, 18 oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I..........................................................................................................................................
A. PENDAHULUAN..........................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................
C. TUJUAN MASALAH....................................................................................................
BAB II........................................................................................................................................
PEMBAHASAN :
A. PENGERTIAN WARIS DAN HUKUM WARIS.........................................................
B. DALIL QUR’AN DAN HADITS TENTANG WARIS................................................
C. RUKUN PEWARISAN.................................................................................................
D. HUKUM MEMPELAJARI DAN MENGAJARKANNYA.........................................
E. MANFAAT WARIS......................................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.............................................................................................................
B. SARAN.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu membawa
pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama ,dengan orang yang dekat dengannya. Baik
dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.
Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya
hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat dan masyarakat lingkungannya.
Demikian jugadengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada diri, keluarga,
masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu, kematian tersebut menimbulkan kewajiban orang lain
bagi dirinya (si mayit) yang berhubungandengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula
akibat hukum lain secara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para
keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut
bagaiman acara penyelesaian harta peninggalan kepada keluarganya yang dikenal dengan nama Hukum
Waris. Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal dengan nama IlmuMawaris, Fiqih Mawaris, atau
Faraidh.
Dalam hukum waris tersebut ditentukanlah siapa-siapa yang menjadi ahli waris, siapa-siapa yang
berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian mereka masing-masing bagaimana
ketentuan pembagiannya serta diatur pula berbagai hal yang berhubungan dengan soal pembagian harta
warisan.
Hukum waris islam adalah salah satu dari obyek yang dibahas dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia selain masalah munakahah dan muamalah. Masalah hukum waris islam ini sangat penting
sekali untuk difahami oleh umat muslim. Akan tetapi seperti yang telah banyak kita ketahui, hukum waris
islam di Indonesia sudah mulai ditinggalkan oleh umat muslim. Karena hukum waris islam itu sendiri
dianggap sulit untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Semakin kompleknya hubungan
kekerabatan atau kekeluargaan yang terdapat dalam masyarakat menjadi salah satu faktor yang menjadi
penyebab hukum waris islam mulai ditinggalkan masyarakat, dan mayoritas umat muslim sekarang ini
menggunakan hukum waris yang umum digunakan dalam masyarakat bukan hukum waris islam yang
telah di atur dalam Al-Qur’an dan juga As-sunnah.
b. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian waris dan bagaimana hukum waris?
2. Apa saja dalil al-qur’an dan al-hadist tentang waris?
3. Apa saja rukun dalam hak waris ?
4. Bagaimana Hukum mempelajari dan mengajarkannya?
5. Apa saja manfaat waris?
c. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian waris dan hukum waris..
2. Untuk mengetahui dalil al-qur’an dan al-hadist tentang waris.
3. Untuk mengetahui rukun hak waris
4. Untuk mengetahui hukum mempelajari dan mengajarkannya.
5. Untuk mengetahui manfaat dari waris
BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Waris dan Hukum Waris


