Semester 3 Modul Praktikum Patient Safety
Semester 3 Modul Praktikum Patient Safety
Semester 3 Modul Praktikum Patient Safety
PATIENT SAFETY
Penyusun :
TIM
PAS FOTO
NAMA : .............................................................
NIM : .............................................................
ALAMAT : .............................................................
Disahkan Di : Surakarta
Pada Tanggal : 3 September 2022
Oleh:
Kaprodi STKA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas ijinnya maka Modul Ketepatan Identifikasi
Pasien ini dapat tersusun. Modul ini bertujuan untuk memberi panduan selama mahasiswa belajar pada
mata kuliah Patient Safety. Mengingat pentingnya kompetensi tersebut dimiliki oleh mahasiswa prodi
STKA maka perlu disusun modul ini.
Modul ini dihadapkan dapat menuntun dan melengkapi pengetahuan (kognitif) mahasiswa yang
didapatkan dari kuliah ceramah maupun metode lain di kelas. Dalam modul ini terdiri dari pendahuluan,
tinjauan teori, latihan soal dan kunci jawaban.
Dengan segala kerendahan hati kami menyadari kekurangan dalam penyusunan modul
praktikum ini. Oleh karena itu, kami selaku penyusun dengan tangan terbuka mengharapkan masukan
demi perbaikan modul ini. Semoga modul ini dapat memberi tuntunan sesuai dengan harapan. Terima
kasih.
Kami mengharapkan Anda dapat mengikuti keseluruhan Topik dalam Bab ini dengan baik. Selamat
Belajar Semoga sukses!
Contents
MODUL .................................................................................................................................................... i
PATIENT SAFETY .................................................................................................................................. i
Penyusun : ................................................................................................................................................. i
BIODATA MAHASISWA ....................................................................................................................... ii
PENGESAHAN ...................................................................................................................................... iii
VISI, MISI DAN TUJUAN PRODI STKA ............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. v
PETUNJUK PRAKTIKUM .................................................................................................................... vi
DAFTAR
ISI….…………………………………………………………………………………………………..…vii
BAB 1. Konsep Infeksi Nosokomial, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan…… 9
Topik 1. KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI …………………....…………...…………………..11
Topik 2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan …………………......20
PENDAHULUAN
Salam Jumpa
Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections) adalah infeksi yang didapat penderita
ketika penderita itu dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan, baik itu puskesmas, klinik,
maupun rumah sakit. ”Health-care Associated Infections” (HAIs) selama ini dikenal sebagai
Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired
Infections” merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun
tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama
sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung,
dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bab 4 dengan judul Konsep Infeksi Nosokomial, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam manajemen patient safety ini, akan menyajikan dua
topik yang akan diuraikan secara berurutan sebagai berikut:
Topik 1 tentang konsep infeksi nosokomial, akan memberikan pemahaman kepada Anda
tentang konsep dasar penyakit infeksi, Rantai Infeksi (Chain of infection), manifestasi klinis,
dampak infeksi nosokomial/ HAIs.
Topik 2 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, akan
memberikan pemahaman kepada Anda tentangsebelas komponen dari kewaspadaan
standar (kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan perawatan
pasien, pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas,
penempatan pasien, hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman
dan praktik lumbal pungsi yang aman., dan tiga jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi
(melalui kontak, melalui droplet, dan melalui udara (Airborne pracautions).
”Health-care Associated Infections (HAIs)” atau yang lebih dikenal dengan infeksi
nosokomial merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. Dalam
forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global Health Security Agenda (GHSA)
penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAIs) telah menjadi agenda yang di bahas. Hal
ini menunjukkan bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai beban
ekonomi negara. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan
kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien
kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga
maupun dari petugas kepada pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka
morbiditas, mortalitas, peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk melindungi
pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari risiko tertularnya infeksi karena dirawat.
Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat,
Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan
lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Tujuan dari PPI adalah meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan
kesehatan, sehingga melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat
dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan (PMK nomor 27 tahun 2017)
Topik 1
Konsep Dasar Penyakit Infeksi
Sumber: https://www.google.com/infeksi+nosokomial
Seperti kita ketahui bersama, berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari
masyarakat/komunitas (Community Acquired Infection) atau dari rumah sakit (Healthcare-
Associated Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit beberapa waktu yang lalu
disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection). Saat ini penyebutan diubah
menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau “HAIs” (Healthcare-Associated Infections) dengan
pengertian yang lebih luas, yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi juga
dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun dapat
juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan (PMK nomor 27 tahun 2017)
Agar upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan dapat terlaksana
sesuai rencana, sebaiknya semua petugas kesehatan memahami konsep dasar penyakit infeksi,
dengan tujuan untuk memastikan adanya infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare-Associated
Infections/HAIs) serta menyusun strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terkait pelayanan,
rantai penularan infeksi, jenis HAIs dan faktor risikonya.
Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infections (HAIs) ” apabila memenuhi
batasan/ kriteria sebagai berikut:
Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
Merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya,
setelah dirawat 3 x 24 jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala tersebut dan tidak
dalam masa inkubasi. Infeksi nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit
yang telah dideritanya (Depkes, 2003)
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling
berisiko terjadinya HAIs, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan,
dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien (Husain, 2008)
HAIs adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk ke rumah sakit
atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit(Vincent, 2003).
HAIs adalah suatu infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan yang berasal dari alat-alat
medis, prosedur medis atau pemberian terapi (Breathnach (2005)
Etiologi
Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002):
Conventional pathogens
Penyebab penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan terhadap kuman
tersebut, misalnyaStaphylococcus aureus, streptococcus, salmonella, shigella, virus
influenza, virus hepatitis.
Conditional pathogens
Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman
langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril, misalnyapseudomonas, proteus,
klebsiella, serratia, dan enterobacter.
Opportunistic pathogens
Penyebab penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh sangat menurun,
misalnya mycobacteria, nocardia, pneumocytis.
Sumber: https://www.google.com/infeksi+nosokomial
105
Managemen Patient Safety Page 12
MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN
Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikroorganisme dan akan menimbulkan infeksi
setempat (lokal) dan menimbulkan gejala klinis yang terbatas. Sebagai contoh luka operasi di
perut yang mengalami infeksi, daerah sekitar akan menjadi merah, panas, dan nyeri. Infeksi
umum akan terjadi jika organisme memasuki aliran darah dan akan menimbulkan gejala klinis
sistemik berupa demam, menggigil, penurunan tekanan darah, atau gangguan mental. Keadaan
ini dapat berkembang menjadi sepsis, suatu keadaan yang berbahaya, karena menyerang
berbagai organ dengan cepat dan bersifat progresif. Keadaan ini kadang-kadang disebut
“keracunan darah” yang dapat menyebabkan kematian penderita.
Infeksi nosokomial rumah sakit dapat terjadi akibat tindakan pembedahan, penggunaan kateter
pada saluran kemih, hidung, mulut atau yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah. Selain itu
benda-benda yang berasal dari hidung atau mulut yang terhirup masuk ke dalam paru-paru.
Penularan oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seseorang pasien yang memang sudah
lemah fisiknya tidak dapat dihindarkan. Lingkungan rumah sakit harus diusahakan agar sebersih
mungkin, dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu bisa sepenuhnya terlaksana, karenanya
tak mungkin infeksi nosokomial ini bisa diberantas secara total (Yohanes,2010).
Manifestasi Klinis
Demam sering merupakan tanda pertama infeksi. Gejala dan tanda dari adanya infeksi adalah:
Demam
Nafas cepat
Kebingungan mental
Tekanan darah rendah
Urine out-put menurun
Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang permanen
serta kematian
Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan
lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan
pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.
Latihan
Setelah mempelajari uraian materi di atas, untuk memperjelas pemahaman, kerjakan latihan
dibawah ini.
Apa yang dimaksud dengan HAIs? Jelaskan tanda dan gejala dari infeksi HAIs tersebut !
Jelaskan kriteria yang menentukan seseorang yang di rawat di rumah sakit itu dinyatakan
terkena infeksi HAIs
Ringkasan
HAIs adalah infeksi yang didapat penderita ketika dirawat disarana pelayanan kesehatan, baik
itu puskesmas, klinik, maupun rumah sakit, biasanya gejala timbul 72 jam pasca penderita dirawat
di pelayanan kesehatan tersebut.
HAIs dapat bersumber pada peralatan kedokteran, makanan minuman, udara, debu, air
limbah, bahan-bahan desinfektan, dokter, perawat, bidan, laboran, staff, pengunjung, penderita
yang dirawat, hewan yang berada di lingkungan sarana pelayanan kesehatan, misalnya nyamuk lalat
dan masih banyak lagi yang berada di lingkungan sarana pelayanan kesehatan
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan terjadinya infeksi
HAIs. Yang perlu menjadi fokus perhatian dalam upaya ini adalah rantai penularan infeksi.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata rantai
dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Penelaahan tentang rantai penularan infeksi melahirkan suatu upaya pencegahan berupa
kewaspadaan isolasi, yang meliputi kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi.
Tes 1
Petunjuk: jawablah pertanyaan berikut dengan memilih satu jawaban yang paling benar.
Istilah terbaru Infeksi yang diperoleh pasien setelah mendapatkan pelayanan kesehatan di
semua fasilitas pelayanan kesehatan.
Infeksi Nosokomial
Health Care Associated Infections ( HAIs )
Surgery side Infection ( SSI )
Infection Preventive Control Nurse ( IPCN )
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi akibat tindakan pembedahan pasca operasi disebut
Ventilator associatedpneumonia(VAP)
InfeksiSaluranKemih(ISK)
Surgical Site Infection (SSI)
InfeksiAliranDarah(IAD)
Manifestasi klinis yang khas pada pasien dengan urinary tract infection (infeksi saluran kemih),
yaitu ..
Urine out-put menurun
Sel darah putih tinggi
Darah dalam urine
Demam
Ada beberapa metode penularan yaitu kontak langsung dan kontak tidak langsung. Yang
termasuk dalam penularan kontak tidak langsung
Darah/cairan tubuh
Hubungan kelamin
Sentuhan
Udara
Rantai Infeksi merupakan rangkaian yang harus ada untuk menimbulkan infeksi. apabila satu
mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Ada berapa komponenkah rantai penularan infeksi …
8
7
6
5
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 1 yang terdapat di bagian akhir Bab 4
ini.
Daftar Pustaka
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. (2009). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007.
Jakarta: Kemenkes RI
Depkes RI. (2006). Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI:
Ditjen Bina Yan Med
_____. (2007). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes
RI
Topik 2
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan
kesehatan secara konsisten melaksanakan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk memastikan
perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber
masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas
kesehatan.
Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan bertujuan untuk:
Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan
serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus penularan penyakit
infeksi melalui kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
Bagi pasien yang memerlukan isolasi, maka akan diterapkan kewaspadaan isolasi yang
terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
KEWASPADAAN STANDAR
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama: ( yang harus dipahami, dipatuhi
dan diterapkan agar tidak terinfeksi).
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama
yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yang akan dipelajari
dalam Bab 4 ini hanya 10 komponen, yaitu:
Kebersihan tangan
Alat pelindung diri (APD)
Dekontaminasi peralatan pasien
Pengelolaan limbah
Penatalaksanaan linen
Perlindungan kesehatan petugas
Penempatan pasien
Hygiene respirasi / etika batuk dan bersin,
Praktik menyuntik yang aman dan,
Praktik lumbal yang aman.
KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir
bila tangan jelas kotor/terkena cairan tubuh, atau menggunakan alkohol (alcohol-based
handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong
pendek, tanpa kuku palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun
biasa/antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
113
Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah, cairan tubuh
sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai
sarung tangan.
Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang bersih,
walaupun pada pasien yang sama.
Hasil yang ingin dicapaidalamkebersihan tangan adalah mencegah agar tidak terjadi infeksi,
kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan termasuk
lingkungan kerja petugas.
114
Gambar3. Cara Kebersihan tangan dengan Sabun dan Air Diadaptasi dari: WHO
Guidelineson Hand Hygienein Health Care: First Global Patient Safety Challenge, World
Health Organization, 2009.
Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang dipakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi / bahan infeksius.
APD terdiri dari sarung tangan, masker / Respirator Partikulat, pelindung mata
(goggle), perisai / pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung /
apron, sandal/ sepatu tertutup (Sepatu Boot).
Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari risiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput
lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh
atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai dilakukan.
Tidak dibenarkan menggantung masker dileher, memakai sarung tangan sambil
menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.
115
B. JENIS-JENIS APD
1) Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan
Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewakt umelakukan tindakan invasif
atau pembedahan.
Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi petugas
pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau
pekerjaan rutin
Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan,
menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan
permukaan yang terkontaminasi.
Umumnya sarung tangan bedah terbuat dari bahan lateks karena elastis, sensitif dan
tahan lama serta dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Bagi mereka yang alergi terhadap
lateks, tersedia dari bahan sintetik yang menyerupai lateks, disebut ‘nitril’. Terdapat sediaan
dari bahan sintesis yang lebih murah dari lateks yaitu ‘vinil’ tetapi sayangnya tidak elastis,
ketat dipakai dan mudah robek. Sedangkan sarung tangan rumah tangga terbuat dari karet
tebal, tidak fleksibel dan sensitif, tetapi memberikan perlindungan maksimum sebagai
pelindung pembatas.
Berikut ini adalah kegiatan atau tindakan yang memerlukan penggunaan sarung
tangan.
116
Berikut ini adalah kegiatan atau tindakan yang berhubungan dengan cairan
tubuh pasien ( misalnya: darah) yang memerlukan penggunaan sarung tangan.
117
Sumber: https://www.google.co.id/memasang+sarung+tangan
Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari
cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara
yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan lingkungan udara dari
petugas pada saat batuk atau bersin. Masker yang digunakan harus menutupi
hidung dan mulut serta melakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung).
Terdapat tiga jenis masker, yaitu:
Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui
droplet.
Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne.
Masker rumah tangga, digunakan dibagian gizi atau dapur.
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
118
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
PemakaianRespiratorPartikulat
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular
respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang
119
dari partikel berukuran <5mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari
beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa ada
kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat. Sebelum
memakai masker, petugas kesehatan perlu melakukan fittest. Hal yang perlu diperhatikan
saat melakukan fittest :
120
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
121
Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah).
Caramemakaigaunpelindung:
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan kebelakang punggung.Ikat di bagian belakang leher dan
pinggang.
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
122
Pada saat tindakan operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, tindakan
perawatan gigi dan mulut, pencampuran B3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan
linen terkontaminasi dilaundry, di ruang dekontaminasi CSSD.
Gambar11.PenutupWajah
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki petugas dari tumpahan
/ percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan
tusukanbendatajamatau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang
agar berfungsi optimal.
Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh
permukaan kaki
123
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat /
daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk melindungi
kepala / rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari pasien.
Indikasi pemakaian topi pelindung:
Tindakan operasi
Pertolongan dan tindakan persalinan
Intubasi Trachea
Penghisapan lendir massive
Pembersihan peralatan kesehatan
124
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
PELEPASAN APD
Sumber : https://www.google.co.id/pelepasan+APD
125
Sumber: https://www.google.co.id/pelepasan+APD
Melepas Goggle atau Perisai Wajah
Ingatlah bahwa bagian luar goggle atau perisai wajah telah terkontaminasi.
Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang goggle.
Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat limbah infeksius.
Gambar17. Melepaskan Goggle atau Perisai Wajah
Sumber: https://www.google.co.id/pelepasan+APD
126
Sumber: https://www.google.co.id/pelepasan+APD
Melepas Masker
o Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN
SENTUH.
o Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali / karet bagian atas.
o Buang ke tempat limbah infeksius.
Sumber: https://www.google.co.id/pelepasan+APD
127
Penggunaan APD pada pasien harus ditetapkan melalui Standar Prosedur Operasional
(SPO) difasilitas pelayanan kesehatan terhadap pasien infeksius sesuai dengan indikasi
dan ketentuan Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI), sedangkan penggunaan APD
untuk pengunjung juga ditetapkan melalui SPO di fasilitas pelayanan kesehatan
terhadap kunjungan ke lingkungan infeksius. Pengunjung disarankan untuk tidak
berlama-lama berada di lingkungan infeksius.
128
Keterangan Alur:
Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC,
dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikro organisme yang
mengkontaminasi.
Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari permukaan benda mati atau pun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
129
menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan
sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih,
dan mengeringkan.
® ®
Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengikis, misalnya Vim atau Comet
atau serat baja atau baja berlubang, karena produk produk ini bisa menyebabkan
goresan. Goresan ini kemudian menjadi sarang mikroorganisme yang membuat
proses pembersihan menjadi lebih sulit serta meningkatkan pembentukan karat.
Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali
beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau
memakai disinfektan kimiawi.
Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan
parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi (otoklaf), panas
kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi.
Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoklaf):
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metodesterilisasi yang efektif, tetapi juga
paling sulit untuk dilakukan secara benar. Pada umumnya sterilisasi ini adalah
metode pillihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan
pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah,
makainstrumen-instrumen tersebutdapat disterilisasidengan sebuahsterilisator
uap non-elektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya
sebagai sumber panas. Atur agar suhu harus berada pada 121°C; tekanan harus
berada pada 106kPa; selama 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan 30 menit
untuk alat terbungkus. Biarkan semua peralatan kering sebelum diambil dari
sterilisator. Settekanan kPa atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada jenis
sterilisator yang digunakan. Ikuti rekomendasi pabrik, jika mungkin.