Mawaris adalah ilmu yang membicrakan tentang cara-cara pembagian harta waris. Ilmu mawaris
disebut juga ilmu faraid. Harta waris ialah harta peninggalan orang mati. Di dalam islam, harta waris
disebut juga tirkah yang berarti peninggalan atau harta yang ditinggal mati oleh pemiliknya. Di kalangan
tertentu, harta waris disebut juga harta pusaka. Banyak terjadi fitnah berkenaan dengan harta waris.
Terkadang hubungan persaudaraan dapat terputus karena terjadi persengketaan dalam pembagian harta
tersebut. Islam hadir memberi petunjuk cara pembagian harta waris. Diharapkan dengan petunjuk itu
manusia akan terhindar dari pertikaian sesame ahli waris.
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (‫)موارث‬, yang merupakan
mashdar (infinitif) dari kata : waratsa –yaritsu – irtsan – miratsan. Maknanya menurut bahasa adalah ;
berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan maknanya menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan
itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hakmilik yang legal secara syar’i. Jadi yang
dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang
telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran danal-
Hadis.
Sedangkan istilah Fiqih Mawaris dimaksudkan ilmu fiqih yang mempelajari siapa-siapa ahli
waris yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak menerima, serta bagian-bagian tertentu
yang diterimanya.
Sedangkan Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan warisan sebagai berikut; soal apakah dan
bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia
meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Pengertian waris dari kata mirats, menurut bahasa adalah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada
orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Sesuatu ini bersifat umum, bisa berupa harta,
ilmu, keluhuran atau kemuliaan.
Sedangkan waris menurut Ash-Shabuni, ialah berpindahnya hak milik dari mayit kepada ahli
warisnya yang hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta, atau hak-hak syar’i ahli waris.
Adapun dalam hukum waris Islam adalah penggunaan hak manusia akan harta peninggalan orang
yang meninggal kepada ahli waris karena adanya sebab-sebab dan telah terpenuhinya syarat rukunnya,
tidak tergolong terhalang atau menjadi penghalang warits.
Menurut al-Raghib (dalam Ali Parman), dikatakan bahwa pewarisan adalah pengalihan harta milik
seseorang yang telah wafat kepada seseorang yang masih hidup tanpa terjadi akad lebih dahulu.
Jadi esensi pewarisan dalam al-Quran adalah proses pelaksanaan hak-hak pewaris kepada ahli
warisnya dengan pembagian harta pusaka melalui tata cara yang telah ditetapkan oleh nash. Kata kedua
dalam Al-Qur’an yang menunjukan waris dan kewarisan adalah Al-faraidh. Dalam bahasa Arab, al-
Faraidh adalah bentuk jamak dari kata faridhah, yang diambil dari kata fardh yang artinya ketentuan yang
pasti. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran Surat An-Nisa’ (4) ayat 11
Fiqih Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, diambil dari lafazh faridhah, yang oleh ulama
faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah, yakni bagian yang telah dipastikan kadarnya. Jadi disebut
dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian harta warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak
menerima warisan, siapa yang tidak berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris
telah ditentukan.
Hukum waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah
meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.
B. Dalil al-qur’an dan al-hadist tentang waris
A. Dalil Al Qur’an
Di dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang secara detail menyebutkan tentang pembagian waris
menurut hukum Islam, di antaranya adalah QS An Nisa ayat: 11, 12, 176.
a. Ayat waris untuk anak

ً‫ق ا ْثنَتَ ْي ِن فَلَ ُهنَّ ثُلُثَا َما ت ََركَ وَِإن َكانَتْ َوا ِح َدة‬ َ ِ‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اُألنثَيَ ْي ِن فَِإن ُكنَّ ن‬
َ ‫ساء فَ ْو‬ َّ ِ‫وصي ُك ُم هّللا ُ فِي َأ ْوالَ ِد ُك ْم ل‬
ِ ُ‫ي‬
ُ‫صف‬ ْ ِّ‫فَلَ َها الن‬
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang
anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan
lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta”. (QS. An-Nisa’ : 11)
b. Ayat waris untuk orang tua

‫ث فَِإن‬ ُ ُ‫ُس ِم َّما تَ َركَ ِإن َكانَ لَهُ َولَ ٌد فَِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّهُ َولَ ٌد َو َو ِرثَهُ َأبَ َواهُ فَُأل ِّم ِه الثُّل‬
ُ ‫سد‬ ُّ ‫َوَألبَ َو ْي ِه لِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ال‬
ً ‫ب لَ ُك ْم نَ ْفعا‬ُ ‫م الَ تَ ْدرُونَ َأيُّ ُه ْم َأ ْق َر‬zْ ‫وصي بِ َها َأ ْو َد ْي ٍن آبَآُؤ ُك ْم َوَأبناُؤ ُك‬ ِ ُ‫صيَّ ٍة ي‬
ِ ‫نب ْع ِد َو‬ َ ‫ُس ِم‬ ُ ‫سد‬ ُّ ‫َكانَ لَهُ ِإ ْخ َوةٌ فَُأل ِّم ِه ال‬
‫يضةً ِّمنَ هّللا ِ ِإنَّ هّللا َ َكانَ َعلِيما َح ِكي ًم‬ َ ‫فَ ِر‬
“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. An-Nisa’ : 11)
c. Ayat waris buat suami dan istri

ِ ‫الربُ ُع ِم َّما ت ََر ْكنَ ِمن بَ ْع ِد َو‬


‫صيَّ ٍة‬ ُّ ‫م ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّ ُهنَّ َولَ ٌد فَِإن َكانَ لَ ُهنَّ َولَ ٌد فَلَ ُك ُم‬zْ ‫اج ُك‬ ُ ‫صفُ َما تَ َر َك َأ ْز َو‬ ْ ِ‫َولَ ُك ْم ن‬
ُّ َّ‫وصينَ بِ َها َأ ْو َد ْي ٍن َولَ ُهن‬
‫الربُ ُع ِم َّما تَ َر ْكتُ ْم ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّ ُك ْم َولَ ٌد فَِإن َكانَ لَ ُك ْم َولَ ٌد فَلَ ُهنَّ الثُّ ُمنُ ِم َّما ت ََر ْكتُم ِّمن بَ ْع ِد‬ ِ ُ‫ي‬
‫صيَّ ٍة تُوصُونَ بِ َها َأ ْو َد ْي ٍن‬ ِ ‫َو‬
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar
utangnya.Paraistri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu”. (QS.
An-Nisa’ : 12)
d. Ayat waris Kalalah
Kalalah lainnya adalah seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan saudara
perempuan.

ْ ِ‫س لَهُ َولَ ٌد َولَهُ ُأ ْختٌ فَلَ َها ن‬


َ‫صفُ َما ت ََرك‬ َ ‫م ِفي ا ْل َكالَلَ ِة ِإ ِن ا ْم ُرٌؤ َهلَكَ لَ ْي‬zْ ‫ستَ ْفتُونَ َك قُ ِل هّللا ُ يُ ْفتِي ُك‬
ْ َ‫ي‬
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu
tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya”. (QS. An-Nisa’ : 176)
B. Dalil Shunah
Ada begitu banyak dalil sunnah nabi yang menunjukkan pensyariatan hukum waris buat umat Islam.
Di antaranya adalah hadits-hadits berikut ini:
.‫ض بَِأ ْهلِ َها فَ َما بَقِ َي فََِأل ْولَى َر ُج ٍل َذكَر‬
َ ‫سو ُل هللاِ َأ ْل ِحقُوا الفَ َراِئ‬
ُ ‫س قَا َل قَا َل َر‬
ٍ ‫َن ا ْب ِن َعبَّا‬
ِ ‫ع‬
“Dari Ibnu Abbas radiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabdam”Bagikanlah harta peninggalan
(warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama.” (HR
Bukhari)
ْ ‫سلِ ُم الكاَفِ َر َوالَ الكَافِ ُر ال ُم‬
‫سلِ َم‬ ْ ‫ث ال ُم‬ َ ‫عَنْ ُأ‬
ُ ‫سا َمةَ ْب ِن َز ْي ٍد قَا َل قَا َل َر‬
ُ ‫سو ُل هللاِ الَ يَ ِر‬
“Dari Usamah bin zaid radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Seorang muslim
tidak mendapat warisan dari orang kafir dan orang kafir tidak mendapat warisan dari seorang muslim”.
Hambal dalam Al-Musnad meriwayatkan:

‫صى َحافَ فِي‬ َ ‫سنَةً فَِإ َذا َأ ْو‬َ َ‫س ْب ِعين‬ َ ‫ ِإنَّ ال َّر ُج َل لَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل َأ ْه ِل ا ْل َخ ْي ِر‬r ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ُ ‫عَنْ َأبِي ُه َر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َر‬
ِ ‫سنَةً فَيَ ْع ِد ُل فِي َو‬
‫صيَّتِ ِه‬ َ َ‫س ْب ِعين‬ َ ‫ش ِّر َع َملِ ِه فَيَد ُْخ ُل النَّا َر وَِإنَّ ال َّر ُج َل لَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل َأه ِْل الش َِّّر‬
َ ِ‫صيَّتِ ِه فَيُ ْختَ ُم لَهُ ب‬
ِ ‫َو‬
ِ ْ‫فَيُ ْختَ ُم لَهُ بِ َخ ْي ِر َع َملِ ِه فَيَد ُْخ ُل ا ْل َجنَّةَ قَا َل ثُ َّم يَقُو ُل َأبُو ه َُر ْي َرةَ َوا ْق َر ُءوا ِإن‬
ٌ ‫شْئتُ ْم تِ ْلكَ ُحدُو ُد هَّللا ِ ِإلَى قَ ْولِ ِه َع َذ‬
‫اب‬
ٌ‫ُم ِهين‬
“Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya seorang beramal dengan amalan kebaikan
selama tujuh puluh tahun, kemudian dia berwasiat (di akhir hayatnya) dan berbuat dzolim dalam
wasiatnya maka amalnya ditutup dengan kejelekan maka diapun masuk neraka, dan ada seorang yang
melakukan amalan kejelekan selama tujuh puluh tahun kemudian dia berwasiat dengan keadilan (diakhir
hayatnya) maka amalannya ditutup dengan kebaikan maka masuklah ke dalam jannah”.