Sterilisator Panas Kering (Oven):
Baik untuk iklim yang lembab tetapi membutuhkan aliran listrik yang terus menerus,
menyebabkan alat ini kurang praktis pada area terpencil atau pedesaan. Selain itu
sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih tinggi hanya dapat digunakan
untuk benda-benda dari gelas atau logam–karena akan melelehkan bahan lainnya.
Letakkan instrumen dioven, panaskan hingga 170°C, selama 1 (satu) jam dan
kemudian didinginkan selama 2-2,5 jam atau 160°C selama2 (dua) jam. Perlu diingat
bahwa waktu paparan dimulai setelah suhu dalam sterilisator telah mencapai suhu
sasaran. Tidak boleh memberi kelebihan beban pada sterilisator karena akan
mengubah konveksi panas. Sisakan ruang kurang lebih 7,5 cm antara bahan yang
akan disterilisasi dengan dinding sterilisator.
PENGELOLAAN LIMBAH
Risiko Limbah
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana pelayanan
kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi
130
Tabel 1. Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategorinya
Sumber:
https://www.google.co.id/Jenis+wadah+dan+label+limbah+medis+padatsesuai
+kategorinya
131
Sumber: https://www.google.co.id/pemilahan+limbah+padat
132
133
Gambar25.WadahLimbahLaboratorium
134
Gambar26.Wadah TahanTusuk
Gambar27.AlurTataKelolaLimbah
Sumber: https://www.google.co.id/alur+pemilahan++limbah
Debu sisa pembakaran dari hasil incinerator dapat menimbulkan risiko, debu
hasil pembakaran incinerator dapat terdiri dari logam berat dan bahan toksik lain
sehingga menimbulkan situasi yang menyebabkan sintesa DIOXIN dan FURAN
akibat dari incinerator sering bersuhu area 200-450ᵒC. Selain itu sisa pembakaran
jarum dan gelas yang sudah terdesinfeksi tidak bisa hancur menjadi debu dapat
masih menimbulkan resiko pajanan fisik.
Metoda penanganan autoclave dan disinfeksi dengan uap panas juga dapat
menimbulkan produk hazard yang perlu penanganan yang lebih baik. Pada
prinsipnya, untuk menghindari pajanan fisik maka perlu perawatan dan
operasional incinerator yang baik.
5. PENATALAKSANAAN LINEN
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi
adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam.
Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati.
Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan
membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen. Prosedur
penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus jelas, aman dan memenuhi
kebutuhan pelayanan.
136
Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah tangga,
gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh,
pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara dan petugas
yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera dibungkus / dimasukkan
ke dalam kantong kuning dilokasi penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci
dilokasi di mana linen dipakai.
Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus dibungkus,
dimasukkan kantong kuning dan diangkut / ditranportasikan secara berhati-hati agar
tidak terjadi kebocoran.
Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washerbedpan, spoelhoek atau toilet
dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong kuning / infeksius.
Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi
dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan
selama transportasi. Kantong tidak perlu ganda.
Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai dilaundry TERPISAH dengan
linen yang sudah bersih.
Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya langsung
masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.
Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2 tahap
yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natriumhipoklorit (Klorin)
0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup agar
tidak menyebabkan toksik bagi petugas.
137
tatalaksana pajanan okupasional terhadap penyebab infeksi tidak terbatas pada PPPHIV
saja.
Di seluruh fasyankes, kewaspadaan standar merupakan layanan standar minimal
untuk mencegah penularan patogen melalui darah.
a. TATALAKSANA PAJANAN
Tujuan tatalaksana pajanan adalah untuk mengurangi waktu kontak dengan
darah, cairan tubuh, atau jaringan sumber pajanan dan untuk membersihkan dan
melakukan dekontaminasi tempat pajanan. Tatalaksananya adalah sebagai berikut:
Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan sabun / cairan
antiseptik sampai bersih
Bila darah / cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan,
cuci dengan sabun dan air mengalir
Biladarah / cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur dengan
air beberapa kali.
Bila terpecik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi), dengan
posisi kepala miring ke arah mata yang terpercik.
Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan denganair.
Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan dan dihisap dengan
mulut. b. TATA LAKSANA PAJANAN BAHAN INFEKSIUS DI TEMPAT KERJA
Darah
Cairan bercampur darah yang kasat mata
Cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan serebrospinal,
cairansinovia, cairan pleura, cairan peritoneal, cairan perickardial, cairan
amnion
Virus yang terkonsentrasi
139
3) StatusInfeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum diketahui), dilakukan
pemeriksaan:
HbsAg untuk Hepatitis B
AntiHCV untuk Hepatitis C
AntiHIV untuk HIV
Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan adanya
Faktor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi di atas
Kerentanan
Sumber: PMK nomor 27 tahun 2017 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
7. PENEMPATAN PASIEN
a. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien noninfeksius.
b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien
(kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang
jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting. Jarak antara tempat
tidur minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu
ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim PPI.
140
Sumber: https://www.google.co.id/etika+batuk
141
Hati-hati dengan pemakaian obat untuk perina dan anestesi karena berpotensi
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Rekomendasi Penyuntikan Yang Aman
Menerapkan aseptictechniqu euntuk mencegah kontaminasi alat-alat injeksi
Tidak menggunakan semprit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu
pasien walaupun jarum suntiknya diganti
Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien
dan satu prosedur
Gunakan cairan pelarut / flushing hanya untuk satu kali (NaCl, WFI, dll)
Gunakan singledoseuntukobatinjeksi(bilamemungkinkan)
Tidakmemberikanobat-
obatsingledosekepadalebihdarisatupasienataumencampurobat-
obatsisadarivial/ampuluntukpemberianberikutnya
Bilaharusmenggunakanobat-
obatmultidose,semuaalatyangakandipergunakanharussteril
Simpanobat-obatmultidosesesuaidenganrekomendasidaripabrikyangmembuat
Tidakmenggunakancairanpelarutuntuklebihdari1pasien
PRAKTIKLUMBALPUNGSIYANGAMAN
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan steril
saat akan melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesis pinal / epidural / pasang kateter
vena sentral.
Penggunaan masker bedah pada petugas dibutuhkan agar tidak terjadi droplet flora
orofaring yang dapat menimbulkan meningitisbakterial.
KEWASPADAANBERDASARKAN TRANSMISI
Melalui droplet
Melalui udara (Airborne Precautions)
Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat,peralatan)
Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Dalam BAB 2 ini, akan dibahas yang
berkaitan dengan HAIs yaitu transmisi kontak, dan droplet.
Transmisi drop letter jadi ketik apartikel droplet berukuran > 5 µm yang dikeluarkan
pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhos kopi,
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak < 2m dan mengenai mukosa atau
konjungtiva, untuk itu dibutuhkan APD atau masker yang memadai, bila memungkinkan
dengan masker 4 lapis atau yang mengandung pembunuh kuman
(germdecontaminator). Jenis transmisi percikan ini dapat terjadi pada kasus antara lain
commoncold, respiratory syncitial virus (RSV), Adenovirus, H5N1, H1N1.
143
Latihan
Coba saudara lakukan cuci tangan dengan menggunakan handscrub (WHO)
Jelaskan alur dekontaminasi peralatan perawatan pasien
Ringkasan
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas
medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan
pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya
menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, setiap
tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya memberi
dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien.
144
Tes 2
Penyebab utama timbulnya penyebaran infeksi di Rumah Sakit adalah karena kegagalan
petugas kesehatan dalam…
Hand Hygiene
Penggunaan APD
Desinfeksi alat
Sterilitas alat
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari cipratan
cairan tubuh pasien, udara yang kotor. Masker apakah yang digunakan untuk mencegah
penularan melalui airborne?
Masker rumah tangga
Masker respiratorik
Masker bedah
Masker
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat di bagian akhir
Bab 4 ini.
145
Tes 2
A
D
A
C
B
146
Glosarium
147
Daftar Pustaka
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. (2009). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No
382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI
Depkes RI.( 2006). Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI:
Ditjen Bina Yan Med
_____. (2007). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007.
Jakarta: Depkes RI
Kemenkes RI. (2017). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. PMK nomor 27 tahun 2017. Jakarta : Kemenkes RI.
148
PENDAHULUAN
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil . Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh
aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dibutuhkan tindakan yang (1) komprehensif
dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di fasilitas pelayanan kesehatan agar
kejadian serupa tidak terulang kembali Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
menyelenggarakan Keselamatan Pasien. Penyelenggaraan keselamatan pasien tersebut
dilakukan melalui pembentukan sistem pelayanan, yang menerapkan: 1) standar
keselamatan pasien, 2) tujuh langkah menuju keselamatan pasien; dan 3) sasaran
keselamatan pasien (PMK. No. 11 Tahun 2017).
Sasaran keselamatan pasien (SKP) di Indonesia mengacu kepada Internatinal Patient
Safety Goals (IPSG) merupakan hal sangat penting untuk dipahami dan diterapkan dalam
praktik asuhan keperawatan (2). Sasaran keselamatan pasien adalah syarat yang harus
diterapkan di semua rumah sakit. Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-
perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran sasaran dalam SKP menyoroti
bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi
hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa
untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan
desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat mungkin berfokus pada solusi yang
berlaku untuk keseluruhan sistem (PMK. No. 11 Tahun 2017).
Sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah di fasilitas pelayanan
kesehatan. Sasaran Keselamatan Pasien Nasional (SKPN), terdiri dari: SKP.1 mengidentifikasi
pasien dengan benar; SKP.2 meningkatkan komunikasi yang efektif; SKP.3 meningkatkan
keamanan obat- obatan yang harus diwaspadai; SKP.4 memastikan lokasi pembedahan yang
benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasienyang benar; SKP.5 mengurangi risiko
infeksi akibat perawatan kesehatan, dan SKP.6 mengurangi risiko cedera pasien akibat
terjatuh
149
Setelah mempelajari modul/ bab ini Anda diharapkan dapat menjelaskan sasaran
keselamatan pasien nasional. Lebih khusus Anda diharapkan dapat menjelaskan dan
mengidentifikasi pasien dengan benar
meningkatkan komunikasi yang efektif
meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada
pasienyang benar
mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
150
Topik 1
Mengidentifikasi Pasien dengan Benar
Kesalahan identifikasi pasien semakin dikenal sebagai masalah yang meluas di dalam
organisasi layanan kesehatan. Kegagalan untuk mengidentifikasi pasien dengan benar
merupakan risiko serius terhadap keselamatan pasien. Identifikasi pasien yang benar dimulai
dengan kontak pertama pasien dengan layanan dan merupakan tanggung jawab semua staf
yang terlibat dalam proses penerimaan, klinis dan administratif untuk memastikan rincian
yang benar diperoleh dan dicatat dan bahwa setiap ketidakakuratan atau pertanyaan disorot
dan ditangani. Semua pasien harus dapat diidentifikasi setiap saat ketika sedang dilakukan
pemeriksaam atau menjalani prosedur/ perawatan dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
151
152
153
Gelang nama pasien diberikan berdasarkan jenis warna dengan ketentuan, berikut:
gelang warna merah jambu diberikan kepada pasien perempuan,
gelang warna biru diberikan kepada pasien laki-laki,
gelang warna putih diberikan kepada pasien ambigu
Label pada gelang identitas: Nama lengkap; tanggal lahir; jenis kelamin; dan Nomor
Rekam Medik.pasien
(Sumber: http://spo-keperawatan.blogspot.co.id/2016/04/spo-identifikasi-pasien.html)
Gambar 1.1 Gelang Identitas Pasien
154
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
Jelaskan mengapa kita harus mengidentifikasi pasien di rumah sakit dengan benar?
Pada kondisi apa saja perawat harus melakukan identifikasi pasien?
Kegiatan apa saja yang dilakukan pada waktu mengidentifikasi pasien dengan benar?
155
Ringkasan
Mengidentifikasi pasien dengan benar merupakan sasaran keselamatan pasien yang
pertama yang harus dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan oleh semua
tenaga kesehatan, yang bertujuan mengidentifikasi pasien sebagai individu yang
mendapatkan pelayanan atau pengobatan dengan cara yang dapat dipercaya/ reliable,
mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut, memastikan tidak
terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit,
mengurangi kejadian/ kesalahan yang berhubungan dengan salah identifikasi (salah
pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi, kesalahan transfusi, dan kesalahan
pemeriksaan diagnostik), dan mengurangi kejadian cidera pada pasien.
Kegiatan yang harus dilakukan pada saat mengidentifikasi pasien dengan benar, meliputi:
pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien, pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau
produk darah. pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/
prosedur, serta kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
156
Tes 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat
Keselamatan pasien adalah memberikan asuhan keperawatan yang aman dan bermutu.
Apakah yang harus dilakukan oleh perawat sebelum melakukan tindakan memberikan
obat injeksi intra vena?.
melihat SOP
meminta Advice dokter
mengidentifikasi pasien dengan benar
menanyakan keluhan pasien tentang obat
Seorang pasien laki-laki umur 65 tahun dengan diagnosa medis stroke. Saat dikaji
diperoleh data kesadaran pasien menurun, Bagaimanakan cara perawat mengidentifikasi
pasien agar terhindar dari jatuh?
memasang klip hijau
memasang klip kuning
memasang klip abu-abu
memasang klip ungu dan kuning
Seorang pasien baru laki-laki umur 45 tahun masuk dengan diagnosa medis Hepatitis.
Gelang identitas yang manakah yang akan perawat pasangkan kepada pasien
warna merah
warna biru muda
warna merah muda
warna biru muda dan klip kuning
Pada kondisi yang apakah perawat melakukan identifkasi pasien menggunakan dokumen
foto?
pasien tanpa identitas
pasien tidak sadar
pasien anak-anak
pasien fraktur
Kegiatan yang benar agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat mengidentifikasi pasien
dengan benar
Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, diantaranya menggunakan
nama pasien dan nomor kamar atau lokasi pasien.
Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis
Pasien tanpa identitas diidentifikasi sama dengan pasien lain yaitu dengan gelang
identitas.
Pasien dengan risiko jatuh diberi gelang warna abu-abu
157
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 1 yang terdapat di bagian akhir Bab 5
ini.
158
Topik 2
Meningkatkan Komunikasi Efektif
159
160
kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi
gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi
yang dihadapi oleh orang lain. Untuk bisa berempati, salah satu prasyarat utamanya
adalah kemampuan untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum
didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa empati akan menimbulkan respek atau
penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur
utama dalam membangun teamwork.
Audible
Makna dari audible antara lain dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika
empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan
balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh
penerima pesan. Pesan harus disampaikan melalui media maupun perlengkapan atau alat
bantu audio visual yang akan membantu sedemikian hingga pesan dapat diterima dengan
baik oleh penerima pesan.
Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, pesan yang disampaikan harus
jelas sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang
berlainan.
Humble
humble atau sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum
pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari
olehsikaprendahhati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pernah yang pada intinya antara lain:
sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap
menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah
161
orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh
pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Faktor lainnya
Selain teknik komunikasi, faktor berikut ini juga dapat menentukan keefektifan dari
komunikasi, antara lain:
Kepercayaan komunikan terhadap komunikator.
Kejelasan pesan yang disampaikan.
Keterampilan komunikasi komunikator
Daya tarik pesan.
Kesesuaian isi pesan dengan kebutuhan komunikan.
Kemampuan komunikan dalam menafsirkan pesan (decoding).
Setting komunikasi kondusif atau nyaman dan menyenangkan.
.
162
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada hal-hal tersebut di atas maka kita
dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun
jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena
inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan
saling menguatkan dengan menjalankan komunikasi efektif di rumah sakit .
Komunikasi S B A R
Komunikasi S B A R dilakukan pada
saat serah terima Pasien (antar shift keperawatan, perpindahan pasien antar unit kerja)
Saat Petugas melaporkan kondisi pasien kepada Dokter penanggung jawab Pasien (DPJP).
Melaparkan:
kondisi pasien yang kritis
pemeriksaan penunjang dengan hasil nilai kritis
kondisi pasien yang mendapat pengobatan dan memerlukan pengawasan khusus
kondisi pasien yang memerlukan monitoring ketat
Isi laporan SBAR:
S (Situation) melaporkan situasi pasien, meliputi: nama pasien, umur, lokasi, masalah
yang ingin disampaikan, tanda-tanda vital pasien, kekhawatiran petugas terhadap
kondisi pasien.
B (Background) menyampaikan latar belakang atau masalah pasien sebelumnya
A (Assessment) menyampaikan penilaian terhadap kondisi pasien dengan
menyampaikan masalah saat ini
R Recommendation) menyampaikan rekomendasi berupa saran, pemeriksaan
tambahan, atau perubahan tatalaksana jika diperlukan.
Komunikasi TBAK
Komunikasi TBAK dilakukan, pada saat:
Saat petugas menerima instruksi verbal pertelepon/ lisan dari DPJP
Saat petugas menerima laporan hasil tes kritis/ critical test/ pemeriksaan cito.
163
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi komunikasi efektif, kerjakanlah
latihan berikut!
Sebutkan apa saja komponen dari komunikasi efektif?
Jelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi komunikasi efektif?
Apa bedanya komunikasi SBAR dengan TBAK?
Untuk membantu Anda dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari kembali
materi tentang:
Komponen/ aspek komunikasi efektif, yaitu:
Kejelasan (Clarity, artinya pesan yang disampaikan harus jelas
Ketepatan (Accuracy), informasi yang diberikan adalah benar
Konteks (Context), gaya bicara dan pesan disampaikan dalam situas yang tepat.