Indahnya islam dalam menjaga hak-hak manusia:

ِ ‫سو َل هَّللا‬ ُ ‫ فَقَالَتْ يَا َر‬r ِ ‫ول هَّللا‬ ِ ‫س‬ ُ ‫س ْع ٍد ِإلَى َر‬ َ ْ‫يع بِا ْبنَتَ ْي َها ِمن‬ ِ ِ‫س ْع ِد ْب ِن ال َّرب‬َ ُ‫عَنْ َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل َجا َءتْ ا ْم َرَأة‬
‫ش ِهيدًا وَِإنَّ َع َّم ُه َما َأ َخ َذ َمالَ ُه َما فَلَ ْم يَ َد ْع لَ ُه َما َمااًل َواَل‬ َ ‫يع قُتِ َل َأبُو ُه َما َم َع َك يَ ْو َم ُأ ُح ٍد‬ِ ِ‫س ْع ِد ْب ِن ال َّرب‬ َ ‫هَاتَا ِن ا ْبنَتَا‬
‫ ِإلَى َع ِّم ِه َما فَقَا َل َأ ْع ِط‬r ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ث فَبَ َع َث َر‬ ِ ‫يرا‬ َ ‫ضي هَّللا ُ فِي َذلِ َك فَنَ َزلَتْ آيَةُ ا ْل ِم‬ ِ ‫ان ِإاَّل َولَ ُه َما َما ٌل قَا َل يَ ْق‬ ِ ‫تُ ْن َك َح‬
َ‫س ْع ٍد الثُّلُثَ ْي ِن َوَأ ْع ِط ُأ َّم ُه َما الثُّ ُمنَ َو َما بَقِ َي فَ ُه َو لَك‬
َ ‫ا ْبنَت َْي‬
“Dari Jabir bin Abdillah t berkata: Istri Sa’d bin Rabi’t mendatangi Rasulullah r dengan membawa kedua
anak perempuan dari Sa’d t, dia berkata: “Wahai Rasulullah, kedua anak perempuan ini adalah anak Sa’d
bin Rabi’ yang terbunuh syahid ketika perang Uhud bersama engkau, dan paman keduanya (saudara laki-
laki Sa’d bin Rabi’-pent) mengambil harta keduanya dan tidak meninggalkan untuk keduanya harta, dan
keduanya tidak bisa dinikahkan kecuali jika memiliki harta. (mendengar pengaduan ini) Rasulullah
bersabda: “Allah akan memutuskan perkara ini.” Kemudian turunlah ayat-ayat tentang waris maka
Rasulullah mengutus kepada paman kedua anak ini dan memerintahkan agar memberi kedua anak
perempuan Sa’d bin Rabi duapertiga, dan memberi ibunya seperdelapan dan apa yang tersisa adalah
untukmu”.

C. Rukun Pewarisan
a. Muwaris, yaitu orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada orang-
orang yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.
b. Waris, yaitu orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits karena sebab-sebab
tertentu. Waris disebut juga dengan Ahli Waris.
c. Mirats, yaitu harta yang ditinggalkan oleh muwaris yang akan dibagikan kepada orang-orang yang
berhak menerimanya (ahli waris). Mirats itu bermacam-macam harta, misalnya tanah, rumah, uang,
kendaraan, dan lain sebagainya.
a. Sebab-sebab Memperoleh Warisan
Adapun sebab-sebab seseorang dapat mewarisi orang yang meninggal itu adalah karena :
a. Hubungan nasab (keturunan)/ pertalian darah (nasab haqiqi) seperti : anak, bapak, ibu dll
b. Hubungan nikah (perkawinan) yang sah (persemendaan) seperti : suami, istri
c. Hubungan wala (kemerdekaan budak) (nasab hukmi)
d. Hubungan agama
Kalau seseorang tidak mempunyai ahli waris, maka harta peninggalannya diserahkan kepada
kepada Bait Al-Mal untuk kepentingan umat islam. Sabda Nabi sebagai berikut :
“Saya menjadi ahli waris dari orang yang tidak mempunyai ahli waris”. (H.R. Ahmad dan Abu
Daud)
b. Halangan Waris-Mewaris (Mawani’ Al-Irtsi)
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan atau menjadi penghalang seseorang untuk waris-
mewarisi adalah karena :

a. Membunuh
Hal ini berdasarkan sabda Nabi :
“Si pembunuh tidak berhak mendapatkan harta warisan sama sekali”. (H.R. An-Nasai)
b. Murtad (keluar dari agama islam)
Rasulullah SAW bersabda :
“Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah SAW telah mengutus aku untuk mendatangi seorang
laki-laki yang menikahkan istri ayahnya. Nabi SAW menyuruh aku agar dia kubunuh dan aku
bagi hartanya sebagai harta rampasan sedangkan dia orang yang murtad”.
c. Kafir atau berbeda agama
Yang dimaksud dengan kafir adalah orang yang memeluk agama selain agama islam. Ketentuan
dalam islam mengatakan bahwa dua orang berbeda agama tidak dapat saling mewarisi.
Rasulullah SAW bersabda :
“Orang islam tidak mewarisi orang kafir demikian juga orang kafir tidak mempusakakan orang
islam”. (HR. Jamaah)
d. Berstatus hamba sahaya
Yang dimaksud dengan hamba sahaya (budak) tidak dapat waris-mewarisi dengan ahli warisnya
adalah jika seorang budak meninggal dunia, maka ayahnya atau ahli warisnya tidak dapat
menerima bagian harta peninggalan budak itu, karena harta budak itu adalah (harta) milik
tuannya. Demikian juga apabila ayah seorang budak atau tuannya meninggal dunia, maka
disebabkan oleh statusnya itu, si budak tidak dapat menerima harta warisan dari ayah atau
tuannya.
Allah SWT berfirman :
“…. hamba sahaya tidak berhak atas sesuatu…” (Q.S An-Nahl : 75)