Alur (Flow) , pesan disampaikan secara sistematik/ urutannya tepat.
Budaya (Culture), pesan disampaikan sesuai dengan bahasa, gaya bicara, dan norma-
etika yang berlaku.
Faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif adalah faktor teknis dan faktor lain. Faktor
teknis komunikasi yang mempengaruhi komunikasi efektif pada komunikasi verbal,
diantaranya adalah teknik vocal, yaitu sebagai berikut: a) Speed/ tempo – kecepatan
bicara; harus variatif, jangan terlalu cepat jangan pula terlalu lambat, b) Volume – tinggi-
rendah nada bicara, disesuaikan dengan karakter dan jumlah audiens, c) Aksentuasi –
penekanan (stressing) pada kata-kata tertentu, d) Artikulasi – kejelasan kata demi kata
yang diucapkan, e) Projection – memproyeksikan (mengarahkan) suara sampai ke bagian
paling belakang ruangan tanpa harus berteriak, f) Pronounciation (Pelafalan) – pelafalan
kata demi kata secara jelas dan benar, g) Repetition (pengulangan) – untuk mengulangi
kata-kata penting dengan irama yang berbeda, h) Hindari gumaman (Intruding Sound)
terlalu sering, dan i) Ringkas, namun jelas. Jangan bertele-tele.
164
Selain teknik komunikasi, faktor berikut ini juga dapat menentukan keefektifan dari
komunikasi, antara lain: a) Kepercayaan komunikan terhadap komunikator, b) Kejelasan
pesan yang disampaikan, c) Keterampilan komunikasi komunikator, d) Daya tarik pesan, e)
Kesesuaian isi pesan dengan kebutuhan komunikan, f) Kemampuan komunikan dalam
menafsirkan pesan (decoding), dan g) Setting komunikasi kondusif atau nyaman dan
menyenangkan.
.
Perbedaan komunikasi SBAR dengan TBAK, adalah
Komunikasi S B A R dilakukan pada saat
serah terima Pasien (antar shift keperawatan, perpindahan pasien antar unit kerja),
saat Petugas melaporkan kondisi pasien kepada Dokter penanggung jawab Pasien
Sedangkan Komunikasi TBAK dilakukan, pada saat:
saat petugas menerima instruksi verbal pertelepon/ lisan dari DPJP
saat petugas menerima laporan hasil tes kritis/ critical test/ pemeriksaan cito.
Ringkasan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017, menetapkan bahwa setiap fasilitas
pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi di antara para petugas
pemberi perawatan semakin efektif. Kegiatan yang dilaksanakan, adalah: 1) Perintah
lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh
penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut, 2) Perintah lisan dan melalui telpon
atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut, 3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh
individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut, 4) Kebijakan dan
prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap
akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon.
Untuk meningkatkan komunikasi efektif di fasilitas pelayanan kesehatan digunakan
pendekatan komunikasi SBAR dan TBAK
Prinsip komunikasi meliputi : 1) Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, 2)
Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut, 3) Isi pesan dibacakan
kembali (read back) secara lengkap oleh penerima pesan, 4) Pemberi pesan
memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima pesan, 5) Penerima pesan
megklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil verifikasi.
165
Tes 2
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
Salah satu aturan dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap
menghargai dan menghormati setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan. Sikap seperti disebut
respect
empathy
audible
clarity
Pada saat dinas di ruang perawatan RS Anda mendapatkan seorang pasien mengalami
kondisi kritis. Tindakan Anda setelah memeriksa pasien, adalah:
melakukan intervensi sesuai instruksi dokter
melaporkan kondisi pasien dengan komunikasi SBAR
melakukan observasi tanda vital dan tingkat kesadaran
melaporkan kondisi pasien kepada DPJP dengan teknik TBAK
Pada saat Anda melaporkan kondisi pasien kepada dokter penanggung jawab, urutan/
tahapan isi laporan yang disampaikan, adalah
situasi pasien dan kekhawatiran Anda masalah pasien sebelumnya saran Anda
penilaian tentang pasien saat ini
masalah pasien sebelumnya situasi pasien dan kekhawatiran Anda saran Anda
penilaian tentang pasien saat ini
penilaian tentang pasien saat ini kondisi pasien masalah pasien sebelumnya
saran
situasi pasien dan kekhawatiran Anda masalah pasien sebelumnya penilaian
tentang pasien saat ini saran Anda
166
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 2 yang terdapat di bagian akhir Bab 5
ini.
167
Topik 3
Meningkatkan Keamanan Obat-obatan
yang Harus Diwapadai
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien,
disebutkan bahwa sasaran keselamatan ketiga adalah meningkatkan keamanan obat-obatan
yang harus diwaspadai. dan fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan pendekatan
untuk memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
168
(Sumber: http://lancastria.net/blog/wp-
content/uploads/2010/11/Hydralazine_lancastria.jpg)
Gambar 3.1 Contoh Obat Look Alike (memiliki rupa mirip)
169
(Sumber: (Sumber:
https://image.slidesharecdn.com/skp-
http://a.abcnews.com/images/Blotter/ht
160318072220/95/skp-47- _CIPROFLOXACIN_100301_ssh.jpg)
638.jpg?cb=1458304003)
Gambar 3.3 Contoh Obat Look Alike Sound Alike (LASA)
170
Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-
sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak
sengaja, misalnya:
Kalium/Potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)],
Kalium/Potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)],
Natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan
Magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]
171
172
(Sumber: https://image.slidesharecdn.com/pengelolaanperbekalanfarmasinarko
tikadanpengelolaansertapenangananlasa-)
Gambar 3.4 Contoh Labeling Obat Look Alike
173
Biasakan mengeja nama obat dengan kategori obat LASA/NORUM) Look Alike
Sound Alike = nama obat mirip rupa, saat memberi / menerima instruksi.
Cara pengenceran obat yang perlu diwaspadai (Hight Alert) diruang perawatan
KCL 7,46 % injeksi (Konsentrasi sediaan yang ada adalah 1mEq=1ml) harus
diencerkan sebelum digunakan dengan perbandingan 1ml KCL : 1 ml pelarut
(WFI/Nacl 0,9%). Konsentrasi dalam larutan maksimum adalah 10meQ/10Ml.
PemberianKCL melalui perifer diberikan secara perlahan-lahan dengan kecepatan
infuse 10meQ/jam (atau 10meQKCL dalam 100ml pelarut/jam. Pemberian obat KCL
melalui central line (vena sentral) konsentrasi maksimum adalah 20mEq/100ml
kecepatan infuse maksimal 20mEq KCL dalam 100ml pelarut/jam.
Nacl 0,3 % injeksi intervena diberikan melalui vena sentral dengan kecepatan infuse
tidak lebih dari 100Ml/jam.
Atrium bicarbonat (Meylon vial 8,4%) injeksi, harus diencerkan sebelum digunakan.
Untuk penggunaan bolus, diencerkan dengan perbandingan 1Ml NA Bicarbonat : 1
Ml pelarut WFI untuk pemberian bolus dengan kecepatan maksimum 10mEq/menit
untuk penggunaan infuse drip,diencerkan dengan perbandingan 0,5Ml Na
Bicarbonat : 1Ml Dextrose 5% pemberian drip infuse dilakukan dengan kecepatan
maksimum 1mEq/ Kg BB/Jam
174
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
Jelaskan pengertian dari Obat yang perlu diwaspadai?
Jelaskan cara penyiapan dan pemberian obat yang perlu diwaspadai di ruang perawatan?
Jelaskan penggunaan LABEL untuk obat yang perlu diwaspadai
Untuk membantu Anda dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari kembali
materi tentang:
Obat yang perlu diwaspadai (High-Alert Medications) adalah sejumlah obat-obatan yang
memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan
secara tepat (drugs that bear a heightened risk of causing significant patient harm when
they are used in error (ISMP - Institute for Safe Medication Practices). Obat yang perlu
diwaspadai (High-Alert Medications) merupakan obat yang persentasinya tinggi dalam
menyebabkan terjadinya kesalahan/ error dan/ atau kejadian sentinel (sentinel event),
obat yangberisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
termasuk obat-obat yang tampak mirip (nama obat, rupa dan "ucapan mirip, NORUM
atau Look-Alike Sound-Alike, LASA, termasuk pula elektrolit.
175
Cara penyiapan dan pemberian obat yang perlu diwaspadai (High Alert) termasuk
elektrolit konsentrasi tinggi di ruang perawatan, adalah sebagai berikut:
Setiap pemberian obat menerapkan PRINSIP 7 BENAR
Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label khusus.
Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang berkompeten.
Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA
Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa
pengawasan.
Biasakan mengeja nama obat dengan kategori obat LASA/NORUM) Look Alike Sound
Alike = nama obat mirip rupa, saat memberi / menerima instruksi.
Penggunaan LABEL untuk obat yang perlu diwaspadai, adalah sebagai berikut:
Label untuk obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
HIGHT ALERT untuk elektrolit konsentrasi tinggi, jenis injeksi atau infuse tertentu, mis.
heparin, insulin, dll. Penandaan obat High Alert ini dilakukan dengan stiker Hight
Alert Double Check” pada obat.
LASA untuk obat-obat yang termasuk kelompok LASA/NORUM:
Obat kategori Look Alike Sound Alike (LASA) diberikan penanda dengan stiker LASA
pada tempat penyimpanan obat.
Apabila obat dikemas dalam paket untuk kebutuhan pasien, maka diberikan tanda
LASA pada kemasan primer obat.
Ringkasan
Obat yang perlu diwaspadai merupakan obat yang persentasinya tinggi dalam
menyebabkan terjadinya kesalahan/ error dan/ atau kejadian sentinel (sentinel event),
obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
termasuk obat-obat yang tampak mirip (nama obat, rupa dan "ucapan mirip, NORUM
atau Look-Alike Sound-Alike, LASA, termasuk pula elektrolit konsentrasi tinggi.
Tujuan penerapan sasaran keselamatan pasien meningkatkan keamanan obat-obatan
yang perlu diwaspadai, adalah: 1) Memberikan pedoman dalam manajemen dan
pemberian obat yang perlu diwaspadai (high-alert medications) sesuai standar pelayanan
farmasi dan keselamatan pasien rumah sakit, 2) Meningkatkan keselamatan pasien rumah
sakit, 3) Mencegah terjadinya sentinel event atau adverse outcome, 4) Mencegah
terjadinya kesalahan/ error dalam pelayanan obat yang perlu diwaspadai kepada pasien,
5) Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka perawat lain harus
melakukan pemeriksaan kembali (double check) secara independent., meliputi: 1)
Kesesuaian antara obat dengan rekam medik/instruksi dokter, 2) Ketepatan perhitungan
dosis obat, dan 3) Identitas pasien
176
Tes 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Perawat A masih asing dengan obat yang diresepkan untuk Pasien dengan Sarcoidosis.
Untuk mendapatkan informasi yang tepat, Perawat A harus berkonsultasi pada:
Buku Referensi Obat Dokter yang ada di ruangan
Buku Farmakologi dari perpustakaan
Panduan obat perawat yang telah disahkan oleh rumah sakit
Informasi yang didapat dari website pabrik obat tersebut
Perawat B menyiapkan pemberian obat antibiotic kapsul untuk seorang pasien. Di lemari
obat pasien, Perawat B mengenali bentuk dan warna kapsul, tetapi dosis kapsul tersebut
tidak tercantum pada bungkusnya. Perawat B harus:
Berikan saja obat tersebut karena penampilan kapsulnya sama seperti penampilan
dosis yang lalu.
Menghubungi petugas farmasi untuk dosis yang baru dan lengkap dengan labelnya.
Minta pada dokter untuk memverifikasi kapsul yang benar
Minta perawat jaga untuk menghubungi departemen manajemen risiko
Selama pemasangan kateter infus perifer, Perawat C mencatat bahwa Perawat D yang
memasang telah membuat sarung tangan steril terkontaminasi. Keluarga ada di ruangan.
Perawat C harus:
Secara verbal mengatakan bahwa sarung tangannya telah terkontaminasi
Minta keluarga untuk meninggalkan ruangan, lalu katakan pada Perawat D bahwa sarung
tangannya telah terkontaminasi
Laporkan kejadian ini pada perawat pengawas
Tidak mengatakan apa-apa, dan memonitor pasien terhadap tanda infeksi selama
dirawat di ruangan tersebut
177
Manakah dari langkah-langkah dibawah ini yang tidak membantu menurunkan kesalahan
pada pemberian obat untuk pasien anak?
Hanya menggunakan alat bantu oral untuk pengobatan oral
Menambahkan langkah tambahan pada prosedur pemberian obat
Menurunkan dosis tinggi dari obat high alert ke dosis minimum
Batasi ukuran botol infus untuk pasien anak kecil
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 3 yang terdapat di bagian akhir Bab
5 ini.
178
Topik 4
Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar,
Prosedur yang Benar, Pembedahan Pasien
yang Benar
Sasaran keselamatan pasien ke empat adalah: memastikan lokasi pembedahan yang benar,
prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar. Fasilitas pelayanan Kesehatan
mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien operasi.
1. Pengertian
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian,
pembedahan yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat
membahayakan nyawa (WHO, 2009). Data World Health Organization (WHO)
menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan bedah telah menjadi
komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun
ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup.
Rumah sakit wajib mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi,
tepat-prosedur, dan tepat-pasien. Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi,
adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan sering terjadi di rumah sakit/ fasilitas
pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan
Tujuan rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien adalah mencegah dan menurunkan angka kejadian
salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi.
179
Kebijakan
Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini.
Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya
prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder
pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan
kesempatan diagnostik/terapeutik.
Kebijakan tersebut berlaku atas setiap lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana
prosedur ini dijalankan.
Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO
Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing
Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera
dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan;
harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat
sampai pasien disiapkan dan diselimuti.
Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari
tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).
Kegiatan yang dilaksanakan:
Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan/pemberi tanda.
Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan
semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis
dan tindakan pengobatan gigi/ dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Prinsip-prinsip untuk Solusi ini harus diterapkan ke semua area di mana intervensi dilakukan
dan, bila digunakan, strategi tersebut harus dilakukan secara seragam di semua area
prosedural setiap saat untuk memberikan konsistensi dan kepatuhan yang meningkat.
180
Tetapkan kinerja pembedahan yang benar di tempat tubuh yang benar sebagai prioritas
keamanan fasilitas perawatan kesehatan yang memerlukan kepemimpinan dan
keterlibatan aktif semua praktisi garis depan dan petugas layanan kesehatan lainnya.
Pastikan bahwa organisasi perawatan kesehatan memiliki protokol yang:
Memberikan verifikasi - pada tahap preprocedure - pasien, prosedur, lokasi, dan,
sebagaimana yang berlaku, setiap implan atau prostesis.
Mengharuskan individu melakukan prosedur untuk secara jelas menandai lokasi
operasi dengan keterlibatan pasien, untuk mengidentifikasi lokasi insisi atau insersi
dengan benar.
Mengharuskan kinerja "time-out" dengan semua staf yang terlibat segera sebelum
memulai prosedur (dan anestesi terkait). Batas waktu adalah untuk menetapkan
kesepakatan mengenai posisi pasien yang dimaksud pada tabel prosedur, prosedur,
lokasi, dan, jika ada, implan atau prostesis apapun.
Keterangan:
"Time out" adalah periode yang dialokasikan secara khusus dimana tidak ada aktivitas
klinis yang sedang berlangsung. Selama masa ini, semua anggota tim secara
independen memverifikasi tindakan klinis yang akan datang. Mencegah Wrong-Patient,
Wrong-Site, Wrong Procedure Events
Hambatan potensial:
Kurangnya "perjanjian" ahli bedah dengan pendekatan standar dan kesulitan untuk
mengubah budaya.
Gagal mengenali risiko dalam pengaturan prosedural selain ruang operasi.
Keengganan perawat dan staf lainnya untuk menanyai ahli bedah bila ada kemungkinan
kesalahan diidentifikasi.
Sumber daya dan pengetahuan manusia yang tidak memadai untuk memudahkan proses
ditantang.
Perilaku "rutinitas" selama proses time-out ("berjalan sesuai" tapi tanpa komunikasi yang
berarti).
Kurangnya penelitian, data, dan pertimbangan ekonomi yang diterima secara umum
mengenai analisis biaya-manfaat atau pengembalian investasi (ROI) untuk menerapkan
rekomendasi ini.
181
Sumber: http://www.who.int/patientsafety/solutions/patientsafety/PS-Solution4.pdf
182
c. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang
belakang).
d. Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
e. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara
ringkas,dengan menggunakan ceklist.
183
Manual ini menyediakan petunjuk penggunaan checklist, saran untuk implementasi, dan
rekomendasi untuk mengukur pelayanan pembedahan dan hasilnya. Setting praktek
yang berbeda harus mengadapatasi sesuai dengan kemampuan mereka. Tiap poin
checklist sudah berdasarkan bukti kliinis atau pendapat ahli dimana yang akan
mengurangi kejadian yang serius, mencegah kesalahan pembedahan, dan hal ini juga
mempengaruhi kejadian yang tidak diharapkan atau biaya tidak terduga. Checklist ini
juga dirancang untuk kemudahan dan keringkasan.
Banyak langkah yang sudah diterima sebagai praktek yang rutin di berbagai fasilitas di
seluruh dunia walaupun jarang diikuti oleh keseluruhan. Tiap bagian bedah harus
praktek dengan checklist dan mengevaluasi bagaimana kesensitivan integrasi checklist
ini dengan alur operasi biasanya. Tujuan utama dari WHO surgical safety checklist-dan
manualnya-untuk membantu mendukung bahwa tim secara konsisten mengikuti
beberapa langkah keselamatan yang kritis dan meminimalkan hal yang umum dan risiko
yang membahayakan dan dapat dihindari dari pasien bedah. Checklist ini juga memandu
interaksi verbal antar tim sebagai arti konfirmasi bahwa standar perawatan yang tepat
dipastikan untuk setiap pasien.
184
dengan langkah dalam ceklist, sehingga mereka dapat mengintegrasikan ceklist tersebut
dalam pola normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa intervensi dari
koordinator ceklist.
Setiap tim harus menggabungkan penggunaan ceklist ke dalam pekerjaan dengan
efisiensi yang maksimum dan gangguan yang minimal selama bertujuan untuk
melengkapi langkah secara efektif.
Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk memastikan
bahwa tindakan utama telah dilakukan. Oleh karena itu, sebelum induksi anstesi,
koordinator ceklist secara verbal akan mereview dengan anstesist dan pasien (jika mungkin)
bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang
185
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
Jelaskan faktor yang berkontribusi terhadap kesalahan (salah-lokasi, salah-prosedur,
salah-pasien operasi)
Bagaimanakah penandaan lokasi operasi dan ceklist keselamatan pasien pra operasi?
Siapakah yang berhak melakukan penandaan lokasi operasi?
Untuk membantu Anda dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari kembali
materi tentang:
186
Teknik yang dilakukan dalam penandaan lokasi operasi, adalah sebagai berikut:
Pasien diberi tanda saat informed concent telah dilakukan
Penandaan dilakukan sebelum pasien berada di kamar operasi
Pasien harus dalam keadaan sadar saat dilakukan penandaan lokasi operasi
Tanda yang digunakan dapat berupa: tanda panah / tanda ceklist
Penandaan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi operasi
Penandaan dilakukan dengan spidol hitam (anti luntur, anti air) dan tetap terlihat walau
sudah diberi desinfektan.
Bagian organ mana yang perlu dilakukan penandaan adalah semua tempat yang
melibatkan incisi kulit dan lateralisasi harus ditandai.
Bila operasi dilakukan di sekitar orifisium maka penandaan dilakukan disebelahnya
dengan tanda panah.
Ringkasan
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian,
pembedahan yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat
membahayakan nyawa (WHO, 2009).
Tujuan rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien adalah mencegah dan menurunkan angka kejadian
salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi.
Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan/pemberi tanda. Kegiatan yang dilakukan fasilitas pelayanan kesehatan,
meliputi: a) Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain
untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan
semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional, b) Tim
operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan, dan c) Kebijakan dan
prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk memastikan tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan
pengobatan gigi/ dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Yang berhak melakukan penandaan lokasi operasi adalah Dokter Bedah, Asisten dokter,
dan pihak yang diberi pendelegasian (perawat bedah)
Hal yang harus diperhatikan terkait penandaan lokasi operasi: a) Penandaan lokasi operasi
perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali, b) Tanda
187
itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/
orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat, c) Penandaan lokasi operasi
ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari
tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang), d) Tahap “Sebelum insisi”
(Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out
dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai,
dan melibatkan seluruh tim operasi, e) Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, dengan menggunakan ceklist.
188
Tes 4
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
Perawat melakukan persiapan kulit untuk pasien yang menjalani operasi merupakan
tanggung jawab perawat pre-operasi. Jika rambut di tempat operasi tidak dicukur, apa
yang harus dilakukan untuk membuat penjahitan mudah dan mengurangi kemungkinan
infeksi insisi?
A. Terbungkus.
B. Diikat.
C. Digunting
D. Dijaga untuk tetap kering
Kelebihan dosis obat atau obat anestesi bisa terjadi bahkan dengan bantuan teknologi
seperti pompa infus, sphygmomanometer, dan alat atau mesin serupa. Sebagai staf,
bagaimana Anda bisa meningkatkan keamanan penggunaan pompa infus:
A. Periksa fungsi pompa sebelum digunakan
B. Pilih merek pompa infus Anda seperti yang Anda lakukan dengan ponsel Anda
C. Ijinkan teknisi untuk mengatur pompa infus sebelum digunakan
D. Verifikasi laju alir terhadap perhitungan Anda
189
Protokol universal JCAHO untuk prosedur bedah dan invasif untuk mencegah sisi (site)
yang salah, orang yang salah, dan prosedur atau operasi yang salah mencakup berikut ini,
KECUALI:
Tandai situs operatif jika memungkinkan
Lakukan proses verifikasi pra-prosedur
Lakukan “time out” segera sebelum memulai prosedur
Melakukan perekaman video dari keseluruhan prosedur intra-operasi
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 4 yang terdapat di bagian akhir Bab
5 ini.
190
Topik 5
Mengurangi Risiko Infeksi akibat Perawatan Kesehatan
Sasaran keselamatan pasien ke-5 adalah: mengurangi risiko infeksi akibat perawatan
kesehatan. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Pengertian
Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen
atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud
agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau
infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo
yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi,
infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit. Infeksi
Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat dilakukan
perawatan di rumah sakit. Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di
rumah sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit
dasar lebih dari satu, secara umum keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya
tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena
kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap
penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.
191
192
Faktor resiko
Faktor risiko “Healthcare-Associated Infections” (HAIs), adalah:
Umur: neonatus dan lansia lebih rentan.
Status imun yang rendah/tergantung (imuno-kompromais) : penderita dengan penyakit
kronik, penderita keganasan, obat-obat imunosupresan.
Interupsi barier anatomis:
Kateter urin: meningkat kejadian infeksi saluran kemih (ISK)
Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO) atau “Surgical Site
Infection” (SSI).
Intubasi pernafasan: meningkatkan kejadian : “Hosptal Acquired Pneumonia”
(HAP/VAP).
Kanula vena dan arteri: menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “Blood Stream
Infection” (BSI).
Luka dan trauma
Implantasi benda asing :
“indwelling catheter”
“surgical suture material”
“cerebrospinal fluid shunts”
“valvular/vascular prostheses”
Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana menyebabkan
timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba (Depertemen
Kesehatan, 2009)
193
Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan
tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan,
topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk
mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau
sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit
melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan
hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak
menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang
benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi
dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan
Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas pelayanan
kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah
berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga
rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarat.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen
infeksi (patogenesis, virulesi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor resiko
pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden
terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan. (Depertemen
Kesehatan, 2011).
194
Bagi tenaga kesehatan yang megidap HIV mempunyai kewajiban moral untuk memberi
tahu atasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan pekerjaan status
serologi tersebut dapat menjadi resiko pada pasien, misalnya tenaga kesehatan
dengan status HIV positif dan menderita eksim basah. (Depertemen Kesehatan, 2003).
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
Jelaskan mengapa pasien yang dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan berisiko
mengalami infeksi?
Jelaskan faktor risiko terjadinya infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan?
Bagaimanakah cara pencegahan infeksi akibat perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan?
Untuk membantu Anda dalam mengerjakan soal latihan tersebut silakan pelajari kembali
materi tentang:
Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan,
baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari
satu, secara umum keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh
menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman,
virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses
asuhan keperawatan dengan mudah.
Faktor risiko “Healthcare-Associated Infections” (HAIs), adalah: a) umur: neonatus dan lansia
lebih rentan, b) status imun yang rendah/tergantung (imuno-kompromais), c) Interupsi barier
anatomis, d) kateter urin, e) prosedur operasi, f) intubasi penafasan, g) kanula vena dan
arteri, h) luka dan trauma, i) implantasi benda asing (misal: indwelling catheter, dll.), j)
perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu
meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari
pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Pencegahan infeksi didasarkan pada
asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi
menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya.
Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip
pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar
penerapan yaitu:
Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang.
Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan
tubuh lain.
Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui
benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien, dan menyediakan
195
tempat sampah khusus untuk alat tajam agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga
kesehatan maupun pasien.
Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang
benar.
Menjaga sanitasi lingkungan secara benar.
Ringkasan
Infeksi Nosokomial atau infeksi akibat perawatan kesehatan (Healthcare-Associated
Infections- HAIs), adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat
dilakukan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan,
baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari
satu, secara umum keadaan umumnya tidak/ kurang baik, sehingga daya tahan tubuh
menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman,
virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses
asuhan keperawatan dengan mudah.
Penyebab terjadinya infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan, meliputi: 1) Suntikan yang
tidak aman dan seringkali tidak perlu, 2) Penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan
maupun dukungan laboratorium, 3) Standar dan praktek yang tidak memadai untuk
pengoperasian bank darah dan pelayanan transfuse, 4) Penggunaan cairan infus yang
terkontaminasi, khususnya di rumah sakit yang membuat cairan sendiri, 5) Meningkatnya
resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik spektrum luas yang berlebih
atau salah, 6) Berat penyakit yang diderita, 7) penderita lain, yang juga sedang dalam
proses perawatan, 8) petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya), 9) peralatan
medis yang digunakan, 10) tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat,
11) tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar
operasi dan kamar bersalin, 12) makanan dan minuman yang disajikan, 13) lingkungan
rumah sakit secara umum.
Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip
pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar
penerapan yaitu: 1) mencuci tangan, 2) menggunakan alat pelindung diri, 3) manajemen
alat tajam secara benar dan tempat sampah khusus untuk alat tajam, 4) melakukan
dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar, 5)
menjaga sanitasi lingkungan secara benar.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien:
Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang
tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO,
fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene
yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan
Kesehatan. Kegiatan yang dilaksanakan, meliputi: 1) Fasilitas pelayanan Kesehatan
196
mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan
sudah diterima secara umum , 2) Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program
hand hygiene yang efektif, dan 3) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk
mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan.
Peran Perawat dalam Pencegahan Infeksi akibat perawatan kesehatan di fasilitas
kesehatan, meliputi: 1) menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain serta
bertanggung jawab sebagai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan, 2) bertanggung
jawab dalam mengunakan dan memelihara sarana yang telah disediakan dengan baik dan
benar
197
Tes 5
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya ….
penyakit
sakit
infeksi
radang
Suntikan yang tidak aman, penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun
dukungan laboratorium serta standar dan praktek yang tidak memadai untuk
pengoperasian bank darah dan pelayanan transfuse merupakan beberapa hal penyebab
terjadinya ….
Infeksi
Patient Safety
Common Vehicle
Manajemen Patient
Penularan Infeksi Nosokomial melalui melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu disebut dengan
….
Penularansecarakontak
Penularanmelalui Common Vehicle
Penularandenganperantara vector
Penularanmelaluiudaradaninhalasi
Berikut ini tidak termasuk dalam faktor risiko HAIs adalah ....
Umur: neonatus dan lansia lebih rentan.
Status imun yang rendah/ tergantung (imuno-kompromais): penderita dengan penyakit
kronik, penderita keganasan, obat-obat imunosupresan.
Interupsi barier anatomis
Alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 4 yang terdapat di bagian akhir Bab 5
ini.
198
Topik 6
Mengurangi Risiko Cidera Pasien akibat Terjatuh
Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
pasien dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan
fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap
gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja
terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan
yang tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan
cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus
diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
199
Risiko potensial:
Penglihatan yang buruk atau tidak baik/ tidak jelas (Poor vision)
Sepatu impor atau sepatu lokal yang tidak cocok (United shoes/improper shoe fit)
Lantai yang licin (Spills on the floor)
Terlalu banyak furniture (Too much forniture)
Medan tidak merata ( Uneven terrain)
Hidrasi yang kurang (Poor hydration)
200
Memonitor dengan ketat pada pasien yang mempunyai risiko tinggi: memberikan tanda/
alert ( sesuai warna universal )
Libatkan pasien atau keluarga dalam upaya pencegahan risiko jatuh
Laporan peristiwa pasien jatuh
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
Jelaskan tujuan melakukan evaluasi risiko jatuh pada pasien yang dirawat di fasilitas
pelayanan kesehatan?
Kondisi pasien seperti apa yang mengharuskan perawat harus melakukan evaluasi risiko
jatuh?
Upaya apa saja yang harus untuk mengurangi pasien cidera akibat terjatuh?
Tujuan melakukan evaluasi risiko jatuh pada pasien yang dirawat di fasilitas pelayanan
kesehatan, adalah untuk: a) mengurangi angka pasien cidera karena jatuh.
b) Identifikasi pasien yang mempunyai risiko jatuh, c) Optimalisasi penggunaan asesmen
jatuh untuk menentukan kategori risiko jatuh,d) Membandingkan faktor risiko intrinsik
dan ekstrinsik jatuh, e) Mendeskripsikan kebutuhan akan perlunya pemahaman faktor
risiko jatuh, pencegahan,dan penanganannya dalam meningkatkan klinis dan kepuasan
pasien, serta menurunkan biaya kesehatan, f) Memahami kunci keberhasilan Program
Faktor Risiko Jatuh, Pencegahan, dan Penanganannya, g) Memperoleh sumber daya
dalam mengembangkan dan meningkatkan program faktor risiko jatuh, pencegahan,
dan penanganannya
Perawat harus melakukan evaluasi risiko jatuh pada pasien dengan kondisi pasien yang
berisiko, yaitu: pasien dengan riwayat jatuh sebelumnya, gangguan kognitif, gangguan
keseimbangan, gaya berjalan, atau kekuatan, gangguan mobilitas, penyakit neurologi
(seperti stroke dan Parkinson), gangguan muskuloskeletal (seperti artritis, penggantian
sendi, deformitas), penyakit kronis (seperti: osteoporosis, penyakit kardiovaskular,
penyakit paru, dan diabetes), dengan masalah nutrisi, dan medikamentosa (terutama
konsumsi > 4 jenis obat)
201
Upaya untuk mengurangi pasien cidera akibat terjatuh di fasilitas pelayanan kesehatan,
adalah: a) Melakukan pengkajian ulang secara berkala mengenai resiko pasien jatuh, b)
mengambil tindakan untuk mengurangi semua resiko yang telah diidentifikasikan
tersebut, c) membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya, d) menunjukkan pada
pasien alat bantu panggilan darurat, e) posisikan alat bantu panggil darurat dalam
jangkauan, f) posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan pasien, g) menyediakan
pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong, h) posisikan sandaran
tempat tidur di posisi rendah ketika pasien sedang beristirahat, dan posisikan sandaran
tempat tidur yang nyaman ketika pasien tidak tidur, i) posisikan rem tempat tidur
terkunci pada saat berada di bangsal rumah sakit, j) menjaga roda kursi roda di posisi
terkunci ketika stasioner, k) gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada
pasien, l) gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan, m) kondisikan
permukaan lantai bersih dan kering. Bersihkan semua tumpahan, n) kondisikan daerah
perawatan pasien rapi, o) Ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat
akan ke tempat tidur dan meninggalkan tempat tidur.
Ringkasan
Sasaran keselamatan pasien ke-6 adalah: mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
Fasilitas pelayanan kesehatan diharuskan mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Kegiatan yang harus dilakukan untuk menurunkan angka pasien cidera karena terjatuh,
adalah setiap fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko
pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi
risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko
Kondisi pasien yang berisiko untuk mengalami cidera karena jatuh, diantaranya adalah: a)
Riwayat jatuh sebelumnya, b) Gangguan kognitif, c) Gangguan keseimbangan, gaya
berjalan, atau kekuatan, d) Gangguan mobilitas, e) Penyakit neurologi; seperti stroke dan
Parkinson, f) Gangguan muskuloskeletal; seperti artritis,penggantian sendi, deformitas, g)
Penyakit kronis; seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular, penyakit paru, dan
diabetes, dan h) Masalah nutrisi
Assessment Resiko Jatuh, meliputi: a) memonitor pasien sejak masuk, memonitur dengan
ketat pada pasien, b) memonitor dengan ketat pada pasien yang mempunyai risiko tinggi:
memberikan tanda/ alert ( sesuai warna universal ), c) melibatkan pasien atau keluarga
dalam upaya pencegahan risiko jatuh, dan d) laporan pasien jatuh.
Penilaian Resiko Jatuh merupakan suatu penilaian terhadap factor-factor yang dapat
menyebabkan pasien jatuh. Ada tiga tipe skala resiko jatuh yang sering dipakai, yaitu :
Skala penilaian untuk geriatric, Morse Fall Scale (MFS) / Skala Jatuh dari morse Untuk
Dewasa, dan Humpty Dumpty Fall Scale (HDFS) / Skala Jatuh Humpty Dumpty Untuk
Pediatrik
202
Tes 6
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat
Seorang perempuan usia 60 tahun keadaan umum lemah, kesadaran gelisah, mendapat
obat diuretic, terpasang dauer catheter warna urin kuning jernih. Untuk menghindari
resiko jatuh perawat melakukan tindakan pengurangan resiko jatuh. Apakah tindakan
keperawatan yang paling tepat?
Memasang rell side
Rendahkan tempat tidur
Pasien ditunggu keluarga
Pasien diantar ke kamar mandi
Seorang perempuan usia 64 tahun keadaan umum lemah, mendapat obat diuretic, terpasang
dauer catheter warna urin kuning jernih. Anda akan memeriksa risiko jatuh pada pasien
tersebut. Yang manakah skala penilaian resiko jatuh yang akan Anda gunakan?