c. Ahli Waris dan Bagian-bagiannya

Ahli waris adalah orang-orang yang mempunyai hubungan dengan si mayat, baik hubungan
perkawinan, nasab atau memerdekakan budak.
Ditinjau dari sebab-sebab seseorang menjadi ahli waris, maka ahli waris dapat diklasifikasikan
menjadi :
a. Ahli waris sababiyah : orang yang berhak menerima bagian harta peninggalan/harta warisan
karena terjadinya hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal, yaitu suami atau isteri.
b. Ahli waris nasabiyah : orang yang berhak menerima harta peninggalan/harta warisan karena
ada hubungan nasab/pertalian darah atau keturunan dengan orang yang meninggal dunia.
Ahli waris nasabiyah dibagi menjadi tiga kelompok :
 Ushul almayyit adalah bapak-ibu kakek-nenek dan seterusnya sampai ke atas.
 Furu’al mayyit adalah anak-cucu dan seterusnya sampai ke bawah
 Al-hawasyis adalah saudara-paman-bibi-serta anak-anak mereka
Urutan ahli waris laki-laki dan perempuan
a. Ahli waris laki-laki (anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, kakek)
b. Ahli waris perempuan (anak perempuan, cucu perempuan, ibu, nenek)
Ditinjau dari segi bagiannya, dibagi menjadi tiga macam yaitu :
 Ahli Waris Zawil Furud
Ahli waris zawil furud ialah ahli waris yang bagiannya telah ditentukan banyak sedikitnya,
misalnya sebagai berikut :
1. Suami memperoleh setengah dari harta peninggalan istri jika istri tidak meninggalkan anak.
Apabila istri meninggalkan anak, bagian suami seperempat
2. Istri mendapatkan seperempat dari peninggalan harta suami jika suami tidak meninggalkan
anak. Apabila suami meninggalkan anak, bagian istri seperdelapan
 Ahli Waris Asabat
Ahli waris asabat ialah ahli waris yang belum ditentukan besar kecilnya bagian yang diterima, bahkan
kemungkinan asabat tidak memperoleh bagian sama sekali. Hal ini dipengaruhi ahli waris zawil furud.
Asabat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Asabat binafsih, yaitu ahli waris yang secara otomatis dapat menjadi asabat, tanpa sebab yang lain.
Mereka itu ialah :
a. Anak laki-laki, cucu laki-laki terus ke bawah garis laki-laki
b. Bapak, kakek, terus ke atas garis laki-laki
c. Saudara laki-laki sekandung dan sebapak
d. Anak saudara laki-laki sekandung atau sebapak
e. Paman sekandung dengan bapak atau sebapak saja
f. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak atau sebapak
2. Asabat bil gair, yaitu ahli waris yang dapat menjadi asabat apabila ditarik ahli waris lain. Mereka itu
ialah :
a. Anak perempuan karena ditarik anak laki-laki
b. Cucu perempuan karena ditarik cucu laki-laki
c. Saudara perempuan sekandung karena ditarik saudara laki-laki sekandung
d. Saudara perempuan sebapak karena ditarik saudara laki-laki bapak
3. Asabat ma’al gair, yaitu ahli waris yang menjadi asabat bersama ahli waris lainnya. Mereka itu ialah :
a. Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan anak perempuan (seorang atau
lebih) atau bersama cucu perempuan (seorang atau lebih)
b. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bersama dengan anak perempuan (seorang atau lebih)
atau bersama cucu perempuan (seorang atau lebih)
 Ahli Waris Zawil Arham
Ahli waris zawil arham ialah ahli waris yang sudah jauh hubungan kekeluargaannya dengan mayat. Ahli
waris ini tidak mendapat bagian, kecuali karena mendapat pemberian dari zawil furud dan asabat atau
karena tidak ada ahli waris lain (zawil furud dan asabat).
D. Ketentuan Bagian (Furudul Muqadarah)
Furudul Muqadarah atau ketentuan bagian ahli waris ada beberapa macam. Terkadang ketentuan
itu bisa berubah-ubah karena suatu sebab. Berikut ketentuan-ketentuan bagian ahli waris dan
pembahasannya :

1. Yang mendapatkan bagian setengah (1/2) adalah :


a. Anak perempuan tunggal
b. Cucu perempuan tunggal tunggal dari anak laki-laki
c. Saudara perempuan sekandung
d. Saudara perempuan sebapak (jika sekandung tidak ada)
e. Suami jika istri yang meninggal tidak mempunyai anak

2. Yang mendapat bagian seperempat (1/4) adalah :


a. Suami jika istri yang meninggal punya anak
b. Istri jika suami yang meninggal tidak mempunyai anak

3. Yang mendapatkan bagian seperdelapan (1/8) adalah :


a. Istri jika suami yang meninggal mempunyai anak

4. Yang mendapatkan bagian dua pertiga (2/3) adalah :


a. Dua anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki
b. Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan
c. Dua saudara perempuan sekandung atau lebih
d. Dua saudara perempuan atau lebih yang sebapak jika yang sekandung tidak ada

5. Yang mendapat bagian sepertiga (1/3) adalah :


a. Ibu jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau saudara perempuan
b. Dua saudara perempuan atau lebih jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau orang tua

6. Yang mendapat bagian seperenam (1/6) adalah :


a. Ibu jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki, atau tidak ada dua saudara atau lebih,
sekandung atau seibu saja
b. Bapak jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki (baik laki-laki maupun perempuan)
Adapun yang tergolong ‘Ashabah yaitu yang mendapat bagian sisa harta warisan (menghabisi semua
harta). ‘Ashabah ada tiga macam :
1. ‘Ashabah bi nafsihi
2. ‘Ashabah bi al-ghair
3. ‘Ashabah ma’a al-ghair

E. Hukum Mempelajari dan mengajarkannya


Nabi Muhammad SAW. Bersabda yang artinya;
“pelajarilah al-faraidh dan ajarkannlah ia kepada orang-orang. Sesungguhnya faraidh itu separuh ilmu,
dan ia pun akan dilupakan serta ia pun merupakan ilmu yang pertama kali akan di cabut dikalangan
ummat ku”. (HR. Ibnu Majah dan Ad-Daruquthniy).”