A. Morse Fall Scale (MFS)
B. Humpty Dumpty Fall Scale (HDFS) C.
Skala penilaian risiko jatuh geriatric D.
Semua skala penilaian bisa digunakan
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes 6 yang terdapat di bagian akhir Bab 5
ini.
203
Tes 1 Tes 2
1. C 1. A
2. B 2. C
3. B 3. B
4. A 4. B
5. B 5. D
Tes 3 Tes 4
1. C 1. B
2. B 2. D
3. C 3. C
4. A 4. C
5. B 5. A
Tes 5 Tes 6
1. A 1. B
2. B 2. A
3. A 3. C
4. B 4. C
5. D 5. C
204
Daftar Pustaka
https://dokumen.tips/download/link/peningkatan-keamanan-obat-yang-perlu-diwaspadai-
print
https://image.slidesharecdn.com/pengelolaanperbekalanfarmasinarkotikadanpengelolaanse
rtapenangananlasa-
Ice, D. (2017). Penilaian resiko jatuh Pasien, Skala morse untuk dewasa dan skala Humpty
Dumpty Untuk Pediatrik. http://bangsalsehat.blogspot.co.id/2017/05/penilaian-resiko-
jatuh-pasien-skala.html
John F. Angle, MD, Albert A. Nemcek, Jr, MD, Alan M. Cohen, MD, Donald L. Miller, MD, et al.
2008. Quality Improvement Guidelines for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure,
and Wrong Person…..http://www.jvir.org/article/S1051-0443%2808%2900473-9/pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Cetakan ke-3. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI
Miller-Hoover, S. (2015). High-Alert Medications: Best Practices. Revised. RN.com.
Nurdiana dan Sulistyani, D. Ed. (2016). Buku saku keperawatan. Jakarta: Bidang Keperawatan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
205
RSUP Fatmawati (2012). Buku saku panduan JCI. Jakarta: Tidak dipubilkasikan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. (2016). Buku saku keperawatan. Jakarta: Bidang
Keperawatan RSCM.
Tietjen, L., dkk (terj. Saifuddin, AB, dkk): Panduan Pencegahan Infeksi: Untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas
WHO and JCI. 2007. Performance of correct Procedure at correct body Site
http://www.who.int/patientsafety/solutions/patientsafety/PS-Solution4.pdf
World health organization collaborating centre for patient safety solutions. (2007). Patient
identification. Dalam: patient safety solutions. Volume 1. Solution 2.
206
PENDAHULUAN
Sasaran keselamatan pasien (SKP) merupakan syarat yang harus diterapkan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan. Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu
dalam soal keselamatan pasien. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan. No. 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien Pasal 5 ayat (5) disebutkan bahwa Sasaran Keselamatan Pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi tercapainya hal-hal:
Meningkatkan identifikasi pasien dengan benar;
meningkatkan komunikasi yang efektif;
meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai;
memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada
pasien yang benar;
mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan
mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh.
Anda telah mempelajari dan memahami konsep sasaran keselamatan pasien tersebut pada
Bab V, tahap selanjutnya pada Bab VI ini Anda akan mengikuti pembelajaran laboratorium
keperawatan, sehingga Anda mampu menerapkan sasaran keselamatan pasien ketika
memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Anda mampu menerapkan sasaran keselamatan
pasien pada kegiatan pelayanan keperawatan melalui bermain peran (role play). Lebih
terperinci, kegiatan belajar yang akan Anda ikuti, adalah sebagai berikut:
Pada Kegiatan Belajar 1 Anda diharapkan mampu menerapkan SKP. 1 yaitu meningkatkan
identifikasi pasien dengan benar. Anda akan diberikan kesempatan untuk diskusi
kelompok untuk mempelajari materi, menyusun scenario untuk bermain peran, dan
memperagakan tindakan penerapan identifikasi pasien dengan benar.
Pada Kegiatan Belajar 2, Anda diharapkan mampu menerapkan SKP 2 meningkatkan
komunikasi yang efektif. Anda akan mempelajari dan mempraktikkan materi komunikasi
efektif secara verbal/ lisan (langsung ataupun via telepon) dan komunikasi tertulis. Anda
akan mempelajari, mendiskusikan, bermain peran dan latihan tentang cara komunikasi
saat melaporkan kondisi pasien dan hasil pemeriksaan diagnostic yang kritis dengan
pendekatan atau metode SBAR, dan bagaimana komunikasi saat menerima instruksi/
pesan, dengan metode TBAK.
Pada kegiatan belajar 3, Anda akan mempelajari, mendiskusikan dengan kelompok dan
klasikal, dan bermain peran dan latihan mempratikkan peningkatkan keamanan obat-
obatan yang perlu diwaspadai.
Pada kegiatan belajar 4 Anda akan mempelajari, mendiskusikan dengan kelompok dan
klasikal, bermain peran dan latihan mempratikkan cara memastikan benar sisi, benar
prosedur, dan benar pasien operasi.
207
Pada kegiatan belajar 5 Anda akan mempelajari, mendiskusikan dengan kelompok dan
klasikal, bermain peran dan latihan mempratikkan cara menurunkan risiko infeksi, dan
pada kegiatan belajar 6 Anda akan mempelajari, mendiskusikan dengan kelompok dan
klasikal, bermain peran dan latihan mempratikkan cara menurunkan risiko pasien cedera
akibat jatuh.
Agar Anda berhasil dengan baik dalam mempelajari materi yang ada pada modul ini, ikutilah
beberapa petunjuk belajar berikut ini.
https://www.google.com/search?q=gambar+membaca+buku&tbm=isch&imgil=3t-
https://www.google.com/search?q=gambar+orang+belajar&tbm
https://www.google.com/imgres?imgurl.manfaat-membaca-buku-bagi-kehidupanmu&docid
208
https://www.google.com/urlkarakteristik-umum-pengusaha-sukses
Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda yang mencakup
nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat membedakan antara
pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan pemberian pelayanan, pengobatan
dan tindakan atau prosedur kepada pasien. Sebelum mempelajari topik ini pastikan bahwa
Anda sudah memahami konsep teori tentang identifikasi pasien yang sudah Anda pelajari
pada Bab V.
Setelah mempelajari topik 1, diharapkan Anda mampu melakukan tindakan identifikasi
pasien dengan benar,
Untuk mencapai tujuan tersebut, mahasiswa harus mampu mendemonstrasikan prosedur:
Memasang gelang identitas pasien
Mengidentifikasi pasien (pasien baru, neonatus, pelayanan transfusi)
Mengidentifikasi pasien pada the event of wrong patient, wrong procedure or wrong site
clinical incident
URAIAN MATERI
Sebelum Anda mempelajari prosedur identiifikasi pasien, Anda harus memahami hal berikut
ini
Pengertian
Pengertian identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan segala
keterangan tentang bukti-bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan
menyamakan keterangan tersebut dengan individu seseorang.
Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda yang
mencakup nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan
pemberian pelayanan, pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien.
211
Transfer pasien atau proses pemindahan pasien dari satu unit kerja / ruang rawat ke
unit kerja lain merupakan tindakan yang memerlukan tindakan indetifikasi pasien
dengan tepat
Konfirmasi kematian
Cara melakukan identifikasi pasien dengan benar
Cara Identifikasi Pasien Rawat Inap/ UGD :
Tanya langsung kepada pasien (pertanyaan terbuka) : nama lengkap pasien dan
tanggal lahir atau nomor rekam medis.
Untuk pasien yang tidak sadar petugas bertanya langsung kepada keluarga/
penunggu pasien (nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medis).
Cocokan nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medis pada
gelang pasien dengan data di formulir terkait (misal: form pemeriksaan, SIT).
Tata laksana identifikasi pasien risiko
Tatalaksana Gelang Identifikasi Pasien
Semua pasien harus diidentifikasi dengan benar sebelum pemberian obat, darah,
atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.
Pakaikan gelang identifikasi di pergelangan tangan pasien yang dominan,
jelaskan dan pastikan gelang tepasang dengan baik dan nyaman untuk pasien.
Pada pasien dengan fistula arterio-vena (pasien hemodialisis), gelang identifikasi
tidak boleh dipasang di sisi lengan yang terdapat fistula.
Jika tidak dapat dipakaikan di pergelangan tangan, pakaikan di pergelangan kaki.
Pada situasi dimana tidak dapat dipasang di pergelangan kaki, gelang identifikasi
dapat dipakaikan di baju pasien di area yang jelas terlihat. Hal ini harus dicatat di
rekam medis pasien. Gelang identifikasi harus dipasang ulang jika baju pasien
diganti dan harus selalu menyertai pasien sepanjang waktu.
Pada kondisi tidak memakai baju, gelang identifikasi harus menempel pada
badan pasien dengan menggunakan perekat transparan/tembus pandang. Hal ini
harus dicatat di rekam medis pasien.
Gelang pengenal dan gelang alergi hanya boleh dilepas saat pasien keluar/pulang
dari rumah sakit. Gelang risiko jatuh hanya boleh dilepas apabila pasien sudah
tidak berisiko jatuh.
Gelang pengenal pasien (Gelang Pink/ Gelang Biru) sebaiknya mencakup 3 detail
wajib yang dapat mengidentifikasi pasien, yaitu:
Nama pasien dengan minimal 2 suku kata
Tanggal lahir pasien (tanggal/bulan/tahun)
Nomor rekam medis pasien
Gelang identifikasi Alergi sebaiknya mencakup 4 detail wajib yang dapat
mengidentifikasi pasien, yaitu:
a) Nama pasien
Umur Pasien
212
213
214
Pada kondisi di mana jenis kelamin bayi sulit ditentukan, gunakan gelang
pengenalberwarna putih.
215
Tahap Prainteraksi
Persiapan perawat
Persiapan alat : status pasien, alat tulis, gelang identitas pasien
Persiapan Lingkungan
b. Tahap Orientasi
Beri salam sambil berjabat tangan
Perkenalkan diri perawat
Tanyakan nama klien
Sampaikan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
Kontrak: waktu dan tempat
Tahap Kerja
Bina hubungan saling percaya
Lakukan pemasangan gelang identitas sesuai jenis kelamin
Berikan penjelasan tentang pentingnya gelang identitas pasien dan
bahayanya bila dilepas/ tidak dipakai
Evaluasi pemahaman pasien/ keluarga tentang gelang identitas
Tahap Terminasi
Evaluasi respon subjektif dan objektif klien
Berikan reinforcement positif
Tentukan rencana tindak lanjut
Beri salam terapeutik
Dokumentasi
Catat tindakan yang sudah dilakukan dan hasil/ responnya: pemasangan
gelang identitas dan edukasi
216
Tahap Prainteraksi
Persiapan perawat
Persiapan alat : Status Pasien, Alat tulis, Peralatan untuk tindakan keperawatan
(sesuai indikasi tindakan identifikasi pasien)
Persiapan Lingkungan
Tahap Orientasi
Beri salam sambil berjabat tangan
Perkenalkan diri perawat
Tanyakan nama klien
Sampaikan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
Kontrak: waktu dan tempat
Tahap Kerja
Bina hubungan saling percaya
Tanya langsung kepada pasien (pertanyaan terbuka) : nama lengkap pasien dan
tanggal lahir atau nomor rekam medis.
Untuk pasien yang tidak sadar, Anda bertanya langsung kepada keluarga/
penunggu pasien (nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam
medis).
Cocokan/ periksa dan bandingkan data nama lengkap pasien dan tanggal lahir
atau nomor rekam medis pada gelang pasien dengan data di formulir terkait
(misal: form pemeriksaan).
Jika data yang diperoleh sama, lakukan prosedur/ berikan obat/ tindakan
sesuai rencana
Jika terdapat ≥ 2 pasien di ruangan rawat inap dangan nama yang sama,
periksa ulang identitas dengan melihat alamat rumahnya.
Tahap Terminasi
Evaluasi respon subjektif dan objektif klien
Berikan reinforcement positif kepada pasien/ keluarga
Tentukan rencana tindak lanjut
Beri salam terapeutik
Dokumentasi
Catat tindakan yang sudah dilakukan dan hasil/ responnya: pemasangan gelang
identitas dan edukasi
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman dan melatih keterampilan Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut:
Identifikasi pasien baru
Identifikasi pasien neonates
Anda dapat megunakan untuk latihan melakukan prosedur mengidentifikasi pasien sesuai
jenis kelamin, kondisi pasien (berisiko jatuh, alergi), dan lain-lain.
217
Untuk berlatih keterampilan melakukan identifikasi pasien pasien baru datang (belum
terpasang gelang identitas pasien), maka gunakan formulir 1.1. Penilaian keterampilan
memasang gelang identifikasi pasien.
Bacalah prosedur/ langkah-langkah tindakan memasang gelang identitas pasien.
Cobalah Anda melakukan sendiri dengan panduan formulir 1.1.
Setelah Anda yakin dapat melakukan tanpa melihat Formulir penilaian, mintalah teman/
Instruktur Anda untuk mengobservasi dan menilai penampilan Anda dalam melakukan
pemasangan gelang identitas pasien
Berlatihlah sampai Nilai Anda = 100 atau sempurna, baru lanjutkan ke prosedur lainnya.
Selamat latihan…
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
ASSESSMENT (A)
Kaji identitas dan status/ dokumen rekam medik pasien
PLANNINGT (P)
Persiapan perawat
Persiapan alat :
Status Pasien
Alat tulis
Gelang identitas(warna merah muda/ biru muda)
Persiapan Lingkungan
Beri salam sambil berjabat tangan
Perkenalkan diri perawat
Tanyakan nama klien
Sampaikan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
218
219
EVALUATION (E)
Evaluasi respon subjektif dan objektif klien
Berikan reinforcement positif
Tentukan rencana tindak lanjut
Beri salam terapeutik
DOKUMENTASI
Catat hasil tindakan memasang gelang identitas
SIKAP
Dilakukan dengan sistematis
Percaya diri
Jumlah Nilai
Keterangan:
0= tidak dilakukan; 1= dilakukan tetapi tidak sempurna; 2= dilakukan dengan sempurna
Nilai 100 = sempurna; Nilai 81-99= Baik; Kurang
Ringkasan
220
Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda yang mencakup
nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat membedakan antara
pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan pemberian pelayanan, pengobatan
dan tindakan atau prosedur kepada pasien. Tindakan mengidentifikasi pasien adalah proses
pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari seseorang
sehingga kita dapat menetapkan dan menyamakan keterangan tersebut dengan individu
seseorang.
Tanda yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien, meliputi:
Untuk membedakan jenis kelamin pasien, digunakan perbedaan warna pada gelang
identitas pasien, gelang pink untuk perempuan, dan gelang biru muda untuk laki-laki.
Untuk pasien yang sudah menggunakan gelang identitas pasien, tanya langsung kepada pasien
(pertanyaan terbuka): nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medis. Untuk
pasien yang tidak sadar, petugas harus bertanya langsung kepada keluarga/ penunggu pasien
(nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medis). Lalu cocokan/ periksa dan
bandingkan data nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medis pada
gelang pasien dengan data di formulir terkait (misal: form pemeriksaan). Jika data yang
diperoleh sama, lakukan prosedur/ berikan obat/ tindakan sesuai rencana.
Jika terdapat ≥ 2 pasien di ruangan rawat inap dangan nama yang sama, periksa ulang
identitas dengan melihat alamat rumahnya
Untuk bayi baru lahir yang masih belum diberi nama, data di gelang pengenal berisikan
jenis kelamin bayi, nama ibu, tanggal & jam lahir bayi, nomor rekam medis bayi, dan
modus kelahiran. Dan Saat nama bayi sudah didaftarkan, gelang pengenal berisi data ibu
dapat dilepas dan diganti dengan gelang pengenal yang berisikan data bayi.
Untuk pasien dengan alergi digunakan gelang merah
Untuk pasien yang berisiko jatuh digunakan gelang/ klip warna kuning
Tata laksana pelepasan gelas identitas pasien, meliputi:
Gelang pengenal (Gelang Pink/ Gelang Biru), hanya dilepas saat pasien pulang atau keluar
dari rumah sakit.
Gelang untuk alergi (Gelang Merah), hanya dilepas saat pasien pulang atau keluar dari
rumah sakit.
Gelang untuk risiko jatuh (Gelang Kuning), hanya dilepas saat pasien sudah tidak berisiko
untuk jatuh
Yang bertugas melepas gelang identifikasi adalah perawat yang bertanggungjawab
terhadap pasien selama masa perawatan di rumah sakit (PPJP).
Gelang identifikasi dilepas setelah semua proses pemulangan pasien selesai dilakukan.
Proses ini meliputi: pemberian obat-obatan kepada pasien dan pemberian penjelasan
mengenai rencana perawatan selanjutnya kepada pasien dan keluarga.
Gelang identifikasi yang sudah tidak dipakai harus digunting menjadi potongan-potongan
kecil sebelum dibuang ke tempat sampah.
221
Tugas Praktika 1
Lakukanlah prosedur tindakan mengidentifikasi pasien berikut ini
Identifikasi pasien yang menggunakan gelang identifikasi pasien
identifikasi pasien pada pelayanan tranfusi
Gunakan Formulir Penilaian keterampilan yang sesuai untuk tugas praktika tersebut
222
223
224
Keterangan:
0= tidak dilakukan; 1= dilakukan tetapi tidak sempurna; 2= dilakukan dengan sempurna
Nilai 100 = sempurna; Nilai 81-99= Baik; Kurang
Topik 2
225
URAIAN MATERI
Komunikasi dengan pendekatan S B A R
Komunikasi efektif dapat terjadi dengan menggunakan suatu format baku agar komunikasi
terstandar dan berlangsung secara efektif dan efisien. Salah satu format baku yang di
pergunakan oleh JAHCO adalah format SBAR. SBAR merupakan kerangka komunikasi yang
mempermudah mengatasi hambatan dalam komunikasi. SBAR merupakan bentuk struktur
mendasari komunikasi antara pemberi informasi dengan penerima informasi. SBAR mudah
diingat yang praktis untuk komunikasi atau percakapan. SBAR tersusun sebagai berikut: S =
Situation; B = Background; A = Assessment; R = Recommendation.
Komunikasi verbal atau komunikasi tulis yang kurang adekuat merupakan sumber
kesalahan yang serius pada pusat pelayanan kesehatan. Analisis akar masalah ditemukan
sebagai sumber kesalahan yang terjadi secara umum di sebabkan dari kedua macam
komunikasi ini. Terdapat beberapa hambatan dalam komunikasi antar petugas pemberi
pelayanan karena factor hirarki, gender, suku, perbedaan gaya komunikasi antar disiplin
ilmu dan gaya komunikasi individual.
226
melaporkan situasi pasien, meliputi: nama pasien, umur, lokasi, masalah yang ingin
disampaikan, tanda-tanda vital pasien, kekhawatiran petugas terhadap kondisi
pasien yang belum maupun sudah teratasi.
Mengawali suatu komunikasi di perlukan pengenalan antara penyampai berita dan
penerima berita. Dalam hal ini identitas Anda (petugas) dan unit pelayanan
kesehatan diinformasikan. Selain itu juga perlu disampaikan kepada siapa
(penerima) informasi yang petugas ajak berkomunikasi
Dalam situasi ini perlu petugas menjelaskan permasalahan yang dihadapinya,
misalnya: pasien serta kekhawatiran bila tidak di lakukan tindakan. Dalam hal
menginformasikan pasien disebutkan identitas pasien.
B (Background):
menyampaikan latar belakang atau masalah pasien sebelumnya (Background)
a. Keluhan utama, intervensi yang telah dilakukan, respon pasien diagnose
keperawatan, riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat infasif dan
obat atau infuse
b. Berilah informasi riwayat medis pasien,atau informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang ditemukan.untuk pasien perlu dijelaskan riwayat medisnya,
perlu dijelaskan atau digaris bawahi riwayat medis yang bermakna. Bila
permasalahan di bidang lain misalnya sampel darah atau permasalahan obat maka
poin penting dari permasalahan tersebut ditonjolkan
A (Assessment):
menyampaikan penilaian terhadap kondisi pasien dengan menyampaikan masalah
saat ini
hasil Pengkajian kondisi pasien terkini (Assesment)
Sebutkan tanda vital, pain score, GCS, status restrain, Resiko jatuh, Status nutrisi,
eliminasi hal yang kritis dan lain lain.
Hasil pemerikasaan penunjang yang abnormal
Informasi lain yang mendukung
Penilaian terhadap masalah yang di temukan terkait dengan apa yang menjadi
masalah pada pasien. Berilah kesan pasien secara klinis serta hal yang terkait
dengan hal tersebut. Jelaskan pula tindakan apa yang sudah di berikan kepada
pasien untuk mengatasi permasalahan tersebut sambil menunggu rekomendasi
yang diterima petugas
R (Recommendation):
menyampaikan rekomendasi berupa saran, pemeriksaan tambahan, atau
perubahan tatalaksana jika diperlukan.
Usulan pemeriksaan atau tindakan atas kondisi pasien saat ini.
Tindakan apa yang direkomendasikan untuk memperbaiki masalah
227
TULIS:
Penerima pesan menuliskan pesan lengkap yang disampaikan pengirim di Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT), meliputi:
Tanggal & jam pesan diterima
Nama lengkap pasien, tanggal lahir, diagnosa
Gunakan simbol/ singkatan sesuai standar
Dosis/ nilai harus spesifik untuk menghindari salah penafsiran
Nama petugas pelapor/ memberi pesan
Nama dan ttd petugas penerima pesan
Bila pesan melalui telepon, pengirim pesan/ dokter menandatangani pada saat
visit hari berikutnya
BACA:
Baca yaitu membacakan kembali instruksi/ isi pesan lengkap tersebut kepada pemberi
pesan
KONFIRMASI:
Pemberi pesan mengkonfirmasi isi pesan dengan jawaban “Ya benar”
Pemberi pesan/ instruksi menanda tangani dan menulis tanggal dan jam
penandatanganan dalam kotak stempel KONFIRMASI dalam catatan perkembangan
terintegrasi, dalam waktu 1 x 24 jam
228
Situasi: Pasien Tn Gun, 45 thn, dirawat di kamar 605, saat ini mengalami gangguan
pernafasan dengan RR 35 x/mt
Background: Pasien masuk rumah sakit 2 hari yang lalu dengan riwayat, Pneumothorax,
O2 saturasi turun, 95% dalam 2 menit menjadi 85% dgn non rebreathing, pada auskultasi:
suara pernafasan menurun di sebelah kanan. Tracheal shift, peningkatan distress, pasien
saat ini diposisikan tidur semi fowler
Assessment: Pasien tampaknya mengalami gagal nafas/ gangguan pertukaran gas
Recommendation: Dokter telah dihubungi melalui telepon belum terhubung, mohon
dihubungi kembali untuk kemungkinan alih rawat ICU untuk pemasangan ventilator.
Latihan Praktika
Anda seorang Perawat dinas pagi, akan melakukan serah terima pasien kepada perawat
dinas sore.
KASUS 1:
Seorang pasien laki-laki bernama Tn. Anto tanggal lahir 22 April 1970. Saat ini dirawat di lantai 7,
kamar 711. Pasien mengalami gangguan pernapasan, TD 130/ 90 mmHg, Nadi 88 x/ menit,
229
25 x/ menit. Pasien masuk rumah sakit 2 hari yang lalu dengan riwayat Pneumothorax, O2
saturasi turun dari 95% dalam 2 menit menjadi 85% dgn non rebreathing, pada auskultasi:
suara pernafasan menurun disebelah kanan, Tracheal shift, distress pernafasan, pasien saat
ini diposisikan tidur semi fowler. Anda menilai bahwa Pasien tampaknya tidak stabil dan
cenderung memburuk, mengalami gagal nafas/ gangguan pertukaran gas. Anda meminta
dokter untuk segera datang, dan menanyakan apakah diperlukan pindah rawat ke ruang
intensif dan tindakan intubasi.
Instrusksi:
Kelompokkanlah data pada Kasus-1 (Tn. Anto) menjadi struktur SBAR
Mintalah teman Anda/ instruktur untuk mengobservasi praktik melaporkan kondisi pasien yang
Anda lakukan (lakukan sampai dengan tindakan Anda sempurna/ mendapat Nilai 100)
230
Beri salam; Perkenalkan diri perawat; Tanyakan nama dokter/ petugas yang
menerima laporan; Sampaikan tujuan menelepon; Kontrak: waktu dan
tempat
IMPLEMENTATION (I)
Laporkan kondisi pasien:
Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien):
Perawat menyebutkan nama, umur pasien dan lokasi
Perawat menyebutkan nama dokter yang menangani pasien
Perawat menyebutkan masalah kesehatan yang dialami pasien (penyakit).
Perawat menyebutkan tanda-tanda vital dan kekhawatiran Perawat
terhadap kondisi pasien)
231
SIKAP
232
Untuk berlatih melakukan komunikasi TBAK dalam menerima pesan/ instruksi instruksi per
telepon/ lisan, Anda dapat gunakan Formulir 2.3. Mintalah teman atau instruktur Anda untuk
mengobservasi tindakan yang Anda lakukan pada saat berlatih menerima pesan/ instruksi.
233
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
SIKAP
Dilakukan dengan sistematis
Percaya diri
Jumlah Nilai
Keterangan:
0= tidak dilakukan; 1= dilakukan tetapi tidak sempurna; 2= dilakukan dengan sempurna
Nilai 100 = sempurna; Nilai 81-99= Baik; Kurang
Ringkasan
234
Tugas Praktika 2
Lakukan komunikasi SBAR pada kasus lain. Mintalah teman Anda/ instruktur untuk menilai praktik
melaporkan kondisi pasien yang Anda lakukan dengan menggunakan formulir 2.1 dan 2.1.
Lakukan komunikasi TBAK pada kasus lain. Mintalah teman Anda/ Instruktur untuk menilai praktik
yang Anda lakukan, dengan menggunakan formulir 2.3
235
Topik 3
Meningkatkan Keamanan Obat yang Harus Diwaspadai
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan rumah sakit di Indonesia untuk mengembangakan
kebijakan pengelolan obat untuk meningkatkan keamanan khususnya obat yang perlu
diwaspadai (high-alert medications). Untuk itu Perawat sebagai tenaga kesehatan yang ikut
berperan dalam terpenuhinya kebutuhan pasien akan pengobatan harus memahami kebijakan
ini. Sebelum melaksanakan kegiatan pada topik ini pastikan Anda sudah memahami konsep
teori tentang upaya meningkatkan keamanan obat yang harus diwaspadai. Setelah mempelajari
topik ini, diharapkan Anda dapat:
Melakukan prosedur untuk meningkatkan keamanan high alert medications melalui
pengecekan ganda (double check) sebelum diberikan kepada pasien.
mendemonstrasikan prosedur memberikan obat yang harus diwaspadai (High alert
medications)
URAIAN MATERI
Pengertian
High-Alert Medication atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat-obat yang secara
signifikan berisiko membahayakan pasien bila digunakan dengan salah atau pengelolaan
yang kurang tepat. Obat ini sering menyebabkan kesalahan serius (sentinel event) dan dapat
menyababkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD). Berdasarkan study yang dilakukan
oleh Institute for Safe Medication Practices (ISMP) di US, obat yang paling sering
menyebabkan ROTD dan sentinel event adalah insulin, opium dan narkotik, injeksi potassium
chloride (phospate) concentrate, intravenous anticoagulants (hepari) dan sodium chloride
solutionlebih besar dari 0,9%. Pengobatan yang aman perlu dijamin dalam setiap langkah
pemberian obat, yaitu pada saat: a) Peresepan obat, b) Pemberian obat, dan c) Pemantauan
efek obat.
Beberapa terminologi penting terkait pemberian obat:
Side-effect: efek yang diketahui, yaitu efek tambahan dari efek primer obat yang
diharapkan. Efek ini terkait dengan efek farmakologis dari sediaan obat tersebut. Contoh:
opiat analgesia sering menyebabkan mual
Adverse reaction: bahaya atau efek yang tidak diinginkan yang terjadi karena tindakan
pemberian obat yang benar, dan proses yang benar. Contoh: reaksi alergi yang tidak
diharapkan pada pasien yang baru pertama kali menggunakan obat tersebut.
Error: kegagalan untuk melaksanakan rencana penatalaksanaan atau pemberian obat, atau
kesalahan dalam penatalaksanaan. Contoh: kesalahan pemberian obat pada pasien
Adverse event: kejadian tidak diinginkan yang membahayakan pasien
Ketagori dan spesifikasi obat yang termasuk ke dalam high alert medication
Tabel 3.1. Daftar Obat yang Perlu Diwaspadai
236
(Sumber: https://dlscrib.com/download/pedoman-obat-high-alert_58afcc2d6454a7406ab1e8d9_pdf)
237
(Sumber: https://dlscrib.com/download/pedoman-obat-high-alert_58afcc2d6454a7406ab1e8d9_pdf)
Dengan adanya daftar obat di atas, diharapkan bisa mengurangi kesalahan dalam pemberian
high alert medications. Pemberian high-alert medications harus teliti. Hal-hal yang dilakukan
untuk meningkatkan keamanan high alert medications adalah perawat harus melakukan
pengecekan ganda (double check) terhadap semua high alert medications sebelum diberikan
kepada pasien. Selain itu, persiapan dan penyimpanannya pun harus jelas. High alert
medications harus disimpan di pos perawat di dalam troli atau kabinet yang terkunci dan
diberi label yang jelas.
Pemberian obat yang perlu diwaspadai (high-alert) di ruang perawatan
Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka perawat lain harus
melakukan pemeriksaan kembali (double check) secara independen: 7 benar
Benar obat (esesuaian antara obat dengan rekam medik/instruksi dokter)
Benar waktu dan frekuensi pemberian
Benar dosis (ketepatan perhitungan dosis obat)
Benar rute pemberian
Benar identitas pasien (Kebenaran nama pasien, Kebenaran nomor rekam medis pasien,
Kebenaran umur/ tanggal lahir pasien, Kebenaran alamat rumah pasien, Nama DPJP)
Benar informasi
Benar dokumentasi
Obat high alert infus harus dipastikan:
- Ketepatan kecepatan pompa infus (infuse pump).
- Jika obat lebih dari satu, tempelkan label nama obat pada syringe pump dan disetiap
ujung jalur selang.
238
Obat high alert elektrolit konsentrasi tinggi harus diberikan sesuai perhitungan standar yang
telah baku, yang berlaku di semua ruang perawatan.
Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat pengantar menjelaskan kepada perawat
penerima pasien bahwa pasien mendapatkan obat high alert, dan menyerahkan formulir
pencatatan obat.
Dalam keadaan emergency yang dapat menyebabkan pelabelan dan tindakan pencegahan
terjadinya kesalahan obat high alert dapat mengakibatkan tertundanya pemberian terapi
dan memberikan dampak yang buruk pada pasien, maka dokter dan perawat harus
memastikan terlebih dahulu keadaan klinis pasien yang membutuhkan terapi segera (cito)
sehingga double check dapat tidak dilakukan, namun sesaat sebelum memberikan obat,
perawat harus menyebutkan secara lantang semua jenis obat yang diberikan kepada
pasien sehingga diketahui dan didokumentasikan dengan baik oleh perawat yang lainnya.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman dan melatih keterampilan Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut:
Lakukanlah prosedur pengecekan ganda (double check) sebelum pemberian obat high alet
Demonstrasikan prosedur memberikan obat yang perlu diwaspadai
Anda dapat menggunakan Formulir 3.1 untuk latihan melakukan prosedur pengecekan ganda
(double check) sebelum memberikan obat high alert dan latihan mendemonstrasikan
pemberian obat kepada pasien.
239
240
Percaya diri
Jumlah Nilai
Keterangan:
0= tidak dilakukan; 1= dilakukan tetapi tidak sempurna; 2= dilakukan dengan sempurna
Nilai 100 = sempurna; Nilai 81-99= Baik; Kurang
Ringkasan
High-Alert Medication atau obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat-obat yang secara
signifikan berisiko membahayakan pasien bila digunakan dengan salah atau pengelolaan
yang kurang tepat. Obat ini sering menyebabkan kesalahan serius (sentinel event) dan dapat
menyababkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD).
Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus untuk obat high alert
Setiap depo farmasi, ruang rawat, poliklinik harus memiliki daftar obat high alert, dengan
harapan bisa mengurangi kesalahan dalam pemberian high alert medications.
Pemberian high-alert medications harus teliti. Hal-hal yang dilakukan untuk meningkatkan
keamanan high alert medications adalah perawat harus melakukan pengecekan ganda
(double check) terhadap semua high alert medications sebelum diberikan kepada pasien.
Persiapan dan penyimpanannya pun harus jelas. High alert medications harus disimpan di
pos perawat di dalam troli atau kabinet yang terkunci dan diberi label yang jelas (Obat high
alert disimpan ditempat terpisah, akses terbatas, diberi label High alert)
Prosedur peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai dilakukan mulai dari
peresepan, penyimpanan, penyiapan di farmasi dan ruang perawatan dan pemberian obat
Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa pengawasan
Tugas Praktika 3
Lakukanlah/ demonstrasikan prosedur pemberian obat yang perlu diwaspadai, mulai dari
pengecekan ganda dengan menerapkan 7 benar sebelum pemberian sampai dengan pemberian
obatnya.
Gunakan formulir 3.1 untuk menilai keterampilan Anda.
Lakukan tugas ini sampai dengan nilai Anda = 100
241
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan kesehatan.
Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan
yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa (WHO,
2009). Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad
perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.
Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu untuk
setiap 25 orang hidup. Rumah sakit wajib mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien. Salah-lokasi, salah-prosedur, salah
pasien pada operasi, adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan sering terjadi di rumah sakit/
fasilitas pelayanan kesehatan.
Setelah mempelajari topik ini, diharapkan Anda dapat:
Mendemonstrasikan prosedur untuk memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasien yang Benar
URAIAN MATERI
Definisi
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R.
Sjamsuhidajat & Wim de jong, 2005). Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh
untuk dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap
kesembuhandari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan
tangan. Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana
(Potter, 2006) Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan
prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan
tanpa rawat inap ( outpatient surgery ) atau pembedahan sehari (one-day surgery).
242
2. Tujuan
Tujuan rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien adalah mencegah dan menurunkan angka kejadian salah-
lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi.
Prosedur Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Adapun penyebab dari kesalahan
tersebut, adalah:
komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking),
tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting),
pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
243
Tujuan utama penandaan adalah untuk menghindari salah lokasi, salah prosedur dan salah
pasien
Penandaan digunakan pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika akan di lakukan
suatu prosedur pembedahan
Penandaan di lakukan oleh dokter operator dan wajib ikut di dalam kamar operasi saat
prosedur pembedahan di lakukan.