Hukum mempelajari ilmu faraidh adalah fardhu kifayah artinya, bila sudah ada yang mempelajarinya,
gugurlah kewajiban itu bagi orang lain. Dan ada juga yang mewajibkan mempelajari dan
mengajarkannya. Bagi seorang muslim, tidak terkecuali apakah dia laki-laki atau perempuan yang tidak
memahami atau mengerti hukum waris Islam maka wajib hukumnya (dilaksanakan mendapat pahala,
tidak dilaksanakan berdosa) baginya untuk mempelajarinya. Dan sebaliknya bagi barang siapa yang telah
memahami dan menguasai hukum waris Islam maka berkewajiban pula untuk mengajarkannya kepada
orang lain.
Kewajiban belajar dan mengajarkan tersebut dimaksudkan agar dikalangan kaum muslimin (khususnya
dalam keluarga) tidak terjadi perselisihan-perselisihan disebabkan masalah pembagian harta warisan yang
pada gilirannya akan melahirkan perpecahan/ keretakan dalam hubungan kekeluargaan kaum muslim. [1]
[2]
Adapun perintah belajar dan mengajarkan hukum waris Islam dijumpai dalam Tekas hadits Rasulullah
SAW., yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa`I dan Ad-Daruqthniy yang artinya berbunyi sebagai
berikut: “Pelajarilah Al-Quran dan ajarkan kepada orang-orang dan pelajarilah faraidh dan ajarkanlah
kepada orang-orang. Karena saya adalah yang bakal direnggut (mati), sedangkan ilmu itu akan diangkat.
Hampir-hampir dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak
menemukan seorang pun yang sanggup memfatwakannya kepada mereka.” Perintah wajib tersebut
didasarkan kepada perintah tekstual “pelajarilah”, yang dalam kaidah hukum disebutkan “asalnya dari
setiap perintah itu adalah wajib”, maka dapat disimpulkan belajar ilmu hukum waris bagi siapa saja
(khususnya bagi bagi kaum muslimin yang belum pandai) adalah wajib.Namun demikian perlu dicatat
menuerut Ali bin Qasim sebagaiman dikonstatir Fathur Rahman kewajiban dan mengajarkan hukum
waris gugur apabila ada sebagian orang yang melaksanakannya (belajar dan mengajarkan hukum waris).
Seluruh kaum Muslimin akan menanggung dosanya lantarkan mengabaikan atau melalaikan perintah, tak
ubahnya seperti meniggalkan fardhu kifayah (kewajiban-kewajiban masyarakat secara kolektif) seperti
menyelenggarakan penguerusan jenazah.
Begitu pentingnya Ilmu Faraidh, sampai dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW., sebagai separuh ilmu.
Disamping itu oleh beliau diingatkan, ilmu inilah yang pertamakali di cabut. Akhirnya pada
kenyataannya, hingga sekarang, tidak banyak orang yang mempelajari ilmu faraidh. Karena memang
sukar. Bukankah karena itu ilmu ini lama-lama akan lenyap juga, karena sedikit yang mempelajarinya?.
Lebih-lebih apabila orang akan membagi harta warisan berdasarkan kebijaksanaan-kebujaksanaan dan
tidak berdasar hukum Allah SWT.
F. Manfaat Waris
keuntungan atau hikma hmenerapkan mawaris ini juga untuk manusia. Hikmah melaksanakan
mawaris antara lainsebagai berikut.
1. Untuk menunjukkan ketaatan kita kepada kita wajib taat kepada semua perintah Allah, termasuk dalam
hal mawaris. Dengan menerapkan mawaris ini berarti kita taat kepada Karena ketaatan itu, maka
melaksanakan mawaris dinilai ibadah.
2. Untuk menegakkan keadilan. Dengan mcnerapkan mawaris, berarti kita menegakkankeadilan. Adil di
dalam Islam tidak sama dengan sama rata dan sama rasa. Banyak danscdikitnya bagian ahli waris itu
disesuaikan dengan tanggung jawabnya dalam halmenanggung natkah dan kedckatan kekerabatannya
terhadap si mayat.
3. Untuk tetap mengharmoniskan hubungan antar kerabat Jika semua ahli waris menyadari aturanini,