Penandaan dengan menggunakan tanda GARIS tebal “ —”
Untuk identifikasi lokasi operasi wajib mengikut sertakan pasien dalam proses penandaan.
Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang tepat, prosedur yang
tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat sebelum
prosedur operasi dimulai.
Manual ini menyediakan petunjuk penggunaan checklist, saran untuk implementasi, dan
rekomendasi untuk mengukur pelayanan pembedahan dan hasilnya. Setting praktek yang
berbeda harus mengadapatasi sesuai dengan kemampuan mereka. Tiap poin checklist sudah
berdasarkan bukti kliinis atau pendapat ahli dimana yang akan mengurangi kejadian yang
serius, mencegah kesalahan pembedahan, dan hal ini juga mempengaruhi kejadian yang
tidak diharapkan atau biaya tidak terduga. Checklist ini juga dirancang untuk kemudahan dan
keringkasan.
Banyak langkah yang sudah diterima sebagai praktek yang rutin di berbagai fasilitas di
seluruh dunia walaupun jarang diikuti oleh keseluruhan. Tiap bagian bedah harus praktek
dengan checklist dan mengevaluasi bagaimana kesensitivan integrasi checklist ini dengan
alur operasi biasanya. Tujuan utama dari WHO surgical safety checklist-dan manualnya-
untuk membantu mendukung bahwa tim secara konsisten mengikuti beberapa langkah
keselamatan yang kritis dan meminimalkan hal yang umum dan risiko yang membahayakan
dan dapat dihindari dari pasien bedah. Checklist ini juga memandu interaksi verbal antar tim
sebagai arti konfirmasi bahwa standar perawatan yang tepat dipastikan untuk setiap pasien.
244
Koordinator ceklist secara verbal menkonfirmasi identitas pasien, tipe prosedur yang akan
dilaksanakan, tempat pembedahan, dan persetujuan pembedahan yang sudah diberikan.
Walau hal ini terlihat berulangkali, namun langkah ini penting untuk memastikan tim tidak
mengoperasi pasien yang salah atau bagian yang salah atau melakukan prosedur yang salah.
Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin dilakukan seperti pada kasus anak atau pasien
yang cacat, pengasuh atau keluarga dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh atau
keluarga tidak ada (Lives, 2008).
Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk memastikan
bahwa tindakan utama telah dilakukan. Oleh karena itu, sebelum induksi anstesi, koordinator
ceklist secara verbal akan mereview dengan anstesist dan pasien (jika mungkin) bahwa
245
identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah
benar dan persetujuan untuk pembedahan sudah dilakukan. Koordinator akan melihat dan
mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi sudah ditandai (jika mungkin) dan
mereview dengan anstesist risiko kehilangan darah pada pasien, kesulitan jalan napas dan
reaksi alergi dan mesin anstesi serta pemeriksaan medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah
akan hadir pada fase sebelum anestesi ini sehingga mempunyai ide yang jelas untuk
mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau komplikasi pasien yang lain. Bagaimanapun
juga, kehadiran ahli bedah tidak begitu penting untuk melengkapi ceklist ini.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman dan melatih keterampilan Anda mengenai materi topik 4,
kerjakanlah latihan berikut:
Lakukanlah prosedur tindakan penandaan area tubuh pasien yang akan dilakukan operasi.
Demonstrasikan prosedur verifikasi seluruh identifikasi pasien dan kelengkapan berkas
penunjang sebelum dilakukan tindakan operasi.
Anda dapat menggunakan Formulir 4.1 untuk latihan melakukan prosedur penandaan area tubuh
pasien yang akan dilakukan operasi, dan formulir 4.2 untuk melakukan verifikasi sebelum operasi.
246
Ya Tidak
ASSESSMENT (A)
Kaji identitas dan status/ dokumen rekam medik pasien
PLANNINGT (P)
Persiapan perawat
Persiapan alat:
Persiapan Lingkungan
Bina hubungan saling percaya: Ucapkan salam; Perkenalkan diri perawat (Nama,
jabatan, tempat tugas, jam tugas);
Sampaikan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
Kontrak: waktu dan tempat
IMPLEMENTATION (I)
Pastikan identitas pasien pada gelang pasien, tanyakan nama, tempat tanggal
lahir, no RM
Jelaskan materi tentang penandaan lokasi operasi pada pasien dan atau
keluarga pasien
Berikan tanda lokasi operasi dengan tanda yang tidak mudah luntur dan mudah
dikenali
melibatkan pasien saat dilakukan penandaan lokasi operasi tersebut
Lakukan verifikasi pada pasien dan atau keluarga bahwa mereka telah
memahami dan mengetahui lokasi yang akan dilakukan operasi
Ucapkan terimakasih, dan semoga semuanya dapat berjalan dengan baik.
EVALUATION (E)
Evaluasi respon subjektif dan objektif klien
Berikan reinforcement positif
Tentukan rencana tindak lanjut
Beri salam terapeutik
DOKUMENTASI
Catat hasil tindakan memberikan obat high alert
SIKAP
Dilakukan dengan sistematis
Percaya diri
247
248
Jumlah Nilai
Keterangan:
0= tidak dilakukan; 1= dilakukan tetapi tidak sempurna; 2= dilakukan dengan sempurna
Nilai 100 = sempurna; Nilai 81-99= Baik; Kurang
Ringkasan
Tugas Praktika 4
Lakukanlah/ demonstrasikan prosedur pemberian obat yang perlu diwaspadai, mulai dari
pengecekan ganda dengan menerapkan 7 benar sebelum pemberian sampai dengan pemberian
obatnya.
Gunakan formulir 4.1 dan 4.2 untuk menilai keterampilan Anda.
Lakukan tugas ini sampai dengan nilai Anda = 100
249
Topik 5
Mengurangi Risiko Infeksi akibat Perawatan Kesehatan
Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan merupakan sasaran keselamatan
pasien kelima. Untuk mencapai sasaran ini setiap Fasilitas pelayanan kesehatan
mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 disebutkan bahwa pokok
dari eliminasi infeksi adalah cuci tangan (hand hygiene ) yang tepat. Pedoman hand hygiene
yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO, fasilitas pelayanan kesehatan
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk
implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan.
Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
bertujuan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima
pelayanan kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi. Bagi
pasien yang memerlukan isolasi, maka akan diterapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan
secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Diterapkan
untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil
pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien didiagnosis. Tenaga kesehatan seperti petugas
laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga berisiko besar
terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas tersebut untuk
juga menerapkan Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi. Pada tahun 2007, CDC dan
HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan dan
dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD),
dekontaminasi peralatan perawatan pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah,
penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien, hygiene
respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik yang aman dan praktik lumbal pungsi
yang aman. Kesebelas kewaspadaan standar tersebut yang harus di terapkan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan.
Setelah mempelajari topik ini, diharapkan Anda mampu melakukan/ mempraktikkan:
hand hygiene (hand wash dan hand rub)
memasang alat pelindung diri (APD)
melepas alat pelindung diri
(Sumber: https://www.google.com/search?q=gambar+5+moment+hand+hygiene&tbm=isch&imgil)
Gambar 5.1 Lima momen cuci tangan
6 langkah cuci tangan yang benar menurut standart WHO, adalah sebagai berikut:
Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut dengan arah memutar.
Cara mencuci tangan dapat dengan menggosokkan saja menggunakan larutan antiseptik
berbasis alkohol, atau dengan mencuci menggunakan air dan sabun antiseptik.
Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata
(goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/ apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput
lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan tubuh atau
kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan sambil
menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.
Jenis-jenis APD 1)
Sarung tangan
Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau
pembedahan.
Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi petugas pemberi
pelayanan kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin
Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani
bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang
terkontaminasi.
Umumnya sarung tangan bedah terbuat dari bahan lateks karena elastis, sensitif dan
tahan lama serta dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Bagi mereka yang alergi
terhadap lateks, tersedia dari bahan sintetik yang menyerupai lateks, disebut ‘nitril’.
Terdapat sediaan dari bahan sintesis yang lebih murah dari lateks yaitu ‘vinil’ tetapi
sayangnya tidak elastis, ketat dipakai dan mudah robek. Sedangkan sarung tangan
rumah tangga terbuat dari karet tebal, tidak fleksibel dan sensitif, tetapi
memberikan perlindungan maksimum sebagai pelindung pembatas.
Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa mulut dari
cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan lingkungan udara yang
kotor dan melindungi pasien atau permukaan lingkungan udara dari petugas pada
saat batuk atau bersin. Masker yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut
serta melakukan Fit Test (penekanan di bagian hidung). Terdapat tiga jenis masker,
yaitu: ⁻ Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui
droplet. ⁻ Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne. ⁻
Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.
Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat adanya cacat
atau lapisan yang tidak utuh. Jika cacat atau terdapat lapisan yang tidak utuh,
maka tidak dapat digunakan dan perlu diganti.
Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik di semua titik
sambungan.
Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan bentuk
hidung petugas.
Fungsi alat ini akan menjadi kurang efektif dan kurang aman bila tidak menempel erat
pada wajah. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan keadaan demikian, yaitu:
Adanya janggut dan jambang
Adanya gagang kacamata
Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi yang dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah masker.
10
12
Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme
yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/daerah steril atau
membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut
petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari pasien.
13
Pelepasan APD
Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut: 1) Lepaskan sepasang
sarung tangan, 2) Lakukan kebersihan tangan, 3) Lepaskan apron, 4) Lepaskan perisai
wajah (goggle), 5) Lepaskan gaun bagian luar, 6) Lepaskan penutup kepala, 7) Lepaskan
masker, 8) Lepaskan pelindung kaki, 9) Lakukan kebersihan tangan
Melepas sarung tangan
Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi.
Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, kemudian
lepaskan.
Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang
masih memakai sarung tangan.
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung
tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan.
Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama.
Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.
Melepas Goggle atau Perisai Wajah
Ingatlah bahwa bagian luar goggle atau perisai wajah telah terkontaminasi.
14
Penggunaan APD pada pasien harus ditetapkan melalui Standar Prosedur Operasional
(SPO) di fasilitas pelayanan kesehatan terhadap pasien infeksius sesuai dengan indikasi
dan ketentuan Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI), sedangkan penggunaan APD
untuk pengunjung juga ditetapkan melalui SPO di fasilitas pelayanan kesehatan
terhadap kunjungan ke lingkungan infeksius. Pengunjung disarankan untuk tidak
berlama-lama berada di lingkungan infeksius.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman dan melatih keterampilan Anda mengenai materi topik 5,
kerjakanlah latihan berikut:
Lakukanlah prosedur mencuci tangan dengan air & sabun dan dengan hand-rub
Demonstrasikan prosedur memakai dan melepaskan APD: masker, sarung tangan, dan
gaun celemek
Anda dapat menggunakan Formulir 5.1 – 5.5 pada halaman berikut sebagai panduan untuk
latihan melakukan prosedur mengurangi risiko infeksi karena pelayanan kesehatan.
16
Gunakan tissu yang sudah dipakai untuk melapisi pada saat menutup
kran. Tangan perawat kini sudah bersih
Buang tissu di tempat sampah
EVALUATION (E) : Evaluasi
18. Evaluasi terhadap kebersihan tangan dan kontak terhadap objek lain.
SIKAP
Melakukan tindakan dengan sistematis
Percaya diri
TOTAL YA
Keterangan: - Ya = 1 (dilakukan dengan benar) Tdk = 0 (tidak dilakukan/dilakukan kurang benar)
Kriteria Penilaian: 100 = Baik sekali/ sempurna; 81-99 = Baik; ≤ 80 = Kurang/TL
Jumlah Ya PENILAI/ OBSERVER
Nilai = -------------- x 100 = ………………
20 ……………………………………………………
Dilakukan
No Aspek yang dinilai
Ya Tdk
ASSESMENT (A): Pengkajian
Kaji indikasi pemakaian dan pelepasan masker
PLANNING (P): Perencanaan
Persiapan Alat:
2Masker dalam tempatnya
Bengkok
Sabun, Air mengalir, tissue/ hands rub
Persiapan Perawat:
Rambut rapih
IMPLEMENTATION (I): Implementasi
Memasang masker:
Cuci tangan dan keringkan
Cari ujung atas masker
Pegang masker pada bagian atas kedua tali atau kait
Talikan kedua tali atas secara pas di belakang atas kepala Anda.
Dengan lembut tekan bagian atas logam di atas tonjolan hidung Anda.
Cuci tangan kembali
Melepaskan masker:
17
Dilakukan
No Aspek yang dinilai
Ya Tdk
ASSESMENT (A): Pengkajian
Kaji indikasi pemakaian dan pelepasan sarung tangan
PLANNING (P): Perencanaan
Persiapan Alat:
18
19
PLANNING(P): Perencanaan
Persiapan Alat:
Gaun celemek dalam tempatnya
Bengkok
Sabun dan air mengalir (hands rub)
Handuk/ tissu
Persiapan Perawat:
Rambut rapih
IMPLEMENTATION (I): implementasi
Memakai gaun celemek
Cuci tangan dan keringkan
Gunakan celemek sampai menutupi pakaian Anda
Ikatkan tali gaun pada bagian posterior leher kepala, dada,
dan pinggul
Cuci tangan
Melepaskan gaun celemek
Cuci tangan dan keringkan
Lepaskan/buka ikatan celemek
Biarkan gaun jatuh ke arah depan dari arah bahu Anda
tapi jangan sampai jatuh ke lantai.
Cuci tangan dan keringkan
EVALUATION (I): Evaluasi
Evaluasi ketepatan pemakaian gaun celemek
SIKAP
Dilakukan secara sistimatis
Percaya diri
Total nilai
Keterangan:
Ya = 1 (dilakukan dengan benar) Tdk = 0 (tidak dilakukan/dilakukan kurang benar)
Kriteria Penilaian: 100 = Baik sekali/ sempurna; 81-99 = Baik; ≤ 80 = Kurang/TL
Ringkasan
SKP yang kelima adalah mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan. Pokok dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.Terdapat 5
momen cuci tangan, yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptic, setelah
kontak cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan
20
lingkungan pasien. Enam langkah cuci tangan dapat dilakukan dengan handrub selama 20 –
30 detik dan dengan air mengalir selama 40 – 60 detik.
SKENARIO
Anda bertugas di Ruang Perawatan suatu RS. Anda diberi tugas oleh Ketua Tim
Asuhan keperawatan untuk merawat 6 orang pasien yang berada di kamar 104
dan kamar 106. Tn. A berumur 67 tahun dengan diagnose medis UAP dan CHF fc
III.Pasien baru kembali ke ruangan setelah menjalani kateterisasi jantung.
Keadaan umum stabil dengan kesadaran CM. Saat ini terpasang infus Asering
dan masih terpasang ‘Nichiban’ di pergelangan tangan kiri.
PENGANTAR
Sasaran keselamatan pasien (SKP) merupakan syarat yang harus diterapkan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan. Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-
perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien (PMK. No. 11 Tahun 2017). Kita
ketahui bahwa SKP yang pertama adalah meningkatkan identifikasi pasien dengan
benar. Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda yang
mencakup nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan
pemberian pelayanan, pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien.
Anda telah mempelajari dan memahami konsep sasaran keselamatan pasien pada
modul atau Bab V. Kali ini coba Anda baca skenario di atas. Perlukah pada kasus di
atas dilakukan identifikasi risiko jatuh pada pasien? Apa tujuannya?. kapankah Anda
harus melakukan pengkajian risiko jatuh pasien? Bagaimanakah cara mengidentifikasi
pasien yang memiliki risiko jatuh? Bagaimanakah cara menurunkan risiko pasien
cedera akibat jatuh?
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu melakukan tindakan identifikasi pasien dengan benar
Untuk mencapai tujuan tersebut, mahasiswa harus mampu mendemonstrasikan:
Tindakan penilaian risiko jatuh pada pasien lansia
Tindakan penilaian risiko jatuh pada pasien dewasa
Tindakan penilaian risiko jatuh pada pasien anak
Tindakan penilaian risiko jatuh di unit rawat jalan atau IGD
URAIAN MATERI
24
Intervensi :
Intervensi Jatuh Standar untuk Risiko Rendah :
Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi
Keselamatan lingkungan : hindari lingkungan yang kacau balau, dekatkan
bel dan telepon, gunakan penerangan yang cukup pada malam hari, posisi
ttempat tidur rendah, terpasang penghalang tempat tidur/ side rail, roda
tempat tidur harus selalu terkunci.
Monitor kebutuhan pasien. Keluarga menemani pasien yang berisiko jatuh
Edukasi perilaku untuk mencegah jatuh pada pasien dan keluarga,
tempatkan standing akrilik di meja pasien
Gunakan alat bantu jalan (walker, handrail)
Lakukan penilaian ulang skor jaruh bila ada perubahan kondisi atau
pengobatan
Intervensi Jatuh Risiko Tinggi
Pasang pitakuning atau klip risiko jatuh pada pasien.
Pasang tanda peringatan risiko jatuh kuning pada tempat tidur pasien
Lakukan intervensi jatuh standar
Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detail seperti
analisa cara berjalan
Tempatkan pasien di dekatnursestation
Pastikan handrali kokoh dan mudah dijangkau oleh pasien
Siapkan alat bantu jalan
Gunakan karpet anti slip/ tidak liciin di lantai kamar mandi
Dampingi pasien bila ke kamar mandi/toilet, jangan tinggalkan sendirian
di kamar mandi/toilet, informasikan cara penggunaan bel di kamar
mandi/toilet untuk memanggil perawat, pintu kamar mandi/toilet jangan
dikunci
Lakukan penilaian ulang risiko jatuh tiap shift
25
Intervensi :
Intervensi Jatuh Risiko Rendah :
Melakukan penilaian ulang skor jatuh bila ada perubahan kondisi atau
pengobatan
Edukasi perilaku untuk mencegah jatuh pada pasien dan keluarga disertai
pemberian brosur
Intervensi Jatuh Risiko Tinggi
Pasang pita kuning atau klip risiko jatuh pada pasien.
Pasang tanda peringatan risiko jatuh kuning pada tempat tidur pasien
Mengkomunikasikan risiko jatuh pasien kepada Dokter Penanggung
jawab Praktik (DPJP)
Mengkomunikasikan risiko jatuh pasien kepada pasien dan/atau keluarga
serta memberikan brosur edukasi pencegahan jatuh
Motivasi keluarga untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan pasien
jatuh
Tempatkan pasien di dekat nursestation
Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tiap 2 jam), jadwalkan
ke toilet secara teratur.
Pastikan handrail kokoh dan mudah dijangkau oleh pasien
Siapkan di dekat tempat tidur pasien : alat bantu jalan/ fasilitasi
kebutuhan pasien
Anjurkan kepada pasien untuk menggunakan walker untuk membantu
stabilitas berjalan
26
Gunakan karpet anti slip/ tidak licin di lantai kamar mandi, dan siapkan
tempat duduk jika diperlukan
Keselamatan lingkungan : hindari lingkungan yang kacau balau, dekatkan
bel dan telepon, gunakan penerangan yang cukup pada malam hari, posisi
ttempat tidur rendah, terpasang penghalang tempat tidur/ side rail, roda
tempat tidur harus selalu terkunci.
Dampingi pasien bila ke kamar mandi/toilet, jangan tinggalkan
sendirian di kamar mandi/toilet, informasikan cara penggunaan bel
di kamar mandi/toilet untuk memanggil perawat, pintu kamar
mandi/toilet jangan dikunci
Pakaikan kaus kaki atau alas kaki yang tidak licin untuk pasien
Kolaborasi dengan :
Farmasi klinik untuk kemungkinan interaksi obat
Rehabilitasi medik untuk masalah mobilitas atau aktivitas harian
yang baru
Berikan edukasi mengenai perilaku yang lebih aman saat jatuh atau
proses transportasi/ trasfer pasien
Humpty Dumty Scale
Dilakukan pada pasien anak (usia 0-18 tahun) di ruang Rawat Inap
Penilaian Risiko Jatuh Pasien anak: Humpty Dumty Scale
27
Intervensi :
Intervensi Jatuh Standar Risiko Rendah :
Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
Atur posisi tempat tidur rendan dan dalam kondisi terkunci
Tempatan pengaman di tempat tidur dengan 2 atau 4 sisi pengaman
Pakaikan kaus kaki atau alas kaki yang tidak licin untuk pasien
Lakukan penilaian kemampuan untuk ke kamar mandi/toilet dan berikan
bantuan jika diperlukan (barthel indeks)
Tempatkan pasien di dekat nursestation
Lingkungan harus bebas dari kondisi yang mengandung risiko
Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga
Berikan edukasi pada pasien dan keluarga
Lakukan penilaian ulang bila ada perubahan kondisi dan/atau pengobatan
Intervensi Jatuh Standar Risiko Tinggi :
Pasang pitakuning atau klip risiko jatuh pada pasien.
Pasang tanda peringatan risiko jatuh kuning pada tempat tidur pasien
Lakukan penilaian ulang tiap shift
Tempatkan pasien di dekat nursestation
Temani pasien saat mobilisasi, atau libatkan keluarga untuk mendampingi
28
pasien
Libatkan keluarga dalam membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari
Gunakan tempat tidur yang sesuai dengan tingkat perkembangan pasien.
Atur ketinggian tempat tidur sesuai perkembangan pasien, sebaiknya
cukup rendah.
Pastikan handrail kokoh dan mudah dijangkau oleh pasien
29
Semua pasien harus diidentifikasi tingkat risiko jatuhnya dengan benar pada saat
pasien masuk RS, sebelum melakukan transportasi pasien, dan saat terjadi
perubahan kondisi/ pengobatan yang dapat mempengaruhi penilaian jatuh.
Pakaikan gelang risiko jatuh di pergelangan tangan pasien yang dominan, jelaskan
dan pastikan gelang tepasang dengan baik dan nyaman untuk pasien.
Pada pasien dengan fistula arterio-vena (pasien hemodialisis), gelang identifikasi
risiko jatuh tidak boleh dipasang di sisi lengan yang terdapat fistula.
Jika tidak dapat dipakaikan di pergelangan tangan, pakaikan di pergelangan kaki.
Pada situasi dimana tidak dapat dipasang di pergelangan kaki, gelang risiko jatuh
dapat dipakaikan di baju pasien di area yang jelas terlihat. Gelang risiko jatuh harus
dipasang ulang jika baju pasien diganti dan harus selalu menyertai pasien sepanjang
waktu.
Pada kondisi tidak memakai baju, gelang risiko jatuh harus menempel pada badan
pasien dengan menggunakan perekat transparan/tembus pandang. Hal ini harus
dicatat di rekam medis pasien.
Gelang risiko jatuh hanya boleh dilepas apabila pasien sudah tidak berisiko jatuh.
Gelang identifikasi Risiko Jatuh sebaiknya mencakup 4 detail wajib yang dapat
mengidentifikasi pasien, yaitu:
Nama pasien
Umur Pasien
Nomor rekam medis pasien
Tingkat Risiko Jatuh
Nama tidak boleh disingkat. Nama harus sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.
Jangan pernah mencoret dan menulis ulang di gelang identifikasi risiko jatuh. Ganti
gelang identifikasi risiko jatuh jika terdapat kesalahan penulisan data.
Jika gelang identifikasi risiko jatuh terlepas, segera berikan gelang identifikasi risiko
jatuh yang baru.
Periksa ulang detail data di gelang identifikasi risiko jatuh sebelum dipakaikan ke
pasien.
Pengecekan gelang identifikasi risiko jatuh dilakukan tiap kali pergantian jaga
perawat.
Sebelum pasien ditransfer ke unit lain, lakukan identifikasi dengan benar dan
pastikan gelang identifikasi risiko jatuh terpasang dengan baik.
Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien dan
membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang identifikasi.
Pada kasus pasien yang tidak menggunakan gelang risiko jatuh:
Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti:
Menolak penggunaan gelang risiko jatuh
Gelang risiko jatuh menyebabkan iritasi kulit
Gelang risiko jatuh terlalu besar
Pasien melepas gelang risiko jatuh
30
Pasien harus diinformasikan akan risiko yang dapat terjadi jika gelang risiko
jatuhtidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada rekam medis.
Jika pasien menolak menggunakan gelang risiko jatuh, petugas harus lebih
waspada dan mencari cara lain untuk mengidentifikasi pasien risiko jatuh
dengan benar.
(b) (c)
(a)
Gambar : (a) Segitiga risiko jatuh, (b) Gelang risiko jatuh, (c) Klip risiko jatuh
PENILAIAN KETERAMPILAN
MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN PASIEN RISIKO JATUH
PLANNING (P)
31
Persiapan perawat
Persiapan alat :
Formulir penilaian risiko jatuh
Alat tulis
Gelang atau klip risiko jatuh
Segitiga jatuh
Brosur pencegahan risiko jatuh
Persiapan Lingkungan
Persiapan pasien (bina hubungan saling percaya):
- Beri salam sambil berjabat tangan
- Perkenalkan diri perawat
- Tanyakan nama klien
- Sampaikan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
- Kontrak: waktu dan tempat
IMPLEMENTATION (I)
Lakukan penilaian risiko jatuh menggunakan instrument yang sesuai
(berdasarkan tempat pengkajian dan kondisi pasien
Lakukan penilaian secara sistimatis
Lakukan intervensi untuk mencegah pasien cidera akibat jatuh jika hasil
penilaian menunjukkan pasien risiko jatuh ringan atau sedang
EVALUATION (E)
Evaluasi respon subjektif & objektif klien
Berikan reinforcement positif
Tentukan rencana tindak lanjut
Beri salam
DOKUMENTASI
Hasil penilian risiko jatuh
Tindakan yang sudah dilakukan: pemasangan gelang/ klip risiko jatuh,
segitiga jatuh, edukasi
SIKAP
Tindakan dilakukan secara sistiematis
Percaya diri
Total Nilai:
Keterangan:
0 = tidak dilakukan; 1 = dilakukan dengan tidak benar; 2 = dilakukan dengan benar
Nilai 100 = sempurna
32
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut :
Skenario 1:
Anda bertugas di Ruang Perawatan suatu RS. Anda diberi tugas oleh Ketua Tim Asuhan
keperawatan untuk merawat 5 orang pasien yang berada di kamar 203 dan kamar 204. Ny.
W berumur 72 tahun dengan diagnosa medis STEMI anterior post primary PCI 2 hari yang
lalu. Keadaan umum stabil dengan kesadaran CM. Klien pernah jatuh sebanyak 2 kali dalam 6
bulan terakhir & memiliki gangguan penglihatan (katarak). Saat ini klien mendapatkan
pengobatan anti hipertensi, anti aritmia, dan vasodilator.
Lakukan penilaian risiko jatuh untuk pasien Ny. W dan berikan intervensi berdasarkan hasil
penilaian risiko jatuh !
Pada skenario 1, Anda terlebih dahulu menentukan instrumen penilaian risiko jatuh yang
sesuai untuk menilai pasien.
Pasien Ny. W berumur 72 tahun, maka instrument yang dipilih dan digunakan adalah
instrument penilaian risiko jatuh Pasien Geriatri.
Selanjutnya Anda lakukan penilaian risiko jatuh menggunakan instrumen yang sesuai.
Hasil penilaian risiko jatuh pada N y. W, adalah sebagai berikut:
33
Score hasil penilaian jatuh Ny. W = 8artinya termasuk kategoritingkat risiko tinggi
Setelah mendapatkan kategori risiko jatuh pada pasien, selanjutnya tentukan intervensi
yang sesuai Intervensi untuk Ny. W, adalah Intervensi Jatuh Risiko Tinggi, sebagai
berikut:
Pasang pita kuning atau klip risiko jatuh pada pasien.
Pasang tanda peringatan risiko jatuh kuning pada tempat tidur pasien
Mengkomunikasikan risiko jatuh pasien kepada Dokter Penanggung jawab Praktik (DPJP)
Mengkomunikasikan risiko jatuh pasien kepada pasien dan/atau keluarga serta
memberikan brosur edukasi pencegahan jatuh
Motivasi keluarga untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan pasien jatuh
Tempatkan pasien di dekat nursestation
Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimal tiap 2 jam), jadwalkan ke toilet
secara teratur.
Pastikan handrail kokoh dan mudah dijangkau oleh pasien
Siapkan di dekat tempat tidur pasien : alat bantu jalan/ fasilitasi kebutuhan pasien
Anjurkan kepada pasien untuk menggunakan walker untuk membantu stabilitas berjalan
Gunakan karpet anti slip/ tidak licin di lantai kamar mandi, dan siapkan tempat duduk
jika diperlukan
Keselamatan lingkungan : hindari lingkungan yang kacau balau, dekatkan bel dan
telepon, gunakan penerangan yang cukup pada malam hari, posisi ttempat tidur
rendah, terpasang penghalang tempat tidur/ side rail, roda tempat tidur harus
selalu terkunci.
Dampingi pasien bila ke kamar mandi/toilet, jangan tinggalkan sendirian di kamar
mandi/toilet, informasikan cara penggunaan bel di kamar mandi/toilet untuk
memanggil perawat, pintu kamar mandi/toilet jangan dikunci
Pakaikan kaus kaki atau alas kaki yang tidak licin untuk pasien
Kolaborasi dengan:
Farmasi klinik untuk kemungkinan interaksi obat
Rehabilitasi medik untuk masalah mobilitas atau aktivitas harian yang baru
Berikan edukasi mengenai perilaku yang lebih aman saat jatuh atau proses
34
PENILAIAN KETERAMPILAN:
PROSEDUR TINDAKAN PENCEGAHAN PASIEN RISIKO JATUH
Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Tahap Prainteraksi
1. Persiapan perawat √
2. Persiapan alat : √
- Formulir penilaian risiko jatuh
- Alat tulis
- Gelang atau klip risiko jatuh
- Segitiga jatuh
- Brosur pencegahan risiko jatuh √
3. Persiapan Lingkungan
Tahap Orientasi
4. Beri salam sambil berjabat tangan √
5. Perkenalkan diri perawat √
6. Tanyakan nama klien √
7. Sampaikan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan √
8. Kontrak: waktu dan tempat √
Tahap Kerja
9. Bina hubungan saling percaya √
10. Lakukan penilaian risiko jatuh menggunakan instrumen √
yang sesuai (berdasarkan tempat pengkajian dan kondisi
pasien)
Lakukan penilaian secara sistematis √
11. √
35
Keterangan :
0= tidak dilakukan; 1= dilakukan tetapi tidak sempurna; 2= dilakukan dengan sempurna
- Nilai 100 = sempurna; Nilai 81-99 = Baik; < 80 = Tidak lulus
Ringkasan
Setelah selesai mempelajari topik di atas dapat kita simpulkan bahwa :
Menurunkan Risiko Pasien Jatuh merupakan salah satu bagian dari IPSG, yaitu IPSG ke-
enam
Kagiatan menurunkan risiko pasien jatuh harus dilaksanakan pada seluruh ruang di rumah
sakit, baik di ruang gawat darurat, ruang rawat jalan/ poliklinik, maupun ruang rawat inap.
Penilaian risiko jatuh pada pasien dapat dilakukan dengan beberapa instrumen,
berdasarkan pada lokasi dan usia pasien. Intervensi kepada pasien yang berisiko jatuh
dilakukan berdasarkan kategori risiko jatuh yang didapatkan dari penilaian sebelumnya
Tugas Praktika 6
36
Skenario 2: Anda bertugas di Ruang Perawatan suatu RS. Ketua Tim Asuhan keperawatan
memberikan tugas kepada Anda untuk merawat 6 orang pasien yang berada di kamar
109. Tn. R berumur 32 tahun dengan diagnosa medis fraktur femurkiri post operasi ORIF
hari ke-4. Pasien masuk RS Karena KLL.Saat ini keadaan umum pasien stabil dengan
kesadaran CM, terpasang infus RL. Klien saat ini sudah mulai belajar menggunakan kruk.
Latihan: Lakukan penilaian risiko jatuh untuk pasien Tn. R dan berikan intervensi
berdasarkan hasil penilaian risiko jatuh !
Skenario 3: Anda bertugas di Ruang Perawatan Anak suatu RS. Ketua Tim Asuhan
Keperawatan memberikan tugas kepada Anda untuk merawat 5 orang pasien yang
berada di kamar 10. An. K (laki-laki) berumur 12 tahun dengan diagnosa medis ALL pro
Kemoterapi siklus II. Saat ini keadaan umum pasien sedang dengan kesadaran CM. Klien
terpasang infus KA-EN 3A dan rencana transfusi darah karena Hb 7. Klien mengeluh
pusing dan hanya tiduran di tempat tidur.
Lakukan penilaian risiko jatuh untuk pasien An. K dan berikan intervensi berdasarkan
hasil penilaian risiko jatuh !
Pada skenario 2 dan 3 Anda terlebih dahulu menentukan instrumen penilaian risiko jatuh
yang sesuai untuk menilai pasien, selanjutnya Anda lakukan penilaian risiko jatuh
menggunakan instrumen yang sesuai (Penilaian risiko jatuh pada Lansia/ Dewasa/ Anak-
anak/ di Unit Rawat Jalan atau IGD) . Setelah mendapatkan kategori risiko jatuh pada pasien,
selanjutnya tentukan intervensi yang sesuai. Terakhir lakukan simulasi keterampilan
melakukan tindakan pencegahan pasien risiko jatuh !
Usia pasien pasien pada scenario 2: 32 tahun gunakan penilaian risiko jatuh pasien
dewasa
Nilai risiko jatuh = ………. ? termasuk risiko rendah/ sedang/ tinggi?
Intervensi : ……………….?
Minta bantuan teman untuk Observasi keseluruhan tindakan pencegahan pasien
jatuh yang Anda lakukan dengan menggunakan formulir penilaian berikut.
37
39
40
Glosarium
KARS : Komite Akreditasi rumah sakit
KKPRS : Komite Keselamatan pasien rumah sakit
KTD : Kejadian Tidak Diharapkan
Insiden keselamatan pasien : kejadian tidak tidak diharapkan pada pasien
SOP : Standar Operasional Prosedur
IPSG : International Patient Safety Goals
41
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=gambar+5+moment+hand+hygiene&tbm=isch&imgil)
http://www.who.int/gpsc/5may/Hand_Hygiene_Why_How_and_When_Brochure.pdf
World Health Organization. (2011). WHO Patient Safety Curricullum Guide: Multi
Professional Edition.
(http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44641/26/9789241501958_ind.pdf
Diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan. (2015). Panduan Kurikulum Keselamatan
Pasien Edisi Multi-Profesional.
42
https://www.scribd.com/search?page=1&content_type=tops&query=obat%20high%20alert
43