dengan pembagian warisan menggunakan hukum akan membuat hubungan mereka akan tetap harmonis.
Namun, jika tidak menggunakan hukum mawaris ini, kemungkinan akan timbul monopoli.
Akibatnya ,perpecahan di antara kerabat itu tidak dapat dihindari.
4. Untuk lebih menyejahterakan keluarga yang ditinggal. Dengan menggunakan hukum waris Islam,
pembagian anak lebih besar daripada keluarga yang lebih jauh. Inidimaksudkan agar keturunan yang
ditinggalkan itu tidak hidup dalam kesengsaraan.Dengan tidak menggunakan hukum waris Islam, bisa
terjadi anak sendiri tidak mendapatkan bagian harta pusaka, sedangkan saudara yang lebih jauh
malahmemperoleh banyak.
5. Untuk kemaslahatan masyarakat. Dengan menerapkan hukum waris Islam, masyarakatkita akan
tenang. Jika tidak dibagi menurut aturan ini, kemun kinan terjadi di masyrakatMisalnya, anak atau
saudara dekatnya mistinya memperoleh bagian ternyata tidak.Masyarakat akan bergejolak lantaran
bersimpati kepada akhli waris dekat yang mestinya mendapat bagian itu. 6.Mengangkat martabat
dan hak kaum wanita sebagai ahli waris.
7. Menghindarkan terjadinya persengketaan dalam keluarga karena masalah pembagian harta wariasan.
8. Menghindari timbulnya fitnah. Karena salah satu penyebab timbulnya fitnah
adalah pembagian harta warisan yang tidak benar.
9. Dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, yang kemudian berdampak positif bagi keadilan dalam
masyarakat.
10. Memperhatikan orang-orang yang terkena musibah karena ditinggalkan oleh anggota keluarganya.
11. Menjunjung tinggi hukum Allah.: [2][5]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fiqih Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang siapa-siapa ahli waris yang berhak
menerima warisan, siapa-siapa yang tidak berhak mnerima, serta bagian-bagian tertentu yang
diterimanya, dan bagaimana cara penghitungannya.
Al-Faraidh dalam bahasa Arab adalah bentuk plural dari kat tunggal Faradha, yang berakar kata
dari huruf-huruf fa, ra, dan dha. Dan tercatat 14 kali dalam Al-Quran, dalam berbagai konteks kata.
Karena itu, kata tersebut mengandung beberapa makna dasar, yakni suatu ketentuan untuk maskawin,
menurunkan Al-Quran, penjelasan, penghalalan, ketetapan yang diwajibkan, ketetapan yang pasti, dan
bahkan di lain ayat ia mengandung makna tidak tua.
Bahwa sisa harta warisan baik setelah ahli waris mendapatkan begiannya maupun karena tidak
ada ahli waris, tidak boleh diselesaikan dengan jalan Radd maupun diserahkan kepada Dzawil Arham,
tetapi harus diserahkan ke baitul Mal untuk kepentingan umat islam.
B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini meskipun penulisan ini jauh dari
sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan
makalah ini, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal
khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang
lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing
mata kuliah Piqih yang telah memberi kami tugas individu demi kebaikan diri kita sendiri dan untuk
negara dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Musthafa. 2009. Fiqih islam. Bandung: Media Zhikir Solo.


Muhibin, muhammad, dkk. 2009. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Departemen Agama RI.2002. Fiqih Madrasah Aliyah Kelas III.Jakarta : Dapartemen Agama RI.
Nurul Ngaini, S.Ag, dkk.2011.Fiqih Untuk Madrasah Tsanawiyah.Surakarta: Khazanah.
http://burangasitamaymo.wordpress.com/2015/06/26/makalah-mawaris-dalam-islam/
http://suhendraaw.blogspot.co.id/2015/05/makalah-mawaris.html

Anda mungkin juga menyukai